Anda di halaman 1dari 22

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN FRAKTUR
1. Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. (Apley, A.
Graham, alih bahasa Edi Nugroho, 1995: 338).
2. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, A. et al, 2000: 346).
3. Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smelter & Bare, 2002).
4. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis,
yang menyebabkan fraktur yang patologis (Barret dan Bryant, 1990).
5. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi
(Doenges, 2000).

B. ETIOLOGI FRAKTUR
Menurut Apley, A.Graham, alih bahasa Edi Nugroho, 1995 : 238-239 fraktur dapat
terjadi akibat :
1. Trauma
Disebabkan kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan. Dapat berupa pemukulan,
penghancuran, penekukan, pemuntiran atau penarikan.
a. Trauma langsung
Tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunak rusak.
b. Trauma tak langsung
Tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang
terkena itu, kerusakan jaringan lunak pada fraktur mungkin tidak ada.
2. Kelelahan/Tekanan
Akibat dari tekanan yang berulang-ulang sehingga dapat menyebabkan retak yang
terjadi pada tulang.
3. Patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya
oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh.

Penyebab fraktur menurut Sjamsuhidayat (1998) adalah:


1. Ruda paksa
2. Trauma
3. Proses patologis
Misalnya: tumor, infeksi atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan kekuatantulang
yang berkurang dandisebut patah tulang patologis.
4. Beban lama atau trauma ringan yang terus menerus yang disebut fraktur
C. KLASIFIKASI FRAKTUR
Menurut Mansjoer (2000 : 346-347) dan menurut Appley Solomon (1995 : 238-239)
fraktur diklasifikasikan berdasarkan :
1. Garis Patahan
a. Greenstick : satu sisi tulang retak, sisi lainnya bengkok.
b. Transversal : memotong lurus pada tulang.
c. Spiral : mengelilingi tungkai/lengan tulang.
d. Obliq : garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tulang.

2. Bentuk Patahan
a. Complet : garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan
fragmen tulang biasanya tergeser.
b. Incomplet : hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang.
c. Kompresi : tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
d. Impaksi : tulang terdorong ke arah permukaan tulang lain
e. Impresi :
f. Avulsi : tulang tertarik oleh ligamen.
g. Communited (Segmental): tulang terpecah menjadi beberapa bagian.

3. Luka Patahan
a. Complikata/Terbuka
Fraktur yang terjadi akibat ligamen tulang bergeser ke bagian otot dan kulit
sehingga adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat
yaitu:
1) Derajat I : luka tembus, diameter 1 cm, kerusakan jaringan lunak
(kulit,otot,neurovaskuler) sedikit dan kontaminasi minimal.
2) Derajat II: luka laserasi, diameter >1 cm, kerusakan jaringan lunak lebih
luas, kontaminasi minimal.
3) Derajat III: kerusakan jaringan lunak, kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur derajat III terbagi atas tiga bagian yaitu:
a) Jaringan lunak menutupi fraktur tulang meskipun terdapat laserasi luar.
b) Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi massif.
c) Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.
b. Simple/Tertutup
Fraktur yang tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar.
4. Pergeseran Patahan
a. Undisplaced: garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
b. Diaplaced : garis patah komplit, terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang.

D. JENIS FRAKTUR SESUAI REGIONYA


1.Fraktur Jari-jari Tangan
Ada tiga macam fraktur yang khas:
1. Baseball Finger (Mallet finger)
- Fraktur pada basis falang distal pada insersio dari tendon ekstensor.
- Fleksi pasif pada sendi interfalang distal
- Avulsi fragmen tulang basis falang distal pada insersi tendon ekstensor jari.
Manifestasi Klinis
- Ekstensi penuh (-) pada ujung distal falang
- Ujung distal falang selalu dalam posisi fleksi pada sendi interfalang distal
- Terdapat hematoma pada dorsum sendi tersebut.
Penatalaksanaan
Imobilisasi menggunakan gips atau metal splinting dengan posisi:
- Hiperekstensi pada sendi interfalang distal
- Sedikit fleksi (Mallet splint) pada sendi interfalang proksimal

2. Boxer Fracture (street fighter’s fracture)


- Fraktur kolum metakarpal 5
- Kaput metakarpal angulasi ke volar/palmar.

