Disusun Oleh :
Kelompok 7
Chrystine Widyanti 201911014
Crezentya Yusticha A. B 201911016
Inviolita Wee 201911026
Lucia Resdita A. 201911033
Pretty Lisa Kamola 201911045
Theodora Aysi 201911052
A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) atau lebih dikenal dengan penyakit kencing
manis merupakan suatu gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala
yang disebabkan oleh meningkatnya kadar gula (glukosa) dalam darah akibat
dari kekurangan ataupun resistensi insulin. Diabetes Mellitus adalah penyakit
yang disebabkan tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin
secara adekuat sehingga kadar glukosa di dalam darah menjadi tinggi
(Suryati, et al.,2019)[1]. DM merupakan masalah kesehatan global yang paling
serius, mengancam dan berkembang yang mengakibatkan tingginya angka
morbiditas dan mortalitas serta meningkatnya biaya perawatan kesehatan
terbanyak.
Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF), Indonesia
termasuk peringkat ke-6 di dunia dalam prevalensi pasien DM pada tahun
2017, setelah Tiongkok, India, Amerika Serikat, Brazil, dan Meksiko dengan
jumlah pasien DM sebanyak 10,3 juta pasien dan diperkirakan akan
mengalami peningkatan menjadi 16,2 juta orang pasien pada tahun 2040.
Jumlah kasus di Indonesia ini akan terus meningkat akibat dari perubahan
gaya hidup dan urbanisasi. Baru sekitar 50% kasus DM di Indonesia dapat
terdiagnosis, baru 2/3 kasus yang menjalani pengobatan dan 1/3 yang
menjalani pengobatan dapat mengendalikan gula darah dengan baik
(Soelistijo et al., 2019).
Pada pasien DM, edukasi sangat diperlukan untuk meningkatkan
kemampuan dalam mencapai dan memperoleh pemahaman tentang
pengetahuan kesehatan dan memahami kondisi mereka. Pemberian edukasi
yang dilakukan oleh perawat dapat memunculkan persepsi yang dapat
menentukan perilaku kesehatan seseorang terhadap penyakitnya. Pengetahuan
tentang DM merupakan sarana yang dapat membantu pasien dalam
melakukan penanganan terhadap DM[2]. Selain itu pengetahuan juga
berhubungan dengan bagaimana keluarga dapat melakukan manajemen DM
secara mandiri. Manajemen diri DM yang efektif diperoleh jika individu
memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk melakukan pengelolaan DM
secara mandiri[3].
Keberhasilan manajemen diri membutuhkan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Untuk mencapai keberhasilan pengelolaan DM,
dibutuhkan penanganan DM secara mandiri dan berkelanjutan atau yang
dikenal sebagai Diabetes Self Management Education and Support (DSMES).
DSMES dapat diterapkan untuk memfasilitasi pengetahuan, sikap dan
keterampilan perawatan diri (Self-Care) pasien diabetes melitus bersama tim
kesehatan yang tersedia guna mengendalikan ancaman morbiditas dan
mortalitas sekaligus pengendalian jumlah kasus yang semakin meningkat.
Pengelolaan perawatan mandiri (self-care) dan dukungan psikologis
merupakan dasar untuk pencapaian tujuan pengobatan diabetes melalui
perawatan kolaboratif untuk pemantauan yang efektif (American Diabetes
Association, 2020)[4].
Menurut Shrivastava, et al (2013), ada tujuh jenis perilaku perawatan diri
yang penting pada penderita DM yang bisa digunakan untuk memprediksi
luaran yang baik, yaitu: 1) makan sehat, 2) aktif secara fisik, 3) memantau
kadar gula darah, 4) minum obat dengan baik, 5) mampu memecahkan
masalah dengan baik, 6) memiliki keterampilan koping adaptif; dan 7)
melaksanakan perilaku pengurangan risiko komplikasi penyakit. Tujuh jenis
perilaku ini telah terbukti berkorelasi positif dengan kontrol glikemik yang
baik, pengurangan komplikasi DM dan peningkatan kualitas hidup
penderitanya[3].
