Anda di halaman 1dari 38

PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH PERAWATAN VULVA HYGIENE DENGAN PERCEPATAN


PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM PADA IBU BERSALIN
DI PUSKESMAS GUNUNGSARI

B..B

MEGA NURMAGHFIRAH
NIM. 1702.M.b.B072

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BIDAN DAN PROFESI BIDAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
HAMZAR LOMBOK TIMUR – NTB
2019
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

World Health Organization (WHO, 2009) memperkirakan di dunia

setiap menit perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan

kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1.400 perempuan meninggal setiap

harinya atau lebih kurang 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena

kehamilan dan persalinan (WHO, 2009).

Indikator kualitas pelayanan obstetrik dan ginekologi di suatu wilayah

didasarkan pada Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi

(AKB). Di Indonesia, AKI berdasarkan perhitungan oleh Badan Pusat

Statistik pada tahun 2017 sebesar 306/100.000 kelahiran hidup. AKI ini masih

tinggi dibanding target pemerintah sesuai dengan Millenium Development

Goals (MDGs) sebesar 125/100.000 kelahiran hidup. (Depkes RI, 2017).

Indonesia adalah salah satu Negara yang belum bisa terlepas dari

Angka Kematian Ibu (AKI) yang tinggi. Berdasarkan Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia pada tahun 2017, angka kematian ibu mencapai

306/100.000 Kelahiran, mengalami penurunan jika dibandingkan dengan

tahun 2012 sebanyak 359/100.000 kelahiran (SDKI, 2017).

Berdasarkan data Profil KIA Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara

Barat (NTB) tahun 2012 jumlah kematian ibu adalah 251/100.000

kelahiranhidup sedangkan pada tahun 2017 jumlah kematian ibu mengalami

penurunan yang cukup signifikan mencapai 85/100.000 kelahiran hidup.

(Dikes Provinsi NTB, 2017).


2

Salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu adalah infeksi pada

masa nifas dimana infeksi tersebut berawal dari ruptur perineum. Ruptur

perineum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor maternal, faktor janin,

dan faktor penolong. Faktor maternal meliputi perineum yang rapuh dan

oedema, primigravida, kesempitan pintu bawah panggul, kelenturan jalan

lahir, mengejan terlalu kuat, partus presipitatus, persalinan dengan tindakan

seperti ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, versi ekstraksi dan embriotomi,

varikosa pada pelvis maupun jaringan parut pada perineum dan vagina. Faktor

janin meliputi janin besar, posisi abnormal seperti oksipitoposterior, presentasi

muka, presentasi dahi, presentasi bokong, distosia bahu dan anomali

kongenital seperti hidrosefalus. Faktor penolong meliputi cara memimpin

mengejan, cara berkomunikasi dengan ibu, ketrampilan menahan perineum

pada saat ekspulsi kepala, episiotomi dan posisi meneran (Dewi D, 2011).

Dampak dari terjadinya rupture perineum pada ibu antara lain

terjadinya infeksi pada luka jahitan dimana dapat merambat pada saluran

kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya

komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir. Selain itu

juga dapat terjadi perdarahan karena terbukanya pembuluh darah yang tidak

menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Penanganan

komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian pada ibu post

partum mengingat kondisi fisik ibu post partum masih lemah (Alin P, 2011).
3

Perawatan vulva hygiene merupakan faktor yang sangat mempengaruhi

percepatan kesembuhan luka perineum pada ibu bersalin. Perawatan vulva

hygienesecara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya

penyembuhan pasien. Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal

yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan

mempengaruhi kesehatan (Isro’in, 2012).

Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari Register Puskesmas

Gunungsari, menyatakan bahwa jumlah persalinan normal pada sepanjang

tahun 2017 dari bulan Januari sampai Desember sebanyak 1.225 orang

sedangkan pada tahun 2018 dari bulan Januari sampai desember jumlah

persalinan normal sebanyak 1.175 orang (Puskesmas Gunungsari, 2019).

Berdasarkan fenomena dan uraian latar belakang tersebut di atas,

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang : “Pengaruh Perawatan

Vulva Hygiene Terhadap Percepatan Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu

Bersalin di Puskesmas Gunungsari”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat disusun

rumusan masalahnya sebagai berikut : “Apakah Ada Pengaruh Perawatan

Vulva Hygiene Terhadap Percepatan Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu

Bersalin di Puskesmas Gunungsari?”


4

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh perawatan vulva hygiene terhadap

percepatan penyembuhan luka perineum pada ibu bersalin di Puskesmas

Gunungsari

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi percepatan penyembuhan luka perineum pada ibu

bersalin di Puskesmas Gunungsari sebelum diberikan perawatan vulva

hygiene.

b. Mengidentifikasi percepatan penyembuhan luka perineum pada ibu

bersalin di Puskesmas Gunungsari setelah diberikan perawatan vulva

hygiene.

c. Menganalisis pengaruh perawatan vulva hygiene terhadap percepatan

penyembuhan luka perineum pada ibu bersalin di Puskesmas

Gunungsari

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi Pelayanan

Diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai tambahan informasi bagi pimpinan dan staf yang ada di

Puskesmas Gunungsari dalam meningkatkan mutu pelayanan kepada

masyarakat khususnya ibu bersalin.


