Disusun Oleh :
Kelompok 10
Kelas A
2 M. khatami 23340038
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul Produksi Sediaan
Larutan Hand Sanitizer yang Baik” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai persyaratan untuk menyelesaikan Tugas Teknologi Sediaan
Farmasi, Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi Institut Sains dan Teknologi
Nasional Jakarta.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih terdapat kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan, untuk ini besar harapan agar makalah ini dapat diterima dengan
baik. Demi mencapai perbaikan yang berkelanjutan segala saran dan kritik yang
membangun sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Kelompok 10
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 1
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan penelitian 2
2.2 Larutan
2.3 Antiseptik 6
2.4 praformulasi 6
2.5 Formulasi 9
2.7 Produk Sediaan Larutan Hand Sanitaizer Dengan Cara Yang Baik……...11
4.2 Saran……………………………………………………………………29
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….30
3
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam produksi sediaan hand sanitizer harus mengikuti Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) karena hal ini merupakan salah satu faktor penting untuk dapat
menghasilkan produk yang memiliki standar mutu serta keamanan. Industri yang telah
terprogram dalam penerapan CPOB akan mendapatkan nilai tambah bagi produk obat
untuk bersaing dengan produk sejenis dari industri obat lain baik di pasar dalam negeri
maupun internasional (BPOM RI, 2018). Dalam hal ini untuk prosesnya dimulai dari
proses produksi, rancangan formulasi, alur, sampai distribusi hingga ke tangan pasien.
1
Maka dari itu tujuan makalah ini adalah untuk membuat inovasi baru berupa sediaan
hand sanitizer dari ekstrak alami tumbuhan yang mengandung senyawa sebagai
antibakteri yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan fenolik sehingga menjadi
sediaan larutan handsanitizer yang baik.
Hand Sanitizer merupakan salah satu bahan antiseptic berupa gel yang sering
digunakan sebagai media pencuci tangan yang praktis. Bagi sebagian masyarakat
mencuci tangan dengan hand sanitizer lebih efektif dan efisien dibanding mencuci
tangan dengan sabun dan air.
Berbagai ahli menyatakan jika rutin mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir adalah cara yang paling efektif untuk membasmi kuman ataupun virus.
Namun jika kita sedang keluar rumah atau tidak ada sabun dan air bersih, maka hand
sanitizer atau cairan antiseptik bisa menjadi alternatif untuk mencuci tangan yang bisa
diandalkan. Banyak hand sanitizer yang berasal dari bahan alkohol atau etanol yang
dicampurkan bersama dengan bahan pengental, misal karbomer, gliserin, dan
menjadikannya serupa jelly, gel atau busa untuk mempermudah dalam
penggunaannya. Cara penggunaanya cukup sederhana dan cepat yaitu dengan
diteteskan pada telapak tangan, kemudian diratakan pada permukaan tangan tanpa
membutuhkan air dan sabun.
Larutan merupakan suatu campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih
zat dalam komposisi yang bervariasi (Petrucci, 1985). Zat yang jumlahnya lebih
sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih
banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut. Sebagai contoh, jika
sejumlah gula dilarutkan dalam air dan diaduk dengan baik, maka campuran tersebut
pada dasarnya akan seragam (sama) di semua bagian (Styarini, L. W. 2012).
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana memproduksi sediaan larutan hand sanitizer dengan cara yang baik ?
2. Apa komponen sediaan dan bagaimana rancangan formulasi sediaan larutan hand
sanitizer?
3. Bagaimana pengadaan barang dan alur pada sediaan larutan hand sanitizer?
4. Bagaimana memproduksi sediaan larutan hand sanitizer yang baik (alur proses
produksi, evaluasi, pengemasan, penyimpanan, dan distribusi)?
5. Bagaimana formulasi sediaan larutan hand sanitizer?
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan alkohol pada hand sanitizer harus berkisaran 60%-95%, jika kadar
alkohol kurang dari 60% maka tidak akan efektif dalam membunuh bakteri.
(Srikartika, Suharti dan Anas, 2016), sedangkan jika penggunaan konsentrasi alkohol
yang terlalu tinggi yaitu melebihi 95% juga tidak baik karena tangan akan menjadi
kering dan mengurangi kemampuan hand sanitizer dalam mendenaturasi protein
karena, dalam proses denaturasi protein membutuhkan air. Sehingga menyebabkan
hand sanitizer tidak efektif dalam membunuh bakteri (Situmeang dan Sembiring,
2019).
• Gosokan punggung dan sela-sela jari tangan dengan tangan kanan dan sebaliknya.
5
• Gosokan kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
• Kemudian gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya.
• Gosok dengan memutar ujung jari ditelapak tangan kiri dan sebaliknya.
2.5 Larutan
Larutan adalah suatu campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat
dalam komposisi yang bervariasi (Petrucci. 1985). Zat yang jumlahnya lebih sedikit di
dalam larutan disebut (zat) terlarut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak
daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut. Sebagai contoh, jika sejumlah gula
dilarutkan dalam air dan diaduk dengan baik, maka campuran tersebut pada dasarnya
akan seragam (sama) di semua bagian (Styarini, L. W. 2012). Sifat-sifat suatu larutan
sangat dipengaruhi oleh susunan komposisinya. Untuk menyatakan komposisi larutan
tersebut maka digunakan istilah konsentrasi larutan yang menunjukkan perbandingan
jumlah zat terlarut terhadap pelarut (Khikmah, N. 2015). Untuk jumlah terlarut yang
berbeda pada setiap larutan, maka dibutuhkan energi panas yang berbeda pula, yang
nantinya akan mempengaruhi titik didih larutan tersebut. Titik didih suatu larutan
merupakan suhu larutan pada saat tekanan uap jenuh larutan itu sama dengan tekanan
udara luar (tekanan yang diberikan pada permukaan cairan) (Wolke, 2003).
