Disusun Oleh :
Kelompok :6
Anggota : 1. Safira Maura A.R (201410015)
2. Ikbal Akbar A. (211410009)
3. Aryasuta A.LM. (2115410019)
Program Studi : Teknik Produksi Minyak dan Gas
Kelas : IIIB
Mengesahkan,
Dosen Praktikum
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga saya
dapat menyelesaiakan Laporan Praktikum Kunjungan Lapangan ini dengan tepat waktu.
Tanpa Pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan Kertas Kerja
Wajib ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat
nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berpa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan Laporan Praktikum dengan judul “Problema Produksi Minyak dan Gas”.
Pada kesempatan ini ingin disampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
yang terhormat:
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................2
KATA PENGANTAR..........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................9
I. Latar Belakang.............................................................................................................9
BAB II KOROSI.........................................................................................................12
I. TUJUAN.....................................................................................................................12
V. LANGKAH KERJA..................................................................................................15
VII. PERHITUNGAN....................................................................................................17
VIII. PEMBAHASAN.....................................................................................................17
IX. PENUTUP...............................................................................................................17
I. TUJUAN.................................................................................................................18
3.3 Demulsifier............................................................................................................26
V. PROSEDUR PRAKTIKUM....................................................................................29
VII. PEMBAHASAN.....................................................................................................30
VIII. KESIMPULAN.....................................................................................................31
BAB IV PARAFIN.....................................................................................................33
I. TUJUAN.....................................................................................................................33
V. PROSEDUR PRAKTIKUM....................................................................................44
VII. PEMBAHASAN.....................................................................................................46
VIII. KESIMPULAN.....................................................................................................48
BAB V.........................................................................................................................49
I. TUJUAN.....................................................................................................................49
V. PEMBAHASAN.........................................................................................................65
5.1 Overview Lapangan..........................................................................................................65
5.2 Lokasi 1: Sumur P-25 Kawengan...................................................................................68
5.2.1 Kegiatan Sonolog sumur P-25.........................................................................................69
5.3 Lokasi 2: Stasiun Pengumpul...........................................................................................71
5.3.1 Ruangan Pompa..................................................................................................................71
5.3.2 Water Produce System.....................................................................................................71
5.3.3 Tangki Pengumpul...........................................................................................................72
5.3.4 Pengukuran Fluid Level di Tangki 6..............................................................................73
VI. KESIMPULAN.......................................................................................................74
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Industri perminyakan merupakan salah satu bidang industri di dunia yang
memerlukan teknologi tinggi, padat modal dan memiliki resiko tinggi, sehingga
sangat diperlukan suatu perencanaan yang cermat dan matang. Inti dari industri
perminyakan adalah cara mengambil hidrokarbon atau minyuak mentah dan atau
gas dari reservoir untuk menjadi produk yang lebih ekonomis. Proses
memproduksikan minyak bukanlah suatu proses yang mudah, namun melibatkan
banyak kegiatan yang cukup kompleks. Secara garis besar, tahapan yang dilakukan
sebelum diproduksikan ke permukaan yakni kegiatan eksplorasi, yaitu kegiatan
mencari dan mengumpulkan sejumlah data statis mengenai kondisi bawah
permukaan. Data - data tersebut berupa lithology dari formasi dan data seismic.
Dalam kegiatan ini melibatkan Geologist dan Geophysics. Tahap berikutnya yang
dilakukan ketika data- data menunjukkan potensi hidrokarbon yang tersimpan
cukup ekonomis maka dilakukan kegiatan pemboran eksplorasi setelah kegiatan
pemboran selesai maka dilanjutkan tahap penyelesaian sumur, yakni mengubah
sumur yang telah dibor sehingga siap untuk diproduksi. Tahap terakhir adalah
tahap produksi, yakni memproduksikan hidrokarbon yang ada di dalam reservoir
menuju permukaan.
Dalam tahap produksi, menurunnya laju produksi dari suatu sumur produksi
umumnya merupakan suatu keadaan yang tidak dapat dihindarkan sehingga untuk
memperoleh jumlah minyak semaksimal mungkin, sumur harus tetap dijaga agar
tetap berproduksi dengan laju produksi yang optimum. Oleh karena itu apabila
suatu sumur terjadi penurunan laju produksi, maka faktor yang menyebabkan
berkurangnya laju produksi harsu segera diketahui agar dapat dilakukan usaha
untuk meningkatkan laju produksi minyak.
Faktor yang menyebabkan berkurangnya laju produksi adalah karena adanya
problem pada sumur produksi. Dalam memproduksikan hidrokarbon dari reservoir,
seringkali ada masalah yang berkaitan dengan produksi. Dalam memproduksikan
fluida reservoir, selalu diusahakan agar sumur tetap berproduksi secara optimum.
a. Problem kepasiran
b. Problem coning baik gas maupun air
2. Menurunnya laju produksi
a. Problem emulsi
b. Problem scale
c. Problem korosi
d. Problem paraffin
ii. Perhatikan MSDS dari tiap bahan yang digunakan dalam praktikum ini.
iii. Limbah cair sisa percobaan dibuang ke dalam wadah buangan limbah
cair, tidak diperkenankan membuang limbah ke dalam wastafel.
iv. Limbah padat dikumpulkan dan dibuang ke wadah buangan limbah
padat.
v. Peralatan gelas ditangani dengan hati-hati.
VII. PERHITUNGAN
1. Perhitungan untuk memnentukan Larutan HCL
v1.p1 = v2.p2
3% = 20.27 ml
6% = 40.5 ml
9% = 60.8 ml
VIII. PEMBAHASAN
Paku untuk HCL 3% = 7.212 gr
Paku untuk HCL 6% = 7.553 gr
Paku untuk HCL 9% = 7.183 gr
Pada praktikum kali ini, digunakan untuk mengukur kandungan korosi
pada paku menggunakan larutan HCL. Dengan metode pencelupan dengan
kadar HCL yang berbeda, bisa didapatkan bahwa masing masing larutan
memiliki perbedaan dan perbedaan ini lah yang digunakan untuk menganalisa
kandungan korosi pada paku.