5

2. Institusi Pendidikan/Keilmuan

Diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai bahan masukan dalam meningkatkan dan mengembangkan ilmu

pengetahuan khususnya tentang pengaruh perawatan vulva hygiene

terhadap percepatan penyembuhan luka pada ibu bersalin.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai bahan acauan atau literatur bagi peneliti selanjutnya untuk

melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh perawatan vulva

hygiene terhadap percepatan penyembuhan luka pada ibu bersalin dengan

cara menambahkan beberapa variabel yang belum pernah diteliti

sebelumnya.

E. Keaslian Penelitian

Desain Persamaan dan Hasil Penelitian


Nama Peneliti Judul Penelitian
Penelitian Perbedaan
Timbawa, 2015 Hubungan vulva Desain Persamaannya Hasil penelitian
hygiene dengan penelitian yang yaitu : sama- menunjukkan
pencegahan infeksi digunakan sama meneliti adanya hubungan
luka perineum dalam variabel vulva antara vulva hygiene
pada ibu post penelitian ini hygiene dengan pencegahan
partum Di Rumah adalah survey infeksi luka
Sakit Pancaran analitik dengan Perbedaannya perineum pada ibu
Kasih Gmim pendekatan yaitu pada post partum Di
Manado tahun cross sectional. penelitian yang Rumah Sakit
2015 dilakukan oleh Pancaran Kasih
Sriani Timbawa Gmim Manado
variabel tahun 2015dengan
dependennya hasil p value 0,001 <
yaitu dari 0,05
pencegahan
infeksi luka
perineum
sedangkan pada
penelitian yang
akan peneliti
lakukan variabel
6

dependennya
adalah
percepatan
penyembuhan
luka perineum.

Murti, 2015 Hubungan antara Desain Persamaannya Hasil penelitian


tindakan vulva penelitian yang yaitu : sama-sama menunjukkan
hygiene dengan digunakan meneliti variabel adanya hubungan
penyembuhan luka dalam penyembuhan luka antara tindakan
perineum ibu nifas penelitian ini perineum vulva hygiene
Di BPS TMM adalah survey dengan
Djamini Damun analitik dengan Perbedaannya penyembuhan luka
tahun 2015 pendekatan yaitu pada perineum ibu nifas
cross sectional penelitian yang Di BPS TMM
dilakukan oleh Djamini Damun
Krisna Murti tahun 2015 dengan
Pratistiyana nilai p value sebesar
variabel 0,002 < 0,05.
dependentnya
yaitu tindakan
vulva hygiene
sedangkan pada
penelitian yang
akan peneliti
lakukan variabel
dependennya
adalah perawatan
vulva hygiene
Nitami, 2015 Hubungan antara Desain Persamaannya Hasil penelitian
perawatan vulva penelitian yang yaitu : sama-sama menunjukkan
hygiene dengan digunakan meneliti variabel adanya hubungan
masalah kesehatan dalam perawatan vulva antara perawatan
reproduksi pada penelitian ini hygiene vulva hygiene
remaja putri Di adalah survey dengan masalah
Sma Negeri 1 analitik dengan Perbedaannya kesehatan
Pangkajene pendekatan yaitu pada reproduksi pada
Kabupaten cross sectional penelitian yang remaja putri di sma
Pangkep tahun dilakukan oleh negeri 1 pangkajene
2015 Nindi Nitami kabupaten pangkep
variabel tahun 2015 dengan
independennya nilai p value sebesar
yaitu masalah 0,003 < 0,05.
kesehatan
reproduksi pada
remaja putri
sedangkan pada
penelitian yang
akan peneliti
lakukan variabel
independennya
adalah percepatan
penyembuhan luka
perineum.
7
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Perawatan Vulva Hygiene

a. Pengertian Perawatan Vulva Hygiene

Vulva hygiene adalah perilaku memelihara alat kelamin bagian

luar (vulva) guna mempertahankan kebersihan dan kesehatan alat

kelamin, serta untuk mencegah terjadinya infeksi. Perilaku tersebut

seperti melakukan cebok dari arah vagina ke arah anus menggunakan

air bersih, tanpa memakai antiseptik, mengeringkannya dengan handuk

kering atau tisu kering, mencuci tangan sebelum membersihkan daerah

kewanitaan (Darma, 2017).

Menurut Mumpuni (2013) menyatakan bahwa organ reproduksi

perempuan memang membutuhkan perhatian khusus. Bentuknya yang

terbuka, memudahkan masuknya kuman melalui mulut vagina. Tubuh

dan organ intim yang sehat dapat pula memicu kepercayaan diri

seseorang.

b. Manfaat Perawatan Vulva Hygiene

Menurut Andira (2012), perawatan vagina mempunyai beberapa

manfaat diantaranya :

1) Menjadikan vagina tetap dalam keadaan bersih dan nyaman.