2.2.1 Jenis Jenis Larutan
Larutan dapat dibedakan menjadi beberapa sifat, yaitu sebagai berikut (Keenan,
1996):
1. Larutan encer adalah larutan yang mengandung sejumlah kecil zat terlarut
relatif terhadap jumlah zat pelarut.
2. Larutan pekat adalah larutan yang mengandung sebagian besar jumlah zat
terlarut.
3. Larutan lewat jenuh adalah larutan yang tidak dapat melarutkan zat terlarut
atau sudah terjadi pengendapan.
4. Larutan belum jenuh adalah larutan yang masih bisa untuk melarutkan zat
terlarut atau belum terjadi atau terbentuk endapan.
5. Larutan tepat jenuh adalah larutan yang menimbulkan endapan.
2.2.2 Penggolangan Larutan
A. Berdasarkan Cara Penggunaannya:
1. Larutan Oral
6
Sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau lebih zat
dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau pewarna yang larut dalam air atau
campuran kosolven air (Anonim, 1995).
a. Sirup
Sirup adalah sediaan cair yang berupa larutan mengandung sakrosa, kecuali
dinyatakan lain, kadar sakrosa, C12H22O11 tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari
66,0%. (FI III, 1979). Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula
lain yang berkadar tinggi (sirup simpleks adalah sirop yang hampir jenuh dengan
sukrosa). Kadar sukrosa dalam sirup adalah 64- 66%, kecuali dinyatakan lain
(Depkes RI, 1979).
b. Eliksir
Larutan oral yang mengandung etanol (95%) sebagai kosolven (pelarut), untuk
mengurangi kadar etanol yang dibutuhkan untuk pelarut, dapat ditambahkan kosolven
lain seperti gliserin dan propilen glikol.
2. Larutan Topikal
Larutan Topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali
mengandung pelarut lain, seperti etanol dan poliol, untuk penggunaan topikal pada
kulit, atau dalam hal Larutan Lidokain Oral Topikal, untuk penggunaan pada
permukaan mukosa mulut. Istilah Lotio digunakan untuk larutan atau suspensi yang
digunakan secara topika
a. Lotio
b. Larutan Otik
Larutan Otik adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain
dan bahan pendispersi, untuk penggunaan dalam telinga luar misalnya Larutan Otik
Benzokain dan Antipirin, Larutan Otik Neomisin dan Polimiksin B Sulfat dan Larutan
Otik Hidrokortison.
2. Air Aromatik
Larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak, mudah menguap atau senyawa
aromatik, atau bahan mudah menguap lainnya. Pelarut yang biasa digunakan:
C. Berdasarkan jumlah zat A yang dilarutkan dalam air atau pelarut lain
1. Larutan encer yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat A yang terlarut.
2. Larutan yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A yang terlarut.
3. Larutan jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A yang dapat
larutdalam air pada tekanan dan temperatur tertentu.
4. Larutan lewat jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang terlarut
melebihi batas kelarutannya di dalam air pada temperatur tertentu (Syamsuni, A.
2006).
8
1. Ada obat yang tidak stabil dalam larutan
2. Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan (Syamsuni, A. 2006).
2.6 Antiseptik
Antiseptik adalah merupakan bahan kimia untuk mencegah multipikasi
mikroorganisme dengan membunuh mikroorganisme atau menghambat pertumbuhan
dan aktivitas metaboliknya (Desiyanto & Djanah, 2013). Salah satu tanaman yang
mampu sebagai antiseptik adalah daun sirih merah. Daun sirih merah mengamdung
minyak atsiri seperti chavikol dan chavibitol yaitu senyawa yang mempunyai khasiat
antiseptik, serta eugeonal yang bersifat sebagai antifungi dalam menghambat
pertumbuhan yeast (sel tunas) dari Candida albican (Atini, 2010).
Alkohol, etil alkohol, alkohol isopropil, dan n-propanol merupakan bahan yang
mempunyai aktivitas antimikroba spektrum luas terhadap bakteri, virus dan jamur
vegetatif, umumnya dianggap bersifat bakterisidal tidak sporisidal. Efek antibakteri
golongan ini optimal pada konsentrasi 60-90%. Golongan biguanid, klorheksidin
banyak digunakan untuk mencuci tangan, produk oral dan sebagai desinfektan serta
pengawet.Klorheksidin bersifat bakterisida tetapi bukan sporisida. Namun pada
mikobakteri sangat tahan dengan bahan ini karena memiliki pelindung dari sel lilin
yang unik. Golongan bisfenol secara luas digunakan dalam sabun antiseptik. Secara
umum, golongan ini memiliki aktivitas mikrobisidal spektrum luas tetapi memiliki
sedikit aktivitas terhadap Pseudomonas aeruginosa dan kapang. Triklosan dan
heksaklorfen bersifat bakterisidal dan sporostatik.
2.4 Praformulasi Sediaan
1. Daun Kemangi (Formulasi I)
Daun kemangi (Ocimum sanctum L.) merupakan tanaman obat yang dapat
digunakan sebagai antibakteri. Tanaman kemangi mangandung senyawa flavonoid,
tannin, dan minyak atsiri yang bersifat antibakteri. Kemangi ini tanaman yang tumbuh
tegak dengan cabang yang banyak, berbentuk perdu yang tingginya dapat mencapai
100 cm. Bunganya tersusun di tandan yang tegak, daunnya panjang, tegak, berbentuk
taji atau bulat telur, berwarna hijau muda dan berbau harum. Ujung daun bisa tumpul
atau bisa juga tajam, panjangnya mencapai 5 cm. Permukaan bergerigi atau juga rata.