Kita menggunakan 3 kadar larutan yang berbeda yaitu 3%, 6%, dan
9%. Sesuai perhitungan yang kita gunakan kita menggunakan larutan HCL
Pekat pada 3% yaitu 20.27 ml, pada 6% yaitu 40.5 ml, dan pada 9% kita
menggunakan 60.8 ml. pada praktikum ini yang memiliki kadar HCL Pekat
yang tinggi maka akan berpengaruh besar pada peluruhan korosi. Untuk point
eror yang kita dapat yaitu :
Sisa air dari perendaman paku oleh HCL menyebabkan
penambahan massa pada paku Ketika selesai di oven dan
kemudian ditimbang pada timbangan digital.
Waktu pengovenan pada paku berpengaruh hasil timbangan.
Semakin sedikit waktu pengovenan, maka semakin tinggi massa
paku yang ditimbang.
IX. PENUTUP
a. Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum pengujian korosi menggunakan larutan HCL
dan menganalisa hasil pengujian, diperoleh beberapa kesimpulan yaitu:
1. Pada praktikum kali ini kita mendapatkan kesimpulan bahwa korosi
dapat luruh apabila kontak langsung dengan larutan HCL. Dan
mengalami penurunan massa pada sebuah logam.
2. Semakin tinggi kadar larutan HCL pekat maka semakin tinggi larutan
tersebut mengikis karat.
3. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya korosi yaitu, oksigen, H2O
dan senyawa lainnya.
b. Saran
1. Pada praktikum ini harus mangatur jobdesk partikan dan lebih
diperhatikan mengenai time managementnya.
BAB III EMULSI
I. TUJUAN
Emulsi didefinisikan sebagai campuran antara dua macam cairan yang tidak
saling campur (immiscible). dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk
tetesan (droplet) pada cairan yang lain (Grace, R. 1992). Air dalam minyak yang
berbentuk emulsi akan sulit untuk dipisahkan dengan cara yang diterapkan pada air
bebas dimana air bebas pemisahannya dilakukan dengan cara pengendapan
menggunakan efek gravitasi dan dapat pula ditambahkan dengan bantuan pemanasan
atau menggunakan centrifuge karena air yang tersebar ke dalam fasa minyak dan
terselimuti oleh selaput tipis (emulsifying agent). Emulsi akan lebih stabil oleh
adanya material pengemulsi (emulsifier). Kestabilan emulsi dipengaruhi oleh gaya
tegangan antar permukaan antara fasa air dan fasa minyak yang semakin besar. hal
tersebut digambarkan melalui bentuk ukuran butir air yang semakin kecil dan
merapat antara butir satu dengan yang lainnya.
Emulsi air didalam minyak distabilkan oleh adanya soaps. sulfonated oil.
asphaltic residues. waxes. salt dan sulfides sebagai zat penstabil emulsi atau biasa
disebut emulsifier. Beberapa material tersebut dapat berperan sebagai pembentuk
emulsi air dalam minyak. karena sifatnya yang dapat larut dalam minyak (oil
soluble).
Emulsi sering memiliki sifat fisik yang perbedaannya sangat mencolok dari
salah satu komponen cairannya. terutama dalam warna dan viskositasnya. Menurut
pengamatan. emulsi pada dasarnya terdiri dari butiran-butiran cairan yang terdispersi
dan pendispersi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Besar-kecilnya diameter tetes-tetes penyusun emulsi bervariasi dari 0.00001
mm sampai beberapa milimeter diameternya. Emulsi minyak dalam air memiliki
konduktivitas listrik jauh lebih besar dibandingkan emulsi air dalam minyak (Andry
nofrizal, 2013). Hal ini dikarenakan pada emulsi minyak dalam air. air yang bersifat
konduktif berlaku sebagai fasa continue (pendispersi) sedangkan minyak yang
bersifat isolatif merupakan fasa discontinue (terdispersi). Berdasarkan hasil studi
mengenai emulsi. diketahui bahwa emulsi dapat bermuatan listrik. Besarnya muatan
listrik tersebut dapat mencapai 0.05 volt. Dengan adanya muatan listrik dalam emulsi.
maka penggabungan tetes-tetes terdispersi (dropplet) akan terhambat. sehingga
terbentuk emulsi yang stabil.
Analisa pada lapangan minyak juga menunjukkan bahwa pada umumnya
kadar kegaraman air emulsi cukup tinggi. hal tersebut dikarenakan oleh penguapan
sejumlah air oleh gas alam. Kadar garam yang cukup tinggi pada fasa ini berpengaruh
besar pada gaya permukaan antara air. minyak dan antara zat-zat tersebut dengan
emulsifying agent yang terkonsentrasi antara kedua fasa tersebut Emulsi minyak
bumi distabilkan oleh zat alam yang terdapat dalam minyak mentah (crude oil). Zat-
zat ini biasanya mengandung kelompok polar seperti karboksil atau kelompok fenol.
Zat-zat tersebut bisa berbentuk suatu larutan atau koloid (seperti clay). Ukuran
partikel koloid lebih kecil daripada emulsi. Sistem koloid terdiri dari dua fasa yaitu
fasa pendispersi padat dan fasa terdispersi cair.
Sebagai suatu sistem koloid. emulsi minyak dengan air memiliki sifat-sifat
Efek Tyndal. Gerak Brown. Elektrolisa dan Adsorbsi. Gerak Brown yaitu dengan
bantuan alat mikroskop yang difokuskan pada suatu dispersi koloid yang disinari
dengan sinar yang tegak lurus pada sumbu mikroskop. maka akan nampak partikel-
partikel koloid yang senantiasa bergerak dengan arah jalan lurus tetapi arahnya tidak
tentu. Sedangkan Efek Tyndall merupakan pengamatan dibawah ultra mikroskop.
yaitu bila suatu sistem koloid disinari maka akan terlihat adanya bintik-bintik kecil
yang memancar sinar walaupun partikel-partikelnya sendiri tidak kelihatan.
Pertikel-partikel yang didispersi selalu bermuatan listrik. Adapun jenis
muatannya tergantung dari berbagai faktor. tetapi pada umumnya memiliki muatan
negatif (-). Dengan adanya partikel listrik pada partikel koloid tersebut menyebabkan
koloid bersifat stabil karena partikel-partikelnya saling tolak- menolak maka tidak
dapat menggumpal sehingga tidak dapat menggumpal.