2) Dapat mencegah munculnya keputihan, gatal-gatal, dan bau tak

sedap.

7
9

3) Dapat menjaga pH vagina dalam kondisi normal (3,5 – 4,5).

c. Hal-hal Yang Mempengaruhi Perilaku Perawatan Vulva Hygiene

Menurut Notoatmodjo (2010) perilaku manusia dipengaruhi oleh

3 faktor yaitu :

1) Faktor predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor-faktor yang dapat memudahkan terbentuknya suatu

perilaku seseorang adalah pengetahuan, sikap, dan kebiasaan.

Seseorang akan mampu melakukan vulva hygiene yang benar jika

seseorang tersebut tahu bagaimana cara melakukannya. Tanpa

adanya pengetahuan tentang vulva hygiene yang benar seseorang

tersebut tidak akan mampu melakukan prosedur dengan baik.

Sedangkan, sikap merupakan reaksi yang secara tidak langsung

muncul ketika seseorang mendapat stimulus tertentu. Sikap

tersebut akan terbentuk jika seseorang terbiasa. Maka secara tidak

langsung sikap seseorang yang terus-menerus dilakukan akan

menjadi sebuah kebiasaan. Sebagai contoh, seorang remaja tahu

bagaimana cara cebok yang benar yaitu membasuh kemaluan dari

arah depan (vagina) ke belakang (anus), namun remaja tersebut

tidak menerapkan ilmu yang ia miliki, justru remaja tersebut

membasuh kemaluannya dari arah belakang (anus) ke depan

(vagina). Sehingga perilaku buruk tersebut dilakukan secara terus-

menerus dan menjadi kebiasaan.


10

2) Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor-faktor yang mendukung atau yang menjadi pemungkin

terjadinya suatu perilaku seseorang adalah tersedianya sarana dan

prasarana yang memfasilitasi untuk terjadinya suatu perilaku. Baik

buruknya seseorang dalam melakukan vulva hygiene tergantung

pada sarana dan prasarana yang ada. Sebagai contoh, seseorang

akan membersihkan alat kelaminnya menggunakan air bersih jika

tersedia air bersih. Tetapi jika tidak tersedia air bersih maka dengan

terpaksa menggunakan air seadanya, misalnya air sungai.

Berdasarkan contoh tersebut terlihat jelas bahwa keberadaan sarana

dan prasarana menjadi faktor pendukung terbentuknya suatu

perilaku.

3) Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor-faktor yang dapat menjadi pendorong atau faktor yang

memperkuat terjadinya perilaku adalah sikap dan perilaku

seseorang yang menjadi panutan. Seorang panutan yang dimaksud

adalah seperti teman, keluarga, lingkungan sekitar, atau tokoh

masyarakat. Sebagai contoh, seorang remaja tahu jika sering

menggunakan sabun antiseptik untuk membersihkan vagina akan

memicu terjadinya keputihan, namun tetap saja ia membersihkan

vagina dengan sabun antiseptik karena ibunya juga menggunakan

sabun antiseptik untuk membersihkan vagina. Dari contoh tersebut


11

terlihat jelas bahwa seorang panutan merupakan faktor penguat

terjadinya perilaku pada seseorang.

d. Cara Melakukan Perawatan Vulva Hygiene Yang Benar

1) Memelihara kebersihan alat kelamin

Wijayanti (2009) menyatakan bahwa memelihara kebersihan

alat kelamin dapat dilakukan dengan cara :

a) Mencuci tangan sebelum menyentuh vagina. Tujuannya untuk

mencegah alat kelamin terkontaminasi oleh bakteri yang ada

pada tangan (Kusyati, 2012).

b) Melakukan cara cebok dari arah depan (vagina) ke belakang

(anus). Supaya bibit penyakit yang bersarang di sekitar anus

tidak terbawa ke dalam vagina, karena hal tersebut dapat

menimbulkan infeksi, peradangan, dan rangsangan gatal.

c) Selalu mengusahakan agar vagina tetap kering dan tidak

lembab, karena keadaan basah akan mempermudah

berkembangnya bakteri pathogen.

d) Tidak menggunakan bedak pada vagina karena bedak akan

menyebabkan jamur dan bakteri tumbuh di sekitar vagina.

e) Tidak sembarangan menggunakan cairan pembersih organ

kewanitaan karena dapat merusak keasaman vagina. Keasaman

vagina ini berfungsi untuk mencegah pertumbuhan kuman atau

bakteri pathogen yang masuk. Kebanyakan wanita Indonesia

membersihkan vagina dengan cairan pembersih (antiseptic)agar


12

vagina kesat dan terbebas dari bakteri penyebab keputihan,

namun kandungan antiseptic pada sabun justru dapat

memudahkan kuman dan bakteri masuk ke dalam liang vagina.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryandari (2013)

pembersih organ kewanitaan pada umumnya mengandung

berbagai senyawa kimia meliputi petroleum, syntetic chemical,

dan petrocheminal yang dapat merusak kulit dan lingkungan.