Wanginya seperti cengkih dan rasanya pahit. Daun kemangi mengandung beberapa zat
yang bermanfaat bagi tubuh, seperti vitamin A, B, C, betakaroten, kalsium,
magnesium, fosfor, protein, karbohidrat, lemak, zat besi, flavonoid, arginin, anetol dan
boron. yak atsiri dari daun kemangi adalah metil chaviol, linalool, eugenol, metil
eugenol, fenchyl alkohol, limoenene, α-pinene, β-pinene, β-caryophyllene, thymol, 9
9
camphene, α-bergamonete, geranial, geranial asetat, 1,8 – cineol, estragole, cineol, α-
cubebene, nerol,methyl cinnamate, dan linalil asetat. Aktivitas biologis dari komposisi
dari senyawa–senyawa kimia yang terkandung dalam daun kemangi ditentukan oleh
genotip, lingkungan serta tempat tumbuh dari tanaman tersebut.
2. Pelepah Pisang Kepok (Formulasi II)
Pelepah pisang adalah daun pisang muda yang membesar dan mengumpul
berselang seling membentuk struktur batang. Pelepah pisang kepok memiliki
kandungan senyawa saponin, tannin, terpenoid, flavonoid, dan alkaloid sehingga dapat
digunakan sebagai antibakteri
3. Sereh Wangi (Formulasi III)
Sereh wangi (Cymbopogon nardus L. Rendle) merupakan tanaman yang tumbuh di
beberapa negara di Indonesia sereh wangi tumbuh pada ketinggian 60-140 mdl
sedangkan di beberapa negara tumbuh pada ketinggian yang berbeda-beda.
4. Karbomer
Karbomer atau karbopol merupakan polimer sintetik dari asam akrilik.
Pemeriannya berupa serbuk berawrna putih, halus, bersifat asam, dan higroskopis.
Karbopol larut dalam air dan gliserin, serta etanol 95% (setelah dinetralkan).
Digunakan sebagai bahan bioadhesive, pengemulsi, pembentuk gel, penyuspensi,
dan pengikat tablet, selain itu digunakan pada formulasi sediaan farmasetika seperti
krim, gel, losion dan salep sebagai bahan yang dapat memperbaiki rheology.
Karbopol dengan konsentrasi 0,5-2% digunakan sebagai bahan pembentuk gel
(gelling agent). Karbopol dalam larutan 0,2% memiliki pH sebesar 2,5-4,0 serta
memiliki viskositas yang rendah sehingga perlu dinetralkan dengan basa untuk
menaikkan kembali viskositasnya pada pH 6-11. Viskositas akan berkurang apabila
pH kurang dari 3 atau lebih dari 12 (Rowe et al., 2009 : 110-114).
5. Propilen glikol
Propilen glikol memiliki rumus molekul C3H7O2. Propilen glikol memilki wujud
berupa cairan kental, tidak berwarna, jernih, rasa khas, tidak memiliki bau,dan
menyerap air di udara dengan kelembaban tinggi. Bahan ini dapat bercampur
dengan air, aseton, dan kloroform. Propilen glikol larut dalam eter dan dalam
beberapa minyak esensial, namun tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.
Bahan ini harus disimpan dalam wadah tertutup rapat. Propilenglikol pada
umumnya digunakan sebagai pelarut sediaan topikal pada konsentrasi 5-80% (Wade
& Waller, 2011).
6. Trietanolamin (TEA)
10
Trietanolamin memiliki rumus molekul C6H15NO3, dengan sinonim yaitu TEA,
trolamin, triethylolamine, trihydroxy triethylamine, dan trolaminum. Bahan ini
memiliki berat molekul 149,19 g/mol. Dalam sediaan gel, trietanolamin digunakan
untuk penstabil karbomer (Rowe dkk., 2006). Trietanolamin merupakan campuran
dari trietanolamina, dietanolamina, dan monoetilamina. Bahan ini berupa cairan
kental, berwarna kuning sampai kuning pucat, larut dalamair, etanol, dan
kloroform. Trietanolamin dapat bereaksi dengan asam mineral menjadi bentuk
garam kristal dan ester dengan adanya asam lemak tinggi. Zat ini harus disimpan
dalam wadah tertutup rapat karena dapat berubah warna menjadi coklat akibat dari
adanya cahaya dan udara.
7. Metil Paraben (Nipagin)
Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih, hampirtidak
berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasatebal).
Sinonim : 4-hydroxybenzoic acid methyl ester, methyl phydroxy benzoate. Metil
paraben banyak digunakan sebagai pengawet danantimikroba dalam kosmetik,
produk makanan dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri atau dalam
kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba lain. Pada kosmetik, metil
paraben adalah pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. Jenis paraben
lainnya efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang
kuat. Metil paraben meningkatkan aktivitas antimikroba dengan panjangnya rantai
alkil, namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air, sehingga paraben sering
dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan kelarutan.
Kemampuan pengawet metil paraben ditingkatkan dengan penambahan propilen
glikol (Rowe dkk., 2006).
8. Gliserin
Gliserin/C3H8O3 : Tidak berwarna, tidak berbau, viskos, cairan yang higroskopis,
memiliki rasa yang manis, kurang lebih 0,6 kali manisnya dari sukrosa ,Gliserin
praktis tidak larut dengan benzene, kloroform, dan minyak, larut dengan etanol 95%,
methanol dan air. Stabil pada suhu 20°C. Gliserin sebaiknya ditempat yang sejuk dan
kering.
