Anda di halaman 1dari 41

TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI

PRODUKSI SEDIAAN SABUN MANDI


ANTISEPTIK YANG BAIK

DIBETULKAN
JANGAN NYONTEK PNY ORG LAIN YG
SALAH.. MASA PNY ORG LAIN HNY
SAVE AS SJDOSEN : Prof. Dr. Teti Indrawati, Ms, Apt
KL MAU LULUS BETULKAN Disusun oleh SESUAI
:

ARAHAN Dyah
LIHAT LG KOREKSI
Nur Manggala 1 DAN
Apries Triwinarni 20344112
KOREKSI God
SKRNG
Bell Xaverius 20344113
Bintang Tia Warmani 20344114
Marlia Handayani 20344115
Masta ulina Panjaitan 20344116

PROGRAM STUDI APOTEKER


INSTITUT SAINS DAN TENOLOGI NASIONAL
JAKARTA 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
penulisan Makalah ini sebagai tugas Mata kuliah Teknologi Sediaan. Saya telah menyusun
Tugas Makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Namun tentunya
sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Harapan saya, semoga bisa
menjadi koreksi dimasa mendatang agar lebih baik lagi dari sebelumnya.

Tak lupa ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Dosen Mata Kuliah Teknologi Farmasi
Prof. Dr. Teti Indrawati, Ms, Apt atas bimbingan, dorongan dan ilmu yang telah di berikan
kepada saya. Sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat waktunya.
Dan saya ucapkan pula kepada rekan-rekan dan semua pihak yang terkait dalam penyusunan
makalah ini.

Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan sumbangan pemikiran sekaligus pengetahuan


bagi kita semuanya, Amin.

Jakarta. April 2021

penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...........................................................................................................1
1.2 Tujuan....................................................................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah..................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................3
2.1. Sabun.....................................................................................................................................3
2.2. Sabun Cair.............................................................................................................................3
2.3. Karakteristik Sabun Cair........................................................................................................4
2.4. Komponen Sabun Cair...........................................................................................................6
2.5. Metodologi Sabun Cair..........................................................................................................7
2.6. Pembuatan Sabun dalam Industri...........................................................................................8
2.7. Praformulasi Sabun Cair........................................................................................................9
2.8. Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik (CPKB)...................................................................12
BAB III PEMBAHASAN..................................................................................................................25
3.1. Produksi Sediaan dengan Cara Yang Baik...........................................................................25
3.2. Komponen dan Formulasi Sabun Cair Antiseptik................................................................26
3.3. Perbandingan Karateristik Hasil Evaluasi (F1,F2,F3)..........................................................28
3.4. Pengadaan dan Alur Pengadaan Bahan Baku.......................................................................29
3.5. Produksi Sabun Mandi Antiseptik (Alur Proses Produksi, Evaluasi Pengemasan,
Penyimpanan dan Distribusi)...........................................................................................................31
3.6. Evaluasi Produksi Sabun Mandi Antiseptik.........................................................................33
3.7. Pengemasan Produk Sabun Antiseptik.................................................................................33
3.8. Penyimpanan Produk Sabun Antiseptik...............................................................................33
3.9. Distribusi Produk Sabun Antiseptik.....................................................................................34
3.10. Evaluasi formula sediaan sabun mandi cair antiseptik yang dibuat..................................34
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................................35
4.1. Kesimpulan..........................................................................................................................35
4.2. Saran....................................................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................37
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Antiseptik adalah senyawa kimia yang berguna dalam menghambat pertumbuhan kuman yang
terdapat pada jaringan yang hidup. Antiseptik selalu digunakan dalam berbagai kondisi medis
baik untuk membersihkan luka terbuka ataupun dalam kala operasi di mana sebelum dilakukan
operasi, akan diberikan antiseptik terlebih dahulu untuk mencegah bakteri bertumbuh dan masuk
ke dalam operasi tersebut. Namun selain untuk menghambat kuman, antiseptik juga dapat
membunuh bakteri, tetapi hal ini sangat bergantung pada banyaknya konsentrasi dan juga
lamanya paparan antiseptik dan juga kuman tersebut pada bagian jaringan.
Sabun adalah produk yang dihasilkan dari reaksi antara asam lemak dengan basa kuat yang
berfungsi untuk mencuci dan membersihkan lemak kotoran (Hernani, 2010). Awalnya sabun
dibuat dalam bentuk padat atau batangan, namun pada tahun 1987 sabun cair mulai dikenal
walaupun hanya digunakan sebagai sabun cuci tangan. Hal ini menjadikan perkembangan bagi
produksi sabun sehingga menjadi lebih lembut dan dapat digunakan untuk mandi. Semakin
berkembangnya teknologi dan pengetahuan, sehingga sabun cair menjadi banyak macam jenisnya.
Sabun cair diproduksi untuk berbagai keperluan seperti untuk mandi.
Sabun mandi dahulu hanya digunakan sebagai pembersih badan saja, sekarang selain sebagai
pembersih badan juga dapat digunakan sebagai mengharumkan badan untuk menambah
kepercayaan diri, karena banyak sabun dengan banyak varian aroma, dimulai dari buah, aroma
terapi, aroma fesh dan lain-lain. Sabun juga merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi
kimia antara Kalium atau Natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani.
Sabun mempunyai dua bentuk, yaitu sabun batang dan sabun cair. Sejak zaman dahulu sabun
batang telah banyak digunakan, seiring perkembangn zaman, sabun mandi dibuat dengan
tekstur yang beragam, salah satunya adalah sabun mandi cair.
Sabun mandi cair saat ini menjadi hal yang popular dimasyarakat. Sabun antisepik pada saat
ini sudah tidak menjadi barang mewah yang hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahui
cara pembuatannya. Seorang farmasi harus mengetahui cara pembuatan sabun antiseptik pada saat
ini karena hal tersebut merupakan salah satu pekerjaan seorang farmasi. Antiseptik berguna dalam
menghambat pertumbuhan kuman yang terdapat pada jaringan yang hidup.
Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB). Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB)
merupakan salah satu faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi
standard mutu dan keamanan. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk
menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasionalanya paparan
antiseptik dan juga kuman tersebut pada bagian jaringan. CPKB bertujuan untuk melindungi
masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi
persyaratan standar mutu dan keamanan serta meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk
kosmetik Indonesia dalam era pasar bebas.Ruang lingkup CPKB sendiri meliputi Manajemen
Mutu, Personalia, Bangunan dan Fasilitas, Peralatan, Sanitasi dan Hygiene, Produksi, Pengawasan
Mutu, Inspeksi Diri dan Audit Mutu, Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali
Produk dan Produk Kembalian, Dokumentasi, Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak,
serta Kualifikasi dan Validasi.
Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh disertai pemantauan sangat
penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk yang memenuhi persyaratan mutu
yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan
mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh
aspek produksi dan pemeriksaan mutu. Diharapkan dengan melakukan pembuatan aseptis sabun
cair ini dapat digunakan sebagai antiseptik sehingga dapat mematikan bakteri dan virus yang
terdapat pada anggota tangan

1.2 Tujuan
1. Untuk memahami cara memproduksi sediaan sabun mandi antiseptik yang baik
2. Untuk mengetahui komponen dan bahan dalam produksi sediaan sabun mandi antiseptik dan
bagaimmana rancangan formulasi sediaanya
3. Untuk memahami proses pengadaan barang dan alurnya yang diperlukan dalam produksi
sediaan sabun mandi antiseptik
4. Untuk mengetahui cara memproduksi sediaan sabun mandi antiseptik yang baik (alur, proses
produksi, evaluasi, pengemasan, penyimpanan dan distribusi)
5. Untuk mengetahui formulasi sediaan sabung mandi cair antiseptik yang dibuat
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana memproduksi sediaan sabun mandi antiseptic dengan cara yang baik?
2. Apa komponen dan bahan dalam produksi sediaan sabun mandi antiseptik dan bagaimana
rancangan formulasi sediaan?
3. Bagaimana pengadaan barang dan alurnya yang diperlukan dalam produksi sediaan sabun
mandi antiseptik?
4. Bagaimana memproduksi sediaan sabun mandi antiseptik yang baik (alur,proses produksi,
evaluasi, pengemasan, penyimpanan dan distribusi)?
5. Bagaimana hasil formulasi sediaan sabun mandi cair yang dibuat?