Sabun pembersih organ kewanitaan juga mengandung natrium

dan kalium yang dapat menyebabkan vagina dalam keadaan

basa, akibatnya tingkat keasaman vagina akan rusak dan

menyebabkan mudah berkembangbiaknya bakteri pathogen di

vagina. Cara terbaik untuk membersihkan organ kewanitaan

adalah membasuhnya menggunakan air bersih dari arah depan

(vagina) ke arah belakang (anus). Apabila ingin menggunakan

sabun sebaiknya pilih sabun pembersih organ kewanitaan yang

mengandung pH tidak lebih dari 3,5-4,5 misalnya sabun bayi

atau membersihkan organ intim dengan sabun yang tidak

mengubah kestabilan pH di sekitar vagina, salah satunya

produk yang berbahan dasar dari susu.

f) Pada saat menstruasi diwajibkan mengganti pembalut 2-3 kali

dalam sehari atau setiap 4 jam sekali secara teratur. Andira

(2012) mengungkapkan bahwa pada saat haid, kuman-kuman

lebih mudah masuk ke dalam organ reproduksi. Pembalut


13

dengan gumpalan darah yang banyak akan menjadi tempat

tumbuh dan berkembangnya jamur maupun bakteri. Oleh sebab

itu, pada saat menstruasi dianjurkan untuk mengganti pembalut

2-3 kali dalam sehari atau setiap 4 jam sekali, atau setiap saat

jika sudah merasa tidak nyaman. Sebelum mengganti pembalut

wajib membersihkan vagina terlebih dahulu.

g) Tidak sering memakai pantyliner. Pantyliner adalah salah satu

jenis pembalut wanita yang digunakan diluar periode

menstruasi, dan ukurannya lebih kecil. Pantyliner jika

digunakan terlalu lama dapat menyebabkan peningkatan jumlah

bakteri pathogen dan membunuh lactobacillus dalam vagina,

pantyliner juga dapat mentransfer flora intestinal seperti

Eschericia Coli ke dalam vagina. Sebaiknya gunakan

pantyliner saat perlu saja dan jangan terlalu lama, paling tidak

3-6 jam sehari.

h) Mengganti pakaian dalam dua kali sehari saat mandi.

i) Memakai pakaian dalam dari bahan yang mudah menyerap

keringat misalnya katun. Bahan lain yang tidak menyerap

keringat seperti nylon atau polyester menyebabkan alat kelamin

terasa gerah dan panas, sehingga vagina menjadi lembab dan

menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri dan jamur.

j) Memakai celana dalam yang tidak ketat. Celana dalam yang

terlalu ketat menyebabkan tidak adanya sirkulasi udara di


14

sekitar alat kelamin sehingga daerah sekitar vagina menjadi

lembab.

2) Menjalani pola makan sehat

Andira (2012) mengungkapkan bahwa untuk merawat organ

reproduksi disarankan untuk mengurangi konsumsi makanan yang

manis karena menurut sebuah penelitian, 90% wanita yang

mengurangi konsumsi gula akan mengalami penurunan infeksi

jamur. Menurut Shadine (2009) dalam Darma (2017) dinyatakan

bahwa dalam beberapa penelitian menunjukkan jika mengkonsumsi

makanan dengan jumlah gula yang berlebihan dapat menimbulkan

efek negatif pada bakteri lactobacillus yang ada di vagina.

3) Mencegah stress dan kelelahan

Menurut Shadine (2009) dalam Darma (2017) dinyatakan

bahwa untuk mencegah terjadinya keputihan dengan istirahat

cukup dan menghindari stress. Misalkan dengan cara tidak

mengerjakan tugas atau belajar hingga larut malam, melakukan

aktifitas-aktifitas yang menyenangkan dan berlibur. Dengan

demikian stress dapat dicegah.

2. Konsep Percepatan Penyembuhan Luka Perineum

a. Pengertian Perineum

Perineummerupakan bagian permukaan dari pintu bawah

panggul yang terletak antara vulva dan anus. Perineumterdiri dari otot

dan fascia urogenitalis serta diafragma pelvis. Terletak antara vulva


15

dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm. Diafragma pelvis terdiri dari

muskulus levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior serta

selubung fasia dari otot-otot ini. Muskulus levator ani membentuk

sabuk otot yang lebar bermula dari permukaan posterior ramus phubis

superior, dari permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia

obturatorius. Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di

sekitar vagina dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk

keduanya, pada persatuan garis tengah di bawah rektum dan pada

tulang ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma

pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis

phubis. Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis

transversalis profunda, muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia

interna dan eksterna (Wiknjosastro, 2014).

b. Luka Perineum

Luka perineum didefinisikan sebagai adanya robekan pada jalan

rahim maupun karena episotomi pada saat melahirkan janin. Robekan

perineum terjadi secara spontan maupun robekan melalui tindakan

episiotomi. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan

pertama dan tidak jarang juga terjadi pada persalinan berikutnya. Pada

proses persalinan sering terjadi rupturperineum yang disebabkan antara

lain: kepala janin lahir terlalu cepat, persalinan tidak dipimpin

sebagaimana mestinya, riwayat jahitan perineum, pada persalinan

dengan distosia bahu(Wiknjosastro, 2014).