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan pendidikan kesehatan tentang Diabetes
Mellitus diharapkan keluarga mampu mengetahui dan lebih memahami
mengenai Diabetes Mellitus sehingga keluarga mampu merawat atau
melakukan manajemen pada anggota keluarga dengan Diabetes Mellitus.
2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan pendidikan kesehatan tentang Diabetes
Mellitus diharapkan :
a) Keluarga mampu memahami pengertian Diabetes Mellitus
b) Keluarga mampu memahami dan menyebutkan faktor risiko
Diabetes Mellitus
c) Keluarga mampu memahami dan menyebutkan tanda dan gejala
Diabetes Mellitus
d) Keluarga mampu memahami dan menyebutkan komplikasi akibat
Diabetes Mellitus
e) Keluarga mampu melakukan manajemen mandiri pada anggota
keluarga yang mengalami Diabetes Mellitus
f) Keluarga mampu memahami dan mengaplikasikan penggunaan
Glukometer untuk mengukur kadar glukosa darah
C. Metode Pelaksanaan
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Demonstrasi dan redemonstrasi
A B
C
G G
D
E F
Keterangan:
A : Penyaji 1
B : Penyaji 2
C : Moderator
D : Notulensi
E : Observator
F : Fasilitator
G : Audience
Pengorganisasian:
Penyaji 1 : Crezentya Yusticha A.B
Penyaji 2 : Inviolita Wee
Moderator : Theodora Aysi
Notulensi : Pretty Lisa Kamola
Observator : Lucia Resdita A.
Fasilitator : Chrystine Widyanti
Audiens : Keluarga
I. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Kontrak waktu dengan klien atau keluarga klien paling tidak satu
hari sebelumnya
b. Sarana dan prasarana sesuai dengan yang direncanakan dan
diharapkan
c. Setting tempat dan semua alat serta media yang digunakan sudah
sesuai dengan rencana
2. Evaluasi Proses
a. Target dan sasaran hadir saat pendidikan kesehatan dilakukan
b. Alat dan media yang tersedia dapat digunakan dengan baik
c. Pendidikan kesehatan dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang
sudah ditetapkan
d. Peserta dapat ikut berpartisipasi aktif saat melakukan diskusi
bersama dan mengikuti dengan baik serta kondusif
3. Evaluasi Hasil
a. Keluarga dapat menjelaskan mengenai pengertian Diabetes Mellitus
(>80%)
b. Keluarga dapat menyebutkan 4 dari 6 faktor risiko Diabetes Mellitus
c. Keluarga dapat menjelaskan atau menyebutkan 4 dari 5 mengenai
tanda dan gejala Diabetes Mellitus
d. Keluarga dapat menyebutkan 7 dari 12 mengenai komplikasi
Diabetes Mellitus
e. Keluarga mampu memahami cara dan bisa menggunakan glukometer
(100%)
f. Keluarga mampu memanajemen dan merawat anggota keluarga yang
mengalami DM (>80%)
LAMPIRAN MATERI PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG
DIABETES MELLITUS
b. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi memiliki hubungan yang
erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air ataupun
meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah
perifer.
d. Umur
Berdasarkan penelitian, usia terbanyak yang terkena penyakit DM
adalah usia >60 tahun. Pada usia lansia tersebut, lansia yang berada
dalam keadaan sehat, produktif dan mandiri akan memberikan dampak
positif bagi kesehatannya. Namun lansia yang kurang memperhatikan
kesehatannya akan meningkatkan kemungkinan lansia memiliki masalah
kesehatan seperti DM. Pada usia >60 tahun, resistensi insulin juga
cenderung meningkat.
e. Riwayat Persalinan
Riwayat persalinan yang berulang, melahirkan bayi yang cacat atau
bayi yang memiliki berat badan > 4.000 gram akan meningkatkan risiko
DM[5].
f. Gaya Hidup
Gaya hidup yang buruk seperti kebiasaan merokok dan
mengonsumsi alkohol akan meningkatkan risiko DM. Alkohol akan
meningkatkan tekanan darah dan mempersulit regulasi gula darah
sehingga mengganggu metabolisme gula darah. Seseorang akan
mengalami peningkatan tekanan darah bila mengonsumsi etil alkohol
lebih dari 60mL/hari atau setara 100 mL proof wisky, 240 mL wine atau
720 mL[1].
3. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus (DM)
Secara umum, tanda dan gejala DM dibedakan menjadi dua yaitu[5] :
a. Tanda Gejala Akut
1) Banyak Makan (Polifagi)
Merupakan kondisi dimana sejumlah besar kalori hilang ke
dalam air kemih sehingga penderita mengalami penurunan berat
badan, maka dari itu penderita sering kali merasa lapar yang luar
biasa sehingga banyak makan (polifagi).
2) Hiperosmolar
Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non-ketotik (Hhnc/Honk)
merupakan keadaan hiperglikemi dan hiperosmolaritas tanpa
terdapatnya ketosis. Konsentrasi gula darah 600-2.000 mg/dL, tidak
terdapat aseton, dehidrasi berat, ketonuria ringan atau tidak
terdetekdi dan tidak ada asidosis. Selain itu terdapat juga
Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHC) yang juga merupakan
salah satu kegawatan medis dengan tingkat kematian mencapai
20%. HHS terjadi akibat adanya lonjakan kadar gula darah yang
sangat tinggi dalam waktu tertentu. Gejala HHS ditandai dengan
haus yang berat, kejang, lemas, gangguan kesadaran, hingga koma[6].
3) Ketoasidosis
Merupakan kondisi komplikasi akut DM yang ditandai dengan
dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Gejala utama pada
ketoasidosis diabetik fase awal adalah napas pendek atau sesak
napas, volume urin meningkat, merasa haus terus-menerus,
kelelahan, peningkatan kadar gula darah dan/atau keton serta sakit
perut[6].
b. Komplikasi Kronik
Merupakan komplikasi yang terjadi sebagai akibat jangka panjang
atau umumnya terjadi 10-15 tahun setelah terkena DM, meliputi :
1) Mikro Vaskuler
Merupakan komplikasi pada pembuluh darah kecil seperti mata
(retinopati), ginjal (nefropati), ulkus atau gangren atau kaki diabetik
(kelainan tungkai bawah secara menyeluruh pada penderita DM yang
diawali dengan adanya ulkus hingga terbentuknya ulkus), neuropati
(penyakit saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang
masalah impotensi dan ulkus pada kaki)[6].
a) Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik adalah penyebab utama kebutaan pasien
dengan DM sekitar 80%. Retinopati terjadi karena peningkatan
viskositas darah sehingga mekanisme hemodinamik
meningkatkan permeabilitas dan menurunkan elastisitas kapiler
pada retina. Gangguan pada retina dapat terjadi mulai dari yang
ringan sampai berat[8].
b) Nefropati Diabetik
Merupakan suatu gangguan ginjal yang ditandai oleh adanya
albumin dalam urin mencapai 30mg/hari atau 20μg/menit
disertai peningkatan tekanan darah[8].
d) Neuropati
Merupakan gangguan saraf yang di manifestasikan oleh
saraf simpatik maupun otonom sebagai akibat dari DM[8].
b) Penyakit Serebrovaskuler
Penyakit serebrovaskuler terutama aterotromboembolik
yang dimanifestasikan sebagai serangan stroke lebih sering
terjadi dan lebih berat pada penderita DM dengan insidensi 2-3x
lebih besar. Risiko relatif lebih tinggi pada perempuan dengan
usia 50-60 tahun, terutama pada penderita hipertensi[8].
c) Hipertensi
Pada penderita DM terjadi peningkatan hipertensi sebanyak
40%. Pasien dinyatakan mengalami hipertensi saat tekanan
darah >130/80 mmHg[8].
d) Infeksi
Penderita DM rentan terhadap berbagai jenis infeksi dan
sulit disembuhkan. Area terinfeksi penyembuhannya akan
lambat karena kerusakan sistem vaskuler tidak dapat membawa
cukup oksigen, sel darah putih, zat gizi dan antibodi ke tempat
luka. Misalnya infeksi kaki diabetik. Hampir 40% pasien DM
dengan infeksi kaki mungkin memerlukan amputasi dan 5-10%
akan meninggal meskipun amputasi telah dilakukan[8].