Penatalaksanaan
Reposisi tertutup:
- Fleksi 90° pada sendi metakarpofalangeal dan interfalang proksimal
- Kaput metakarpal 5 didorong ke arah dorsal
- Imobilisasi dengan gips selama 3 minggu.

3. Bennet Fracture
Fraktur dislokasi basis metakarpal 1.
Manifestasi Klinis
- Bengkak pada karpometakarpal (CMC) 1
- Nyeri tekan (+)
- Sakit ketika digerakkan.
Penatalaksanaan
Reposisi tertutup (stabil):
- Ekstensi dan abduksi ibu jari tangan, diimobilisasi.
Reposisi tertutup (tidak stabil)
- Di bawah C arm
- Asi dengan memakai wire (percutaneus pinning)
Reposisi terbuka (tidak stabil)
- Dengan kawat Kirschner

2. Fraktur Antebrakial
Ada empat macam fraktur yang khas:
1. Colles Fracture
- Berbentuk seperti sendok makan (dinner fork deformity)
- Terjatuh dalam keadaan:
+ Tangan terbuka dan pronasi
+ Tubuh beserta lengan berputar ke ke dalam (endorotasi)
+ Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah berputar keluar
(eksorotasi/supinasi).
Manifestasi Klinis
o Fraktur metafisis distal radius dengan jarak _+ 2,5 cm dari permukaan sendi
distal radius
o Dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal
o Subluksasi sendi radioulnar distal
o Avulsi prosesus stiloideus ulna.
Penatalaksanaan
Imobilisasi (tanpa dislokasi):
- Pemasangan gips sirkular di bawah siku selama 4 minggu.
Reposisi tertutup (dengan dislokasi):
- Dorsofleksi fragmen distal, traksi
- Posisi tangan volar fleksi,
- Deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi radial) dan diputar ke arah pronasio
(untuk mengoreksi supinasi).
- Imobilisasi dilakukan selama 4 - 6 minggu.
2. Smith Fracture
- Dislokasi ke arah anterior (volar)  reverse Colles fracture.
Pasien jatuh:
- Tangan menahan badan dalam posisi volar fleksi pada pergelangan tangan
dan pronasi.
- Garis patahan biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular.
Manifestasi Klinis
- Fragmen dorsal menonjol ke proksimal
- Fragmen distal ke sisi volar pergelangan, dan deviasi ke radial (garden spade
deformity).
Penatalaksanaan
Reposisi dengan posisi:
- Tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi ringan, deviasi ulnar, dan
supinasi maksimal (kebalikan posisi Colles).
- Imobilisasi dengan gips di atas siku selama 4 - 6 minggu.
3. Galeazzi Fracture
- Fraktur radius distal
- Dislokasi sendi radius ulna distal
- Saat jatuh:
+ Tangan terbuka menahan badan,
+ Rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan
yang memberi gaya supinasi.
Manifestasi Klinis
- Tangan bagian distal posisi angulasi ke dorsal.
- Teraba tonjolan di ujung distal ulna.
Penatalaksanaan
Reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku:
- Posisi netral untuk dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi.
4. Montegia Fracture
- Fraktur sepertiga proksimal ulna
- Dislokasi sendi radius ulna proksimal.
Manifestasi Klinis
Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi.
Tipe ekstensi:
- Gaya mendorong ulna ke arah hiperekstensi dan pronasi.
Tipe fleksi:
- Gaya mendorong dari depan ke arah fleksi yang menyebabkan fragmen ulna
mengadakan angulasi ke posterior.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis: untuk menentukan ada/tidaknya dislokasi  Lihat
kesegarisan antara kondilus medialis, kaput radius, dan pertengahan
radius.
Penatalaksanaan
Reposisi tertutup:
- Asisten memegang lengan atas
- Penolong melakukan tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke
arah supinasi penuh. Setelah itu, dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke
tempat semula.
- Imobilisasi gips sirkuler di atas siku dengan posisi siku fleksi 90° dan posisi
lengan bawah supinasi penuh.
Bila gagal, dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna
(plate-screw).
5. Essex-Lopresti
- Fraktur kepala radius proksimal
- Dislokasi pada sendi radio-ulnaris distal dengan gangguan membran
interoseus