16

c. Klasifikasi Luka Perineum

Klasifikasi ruptur perineum menurut Prawiroharjo (2008)

terbagi dua bagian yaitu:

1) Ruptur perineum spontan

Ruptur perineum spontan luka pada perineum yang terjadi

karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan

atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya

tidak teratur.

2) Ruptur perineum yang disengaja (episiotomi)

Ruptur perineum yang disengaja (episiotomi) adalah luka

perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau

perobekan pada perineum. Episiotomi adalah torehan yang dibuat

pada perineum untuk memperbesar saluran keluar vagina.

Wiknjosastro (2016), menyebutkan bahwa robekan perineum

dapat di bagi dalam 4 tingkatan yaitu:

1) Tingkat I: Robekan hanya terjadi pada selaput lender vagina

dengan atau tanpa mengenai kulit perineum sedikit.

2) Tingkat II: Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selama

mengenai selaput lendir vagina juga mengenai muskulus perinei

transversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani.

3) Tingkat III: Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum

sampai mengenai otot-otot sfingter ani. Ruptura perinei totalis di


17

beberapa kepustakaan yang berbeda disebut sebagai termasuk

dalam robekan derajat III atau IV.

4) Tingkat IV:Robekan hingga epitel anus. Robekan mukosa rectum

tanpa robekan sfingter ani sangat jarang dan tidak termasuk dalam

klasifikasi diatas.

d. Penyembuhan Luka Perineum

Penyembuhan luka adalah proses, cara, perbuatan

menyembuhkan, pemulihan. Luka adalah belah (pecah, cidera, lecet)

pada kulit karena kena benda yang tajam. Jadi penyembuhan luka

adalah panjang waktu proses pemulihan pada kulit karena adanya

kerusakan atau disintegritas jaringan kulit (Kamus Besar Bahasa

Indonesia, 2010).

e. Fase-Fase Penyembuhan Luka Perineum

Fase – fase penyembuhan luka menurut Smeltzer (2012) adalah

sebagai berikut :

1) Fase Inflamasi, berlangsung selama 1 sampai 4 hari.

Respons vaskular dan selular terjadi ketika jaringan teropong

atau mengalami cedera. Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan

bekuan fibrinoplatelet terbentuk dalam upaya untuk mengontrol

pendarahan. Reaksi ini berlangsung dari 5 menit sampai 10 menit

dan diikuti oleh vasodilatasi venula.


18

Mikrosirkulasi kehilangan kemampuan vasokonstriksinya

karena norepinefrin dirusak oleh enzim intraselular. Juga, histamin

dilepaskan, yang meningkatkan permeabilitas kapiler.

Ketika mikrosirkulasi mengalami kerusakan, elemen darah

seperti antibodi, plasma protein, elektrolit, komplemen, dan air

menembus spasium vaskular selama 2 sampai 3 hari, menyebabkan

edema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri.

2) Fase Proliferatif, berlangsung 5 sampai 20 hari.

Fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring

untuk sel-sel yang bermigrasi. Sel-sel epitel membentuk kuncup

pada pinggiran luka; kuncup ini berkembang menjadi kapiler, yang

merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru.

Setelah 2 minggu, luka hanya memiliki 3 % sampai 5% dari

kekuatan aslinya. Sampai akhir bulan, hanya 35% sampai 59%

kekuatan luka tercapai. Tidak akan lebih dari 70% sampai 80%

kekuatan dicapai kembali. Banyak vitamin, terutama vitamin C,

membantu dalam proses metabolisme yang terlibat dalam

penyembuhan luka.

3) Fase Maturasi, berlangsung 21 hari sampai sebulan atau bahkan

tahunan.

Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroblast mulai

meninggalkan luka. Jaringan parut tampak besar, sampai fibril

kolagen menyusun kedalam posisi yang lebih padat. Hal ini,


19

sejalan dengan dehidrasi, mengurangi jaringan parut tetapi

meningkatkan kekuatannya. Maturasi jaringan seperti ini terus

berlanjut dan mencapai kekuatan maksimum dalam 10 atau 12

minggu, tetapi tidak pernah mencapai kekuatan asalnya dari

jaringan sebelum luka.

f. Bentuk-bentuk Penyembuhan Luka Perineum

Dalam penatalaksanaan bedah penyembuhan luka, luka

digambarkan sebagai penyembuhan melalui intensi pertama, kedua,

atau ketiga. Penyembuhan melalui Intensi Pertama (Penyatuan

Primer). Luka dibuat secara aseptik, dengan pengrusakan jaringan

minimum, dan penutupan dengan baik, seperti dengan suture, sembuh

dengan sedikit reaksi jaringan melalui intensi pertama. Ketika luka

sembuh melalui instensi pertama, jaringan granulasi tidak tampak dan

pembentukan jaringan parut minimal.