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.
2.1. Sabun
Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua
komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan sodium atau potassium. Sabun
merupakan bahan logam alkali dengan rantai asam monocarboxylic yang panjang. Larutan alkali
yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali
yang biasa yang digunakan pada sabun keras adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan alkali yang
biasa digunakan pada sabun lunak adalah Kalium Hidroksida (KOH).
Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor
lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak dengan larutan alkali
membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani, minyak
nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut.
Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan bentuk yang
bervariasi dapat diperoleh dengan mudah dipasaran seperti sabun mandi, sabun cuci baik untuk
pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga, hingga sabun yang digunakan dalam industri
Kandungan zat zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis
sabun. Zat zat tersebut dapat menimbulkan efek baik yang menguntungkan maupun yang
merugikan. Oleh karena itu, konsumen perlu memperhatikan kualitas sabun dengan teliti sebelum
membeli dan menggunakannya.
2.2. Sabun Cair
Sabun cair adalah jenis sabun yang dihasilkan reaksi saponifikasi antara minyak dan KOH.
Sabun cair lebih banyak dijumpai di area publik seperti rumah sakit, rumah makan atau restoran,
kafe, dan perkantoran. Beberapa perusahaan sabun memproduksi sabun cair dengan varian
khusus, misalnya sabun untuk cuci piring, cuci tangan dan sabun khusus untuk anak-anak.
Sabun mandi cair adalah sediaan berbentuk cair yang digunakan untuk membersihkan kulit,
dibuat dari bahan dasar sabun dengan penambahan surfaktan, penstabil busa, pengawet, pewarna
dan pewangi yang diijinkan dan digunakan untuk mandi tanpa menimbulkan iritasi pada kulit
(SNI,1996). Sabun cair dibuat melalui reaksi
saponifikasi dari minyak dan lemak dengan KOH (Mitsui,1997). Sabun yang berkualitas
baik harus memiliki daya detergensi yang cukup tinggi, dapat diaplikasikan pada berbagai jenis
bahan dan tetap efektif walaupun digunakan pada suhu dan tingkat kesadahan air yang berbeda-
beda (Shrivastava, 1982). Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kimia
dan farmasi, perkembangan kosmetik mulai bergeser ke arah natural product karena adanya trend
back to nature (Duraisamy et al., 2011)
Selain dapat membersihkan kulit dari kotoran, sabun juga dapat digunakan untuk
membebaskan kulit dari bakteri. Sabun yang dapat membunuh bakteri dikenal dengan sabun
antiseptik. Sabun antiseptik mengandung komposisi khusus yang berfungsi sebagai antibakteri.
Bahan inilah yang berfungsi mengurangi jumlah bakteri berbahaya pada kulit. Sabun antiseptik
yang baik harus memiliki standar khusus. Pertama, sabun harus bisa menyingkirkan kotoran dan
bakteri. Kedua, sabun tidak merusak kesehatan kulit, karena kulit yang sehat adalah bagian dari
sistem kekebalan tubuh. (Rachmawati dan Triyana, 2008).
2.3. Karakteristik Sabun Cair
a. Karakteristik Dalam Memilih Bahan Baku Sabun
Ada beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan dalm memilih bahan dasar sabun
antara lain:   
1. Warna lemak dan minyak
Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus
untuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun.
2.   Angka Saponifikasi
Angka Saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kaliumhidroksida
yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satugram minyak. Angka
saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yangdibutuhkan dalam saponifikasi
secara sempurna pada lemak atau minyak.   
3. Bilangan Iod
Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidak jenuhan minyak atau
lemak,semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh.
Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu
untuk mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu.
b. Kriteria Sabun yang Bagus Untuk Kulit :
Terlepas dari urusan merk, sabun batang ataupun sabun cair yang baik untuk kulit
hendaknya memenuhi beberapa kriteria utama, yaitu bisa membersihkan kulit, memiliki
aroma terapi, dan juga mengandung moisturizer yang bisa menjaga kelembaban kulit. Rata-
rata semua sabun bisa membersihkan kulit, dan aroma terapi pula tergantung pada selera
masing-masing konsumen. Namun tidak semua sabun cair memiliki kesamaan kandungan
moisturizer harus cermat-cermat memilih, agar sabun yang di pakai bukan hanya
membersihkan, namun juga bisa menjadi pelembab kulit. Selain itu, sabun cair yang bagus
juga harus bisa membersihkan tujuh area terkotor tubuh dengan sempurna. Tujuh area yang
dimaksud tersebut adalah area belakang telinga, seluruh leher, daerah lipatan lengan, ketiak,
selangkangan, seluruh bagian punggung, dan kedua kaki.

c. Efek sabun pada kulit manusia


Menurut Wasitaatmadja (1997: 100-103) bahwa sabun digunakan untuk
membersihkan kotoran pada kulit, baik kotoran yang larut dalam air maupun kotoran
yang larut dalam lemak. Namun, penggunaan sabun juga dapat mengakibatkan efek
samping bagi tubuh, berupa: 
1. Daya Alkalinisasi Kulit
Daya Alkalinisasi sabun dianggap sebagai faktor terpenting dari efek
samping sabun. Reaksi basa yang terjadi pada sabun konvensional melepaskan ion
OH sehingga pH larutan sabun berada di antara 9 hingga 12. Hal ini diduga sebagai
penyebab iritasi pada kulit. Alkalinisasi dapat menimbulkan kerusakan kulit bila
kontak dengan kulit berlangsung lama, proses pembilasan yang kurang sempurna,
serta daya absorpsi kulit terhadap sabun.
2. Daya Pembengkakan dan Pengeringan Kulit
Kontak antara kulit dengan air (pH 7) dalam waktu lama akan menyebabkan
lapisan tanduk membengkak akibat kenaikan permeabilitas kulit terhadap air. Cairan
yang mengandung sabun dengan pH alkalis akan mempercepat proses pembengkakan
dan menyebabkan kerusakan kulit. Kerusakan tersebut akan menambah kekeringan
kulit akibat kegagalan sel kulit mengikat air. Hal ini diikuti dengan proses pelepasan
ikatan antar sel tanduk kulit sehingga kulit tampak kasar dan tidak elastis.
3. Daya Denaturasi Protein dan Ionisasi
Reaksi kimia sabun dapat mengendapkan ion Kalsium (K) dan Magnesium
(Mg) di lapisan atas kulit. Pada kulit yang kehilangan lapisan atas tanduk,
pengendapan K+ dan Mg++ akan mengakibatkan reaksi alergi yang disebabkan oleh
tertutupnya folikel rambut dan kelenjar sehingga menimbulkan infeksi kuman. Pada
deterjen, adanya gugus SH menyebabkan denaturasi keratin yang diawali oleh
lepasnya gugus tersebut dari sistin dan sistein. Sehingga gugus SH bebas tersebut
memicu terjadinya iritasi kulit.
4. Daya Antimikrobial
Adanya daya antimikroba menyebabkan kekeringan pada kulit, dan oksidasi
sel-sel keratin. Efek samping lain yang dapat disebabkan oleh deterjen dan sabun
antara lain dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik, atau kombinasi
keduanya. Pada dasarnya, sabun bukanlah bahan sensitizer, tetapi berbagai bahan
aditif, misalnya parfum, lanolin, dan antibakterial, dapat menyebabkan timbulnya
efek samping. Hakim (1986: 465) menyatakan bahwa sejumlah sabun, terutama yang
berkadar fosfor tinggi, mengotori air drainase. Suatu akumulasi fosfor (dan unsur lain
yang penting bagi pertumbuhan tanaman) di air dikenal sebagai uetrophication. Hal
tersebut dapat menimbulkan kelebihan pertumbuhan ganggang atau lumut air (bunga
ganggang) karena cadangan oksigen akan habis dan ikan akan mati, sejumlah negara
mengatur jumlah dan macam bahan kimia campuran yang diizinkan dalam
pembuatan sabun.

2.4. Komponen Sabun Cair


a. Bahan Baku: Minyak/Lemak
Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari
gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah
minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud
keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (±
28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat.
Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida.
Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam
lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang
rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon
lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan
asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan
menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi
tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah
daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang
dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.
b. Bahan Baku: Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH,
KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda
kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam
pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena
sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan
alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan
trigliserida (minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut
dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat
mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air. Sabun
yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa
tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan
sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh
industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.
c. Bahan Pendukung
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun
hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi
produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan
aditif.
- NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada
produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat
memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine)
atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin.
- Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan
untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan
aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna,dan parfum.

2.5. Metodologi Sabun Cair


Pada proses pembuatan sabun, digunakan metode-metode untuk menghasilkan sabun
yang berkualitas dan bagus. Beberapa metode pembuatan sabun, yaitu:
1. Metode Batch
Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau
KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam garam
ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengandung garam,
gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses
penyulingan. Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol
kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam berkali-kali.
Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan campuran
halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung.
Sabun ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai
sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau
batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan untuk
mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun wangi,
sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di dalamnya).
2. Metode Kontinu
Metode kontinu biasa dilakukan pada zaman sekarang. lemak atau minyak
dihidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti
sabun seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung
reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang
berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian dinetralkan dengan
alkali untuk menjadi sabun.
2.6. Pembuatan Sabun dalam Industri
a. Saponifikasi Lemak Netral
Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak
mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan sendirinya pada
kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi
kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi. Jumlah
alkali yang dibutuhkan untuk mengubah paduan trigliserida menjadi sabun dapat
dihitung berdasarkan persamaan berikut :
Trigliserida + 3NaOH                 3RCOONa + Gliserin
NaOH = [SV x 0,000713] x 100/ NaOH (%) [SV / 1000] x [MV(NaOH)/MV(KOH)
Dimana SV adalah angka penyabunan dan MV adalah berat molekul
Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk
memasukkan kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor autoclave,
yangt beroperasi pada temperatur dan tekanan yang sesuai dengan kondisi reaksi.
Campuran saponifikasi disirkulasi kembali dengan autoclave. Temperatur campuran
tersebut diturunkan pada mixer pendingin, kemudian dipompakan ke separator statis
untuk memisahkan sabun yang tidak tercuci dengan larutan alkali yang digunakan.
Sabun tersebut kemudian dicuci dengan larutan alkali pencuci dikolam pencuci untuk
memisahkan gliserin (sebagai larutan alkali yang digunakan) dari sabun. Separator
sentrifusi memisahkan sisa sisa larutan alkali dari sabun. Sabun murni (60-63 %
TFM) dinetralisasi dan dialirkan ke vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun
dalam bentuk butiran (78-83 % TFM)yang siap untuk diproses menjadi produk akhir.
b. Pengeringan Sabun
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang
umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun
dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau
lempengan. Jenis jenis vakumspray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem,
semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum
spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun murni melalui pipa heat
exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar
pipa.
Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang
vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang
mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer dengan mulai
memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien daripada
dryer sistem tunggal.
c. Netralisasi Asam Lemak
Reaksi asam basa antara asam dengan alkali untuk menghasilkan sabun
berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida dengan alkali.
RCOOH + NaOH             RCOONa + H2O
Jumlah alkali (NaOH) yang dibutuhkan untuk menetralisasi suatu paduan asam lemak
dapat dihitung sebagai berikut :
NaOH = {berat asam lemak x 40) / MW asam lemak
Berat molekul rata rata suatu paduan asam lemak dapat dihitung dengan persamaan :
MW asam lemak = 56,1 x 1000/ AV
Dimana AV (angka asam asam lemak paduan) = mg KOH yang dibutuhkan untuk
menetralisasi 1 gram asam lemak.
d. Penyempurnaan Sabun
Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan
zat pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya kedalamm ixer(analgamator). Campuran
sabun ini klemudian diteruskan untuk digiling untuk mengubah campuran tersebur
menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap
pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut
menjadi potongan potongan terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi
sabun batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses
pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan merupakan tahap
akhir.