3. Fraktur Humerus
Dibagi menjadi:
1. Suprakondilar Humerus
Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur:
a. Tipe ekstensi. Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan
bawah dalam posisi supinasi. Hal ini akan menyebabkan fraktur pada
suprakondilar, fragmen distal humerus akan mengalami dislokasi ke
anterior dari fragmen proksimalnya.
b. Tipe fleksi. Trauma terjadi ketika posisi siku dalam fleksi, sedang lengan
bawah dalam posisi pronasi. Hal ini menyebabkan fragmen distal humerus
mengalami dislokasi ke posterior dari fragmen proksimalnya.
Apabila terjadi penekanan pada arteri brakialis, dapat terjadi komplikasi yang
disebut dengan iskemia Volkmanns. Timbulnya sakit, denyut arteri radialis
yang berkurang, pucat, rasa kesemutan, dan kelumpuhan merupakan tanda-
tanda klinis adanya iskemia ini (Ingat 5P: Pain, Pallor, Pulselessness,
Puffyness, Paralyses).
Manifestasi Klinis
Pada tipe ekstensi posisi siku dalam posisi ekstensi. Pada tipe fleksi posisi
siku dalam posisi fleksi (semifleksi).
Penatalaksanaan
Bila pembengkakan tak hebat, dapat dicoba reposisi dalam narkosis umum.
Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi secara perlahan-lahan. Gerakan
fleksi diteruskan sampai arteri radialis mulai tak teraba. Kemudian siku
diekstensikan sedikit untuk memastikan arteri radialis teraba lagi. Dalam
posisi fleksi maksimal ini dilakukan imobilisasi dengan gips spalk (foreslab).
Pascareposisi harus juga diperiksa denyut arteri radialis untuk menghindarkan
terjadi komplikasi iskemia Volksmann.
2. Interkondilar Humerus
Pada fraktur ini bentuk garis patah yang terjadi berupa bentuk huruf T atau Y
Manifestasi Klinis
Di daerah siku tampak jelas pembengkakan, kubiti varus atau kubiti valgus.
Penatalaksanaan
Permukaan sendi harus dikembalikan secara anatomis. Bila hanya konservatif,
biasanya akan timbul kekakuan sendi (ankilosis). Untuk mengatasi keadaan
ini dilakukan tindakan operasi reduksi dengan pemasangan fiksasi interna
dengan lag-screw.
3. Batang Humerus
Biasanya terjadi pada penderita dewasa, terjadi karena trauma langsung yang
menyebabkan garis patah transveral atau kominutif.
Manifestasi Klinis
Terjadi functio laesa lengan atas yang cedera, untuk menggunakan siku harus
dibantu oleh tangan yang sehat. Bila terjadi gangguan pada nervus radialis,
akan terjadi wrist drop (drop hand).
Penatalaksanaan
Tindakan konservatif memberikan hasil yang baik karena fraktur humerus ini
sangat baik daya penyembuhannya. Imobilisasi dengan gips berupa U-slab
atau hanging cast selama 6 minggu.
4. Kolum Humerus
Sering terjadi pada wanita tua karena osteoporosis. Biasanya berupa fraktur
impaksi.
Manifestasi Klinis
Sakit di daerah bahu tetapi fungsi lengan masih baik karena fraktur impaksi
merupakan fraktur yang stabil.
Penatalaksanaan
Pada fraktur impaksi tidak diperlukan reposisi, lengan yang cedera cukup
diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 3 minggu. Bila
disertai dislokasi abduksi, dilakukan reposisi dan diimobilisasi dengan gips
spica, posisi lengan dalam abduksi posisi overhead.