1) Penyembuhan melalui Instensi Kedua (Granulasi).

Pada luka dimana terjadi pembentukan pus (supurasi) atau

dimana tepi luka tidak saling merapat, proses perbaikannya kurang

sederhana dan membutuhkan waktu lebih lama.

2) Penyembuhan melalui Instensi Ketiga (Suture Sekunder).

Jika luka dalam baik yang belum disuture atau terlepas dan

kemudian disuture kembali nantinya, dua permukaan granulasi

yang berlawanan disambungkan. Hal ini mengakibatkan

jaringan parut yang lebih dalam dan luas.


20

g. Faktor-Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Penyembuhan

LukaPerineum

1) Lingkungan

Dukungan dari lingkungan keluarga, dimana ibu akan selalu

merasa mendapatkan perlindungan dan dukungan serta nasihat–

nasihat khususnya orang tua dalam merawat kebersihan pasca

persalinan.

2) Tradisi

Di Indonesia ramuan peninggalan nenek moyang untuk

perawatan pasca persalinan masih banyak digunakan, meskipun

oleh kalangan masyarakat modern. Misalnya untuk perawatan

kebersihan genital, masyarakat tradisional menggunakan daun sirih

yang direbus dengan air kemudian dipakai untuk cebok.

3) Pengetahuan

Pengetahuan ibu tentang perawatan pasca persalinan sangat

menentukan lama penyembuhan luka perineum. Apabila

pengetahuan ibu kurang telebih masalah kebersihan maka

penyembuhan lukapun akan berlangsung lama.

4) Sosial ekonomi

Pengaruh dari kondisi sosial ekonomi ibu dengan lama

penyebuhan perineum adalah keadaan fisik dan mental ibu dalam


21

melakukan aktifitas sehari-hari pasca persalinan. Jika ibu memiliki

tingkat sosial ekonomi yang rendah, bisa jadi penyembuhan luka

perineum berlangsung lama karena timbulnya rasa malas dalam

merawat diri.

5) Penanganan petugas

Pada saat persalinan, pembersihannya harus dilakukan dengan

tepat oleh penangan petugas kesehatan, hal ini merupakan salah

satu penyebab yang dapat menentukan lama penyembuhan luka

perineum.

6) Kondisi pasien

Kondisi kesehatan pasien baik secara fisik maupun mental,

dapat menyebabkan lama penyembuhan. Jika kondisi ibu sehat,

maka ibu dapat merawat diri dengan baik.

7) Gizi

Makanan yang bergizi dan sesuai porsi akan menyebabkan ibu

dalam keadaan sehat dan segar. Dan akan mempercepat masa

penyembuhan luka perineum (Smeltzer, 2012).

h. Faktor-Faktor Internal yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Perineum

1) Usia

Penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada usia muda dari pada

orang tua. Orang yang sudah lanjut usianya tidak dapat mentolerir

stress seperti trauma jaringan atau infeksi.


22

2) Penanganan jaringan

Penanganan yang kasar menyebabkan cedera dan memperlambat

penyembuhan.

3) Hemoragi

Akumulasi darah menciptakan ruang rugi juga sel-sel mati yang

harus disingkirkan. Area menjadi pertumbuhan untuk infeksi.

4) Hipovolemia

Volume darah yang tidak mencukupi mengarah pada

vasokonstriksi dan penurunan oksigen dan nutrient yang tersedia

utuk penyembuhan luka.

5) Faktor lokal Edema

Penurunan suplai oksigen melalui gerakan meningkatkan tekanan

interstisial pada pembuluh.

6) Defisit nutrisi

Sekresi insulin dapat dihambat, sehingga menyebabkan glukosa

darah meningkat. Dapat terjadi penipisan protein-

kalori.

7) Personal hygiene
23

Personal hygiene (kebersihan diri) dapat memperlambat

penyembuhan, hal ini dapat menyebabkan adanya benda asing

seperti debu dan kuman.

8) Defisit oksigen

a) Insufisien oksigenasi jaringan : Oksigen yang tidak memadai

dapat diakibatkan tidak adekuatnya fungsi paru dan

kardiovaskular juga vasokonstriksi setempat.

b) Penumpukan drainase : Sekresi yang menumpuk menggangu

proses penyembuhan.

9) Medikasi

a) Steroid :Dapat menyamarkan adanya infeksi dengan

menggangu respon inflamasi normal.

b) Antikoagulan :Dapat menyebabkan hemoragi.

c) Antibiotik spektrum luas / spesifik : Efektif bila diberikan

segera sebelum pembedahan untuk patolagi spesifik atau

kontaminasi bakteri. Jika diberikan setelah luka ditutup, tidak

efektif karena koagulasi intrvaskular.

10) Over Aktivitas

Menghambat perapatan tepi luka. Mengganggu penyembuhan yang

diinginkan (Smelzer, 2012)


24

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh

generalisasi dari hal-hal yang khusus. Sedangkan kerangka konsep penelitian

pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin di

amati atau di ukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmojo,

2012).