2.7. Praformulasi Sabun Cair


1. Monografi bahan baku
a. Ekstrak daun karsen
Daun karsen (Muntingia calabura L.) dapat digunakan sebagai antibakteri. Ekstrak
etanol Daun Karsen terbukti memiliki aktivitas antibakteri dengan mengambat
pertumbuhan bakteri S. aureus.
b. Parfum rossae
Parfum rossae berguna untuk pegawi atau pengharum sabun.

c.     Menthol oil
Cairan tidak berwarna, kuning pucat atau kuning kehijauan,
Pemerian :
aromatik, rasa pedas dan hangat kemudian dingin.
Kelarutan : Larut dalam 4 bagian volume etanol (70%) P
Bj : 0,896 g/cm3
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terisi penuh, terlindung cahaya.
Penggunaan : Bahan tambahan, karminativum

d.      Asam Stearat


zat padat kemiri mengkilat menunjukkan susunan hablur;
putih atau kuning pucat ; mirip lemak lilin. Asam stearat
Pemerian : adalah asam keras, putih atau kuning samar-samar berwarna,
agak glossy padat, kristal atau serbuk putih atau kekuningan.
Memiliki sedikit bau dan rasa menunjukkan lemak.
Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol
Kelarutan :
(95); dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P
Asam stearat merupakan bahan stabil; harus disimpan wadah
Stabilitas :
di tempat sejuk dan kering.
Tiitk lebur : Tidak kurang dari 540 ; 69-700C
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Asam stearat inkompatibilitas dengan logam hidroksida dan
juga inkompatibel dengan basa, reduktor dan oksidator. Salep
Inkompatibilitas :
yang dibuat dengan basis asam stearat dapat mengering
karena reaksi dengan garam-garam seng atau kalsium.
Penggunaan : Agen pengemulsi: agen pelarut

e. Sodium Lauryl Sulfate


(texaphon)
Berupa hablur, kecil, berwarna putih atau kuning muda; agak
Pemerian :
berbau khas
Kelarutan : Mudah larut dalam air, membentuk larutan opalesen
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Penggunaan : Sebagai anion surfaktan / zat aktif
Presentasi sebagai anion surfaktan: 0,5 -2,5 sebagai deterjen
10%

f. Natrium klorida
Natrium klorida (NaCl) mengandung tidak kurang dari 99,0
Definisi : % dan tidak lebih dari 101,0 % NaCl dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan. Tidak mengandung zat tambahan
Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur
Pemerian :
putih; rasa asin
Natrium klorida mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah
Kelarutan : larut dalam etanol dan air mendidih; larut dalam gliserin;
sukar larut dalam etanol
Stabil dalam bentuk larutan. Larutan stabil dapat
Stabilitas : menyebabkan penguratan partikel dari tipe gelas. pH NaOH
4,5-7 6,7-7.3
Penggunaan : Sebagai pengental

g. Gliserin
Gliserin mengandung tidak kurang dari 95,0 % dan tidak
Definisi :
lebih dari 101,0 % C3H803
Cairan bening, tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan
Pemerian :
higroskopis, memiliki rasa manis
Sangat mudah larut dalam aseton, praktis tidak larut dalam
Kelarutan : benzene dan kloroform, larut dalam etanol 95%, methanol
dan air
Jika dicampur dengan agen pengoksidasi seperti chomium
trioxide, potassium chlorate atau pottasium loermanganate.
Dalam larutan encer, reaksi berlangsung lebih lambat dengan
beberapa produk oksidasi yang terbentuk. Perubahan warna
hitam gliserin terjadi pada paparan cahaya, atau pada kontak
Inkompatibilitas :
dengan zinc oxide atau basis bismuth nitrat. Sebuah
kontaminan besi dalam warna campuran yang mengandung
fenol, salisilat dan tanin. Gliserin membentuk asam borat
komplek, asam glyceroboric, yang merupakan asam kuat
daripada asam borat.
Penggunaan : Digunakan sebagai pelarut atau cosolvent
Titik didih : 2900 C dan titik leleh gliserin yaitu; 17,80 C
h.  Minyak Zaitun ( Oleum Olivae)
Cairan kuning pucat atau kuning kehijauan, bau lemah, tidak
Pemerian : tengik, rasa khas, pada suhu rendah Sebagian atau seluruhnya
membeku.
Sukar larut dalam ethanol 95% P, larut dalam klorofom P dan
Kelarutan :
dalam Eter minyak tanah P.
Tiitk leleh :-
Penyimpanan : Terlindung dari cahaya, temperature tidak lebih dari 25oc,
Penggunaan : Pembentuk sabun melaluo reaksi saponifikasi

i. Threethanolamine (TEA)
Cairan jernih yang kental, berwarna kuning pucat dan
memiliki bau amonia sedikit, sangat higroskopis, dan
kelembapan 0,09%, merupakan campuran basa, terutama
Pemerian :
2,20, 200-nitrilotriethanol, meskipun juga mengandung 2,20-
iminobisetthanol (dietanolamina) dan jumlah yang lebih kecil
dari 2-aminoethanol (monoehanolamine)
Ph : 10,5 (larutan 0,1N)
Tiitk didih : 3320C
Tiitk leleh : 20-210C titik beku 21,6 0C
Disimpan dalam wadah kedap udara terlindung dari cahaya,
Penyimpanan :
ditempat yang sejuk dan kering.
Penggunaan : Basis emulgator

j. BHT ( Butil hidroksi toluene )


Pemerian : Hablur padat, putih, bau khas lemah
Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol, asam-
asam mineral dan larutan alkali, mudah larut dalam ethanol,
Kelarutan :
aseton, benzene, dan paraffin liquid, lebih mudah larut dalam
minyak-minyak makanan dan lemak
Stabilitas : Jauhkan dari cahaya, kelembapan dan panas
Zat pengawet dan antioksidan untuk minyak-minyak dan
Penggunaan :
lemak

k. Aquades
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau
Berat molekul : 18,02 gram/mol
pH : Antara 5-7
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Penggunaan : Pelarut

2.8. Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik (CPKB)


1. Sistem Manajemen Mutu
a. Sistem mutu dibuat,ditetapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan
dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Sistem menetapkan struktur
organisasi, tugas dan fungsi, tanggung jawab, prosedur, instruksi, proses dan
sumber daya untuk menerapkan manajemen mutu.
b. Sistem mutu dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan perusahaan, karakteristik
produk, dan diperhatikan unsur terkait yang ditetapkan dalam pedoman ini.
c. Pelaksanaan sistem mutu harus menjamin apabila diperlukan, dilakukan
pengambilan sampel dan pengujian bahan awal, produk antara dan produk jadi
untuk menentukan status lulus atau ditolak berdasarkan hasil pemeriksaan atau
pengujian yang dilakukan.

2. Personalia
Tersedia personil dalam jumlah yang cukup dan mempunyai pengetahuan,
pengalaman, keterampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan
fungsinya. Personil dalam keadaan sehat dan mampu mengerjakan tugasnya.
a. Organisasi, Kualifikasi dan Tanggung Jawab
1) Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu
dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak bertanggung jawab satu kepada
yang lain.
2) Kepala Bagian Produksi telah mendapat pelatihan yang memadai dan
berpengalaman dalam pembuatanKosmetika. Ia mempunyai kewenangan dan
tanggung jawab dalam manajemen produksi yang meliputi semua pelaksanaan
kegiatan, peralatan, personil produksi,area produksi dan pencatatan.
3) Kepala Bagian Pengawasan Mutu telah mendapat pelatihan yang memadai dan
berpengalaman dalam bidang pengawasan mutu. Ia diberi kewenangan penuh
dan tanggung jawab dalam semua tugas pengawasan mutu meliputi
penyusunan, verifikasi dan penerapan semua prosedur pengawasan mutu. Ia
mempunyai kewenangan mendelegasikan/menetapkan personil apabila
diperlukan, untuk memberi persetujuan atas bahan awal, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi yang telah memenuhi spesifikasi, atau menolak apabila
tidak memenuhi spesifikasi yang relevan, atau yang dibuat tidak sesuai prosedur
dan kondisi yang telah ditetapkan.
b. Tanggung jawab dan kewenangan dari personil inti ditetapkan dengan jelas.
Personil terlatih dalam jumlah yang cukup ditugaskan untuk melaksanakan
supervisi langsung pada tiap bagian produksi dan pengawasan mutu.
c. Pelatihan
Semua personil yang langsung terlibatdalam kegiatan pembuatan mendapatkan
pelatihan yang sesuai dengan prinsip CPKB. Personil yang bekerja bersinggungan
dengan bahan yang berbahaya harus mendapatkan pelatihan khusus.

3. Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang, dibangun, dan
dipelihara sesuai kaidah yaitu
a. Upaya yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari lingkungan
sekitar dan hama.
b. Produk kosmetik dan Produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang mengandung
bahan yang tidak berbahaya dapat menggunakan sarana dan peralatan yang sama
secara bergilir asalkan dilakukan usaha pembersihan dan perawatan untuk menjamin
agar tidak terjadi kontaminasi silang dan risiko campur baur.
c. Garis pembatas, tirai plastik penyekat yang fleksibel berupa tali atau pita dapat
digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur.
d. Hendaknya disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet harus terpisah dari
area produksi guna mencegah terjadinya kontaminasi.
e. Apabila memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antara lain Penerimaan
material, Pengambilan contoh material, Penyimpanan barang datang dan karantina,
Gudang bahan awal, Penimbangan dan penyerahan, Pengolahan, Penyimpanan
produk ruahan, Pengemasan, Karantina sebelum produk dinyatakan lulus, Gudang
produk jadi, Tempat bongkar muat, Laboratorium, Tempat pencucian peralatan.
f. Permukaan dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta mudah dirawat
dan dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus mempunyai permukaan yang mudah
dibersihkan dan disanitasi.
g. Saluran pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran memadai dan dilengkapi
dengan bak kontrol serta dapat mengalir dengan baik. Saluran terbuka harus
dihindari, tetapi apabila diperlukan harus mudah dibersihkan dan disanitasi.
h. Lubang untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipapipa salurannya hendaknya
dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya pencemaran terhadap
produk.
i. Bangunan hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi
yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan.
j. Pipa, fitting lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area produksi harus
dipasang sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya ceruk yang sukar dibersihkan
dan sebaiknya dipasang di luar area pengolahan.
k. Laboratorium hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi.
l. Area gudang hendaknya mempunyai luas yang memadai dengan penerangan yang
sesuai, diatur dan diberi perlengkapan sedemikian rupa sehingga memungkinkan
penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih dan rapi. Area gudang
hendaknya harus memungkinkan pemisahan antara kelompok material dan produk
yang dikarantina. Area khusus dan terpisah hendaklah tersedia untuk penyimpanan
bahan yang mudah terbakar dan bahan yang mudah meledak, zat yang sangat
beracun, bahan yang ditolak atau ditarik serta produk kembalian. Apabila diperlukan
hendaknya disediakan gudang khusus dimana suhu dan kelembabannya dapat
dikendalikan serta terjamin keamanannya.
m. Penyimpanan bahan pengemas / barang cetakan hendaklah ditata sedemikian rupa
sehingga masing-masing tabet yang berbeda, demikian pula bahan cetakan lain
tersimpan terpisah untuk mencegah terjadinya campur baur.

