Anda di halaman 1dari 3

Penatalaksanaan jerawat (acne vulgaris) meliputi regimen topikal dan sistemik.

Penatalaksanaan harus pula memikirkan segi estetika selain dari


kuratif.

Penatalaksanaan jerawat harus diarahkan untuk mengatasi berbagai patogenesis dari timbulnya jerawat tersebut. Klasifikasi tingkat keparahan
acne juga dapat membantu dalam menentukan perawatan yang paling tepat [1].

Secara umum, terdapat empat prinsip untuk penatatalaksanaan jerawat berdasarkan faktor patogennya, yaitu [2]:

1. Memproduksi efek antiinflamasi

2. Memperbaiki perubahan pola dari keratinisasi folikular

3. Mengurangi aktivitas kelenjar sebasea

4. Mengurangi populasi P. acnes sebagai bakteri penyebab dan menghambat produksi produk inflamasi ekstrasel
South-East Asia Study Alliance (SASA) Group yang terdiri dari 13 pakar dermatologis dari 6 negara di Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam) telah mengembangkan sebuah panduan nasional penatatalaksanaan jerawat. Panduan ini didasari
oleh klasifikasi acne berdasarkan keparahannya sesuai klasifikasi ACC (The American Academy of Dermatology Acne Consensus Conference).
Tabel 3 Penatalaksanaan Jerawat (Acne Vulgaris) Berdasarkan Derajat Keparahan
Ringan Sedang Berat
Oral antibiotiks
(doxycycline,
tetracycline, Oral isotretinoin setelah
minocycline, gagal 6–8-minggu
lymecycline, penggunaan antibiotik
Topikal retinoids erythromycin) + topikal yang dikombinasi
(tretinoin, isotretinoin, retinoids + topikal BPO dengan retinoid dan
adapalene) (Benzoyl peroxide) BPO topikal
Topikal BPO
(Benzoyl peroxide)
Topikal retinoid
+BPO
Topikal retinoid dan
BPO ± topikal
Rekomendasi antibiotik*
Topikal salicylic
acid, azelaic acid,
topikal sulfur, Terapi hormon sesuai
dan azelaic indikasi pada wanita
acid dengan topikal (kontrasepsi oral ± anti-
Alternatif sulfur Topikal salicylic acid androgen)
Azelaic acid
Terapi hormon sesuai
indikasi pada wanita
(kontrasepsi oral ± anti-
androgen)
Topikal
Pemeliharaan retinoid ± BPO Topikal retinoid ± BPO Topikal retinoid ± BPO
*Topikal antibiotik sebaiknya tidak digunakan sebagai monoterapi. BPO + topikal retinoid
kombinasu tetap dapat digunakan. BPO (benzoyl peroxide). [12]
Tatalaksana Topikal
Tatalaksana topikal pada jerawat (acne vulgaris) dapat meliputi penggunaan topikal retinoid, antibiotik, maupun benzoyl peroxide (BPO).

Retinoid

Retinoid topikal adalah terapi dasar atau lini pertama untuk semua pasien jerawat (acne vulgaris) kecuali pada pasien dengan tingkat keparahan
yang berat. Retinoid adalah turunan vitamin A, bersifat antiinflamasi, dan komedolitik, bekerja dengan cara menormalisasi hiperproliferasi
folikular dan hiperkeratinisasi.
Retinoid topikal memfasilitisasi masuknya agen topikal lain seperti antibiotik dan BPO (benzoyl peroxide) agar dapat berpenetrasi ke unit
pilosebasea di bagian yang lebih dalam. Setelah masalah jerawat teratasi, retinoid digunakan sebagai terapi pemeliharaan untuk mencegah
timbulnya komedo. Retinoid digunakan dengan cara mengaplikasikan 1 kali sehari pada kulit yang telah dibersihkan dan dikeringkan.

Retinoid menipiskan stratum korneum sehingga kulit menjadi sensitif terhadap sinar matahari. Pada pasien yang menggunakan obat ini, harus
selalu memakai sunblock. Efek samping yang dapat timbul berupa iritasi, kemerahan, kulit kering, rasa terbakar dan gatal.
Adapalene, tazarotene, dan tretinoin adalah jenis retinoid topikal yang paling sering digunakan.