Variabel Independen Variabel Dependen

Percepatan Penyembuhan Luka


Perawatan Vulva Hygiene Perineum Pada Ibu Bersalin

Faktor-faktor yang mempengaruhi


penyembuhan luka perineum
1. Faktor eksternal
a. Lingkungan
b. Tradisi
c. Pengetahuan
d. Sosial ekonomi
e. Penanganan petugas
f. Kondisi pasien
g. Gizi
2. Faktor internal
a. Usia
25

Keterangan : ________ : Variabel yang diteliti

------------ : Variabel yang tidak diteliti

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian


Sumber : (Notoatmodjo, 2012)

C. Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah sebuah pernyataan tentang hubungan yang

diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris.

(Notoatmodjo, 2010).

1. HI : Ada Pengaruh Perawatan Vulva Hygiene dengan Percepatan

Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Bersalin di Puskesmas

Gunungsari.

2. HO : Tidak ada Pengaruh Perawatan Vulva Hygiene dengan Percepatan

Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Bersalin di Puskesmas

Gunungsari.
26
27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Desain penelitian adalah hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang

dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa

diharapkan (Notoatmodjo, 2010).

Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

desain one group pretest-postest, desain ini tidak ada kelompok pembanding

(kontrol), tetapi paling tidak sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang

memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan-perubahan yang terjadi

adanya eksperimen (program).

Di dalam desain observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum

eksperimen dan sesudah eksperimen. Observasi yang dilakukan sebelum

eksperimen (01) disebut pretes dan observasi sesudah eksperimen (02) disebut

postes. Perbedaan antara 01 dan 02 merupakan akibat dari suatu penelitian

atau eksperimen (Arikunto, 2010).

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiono, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah

26
28

semua ibu bersalin yang datang berkunjung ke Puskesmas Gunungsari

Pada Bulan Januari s/d Februari tahun 2019 sebanyak 196 orang.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010).

Sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin yang datang

berkunjung ke Puskesmas Gunungsari pada bulan Maret tahun 2019

sebanyak 30 sampel. Sebagaimana dikemukakan oleh Mahmud (2011)

yang menyatakan bahwa untuk penelitian yang menggunakan analisis data

statistik, ukuran sampel paling minimum adalah 30.

Kriteria Sampel

Kriteria sampel dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria yang bisa dijadikan sebagai sampel.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini terdiri dari :

1) Ibu bersalin yang datang berkunjung ke Puskesmas Gunungsari

dan bersedia dijadikan sebagai responden.

2) Ibu bersalin yang melakukan perawatan vulva hyigiene

3) Ibu yang bersalin yang bisa membaca dan menulis

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah kriteria yang tidak bisa dijadikan sebagai

sampel. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini terdiri dari :


29

1) Ibu yang datang berkunjung ke Puskesmas Gunungsari dan tidak

bersedia dijadikan sebagai responden.

2) Ibu yang bersalin yang tidak melakukan perawatan vulva hygiene

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel

dimana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti sendiri

berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya

(Notoadmodjo, 2012).

C. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

a. Variabel Independent

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independentnya

adalah perawatan vulva hygiene.

b. Variabel Dependent

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependentnya adalah

percepatan penyembuhan luka pada ibu bersalin.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan.
30

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Definisi Skala
No Variabel Indikator/empirik Instrumen Hasil Ukur
Operasional Data
Variabel
1
independent
Perawatan Suatu tindakan a. Manfaat Checklist
vulva yang dilakukan perawatan
hygiene untuk memelihara vulva hygiene
dan menjaga b. Hal-hal yang
kebersihan alat mempengaruhi
kelamin wanita perilaku
bagian luar perawatan
vulva hygiene
c. Cara melakukan
perawatan
vulva hygiene
yang benar
Variabel
2
dependent
Percepatan Proses, cara, a. Fase-Fase Chekclist a. Baik Nominal
penyembuhan perbuatan penyembuhan b. Kurang
luka pada ibu menyembuhkan, luka perineum baik
bersalin pemulihanluka b. Bentuk-bentuk
karena adanya penyembuhan
kerusakan atau luka perineum
disintegritas c. Faktor-Faktor
jaringan kulit yang
Mempengaruhi
Penyembuhan
Luka Perineum

D. Instrumen Penelitian

Menurut Arikunto (2010), instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas

yang digunakan oleh peneliti etika dalam mengumpulkan data agar

pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat,

lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Adapun instrumen dalam

penelitian ini adalah chekclist.


31

E. Lokasi Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Gunungsari

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2019.

F. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data Primer adalah data/materi yang di kumpulkan sendiri oleh

peneliti pada saat berlangsungnya penelitian (Sugiono, 2010).

a. Data tentang percepatan penyembuhan luka pada ibu bersalin sebelum

diberikan perawatan vulva hygiene di Puskesmas Gunungsari

diperoleh dari responden dengan menggunakan alat bantu chekclist.

b. Data tentang percepatan penyembuhan luka pada ibu bersalin setelah

diberikan perawatan vulva hygiene di Puskesmas Gunungsari

diperoleh dari responden dengan menggunakan alat bantu chekclist.