4. Peralatan
Peralatan harus didesain dan ditempatkan sesuai dengan produk yang dibuat.
a. Rancang Bangun
1) 1. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan yang diolah tidak boleh
bereaksi atau menyerap bahan.
2) Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk
misalnya melalui tetesan oli, kebocoran katub atau melalui modifikasi atau
adaptasi yang tidak salah/tidak tepat.
3) Peralatan harus mudah dibersihkan.
4) Peralatan yang digunakan untuk mengolah bahan yang mudah terbakar harus
kedap terhadap ledakan.
b. Pemasangan dan Penempatan
1) Peralatan/mesin harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan
kemacetan aliran proses produksi dan harus diberi penandaan yang jelas untuk
menjamin tidak terjadi campur baur antar produk.
2) Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara, harus dipasang sedemikian
rupa sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung. Saluran ini
hendaknya diberi label atau tanda yang jelas sehingga mudah dikenali.
3) Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanasan, ventilasi, pengatur suhu udara,
air (air minum, air murni, air suling), uap, udara bertekanan dan gas harus berfungsi
dengan baik sesuai dengan tujuannya dan dapat diidentifikasi.
c. Pemeliharaan
1) Peralatan untuk menimbang mengukur, menguji dan mencatat harus dipelihara dan
dikalibrasi secara berkala. Semua catatan pemeliharaan dan kalibrasi harus
disimpan.
2) Petunjuk cara pembersihan peralatan hendaknya ditulis secara rinci dan jelas
diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dengan jelas.

5. Sanitasi dan Higiene


Sanitasi dan higiene hendaknya dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi
terhadap produk yang diolah. Pelaksanaan sanitasi dan hygiene hendaknya mencakup
personalia, bangunan, mesin-mesin dan peralatan serta bahan awal.
a. Personalia
 Personalia harus dalam keadaan sehat untuk melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya. Hendaknya dilakukan pemeriksaan kesehatan secara
teratur untuk semua personil bagian produksi yang terkait dengan proses
pembuatan.
 Semua personil harus melaksanakan higiene perorangan.
 Setiap personil yang pada suatu ketika mengidap penyakit atau menderita
luka terbuka atau yang dapat merugikan kualitas tidak diperkenankan
menangani bahan baku, bahan pengemas, bahan dalam proses dan produk
jadi.
 Setiap personil diperintahkan untuk melaporkan setiap keadaan (sarana,
peralatan atau personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan
produk, kepada penyedia.
 Hindari bersentuhan langsung dengan bahan atau produk yang diproses untuk
mencegah terjadinya kontaminasi. Personil harus mengenakan pakaian kerja,
tutup kepala serta menggunakan alat pelindung sesuai dengan tugasnya.
 Merokok, makan-minum, mengunyah atau menyimpan makanan, minuman,
rokok atau barang lain yang mungkin dapat mengkontaminasi, hanya boleh di
daerah tertentu dan dilarang di area produksi, laboratorium, gudang atau area
lain yang mungkin dapat merugikan mutu produk.
 Semua personil yang diizinkan masuk ke area produksi harus melaksanakan
higiene perorangan termasuk mengenakan pakaian kerja yang memadai.
b. Bangunan
1) Hendaklah tersedia wastafel dan toilet dengan ventilasi yang baik yang
terpisah dari area produksi.
2) Hendaklah tersedia locker di lokasi yang tepat untuk tempat ganti pakaian
dan menyimpan pakaian serta barang-barang lain milik karyawan.
3) Sampah di ruang produksi secara teratur ditampung di tempat sampah untuk
selanjutnya dikumpulkan di tempat penampungan sampah di luar area
produksi
4) Bahan sanitasi, rodentisida, insektisida dan fumigasi tidak boleh
mengkontaminasi peralatan, bahan baku / pengemas, bahan yang masih
dalam proses dan produk jadi.
c. Peralatan dan Perlengkapan
1) Peralatan / perlengkapan harus dijaga dalam keadaan bersih.
2) Pembersihan dengan cara basah atau vakum lebih dianjurkan. Udara
bertekanan dan sikat hendaknya digunakan dengan hati-hati dan sedapat
mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk.
3) Prosedur Tetap Pembersihan dan Sanitasi mesin-mesin hendaknya diikuti
dengan konsisten.
6. Produksi
a. Bahan Awal
1) A i r
 Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan penting. Peralatan
untuk memproduksi air dan sistem pemasokannya harus dapat memasok air yang
berkualitas. Sistem pemasokan air hendaknya disanitasi sesuai Prosedur Tetap.
 Air yang digunakan untuk produksi sekurangkurangnya berkualitas air minum.
Mutu air yang meliputi parameter kimiawi dan mikrobiologi harus dipantau secara
berkala, sesuai prosedur tertulis dan setiap ada kelainan harus segera ditindak
lanjuti dengan tindakan koreksi.
 Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasi ataufiltrasi
tergantung dari persyaratan produk. Sistem penyimpanan maupun pendistribusian
harus dipelihara dengan baik.
 Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar dari stagnasi
dan resiko terjadinya pencemaran.
2) Verifikasi Material (Bahan)
 Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas) hendaklah
diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi
yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri sampai dengan produk jadinya.
 Contoh bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai
pemenuhannya terhadapspesifikasi yang ditetapkan, dan harus dinyatakan
lulus sebelum digunakan.
 Bahan awal harus diberi label yang jelas.
 Semua bahan harus bersih dan diperiksa kemasannya terhadap kemungkinan
terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar.
 Pencatatan Bahan
 Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai nama
bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal
penerimaan, nama pemasok, nomor batch dan jumlah.
 Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat dan
diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya.
3) Material Ditolak (Reject)
Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai, dipisah
dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap
4) Sistem Pemberian Nomor Batch
 Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir hendaklah diberi
nomor identitas produksi (nomor batch) yang dapat memungkinkan
penelusuran kembali riwayat produk.
 Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak berulang untuk
produk yang sama untuk menghindari kebingungan / kekacauan.
 Bila memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada etiket wadah dan
bungkus luar.
 Catatan pemberian nomor bets hendaknya dipelihara.

5) Penimbangan dan Pengukuran


 Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat tertentu menggunakan peralatan
yang telah dikalibrasi.
 Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat dan
dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang berbeda.
6) Prosedur dan Pengolahan
 Semua bahan awal harus lulus uji sesuai spesifikasi yang ditetapkan.
 Semua prosedur pembuatan harus dilaksanakan sesuai prosedur terap tertulis
 Semua pengawasan selama proses yang diwajibkan harus dilaksanakan dan
dicatat.
 Produk ruahan harus diberi penandaan sampai dinyatakan lulus oleh Bagian
Pengawasan Mutu.
 Perhatian khusus hendaknya diberikan kepada kemungkinan terjadinya
kontaminasi silang pada semua tahap proses produksi.
 Hendaknya dilakukan pengawasan yang seksama terhadap kegiatan
pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu, misalnya pengaturan suhu,
tekanan, waktu dan kelembaban.
 Hasil akhir proses produksi harus dicatat.
7) Produk Kering
 Penanganan bahan dan produk kering memerlukan perhatian khusus dan bila
perlu dilengkapi dengan sistem pengendali debu, atau sistem hampa udara
sentral atau cara lain yang sesuai.
 Produk Basah
 Cairan, krim, dan lotion harus diproduksi demikian rupa untuk mencegah dari
kontaminasi mikroba dan kontaminasi lainnya.
 Penggunaan sistem produksi dan transfer secara tertutup sangat dianjurkan.
 Bila digunakan sistem perpipaan untuk transfer bahan dan produk ruahan harus
dapat dijamin bahwa sistem yang digunakan mudah di bersihkan.

8) Produk Aerosol
Pembuatan aerosol memerlukan pertimbangan khusus karena sifat alami dari
bentuk sediaan ini, dan Pembuatan harus dilakukan dalam ruang khusus yang
dapat menjamin terhindarnya ledakan atau kebakaran.

9) Pelabelan dan Pengemasan


 Lini pengemasan hendaklah diperiksa sebelum dioperasikan. Peralatan harus
bersih dan berfungsi baik. Semua bahan dan produk jadi dari kegiatan
pengemasan sebelumnya harus dipindahkan.
 Selama proses pelabelan dan pengemasan berlangsung, harus diambil
contoh secara acak dan diperiksa.
 Setiap lini pelabelan dan pengemasan harus ditandai secara jelas untuk
mencegah campur baur.
 Sisa label dan bahan pengemas harus dikembalikan ke gudang dan dicatat.
Bahan pengemas yang ditolak harus dicatat dan diproses lebih lanjut sesuai
dengan Prosedur Tetap.
 Produk Jadi, Karantina dan Pengiriman ke Gudang Produk Jadi
Semua produk jadi harus dikarantina terlebih dahulu. Setelah dinyatakan lulus uji
oleh bagian Pengawasan Mutu dimasukkan ke gudang produk jadi.
Selanjutnya produk dapat didistribusikan

7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian penting dari CPKB, karena memberi jaminan
konsistensi mutu produk kosmetik yang dihasilkan. Sistem Pengawasan Mutu menjamin
bahwa produk dibuat dari bahan yang benar, mutu dan jumlah yang sesuai, serta kondisi
pembuatan yang tepat sesuai Prosedur.Pengawasan mutu meliputi:
a. Pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan dan pengujian terhadap bahan awal
produk dalam proses, produk antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai spesifikasi
yang ditetapkan.
b. Program pemantauan lingkungan, tinjauan terhadap dokumentasi bets, program
pemantauan contoh pertinggal, pemantauan mutu produk di peredaran, penelitian stabilitas
dan menetapkan spesifikasi bahan awal dan produk jadi agar senantiasa memenuhi standar
yang ditetapkan.
c. Pengambilan contoh hendaklah dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan
diberikewenangan untuk tugas tersebut, guna menjamin contoh yang diambil senantiasa
sesuai dengan indentitas dan kualitas bets yang diterima
1) Pengolahan Ulang
a. Metoda pengolahan ulang hendaklah senantiasa dievaluasi untuk menjamin
agar pengolahan ulang tidak mempengaruhi mutu produk.
b. Pengujian tambahan hendaklah dilakukan terhadap produk jadi hasil
pengolahan ulang.
2) Produk Kembalian
a. Produk kembalian hendaklah diidentifikasi dan disimpan terpisah di tempat
yang dialokasikan untuk itu atau diberi pembatas yang dapat dipindah-pindah
misalnya pembatas dari bahan pita, rantai atau tali.
b. Semua produk kembalian hendaklah diuji kembali apabila perlu, disamping
evaluasi fisik sebelum diluluskan untuk diedarkan kembali
c. Produk kembalian yang tidak memenuhi syarat spesifikasi hendaklah ditolak.
d. Produk yang ditolak hendaklah dimusnahkan sesuai Prosedur Tetap.
e. Catatan produk kembalian hendaklah dipelihara.

