Anda di halaman 1dari 7

Khutbah Jumat – Media Sosial Antara Nikmat

dan Musibah
Khutbah Pertama

‫ ومن‬،‫ من يهِده هللا فال مضَّل له‬،‫ وسيئات أعمالنا‬،‫ ونعوُذ باِهلل من شروِر أنفسنا‬،‫ نحمُد ه ونستعيُنه ونستغفُره َو َن ُتوُب ِإَلْيِه‬،‫إن الحمد هلل‬
‫ ال نبي معده‬.‫ وأشهُد أن محمدًا عبده ورسوله‬،‫ وأشهُد أْن ال إله إال هللا وحده ال شريَك له‬،‫يضِلْل فال هادي له‬.

‫َي ا َأُّيَه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا اَّتُقوا َهَّللا َح َّق ُتَقاِتِه َو اَل َت ُموُتَّن ِإاَّل َو َأْنُتْم ُمْس ِلُموَن‬.

‫َي ا َأُّيَه ا الَّن اُس اَّتُقوا َر َّب ُك ُم اَّلِذي َخ َلَقُك ْم ِمْن َن ْف ٍس َو اِحَد ٍة َو َخ َلَق ِم ْن َه ا َز ْو َج َه ا َو َب َّث ِم ْن ُهَم ا ِر َج ااًل َك ِثيًر ا َو ِنَس اًء َو اَّتُقوا َهَّللا اَّلِذي َت َس اَء ُلوَن ِبِه‬
‫َو اَأْلْر َح اَم ِإَّن َهَّللا َك اَن َع َلْي ُك ْم َر ِقيًبا‬

‫َي ا َأُّيَه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا اَّتُقوا َهَّللا َو ُقوُلوا َقْو اًل َس ِديًد ا ُيْص ِلْح َلُك ْم َأْع َم اَلُك ْم َو َي ْغ ِفْر َلُك ْم ُذ ُنوَب ُك ْم َو َم ْن ُيِط ِع َهَّللا َو َر ُسوَلُه َفَقْد َفاَز َفْو ًز ا َع ِظ يًما أما‬
‫بعد‬.

‫ وكَّل بدعة‬، ‫ وكَّل محدثة بدعٌة‬،‫ وشَّر األموِر محدثاُتها‬،‫ وخيَر الهدي هدُي محمد صلى هللا عليه وسلم‬،‫فإن أصدق الحديث كتاُب هللا‬
‫ وكَّل ضاللة في النار‬، ‫ضاللٌة‬.

‫ فقد فاز المتقون‬،‫ ًأوصيكم ونفسي بتقوى هللا‬،‫معاشر المسلمين‬

Kalau sekiranya orang-orang berkata bahwa waktu adalah uang atau emas,
maka dalam Islam waktu itu sungguh jauh lebih berharga daripada emas dan
uang. Sesungguhnya uang, emas, perak, dan harta jika hilang dari diri kita
masih bisa untuk dicari kembali bahkan ditambah, adapun waktu jika telah
pergi dari diri seseorang, maka tidak akan kembali lagi. Oleh karenanya Allah
Subhanahu wa ta’ala dalam banyak ayat bersumpah dengan waktu sebagai
bentuk pengagungan terhadap waktu. Di antaranya Allah Subhanahu wa ta’ala
berfirman,

‫َو اْلَع ْص ِر ِإَّن اِإْلْن َس اَن َلِفي ُخ ْس ٍر ِإاَّل اَّلِذيَن آَم ُنوا َو َع ِم ُلوا الَّصاِلَح اِت َو َت َو اَص ْو ا ِباْلَح ِّق َو َت َو اَص ْو ا ِبالَّصْبر‬

“Demi masa (demi waktu ashar). Sesungguhnya manusia itu benar-benar


dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr : 1-3)
Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa ta’ala juga bersumpah dalam
firmanNya,

‫َو الُّضَح ى َو الَّلْي ِل ِإَذ ا َس َج ى‬

“Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah
sunyi (gelap).” (QS. Adh-Dhuha : 1-2)

‫َو اْلَفْج ِر َو َلَي اٍل َع ْش ٍر‬

“Demi waktu fajar, dan malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr : 1-2)

‫َو الَّلْي ِل ِإَذ ا َي ْغ َش ى َو الَّن َه اِر ِإَذ ا َت َج َّلى‬

“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan (demi waktu) siang apabila
terang benderang.” (QS. Al-Lail : 1-2)

Semua ayat ini menunjukkan bahwasanya waktu adalah perkara yang sangat
penting. Karena waktu adalah tempat waktu seseorang beramal salih di dunia
ini, sehingga dia bisa meraih hasilnya di akhirat kelak.

Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman,

‫َو ُه َو اَّلِذي َج َع َل الَّلْي َل َو الَّن َه اَر ِخ ْلَفًة ِلَم ْن َأَر اَد َأْن َي َّذ َّك َر َأْو َأَر اَد ُشُك وًر ا‬

“Dan Dia (Allah) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang
yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.” (QS. Al-
Furqan : 62)

Di antara tafsiran yang lain dari ayat ini adalah Allah menjadikan siang dan
malam silih berganti bagi orang-orang yang ingin berdzikir dan mengingat Allah
Subhanahu wa ta’ala. Yaitu mereka yang menjadikan waktu-waktu tersebut
untuk mengingat dan berdzikir kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Dan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah mengingatkan,

‫ …َفَر اَغ َك َقْب َل ُشْغ ِلَك } المستدرك على الصحيحين للحاكم‬: ‫اْغ َت ِنْم َخ ْم ًسا َقْب َل َخ ْم ٍس‬

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum datang lima perkara: (di


antaranya) masa luangmu sebelum datang masa sibukmu.” (HR. Al-Hakim
4/341 no. 7864)
Dalam hadits yang lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

‫ الِّصَّح ُة َو الَفَر اُغ } صحيح البخاري‬: ‫ِنْع َم َت اِن َم ْغ ُبوٌن ِفيِه َم ا َك ِثيٌر ِمَن الَّن اِس‬

“Dua kenikmatan yang banyak orang lalai terhadapnya, yaitu nikmat sehat dan
nikmat waktu luang.” (HR. Al-Bukhari 8/88 no. 6412)

Oleh karenanya para salaf (para sahabat Nabi) dahulu begitu perhatian
terhadap waktu. Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu pernah berkata,

‫ ولم يزد فيه عملي }قيمة الزمن عند العلماء‬،‫ نقص فيه أجلي‬،‫ما ندمت على شيء ندمي على يوم غربت شمسه‬

“Tidak pernah aku menyesal terhadap sesuatu hal seperti penyesalanku


terhadap suatu hari yang matahari terbenam pada hari itu, umurku berkurang
sementara amalku tidak bertambah.” (Qimatu az-Zaman ‘Inda al-‘Ulama 1/27)

Beliau (Ibnu Mas’ud) juga berkata,

‫اني ألبغض الرجل أن أراه فارغًا ليس في شيء من عمل الدنيا وال في عمل اآلخرة} صفة الصفوة‬

“Aku sangat benci kepada seseorang yang tidak melakukan apapun yang
bermanfaat dalam urusan dunianya dan tidak pula bermanfaat bagi urusan
akhiratnya.” (Sifatu Ash-Shafwah 1/156)

Hasan Al-Bashri juga pernah berkata,

“Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau adalah kumpulan hari-hari. Maka


apabila telah pergi sebagian hari-hari, maka pergi pula sebagian dari dirimu.
Dan dikhawatirkan jika telah pergi sebagian dari dirimu, maka akan hilang
seluruh dari dirimu.” (Fashal Khitab Zuhud, Raqaaiq, dan Adab 3/555)

Dan memang benar bahwa umur kita adalah kumpulan hari-hari, yang jika hari,
bulan, dan tahun telah berlalu, maka ketahuilah kita semakin mendekat kepada
Allah Subhanahu wa ta’ala.

Lihatlah bagaimana Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah yang


sangat perhatian terhadap waktu, tatkala beliau melihat sekelompok orang-
orang yang sedang berbincang-bincang di malam hari yang tidak bermanfaaat,
maka beliau akan berkata kepada mereka “Seandainya waktu kalian bisa saya
beli, maka saya akan beli”. Lihatlah bagaimana beliau merasa kekurangan
waktu dalam beribadah, kekurangan waktu dalam berdzikir dan mengingat
Allah, dan kekurangan waktu dalam bersyukur kepada Allah Subhanahu wa
ta’ala.