4. Fraktur Iga
Merupakan cedera toraks terbanyak, dan komplikasi yang sering terjadi akibat
luka tembus. Fraktur iga bisa disebabkan pukulan, kontusio, atau penggilasan.
Manifestasi Klinis:
Terlihat gerak pernapasan penderita yang terbatas dan sangat nyeri pada sisi dada
yang terkena trauma, apalagi bila disuruh bernapas dalam. Usahakan mencari
jejas luka.
Pada palpasi, tentukan adanya krepitasi akibat adanya udara dalam jaringan
subkutan pada daerah dada yang sakit. Kemudian tiap tulang iga ditekan secara
lembut. Bila terdapat fraktur, akan timbul rasa nyeri yang hebat. Pada kasus yang
meragukan, dada ditekan secara lembut dengan kedua tangan pemeriksa yang
masing-masing diletakkan di bagian anterior dan posterior bagian yang sakit.
Biasanya timbul nyeri bila terdapat fraktur iga di daerah tersebut. Cara ini tidak
boleh dila.kukan bila terdapat tanda-tanda efusi pleura atau tanda-tanda trauma
intratorakal lainnya.
Pada perkusi dan auskultasi, tentukan posisi trakea dan jantung untuk melihat
adanya pergeseran mediastinum. Pada fraktur iga sederhana biasanya tidak
ditemukan tanda-tanda trauma intratorakal. Fraktur iga-iga atas, klavikula, atau
skapula secara tidak langsung menunjukkan trauma yang bermakna. Selain itu
cedera vaskular harus dicurigai.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Rontgen toraks harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera toraks
lain, namun tidak perlu untuk identifikasi fraktur iga.
Penatalaksanaan
Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan otot
merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan
rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan nyeri, penanganan batuk, dan
pengisapan endotrakeal.

5. Fraktur Sternum
Fraktur sternum terjadi sebagai akibat trauma yang sangat keras. Biasanya fraktur
ini disertai dengan kontusio jantung.
Manifestasi Klinis
Didapatkan keluhan nyeri waktu bernapas, pernapasan dangkal, dan cepat.
Mungkin terdapat deformitas pada tempat hubungan antara manubrium sternum
dengan korpus sternum. Pada auskultasi tentukan ada atau tidaknya aritmia atau
bising jantung untuk mengetahui adanya kontusio jantung.
Penatalaksanaan
Dengan pemberian analgetik dan fisioterapi. Bila diperlukan, dapat dengan
anestesi setempat infiltrasi atau blok.

Flail Chest
Trauma hancur pada sternum atau iga dapat berakibat terjadinya pemisahan total
dari suatu bagian dinding dada, sehingga dinding dada tersebut bersifat lebih
mobil. Pada setiap gerakan respirasi, maka fragmen yang mobil tersebut akan
terhisap ke arah dalam. Pengembangan normal rongga pleura tidak dapat lagi
berlangsung, sehingga pertukaran gas respiratorik yang efektif sangat terbatas.
Manifestasi Klinis
Biasanya karena ada pembengkakan jaringan lunak di sekitar dan terbatasnya
gerak pengembangan dinding dada, deformitas, dan gerakan paradoksal, flail
chest yang ada akan tertutupi. Pada mulanya, penderita mampu mengadakan
kompensasi terhadap pengurangan cadangan respirasinya. Namun bila terjadi
penimbunan sekret-sekret dan penurunan daya pengembangan paru-paru akan
terjadi anoksia berat, hiperkapnea, dan akhirnya kolaps.
Penatalaksanaan
Tindakan stabilisasi yang bersifat sementara terhadap dinding dada akan sangat
menulong penderita, yaitu dengan menggunakan towl-clip traction atau dengan
menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan pembedahan. Takipnea,
hipoksia, dan hiperkarbia merupakan indikasi untuk intubasi endotrakeal dan
ventilasi dengan tekanan positip.