8. Dokumentasi
Dokumentasi hendaknya meliputi riwayat setiap bets, mulai dari bahan awal sampai
produk jadi. Sistem ini hendaknya merekam aktivitas yang dilakukan, meliputi pemeliharaan
peralatan, penyimpanan, pengawasan mutu, distribusi dan hal-hal spesifik lain yang terkait
dengan CPKB, Hendaknya ada sistem untuk mencegah digunakannya dokumen yang sudah
tidak berlaku. Bila terjadi atau ditemukan suatu kekeliruan dalam dokumen hendaknya
dilakukan pembetulan sedemikian rupa sehingga naskah aslinya harus tetap terdokumentasi.
Bila dokumen merupakan instruksi, hendaknya ditulis langkah demi langkah dalam bentuk
kalimat perintah. Dokumen hendaklah diberi tanggal dan disahkan, Salinan dokumen
hendaklah diberikan kepada pihak-pihak yang terkait dan pendistribusiannya dicatat dan
Semua dokumen hendaknya direvisi dan diperbaharui secara berkala, dokumen yang sudah
tidak berlaku segera ditarik kembali dari pihak-pihak terkait untuk diamankan.
a. Spesifikasi
Semua spesifikasi harus disetujui dan disahkan oleh personil yang berwenang.
Spesifikasi bahan baku dan bahan pengemas meliputi Nama bahan, Uraian (deskripsi)
dari bahan, Parameter uji dan batas penerimaan (acceptance limits), Gambar teknis bila
diperlukan., Perhatian khusus misalnya kondisi penyimpanan dan keamanan bila perlu.
Spesifikasi Produk Ruahan dan Produk Jadi meliputi Nama produk, Uraian, Sifat-sifat
fisik, Pengujian kimia dan atau mikrobiologi serta batas penerimaannya bila perlu,
Kondisi penyimpanan dan peringatan keamanan bila perlu.
b. Dokumen Produksi
1) Dokumen Induk
Dokumen Induk harus tersedia setiap diperlukan. Dokumen ini berisi informasi :
 Nama produk dan kode/nomor produk.
 Bahan pengemas yang diperlukan dan kondisi penyimpanannya.
 Daftar bahan baku yang digunakan.
 Daftar peralatan yang digunakan.
 Pengawasan selama pengolahan dengan batasan-batasan dalam pengolahan
dan pengemasan, bila perlu.

2) Catatan Pembuatan Bets


 Catatan pembuatan bets hendaklah disiapkan untuk setiap bets produk.
 Dokumen ini berisi informasi mengenai:
a) Nama produk
b) Formula per bets.
c) Proses pembuatan secara ringkas.
d) Nomor bets atau kode produksi.
e) Tanggal mulai dan selesainya pengolahan dan pengemasan.
f) Identitas peralatan utama, lini atau lokasi yang digunakan.
g) Catatan pembersihan peralatan yang digunakan untuk pemrosesan .
h) Pengawasan selama pargolahan dan hasil uji laboratorium, seperti
misalnya catatan pH dan suhu saat diuji .
i) Catatan inspeksi pada lini pengemasan
j) Pengambilan contoh yang dilakukan setiap tahap proses pembuatan.
k) Setiap investigasi terhadap kegagalan tertentu atau ketidaksesuaian.
l) Hasil pemeriksaan terhadap produk yang sudah dikemas dan diberi label
3) Catatan Pengawasan Mutu
Catatan setiap pengujian, hasil uji dan pelulusan atau penolakan bahan,
produk antara, produk ruahan dan produk jadi harus disimpan. Catatan yang
dimaksud meliputi, Tanggal pengujian, Identifikasi bahan, Nama pemasok, Tanggal
penerimaan, Nomor bets asli dari bahan baku bila ada, Nomor bets produk yang
sedang dibuat, Nomor pemeriksaan mutu, Jumlah yang diterima, Tanggal sampling,
Hasil pemeriksaan mutu.

9. Audit Internal
Audit Internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau sebagian dari
aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem mutu.
Audit Internal dapat dilakukan oleh pihak luar, atau auditor profesional atau tim internal yang
dirancang oleh manajemen untuk keperluan ini. Pelaksanaan Audit Internal dapat diperluas
sampai ke tingkat pemasok dan kontraktor, bila perlu. Laporan harus dibuat pada saat
selesainya tiap kegiatan Audit Internal dan didokumentasikan dengan baik.

10. Penyimpanan
a. Area Penyimpanan
1) Area penyimpanan hendaknya cukup luas untuk memungkinkan penyimpanan yang
memadai dari berbagai kategori baik bahan maupun produk, seperti bahan awal,
produk antara, ruahan dan produk jadi, produk yang dikarantina, dan produk yang
lulus uji, ditolak, dikembalikan atau ditarik dari peredaran.
2) Area penyimpanan hendaknya dirancang atau disesuaikan untuk menjaminkondisi
penyimpanan yang baik. Harus bersih, kering dan dirawat dengan baik. Bila
diperlukan area dengan kondisi khusus (suhu dan kelembaban) hendaknya
disediakan, diperiksa dan dipantau fungsinya.
3) Tempat penerimaan dan pengiriman barang hendaknya dapat melindungi material
daproduk dari pengaruh cuaca. Area penerimaan hendaknya dirancang dan diberi
peralatan untuk memungkinkan barang yang datangdapat dibersihkan apabila
diperlukan sebelum disimpan.
4) Area penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas secara jelas.
5) Bahan berbahaya hendaknya disimpan secara aman.
a. Penanganan dan Pengawasan Persediaan
b. Penerimaan Produk
1) Pada saat penerimaan, barang dokumenhendaknya diperiksa dan dilakukan
verifikasi fisik dengan bantuan keterangan pada label yang meliputi tipe
barang dan jumlahnya.
2) Barang kiriman harus diperiksa dengan teliti terhadap kemungkinan
terjadinya kerusakan dan atau cacat. Hendaknya ada Catatan Pertinggal untuk
setiap penerimaan barang.
c. Pengawasan
1) Catatan-catatan harus dipelihara meliputi semua catatan penerimaan dan
catatan pengeluaran produk.
2) Pengawasan hendaknya meliputi pengamatan prinsip rotasi barang (FIFO).
3) Semua label dan wadah produk tidak boleh diubah, dirusak atau diganti.

11. Kontrak Produksi dan Pengujian


Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian hendaknya secara jelas dijabarkan,
disepakati dan diawasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah dalam penafsiran di
kemudian hari, yang dapat berakibat tidak memuaskannya mutu produk atau pekerjaan. Guna
mencapai mutu-produk yang memenuhi standard yang disepakati, hendaknya semua aspek
pekerjaan yang dikontrakkan ditetapkan secara rinci pada dokumen kontrak. Hendaknya ada
perjanjian tertulis antara pihak yang memberi kontrak dan pihak penerima kontrak yang
menguraikan secara jelas tugas dan tanggungjawab masingmasing pihak. Dalam hal kontrak
pengujian, keputusan akhir terhadap hasil pengujian suatu produk, tetap merupakan tanggung
jawab pemberi kontrak. Penerima kontrak hanya bertanggungjawab terhadap pelaksanaan
pengujian sampai diperoleh hasil pengujian.

12. Penanganan Keluhan dan Penarikan Produk


a. Penanganan Keluhan
1) Hendaknya ditentukan Personil yang bertanggungjawab untuk menangani keluhan
dan menentukan upaya pengatasannnya. Bila orang yang ditunjuk berbeda dengan
personil yang diberi kewenangan untuk menangani hal tersebut, yang bersangkutan
hendaknya diberi arahan untuk waspada terhadap kasus-kasus keluhan, investigasi
atau penarikan kembali (recall).
2) Harus ada prosedur tertulis yang menerangkan tindakan yang harus diambil,
termasuk perlunya tindakan penarikan kembali (recall), bila kasus keluhan
yang terjadi meliputi kerusakan produk.
3) Keluhan mengenai kerusakan produk hendaknya dicatat secara rinci dan
diselidiki.
4) Bila kerusakan produk ditemukan atau diduga terjadi dalam suatu bets,
hendaknya dipertimbangkan kemungkinan terjadinya kasus serupa pada bets
lain. Khususnya bets lain yang mungkin mengandung produk proses ulang
dari bets yang bermasalah hendaknya diselidiki.
5) Setelah evaluasi dan penyelidikan atas keluhan, apabila diperlukan dapat
dilakukan tindak lanjut yang memadai termasuk kemungkinan penarikan
produk.
6) Semua keputusan dan upaya yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari
keluhan hendaknya dicatat dan dirujuk kepada catatan bets yang
bersangkutan.
7) Catatan keluhan hendaknya ditinjau secara periodik untuk menemukan
masalah spesifik atau masalah yang berulang yang memerlukan perhatian
dan mungkin menjadi dasar pembenaran bagi penarikan produk di peredaran.
8) Apabila terjadi kegagalan produk dan kerusakan produk yang menjurus
kepada terganggunya keamanan produk, Instansi yang berwenang hendaknya
diberitahu.
b. Penarikan Produk Hendaknya dibuat sistem penarikan kembali dari peredaran
terhadap produk yang diketahuiatau diduga bermasalah.
1) Hendaknya ditunjuk Personil yang bertanggungjawab atas pelaksanaan dan
koordinasi penarikan kembali produk termasuk personil lain dalam jumlah
yang cukup.
2) Harus disusun Prosedur Tetap penarikan kembali produk yang secara periodik
ditinjau kembali. Pelaksanaan penarikan kembali hendaknya dapat dilakukan
cepat dan efektif.
3) Catatan pendistribusian primer hendaknya segera diterima oleh orang yang
bertanggungjawab untuk melakukan penarikan kembali produk, dan catatan
tersebut harus memuat informasi yang cukup tentang distributor.
4) Perkembangan proses penarikan kembali produk hendaknya dicatat dan dibuat
laporan akhir , meliputi rekonsiliasi jumlah produk yang dikirim dan
ditemukan kembali.
5) Keefektifan pengaturan penarikan kembali produk hendaknya dievaluasi dari
waktu ke waktu.
Hendaklah dibuat instruksi tertulis yang menjamin bahwa produk yang ditarik
kembali disimpan dengan baik pada daerah yang terpisah sambil menanti
keputusan.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Produksi Sediaan dengan Cara Yang Baik