9. Etanol 90%
Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna, bersifat dapat bergerak.
mengalir, mudah terbakar, bau penenang, rasa membakar, padat pada suhu kurang
dari -30◦C, kelarutan campur pada air dan pelarut organik umumnya.
10. Aquadest
11
Merupakan salah satu bahan yang biasanya di gunakan untuk melarutkan
bahan kimia serta dapat di gunakan untuk mencuci peralatan laborotarium
(Riswayanto, S. 2009).
2.5 Formulasi
Bahan Formula I Formula II Formula III
(%) (%) (%)
Propilen Glikol 15 5 -
Trietanolamin - 3 2.5
Gliserin 10 10 10.25
yang digunakan dalam formula gel, baik bahan aktif maupun bahan tambahan
secara merata. Cara pengujian homogenitas yaitu dengan meletakkan gel pada
objek glass kemudian meratakannya untuk melihat adanya partikel-partikel kecil
yang tidak terdispersi sempurna.
2.6.3. Evaluasi pH
12
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60
g : 200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan, kemudian aduk hingga
homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH
meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.
4. Evaluasi daya sebar
Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala.
Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebannya, dan
di beri rentang waktu 1-2 menit. Kemudian diameter penyebaran diukur pada
setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu
secara teratur).
2.7 Produksi sediaan Larutan Hand Sanitizer dengan cara yang baik
Hand Sanitizer digolongkan sebagai kosmetik mengacu Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1176/Menkes/Per/VII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika
(permenkes Notifikasi Kosmetika), yaitu :”Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang
dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut,
kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, wewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan
atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik”. Dimana Peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan
Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 25 Tahun 2019 tentang Pedoman Cara
Pembuatan Kosmetika Yang Baik. Industri obat melakukan kegiatan produksi sediaan
yang mengacu pada Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Sehubungan dengan hal
tersebut, dalam melakukan proses produksi akan banyak melibatkan bagian-bagian atau
departemen-departemen di industri tersebut. Adapun departemen yang terlibat dalam
produksi antara lain :
2.7.1 Departemen Producting Planning and Inventory Control (PPIC)
Departemen PPIC dikepalai seorang manager yang membawahi assistant
manager PPIC yaitu asisten manajer Production Planning dan Inventory Control.
Asisten manajer production planning bertugas mengeluarkan forecast berdasarkan
pada data penjualan selama 3 bulan terakhir. Dengan mempertimbangkan lewat stok
finished goods yang ada di gudang dan produk WIP (work in process) yang masih
belum masuk gudang dan lead time dari produk tersebut, maka produk yang perlu
diproduksi dapat dikalkulasi dan ditentukan. Lead time merupakan waktu yang
dibutuhkan untuk mengolah suatu produk yaitu sejak bahan awal keluar dari gudang
13
untuk ditimbang hingga produk jadi masuk gudang. Lead time untuk suatu produk
berbeda-beda.
2.7.2 Departemen Quality Assurance (QA)
Departemen QA merupakan departemen yang bertujuan untuk menjamin quality
(kualitas), efficacy (efektivitas), dan safety (keamanan) dari produk yang telah di buat.
Tugas Departemen Quality Assurance (QA) yaitu menjamin semua produk sesuai
dengan CPKB. Pemastian mutu (Quality Assurance) adalah totalitas semua pengaturan
yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Secara rinci departemen QA memiliki tanggung
jawab seperti pereleasan produk jadi, penyimpanan dan pemusnahan batch file,
penanganan Penyimpangan batch, penanganan keluhan, barang kembalian dan 15
penarikan kembali produk, Pengkajian Produk Tahunan (PPT), pembuatan Certificate
of Analysis (COA), dan validasi.
2.7.3 Departemen Quality Control (QC)
Departemen QC merupakan suatu departemen yang melakukan kontrol atau
pengawasan terhadap mutu suatu produk. Departemen QC terdapat dua unit yaitu QC
bahan awal, QC In Process Control (IPC) dan QC bahan kemas Quality Control (QC)
bahan awal yaitu melakukan pemeriksaan terhadap bahan awal. Bahan awal baik berupa
zat aktif maupun zat tambahan yang datang dari pemasok diterima oleh petugas gudang.
Pihak gudang akan memeriksa kelengkapan dokumen, antara lain berupa surat jalan,
Purchasing Order (PO), sertifikat analisis bahan (CoA) dari bahan awal tersebut serta
tampilan fisik, kesesuaian label dengan bahan dan kondisi bahan awal. Bila
kelengkapan dokumen telah tersedia dan pemeriksaan secara fisik telah memenuhi
syarat, maka gudang akan membuat BPB (Bukti Penerimaan Barang). BPB terdiri dari 4
rangkap yang kesemuanya diberikan kepada departemen QC untuk dilakukan analisa
dan untuk setiap bahan awal dibuat nomor kontrol oleh warehouse. Sementara itu QC
IPC bertanggung jawab dalam pengendalian kualitas produk dari produk awal (ketika
proses produksi masih berjalan) hingga produk ruahan.
2.7.4 Departemen Research and Development Formulasi (RnD)
Bagian formulasi dikepalai oleh manager R&D formulasi yang membawahi
formulator manager. Bagian R&D formulasi mempunyai tugas menyiapkan, melakukan
pengembangan formula dan pengemasan untuk produk baru serta melakukan
reformulasi untuk produk-produk existing yang memerlukan perubahan. Bagian
formulasi bertugas mengembangkan dan membuat formulasi obat baru yang belum
pernah didaftarkan di industri kosmetik. Produk baru akan dibuat berdasarkan dari
14
instruksi atau usulan dalam bentuk form persetujuan registrasi yang diberikan oleh
marketing berupa produk yang belum diedarkan kepada plant manager, dari plant
manager dilanjutkan kepada bagian R&D manager.