Proses pembentukan emulsi ini tidak terlepas dari studi tentang proses
pembentukan butiran fasa terdispersi. Dalam proses pembentukan tiap-tiap butiran
dan batas antar muka akan dibutuhkan suatu energi.
Apabila cairan dibagi menjadi dua bagian menurut sebuah bidang horisontal.
maka molekul-molekul yang berada pada bidang permukaan tidak lagi mengalami
gaya dalam arah vertikal. Pemisahan cairan ini disebabkan karena adanya usaha
penambahan luas permukaan cairan yang hanya dapat dilakukan oleh suatu gaya yang
dapat mengatasi gaya tarik menarik dalam arah vertikal. Jika gaya vertikal ini
dikalikan dengan besarnya jarak dimana gaya tersebut bekerja maka dinamakan kerja
membentuk permukaan baru. Hal ini yang dimaksud sebagai energi bebas dari suatu
sistem.
Gambar 3.3 Gaya Tarik Menarik Antar Molekul (Brady, James E. 1990)
1. Adanya dua macam cairan yang dalam keadaan biasa tidak dapat bercampur
(immiscible). misalnya minyak dan air. Cairan yang tidak dapat saling
campur antara satu dengan yang lainnya merupakan syarat utama untuk
terbentuknya suatu sistem emulsi. Cairan yang tidak saling larut ini salah
satunya merupakan butiran-butiran air atau sebagai fasa terdispersi
sedangkan cairan lainnya merupakan fasa minyak atau sebagai fasa
pendispersi.
Zat-zat yang berfungsi sebagai demulsifier seperti silika halus. oksida besi.
clay. garam NaCL. serta material-material lain yang mempunyai efek berlawanan
dengan emulsifying agent. Emulsifying agent dapat dibayangkan sebagai materi
yang berada dalam minyak tetapi terkondensasi pada batas antara air dan minyak.
sehingga bila sejumlah zat dapat ditambahkan pada emulsi yang ada dan sifat zat
tersebut dapat tertarik oleh permukaan air tetapi memiliki efek kebalikan dari
emulsifying agent. maka akan terjadi demulsifikasi. Perubahan emulsi dapat
dikarenakan oleh perubahan emulsifying agentnya dari mengikat minyak menjadi
mengikat air atau perubahan tak langsung pada permukaan air yang
mempengaruhi tegangan permukaan (Hamadi, A. S. dan Mahmood, L. H. 2010).
3.4 Centrifuge Koehler
Centrifuge Koehler merupakan suatu alat penguji kandungan bs & w atau
basic sediment and water suatu sampel crude oil. Alat ini dilengkapi dengan fitur
pemanasan dan gaya sentifuge sehingga padatan dalam sampel akan terpisah. Dalam
satu kali pengujian, alat mampu untuk menampung 4 buah tube centrifuge. Apabila
hanya diperlukan 2 sampel, maka peletakan tabung harus saling berhadapan.
Hal ini bertujuan agar selama alat centrifuge melakukan rotasi, gaya
sentrifugal yang dihasilkan maksimal. Terdapat 2 jenis alat centrifuge, centrifuge
jenis yang pertama menggunakan prinsip pemanasan sekaligus rotasi sedangkan
centrifuge jenis lainnya menggunakan sistem pemanasan terlebih dahulu sebelum
melakukan pemisahan sentrifugal.
A. Alat
No Nama Alat Gambar
1 Gelas ukur 250 mL
3 Tube Centrifuge
4 Pipet Tetes
5 Hand Gloves
B. Bahan
No Nama Bahan Gambar
1 Crude Oil (Sample KWG)
2 Solvent (Toluene)
3 Demulsifier NP6
V. PROSEDUR PRAKTIKUM
1. Isi masing-masing dari 2 (dua) tabung centrifuge dengan sampel sebanyak
tepat 50 ml, tambahkan 50 ± 0,05 mL toluena jenuh air, kemudian tambahkan
0,2 mL larutan demulsifier.
4. Setelah selesai putaran, baca dan catat volume air dan sediment yang ada
pada bagian bawah masing-masing tabung sampai ketelitian 0,05 mL.
VII. PEMBAHASAN
Gambar 3.5 Hasil Percobaan Pada (a) Sampel 1 dan (b) Sampel 2
Hal pembacaan emulsi sudah tepat sesuai dengan volume crude oil yang
diujikan. Pada sample 1, volume crude oil sebanyak ru ml memiliki pembacaan
emulsi 5.5 ml. Sedangkan pada sampel 2, crude of 75 ml memiliki pembacaan emulai
7.25 ml. Sedangkan pada pembacaan padaran, sampel dengan toleone lebih banyak
dapat menghasilkan padaran lebih banyak karena toluene bersifat mengikat minyak
dan sehingga mampu melepas padatan lebih banyak yaitu sekitar 0.125 mL sample I
dan 0.0625 mL pada sample 2.
VIII. KESIMPULAN
1. Emulsi sebagai campuran antara dua macam cairan yang tidak saling campur
(immiscible). dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk tetesan
(droplet) pada cairan yang lain (Grace, R. 1992).
2. Demulsifier adalah merupakan suatu zat aktif permukaan. yang berfungsi
untuk mengurangi tegangan permukaan antar cairan sehingga dapat
memisahkan cairan yang saling menyatu.
3. Sampel dengan toleone lebih banyak dapat menghasilkan padaran lebih
banyak karena toluene bersifat mengikat minyak dan sehingga mampu
melepas padatan lebih banyak yaitu sekitar 0.125 mL sample I dan 0.0625
mL pada sample 2
4. Menurut kelompok kami, percobaan dengan standar 600 RPM 250 ℉ pada
centrifuge Koehler dengan waktu putaran 10 menit kurang efektif untuk
memisahkan endapan dan emulsi pada kedua sampel.
BAB IV PARAFIN
I. TUJUAN
1. Memahami karakteristik paraffin dalam crude oil.
2. Mengetahui pengaruh komposisi konsentrasi solvent terhadap sifat paraffin
pada crude oil.