Produksi sediaan dengan cara yang baik harus mengikuti prosedur atau yang biasa
disebut standar prosedur operasional (SPO) dan didalam industri farmasi SPO yang
digunakan adalah Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk sediaan farmasi dan Cara
Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB). Salah satu aspek dalam CPKB yang memiliki
peran penting adalah sumber daya manusia (SDM). SDM harus memahami prinsip-prinsip
dalam CPKB seperti quality yaitu kualitas kosmetik, efficacy yaitu efektifitas kosmetik, dan
safety yaitu kemanan kosmetik serta persyaratan untuk pengajuran izin edar kosmetik.
Cara memproduksi obat yang baik dimulai dari tahap formulasi dengan merancang
formula sediaan, menentukan metode pembuatan yang lebih menguntungkan, evaluasi yang
akan dilakukan, merancang etiket serta kemasan dari produk yang dilakukan oleh apoteker
bagian Research and Development (RnD). Tahap formulasi yang telah selesai dan baik
dapat dilakukan proses produksi oleh bagian produksi yang dipimpin oleh Apoteker dimana
ini dilakukan mulai dari proses sejak bahan baku mulai ditimbang oleh departemen gudang
hingga pengemasan produk ruahan yang kemudian akan disimpan ke gudang finished good.
Proses pengolahan tersebut dilaksanakan sesuai dengan jadwal produksi bulanan yang
telah disusun oleh departemen PPIC. Selama dan setelah proses produksi akan dilakukan
kontrol teradap kualitas produk untuk selalu memastikan proses produksi berjalan dengan
baik serta menghasilkan produk yang baik.Apoteker yang bertanggungjawab atas
departemen QC akan selalu melakukan kontrol atau pengawasan terhadap mutu suatu
produk. Apoteker departemen QC akan dibantu oleh unit-unit yang dimiliki, terdiri dari
beberapa unit yaitu QC bahan awal, QC In Process Control (IPC) dan QC bahan
kemas.Quality Control (QC) bahan awal akan melakukan pemeriksaan terhadap bahan
awal. Bahan awal baik berupa zat aktif maupun zat tambahan yang datang dari pemasok
diterima oleh petugas gudang. Pihak gudang akan memeriksa kelengkapan dokumen, antara
lain berupa surat jalan, Purchasing Order (PO), sertifikat analisis bahan (CoA) dari bahan
awal tersebut serta tampilan fisik, kesesuaian label dengan bahan dan kondisi bahan awal.
Bila kelengkapan dokumen telah tersedia dan pemeriksaan secara fisik telah memenuhi
syarat, maka gudang akan membuat BPB (Bukti Penerimaan Barang).
BPB terdiri dari 4 rangkap yang kesemuanya diberikan kepada departemen QC untuk
dilakukan analisa dan untuk setiap bahan awal dibuat nomor kontrol oleh warehouse.
Pengendalian kualitas produk sabun cair antiseptik dari produk awal (ketika proses produksi
masih berjalan) hingga produk ruahan dilakukan oleh QC IPC. Pada kegiatan ini yang
melakukan sampling pada saat proses produksi adalah operator dari departemen produksi.
Hal ini bertujuan untuk meminimalisir intensitas orang keluar masuk dari ruang
produksi yang dapat menyebabkan cross contamination. Setelah sampel diambil, operator
menyerahkan kepada pihak analis QC IPC yang akan membawanya ke QC untuk dianalisa
lebih lanjut.Unit QC bahan kemas memiliki tanggung jawab yaitu malakukan pelulusan
atau penolakan (disposisi) barang masuk/incoming material, melakukan IPC pengemasan
primer dan sekunder, dan menyimpan retain sample produk jadi.Apoteker pada departemen
QA akan bertanggungjawab terhadap terhadap pereleasan produk jadi, penyimpanan dan
pemusnahan batchfile, penanganan penyimpangan batch, penanganan keluhan, barang
kembalian dan penarikan kembali produk, pengkajian produk tahunan (PPT), pembuatan
Certificate of Analysis (COA), dan validasi dengan selalalu memastikan quality (kualitas),
efficacy (efektivitas) dan safety (keamanan) dari produk yang telah di buat oleh bagian
produksi dengan menjamin semua produk sesuai dengan ketentuan-ketentuan pada CPOB.

3.2. Komponen dan Formulasi Sabun Cair Antiseptik


Jumlah (%)
Komponen
Bahan F3 Karakteristik Bahan
(fungsi) F1 F2
(Kel. 3)
Ekstrak
30     kental pahit, berwarna kehijau tua, bau khas
Daun pepaya

Zat aktif Ekstrak kental, Bau khas, rasa agak pahit, berwarna
  5  
Daun Kersen kehijauan dan hijau kehitaman

Ekstrak kental, Bau khas, rasa agak pahit, berwarna


    5
Daun Kersen kehijauan dan hijau kehitaman
Cairan, kuning pucat atau kehijauan; bau lemah,
M. Zaitun 30     tidak tengik, rasa khas, pada suhu rendah
sebagian atau seluruhnya membeku
Virgin
Basis   25   Sedikit kentl, berwana kuning pucat, bau khas
Coconut Oil

Cairan, kuning pucat atau kehijauan; bau lemah,


M. Zaitun     25 tidak tengik, rasa khas, pada suhu rendah
sebagian atau seluruhnya membeku

Massa berbentuk batang, pellet atau bongkahan,


KOH 16    
putih, sangat mudah meleleh
Massa berbentuk batang, pellet atau bongkahan,
Alkali putih, sangat mudah meleleh
KOH   6,85  
agent

   
Cairan kental tidak berwarna hingga kuning
TEA     3
pucat, bau lemah, mirip amonia, higroskopis

CMC 1     Serbuk berwarna putih, tidak berasa, bergranul

Suspending Serbuk putih, tidak berbau dan tidak memiliki


HPMC   2  
agent rasa, larut dalam air

Serbuk putih, tidak berbau dan tidak memiliki


HPMC     2
rasa, larut dalam air

Antioksida Hampir putih, serbuk kristal atau kekuningan,


BHA 1    
n berbau aromatic
Hampir putih, serbuk kristal atau kekuningan,
BHT   0,05  
berbau aromatic

Hampir putih, serbuk kristal atau kekuningan,


BHT     0,05
berbau aromatic

Berupa hablur, kecil, berwarna putih atau kuning


SLS 1    
muda; agak berbau khas

Surfaktan Berupa hablur, kecil, berwarna putih atau kuning


SLS   5  
muda; agak berbau khas

Berupa hablur, kecil, berwarna putih atau kuning


SLS     5
muda; agak berbau khas
Asam stearat adalah asam keras, putih atau
Asam
0,5     kuning samar-samar berwarna, agak glossy
stearate
padat, kristal atau serbuk putih atau kekuningan.
Asam stearat adalah asam keras, putih atau
Asam
Emulgator   5   kuning samar-samar berwarna, agak glossy
stearate
padat, kristal atau serbuk putih atau kekuningan.
Asam stearat adalah asam keras, putih atau
Asam
    5 kuning samar-samar berwarna, agak glossy
stearate
padat, kristal atau serbuk putih atau kekuningan.
Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa
Gliserin   5   manis; hanya boleh berbau khas lemah (tajam
atau tidak enak).
Humektan
Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa
Gliserin   5 manis; hanya boleh berbau khas lemah (tajam
atau tidak enak).
Cairan tidak berwarna atau kuning pucat, bau
Anisi Sintetis 2     khas aromatik, rasa agak manis, jikas sejuk
menghablur
Pewangi Larutan berwarna kuning pucat, bau menyerupai
Oleum rose   Qs  
bunga mawar, rasa khas
larutan berwarna kuning pucat, bau menyerupai
Oleum rose     Qs
bunga mawar, rasa khas
Cairan tidak berwarna, kuning pucat atau kuning
Zat
Menthol oil     Qs kehijauan, aromatik, rasa pedas dan hangat
Tambahan
kemudian dingin.
Ad Ad Ad
Pelarut Aquades Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
50ml 100ml 100ml

F1 F2 F3

Karakterist
ik sediaan
Berbentuk cairan kental, bau
Berbentuk cair, bau dan Berbentuk cair, warna hijau
khas rossae, warna coklat
warna hijau kehitaman, busa kehitaman dan konsentrasi
kehitaman, homogenitas yang
banyak , memiliki daya cairan kental dan busa banyak,
baik, pH yang memenuhi
hambat bakteri memiliki daya habat bakteri
syarat, busa yang banyak
Methol oil (zat tambahan), asam
ekstrak daun papaya ( zat stearate(pemecah ikatan sabun
virgin coconut oil, kalium
aktif dan antiseptik), minyak degan gliserol), kalium
hidroksida (surfaktan), asam
zaitun (agen pengakali dan hidroksida (surfaktan), sodium
stearate(pemecah ikatan sabun
saponifikasi), kalium lauryl sulfat (surfaktan), HPMC
degan gliserol), sodium lauryl
hidroksida (surfaktan), (Suspending agent), gliserin
sulfat (surfaktan), gliserin
Komponen sodium lauryl sulfat (humektan), minyak zaitun
(humektan), ekstrak daun
sediaan (surfaktan), asam (agen pengakali dan
kersen ( zat aktif dan anti
stearate(pemecah ikatan saponifikasi), TEA (agen
septic), HPMC (suspending
sabun degan gliserol), BHA pengalkali), BHT (pengawet dan
agent), BHT (pengawet dan
(pengawet dan antioksidan), antioksidan), ekstrak daun
antioksidan), Oleum rosae
CMC (pengemulsi), anisi kersen (zat aktif dan antiseptik),
( pengharum)
sistesis (pengawet) parfum Rossae (pengharum),
Aqua dest (pelarut).