6. Fraktur Kompresi Tulang Belakang


Biasanya merupakan fraktur kompresi karena trauma indirek dari atas dan dari
bawah. Dapat menimbulkan fraktur stabil atau tidak stabil.

Manifestasi Klinis
Pada daerah fraktur biasanya didapatkan rasa sakit bila digerakkan dan adanya
spasme otot paravertebra. Bila kepala ditekan ke bawah terasa nyeri. Perlu
diperiksa keadaan neurologis serta kemampuan miksi dan defekasi.
Penatalaksanaan
1. Bila sederhana (stabil atau tak ada gejala neurologik):
a. Istirahat di tempat tidur, telentang dengan dasar keras dan posisi miring ke
kiri dan ke kanan untuk mencegah dekubitus (5 pillow nursing) selama 2
minggu.
b. Bila sakit, diberikan analgetik.
c. Pada fraktur yang stabil, kalau tak merasa sakit lagi setelah 2 minggu latih
otot-otot punggung dalam 1 -2 minggu. Dilanjutkan dengan mobilisasi;
belajar duduk, jalan, memakai brace, dan bila tak ada apa-apa pasien dapat
pulang. Pada fraktur yang tidak stabil ditunggu lebih lama 3 - 4 minggu.
2. Bila dengan kelainan neurologik:
Kelainan neurologik dapat timbul karena edema, hematomieli, kompresi dari
fraktur, dan karena luksasi tulang belakang. Kelainan dapat komplit atau
inkomplit. Kalau pada observasi keadaan neurologis memburuk, segera
dilakukan operasi dekompresi, misalnya tindakan laminektomi dan fiksasi
tulang belakang. Pada fraktur tulang belakang dengan defisit neurologis,
indikasi tindakan operatif adalah untuk stabilisasi fraktur, untuk rehabilitasi
dini (duduk, berdiri, dan berjalan). Pada fraktur tulang belakang dengan defisit
neurologis yang dilakukan tindakan konservatif (tanpa operasi), setelah 6
minggu atau fraktur kuat, dilakukan mobilisasi duduk/berdiri dengan
menggunakan external support seperti gips Bohler, gips korset, jaket Minerva,
tergantung dari tempat fraktur. Pemasangan gips korset harus meliputi
manubrium sterni, simfisis, daerah fraktur, dan di bawah ujung skapula.

7. Fraktur Kruris
Fraktur kruris merupakan akibat terbanyak dari kecelakaan lalu lintas.
Manifestasi Klinis
Gejala yang tampak adanya deformitas angulasi atau endo/eksorotasi. Daerah
yang patah tampak bengkak, juga ditemukan nyeri gerak dan nyeri tekan.
Penatalaksanaan
Pada fraktur tertutup dilakukan reposisi tertutup dan imobilisasi dengan gips.
Caranya pasien tidur terlentang di atas meja operasi. Kedua lutut dalam posisi
fleksi 90°, sedang kedua tungkai bawah menggantung di tepi meja. Tungkai
bawah yang patah ditarik ke arah bawah. Rotasi diperbaiki. Setelah tereposisi
baru dipasang gips melingkar.
Ada beberapa cara pemasangan gips, yaitu:
1. Cara long leg plaster. Gips dipasang mulai dari pangkal jari kaki sampai
proksimal femur dengan sendi talokrural dalam posisi netral, sedang posisi
lutut dalam fleksi 15-20°.
2. Cara Sarmiento. Pemasangan gips dimulai dari jari kaki sampai di atas sendi
talokrural dengan molding sekitar maleolus. Setelah kering segera dilanjutkan
ke atas sampai 1 inci di bawah tuberositas tibia dengan molding pada
permukaan anterior tibia. Gips dilanjutkan sampai ujung proksimal patela.
Pada fraktur terbuka dilakukan debrideman luka. Kemudian dilakukan reposisi
secara terbuka tulang yang patah, dilanjutkan dengan imobilisasi. Dapat
digunakan cara long leg plaster, hanya saja untuk fraktur terbuka dibuat jendela di
atas luka setelah beberapa hari. Dari lubang jendela ini luka dirawat sampai
sembuh. Dapat juga dengan memakai pen di luar tulang untuk fraktur terbuka
grade III (fiksasi eksterna), contohnya dengan fiksasi eksterna Judet, Roger
Anderson, Hoffman, Screw dan metil metakrilat (INOE teknik).