2.7.5 Departemen Produksi
Departemen produksi dikepalai oleh seorang manager yang membawahi
assistant manager produksi solid yang secara langsung membawahi supervisor
stripping & blistering, leader dan petugas sanitasi. Selain itu, manager produksi juga
membawahi assistant manager produksi liquid dan semisolida, supervisor packing
liquid dan semisolid, supervisor packing solid, administrator toll manufacturing dan
administrator produksi. Departemen ini bertanggung jawab terhadap proses
pengolahan obat sejak bahan baku mulai ditimbang oleh departemen gudang hingga
pengemasan produk ruahan yang kemudian akan disimpan ke gudang finished good.
Proses pengolahan tersebut dilaksanakan sesuai dengan jadwal produksi bulanan yang
telah disusun oleh departemen PPIC. Jika jadwal tersebut telah disetujui oleh
departemen produksi, maka jadwal itu akan dipecah menjadi jadwal produksi
perminggu.
15
BAB III
PEMBAHASAN
16
prosedur pengolahan, dan bahan lain yang diperlukan dalam produksi. Selanjutnya
dilakukan proses formulator di bagian RnD yang biasanya dikerjakan oleh apoteker.
Hal pertama yang dilakukan yaitu penimbangan bahan yang dilakukan produksi
sediaan. Setelah bahan baku yang digunakan dinyatakan lulus uji kriteria bahan
tersebut dicampur dan diolah menjadi produk antara. Proses produksi ini dilakukan di
gedung dan ruangan bersih, terpelihara dengan baik dan memenuhi standar CPOB yang
menggunakan peralatan yang tidak bereaksi dengan bahan yang akan diolah atau
menyerap bahan, dan mudah dibersihkan. Secara garis besar, peralatan dalam
pembuatan hand sanitizer ini harus memenuhi standar CPOB.
3.2 Populasi dan Sampel
F1 F2 F3
17
● karbomer memiliki pH berkisaran
Humektan Propilen 15 5 -
● Propilen glikol memiliki warna
glikol
yang jernih, cair, kental, sedikit
berbau, sedikit pahit, dan memiliki
tekanan uap yang rendah
mg/kgBB
Gliserin 10 10 10.25
● Glliserin tidak memiliki warna
Pelarut Aquades Ad Ad Ad
● Cairan jernih, tidak memiliki
100 100 100
warna, tidak berbau, dan tidak
mempunyai rasa
Metode Pembuatan Hand Metode yang digunakan dalam pembuatan ekstrak dalam ke-3
sanitizer formulasi ini dengen menggunakan metode maserasi dengan
proses perendaman bahan dengan pelarut yang sesuai
1) Formula I
2) Formula II
3) Formula III
20
● Uji daya sebar 6,2 cm
22
\
23
diproduksi dapat digunakan secara aman dan efektif. Kemudian untuk bahan baku
pada proses pembuatannya yang dibeli dari suplayer, setiap bahan baku diperiksa
terlebih dahulu oleh tim Quality Control (QC) (biasanya dipimpin oleh apoteker).
Adapun pemeriksaan yang dilakukan oleh tim QC meliputi pemeriksaan
mutu dan pemeriksaan dilakukan secara laboratoris dari sediaan tersebut yang
sesuai dengan kriteria dari bahan tersebut sesuai dengan CPOB, serta terbebas nya
dari bahan-bahan yang berbahaya dan tidak layak pakai. Dari hasil pengujian bahan
baku formula, tim QC dapat memutuskan apakah bahan baku tersebut memenuhi
kriteria yang berstandarkan CPOB atau tidak. Setiap bahan yang akan digunakan
harus dipilih bahan yang aman dan tidak berbahaya. Proses produksi harus
melakukan pengecekan kondisi ruangan, peralatan, prosedur pengolahan, bahan
dan hal lain yang diperlukan dalam proses produksi.
Proses formulator di bagian Research and Development (RnD) dilakukan
oleh apoteker. Proses pertama penimbangan bahan dilakukan untuk bagian
produksi. Lalu dilanjutkan uji kriteria, setelah bahan baku ini dinyatakan lulus uji
kriteria, bahan baku tersebut dapat dicampur dan diolah menjadi produk antara
kemudian proses produksi dilanjutkan di ruang pencampuran.
Evaluasi yang dilakukan adalah pemeriksaan uji Oragnoleptis, uji pH, uji
daya sebar,uji daya lekat, uji homogenitas, uji viskositas, dan uji antibakteri.
Apabila evaluasi memenuhi syarat dilanjutkan dengan melakukan pengemasan
dengan memasukkan kedalam botol plastik yang cocok. Peralatan ataun mesin
pengemasan harus selalu dalam keadaan baik dan bersih sebelum digunakan,
ditandai dengan adanya label bersih. Sebelum digunakan, lini pengemasan harus
dibersihkan dari bahan pengemas dan produk sebelumnya misalnya label/etiket,
wadah, produk jadi ataupun barang- barang lain yang tidak ada kaitannya dengan
proses pengemasan yang akan dilakukan. Hal ini untuk mengurangi kontaminasi
silang dan campur baur. Setelah semua proses pengemasan selesai kemudian
dilakukan penyortiran produk yang gagal.