Metode Metode Laboratorium Metode Laboratorium Metode Batch

Pengujian Organoleptik,
Pengujian Organoleptik, Fisik : organoleptis,
Pengujian Homogenitas,
Pengujian pH, Pengujian homogenitas, viskositas, bobot
Pengujian Ketidak sukaan,
Evaluasi tinggi busa, Pengujian bobot jenis, stabilitas busa, iritasi kulit,
pengujian pH, Pengujian
jenis, dan daya hambat uji anti jamur, Kimia: pH, dan
Tinggi Busa, Pengujian
bakteri daya hambat bakteri
Viskositas,

3.3. Perbandingan Karateristik Hasil Evaluasi (F1,F2,F3)


Pada formula 1 sabun mandi antiseptik dengan ekstrak pepaya dengan hasil evaluasi
menunjukan profil sediaab sabun mandi antiseptik yang baik didukung dengan uji
organoleptik menunjukan bahawa sabun berbentuk kental, berwana hijau kehitaman dan
beraroma khas anisi, memiliki bobot jenis 1,0019 g/ml, pH 10,46, serta tinggi busa 35 mm
dan memiliki daya hambat bakteri sebanyak 40 koloni dari 68 koloni
Pada formula 2 sabun mandi antiseptik dengan ekstrak daun kersen dengan hasil
evaluasi menunjukan profil sediaab sabun mandi antiseptik yang baik didukung dengan uji
organoleptik sabun berbentuk kental, berwarna coklat kehitaman dan bau khas rossae, uji
homogenitas menunjukan homogen, uji viskositas 1,50-14,10 dPa.s. pH menunjukan 9,5, uji
tinggi dan keseetabilan busa 72,45 mm, dan memiliki daya hambat bakteri Staphylococcus
aureus
Pada formula 3 pengembangan dari formula 1 dan formula 2, menggunakan ekstrak
daun kersen serta memiliki komponen yang hampir sama, namun pada formulasi 3
ditambahan menthol sebagai zat tambahan yang berguna untuk memberikan rasa cool/ sejuk
pada saat ataupun setelah menggunakan sabun mandi antiseptik, serta penambahan TEA yang
berguna untuk alkali agent, dengan hasil evaluasi menunjukan profil sediaab sabun mandi
antiseptik yang baik didukung dengan uji organoleptik berwarna coklat kehitaman, bau khas
oleum rosae dan bentuk cairan kental, uji bobot jenis memiliki kisaran 1,043 g/ml, uji pH 8,31
dan uji tinggi dan kesetabilan busa 32 mm, dan memiliki daya hambat bakteri Staphylococcus
aureus.

3.4. Pengadaan dan Alur Pengadaan Bahan Baku


3.4.1. Pengadaan Bahan Baku
Permintaan bahan baku dilakukan oleh bagian Production Planning and Inventory
Control (PPIC) yang dikepalai oleh Apoteker dengan cara mengeluarkan Surat MPR
(Material Purchase Requisition), Surat tersebut kemudian diserahkan ke bagian Purchasing,
kemudian bagian purchasing, melakukan pembelian sesuai dengan kebutuhan. Bagian
purchasing melakukan pembelian sesuai dengan pemasok yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pembelian barang dilakukan oleh bagian purchasing dengan cara mengeluarkan
Purchase Order (PO) yang diserahkan ke pemasok dan sudah mendapatkan persetujuan dari
Plant Manager yang dikepalai oleh Apoteker.Bahan yang diterima dari pemasok kemudian
dilakukan pemeriksaan dan pengujian bahan baku yang dilakukan oleh Quality Control
(QC) yang dikepalai oleh Apotekerkemudian dilakukanverifikasi secara fisik seperti
identitas pemasok, jenis dan jumlah kemasan, kondisi kemasan (bocor, rusak, kotor, dan
lainlain) dan tersedianya sertifikat analisis/ Certificate of Analysis (CoA), dari produsen
bahan awal.
PPIC (Apoteker)

Material Purchase
Requisition (MPR)

Purchasing Departemen

 PemilihanPemasok
 Penawaran Harga
Purchase Order

Disetujui oleh
Manager (Apoteker)

Pemasok

3.4.2.Alur Penerimaan Bahan Baku

Supplier

Bahan baku datang digudang

Cek standarisasi dokumen DIKARANTINA


(sesuai)

Sampling oleh QC (Apoteker)

Tidak memenuhi syarat Memenuhi syarat

DITOLAK DILULUSKAN
Bahan baku yang baru datang dicek dokumennya apakah sudah memenuhi syarat
atau tidak, jika tidak maka akan tolak selanjutnya akan dilakukan retur barang,
jika sudah sesuai maka bahan baku diberi label berwarna kuning dan kemudian
dikarantina. Setelah dikarantina, bahan baku akan disampling untuk uji. Jika
tidak lolos uji, bahan baku diberi label merah (reject). Jika lolos uji, bahan akan
diberi label hijau (release), yang artinya bahan baku tersebut siap untuk
dijadikan bahan produksi. Bahan baku yang sudah lulus stiker hijau selanjutnya
disimpan digudang dan sudah menjadi stok gundang bahan baku. Pelabelan ini
berguna untuk mencegah terjadinya mix up (campur baur) yang mana bahan
baku salah ambil sehingga akan merusak mutu produk

3.5. Produksi Sabun Mandi Antiseptik (Alur Proses Produksi, Evaluasi


Pengemasan, Penyimpanan dan Distribusi)
3.5.1. Alur Proses Produksi Sabun Mandi Antiseptik

Penyerahan bahan pengemas Penyerahan bahan baku

Botol Penimbangan

Pencucian Pencampuran QC:


Organoleptik
Kimia
Pengeringan Fisika
Filling Mikrobiologi

Pengemasan

Cek IPC
Labeling Penampilan
Kelengkapan
Penandaan
Karantina

Produk Jadi
1. Penyerahan bahan baku oleh perasonel yang berwenang sesuai dengan prosedur yang
telah disetujui. Catat semua transaksi masuk dan keluar barang yang disimpan dengan
baik dan benar agar mempermudah dalam mengetahui stok bahan baku
2. Penimbangan bahan awal oleh personil yang berwenang sesuai prosedur tertulis untuk
memastikan bahan yang benar yang ditimbang atau diukur dengan akurat ke dalam
wadah yang bersih dan diberi label dengan benar
3. Alat timbang diverifikasi setiap hari sebelum dipakai untuk membuktikan bahwa
kapasitas, ketelitian dan ketepatannya memenuhi persyaratan sesuai denganjumlah bahan
yang akan ditimbang.
4. Setiap tahap proses, produk dan bahan harus dilindungi terhadap pencemaran mikroba
dan pencemaran lain. Dan untuk menghindarkan terjadinya kecampurbauran,
pencemaran silang, hilangnya identitas dan keraguan, maka hanya bahan awal, produk
antara dan produk ruahan yang terkait dari satu bets saja yang boleh ditempatkan dalam
area penyerahan. Setelah penimbangan, penyerahan dan penandaan, bahan awal, produk
antara dan produk ruahan hendaklah diangkut dan disimpan dengan cara yang benar
sehingga keutuhannya tetap terjaga sampai saat pengolahan berikutnya.
5. Kegiatan pembuatan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan bersamaan atau
berurutan di dalam ruang yang sama kecuali tidak ada risiko terjadinya kecampur bauran
ataupun cemaran silang.
6. Kondisi lingkungan di area pengolahan harus dipantau dan dikendalikan agar selalu
berada pada tingkat yang dipersyaratkan untuk kegiatan pengolahan. Sebelum kegiatan
pengolahan dimulai hendaklah diambil langkah untuk memastikan area pengolahan
danperalatan bersih dan bebas dari bahan awal, produk atau dokumen yang tidak
diperlukan untuk kegiatan pengolahan yang akan dilakukan.
7. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa dan dinyatakan
bersih secara tertulis sebelum digunakan.
8. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis.
9. Tiap penyimpangan hendaklah dipertanggung jawabkan dan dilaporkan
10.Wadah dan tutup yang dipakai untuk bahan yang akan diolah, produk antara dan produk
ruahan hendaklah bersih dan dibuat dari bahan yang tepat sifat dan jenisnya untuk
melindungi produk atau bahan terhadap pencemaran atau kerusakan
3.6. Evaluasi Produksi Sabun Mandi Antiseptik
Dalam tahap-tahap produksi terdapat beberapa evaluasi yang dilakukan untuk
memastikan sediaan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Beberapa evaluasi In Process
Control(IPC) dan pada saat sediaan sudah dikemas atau pada tahap akhir pembuatan (uji
mutu farmasetik sediaan). Evaluasi IPC meliputi pemerian, bau, angka penyabunan, berat
jenis, viskositas, angka keasaman, indeks refraktif, angka iodin dan uji mikrobiologi yang
dilakukan QC dikepalai oleh Apoteker

3.7. Pengemasan Produk Sabun Antiseptik


Produk jadi. Pengemasan sabun mandi antiseptik harus memenuhi persyaratan,
yaitu sabun harus transparan.Pengemasan menggunakan mesin dibuat model in-line
dengan urutan mesin labelling, mesin printing untuk kemasan sekunder dan mesin
sealing master box. Proses kritis dari pengemasan sekunder sehingga memerlukan
perhatian yaitu proses labeling dan printing. Proses labeling adalah proses
penempelan identitas pada produk yang berisi nama produk, kandungan sediaan,
netto, barcode, dan peringatan produk dan proses proses printing dilakukan dengan
printer dengan warna tinta yang tidak mudah terhapus oleh udara atau gesekan, yang
dicetak adalah nomor batch, jam produksi, dan expireddate. Hasil printing yang tidak
bagus (miring/abur), dapat dilakukan reprinting. Pengemasan sekunder masih
dilakukan dengan bantuan tenaga manusia dengan dimasukkan secara manual dalam
box kemasan. Kemasan yang sudah dilabeling dan diprinting lalu dimasukkan ke
dalam master box dan ditutup dengan lakban. Master box dilabel dan selanjutnya
diserah terimakan ke bagian gudang. Beberapa informasi tercantum pada master box
antara lain, terlindung dari cahaya, cara menyusun, jangan memakai alat pengait, dan
maksimal tumpukan, yang memiliki tujuannya untuk menghindari kerusakan selama
penyimpanan atau pendistribusian. Tahap pengemasan sekunder dilakukan in-process
control dengan memeriksa hasil dari printed material. Pengemasan
dipertanggungjawabkan oleh Manager QC (Apoteker).

3.8. Penyimpanan Produk Sabun Antiseptik


Produk sediaan Sabun Mandi Antiseptik disimpan dalam wadah “Tertutup baikt”,
produk jadi yang disimpan harus terhindar dari sinar matahari secara langsung pada suhu
ruang Max 30℃, harus dicek no.bets dan expired date produk dan sebelum digunakan.
Penyimpanan dipertanggungjawabkan oleh Manager QA (Apoteker).
3.9. Distribusi Produk Sabun Antiseptik
Proses distribusi produk jadi kepada distributor atau PBF dilakukan berdasarkan
packing list yang dikeluarkan oleh bagian marketing. Dalam hal ini distributor akan
mengirimkan order ke bagian marketing, kemudian marketing akan memasukkan data
pesanan dari distributor (placement order), setelah itu akan dikeluarkan packinglist-nya.
Packing list ini kemudian akan dihitung nilai rupiah dari barang yang akan didistribusikan
oleh bagian keuangan, sedangkan dari petugas gudang akan menyiapkan barang yang
diminta dan order distributor harus sudah sesuai dengan multipack berdasarkan packing list
yang diterima. Setelah barang yang diminta sudah siap, maka akan dibuat surat pengiriman
ke distributor. Setelah itu, bagian gudang pengiriman barang jadi akan melakukan
pemotongan stock secara fisik dan melakukan pemotongan stok barang yang ada di dalam
sistem (shipment) lalu bagian keuangan akan mencetak invoice. Kemudian barang tersebut
akan diserahkan kepada distributor sesuai dengan jadwal yang ditentukan dan proses
penyerahan barang ke distributor dilakukan di ruang transito untuk dilakukan cross check
kesesuaian barang. Distribusi dipertanggungjawabkan oleh Manager QA (Apoteker).