8. Fraktur Tibia Proksimal


Fraktur ini disebut juga bumper fracture atau fraktur tibia plateau. Fraktur tibia
proksimal biasanya terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut dengan
kaki yang masih terfiksasi ke tanah. Contohnya pada orang yang sedang berjalan
lalu ditabrak mobil dari samping, yang disebut bumper fracture.
Manifestasi Klinis
Luka pada daerah yang cedera membengkak dan disertai rasa sakit, kadang-
kadang ditemukan deformitas varus atau valgus pada lutut.
Penatalaksanaan
1. Nonoperatif
Untuk fraktur yang tidak mengalami dislokasi dapat ditanggulangi dengan
beberapa cara, antara lain:
a. Perban elastik (teknik Robert Jones)
b. Memasang gips (long leg plaster)
c. Traksi skeletal menurut cara Appley. Pasien tidur terlentang, pada tibia 1/3
proksimal dipasang Steinmann pin, langsung ditarik dengan beban yang
cukup (> 6 kg). Sementara dilakukan traksi, lutut pasien yang cedera dapat
digerakkan.
2. Operatif
Apabila terjadi dislokasi yang cukup lebar atau permukaan sendi tibia amblas
lebih dari 2 mm, dilakukan reduksi terbuka dan dipasang fiksasi interna
dengan butress plate dan cancellous screw.

E. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Blach (1989) manifestasi klinik fraktur adalah :
1. Nyeri
Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen tulang
tidak bisa digerakkan.
2. Gangguan fungsi
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung
menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur
karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang
tersebut saling berdekatan.
3. Deformitas/kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui
ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
4. Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang
disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur.
5. Krepitasi
Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur digerakkan.
6. Bengkak dan perubahan warna
Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

G. PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR


Untuk penyembuhan fraktur diperlukan immobilisasi. Imobilisasi dilaksanakan
dengan cara (Syamsu Hidayat : 1997) :
1. Pembidaian Physiologik
Pembidaian semacam ini terjadi secara alami karena menjaga pemakaian dan
spasmus otot karena rasa sakit pada waktu digerakkan.
2. Pembidaian secara orthopedi eksternal
Ini digunakan dengan gips dan traksi.
3. Fiksasi internal
Pada metode ini, kedua ujung tulang yang patah dikembalikan kepada posisi
asalnya dan difiksasi dengan pelat dan skrup atau diikat dengan kawat.

Setelah immobilisasi dilaksanakan, tulang akan beradaptasi pada kondisi tersebut,


yaitu mengalami proses penyembuhan dan perbaikan tulang. Faktor tersebut dapat
diperbaiki tetapi prosesnya agak lambat, karena melibatkan pembentukan tulang baru.
Proses penyembuhan dan perbaikan tulang terjadi dalam 4 tahap yaitu:
1. Pembentukan prokallus/Hematoma
Hematoma akan terbentuk pada 42 jam sampai 72 jam pertama pada daerah fraktur
yang disebabkan karena adanya perdarahan yang terkumpul di sekitar fraktur yaitu
darah dan eksudat, kemudian akan diserbu oleh kapiler dan sel darah putih terutama
netrofil, kemudian diikat oleh makrofag, sehingga akan terbentuk jaringan
granulasi. Pada saat ini masuk juga fibroblast dan osteoblast yang berasal dari
lapisan dalam periosteum dan endosteum.