Ma’asyiral Muslimin,

Sesungguhnya kita sekarang berada pada suatu zaman yang telah datang suatu
tamu yang bertamu kepada hampir kepada seluruh manusia di seluruh kita.
Tidak ada di antara kita yang tidak didatangi oleh tamu tersebut. Dialah
Internet yang dahulu belum ada, dengan berbagai macam modelnya seperti
Youtube, Facebook, Twiter, Instagram, Telegram, Whatsapp dan yang lainnya.

Sesungguhnya internet kini telah mengambil banyak waktu kita. Dari satu sisi
Internet adalah nikmat dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Betapa banyak urusan
yang dimudahkan dengan internet, mudahnya menyambung silaturahmi,
mudahnya berjual-beli, mudah untuk berdakwah dan menimba ilmu.

Namun di sisi lain internet adalah sebuah musibah yang menimpa sebagian
orang dengan menghabiskan waktu mereka terbuang percuma tanpa ada
manfaat sama sekali. Bahkan bukan hanya menghbiskan waktu sendiri, akan
tetapi juga bisa menghabiskan waktu orang lain, sehingga ini adalah perkara
yang sangat menyedihkan. Bagaimana mungkin internet tidak dikatakan
sebagai musibah? Sedangkan betapa banyak seorang muslim yang pertama kali
dia lakukan tatkala bangun dari tidurnya adalah melihat handphonennya
sehingga dia lupa dan lalai dari membaca doa dan mengingat Allah Subhanahu
wa ta’ala. Kemudian betapa banyak suami istri yang berkumpul dalam suatu
kamar dan dalam satu tempat tidur, namun masing-masing sibuk dengan
handphonnya. Betapa banyak anak kecil yang diberikan handphone oleh orang
tuanya, sehingga anaknya lebih suka bersama handphonennya dari pada
bersama dengan orang tuanya. Betapa banyak orang yang bahkan sebelum
tidur seharusnya membaca doa dan dzikir sebelum tidur, akan tetapi yang dia
lakukan adalah sibuk membaca berita-berita, chatingan yang mungkin belum
tentu bermanfaat bagi dirinya.

Yang paling menyedihkan adalah musibah internet tidak hanya menimpa orang
awam, melainkan juga menimpa orang-orang yang salih dan da’i. Di antara
mereka akhirnya menshare seluruh kegiatan dan ibadah yang mereka lakukan
hanya untuk sekedar mendapatkan pujian dan pengakuan dari sebagian
pengikutnya, sehingga hampir-hampir tidak ada ibadah yang dia sembunyikan
dari orang lain. Padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

“Barangsiapa di antara kalian yang mampu untuk menyembunyikan amal salih,


maka lakukanlah.” (Silsilah ash-Shahihah 5/398 no. 2313)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memuji seseorang yang bersedekah
dengan menyembunyikan sedekahnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

“Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari dimana
tidak ada naungan selain naunganNya, yaitu (di antaranya) seorang yang
bersedekah dengan diam-diam, sehingga tangan kanannya tidak mengetahui
apa yang disedekahkan oleh tangan kirinya.” (HR. Muslim 2/715 no. 1031)

Musibah lain yang menimpa orang salih adalah dia menukil kembali pujian
orang-orang yang memujinya melalui media sosialnya. Kemudian pula sebagian
daripada mereka terlalu tergesa-gesa untuk menganalisa sebuah permasalahan
umat yang besar, padahal permasalahan tersebut memerlukan analisa yang
besar, akan tetapi sebagian mereka bermudah-mudahan untuk membuat
tulisan-tulisan atas permasalahan umat yang besar, lalu disebarkannya melalui
internet. Maka itu jangan sampai kita terjebak dengan fitnah internet, sehingga
akhirnya yang kita rasakan adalah musibah jauh lebih banyak menimpa kita
daripada nikmat.

‫أقول قولي هذا واستغفر هللا لي ولكم ولسائر المسلمين من ذنب وخطيئة فأستغفره إنه هو الغفور الرحيم‬

Khutbah Kedua

Ma’asyiral Muslimin yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa ta’ala,

Sesungguhnya waktu adalah sebuah kenikmatan yang setiap dari diri kita akan
dimintai pertanggunjawaban oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kelak tentang
digunakan untuk apakah waktu tersebut. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

“Tidaklah kaki seorang hamba bergeser (dari tempat penantiannya) pada hari
kiamat hingga ia ditanya empat perkara: tentang umurnya untuk apa ia
habiskan, tentang badannya untuk apa ia gunakan, tentang harta dari
mana ia dapatkan dan untuk apa ia belanjakan, serta tentang ilmu
untuk apa ia amalkan“. (HR. Ad-Darimi 1453 no. 556)

Di zaman ini orang-orang yang menggunakan sosial media sangat senang dan
hobi untuk saling memberi komentar. Padahal komentar, baik perkataan
maupun tulisan hukumnya sama dan akan dicatat oleh malaikat. Betapa banyak
orang yang tidak berani berkata-kata tatkala di dunia nyata, akan tetapi tatkala
di dunia maya dia menjadi berani untuk menuliskan apa saja yang dia ingin
tuliskan. Dia melupakan bahwasanya tulisan hukumnya sama dengan
perkataan. Padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

101 /8( ‫ َي ْه ِو ي ِبَه ا ِفي َج َه َّن َم } صحيح البخاري‬، ‫ َال ُيْلِقي َلَه ا َب ااًل‬،‫({َو ِإَّن الَع ْبَد َلَي َتَك َّلُم ِبالَك ِلَمِة ِمْن َس َخ ِط ِهَّللا‬

“Dan sungguh, seorang hamba akan mengucapkan sebuah kalimat yang dibenci
oleh Allah, suatu kalimat yang ia tidak meperdulikannya, namun dengannya
Allah melemparkannya ke dalam neraka jahannam.” (HR. Bukhari 8/101 no.
6478)

Betapa banyak orang yang tidak peduli dengan tulisan-tulisannya, sehingga


berita dusta dan hoax pun ikut dia sebarkan, sehingga akhirnya kedustaan
tersebut tersebut ke seluruh penjuru dunia. Betapa banyak orang-orang yang
tidak peduli dengan tulisannya, sehingga dia tidak sadar bahwa dia telah
menjatuhkan harga diri orang lain dengan kedustaan. Maka ketahuilah bahwa
yang demikian bisa menjerumuskan seseorang masuk ke dalam neraka
jahannam.

Ketahuilah bahwa tatkala seseorang berada di dalam dunia internet dengan


membuka sebuah akun dari sosial media, maka ketahuilah bahwa hal tersebut
menjadikan dirinya membuka pintu hisab yang baru bagi dirinya. Semakin
seseorang memiliki banyak akun, maka akan semakin banyak yang akan
dihisab oleh Allah Subahanahu wa ta’ala. Jika seseorang tidak pandai
mendatangkan kebaikan dari akun-akun tersebut, maka akan semakin
mendatangkan penderitaan bagi seseorang pada hari kiamat. Seseorang yang
berkelana di atas akunnya sampai berkelana pada akun-akun orang lain, maka
hal tersebut hanya akan membuang-buang waktu., dan apa yang dia lihat, dia
dengar, dan di tuliskan akan dihisab oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Allah
Subhanahu wa ta’ala berfirman,

)36( ‫ِإَّن الَّسْم َع َو اْلَبَص َر َو اْلُفَؤ اَد ُك ُّل ُأوَلِئَك َك اَن َع ْن ُه َم ْس ُئواًل‬

“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta


pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’ : 36)

Maka hendaknya kita bertakwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Jangan


sampai kita menggunakan gawai kita kecuali pada hal-hal yang diridhai oleh
Allah Subahanhu wa ta’ala. Jangan sampai gawai kita menjadikan kita tidak lagi
sempat bersilaturahmi kepada orang tua, saudara. Jangan sampai kita sibuk
dengan gawai kita, akhirnya tidak ada lembaran-lembaran Alquran yang
terbuka. Jika semua ini telah terjadi, maka hal ini menunjukkan bahwasanya
internet dan gawai benar-benar musibah yang telah menimpa diri kita.
‫ِإَّن َهَّللا َو َم اَل ِئَكَت ُه ُيَص ُّلوَن َع َلى الَّن ِبِّي َي اَأُّيَه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا َص ُّلوا َع َلْيِه َو َس ِّلُموا َت ْس ِليًما‬

‫‪s‬‬

Anda mungkin juga menyukai