3. Memahami prosedur penggunaan Cooling Bath.
2. Perhatikan MSDS dari tiap bahan yang digunakan dalam praktikum ini.
3. Limbah cair sisa percobaan dibuang ke dalam wadah buangan
limbah cair, tidak diperkenankan membuang limbah ke dalam
wastafel.
4. Bila menggunakan peralatan dengan tenaga listrik lihat terlebih dahulu
tegangan jaringan listrik yang ada
5. Limbah padat dikumpulkan dan dibuang ke wadah buangan
limbah padat.
6. Peralatan gelas ditangani dengan hati-hati.
3.1 Paraffin
Sifat, susunan atau komposisi paraffin dalam crude oil memegang peranan
penting untuk merencanakann tipe unit pengolahan yang digunakan serta produk apa
saja yang dapat dihasilkan dan nantinya akan berguna sebagai produk yang ekonomis.
Berikutsifat fisik dan kimia paraffin menurut Bennet (1963) dalam Turnip (2003):
4. Memiliki warna yang jernih atau putih tidak berbau dan menimbulkan rasa.
5. Titik cair berkisar antara 42ºC – 60ºC.
6. Semakin bertambah jumlah atom C, maka berat molekul ikut bertambah
sehingga titik didih dan titik leleh semakin tinggi.
7. Stabil pada suhu kamar.
8. Bereaksi lambat dengan klor dengan bantuan sinar matahari.
9. Beraksi dengan klor dan brom dengan bantuan katalistor.
10. Tidak bereaksi dengan asam sulfat pekat, larutan alkali pekat, asam
nitratkecuali dengan senyawa yang mempunyai atom karbon tersier.
11. Mempunyai berat jenis yang rendah
Dalam kondisi temperatur kamar dan tekanan atmosfer, kondisi fasa dan
distribusi parafin dalam produk minyak bumi tergantung atom C nya, seperti
misalnya (Mahfud & Sabara, 2018):
1. Atom C1-C4 berfasa Gas dengan produk gas alam (LNG) dan LPG,
2. C5-C15 berfasa cair dengan produk Naphta, Bensin, Kerosine, Dieseldan
Minyak bakar,
3. C15+ berfasa padat dengan produk Wax Parafin sedikit mengandung
komponen asphaltic.
Parafin wax merupakan senyawa jenuh yang berbentuk zat berwarna
berbentuk kristal dan tidak berbau, dapat berbentuk padat atau setengah padat. Parafin
tidak mudah bereaksi dengan senyawakimia lain (inert), tetapi pada suhu tinggi
sebagian kecil akan teroksidasi atau pecah (cracking), tidak larut dalam air dan
alkohol tetapi larut dalam fraksi minyak bumi dan benzene (Ariyani et al., 2017).
Pour Point atau biasa disebut titik tuang merupakan titik dimana minyak
tersebut dapat mengalir. Sehingga apabila nilai titik tuang tidak sesuai akan terjadinya
pembekuan. Akibat dari pembekuan tersebut akan menghasilkan penyumbatan pada
pipa produksi. Penyumbatan tersebut akan menyebabkan kerugian pada saat produksi
dan juga merusak alat produksi. Suhu merupakan faktor utama yang sangat
berpengaruh dalam pengendapan wax. Kelarutan wax berkurang karena menurunnya
temperatur. Endapan wax dari minyak mulai terakumulasi saat suhu operasi sama
atau di bawah Wax Appaearance Temperature (WAT) tersebut. Selama proses
pengaliran crude oil, perbedaan suhu antara pipa dan lingkungan eksternal
menyebabkan suhu minyak di sepanjang pipa turun secara bertahap yang
menghasilkan endapan wax. Kristal parafin mulai terpisah dari cairan crude dan bila
suhu terus diturunkan, kristal parafin semakin banyak terentuk dan mengendap di
dinding pipa. Bila suhu tersebut terus menurun dan berada dibawah titik tuang maka
crude akan membeku dan tidak dapat mengalir lagi (Adriany, 2016).
Untuk penelitian ini, uji titik tuang dilakukan sesuai dengan metode yang
dijelaskan dalam ASTM D97-05 dengan akurasi ± 3 ºC. Metode standart ASTM D97-
05 dilakukan pada suatu petroleum yang berhubungan dengan sifat pemompaan dan
kemampuan alir minyak pada suhu terendah. Titik tuang ini diperlukan karena adanya
persyaratan dari prosuder penimbunan dan pemakaian dari bahan bakar minyak, hal
ini dikarenakan bahan bakar minyak sering sulit untuk di pompa, apabila suhunya
telah dibawah titik tuang (Ahmed, 2014).
3.3 Cold Point
3.4 Solvent
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau gas,
yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam kehidupan
sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah bahan kimia
organik (mengandung karbon) biasanya disebutpelarut organik. Konsentrasi larutan
menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut dan pelarut di dalam larutan.
Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan
jumlah total zat dalam larutan, atau dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan
jumlah pelarut. Contoh beberapa satuan konsentrasi adalah molar, molal, danbagian
per juta (part per million, ppm). Sementara itu, secara kualitatif, komposisi larutan
dapat dinyatakan sebagaiencer (berkonsentrasi rendah) atau pekat (berkonsentrasi
tinggi).
Molekul komponen-komponen larutan berinteraksi langsung dalam keadaan
tercampur. Pada proses pelarutan, tarikan antarpartikel komponen murni terpecah dan
tergantikan dengan tarikan antara pelarut dengan zat terlarut. Terutama jika pelarut
dan zat terlarut sama-sama polar, akan terbentuk suatu sruktur zat pelarut
mengelilingi zat terlarut. Hal ini memungkinkan interaksi antara zat terlarut dan
pelarut tetap stabil.
Bila komponen zat terlarut ditambahkan terus-menerus ke dalam pelarut, maka tidak
akan dapat larut lagi. Misalnya, jika zat terlarutnya berupa padatan dan pelarutnya
berupa cairan, pada suatu titik padatan tersebut tidak dapat larut lagi dan terbentuklah
endapan. Jumlah zat terlarut dalam larutan tersebut adalah maksimal, dan larutannya
disebut sebagai larutan jenuh (Technoscientia-Vol-14-No-01-02-Hal-60-73, n.d.).
Titik tercapainya keadaan jenuh larutan sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor lingkungan, seperti suhu, tekanan, dan kontaminasi. Secara
umum, kelarutan suatu zat (yaitu jumlah suatu zat yang dapat terlarut dalam pelarut
tertentu) sebanding terhadap suhu. Hal ini terutama berlaku pada zat padat, walaupun
ada perkecualian. Kelarutan zat cair dalam zat cair lainnya secara umum kurang peka
terhadap suhu daripada kelarutan padatan atau gas dalam zat cair. Kelarutan gas
dalam air umumnya berbanding terbalik terhadap suhu.
A. Alat
3 Cooling Bath
5 Thermometer
6 Stirer Magnetic
7 Digital Hotplate
8 Penutup (Cork)
B. Bahan
2 Solvent (Toluene)
V. PROSEDUR PRAKTIKUM
8
6
4
2
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Komposisi Toluene (mL)
VII. PEMBAHASAN
Minyak Bumi (Crude Oil) akan mengalami penurunan temperature ketika
menampuh perjalanan dari formasi menuju permukaa. Apabila hal ini tidak di
dipertimbangkan, maka akan terjadi pembekuan minyak di dalam pipa, sehingga
tidak dapat mengalir. Kehilangan panas ini akan menyebabkan suatu masalah yang
akan menjadi besar akibatnya apabila tidak segera diatasi. Untuk mengatasi hal
tersebut, kita dapat mengambil formasi sample minyak dan mengadakan uji coba
untuk menentukan titik kabut, titik beku, dan titik tuang. Dalam aplikasi di lapangan
biasanya percobaan ini digunakan sebagai bahan dalam merencanakan minyak yang
nantinya akan diproduksi dapat terus mengalir hingga ke fasilitas-fasilitas produksi
yang dituju. Dari bahan yang diperoleh selanjutnya akan digunakan untuk
mengkondisikan suhu yang beradadalam pipa-pipa yang dilewati oleh minyak metah.
Dimana salah satu cara yaitu dengan mengisolasi pipa atau dengan jalan diberi heater
agar aliran dari flow line tetap lancar
Berdasarkan teori, minyak berat akan lebih dulu mengalami pembekuan
daripada minyak ringan. Hal ini dikarenakan pada minyak berat lebih banyak
mengandung padatan-padatan jika dibanding minyak ringan. Paraffin merupakan
salah satu contoh padatan (zat pengotor) yang dapat terkandung dalam minyak bumi.
Keberadaan paraffin seiring bertambahnya waktu dapat menyebabkan endapan
paraffin, endapan ini kemudian akan menyebabkan pipa menipis bahkan hingga
mengalami kebocoran. Selain itu, endapan dalam pipa menghambat laju alir fluida
produksi. Sehingga, untuk menghindari pembekuan maka haruslah diusahakan agar
temperatur minyak yang diproduksi pada alat-alat flowline tetap stabil.
Pada praktikum untuk menentukan karakteristik paraffin dalam crude oil,
dilakukan pengujian komposisi sample crude oil sebanyak 100 mL dengan 4 kali
percobaan yaitu tanpa solvent dan menggunakan komposisi volume solvent yang
berbeda. Percobaan diawali dengan persiapan bahan dan alat, setelah itu crude oil
yang telah diukur di gelas ukur 250 mL kemudian dipanaskan diatas digital hotplate
yang telah disiapkan. Suhu sampel diukur hingga 50°C kemudian dimasukkan ke
cooling bath. Setiap kenaikan suhu 3°C, sampel kemudian diamati perubahan
fasanya.
VIII. KESIMPULAN
I. TUJUAN
1. Mengetahui sumur P-25 di Lapangan Kawengan.
2. Mengetahui bagaimana kegiatan sonolog di sumur P-25 di Lapangan
Kawengan.
3. Mengetahui proses water produce di Lapangan Kawengan.
Pada jenis ini, walking beam akan ditopang oleh samson post pada bagin
tengah. Jenis pompa ini banyak dipergunakan pada sumur minyak yang memiliki
berbagai macam ukuran, bahkan mencapai 100 horse power. Pumping unit jenis
conventional type terdiri dari dua bagian, yaitu:
1. Beam counter balance system; dimana balancing load terpasang pada
walking beam.
2. Crank counter balance system; counter weigt terpadang pada crank.
2. Low Torque Unit (Mark II unitorque Sucker Rod Pump)
Pada Low Torquqe Unit, samson post menopang walking beam pada bagian
ujung belakang. Pada ukuran kerangka yang sama, biasanya unit ini membutuhkan
horse power yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan conventional type. Tipe ini
banyak digunakan untuk kondisi sumur-sumur minyak yang dalam dengan
berproduksi yang besar. Ukuran yang tersedia tidak banyak bervariasi dengan tenaga
terbesar mencapai 125 horse power (Takacs, 2015). Berikut gambar Low Torque
Unit:
Jenis ini memiliki kinerja yang lebih ringan dan lebih kecil bila dibandingkan
dengan jenis-jenis yang telah disebutkan di atas. Ukuran yang tersedia untuk jenis ini
hanya terbatas, namun tenaga yang dimiliki dapat mencapai 150 horse power.
6. Horse Head
Horse head ditempatkan pada ujung walking beam dengan bentuk satu per
delapan lingkaran agar gerakan yang di hasilkan menjadi gerakan naik dan
turun (reciprocation) dimana wire line dan carrier bar merupakan
perlengkapan yang tergantung pada horse head (Suyono et al., 2018).
7. Wire Line
Wire line merupakan kawat dengan bahan baja yang berada pada horse
head untuk menyambungkannya dengan polished rod. Polished rod diklem
ujungnya dan tergantung di carrier bar. Wire line menjamin gerakan pada
sucker rod agar tetep vertical, sehingga tidak terjadinya gerakan yang
melengkung pada polished rod (Fakher et al., 2021).
8. Carrier Bar atau Hanger
Carrier Bar merupakan tempat menggantungnya polished rod, dimana
polished rod masuk ke dalam carrier bar dan di atasnya dipasang clamp
sehingga wire line yang disambung pada horse head, dapat mengangkat
dan mengantar polished rod ke atas dan ke bawah (Schlumberger, 2022).
9. Counter Weight/Counterbalance
Counterbalance berfungsi sebagai penyeimbang antara berat rod string,
membantu prime mover dan gear reducer untuk bekerja lebih efisien,
khususnya pada saat posisi upstroke. Pada crank balance sucker rod pump,
Counter balance dipasang pada crank, sedangkan pada beam balance
sucker rod pump, Counter balance dipasang pada ujung belakang walking
beam. Sedangkan pada air balance sucker rod pump, tabung udara (air
compressor) yang bertekanan berfungsi sebagai pengganti Counter balance
(Fakher et al., 2021).
10. Stuffing Box
Stuffing box berfungsi untuk menahan minyak agar minyak tidak ikut
keluar bersamaan dengan naik turunnya polished rod sehingga minyak
dapat di alirkan ke flow line lewat cross tee tanpa tumpah (menyembur),
stuffing box juga berfungsi sebagai tempat dudukan untuk polished rod
agar dapat bergerak naik turun dengan bebas dan lurus. Stuffing box
diletakkan di atas kepala sumur (Diany & Bouzid, 2009).
Gambar 5. 5 Alat bawah permukaan Sucker Rod Pump (Kenn Fozao, 2015)
1. Rubber
Rubber dipasang pada sucker rod dengan tujuan untuk menjaga sucker
rod agar tidak bergesekan dengan tubing saat bergerak naik (upstroke)
dan turun (downstroke).
2. Tubing
Tubing berfungsi sebagai tempat mengalirnya fluida produksi sampai ke
permukaan. Pada sistem artificial lift, tubing juga dapat berfungsi sebagai
tempat untuk menggantungkannya pompa yang akan di pasang pada
sumur.
3. Sucker Rod
Sucker rod merupakan batang/rod yang menghubungkan antara plunger
dengan peralatan-peralatan yang berada di atas permukaan (surface
equipment), dimana fungsi utamanya untuk melanjutkan gerak naik
(upstroke) dan turun (downstroke) dari horse head sampai ke plunger.
Rod yang digunakan dari permukaan sampai pump intake tidak
diharuskan sama diameternya, namun dapat dilakukan secara kombinasi.
(Brown, K.E, (1977).
4. Pony Rod
Merupakan rod yang memiliki panjang lebih pendek dari panjang rod
pada umumnya dengan panjang < 25 ft. Fungsi dari pony rod itu sendiri
untuk melengkapi/menambah panjang dari sucker rod.
5. Polished Rod
Polished rod merupakan tangkai rod yang berada di luar sumur yang
menghubungkan antara rod string dengan carier bar agar dapat naik turun
di dalam stuffing box dengan baik. Biasanya diameter dari stuffing box
lebih besar bila dibandingkan dengan diameter polished rod, agar
polished rod dapat bergerak bebas.
6. Plunger
Merupakan pompa yang terletak pada working barrel, saat plunger ditarik
ke permukaan / ke atas (upstroke) maka fluida produksi akan masuk ke
dalam dan mengisi ruang pada working barrel melalui standing valve,
sedangkan apabila plunger diturunkan (downstroke) fluida produksi yang
mengisi ruang working barrel akan keluar ke tubing melalui travelling
valve. Pada plunger ini terdapat ball dan seat, yang berfungsi sebagai
katup. Berikut dapat dilihat pada Tabel
7. Pump Barrel
Merupakan tempat dimana plunger dapat bergerak naik turun sesuai
dengan Langkah pemompaan dan menampung fluida sebelum diangkat
oleh plunger pada daat upstroke.
8. Lower/Upper
Berfungsi sebagai penyambung antara pump barel dan standing valve.
9. Traveling Valve
Merupakan katup yang terdapat di bawah plunger yang berfungsi sebagai
pemberi jalan masuk untuk fluida dari working barel ke plunger pada saat
turun (downstroke) dan untuk menahan fluida agar tidak keluar dari
plunger pada saat bergerak naik (upstroke).
10. Standing Valve
Merupakan katup yang terdapat dibagian bawah working barel yang
berfungsi sebagai pemberi jalan masuk untuk fluida dari dalam sumur ke
working barel pada saat naik (upstroke) dan untuk menahan fluida agar
tidak keluar dari working barel pada saat plunger bergerak ke bawah
(downstroke).
11. Mud Anchor
Untuk menghindarkan masuknya pasir atau padatan dari lubang bor ke
dalam pompa.
12. Gas Anchor
Komponen yang dipasang dibagian bawah pompa, yang berfungsi untuk
memisahkan gas dari minyak agar gas tersebut tidak ikut masuk ke dalam
pompa bersama-sama dengan minyak.
Prinsip kerja dari Sucker rod pump sebagai berikut: (Brown, K.E., 1977). Prime
mover menghasilkan gerak rotasi, dimana gerakan ini diubah menghasilkan gerak
translasi oleh crank dan pitman. Setelah itu gerakan translasi menggerakan walking
beam dan horse head membuat plunger yang berada di dalam sumur bergerak naik
dan turun (1 stroke). Apabila plunger bergerak ke atas (upstroke), maka di bawah
plunger akan terhadi penurunan tekanan, sehingga tekanan dasar sumur lebih besar
dari tekanan dalam pompa, keadaan ini menyebabkan standing valve terbuka dan
fluida masuk kedalam pompa.
Pada saat volume di bawah plunger sudah terisi penuh oleh cairan maka plunger
akan bergerak kebawah (downstroke), dimana standing valve akan tertutup karena
plunger menekan fluida dan disaat yang bersamaan fluida akan mendorong traveling
valve, sehingga fluida akan keluar dari plunger dan masuk ke dalam tubing. Proses
tersebut berjalan berulang kali, sehingga fluida, pada tubing akan bergerak naik ke
permukaan dan mengalir menuju separator melalui flow line.
1. Biaya awal yang rendah di sumur dengan kedalam dangkal sampai sedang.
2. Fleksibilitas untuk menangani volume produksi yang berubah-ubah.
3. Menggunakan tubing string sederhana dan melepaskan natural gas melalui
annulus.
4. Tidak mudah mengalami kerusakan.
5. Mudah untuk melakukan perbaikan di lapangan.
6. Mudah dipahami orang di lapangan.
7. Harga realtif murah.
A. Alat
No Nama Alat Gambar
1 Helm
2 Gloves
3 Coverall
4 Sepatu Safety
5 Kacamata Safety
6 Masker
B. Bahan
No Nama Bahan Gambar
1 Pasta pengukuran (fasilitas
lapangan)
V. PEMBAHASAN
Data sumur pada 24 Mei 2023, tercatat lapangan cepu memiliki total sumur di
bor sebanyak 1350 sumur dengan total sumur produksi sebesar 453 sumur yang
meliputi sumur Natural Flowing, memakai artificial list SRP, ESP, PCP, HPU, dan
sumur yang dikelola masyarakat KUD.
Total sumur produksi sebanyak 17 sumur. Sebanyak 835 sumur sudah shut in.
Produksi liquid harian sebesar 18,813 BLPD dengan minyak 1,446 BOPD. Water cut
di lapangan ini masih tergolong tinggi yaitu 92% WC / 63,726 MMSCFD. Lapangan
di blok cepu antara lain, Lapangan Nglobo, Semanggi, Ledok, dan Kawengan.
5.1.2 Overview Lapangan Kawengan
Secara geografis lapangan minyak dan gas bumi Kawengan terletak pada
antiklin kawengan ± 22 km sebelah Timur Laut daerah Cepu, Kabupaten Blora, Jawa
Tengah. Lapangan Kawengan memiliki ketinggian 100 – 350 meter diatas permukaan
laut. Lapangan ini pertama kali dikelola oleh perusahaan swasta Belanda yang
kemudian diserahkan kepada Doritche Petroleum Maatschappij pada tahun 1904,
kemudian pengusahaannya berpindah lagi kepada Bataafsche Petroleum
Maatschappij tahun 1923 dan pada saat ini Lapangan Kawengan sudah termasuk
dalam wilayah kerja PERTAMINA Daerah Operasi Hulu Jawa Bagian Timur.
Lapangan Kawengan termasuk sebagai lapangan tua, ditemukan 1894 oleh
Belanda. Terletak ± 20 km sebelah Utara Kota Cepu. Lapangan ini memiliki 6 lapisan
produktif (L1-L6), kedalaman: 400 – 600 mbpl, merupakan Formasi Ngrayong
(Miosen Tengah), Lingkungan Pengendapan Transisi-Deltaik. Struktur antiklin
tersesarkan, memanjang Tenggara Baratlaut, panjang + 13 Km dan lebar + ½-1 Km.
Karakteristik sumur P-025 adalah memiliki low influx. Seperti yang sudah
diketahui, influx merupakan salah satu permasalahan yang sering dialami sumur
sumur pemboran dimana aliran fluida formasi yang tidak diinginkan masuk ke area
lubang sumur pemboran. Influx juga dikenal dengan sebutan kick. Namun, pada
sumur P-025 di Lapangan Kawengan influx yang masuk ke dalam wellbore masuk
dengan laju alir yang tergolong rendah. Sehingga, pada pemompaan oleh Sucker Rod
Pump (SRP), digunakan Stroke Per menit (SPM) yang rendah. Jika SPM tinggi akan
menyebabkan fluid level berkurang. Perawatan sumur yang dilakukan adalah pada
bagian subsurface (downstroke) Sucker Rod Pump. Perawatan ini bertujuan selain
untuk menjaga performa pompa juga perawatan terhadap kepasiran formasi agar tidak
terikut terproduksi berlebihan.
Pada lokasi selanjutnya yaitu di area Stasiun Pengumpul yang terdiri atas
ruangan pompa, water produce system, tangki pengumpul serta pengukuran fluid
level di tangki menggunakan roll meter.
Ruang pompa atau rumah pompa adalah tempat untuk menyimpan peralatan-
peralatan pompa sumur antara lain; panel kontrol, header, suction, pressure tank, dan
perpipaan yang terhubung ke pipa lain untuk menyalurkan fluida reservoir ke tangki
dan MGS Menggung. Terdapat 2 pompa di ruangan ini. Kedua pompa dioperasikan
bersamaan dalam rangka uji unit untuk mendapatkan kinerja pompa yang lebih
optimal. Power supply pompa berasal dari generator. Generator yang digunakan
merupakan spesifikasi dari merk Catterpillar.
Gambar 5. 13 Ruangan Pompa
Pompa membantu untuk proses transfer air yang telah dipisahkan dari minyak
ke MGS (Main Gathering System) Menggung. Sebelumnya, minyak mentah akan
mengalami proses awal pemisahan dengan metode gravity settling. Gravitasi akan
memisahkan sebagian besar air dan kontaminan lainnya dari minyak mentah,
memungkinkan minyak dengan kualitas yang lebih baik untuk diambil dari bagian
atas tangki. Setelah proses di Water Wash Tank, minyak mentah selanjutnya
diarahkan ke tangki yang dikenal dengan nama PIT. Di dalam PIT, pemisahan antara
minyak dan air berlanjut dengan bantuan gravitasi. Karena minyak memiliki densitas
yang lebih rendah daripada air, minyak akan mengapung di atas sedangkan air akan
menetap di bagian bawah tangki. Dari sini, air dan minyak kemudian dapat diambil
dan diolah secara terpisah sesuai dengan kebutuhan operasional dan prosedur yang
ada di SPU.
Pengukuran fluid level untuk mengetahui crude oil yang terproduksi secara
berkala dilakukan dengan manual menggunakan roll meter.
Gambar 5. 16 Roll Meter
VI. KESIMPULAN
1. Data sumur pada 24 Mei 2023, tercatat lapangan cepu memiliki total sumur
di bor sebanyak 1350 sumur dengan total sumur produksi sebesar 453
sumur yang meliputi sumur Natural Flowing, memakai artificial list SRP,
ESP, PCP, HPU, dan sumur yang dikelola masyarakat KUD.