 Adapalene 0.1% dan 0.3% Tersedia dalam bentuk sediaan gel, krim dan larutan. Diaplikasikan 1 kali/hari pada malam hari

 Tretinoin topikal tersedia dalam bentul larutan, gel (0.025%, 0.01%, 0.0375%, 0.075%) dan krim (0.1%, 0.05%, 0.025%). Diaplikasikan tipis 1
kali/hari pada malam hari

 Tazarotene 0.1%, 0.05% tersedia dalam bentul gel, krim dan larutan. Diaplikasikan 1 kali/hari pada sore atau malam hari

 Adapalene 0.1% dapat dikombinasikan dengan BPO 2.5%. [1,2,12,15, 25-28]

Antibiotik

Antibiotik topikal digunakan pada jerawat (acne vulgaris) karena efeknya dalam mengatasi P. Acnes dan juga efek antiinflamasinya. Antibiotik
topikal tidak digunakan sebagai monoterapi. Kombinasi antibiotik topikal dengan retinoid topikal dilaporkan memberi hasil yang lebih baik dan
jangka waktu terapi lebih pendek. Untuk mengurangi kemungkinan resistensi, penggunaan dapat dikombinasikan dengan benzoyl peroxide.
Penggunaan bersamaan antibiotik topikal dan oral sebaiknya dihindari.
Antibiotik topikal yang sering digunakan:

 Klindamisin 1% dalam sediaan gel dan larutan merupakan terapi pilihan untuk acne, diaplikasikan 1-2 kali/hari

 Eritromisin 2% dan 1,5% tersedia dalam sediaan gel, krim, cairan, dan swab untuk aplikasi 2 kali/hari, namun eritromisin lebih mudah
menyebabkan resistensi bakteri Acnes dan Cutaneous Staphylococci
 Kombinasi antibiotik topikal dengan BPO yang dianjurkan adalah Eritromisin 3%/BPO 5%, atau Klindamisin 1%/BPO 5%, atau Klindamisin
1%/BPO 3.75%

 Kombinasi antibiotik topikal dengan retinoid yang bisa digunakan adalah Klindamisin 1,2% / tretinoin gel 0.025% [1,2,27-31]

Benzoyl Peroxide

Benzoyl peroxide bersifat antimikroba, antiinflamasi dan komedolitik. Obat ini tidak menyebabkan resistensi bakteri. Obat ini tersedia dalam
bentuk sediaan gel, krim, lotion, cairan, batang dan foam dengan konsentrasi 10%, 5%, dan 2,5%. Efek samping obat ini adalah dapat
menyebabkan dermatitis kontak alergi dan iritan. [32-34]
Pengobatan Sistemik
Pengobatan sistemik yang umum digunakan pada penatalaksanaan jerawat (acne vulgaris) adalah antibiotika oral. Terkadang juga bisa digunakan
terapi hormonal ataupun isotretinoin oral.

Antibiotik Oral

Antibiotika oral biasa digunakan pada pengobatan jerawat (acne vulgaris) dengan tingkat keparahan sedang ke berat. Obat ini biasanya
dikombinasikan dengan retinoid topikal dan BPO, dan tidak dikombinasikan dengan antibiotik topikal.

Berdasarkan SASA Group, antibiotik oral yang direkomendasikan dan tersedia di Indonesia adalah tetrasiklin, doksisiklin,minosiklin, eritromisin
Golongan Tetrasiklin (Tetrasiklin, Minosiklin, Doksisiklin) sebagai terapi lini pertama tapi pengunaannya dikontraindikasikan pada ibu hamil,
anak di bawah umur 8 tahun, dan pada pasien yang alergi terhadap tetrasiklin

Tetrasiklin dapat digunakan dengan dosis 500mg/hari-1000mg/hari sebelum makan dengan dosis terbagi, dosis bisa diturunkan sampai
250mg/hari setelah terdapat perbaikan. Dosis 1500-3500mg/hari digunakan pada kasus acne yang berat. Efek samping obat ini adalah
menyebabkan keterlambatan pertumbuhan tulang pada fetus dan dapat meninggalkan noda kuning pada gigi. Jumlah kejadian resistensi antibiotik
juga tinggi pada penggunaan tetrasiklin.