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data/angka yang diambil dari suatu sumber

dan biasanya data sudah dikomplikasikan terlebih dahulu oleh yang punya

data (Sugiono, 2010).

Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data tentang gambaran

umum Puskesmas Gunungsari


32

G. Analisis Data

Analisa data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Analisis Univariat

Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan

distribusi dan persentase dari tiap variabel yaitu perawatan vulva hygiene

dan percepatan penyembuhan luka pada ibu bersalin. Analisis univariat

dilakukan menggunakan rumus berikut : (Notoatmodjo, 2010)

X
P= x 100 %
N

Keterangan :

P: Presentase

X : Jumlah kejadian pada responden

N : Jumlah seluruh responden

2. Analisis Bivariat

Analisa ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji variabel-

variabel penelitian yaitu : variabel independent dengan variabel dependent.

Hal ini berguna untuk membuktikan atau menguji hipotesis yang telah

dibuat. Untuk mengetahui pengaruh perawatan vulva hygiene terhadap

perawatan luka perineum pada ibu bersalin di Puskesmas Gunungsari,

maka uji yang digunakan adalah uji statistik t-test yang merupakan

statistik parametris (Sugiyono, 2010).


33

H. Etika Penelitian

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat

penting dalam penelitian, mengingat penelitian kebidanan berhubungan

langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan

(Hidayat, 2010).

1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan

informed consent adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan

penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia maka mereka

harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia,

maka peneliti harus menghormati hak itu. Beberapa informasi yang harus

ada dalam informed consent tersebut antara lain : partisipasi pasien, tujuan

dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur

pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan,

informasi yang mudah di hubungi, dan lain-lain.

2. Anonymity

Untukmenjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak

mencantumkannama responden pada lembar pengumpulan data. Peneliti

menggunakan nomor register untuk membedakan sampel yang satu

dengan yang lainnya.


34

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan disajikan sebagai hasil.

I. Alur Penelitian

Surat Pengantar dari Direktur Puskesmas


Bappeda
Kampus Gunungsari

Penelitian Populasi Pengambilan Data


dan Sampel Awal

Penyusunan Ujian Proposal Revisi Proposal


Proposal Penelitian Penelitian Penelitian

Pengolahan Data Turun ke lahan untuk


Membuat Skripsi
pengambilan data

Ujian Skripsi

Gambar 3.1 Alur penelitian Pengaruh Perawatan Vulva Hygiene Terhadap


Percepatan Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Bersalin di
Puskesmas Gunungsari.
35

Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian dijelaskan secara umum

sebagai berikut :

1. Survey Literatur

Tahap ini adalah melakukan pengumpulan bahan literatur dan

informasi berkaitan dengan judul penelitian.

2. Identifikasi Masalah

Melakukan identifikasi tentang masalah apa yang akan dibahas

berkaitan dengan perawatan vulva hygiene dengan percepatan

penyembuhan luka pada ibu bersalin berdasarkan literatur dan

informasi yang telah diperoleh.

3. Studi Pustaka

Mempelajari literatur yang akan digunakan sebagai kajian teori dalam

penelitian ini.

4. Hipotesis

Mengemukakan pertanyaan awal yaitu apakah ada hubungan antara

perawatan vulva hygiene dengan percepatan penyembuhan luka pada

ibu bersalin di Puskesmas Gunungsari.

5. Menentukan variabel dan sumber data

Menentukan variabel-variabel dan data-data seperti apa yang

dibutuhkan berdasarkan populasi, sampel dan cara pengambilan

sampel. Kemudian menentukan subyek penelitian dan respondennya


36

6. Menentukan dan Menyusun Instrumen Penelitian

Tahap ini adalah penentuan instrumen penelitian yaitu dengan mengisi

checklist.

7. Observasi Lapangan dan Perizinan

Melakukan pencarian sumber data dan perizinan penelitian kepada

pihak-pihak yang berkompeten.

8. Mengumpulkan data

Melakukan observasi kepada responden dan perizinan untuk

menghemat waktu, biaya dan tenaga.

9. Pengolahan Data

Pengolahan data terdiri dari pemberian kode variabel, tabulasi,

perhitungan dengan program SPSS untuk kemudian dilakukan tabulasi

kedua.

10. Analisa Data

Merupakan analisa hasil pengolahan data berdasarkan hasil penelitian

dan teori yang ada.

11. Menarik Kesimpulan

Menarik kesimpulan adalah kesimpulan diambil berdasarkan analisa

data dan diperiksa apakah sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian.
37

DAFTAR PUSTAKA

Notoadmojo S. 2012. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka


Cipta.

Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

SDKI, 2017. Angka Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia. Jakarta : Depkes RI.

Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung.


Alfabeta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif,


dan R&D. Bandung: Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai