NAMA :
St.Nuralisah (20212205150)
Luqman (20212205141)
i
KATA PENGANTAR
Terima kasih dan puji syukur disampaikan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan kasih
sayang dan petunjuk-Nya. Dengan berkat rahmat dan petunjuk-Nya, serta melalui berbagai
upaya, tugas makalah dalam mata kuliah Pendidikan Pancasila yang membahas Nilai-Nilai
Pancasila berhasil diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini, merujuk pada buku-buku terkait Pancasila dan informasi dari
media massa yang berkaitan dengan Pancasila. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
belum sempurna dan mengharapkan masukan konstruktif untuk perbaikannya.
Sebagai penutup, semoga makalah ini memberikan manfaat bagi para pembaca.
ii
Daftar Isi
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Sebagai warga negara yang patuh, loyal kepada tanah air, seharusnya kita memahami dan
meresapi nilai-nilai kehidupan masyarakat yang juga berfungsi sebagai landasan filosofi negara.
Ini bukan hanya sebagai konsep yang harus dipelajari, tetapi juga diterapkan dan dipertahankan
sebagai wujud kesatuan. Pancasila tetap menjadi landasan bersama bagi masyarakat Indonesia,
baik dalam situasi damai maupun di tengah ancaman terhadap negara. Ini tercermin dalam
sejarah, di mana Pancasila selalu menjadi pegangan ketika negara menghadapi krisis nasional
atau ancaman terhadap keberlanjutan bangsa Indonesia.
Pancasila mencerminkan karakter yang beragam dari bangsa dan negara Indonesia. Semua ini
dapat dilihat dari peran dan posisi Pancasila, yang berfungsi sebagai jiwa, kepribadian,
pandangan hidup, sarana tujuan hidup, dan panduan bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu,
penerapan Pancasila dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi sangat
penting dan mendasar bagi setiap warga negara, terutama dalam ranah kenegaraan dan hukum di
Indonesia. Praktik yang baik dari Pancasila akan memfasilitasi pencapaian tujuan dan aspirasi
bangsa Indonesia.
B. Rumusan Masalah
4. Bagaimana penerapan sila keempat Pancasila dapat terlihat dalam aktivitas sehari-hari?
v
C. Tujuan
1. Agar dapat memahami serta mengetahui arti dari Pancasila, khususnya sila keempat.
D. Manfaat
Keuntungan yang dapat diperoleh adalah memberikan dukungan kepada pembaca dalam
memahami makna nilai-nilai Pancasila, prinsip-prinsip Pancasila, dan cara penerapannya dalam
kehidupan bersama sebagai bangsa dan negara.
vi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat dalam Permusyawaratan
Perwakilan
Nilai-nilai yang terdapat dalam sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan ini berasal dari sila pertama, kedua, ketiga,
dan kelima. Filosofi yang mendasarinya adalah bahwa negara merupakan manifestasi dari kodrat
manusia sebagai ciptaan Tuhan yang Maha Esa yang bersatu, dengan tujuan mencapai harkat dan
martabat manusia dalam suatu wilayah negara. Prinsip dasar negara adalah dari, oleh, dan untuk
rakyat, menjadikan rakyat sebagai sumber kekuasaan negara. Sila keempat sangat terkait dengan
demokrasi, dan pembahasan mengenai sila keempat Pancasila juga membawa kita pada
pemahaman dan studi tentang demokrasi.
Sila kerakyatan memuat nilai-nilai demokrasi yang harus dijalankan dalam kehidupan
berbangsa. Beberapa nilai dari sila keempat meliputi:
1) Kebebasan yang disertai dengan tanggung jawab terhadap masyarakat dan kewajiban moral
terhadap Tuhan yang Maha Esa.
4) Mengakui perbedaan individu, kelompok, ras, dan agama sebagai bagian dari kodrat manusia.
5) Mengakui persamaan hak bagi setiap individu, kelompok, ras, suku, dan agama.
vii
8) Mewujudkan dan menegakkan keadilan dalam kehidupan sosial untuk mencapai tujuan
bersama.
B. Pengertian demokrasi
Demokrasi merujuk pada sistem pemerintahan di mana semua warga negara memiliki
hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang dapat memengaruhi kehidupan mereka.
Dalam demokrasi, warga negara dapat berpartisipasi secara langsung atau melalui perwakilan
dalam proses pembentukan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Konsep demokrasi
mencakup aspek-aspek sosial, ekonomi, dan budaya yang menciptakan kondisi untuk praktik
kebebasan politik yang merata dan bebas.
Asal-usul kata "demokrasi" berasal dari bahasa Yunani (dēmokratía), yang terdiri dari
(dêmos) yang berarti "rakyat" dan (kratos) yang berarti "kekuatan" atau "pemerintahan". Pada
abad ke-5 SM, istilah ini digunakan untuk menggambarkan sistem politik di negara-kota Yunani
seperti Athena, sebagai lawan dari "aristocratie" yang berarti "pemerintahan oleh elit". Meskipun
secara teoretis kedua definisi ini bertentangan, kenyataannya menjadi kabur. Di Athena Klasik,
misalnya, sistem demokratis memberikan kewarganegaraan kepada laki-laki elit yang bebas,
sementara budak dan wanita tidak terlibat dalam partisipasi politik. Seiring waktu, konsep
demokrasi berkembang, dan gerakan hak suara pada abad ke-19 dan 20 membawa pada
kebebasan politik bagi semua penduduk dewasa dalam negara demokratis modern.
viii
Meskipun ada berbagai jenis demokrasi, terdapat dua bentuk dasar, yaitu demokrasi
langsung, di mana semua warga negara secara aktif terlibat dalam pengambilan keputusan, dan
demokrasi perwakilan, di mana kekuasaan politik dijalankan melalui perwakilan. Demokrasi
perwakilan muncul dari perkembangan ide dan institusi di Abad Pertengahan Eropa, Era
Pencerahan, serta Revolusi Amerika Serikat dan Perancis.
Nilai yang terkandung dalam sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan berasal dari sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab, serta Persatuan Indonesia. Filosofi yang mendasarinya adalah bahwa
negara merupakan pengejawantahan sifat kodrat manusia sebagai individu dan entitas sosial.
Rakyat dianggap sebagai kelompok manusia yang bersatu, mencari mewujudkan harkat dan
martabat manusia dalam batas wilayah negara. Rakyat adalah subjek utama negara, dengan
prinsip bahwa negara ada oleh, untuk, dan dari rakyat, yang menjadikan rakyat sebagai sumber
kekuasaan negara. Oleh karena itu, dalam sila Kerakyatan terdapat nilai demokrasi yang harus
dijalankan sepenuhnya dalam kehidupan negara.
- Kebebasan yang harus diiringi oleh tanggung jawab terhadap masyarakat bangsa dan juga
tanggung jawab moral terhadap Tuhan yang Maha Esa.
- Mengakui adanya perbedaan individu, kelompok, ras, suku, dan agama, karena perbedaan
dianggap sebagai kodrat manusia.
ix
- Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu, kelompok, ras, suku, dan
agama.
- Mewujudkan dan merujuk pada keadilan dalam kehidupan sosial untuk mencapai tujuan
bersama.
- Setiap warga negara memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang setara.
- Menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah dengan itikad baik dan tanggung
jawab.
- Melakukan musyawarah dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
- Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa, serta menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran, dan
keadilan, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
x
D. Pengamalan Demokrasi dalam Kehidupan sehari
1) Setiap individu sebagai warga negara dan anggota masyarakat Indonesia memiliki posisi, hak,
dan tanggung jawab yang setara.
2) Keputusan yang berkaitan dengan kepentingan bersama harus dimulai dengan musyawarah,
dan proses pengambilan keputusan melalui musyawarah diupayakan untuk mencapai mufakat,
didukung oleh semangat kekeluargaan.
3) Memberikan penghargaan dan menghormati setiap hasil keputusan yang dihasilkan dari
musyawarah, serta melaksanakannya dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab.
4) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan nurani yang luhur, dengan memprioritaskan
kepentingan negara dan masyarakat, dan menghindari pemaksaan kehendak kepada orang lain.
5) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan
Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat manusia, dan nilai-nilai kebenaran dan
keadilan.
xi
mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. Kepala Banteng digunakan untuk
melambangkan sila keempat karena ia merupakan hewan sosial yang suka berkumpul.
Simbol Kepala Banteng pada sila keempat Pancasila memiliki makna bahwa seperti
halnya musyawarah, orang - orang akan berdiskusi dan berkumpul untuk memutuskan
sesuatu. Banteng juga suka berkumpul dan jiwa sosial yang tinggi, ia menjadi salah satu
kawanan hewan yang kuat. Hal ini juga bisa berlaku untuk menggambarkan kita sebagai
masyarakat Indonesia. Semakin rakyatnya berkumpul, bersatu, dan bermusyawarah maka
Indonesia akan dapat mewujudkan cita - citanya. Karena itu, tidak heran jika banteng menjadi
pilihan yang tepat untuk melambangkan sila keempat pancasila kita.
Pasal 2
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur
lebih lanjut dengan undang-undang.
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota
negara.
3. Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang
terbanyak.
Pasal 3
xii
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
3. Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya menurut undang-undang dasar.
Dapat dikatakan bahwa Pasal 2 UUD 1945 tersebut mengatur mengenai organ atau
lembaganya, sedangkan Pasal 3 mengatur kewenangan lembaga MPR itu. Di samping itu,
ada beberapa pasal lain dalam UUD 1945 yang juga mengatur tentang MPR, termasuk
mengenai kewenangannya. Akan tetapi, pada bagian ini, yang dititik-beratkan hanya
penegasan bahwa dalam UUD 1945, status MPR itu sebagai lembaga atau organ negara
diatur secara eksplisit. Pengaturan kedudukan dan fungsi MPR di dalam UUD 1945 yang asli
(sebelum amandemen) menegaskan bahwa kedaulatan rakyat Indonesia dijelmakan dalam
tubuh MPR sebagai pelaku utama dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat itu. Karena
itu, bunyi rumusan asli Pasal 1 ayat (2) Bab I UUD 1945 adalah “Kedaulatan adalah di
tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”. Di samping itu, pada Bab III Pasal
6 ayat (2) ditentukan pula bahwa “Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak”.
Dalam UUD 1945 setelah perubahan keempat (amandemen keempat), organ MPR
juga tidak dapat lagi dipahami sebagai lembaga yang lebih tinggi kedudukannya daripada
lembaga negara yang lain atau yang biasa dikenal dengan sebutan lembaga tertinggi negara.
MPR sebagai lembaga negara sederajat levelnya dengan lembaga-lembaga negara yang lain
seperti DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung,
dan Badan Pemeriksa Keuangan. Bahkan dalam hubungan dengan fungsinya, organ
MPR dapat dikatakan bukanlah organ yang pekerjaannya bersifat rutin. Meskipun di atas
kertas, MPR itu sebagai lembaga negara memang terus ada, tetapi dalam arti yang aktual atau
nyata, organ MPR itu sendiri sebenarnya baru dapat dikatakan ada (actual existence) pada
saat kewenangan atau fungsinya sedang dilaksanakan. Kewenangannya itu adalah
mengubah dan menetapkan Undang - Undang dasar (UUD), memberhentikan presiden
dan/atau wakil presiden, memilih presiden atau wakil presiden untuk mengisi lowongan
jabatan presiden atau wakil presiden, dan melantik presiden dan/atau wakil presiden.
xiii
Representatives” yang artinya “Segala kekuasaan legislatif berada di Kongres yang terdiri
atas House of Representative dan Senat”. Akan tetapi, dalam Pasal 2 ayat (1) UUD 1945
ketentuan mengenai MPR, dirumuskan secara berbeda, yaitu “MPR terdiri atas anggota DPR
dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilu dan diatur lebih lanjut dengan Undang -
Undang”. Dengan demikian, MPR tidak dikatakan terdiri atas DPR dan DPD, melainkan
terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD. Dengan demikian, MPR itu merupakan lembaga
yang tidak terpisah dari institusi DPR dan DPD.
xiv
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
Saat ini, penerapan Pancasila semakin tergerus, terutama di era globalisasi, yang dapat
mengancam karakter dan identitas bangsa Indonesia. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan
langkah-langkah konkret, seperti meningkatkan pelaksanaan pengamalan Pancasila melalui
pendidikan yang menyeluruh. Artinya, pendidikan tidak hanya harus bersifat teoritis,
melainkan juga harus dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, perlu
ada kesadaran dari setiap warga negara akan pentingnya mengamalkan Pancasila dan
mempertahankannya. Terutama untuk sila ke-4, masyarakat perlu melibatkan diri dengan
nilai-nilai demokrasi, toleransi, dan menghormati pendapat orang lain dalam setiap
musyawarah, sehingga mufakat dapat tercapai dan para peserta musyawarah dapat menerima
keputusan bersama dengan penuh pengertian.
xv
Daftar Pustaka
https://www.slideshare.net/irvandberutu/makalah-pendidikan-pancasila-kajian-nilai-
nilai-pancasila
https://www.slideshare.net/Niadianaintansari/makalah-pendidikan-pancasila-
penerapan-nilai-pancasila-sebagai-pendidikan-karakter
http://nissabatubar.blogspot.com/2015/03/makalah-nilai-nilai-pancasila.html
https://www.studocu.com/id/document/universitas-sam-
ratulangi/pancasila/makalah-pancasila-sila-ke-4/13709267
xvi