2) Pengobatan Hiperglikemia
Pengobatan hiperglikemia dapat dilakukan dengan cara
pemberian suntikan insulin. Insulin merupakan hormon yang
dihasilkan oleh pankreas dan berfungsi untuk meningkatkan
perubahan glukosa yang berlebihan menjadi glikogen di hati dan otot
sehingga kadar glukosa dalam darah menurun. Insulin juga berfungsi
meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel dan penggunaannya
untuk produksi energi sehingga penderita DM tidak lemas dan kadar
glukosa dalam darah juga dapat dikontrol[5].
DAFTAR PUSTAKA
1. Suryati I. BUKU KEPERAWATAN LATIHAN EFEKTIF UNTUK PASIEN
DIABETES MELLITUS BERBASIS HASIL PENELITIAN. Yogyakarta:
Deepublish: 2021. Tersedia di :
https://www.google.co.id/books/edition/Buku_Keperawatan_Latihan_Efektif
_Untuk_P/5BU3EAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=diabetes+mellitus+adalah&printsec=frontcover [Diakses
pada 30 Juni 2022]
2. Dewi M, Yellyanda, Dira U. Edukasi Penatalaksanaan Diabetes Terhadap
Manajemen Perawatan Diri Pasien Diabetes Mellitus Tipe II. Jurnal
Keperawatan Silampari. 2022: 5 (2): 981-990. Available from:
https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/JKS/article/view/3583 [Diakses pada
1 Juli 2022]
3. Rahmawati, Teuku T, Syahrul. Pengaruh Program Diabetes Self-
Management Education Terhadap Manajemen Diri Pada Penderita Diabetes
Mellitus Tipe 2. Jurnal Ilmu Keperawatan. 2016: 4 (1): 47-58. Available
from : http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JIK/article/view/6320/5204 [Diakses
pada 1 Juli 2022]
4. Pranata L, Sri I, Novita ED. PERANGKAT EDUKASI PASIEN DAN
KELUARGA DENGAN MEDIA BOOKLET (STUDI KASUS SELF-CARE
DIABETES MELITUS). 2020: 4 (1): 102-111. Available from :
https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/JKS/article/view/1599 [Diakses pada
1 Juli 2022]
5. Maria I. ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS DAN ASUHAN
KEPERAWATAN STROKE. Yogyakarta: Deepublish: 2021. Tersedia di :
https://www.google.co.id/books/edition/Asuhan_Keperawatan_Diabetes_Mel
litus_Dan/u_MeEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=diabetes+mellitus+adalah&printsec=frontcover [Diakses
pada 30 Juni 2022]
6. Wahyuni KI. DIABETES MELLITUS. Surabaya: CV. Jakad Media
Publishing; 2019. Tersedia di :
https://www.google.co.id/books/edition/DIABETES_MELLITUS/3moPEAA
AQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=diabetes+mellitus+adalah&pg=PA3&printsec=frontcove
r [Diakses pada 30 Juni 2022]
7. Alfaqih MR, Angger AHS, Bayu AK. Manajemen Penatalaksanaan Diabetes
Mellitus. Bojonegoro: Guepedia; 2022. Tersedia di :
https://www.google.co.id/books/edition/Manajemen_Penatalaksanaan_Diabet
es_Melli/ut1YEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=diabetes+mellitus+adalah&pg=PA9&printsec=frontcove
r [Diakses pada 30 Juni 2022]
8. Erlina L, Nandang AW. Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan Sistem
Endokrin 9th Indonesia Edition. Singapore: Elsevier; 2021. Tersedia di :
https://www.google.co.id/books/edition/Medical_Surgical_Nursing_Endocrin
e_Syste/gfQlEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=pengobatan+dm&pg=PA128&printsec=frontcover
[Diakses pada 1 Juli 2022]