Produk yang sudah jadi kemudian disimpan di dalam gedung yang
memenuhi syarat CPOB yaitu bersih, mempunyai alur/akses yang baik, aman
(seperti alat pelindung diri, tanda keamanan, tanda bahaya/sistem alarm, alat
pemadam api) dari aspek bahan, produk maupun dari personil yang akan
melaksanakan kegiatan di dalam area penyimpanan, memiliki penerangan yang
cukup, bersih, kering, beraliran udara lancar, bebas hama dan serangga, suhu dan
24
kelembaban yang sesuai dengan bahan yang disimpan. Produk jadi disimpan dalam
kondisi suhu dan kelembaban tertentu dan dipantau.
Produk jadi yang sudah memenuhi syarat kemudian dilakukan tahapan
labeling yakni penampilan kelengkapan penandaan. Hal ini dilakukan untuk
memastikan diketahuinya riwayat suatu bets atau lot secara lengkap. Dengan
diketahuinya asal usul produk jadi tersebut akan mempermudah tindak lanjut
pengawasannya yang dilakukan oleh QC (apoteker). Kemudian hasil dari proses
tersebut di dokumentasi, fungsi dari dokumentasi ini adalah untuk sistem informasi
manajemen yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan instruksi,
catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan
pembuatan produk. Produk sediaan larutan handsanitizer siap untuk diedarkan.
3.5.2 Evaluasi Larutan Hand Sanitizer
1. Uji Organoleptis
Pada formula 1 memiliki tekstur yang kental atau pekat, berwarna hijau
kehitaman dan memiliki aroma yang khas daun kemangi, pada formula 2
memiliki tekstur yang cair, warna yang coklat, dan memiliki aroma khas
pelepah pisang, dan pada formula 3 memiliki tekstur yang cair, tidak bewarna,
dan memiliki bau aroma yang khas sereh wangi.
2. Uji pH
Pada ketiga formula ini memilik pH yang bervariasi yang dimana formula 1
6,67, Formula 2 pH 4, dan formula 3 pH 5. Namun pada tiga formulasi ini pH
nya memenuhi syarat. Adapun tujuan dari uji pH ini adalah untuk mengetahui
derajat keasaman dari sediaan. Derajat keasaman (pH) hand sanitizer spray
yang dipersyaratkan adalah dalam rentang 4,5 -6,5 untuk mencegah terjadinya
iritasi pada kulit. Hasil pengukuran pH sampel uji yang memnuhi syarat adalah
F1 dan F3 yaitu pH 6,67 dan 5 dapat dipastikan bahwa larutan yang dihasilkan
memiliki rentang pH yang tergolong aman karena mendekati pH netral.
Senyawa-senyawa yang terkandung didalam ekstrak tersebut bersifat basa
lemah, sehingga keberadaannya dimungkinkan dapat mempengaruhi terjadinya
perbedaan besaran pH-nya.
3. Uji Daya Sebar
Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui kemampuan hand sanitizer saat
digunakan. Hasil pengujian menunjukkan daya sebar yang berbeda dari setiap
formula, namun perbedaan tersebut tidak terlalu banyak dan masih memenuhi
25
standar daya sebar pada sediaan semi solid yaitu 5-7cm ( Rohmani, et al, 2019).
Dari hasil F1, F2, dan F3 yang memiliki daya sebar lebih baik yaitu F1 dan F3
karena masih masuk dalam rentang
26
mesin printing untuk kemasan sekunder dan mesin sealing master box. Proses
kritis dari pengemasan sekunder sehingga memerlukan perhatian yaitu proses
printing. Proses printing dilakukan dengan printer dengan warna tinta hitam yang
tidak mudah terhapus oleh udara atau gesekan, yang dicetak adalah nomor batch,
expired date, dan tanggal produksi. Hasil printing yang tidak bagus (miring,
kabur), dapat dihapus dengan larutan penghapus/semacam thinner kemudian
dilakukan reprinting. Pengemasan sekunder masih dilakukan dengan bantuan
tenaga manusia dengan dimasukkan secara manual dalam dus kemasan. Dus
kemasan juga akan diprint nomor batch, expired date, dan tanggal produksi. Dus
kemasan dimasukkan ke dalam master box dan ditutup dengan lakban. Master box
dilabel dan selanjutnya diserah terimakan ke bagian gudang. Beberapa informasi
tercantum pada master box antara lain, terlindung dari cahaya, cara menyusun,
jangan memakai alat pengait, dan maksimal tumpukan, yang memiliki tujuannya
untuk menghindari kerusakan selama penyimpanan atau pendistribusian. Tahap
pengemasan sekunder dilakukan In process control dengan memeriksa hasil dari
printed material. Pengemasan dipertanggung jawabkan oleh Manager QC
(Apoteker). Pada etiket tertera nama sediaan, tertera persentase atau jumlah zat
aktif dalam volume tertentu, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal
kadaluarsa, nama pabrik pembuat dan atau pengimpor serta nomor lot atau bets
yang menunjukkan identitas. Nomor lot dan nomor bets dapat memberikan
informasi tentang riwayat pembuatan lengkap meliputi seluruh proses pengolahan,
sterilisasi, pengisian, pengemasan, dan penandaan. Peandaan dipertanggung
jawabkan oleh Manager QC (Apoteker).