Doksisiklin dan Minosiklin lebih efektif untuk mengobati acne dibandingkan tetrasiklin, tapi tidak ada yang lebih superior di antara keduanya.
Doksisiklin digunakan pada dosis 2 x 50 – 100 mg/hari, dan minosiklin pada dosis 100 – 200 mg/hari dengan dosis terbagi. Efek samping
dosisiklin berupa reaksi fotosensitivitas. Efek samping minosiklin berupa blue-black pigmentation dan pada kasus yang sangat jarang dapat
menyebabkan autoimun hepatitis dan systemic lupus erythematosus-like syndrome.
Eritromisin merupakan golongan makrolid yang dapat digunakan untuk terapi acne pada dosis 500-1000 mg/hari dengan dosis terbagi.
Eritromisin aman digunakan pada ibu hamil dan anak, namun tingkat kejadian resistensi masih tinggi [1, 28, 36]

Terapi Hormonal

Terapi hormonal pada jerawat (acne vulgaris) bekerja dengan menekan produksi androgen dan sebum. Pemberian terapi hormonal sebaiknya
dikonsultasikan dengan spesialis ginekolog.

 Estrogen : Etinil Estradiol dengan dosis 0.035 – 0.050 mcg dapat digunakan untuk mengobati acne. Pemeriksaan payudara dan pap smear perlu
dilakukan pada pasien yang mendapat terapi estrogen

 Kontrasepsi Oral : Ortho Tri-Cyclean (kombinasi norgestimate-etinil estradiol 35mcg) dan Estrostep (kombinasi etinal estradiol dengan dosis
bertahap 20-35mcg dengan noretindron asetat) dapat digunakan sebagai terapi acne. Efek samping dapat berupa mual, muntah, siklus mens tidak
teratur, penambahan berat badan dan rasa nyeri pada payudara
 Glukokortikoid:Prednison dosis rendah (2.5mg – 5mg) atau deksametason dapat diberikan peroral pada malam hari untuk menekan produksi
sebum. Penggunaan jangkan panjang dapat menyebabkan acne steroid
 Gonadotropin-Releasing Hormone Agonis: GnRH agonis bekerja di kelenjar ptiutari untuk menghambat pelepasan gonadotropin. Digunakan
pada kasus acne dengan ovarian hyperadrogenism. Efek samping berupa gejala menopaus dan kerapuhan tulang
 Spironolakton: Berfungsi sebagai penghambat resptor androgen dan 5a-reductase. Dosis 2 x 50 – 100 mg/hari dapat menekan produksi sebum dan
memperbaiki acne. Efek samping berupa hiperkalemi, siklus menstruasi tidak teratur, sakit kepala, nyeri payudara dan kelelahan [1]

Isotretinoin

Isotretinoin merupakan retinoid oral atau derivate vitamin A yang digunakan sebagai terapi acne dengan tingkat keparahan berat.

Isotretinoin diberikan dalam dosis awal 0.5mg/kgbb/hari pada bulan pertama lalu dinaikkan menjadi 1.0mg/kgbb/hari sesuai toleransi pasien
sampai dosis kumulatif 120-150mg/kg tercapai.

Isotretinoin bersifat lipofilik sehingga baik dikonsumsi dengan makanan. Namun, isotretinoin juga bersifat teratogenik sehingga
dikontraindikasikan pada ibu hamil. Efek samping berupa gejala hipervitaminosis A, irritable bowel disease, perubahan mood ke arah cemas dan
depresi. [1,2,28,37]
Terapi Pemeliharaan
Retinoid topikal dianggap paling efektif untuk digunakan sebagai terapi pemeliharaan dikarenakan efek anti komedogenik dan komedolitik.
Regimen yang dapat digunakan adalah adapalene 1% gel yang diketahui secara signifikan mengurangi pembentukan mikrokomedo.

Kombinasi adapalene 0.1% gel dengan BPO 2.5% gel mempertahankan jumlah P. Acnes yang rendah dan memberikan hasil yang memuaskan
sebagai terapi pemeliharaan pada pasien acne. [14]

Anda mungkin juga menyukai