2. Pembentukkan Kallus
Selama 4 – 5 hari osteoblas menyusun trabekula di sekitar ruang-ruangan yang
kelak menjadi saluran harvest. Jaringan itulah yang dinamakan kallus yang
berfungsi sebagai bidai yang terbentuk pada akhir minggu kedua.
3. Osifikasi
Dimulai pada dua sampai tiga meinggu setelah fraktur jaringan kallus akhirnya
akan diendapi oleh garam-garam mineral dan akan terbentuk tulang yang akan
menghubungkan kedua sisi yang patah.
4. Kallus Formation
a. Osteoblast terus membuat jala untuk membangun tulang.
b. Osteoblast merusakkan tulang mati dan membantu mensintesa tulang baru.
c. Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit kalsium.
5. Remodeling
Callus yang berlebihan diabsorbsi dan tulang trabecular terbentuk pada garis
cedera.

Faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan callus:


1. Penyambungan yang lambat
Bila patah tulang tidak sembuh dalam periode penyembuhan.
Penyebab:
1) Callus putus atau remuk karena aktifitas berlebihan.
2) Edema pada lokasi fraktur, menahan penyaluran nutrisi ke lokasi.
3) Immobilisasi yang tidak efisien.
4) Infeksi terjadi pada lokasi.
5) Kondisi gizi pasien buruk.
2. Non union
Penyembuhan tulang tidak terjadi walaupun telah memakan waktu lama. Penyebab
antara lain :
1) Terlalu banyak tulang yang rusak pada cedera sehingga tidak ada yang
menjembatani fragmen.
2) Terjadi nekrosa tulang karena tidak ada aliran darah.
3) Anemi endoceime imbalance (ketidakseimbangan endokrim atau penyebab
sitemik yang lain).

Faktor yang mempengaruhi penyembuhan tulang yaitu:


1. Faktor lokal
a. Sifat luka atau berat utama
Derajat pembentukan formasi selama penyembuhan.
b. Jumlah tulang yang hilang
c. Tipe tulang yang cedera
d. Derajat imobilisasi yang terkena
e. Infeksi lokal yang dapat memperlambat penyembuhan.
f. Nekrosis tulang yang menghalangi aliran darah ke daerah fraktur.
2. Faktor klien
a. Usia klien
b. Pengobatan yang sedang dijalani.
c. Sistem sirkulasi.
d. Gizi
e. Riwayat penyakit.

Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa


Falang/metakarpal/metatarsal/kosta  3-6 minggu
Distal radius  6 minggu
Diafisis ulna dan radius  12 minggu
Humerus  10-12 minggu
Klavikula  6 minggu
Panggul  10-12 minggu
Femur  12-16 minggu
Kondilus femur/tibia  8-10 minggu
Tibia/fibula  12-16 minggu
Vertebra  12 minggu

Dampak mobilisasi akibat fraktur terhadap sistem tubuh


1. Sistem respiratory
Kurangnya pergerakan akan mengakibatkan kurangnya rangsang batuk, kurang
dalam ventilasi menyebabkan lendir akan bertumpuk pada bronchi dan bronchioles.
2. Sistem Integumen
Kehilangan integritas kulit disebabkan karena gesekan, tekanan, pergeseran
jaringan satu dengan yang lain. Penghambatan sirkulasi ke jaringan, adanya infeksi,
trauma, berkeringat.
H. KOMPLIKASI FRAKTUR
Menurut Long, B.C. (1996) komplikasi fraktur adalah :
1. Sindrom Kompartemen
Terjadi bila pembengkakan akibat fraktur atau tekanan dalam suatu ruang yang
dibatasi oleh kompartemen atau inflamasi yang mengakibatkan peningkatan dari
dalam. Gejala utama dari sindrom kompartemen adalah rasa sakit yang bertambah
parah terutama pada pergerakan pasif dan nyeri tersebut tidak hilang oleh narkotik.
Tanda lain adalah terjadinya paralysis, dan berkurangnnya denyut nadi.
2. Kerusakan Saraf
Terjadi karena cidera kerusakan saraf itu sendiri atau karena adanya penekanan oleh
gips. Kerusakan saraf ini akan menyebabkan kerusakan fungsi sensorik.
3. Iskemik
Dengan adanya oedem akibat fraktur akan menekan pada jaringan sekitarnya
termasuk vaskuler. Tekanan ini dapat menyebabkan sirkulasi darah berkurang
dengan demikian akan menimbulkan iskemik pada jaringan otot yang makin lama
akan mengakibatkan kematian jaringan otot yang akan diganti oleh jaringan fibrotik
sehingga terjadi kontraktur.
Gejalanya: dingin, pucat, sianosis, nyeri, bengkak distal dari cedera atau gips.
Serangannya pada saat terjadi cedera atau setelah pakai gips.
4. Emboli
Perubahan tekanan pada fraktur menyebabkan molekul lemak terdorong dari sum-
sum ke dalam peredaran darah sistemik berakibat gangguan pada respiratori dan
sistem saraf pusat.
Gejalanya : sakit dada, pucat, dyspnea, putus asa, bingung, perdarahan petechieare
pada kulit dan conjungtiva.
Serangan : 2-3 hari setelah cedera.
Pengobatan : Tindakan yang menunjang yakni sikap fowler, pemberian oksigen,
transfusi darah untuk mengatasi shock hipovolemik, berikan diuretik,
bronkhodilator, cortico- steroid dan imobilisasi yang baik serta penanganan yang
cermat dapat mencegah terulangnya masalah.
5. Nekrosis Avaskuler
Nekrosis terjadi ketika daerah tulang rusuk karena kematian tulang sehingga aliran
darah terganggu dan tulang akan mengalami osteoporosis dan nekrosis.
6. Osteomyelitis
Kuman masuk ke dalam luka atau dari daerah lain dari tubuh. Infeksi bagian sum-
sum saluran havar dan subperiosteal yang berakibat merusak tulang oleh enzim
proteolitik.
Gejala : Edema, nyeri terdapat pus.
Pengobatan : Kultur dan tes sensitif antibiotik, drainage, debridemen.
Pencegahan : Terapkan teknik aseptis pada waktu membalut luka terbuka.

I. PENTALAKSANAAN
Prinsip Penatalaksanaan Dengan Konservatif & Operatif
Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memungkinkan terjadinya
pertumbuhan tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau
diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan
traksi.
a. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh.
Indikasi pemasangan gips :
o Immobilisasi dan penyangga fraktur
o Istirahatkan dan stabilisasi
o Koreksi deformitas
o Mengurangi aktifitas
o Membuat cetakan tubuh orthotik
Yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips :
1. Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
2. Gips patah tidak bisa digunakan
3. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
4. Jangan merusak / menekan gips
5. Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
6. Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
b. Traksi (mengangkat / menarik)
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah
tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.
Metode pemasangan traksi :
1. Traksi manual
Tujuannya: perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan
emergency.
2. Traksi mekanik, ada 2 macam :
a. Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot.
Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
b. Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced
traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat
metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.

Cara operatif / pembedahan


Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin
adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi
terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan
diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur.
Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka.
Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal
kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-
alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
a. Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
b. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya
c. Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
d. Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ada beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan pada klien dengan kasus fraktur
(Doengoes, M. E., 2000: 762) yaitu:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap untuk mendeteksi kadar leukosit pada klien, karena pada
klien dengan luka terbuka resiko tinggi terjadi peningkatan kadar leukosit, hematokrit
kemungkinan meningkat atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau
organ jauh pada grauma multiple, kreatinin dapat meningkatkan beban kreatinin untuk
kelainan ginjal.
2. Pemeriksaan Radiologi
Tampak jelas pada pemeriksaan rongent terlihat lokasi dan luas fraktur. Skan tulang,
tomogram, skan CT/MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.

Anda mungkin juga menyukai