3.5.4 Penyimpanan Produk Larutan Hand Sanitizer
Sediaan atau produk Larutan hand sanitizer yang sudah dikemas harus
disimpan dalam lingkungan kelembaban terkendali dan pada suhu yang ditetapkan
pada monografi atau dalam penandaan sediaan (etiket). Suhu dan Kelembapan
relatif ruangan terkendali yaitu pada rh 65% dan suhu 25 derajat Celcius. Lemari
pendingin atau pembeku tidak boleh dianggap suatu lingkungan kelembaban
terkendali dan sediaan obat yang harus disimpan pada suhu dingin dalam suatu
lemari pendingin atau pembeku harus ditempatkan dalam suatu wadah luar yang
memenuhi persyaratan monografi dari sediaan obat yang dikandungnya.
Penyimpanan dipertanggung jawabkan oleh Manager QA (Apoteker).
3.5.5 Distribusi Produk Larutan Hand Sanitizer
27
Proses distribusi produk jadi kepada distributor dilakukan berdasarkan
packing list yang dikeluarkan oleh bagian marketing. Dalam hal ini distributor akan
mengirimkan order ke bagian marketing, kemudian marketing akan memasukkan
data pesanan dari distributor (placement order), setelah itu akan dikeluarkan
packing list-nya. Packing list ini kemudian akan dihitung nilai rupiah dari barang
yang akan didistribusikan oleh bagian keuangan, sedangkan dari petugas gudang
akan menyiapkan barang yang diminta dan order distributor harus sudah sesuai
dengan multipack berdasarkan packing list yang diterima. Setelah barang yang
diminta sudah siap, maka akan dibuat surat panggilan ke distributor untuk
mengambil barang. Setelah itu, bagian keuangan akan melakukan pemotongan stok
barang yang ada di dalam sistem (shipment) dan mencetak invoice. Kemudian
barang tersebut akan diserahkan kepada distributor sesuai dengan jadwal yang
ditentukan dan proses penyerahan barang ke distributor dilakukan di ruang transito
untuk dilakukan crosscheck kesesuaian barang. Distribusi dipertanggung jawabkan
oleh Manager QA (Apoteker).
d. pH :5
28
e. Daya Sebar : 6,2 cm
Evaluasi Sediaan Uji Organoleptis, pH, Daya sebar, Daya lekat, Viskositas
dan Antibakteri
29
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan adalah sebagai berikut:
1. Produksi sediaan larutan hand sanitizer yang baik dimulai dari pemilihan bahan
baku yang nantinya akan diperiksa terlebih dahulu oleh tim QC dipimpin oleh
apoteker. Selain itu akan banyak melibatkan bagian-bagian atau departemen-
departemen di industri tersebut, seperti Depertemen R&D dengan penanggung
jawab Apoteker, kemudian dilakukan produksi mulai dari proses sejak bahan baku
mulai ditimbang hingga pengemasan produk yang kemudian disimpan ke gudang
sebagai finished good akan dilakukan oleh Apoteker departemen produksi dengan
dilakukan evaluasi selama proses dan setelah proses yang dilakukan oleh apoteker
depertemen QC. Tahap akhir, apoteker depertemen QA akan memastikan Quality
kualitas, Efficacy (Efektivitas) dan safety keamanan dari produk yang telah dibuat
oleh bagian produksi dengan menjamin semua produk sesuai dengan ketentuan
pada CPOB.
2. Komponen sediaan dan rancangan formulasi sediaan larutan hand sanitizer terdiri
dari zat aktif yaitu ekstrak daun kemangi, ekstrak pelepah pisang, dan ekstrak
sereh wang, alkohol (etanol atau isopropil alkohol),triloksan, basis gel yang
digunakan yaitu karbomer atau carbopol 934 dan carbopol 940 yang digunakan
sebagai bahan pembentuk gel (gelling agent). Humektan yaitu Propilen glikol
sebagai pelarut dan gliserin berguna untuk melembabkan kulit sehingga dapat
mengatasi iritasi yang mungkin ditimbulkan oleh alkohol. Untuk alkalizing agent
yaitu Trietanolamin yang fungsinya sebagai zat tambahan dan membantu stabilasi
gel dengan basis karbopol, untuk pengawet yaitu metil paraben sebagai pengawet
antimikroba yang paling sering digunakan sedangkan untuk kosolven yaitu etanol
96% dapat membunuh bakteri dan kuman dan dimanfaatkan sebagai salah satu
bahan pembersi dan untuk pelarut yaitu Aquades Rancangan produksi Larutan
Hand sanitaizer ini pun di lakukan beberapa pemeriksaan organoleptis dilakukan
dengan cara mengamati warna bau visikositas dan homogenitas dari sediaan larutan
yang di buat.
3. Pengadaan barang dan alur pada sediaan larutan Hand sanitizer yaitu pembelian
barang dilakukan oleh bagian purchasing dengan cara mengeluarkan Purchase
Order (PO) yang diserahkan ke pemasok yang telah memenuhi serta memiliki
spesifikasi yang terjamin dan relevan. Alur penerimaan bahan baku dimulai dari
30
bahan baku diterima, dikarantina (label kuning), pemeriksaan kualitas oleh bagian
QC dengan penanggungjawab seorang Apoteker, jika bahan baku sesuai spesifikasi
dan dapat diterima maka diberi label hijau kemudian disimpan dalam gudang
penyimpanan. Sedangkan yang ditolak diberi label merah kemudian dipindahkan ke
area khusus untuk diproses lebih lanjut yaitu dapat dilakukan pengembalian bahan
ke suplier atau dimusnahkan.
4. Alur produksi larutan hand sanitizer
yang baik dimulai dari proses Penyiapan Bahan Baku Penimbangan Pencampuran IPC (organol
31
DAFTAR PUSTAKA
Adhi, Djuanda. (2007). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Ansel, H. C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV. American Journal of
Pharmacology and Toxicology. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Ansel, H.C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat. Jakarta
: UI Press.
Barel A.O., Paye M. and Maibach H.I. (2009). Handbook of Cosmetic Science and
Technology, 3rd Editio. New York : Informa Healthcare USA, Inc.
Food and Drug Administration (FDA). (2013). Guidance for industry photosafety testing,
pharmacology toxycology coordinating committee in the centre for drug evaluation
and research (CDER) at the FDA
Garg, A., Aggarwal, D., Garg, S., & Singla, A. K. (2002). Spreading of semisolid
formulations: An update. Pharmaceutical Technology North America.
32
Ida, N., and Noer, S., F. (2012). Uji Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera
L.). Majalah Farmasi dan Farmakologi.
33
Ismail, D. (2012). Uji Bakteri Escherichia coli Pada Minuman Susu Kedelai Bermerek
dan Tanpa merek di kota surakarta. Surakarta : Fakultas Kedokteran. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Ismail, D. (2012). Uji Bakteri Escherichia coli Pada Minuman Susu Kedelai Bermerek
dan Tanpa merek di kota surakarta. Surakarta : Fakultas Kedokteran. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Kleinfelter, Keenan. 1996. Kimia Untuk Universitas. Erlangga. Jakarta
Khayyat, S., & Al-Kattan, M. O. (2017). Phytochemical screening and antimicrobial
activities of Costus speciosus and Sea Qust. India : Biomedical Research.
Lachman, L., & Lieberman, H. A. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi
Kedua, Jakarta : UI Press.
Mahdi, N., Mudhakir, D., & Gozali, D. (2018). EVALUASI SEDIAAN FISIK EMULGEL
MENGANDUNG MINYAK ATSIRI RIMPANG TEMU PUTIH
(Curcuma zedoaria, (Berg.) Roscoe). Media Farmasi
Priawanto.P.G dan Hadning.I. (2017). Formulasi Dan Uji Kualitas Fisik Sediaan Gel
Getah Jarak (Jatropha curcas). Karya Tulis Ilmiah, Universitas Muhammadiah
Yogyakarta, Yogyakarta.
Ramadhan, I. (2013). Efek Antiseptik Berbagai Merk Hand Sanitizer Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus.Laporan Penelitian. Fakultas Kedokteran, UIN Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
Retnosari dan Isadiartuti, D.,(2006). Studi Efektivitas Sediaan Gel Antiseptik Tangan
Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.). Majalah farmasi Indonesia
Rowe C.R., Paul J.S. and Marian E. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients,
Sixth Edit. London : London Pharmaceutical Press.
Rowe R.C., Sheskey P.J. and Owen S.C. (2005). Handbook of Pharmaceutical Excipients
Fifth Edition, Fifth Edition. London, UK : Royal
Pharmaceutical Society Of Great Britain.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J. and Owen, S.C., (2006). Handbook of Pharmaceutical
Excipients, fifth edition. Pharmaceutical Press
27
Sudarmadji, S., dkk. (1984). Prosedur Analisa Hakanan Dan Pertanian.
Yogyakarta : Liberti.
Verica, S. P. (2014). Pengaruh Konsentrasi Carbopol 940 Sebagai Gelling Agent Terhadap
Sifat Fisik Dan Stabilitas Gel Handsanitizer Minyak Daun Mint (Oleum mentha
piperita). Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma
Voigt R. (1984). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi 5. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Yusuf, A.L., Nurawaliah, E., dan Harun, N., 2017, Uji Efektivitas Gel Ekstrak Etanol
Daun Kelor (Moringa oleifera L.) sebagai Antijamur Malassezia furfur, Kartika:
Jurnal Ilmiah Farmasi, 5 (2):62-67
Zats, J.L & Gregory, P.K.. Liebermen, H.A., Rieger, M.M., Banker, G.S. (1996).
Gel in Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, ., 400 - 403, 405
– 415, Marcel Dekker Inc, New York.
Jawetz, E., Melnick, J. L. & Adelberg, E. A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi XXII,
diterjemahkan oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E. B., Mertaniasih, N. M.,
Harsono, S., Alimsardjono, L., 80-82, 277-278, 317-
318. Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Mahon, C.R., and G. Manuselies, 2000, Diagnostic Microbiology 2nd ed., W.B. Saunders
Company, United State of America.
Irianto, K., 2013, Mikrobiologi Medis, Cetakan kesatu, 81. Alfabeta,cv, Bandung.
28
Trenggono, 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengantar Kosmetik. Jakarta:PT Gramedia Pustaka
Umum
Sulaksamono, M. 2016. Keuntungan dan Kerugian Patch Test (uji tempel) Dalam Upaya
Menegakan
Lestari Uce, Syamsurizal, Faizar Farid, 2020, Uji Aktivitas Pasta Gigi Arang Aktif Cangkang
Sawit (Elaeis guineensis) Antiplak Pada Perokok Secara Invitro, SCIENTIA Jurnal
Farmasi dan Kesehatan, Volume 10 (2) ; 177 – 186
Rhimou, Bouhlal, Hassane, R., Jose, M., Nathalie, B. 2010. The Antibacterial potential of the
seaweeds (Rhodophyceae) of the strait of Gibraltar and the Mediterrnean Coast of
Morocco. African Journal Of Biotechnology. 9(36); 6365-6372.
Asra, Revis; Lestari, Uce; Yusnelti, 2020, Antibacterial Activity Test of the Jernang Resin
Toothpaste (Daemonorops draco (Willd.) Blume) Against Streptococcus mutans.
Journal of Pharmacy & Bioallied Sciences, Supplement, Vol. 12, p869-869. 1/3p.
29