2. Pada 24 Mei 2023, update sumur di lapangan kawengan dengan total 2300
sumur. Rata-rata produksi minyak per hari adalah 1446 BOPD dan gross
sebesar 1800 BLPD. Sumur yang terdapat di Lapangan Kawengan diberi
ditandai dengan P-(nomor sumur) apabila sumur tersebut baru dikelola
Pertamina.
3. Pada sumur P-025 di Lapangan Kawengan influx yang masuk ke dalam
wellbore masuk dengan laju alir yang tergolong rendah. Perawatan sumur
yang dilakukan adalah pada bagian subsurface (downstroke) Sucker Rod
Pump.
4. Pengukuran menggunakan sonolog bertujuan salah satunya untuk
mengetahui ketinggian minyak di dalam sumur yang kemudian terbaca
sebagai Dynagraph.
5. Terdapat 2 pompa di ruangan ini. Kedua pompa dioperasikan bersamaan
dalam rangka uji unit untuk mendapatkan kinerja pompa yang lebih
optimal.
6. Air yang dipisahkan dari minyak di Water Wash Tank kemudian
dikumpulkan dan disimpan di dalam 'Water Tank' untuk kemudian
disalurkan ke MGS Menggung. Air dari MGS ditransfer melalui pipa
kemudian akan di transfer kembali ke tangki 1 dan tangki 6.
7. Sistem stasiun pengumpul sumur kawengan yaitu dialirkan dari SP (Stasiun
Pengumpul) 1 menuju SP 6 kemudian ke SS. Crude Oil masuk ke tangki 7.
8. Berdasarkan pengukuran fluid level dan dikonversikan ke bbl oil
didapatkan kenaikan crude oil sebesar 2.81 bbl oil pada pukul 12.00 WIB.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, O., Faputri, F., & Setiorini, I. A. (n.d.). ANALYSIS OF TESTING RESULTS OF
LIQUID SAMPLES FROM DRILLING WELLS IN OIL AND GAS INDUSTRY. 11(2).
http://stp-mataram.e-journal.id/JIH
Aditsania, A., Rahmawati, S. D., Sukarno, P., & Soewono, E. (2015). Modeling and simulation
performance of sucker rod beam pump. AIP Conference Proceedings, 1677(1).
Arini, D., Arief, T., & Prabu, U. A. (2015). Desain Sucker Rod Pump Untuk Optimasi Produksi
Sumur Sembur Alam L5A-X Di Pertamina EP Asset 2 Field Limau. Jurnal Ilmu Teknik, 3(2).
Ariyani, F., Setiawan, L. E., & Soetaredjo, F. E. (2017). Ekstraksi minyak atsiri dari tanaman sereh
dengan menggunakan pelarut metanol, aseton, dan n-heksana. Widya Teknik, 7(2), 124–133.
Askaditya, G. (2010). Studi eksperimen piroslisi minyak pelumas bekas menggunakan katalis
zeolit.
Diany, M., & Bouzid, A.-H. (2009). Analytical evaluation of stresses and displacements of
stuffing-box packing based on a flexibility analysis. Tribology International, 42(6), 980–986.
Fakher, S., Khlaifat, A., Hossain, M. E., & Nameer, H. (2021). A comprehensive review of sucker
rod pumps’ components, diagnostics, mathematical models, and common failures and
mitigations. Journal of Petroleum Exploration and Production Technology, 11(10), 3815–
3839.
FATHURRAHMAN, A. M. (n.d.). RANCANG BANGUN SISTEM PENGENDALIAN LEVEL
MINYAK BERBASIS ATMEGA 8535 PADA TANGKI TRANSESTERIFIKASI MINI PLANT
BIODIESEL DI WORKSHOP INSTRUMENTASI.
Mahfud, M., & Sabara, Z. (2018). Industri Kimia Indonesia. Deepublish.
Maulana, F. A. D. (2020). Optimasi Sumur Gas Lift XX dengan Nodal Analysis di PT Pertamina
EP ASSET 2 Field Prabumulih. Swara Patra: Majalah Ilmiah PPSDM Migas, 10(1), 31–38.
Mayendra, A., Fathaddin, M. T., & Rosyidan, C. (2017). EVALUASI PERBANDINGAN
DESAIN ELECTRICAL SUBMERSIBLE PUMP DAN SUCKER ROD PUMP UNTUK
OPTIMASI PRODUKSI PADA SUMUR M-03 DAN M-05. PROSIDING SEMINAR
NASIONAL CENDEKIAWAN, 7–12.
Pamungkas, J. (2004). Pengantar Teknik Perminyakan (TM-110)-Buku IV-Pengantar Teknik
Produksi. Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Pembangunan Nasional" Veteran ….
Pramana D.N, A. A., & Pagpa, T. A. (2023). Analisis Keefektifan Pour Point Depressant pada
Waxy Crude Oil pada Lapangan TAP. Lembaran Publikasi Minyak Dan Gas Bumi, 57(1),
35–42. https://doi.org/10.29017/lpmgb.57.1.1312
Purwaka, E. (2018). Perencanaan Ulang Sucker Rod Pump Pada Sumur “X” Lapangan “Y.”
Jurnal Offshore: Oil, Production Facilities and Renewable Energy, 2(1), 51–57.
Rasyid, M. A. (2016). PERANCANGAN KONTROLER PID DAN SIMULATOR HUMAN
MACHINE INTERFACE (HMI) PADA SISTEM PENGATURAN LEVEL MINYAK UNIT
TEST SEPARATOR DI TOTAL E&P INDONESIE.
Suyono, A., Suherman, A., & Herlina, W. (2018). Kajian Teknis Pompa SRP Untuk Optimalisasi
Produksi Sumur AS-100 di Job Pertamina-Jadestone Energy (Ogan Komering) Ltd, Air
Serdang Field. Jurnal Pertambangan, 2(3), 11–18.
technoscientia-vol-14-no-01-02-hal-60-73. (n.d.).
Tinning, R. (2015). Commentary on research into learning in physical education: towards a mature
field of knowledge. Sport, Education and Society, 20(5), 676–690.
https://doi.org/10.1080/13573322.2014.994491
TOMMY ARBIANZAH I8316055. (n.d.).