3.10. Evaluasi formula sediaan sabun mandi cair antiseptik yang dibuat
Hasil pengujian formulasi 3 sediaan sabung mandi cair antiseptik dengan
metode pembuatan secara bets dari ekstrak daun kersen 5 % serta memiliki komponen
yang hampir sama. Karakteristik formula 3 dapat dilihat dari uji organoleptik berwarna
coklat kehitaman, bau khas oleum rosae dan bentuk cairan kental, uji bobot jenis memiliki
kisaran 1,043 g/ml, uji pH 8,31 dan uji tinggi dan kesetabilan busa 32 mm, dan memiliki daya
hambat bakteri Staphylococcus aureus.
Komponen Formula 3 mengandung methol oil (zat tambahan), asam stearate(pemecah
ikatan sabun degan gliserol), kalium hidroksida (surfaktan), sodium lauryl sulfat (surfaktan),
HPMC (Suspending agent), gliserin (humektan), minyak zaitun (agen pengakali dan
saponifikasi), TEA (agen pengalkali), BHT (pengawet dan antioksidan), ekstrak daun kersen
(zat aktif dan antiseptik), parfum Rossae (pengharum), Aqua dest (pelarut).
Pada formula 3 ditambahkan menthol ditambahan menthol sebgai zat tambahan yang
berguna untuk memberikan rasa cool/ sejuk pada saat ataupun setelah menggunakan sabun
mandi antiseptik dan TEA yang berguna untuk alkali agent, untuk menstabilkan pH pada
sabun.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
1. Cara memproduksi sediaan sabun yang baik dimulai dari tahap formulasi dengan
merancang formula sediaan, menentukan metode pembuatan, evaluasi dan merancang
etiket serta kemasan dari produk. Proses formulasi dilakukan oleh Apoteker pada
departemen R&D, kemudian dilakukan produksi mulai dari proses sejak bahan baku
mulai ditimbang hingga pengemasan produk yang kemudian disimpan ke gudang sebagai
finished good akan dilakukan oleh Apoteker departemen produksi dengan dilakukan
evaluasi selama proses dan setelah proses yang dilakukan oleh apoteker departemen QC.
Tahap akhir apoteker departemen QA akan memastikan quality (kualitas), efficacy
(efektivitas) dan safety (keamanan) dari produk yang telah di buat oleh bagian produksi
dengan menjamin semua produk sesuai dengan ketentuan-ketentuan pada CPKB.
2. Komponen yang digunakan dalam pembuatan sabun mandi antiseptik yang baik terdiri
dari methol oil (zat tambahan), asam stearate(pemecah ikatan sabun degan gliserol),
kalium hidroksida (surfaktan), sodium lauryl sulfat (surfaktan), HPMC (Suspending
agent), gliserin (humektan), minyak zaitun (agen pengakali dan saponifikasi), TEA (agen
pengalkali), BHT (pengawet dan antioksidan), ekstrak daun kersen (zat aktif dan
antiseptik), parfum Rossae (pengharum), Aqua dest (pelarut).
3. Alur Pengadaan bahan baku dan alur diawali dengan permintaan bahan baku
yangdilakukan oleh bagian Production Planning and Inventory Control (PPIC) yang
dikepalai oleh Apoteker dengan cara mengeluarkan Surat MPR (Material Purchase
Requisition), Surat tersebut kemudian diserahkan ke bagian Purchasing, kemudian bagian
purchasing, melakukan pembelian sesuai dengan kebutuhan. Pembelian barang dilakukan
oleh bagian purchasing dengan cara mengeluarkan Purchase Order (PO) yang diserahkan
ke pemasok dan sudah mendapatkan persetujuan dari Plant Manager yang dikepalai oleh
Apoteker.Bahan yang diterima dari pemasok kemudian dilakukan pemeriksaan dan
pengujian bahan baku yang dilakukan oleh Quality Control (QC) yang dikepalai oleh
Apoteker.
4. Pada proses produksi sediaan sabun cair antiseptik, terdapat tahapan yang harus
dilakukan yaitu dimulai dengan menentukan formula, menyiapkan dan melakukan
penimbangan bahan, kemudian mencampurkan semua bahan dengan menggunakan
Metode Batch. Dalam proses ini menjadi tanggung jawab Manager Produksi dan Manager
QC yaitu Apoteker. Selanjutnya dilakukan evaluasi (uji organoleptik, uji bobot jenis, uji
pH, pengujian tinggi dan kestabilan busa dan uji antibakteri) Selanjutnya dilakukan
pengemasan, labeling, karantina (sampai diluluskan oleh QC yang dikepalai oleh
Apoteker) dan menjadi produk jadi.
5. Hasil formulasi sabun mandi antiseptik yang dibuat adalah sabun mandi antiseptik dibuat
dengan metode bets. Dari evaluasi sediaan sabun mandi antiseptik sediaan berbenuk cair,
dan berwana coklat kehitaman yang didapat dari ekstrak daun kersen dan memiliki rasa
dingin tau sejuk yang diperoleh dari mentholl, serta memiliki bau rosse yang khas, dan
memilihi bobot jenis 1,043 g/ml, dan pH 8,31, serta pengujian dan kestabilan tinggi busa
yaitu 32 mm, dan memiliki daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus

4.2. Saran
Sebaiknya sabun cair harus memiliki penampilan yang bagus dan mudah digunakan
serta stabil. Untuk itu pemilihan bahan-bahan dan penentuan jumlahnya dalam formulasi
harus diperhitungkan dengan baik. Uji evaluasi terutama antibakteri sangat diperlukan untuk
sediaan sabun cair antiseptik sehingga tujuan dari penggunaannya tercapai .
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia :
Jakarta.
Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia edisi empat Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Depkes RI. 1996. Mutu dan Cara uji sabun mandi. Jakarta; Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan.
Formulasi Dan Uji Aktivitas Antibakteri Sabun Cair Dari Ekstrak Daun Kersen (Muntingia Calabura
L)Terhadap Bakteri Staphylococcus AureusMunifatul Lailiyah1)*,Dwi Rahayu2)
Formulasi Sediaan Sabun Antiseptik Ekstrak Daun Pepaya Carica papaya Megi A. Sahambangung1*,
Olvie S. Datu1, Gideon A.R. Tiwow1, Nerni O. Potolangi2.
Rowe, C.R, Paul, J.S., dan Owen S.C. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients Fith Edition.
Washington : Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association.
Rowe, C.R, Paul, J.S., dan Marian E.Q. 2006. Handbook Of Pharmaceutical Sixth Edition.
Washington : Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association.
Standar Nasional Indonesia. 1994. 06-3532-1994. Standar Mutu Sabun Mandi. Jakarta: Dewan
Standardisasi Nasional.
Wasitaatmadja, S. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta; Penerbit Universitas Indonesia.
KapalaBadan PengawasanObatdanMakanan.2010. Pedoman Cara PembuatanKosmetik yang Baik.
Jakarta.
Anonim. 2000. The Way Al Makes Soap. [Online]. http://waltonfeed.com/old/soap/soap.html
http://sabunkesehatankulit.blogspot.co.id/2016/01/sabun-cair-yang-bagus-dan-aman-bagi.htmldiakses
pada 20 Oktober 2017
http://kimiadankehidupan.blogspot.co.id/2011/04/industri-pembuatan-sabun-dan-deterjen_21.html
diakses pada 20 Oktober 2017
Standar Nasional Indonesia. 1994. 06-3532-1994. Standar Mutu Sabun Mandi. Jakarta: Dewan
Standardisasi Nasional.
Rowe, C.R, Paul, J.S., dan Owen S.C. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients Fith Edition.
Washington : Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association.
Rowe, C.R, Paul, J.S., dan Marian E.Q. 2006. Handbook Of Pharmaceutical Sixth Edition.
Washington : Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association.
Fierer N, Costello EK, Lauber CL, Hamady M, , Gordon JL, et al. (2009). Bacterial variation in
human body habitats across space and time. Science 326: 1694-1697,
doi:10.1126/science.1177486.
Kemenkes, 2014. Infodatin : Hari Mencuci Tangan Sedunia. Jakarta : Dapartemen Kesehatan RI.
Maria Tuntun. 2016. Uji Efektivitas Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap Pertumbuhan
Bakteri Escherichia coli Dan Staphylococcus aureus. Jurnal Kesehatan, Volume VII, Nomor
3, November 2016 hlm 497-502
Morse, A. S., Butel, J,S., Brooks,G. F. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit Salemba Medika,
Jakarta.
Arum Yp, Supartono, Sudarmin. 2012. Isolasi Dan Uji Daya Antimikroba Ekstrak Daun Kersen
(Muntingia Calabura). Jurnal Mipa 35 (2): 165-174 (2012)
angingi, R., Momuat, L.I., dan Kumaunang, M.G., 2012. Pembuatan Sabun Mandi Padat dari VCO
yang Mengandung Karotenoid Wortel, Jur.MIPA UNSRATOnline, 1 (1), 20-23.
rasetyo, Hadi Sasongko. 2013. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 70% Daun Kersen (Muntingia
calabura L.) Terhadap Bakteri Bacillus Subtilis Dan Shigella Dysenteriae Sebagai Materi
Pembelajaran Biologi Sma Kelas XUntuk Mencapai Kd 3.4 Pada Kurikulum 2013.Jupemasi-
Pbio Vol. 1 No. 1 Tahun 2014, Issn: 2407-1269
Sinko, P.J., 2006. Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaeutical Science: Physical Chemical and
Biopharmaceutical Sciences, 5th edition.Lippicott William and Wilkins, Phildelpia.
Wasitaatmaja, Syarif M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta : Universitas Indonesia.
Wasitaatmaja, Syarif M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta : Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai