Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Narapidana atau Napi adalah terpidana yang berada dalam masa

menjalani hukuman karena suatu Tindakan yang dilakukan sehingga

berada dilembaga permasyarakatan atau Lapas (KBBI,2017). Sedang

arti terpidana merupakan orang yang dipidana berdasarkan putusan

pengadilan yang telah ditetapkan dan memperoleh kekuatan hukum

yang tetap (Hukumonlien,2014). Lembaga pemasyarakatan ialah tempat

ditahannya orang-orang yang melanggar pelanggaran atau melakukan

Tindakan kriminal yang melanggar hukum sert tempat bimbingan

(sumarauw, 2013).

Berdasarkan data yang didapatkan dari (World Prison Brief 2021)

memaparkan Negara dengan jumlah Narapidana Terbanyak didunia.

Jumlah Narapidana di Amerika Serikat mencapai 2,06 juta jiwa hingga

bulan September 2021. Jumlah tersebut menempatkan Negara Amerika

Serikat sebagai negara terbanyak atau populasi terbanyak didunia yang

terpidana dan menjalani hukuman. Tiongkok menempati peringkat

kedua karena Negara ini memiliki 1,71juta jiwa Narapidana. Kemudian

diposisi ketiga diikuti Negara Brazil dengan jumlah 811 ribu jiwa

Narapidana. Kemudian diposisi selanjutnya ada India, dimana Negara

ini mempunyai narapidana berjumlah 478 ribu orang, disusul Kembali

oleh Rusia dengan Narapidana 472 ribu orang. Kemudian ada Negara

1
Thailand memiliki kasus dengan 309 ribu Narapidana dan dikuti oleh

Turki dengan 281 ribu orang.

Menurut laporan (World Prison Brief 2022), jumlah narapidana di

Indonesia terus meningkat dalam satu dekade terakhir, seperti terlihat

pada grafik.WPB mencatat jumlah narapidana di Indonesia sudah

mencapai sekitar 249 ribu orang pada 2020, dan ditahun 2021 sebanyak

266 jiwa. sedangkan kapasitas penjara secara nasional hanya sekitar 132

ribu. Sampai 3 Mei 2022, WPB menilai tingkat keterisian penjara atau

lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia sudah mencapai 208%,

dan menempatkan Indonesia ke-21 dari 207 negara di seluruh dunia.

Data yang didapatkan dari (Database Pemasyarakatan, direktorat jenderal

pemasyarakatan kementerian Hum dan Ham,2022). Sulawesi utara memiliki

sebanyak 1626 jiwa narapidana yang terbagi di 12 lembaga

pemasyarakatan (lapas) dan 2 Ruang Tahanan (rutan) yaitu : 1. Lapas

Klas IIA Kota Manado, Lapas Klas IIB Bitung, Lapas Lapas Klas IIB

Tondano, Lapas Klas IIB Ulu Siau, Lapas Klas III Amurang, Lapas

Klas III Enemawira, Lapas Klas III Lirung, Lapas Klas III Tagulandang,

Lapas Klas III Tamako, Lapas Perempuan Kelas IIB Manado, Lembaga

Pembinaan Khusus Anak Klas II Tomohon, Rutan Klas IIA Manado,

Rutan Klas IIB Kotamobagu. Untuk tahanan yang paling tinggi berada

di Rutan Klas IIA Manado, diikuti Oleh Lapas Klas IIA Manado, dan

Lapas Klas IIB Bitung

Lama masa hukuman dan terasingkannya narapidana dari dunia luar

2
dapat mempengaruhi gangguan psikologis yang besar terutama pada

Kesehatan mental. Salah satu permasalahan psikologis yang sering

muncul pada narapidana yaitu kecemasan (Utari, 2012). Kehidupan

narapidana selama di dalam penjara menyebabkan narapidana

mengalami berbagai masalah psikologis. Masalah psikologis yang

sering ditemui pada narapidana dengan gejala tertinggi yaitu stress,

kecemasan, perilaku agresif, dan psikosomatis (Ahmad, 2012).

Kecemasan pada narapidana meliputi kekhawatiran yang berkaitan

dengan stigma masyarakat terhadap statusnya sebagai mantan

narapidana, stigma dari keluarga, gangguan peran sebagai seorang orang

tua, serta merasa cemas untuk menunggu bisa kembali berkumpul

bersama keluarga, khawatir menghadapi kehidupannya yang belum

jelas, lingkungan baru yang kemungkinan akan menolak kedatangan

mereka kembali, dan imobilisasi ekonomi (Utari, 2012). Kecemasan pada

narapidana juga berkaitan dengan tindak pidana dan lama pidana,

karena jika semakin berat tindak pidana yang dilakukan maka semakin

lama narapidana menjalani masa hukuman sehingga mengakibatkan

kesulitan dalam menyesuaikan diri setelah bebas nanti (Kusumawardani,

2014).

Kecemasan merupakan keadaan yang mana pola tingkah laku

dipresentasikan dengan keadaan emosional yang dihasilkan dari pikiran-

pikiran dan perasaan yang tidak menyenangkan dan (Purnamarini,

Setiawan & Hidayat, 2016). Seseorang bisa menjadi cemas bila dalam

3
kehidupannya terancam oleh sesuatu yang tidak jelas karena kecemasan

dapat timbul pada banyak hal yang bereda-beda. banyak hal yang

berbeda-beda. Kecemasan menghadapi masa depan yang dialami oleh

narapina disebabkan oleh kondisi mendatang yang belum jelas dan

belum teramalkan, sehingga bagaimanapun tetap menimbulkan

kekhawatiran dan kegelisahan apakah masa sulit tersebut akan terlewati

dengan aman atau merupakan ancaman seperti yang di

takutkan/khawatirkan. Dalam kondisi seorang narapidana yang sedang

menjalani masa hukuman mempunyai kecenderungan mengalami

depresi, dikarenakan timbul perasaan cemas yang diakibatkan

ketidakmampuan individu menyesuikan diri selama berada di Lembaga

pemasyarakatan. Ciri-ciri menonjol pada narapidana yang mengalami

gangguan kecemasan yaitu perasaan khawatir, takut, gelisah bahkan

kadang-kadang panik. Dan hal tersebut dialami oleh narapidana

bagaimana masa depannya nanti setelah menjalani hukuman di

Lembaga Pemasyarakatan. Kecemasan dapat mengurangi bahkan dapat

meniadakan potensi yang dimiliki narapidana, karena kecemasan pada

seseorang penghuni Lembaga pemasyarakatan yaitu ada ancaman pada

jiwa atau psikisnya seperti kehilangan arti hidup (merasa bahwa masa

depannya menjadi suram) dan merasa tidak berguna. Narapidana yang

tingkat kecemasannya tinggi akan megalami gangguan pada masa

depannya. (Adriawati, 2012).

Manfaat terapi ini memberikan hasil yang memuaskan tehadap

4
ketegangna otot, menurunkan anxietas, mengatasi insomnia, depresi,

mengurangi kelelahan keram otot, nyeri tengkuk dan punggung serta

juga bisa menurunkan tekanan darah dan meningkatkan konsentrasi


(Davis, 2008)

Teknik relaksasi otot progresif dalam kasus ini, lebih dipilih

digunakan untuk mengatasi kecemasan karena terapi relaksasi ini tidak

memerlukan biaya serta mudah untuk dilakukan secara mandiri,terapi

ini lebih unggul dari terapi lainnya karena dapat menahan respon stress

dan kecemasan yang muncul dengan meredakan otot-otot yang tegang

secara sadar (Ilmi, Dewi dan Rasni, 2017). Terapi relaksasi otot progresif ini

lebih efektif dilakukan untuk menueunkan tingkat kecemasan. Terapi

relaksasi ini dapat mendorong pengeluaran zat-zat kimia seperti

endorphin dan ensephalin, serta merangsang siknal untuk meneruskan

ke otak sehingga otot menjadi rileks dan meningkatkan sirkulasi aliran

darah ke otak (Stuart, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh,

dimana penelitian serupa yang dilakukan oleh (Ariani Sulistyorin, Ahsan,

Eko Arik Susmiantin,2015) menunjukkan bahwa ada pengaruh relaksasi oot

progresif dan terapi kognitif terhadap tingkat Kecemasan Narapidana.

Penelitian lain juga yang telah dilakukan oleh (Eyet Hidyat, Zaitun, Ati Siti

Rochayati,2021) di Posbindu Anyelir Kecamatan Cisarua Kabupaten

Bandung Barat menemukan bahwa ada hubungan yang kuat antara

kecemasan dan kualitas tidur pada lansia.

Berdasarkan permasalahan dari latar belakang diatas dan juga data

5
yang didapatkan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap

Tingkat Kecemasan Pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas IIAKota Manado

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu “Apakah ada Pengaruh

Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap tingkat kecemasan pada

Narapidana di lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Manado’’?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Diketahui "pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap

Tingkat Kecemasan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas IIA Kota Manado’’?

2. Tujuan Khusus

a. Teridentifikasi Tingkat Kecemasan sebelum diberikan Teknik

Relaksasi Otot Progresif pada Narapidana di lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Manado

b. Teridentifikasi Tingkat Kecemasan setelah diberikan Teknik

Relaksasi otot Progresif pada Narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan kelas IIA Kota Manado

c. Dianalisa Pengaruh Relaksasi otot Progresif Terhadap Tingkat

kecemasan Pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas IIA Kota Manado

6
D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan informasi yang

bermanfaat terutama untuk perkembangan ilmu keperawatan serta dapat

dijadikan referensi penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan

relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan pada Narapidana.

2. Manfaat Pfaktis

a. Bagi Peneliti

Bagi peneliti, penelitian ini merupakan tuntutan akhir dalam

memenuhi syarat dalam meraih gelar Sarjana Keperawatan terlebih

menjadi pengalaman yang pertama bagi peneliti untuk melakukan

penelitian ilmiah. Selain itu, dari penelitian ini juga diharapkan

peneliti dapat memperoleh informasi, pengetahuan dan wawasan

yang luas serta pengalaman belajar sehingga dapat mengaplikasikan

dalam pelayanan keperawatan khusus di bidang peminatan yaitu

keperawatan Jiwa

b. Bagi Responden

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

pengetahuan, serta Responden dapat mengerti dan mampu

melakukan Terapi Relaksasi otot Progresif secara mandiri untuk

mengolah tingkat kecemasan yang dihadapi responden

c. Bagi Institut Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

7
informasi serta berguna dalam dunia lingkup keperawatan khususnya

bagi mahasiswa keperawatan Selain itu, dapat juga menambah

informasi untuk memperkaya materi tentang pengaruh Relaksasi otot

Progresif terhadap tingkat kecemasan pada Tahanan

d. Bagi peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar

penelitian lanjutan dan sebagai awal pemikiran bagi pengembangan

pembelajaran untuk melanjutkan penelitian dalam upaya

meningkatkan kesehatan dan dapat Sebagai Gambaran untuk suatu

penelitian

e. Bagi Lahan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan para petugas

kesehatan yang bertugas di Lembaga Pemasyarakatan untuk dapat

menerapkan terapi relaksasi otot Progresif sebagai terapi

nonfarmakologi untuk mencegah dan mengobati para tahanan agar

tidak terjadi peningkatan kecemasan yang lebih tinggi serta

diharapkan menyediakan layanan konseling khususnya untuk

mengatasi masalah psikososial pada Narapidana.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP RELAKSASI OTOT PROGRESIF

1. Pengertian Relaksasi Otot Progresif

Relaksasi otot progresif diberikan bagi tegangan otot, vertigo, sulit

tidurjuga bisa penurutan anxietas. ROP ialah suatu aktivitas

mereganggakan otot, serta memfokuskan ras rileks (Solehati & Kosasih,

2015). Ini dilakukan kepada seseorang dengan menggangkan otot lau

merelaksasikan untyuk dapat rasa yang bebas (Setyoadi & Kushariyadi,2011)

2. Tujuan Relaksasi Otot Progresif

Tujuan relaksasi otot progresif dijelaskan dibawah ini (Setyoadi &


Kushariyadi,2011)

a. Otot tegang menurun , cemas, sakit leher dan punggung, hipertensi,

Takikardi, laju metabolik.

b. Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.

c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar

dan tidak memfokus perhatian seperti relaks.

d. Menaikan rasa kebugar, dan konsen.

e. Memberikan kemampuan untuk mengatasi depresion

f. Mengatasi sulit tidur, stress, lelah

g. Menciptakan emosi positif dari negatif.

3. Indikasi Latihan Relaksasi Otot Progresif

9
Menurut (Nurmaya,2018) indikasi dari terapi relaksasi otot progresif :

a. klien dengan kesulitan tidur

b. klien yang mengalami stress.

c. klien dengan kecemasan atau anxietas

d. klien yang mengalami depresion

4. Kontraindikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif

Menurut setyoadi (2011). Kontraindikasi pada terapi relaksasi ini adalah

klien yang mengalami patah tulang atau fraktur, keterbatasan gerak

misalnya tidak bisa menggerakan badannya dan mengalami perawatan

tirah baring(bed rest).

5. Teknik Terapi Relaksasi Otot

Alur pelaksanaan menurut Setyoadi (2011), sebagai berikut:

a. Persiapan alat dan lingkungan: kursi, bantalan, serta lingkungan

yang tenang

b. Persiapan klien

1) Menjelaskan tujuan, manfaat, cara dan mengisi lembar

infonconsent pada responden

2) Atur badan responden dengan baik dengan posisi dudu

3) Membuka perhiasan yang ada seperti ikat, kacamata, jam, serta

sendal atau sepatu yang sedang digunakan

4) Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain yang

sifatnya mengikat ketat.

c. Prosedur pelaksanaan

10
Gerakan 1 : Diperuntukan untuk melatih otot tangan

Gerakan 2 : Diperuntukan unyuk melatih otot tangan bagian

belakang

Gerakan 3 :Diperuntukan untuk melatih otot biseps dan trispes

Gerakan 4 :Diperuntukan untuk melatih otot bahu agar supaya

mengendur

Gerakan 5 : Diperuntukan untuk melemaskan otot dahi

Gerakan 6 : Diperuntukan untuk melemaskan otot mata

Gerakan 7 : Diperuntukan untuk mengendurkan ketegangan otot

rahang

Gerakan 8 : Diperuntukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar

mulut

Gerakan 9 :Diperuntukan untuk merilekskan otot leher bagian bagian

belakang

Gerakan 10 : Diperuntukan untuk melatih otot leher bagian depan

Gerakan 11 : Diperuntukan untuk melatih otot punggung

Gerakan 12 : Diperuntukan bagi sternum

Gerakan 13 : Dipertukan bagi otot abdomen

Gerakan 14 : Diperuntukan latih otot kaki seperti paha dan betis :

B. KONSEP TINGKAT KECEMASAN

1. Definisi Kecemasan

Istilah kecemasan dalam bahasa inggris yaitu anxienty yang berasal

dari Bahasa Latin angustus yang memiliki arti kaku, ango, dan anci yang

11
berarti mencekik (Trismiati, dala (Yuke, 2010) m) Kecemasan (Axienty)

adalah kondisi emosional dengan timbulnya rasa tidak nyaman pada diri

seseorang, dan merupakan pengalaman yang samar-samar disertai

dengan perasaan yang tidak berdaya serta tidak menentu yang disebabkan

oleh suatu hal yang belum jelas (Annisa & Ifdil, 2016)

Kecemasan atau ansietas ialah sebuah rasa yang tidak santai, tidak

jelas karena tidak nyaman atau ketakutan disertai sebuah respon.

Ansietas juga ialah sebuah rasa ketakutan atas terjadinya sesuatu yang

disebabkan oleh mencegah bahaya dan seubuah jaringan yang membantu

orang menentukanintervensi hadapi permasalahan. (Sutejo, 2017).

Dari berbagai pengertian cemas/anxietas yang telah dipaparkan diatas

dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah kondisi emosi dengan

timbulnya rasa tidak nyaman pada diri seseorang, dan merupakan

pengalaman yang dirasakan dan disertai dengan perasaan yang tidak

berdaya serta tidak menentu yang disebabkan oleh suatu hal yang belum

jelas.

2. Tingkat Kecemasan

Ada beberapa tingkatan Kecemasan menurut (G.W, 2012).

a. Kecemasan ringan

sering kali berhububungan terhadap hidup setiap hari. Ansietas

dapat meningkatkan pengetahuan, kreatif. Manifestasi mengingat,

maupun mengatasi masalah secara efektif serta terjadi kemampuan

belajar. Perubahan fisiologis ditandai dengan gelisah, sulit tidur,

12
hipersensitif terhadap suara, vital sign dan pupil normal.

b. Kecemasan sedang

Ansietas tengah orang tidak peduli terhadap lain, seseorang leb

ih posesif, tapi lebih baik. fisik: kekurangan o2, takikardi, hipertensi,

mukusa tak baik, tremor, kesulitan bab. Sedang respon pikiran ialah

pemikiran sempit, tak menerima orang, fokus pada diri sendiri.

c. Kecemasan berat

Orang cemas tinggi penggruh pada penikiran, lebih egois dan

detail. Dan pikiran menjadi buntu. Aktifitas diperlihatkan

menurunkan tegang. Manifestasi ialah : pikiran sempit, lebih sempit,

tidak peka, sulit konsen, juga tak bisa pelajari dengan detail. Pada

tingkatan ini seseorang alami nyeri kepala, vertigo,anoreksia,

gemetar, insom, takikardi, nafass cepat, sering dan juga sering

diare . secara emosional seseorang sengalami takut dan menjadi

egois.

d. Panik

Berhubungna takut serta mendapat ancaman. sebab hilanggnya

kepercayaan, seseorang alami kepanikan tak bisa buat suatu dengan

terarah. Cemas tak boleh beriringan dengan hidup, kalau langsung

kelamaan bisa Lelah lebih dan bisa meninggal. manifestasi terberat

ini adalah sesk nafas dan terasa tercekik, palpitasi, marah-marah,

berteriak serta mengamuk, menarik diri dari hubunganinterpersonal,

kehilangan kendali atau control diri, persepsi kacau dan tidak dapat

13
berfokus pada diri sendiri.

3. Aspek-Aspek Kecemasan

(Gail W. Stuart (dalam Annisa & Ifdil, 2016) mengelompokan Ansietas

didalam berbagai proses, ialah sebagai berikut.

1. Perilaku, berupa : tak bisa diam, gemetar, bicara tak jelas,

pergerakan kurang, takut terhadap permasalahan, tegang.

2. Kognitif, berupa : sulit konsen, kurang terarah, pikun, tidak kreatif,

tak produktif, linglung, ketakutan tinggi, hilang kendali,mumpi

buruk.

3. Afektif, berupa : tak sabaran, melotot, tak bisa diam, kurang

nyaman, keringat dingin, takut, kuatir, perasaan yang hilang.

C. Konsep Narapidana

1. Pengertian Narapidana

Narapidana ialah terpidana yang menempuh hukuman “hilang

kemerdekaan” dalam Lapas. Meski hilang rasa merdeka, tapi disisi lain

keberadaan Napi memiliki hak yang terlindung dalam sebuah system

pemasyarakatan Negara. Hilangnya rasa merdeka memiliki rasa terbatas

bagi sebuah perlakuan, baik hukumam ataupun tidak. (Widyakso, 2021)

Narapidana ialah nama seorang dengan lakukan hal yang jahat serta

sudah dapat fonis dalam proses hukuman sesuai putusan pengadilan.

2. Kewajiban Narapidana

Napi dalam masa hukum dalam lapas karna lakukan kesalahan

memiliki kewajiban yang mesti dilakukan, tertulis dalam Pasal 23

14
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Pemasyarakatan

yaitu : (B. Mardjono, 2009) :

a. Ikut binaan aktifitas jasmani dan rohani dan aktifitas lain secara baik

b. Ikut pendidikan keagamaan masing-masing

c. Ikut aktifitas latihan kerja yang dilakukan selama 7 (tujuh) jam

didalam satu hari

d. Mengikuti aturan ketertiban Lembaga pemasyarakatan dalam ikuti

aktifitas

e. Pelihara kesopanan, kejujuran kesesama terlebih pekerja

3. Hak Narapidana

Selain mempunyai kewajiban di dalam Lepas, seoorang napi juga

mempunyai hak. Hak narapidana juga telah dijabarkan dalam pasal 14

ayat (1) Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan, yaitu:(Erepo Unud, 2016.)

a. Beribadah berdasarkan agama masing-masings

b. Dapatkan pengetaghuan

c. Dapat pelayanan kesehatan dan makanan dengan baik

d. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu

lainnya

e. Mendapat pengurangan masa pidana (remisi)

f. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

D. Keterkaitan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Kecemasan

15
Cara kerja ROP terhadap penurunan kecemasan merupakan salah satu

teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada sistem kerja saraf simpatis dan

parasimpatis. Ketika otot-otot sudah direlakskan maka akan menormalkan

kembali fungsi-fungsi organ tubuh. Setelah seseorang habis melakukan

relaksasi bisa membantu tubuh menjadi relaks, sehingga bisa memperbaiki

berbagai aspek kesehatan fisik dan didalam sistem saraf pusat dan saraf

otonom. Sistem saraf pusat berfungsi mengendalikan gerakangerakan yang

dikehendaki contohnya gerakan tangan, kaki, leher, dan jari. Sedangkan

sistem saraf otonom berfungsi mengendalikan gerakan-gerakan yang otomatis

contohnya fungsi digesti dan kardiovaskuler. Sistem saraf otonom ini terdiri

atas subsistem yaitu saraf simpatis dan parasimpatis yang kerjanya saling

berlawanan. Saraf simpatis yang bekerja meningkatkan rangsangan atau

memacu meningkatkan denyut jantung dan pernafasan serta menimbulkan

penyempitan pembuluh darah tepi dan pembesaran darah pusat. Sedangkan

saraf parasimpatis bekerja memperlambat denyut jantung dan pernafasan,

serta melebarkan pembuluh darah (Setyoadi dan Kushariyadi, 2011).

E. Penelitian terkait

1. Penelitian terkait yang pertama dilakukan oleh (Dian Anisia Widyaningrum,

Dwi Intan Permata Sari) dengan judul Pengaruh Teknik relaksasi otot

progresif terhadap perubahan tingkat kecemasan menghadapi

premenstrual syndrome.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode

longitudinal. Penelitian ini menggunakan desain Pra Eksperimen, dengan

16
menggunakan pendekatan One Group Pra-Post test design. Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh siswi kelas 7 di SMPN 1 Bendo

Kabupaten Magetan yang berjumlah 51 siswi. Sampel dalam penelitian

ini adalah siswi yang mengalami kecemasan menghadapi premenstrual

syndrome (PMS) sebanyak 15 responden yang diambil dengan

menggunakan metode Purposive Sampling. Sebelum dilakukan teknik

relaksasi otot progresif dilakukan pengukuran tingkat kecemasan

menggunakan skala HARS. kemudian responden melakukan teknik

relaksasi otot progresif dengan satu kali terapi per hari selama 20 menit

dan dilaksanakan 3 hari berturut-turur setelah itu dilakukan pengukuran

tingkat kecemasan menggunakan skala HARS kembali. uji yang

digunakan yaitu Uji Wilcoxon Signed Rank Test.Hasil penelitian

menunjukkan tingkat kecemasan sebelum dilakukan intervensi paling

banyak dalam kategori cemas sedang yaitu 60,0% sedangkan sesudah

dilakukan intervensi paling banyak dalam kategori cemas ringan yaitu

53,3%. Berdasarkan dari hasil uji statistik didapatkan ρ value 0,001<

0,05, ini menunjukkan bahwa ada Pengaruh teknik relaksasi otot

progresif terhadap perubahan tingkat kecemasan menghadapi

premenstrual syndrome (PMS) pada siswi kelas 7 di SMPN 1 Bendo

Kabupaten Magetan

2. Penelitian selanjutnya dari (Alfian Mas’ud, Mardiana, 2021), dengan Judul

Efektifitas Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Tingkat

Kecemasan pada pasien yang mengalami Luka kaki Diabetik di

17
Kabupaten Bone.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelian

eksperimen semu atau Quasi experimental, yaitu pre-test dan post-test

conrol grup. Peneliti membagi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol yang

diberikan relaksasi nafas dalam sedangkan kelompok eksperimen

diberikan relaksasi otot progresif. Populasi dalam penelitian ini seluruh

pasien penderita luka kaki diabetic ditempat praktik mandiri dik

Kabupaten Boene ampel berjumlah 34 responden penderita luka kaki

diabetic dengan rincian 17 orang sebagai kelompok eksperimen dan 17

orang sebagai klompok control. Untuk Teknik pengambilan sampel

menggunkan Teknik purposive sampling. Sebelum diberi perlakukan

dilakukan pengukuran tingkat kecemasan menggunakan skala HARS.

Kelompok eksperimen diberikan intervensi relaksasi otot progresif

selama 15-20 menit, dan dilakukan setiap hari selama 5 hari. Setelah

pemberian intervensi dilakukan pengukuran Kembali menggunakan

HARS. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hasul independendent t-

test menunjukan bahwa sebelumnya intervensi yang diberikan tiadak ada

perbedaan yang signifikan pada keduannya dengan nilai p = 0,181> 0,05

namun setelah diberikan intervensi perbedaan rata-rata adalah 6.82

dengan nilai p= 0,001<0,05. Hasil penelitian menunjukan adanya

pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan tingkat kecemasan

pada pasien yang mengalami luka kaki Diabetik di kabupaten Bone.

18
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep penelitian adalah abstraksi dari suatu realitas sehingga

dapat dikomunikasikan dan membentuk teori yang menjelaskan keterkaitan

antara variable yang diteliti (Nursalam, 2017). Kerangka konsep adalah suatu

hubungan antara konsep satu dengan konsep lainnya dari masalah yang

diteliti. (Setiadi, 2016). Berdasarkan landasan teori, maka kerangka pada

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Adapun kerangka konsep dari penelitian ini yang didapatkan berdasarkan

landasan teori adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Relaksasi Otot Progresf Tingkat Kecemasan

Keterangan :

: Yang Diteliti

19
: Pengaruh

Gambar 3.1 Kerangka konsep Relaksasi Otot Progresif Terhadap

Tingkat Kecemasan pada Narapidana

B. Hipotesis penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau masalah

penelitian atau penjelasan sementara untuk menerangkan fenomena yang

diamati sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Chuharvis, 2016).

Berdasarkan konsep teori yang didapatkan maka dapat dirumuskan hipotesa

penelitian sebagai beikut :

a. Hipotesis Alternatif (Ha) : Adanya Pengaruh Terapi Relaksasi Otot

Progresif terhadap tingkat Kecemasan pada Narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Klas IIAKota Manado

b. Hipotesis Nihil (Ho) : Tidak adanya Pengaruh Terapi Relaksasi Otot

Progresif terhadap tingkat Kecemasan pada Narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Klas IIA Kota Manado

C. Definisi operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variable dan istilah

yang digunakan dalam penelitian secara oprasional sehingga akhirnya

mempermudah dan mengerti makna penelitian (setiadi, 2016).

Definisi Operasional Pengaruh Relaksasi Otot Progresif terhadap tingkat

kecemasan, dijelaskan pada table dibawah ini :

20
No Variabel Definisi Parameter Alat Skala skor
operasional ukur ukur
1. Variabel Teknik relaksasi - SOP - -
Independe otot progresif mengencangkan
n: dilakukan otot
Relaksasi dengan cara -
Otot mengendorkan mengendurkanot
Progresif atau otot
mengistirahatka -
n otot-otot, mengistirahatka
pikiran dan n otot
mental dan - rileks
bertujuan untuk - kosentrasi
mengurangi
kecemasan
2. Variabel Kecemasan - takut Kuisi Ordina Cemas
Dependen merupakan - khawatir oner l ringan :
: Tingkat keadaan - gelisah (STA 20-39
Kecemasa emosional - bingung I)
n negative yang - terganggu Cemas
ditandai dengan - tegang sedang :
adanya firasat 40-59
dan somatic
ketegangan, cemas
seperti hati berat:
berdebar 60-80
kencang,
berkeringat pada
narapidana

Tabel 3.1 Definisi Operasional Relaksasi Otot Progresif Terhadap


Tingkat Kecemasan Tinkat Kecemasan Pada Narapidana

21
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun

sedemikian rupa sehingga dapat menentukan peneliti untuk dapat

memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian (Sastroasmoro & Ismael,

2016)

Penelitian ini menggunakan metode pra eksperiment, sedangkan jenis

rancangan penelitiannya adalah one group pre and post test design yaitu

suatu rancangan yang hanya menggunakan 1 kelompok subjek. Pengukuran

dilakukan sebelum dan setelah perlakuan. Perbedaan kedua hasil pengukuran

dianggap sebagai efek perlakukan (Saryono, 2013)

Pre Test Perlakuan Post Test

X1 Y X2

Gambar 4.1 Desain Penelitian

Keterangan :

X1 : Tingkat kecemasan sebelum diberikan Relaksasi Otot Progresif

Y : Relaksasi otot Progresif

22
X2 : Tingkat kecemasan sesudah diberikan Relaksasi Otot Progresif

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan di lembaga pemasyarakatn kelas IIA

Kota Manado

2. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 4 s/d 6 juli 2022

C. Populasi dan Teknik Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subjek

yang mempunyai kualitas karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan dikemudian ditarik kesimpulan (Sugiono,

2016). Populasi dalam riset ini berjumlah 15 Narapidana di Lapas kelas

IIA Kota Manado.

2. Teknik Sampel

Sampel yaitu bagian dari populasi yang akan digunakan sebagai

objek dalam penelitian, yang dipilih berdasarkan teknik sampling

(Sugiyono, 2016). Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Purposive Sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan

menentukan kriteria-kriteria tertentu (Sugiyono,2010). Sampel yang

digunakan dalam riset ini berjumlah 10 Narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Klas IIA Kota Manado

3. Kriteria Sampel

Sampel yang disertakan dalam penelitian ini adalah yang memenuhi

23
kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2012). Kriteria

Inklusi yaitu kriteria yang ditentukan peneliti dan harus dipenuh responden

agar bisa dijadikan sampel dalam penelitian. Kriteria inklusi penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1) Berstatus sebagai Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan

Klas IIA Kota Manado saat dilakukan penelitian

2) Bersedia menjadi Responden dan Menyetujui informed consent

3) Berumur > 19 tahun

4) Narapidana telah menempuh masa hukuman lebih maksimal <

1 tahun

b. Kriteria eksklusi

Kriteria ekslusi yaitu menghilangkan atau mengeluarkan subjek

yang tidak memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai

sebab (Nursalam, 2012).

1) Pernah didiagnosis oleh Dokter menderita gangguan mental

2) Mengomsumsi obat-obatan anti depresi, anti psikotik atau anti

anxietas atau kecemasan

3) Tidak fraktur / mengalami masalah persendian

4) Tidak bersedia menjadi responden

D. Instrumen Pengumpul Data

a. Instrument Penelitian

24
Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan peneliti untuk

mengukur, mengamati ataupun mengobservasi variabel yang dia teliti

yang betujuan untuk mengumpulkan data (Sugiyono, 2016). Insturmen yang

digunakan dalam penelitian ini berupa :

1. Informed consent/lembar persetujuan

2. Variabel

a. Variable Independent

Instrumen yang digunakan dalam variabel ini adalah

SOP(Standar Operasional Prosedur) Relaksasi otot progresif

menurut ((Setyoadi & Kushariyadi,2011) Dengan waktu pemberian

Intervensi 15-20 menit

b. Variabel Dependen

Instrumen yang akan digunakan dalam variabel ini

mengunakan kuisioner, dan kuisioner yang digunakan yaitu

STAI (State Trait Anxienty Inventory). Dimana kuisioner ini

untuk mengetahui tingkat kecemasan Responden dalam hal ini

kecemasan Narapidana. Kuisioner ini meliputi 20 pertanyaan

dengan penilaian kecemasan sebagai berikut : 1.Tidak

merasakan kecemasan, 2. sedikit merasa cemas, 3. Cukup

merasa cemas, 4. Sangat merasa cemas. Dan untuk penentuan

derajat kecemasan dengan menjumlah nilai skor item dari

pertanyaan 1-20 dengan hasil : 20-39 = kecemasan ringan, 40-59

= kecemasan sedang, 60-80 = kecemasan berat/sangat merasa.

25
E. Teknik pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer atau data yang di daptkan dari orang yang pertama atau

data yang di peroleh langsung dari subjeknya, penelitian ini menggunakan

alat pengukuran atau pengambilan data langsung pada subjek sebagai

sumber informasi yang di cari (Siswanto & Surianto, 2013). Data primer dari

penelitian ini adalah diperoleh langsung dari subjek penelitian tanpa

melalui perantara dengan cara melakukan wawancara langsung dari

responden dan lembar penyebaran kuisioner pre-test dan post-test

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung

dari sumber datanya. Data sekunder dapat diperoleh dari jurnal, laporan,

dokumentasi dll. Pengumpulan data yaitu suatu proses pengumpulan data

dari subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2013)

F. Analisa Data

1. Analisa univariat

Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristrik setiap variabel penelitian. Analisa univariat

adalah data yang diperoleh dari hasil pengumpulan dapat disajikan dalam

bentuk tabel distribusi frekwensi.

f
( P = x 100 )
n

Keterangan :

26
P = Presentase

f = Frekuensi

n = Jumlah Sampel

100 = Nilai Konstanta

2. Analisa Bivariat

Analisa Bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara 2

variabel. Sampel yang digunakan bisa berpasangan ataupun masing-

masing independent dengan perlakuan masing-masing (Yufalianda, 2020).

Data akan diolah menggunakan SPSS, dalam penelitian ini untuk melihat

pengaruh antara kedua variabel maka akan digunakan uji T berpasangan,

dan dilakukan uji normalitas data, jika tidak normal menggunakan uji

Alternatif Wilcokson .

G. Etika Penelitian

Etika penelitian ini dapat di definisikan sebagai aplikasi prinsip-prinsip

moral ke dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil penelitia


(Sarosa, 2018).

1. Informed Consent

Informent consent diberikan sebelum penelitian. Informent consent ini

berupa lembar persetujuan untuk menjadi responden. Informent consent ini

bertujuan agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan

mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus

mendatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia maka

peneliti harus menghormati keputusan tersebut (Hidayat, 2012). Pada

penelitian ini semua responden akan diberi lembar persetujuan.

27
2. Anonimity ( kerahasiaan nama / identitas)

Anonimity ialah tidak perlu mencantumkan nama pada lembar

pengumpulan data (kuesioner), peneliti hanya menulis kode pada lembar

pengumpulan data tersebut (Hidayat, 2012). Peneliti tidak akan

mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan data dalam

penelitian

3. Confidentiality (kerahasiaan hasil)

Sub bab ini menerangkan permasalah klien yang disembunyikan

didalam riset. Rahasia data yang sudah dikumpulkan dipastikan

kerahasiaan oleh periset, Cuma kelompok informasi tertentu hendak

diaporkan dalam hasil riset,( Hidayat, 2012). Pada penelitian ini

kerahasiaan hasil / informasi yang telah dikumpulkan dari setiap subjek

akan dijamin oleh penelitian.

28
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Lembaga Pemasyarakatan adalah Tempat untuk melakukan

pembinaan terhadap Narapidana dan anak didik pemasyarakatan di

Indonesia. Lembaga pemasyarakatan kelas IIA ini bertempat di

Kelurahan Mahawu Kecamatan Tuminting, kota Manado Sulawesi Utara.

Samping kiri-kanan berbatasan dengan rumah dinas dan depan

berbatasan dengan jln Trans dan rumah warga.

Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Kota Manado di kepalai oleh

Bapak Yusran Sa’ad, Bc. IP., SH., MH. Jumlah Narapidana Di Lembaga

Pemasyarakatan berjumlah 373 orang dengan jenis kelamin laki-laki.

2. Karakteristik Responden

a. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Umur pada

Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kota

29
Manado.

Banyaknya responden
Umur
Frequency (F) Presentase %
17-25 3 20.0
26-35 8 53.3
36-45 4 26.7
Total 15 100.0
Data Primer, 2022

Berdasarkan tabel 5.1 diatas menjelaskan bahwa karakteristik

responden terbanyak adalah berumur 26-35 tahun yaitu 8 responden

dengan presentase (53,3%) yang berada di posisi ke-2 berumur 36-

45 yaitu 4 responden dengan presentase (26.7%) dan yang terkecil

berumur 17-25 tahun yaitu 3 responden dengan presentase (20.0%).

b. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan jenis kelamin

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan jenis kelamin

pada Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA

Kota Manado.

Banyaknya responden
Jenis Kelamin
Frequency (F) Presentase %
Laki-laki 15 100.0

Total 15 100.0
Data Primer, 2022

Berdasarkan tabel 5.2 diatas menjelaskan bahwa karakteristik

responden memiliki jenis kelamin perempuan sebanyak 15

responden dengan frekuensi (100%).

30
c. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa kunjungan

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Masa

Kunjungan pada Narapidana Di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Manado.

Banyaknya responden
Masa Kunjungan Frequency (F) Presentase %
Tidak ada 15 100.0

Total 15 100.0
Data Primer, 2022

Berdasarkan tabel 5.3 diatas menjelaskan bahwa karakteristik

responden yang tidak ada kunjungan keluarga sebanyak 15

responden dengan frekuensi (100%).

3. Analisa Univariat

a. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Sebelum Dilakukan

Intervensi Relaksasi otot progresif

Tabel 5.4 hasil pretest tingkat kecemasan Narapidana Di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Manado.

Banyaknya responden
Kategori
Frequency (F) Presentase %

31
Kecemasan Ringan 0 0

Kecemasan Sedang 12 80.0


Kecemasan 3 20.0
Berat/panik
Total 15 100.0
Data primer. 2022

Berdasarkan tabel 5.4 diatas, diperoleh hasil tingkat kecemasan

dengan kategori kecemasan sedang sebelum dilakukan intervensi ada

12 orang responden dengan persentase (80%), untuk kategori

kecemasan berat/panik ada 3 responden dengan persentase (20%), dan

untuk kategori kecemasan ringan berat tidak ada

b. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Setelah Dilakukan Intervensi

Relaksasi otot progresif

Tabel 5.5 hasil posttest tingkat kecemasan Narapidana Di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Manado.

Banyaknya responden
Kategori
Frequency (F) Presentase %

Kecemasan Ringan 10 66,7

Kecemasan Sedang 5 33,3


Kecemasan 0 0
Berat/panik
Total 15 100.0
Data primer, 2022

Dari tabel 5.5 diatas, diperoleh hasil setelah dilakukan intervensi

ada 10 orang responden dengan persentase (66,7%) yang memiliki

32
kategori kecemasan ringan, ada 5 orang responden dengan persentase

(33,3%) yang memiliki kategori kecemasan sedang, sementara untuk

kategori kecemasan berat tidak ada.

4. Analisa Bivariat

Analisa pengaruh Relaksasi otot progresif terhadap tingkat

kecemasan Narapidana dengan menggunakan uji Wilcoxon.

Tabel 5.6 Hasil uji Wilcoxon terhadap tingkat kecemasan Narapidana Di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Manado.

Variabel Sampel (n) Mean rank P-Value


Kecemasan
Pre 15 7.00 0.001
Post 15 0.00
Data primer, 2022

Berdasarkan data diatas, dapat diperoleh hasil sebelum dilakukan

intervensi terdapat nilai mean rank pada saat dilakukan pretest sebesar

7,00 sedangkann pada posttest sebesar 0.00 menyatakan pada mean rank

terdapat ada penurunan. Dan nilai Z_Wilcoxon didapatkan sebesar 3.742.

sedangkan nilai yang signifikan sebesar 0,001 (p<0,05) \

Hasil analisa pengaruh senam Relaksasi otot progresif terhadap

kecemasan pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kota

Manado dengan menggunakan Uji Wilcoxon signed ranks test

menunjukan nilai P value = 0,001 dimana lebih kecil dari a = 0,05,

33
artinya alternatif (Ha) diterima atau ada pengaruh yang nyata setelah

diberikan relaksasi otot progresif terhadap kecemasan pada narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kota Manado

B. Pembahasan

Penelitian dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kota

Manado. Lembaga Pemasyarakatan merupakan bagian dari Kementrian

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Lokasi penelitian ini

berada di Jl. Santiago no. 3, Mahawu, Kecamatan Tuminting, Kota Manado.

Penelitian ini berjudul pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap

tingkat kecemasan pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA

Kota Manado. Relaksasi Otot progresif terhadap tingkat kecemasan

Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan yang dilaksanakan pada tanggal 6-8

Juli 2022 untuk mengetahui seberapa besar pengaruh teknik relaksasi otot

progresif terhadap tingkat kecemasan Narapidana di Lembaga

pemasyarakatan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode quasy

experiment pre-post test. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengukur

tingkat kecemasan Narapidana dengan menggunakan kuisioner State Trait

Anxiety Inventory (STAI). Kemudian responden diberikan intervensi teknik

relaksasi otot progresif, Setelah itu diukur kembali tingkat kecemasan dengan

kuisioner yang sama.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan hasil uji normalitas

data dengan program SPSS versi 16. Jika nilai p didapatkan <0.05 di

nyatakan data tidak normal sedangkan nilai p didapatkan >0.05 maka data

34
dinyatakan normal. Sesuai dengan hasil yang di dapatkan yaitu p Value =

0.001 (<0.05) maka data tidak normal. Jika sudah menggunakan uji

normalitas data maka lanjut menggunakan uji alternatif yaitu uji Wilcoxon.

Hasil dari uji tersebut di dapatkan hasil nilai p 0.001 yang berarti bahwa

kedua variabel memiliki pengaruh. Berdasarkan penelitian ini didapatkan

perbedaan yang signifikan antara hasil sebelum dan sesudah diberikan intervensi.

Hasil pretest didapatkan dengan cara mengukur tingkat kecemasan

Narapidana dengan menggunakan kuisioner STAI dengan hasil kategori yang

paling tinggi yaitu kecemasan berat sebanyak 3 responden, kecemasan sedang

sebanyak 12 orang, dari total responden 15 orang. Kemudian seluruh

responden diberikan intervensi relaksasi otot progresif dan dilakukan posttest

yakni dengan mengukur kembali tingkat kecemasan seluruh responden

dengan menggunakan kuisioner yang sama. Dari hasil yang diperoleh

terdapat perubahan dimana 3 responden dari kategori kecemasan berat

menjadi sedang, 10 responden dari kategori kecemasan sedang menjadi

kategori kecemasan ringan, sementara untuk 2 orang lainnya tetap berada

pada kategori kecemasan sedang, dari total 15 orang.

Dari hasil posttest dapat dilihat ada 2 orang responden yang tetap berada

di kategori kecemasan sedang, setelah dilakukan wawancara responden

mengatakan merasa belum beradaptasi dengan lingkungan Lembaga

pemasyarakatan, belum mendapat teman untuk sekedar berkeluh kesah,

sering kali dikucilkan, merasa tertekan dengan permasalahan yang terjadi

setelah menjadi tahanan dan meninggalkan keluarga dirumah, dan saat

35
pelaksanna intervensi, peneliti melihat responden kurang fokus dalam

pelaksanaan kegiatan dan responden merasa mengeluarkan banyak energi

ketika sedang stres ataupun cemas dan hampir sering mudah tersinggung.

Peneliti juga melakukan Tanya jawab dengan 2 orang responden yang dari

kategori sedang menjadi kategori normal, responden pertama mengatakan

sudah mulai bisa mengontrol emosi, akan berusaha tidak terlalu beresaksi

berlebihan pada situasi, belajar untuk tidak mudah tersinggung ataupun marah

dan mencoba untuk tidak cepat marah jika terjadi sesuatu yang tidak

diinginkan. Kemudian responden yang kedua mengatakan kurang lebih sama

dengan responden yang pertama, yaitu beliau akan berusaha untuk tetap

tenang dalam menghadapi setiap permasalahan, serta akan lebih belajar

mengontrol emosi dan membiasakan diri untuk bersabar menghadapi

permasalahan yang terjadi.

Hal ini sejalan dengan penelitian (Dian Anisia Widyaningrum, Dwi Intan Permata

Sari 2019) dengan hasil tingkat kecemasan sebelum dilakukan intervensi paling

banyak dalam kategori cemas sedang yaitu 60,0% sedangkan sesudah

dilakukan intervensi paling banyak dalam kategori cemas ringan yaitu 53,3%.

Berdasarkan dari hasil uji statistik didapatkan ρ value 0,001< 0,05, ini

menunjukkan bahwa ada Pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap

perubahan tingkat kecemasan menghadapi premenstrual syndrome (PMS)

pada siswi kelas 7 di SMPN 1 Bendo Kabupaten Magetan.

Pernyataan kecemasan didukung oleh teori yang menyatakan bahwa

kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai,yang samar-samar karena

36
adanya ketidaknyamanan atau rasa takut yang di sertai suatu respon.

Kecemasan juga dapat pula di terjemahkan sebagai suatu perasaan takut akan

terjadinya sesuatu yang disebabkan oleh antisipasi bahaya dan merupakan

sinyal yang membantu individu untuk bersiap mengambil tindakan untuk

menghadapi bahaya. (Sutejo, 2017). Kecemasan yang dialami Narapidana

disebabkan oleh kekhawatiran yang berkaitan dengan stigma masyarakat

terhadap statusnya sebagai napi, stigma dari keluarga, gangguan peran

sebagai seorang orang tua, serta merasa cemas untuk menunggu bisa kembali

berkumpul bersama keluarga, khawatir menghadapi kehidupannya yang

belum jelas, lingkungan baru yang kemungkinan akan menolak kedatangan

mereka Kembali, hilannya support system, tidak adanya masa kunjungan dan

imobilisasi ekonomi,

Kecemasan dapat ditangani dengan tertawa, relaksasi, olaraga,

menyelesaikan masalah, mendekatkan diri kepada Tuhan, menyalurkan hobi

seperti bernyanyi, bercerita, menggambar, mendengarkan musik serta

bermain musik dan penggunaan obat (Mumpuni, dan Wulandari, 2019). Relaksasi

otot progresif adalah suatu metode yang terdiri atas peregangan dan relaksasi

sekelompok otot serta memfokuskan pada perasaan rileks (Solehati & Kosasih,
2015).

Relakasasi otot progresif adalah sebuah proses dapat menstimulasi

pengeluaran zat-zat kimia seperti endorphin dan ensephalin serta merangsang

signal untuk menyampaikan ke otak dan menyebabkan otot menjadi rileks

dan meningkatkan sirkulasi aliran darah ke otak (Stuart, 2013). Dengan

mengetahui otot yang tegang maka klien dapat merasakan hilangnya

37
ketegangan otot ketika melakukan terapi relaksasi otot progresif dimana dapat

merangsang pengeluaran hormon endorphin dan ensephalin untuk

meningkatkan relaksasi.

Menurut Purwanto (2017), Teknik relaksasi otot progresif adalah

memusatkan perhatian pada suatu aktivitas otot, dengan

mengidentifikasikan otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan

dengan melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan relaks.

Adapun manfaat Relaksasi progresif yaitu memberikan hasil yang

memuaskan dalam program terapi terhadap ketegangan otot, menurunkan

ansietas, memfalisitasi tidur, depresi, mengurangi kelelahan, keram otot, nyeri

pada leher dan punggung, menurunkan tekanan darah tinggi, fobia ringan

serta meningkatkan konsentrasi (Davis, 2010).

Penelitian yang dilakukan kepada Narapidana di Lembaga

pemasyarakatan klas IIA kota Manado didapatkan mayoritas responden

dengan kategori umur 26-35 tahun / Dewasa Awal berjumlah 8 responden

dengan nilai presentase (53,3%). Berdasarkan konsep Hurlock (2018), usia

18-40 tahun ini merupakan usia dewasa awal yang merupakan periode

penyesuaian diri terhadap pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial

baru. Kepribadian pada usia ini lebih membutuhkan daya adaptasi yang lebih

besar terhadap kecemasan. Menurut peneliti, usia dewasa awal ini merupakan

resiko tinggi untuk mengalami kecemasan dengan berbagai karakteristik

perkembangan yang ada, selain itu kondisi lembaga pemasyarakatan yang

terbatas kebebasan menyebabkan kecemasan tersebut muncul. Hal ini juga

38
diperkuat oleh penelitian Utari, (2017) yang menyatakan bahwa usia yang

lebih muda pada warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan

IIA Sukamiskin, Bandung menimbulkan kecemasan berat dan merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan warga binaan. Hal ini sesuai

dengan yang dikemukakan oleh Shienkfield, (2017) yang menyatakan bahwa

usia merupakan faktor yang mempengaruhi kecemasan pada narapidana. Usia

yang lebih muda cenderung memiliki pengalaman hidup yang belum banyak

dan pengalaman hidup berpengaruh pada sikap seseorang dalam menghadapi

permasalahan yang ada. Sedang usia yang lebih tua cenderung lebih bisa

beradaptasi karena pengalaman hidupnya lebih banyak. Pengalaman hidup ini

berpengaruh pada sikap seseorang dalam menghadapi permasalahan yang ada

dan usia yang

Berdasarkan tabel 5.2 distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin

menunjukan bahwa responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 15

Responden dengan presentase nilai (100%), tidak didapatkan jenis kelamin

perempuan karena di lembaga pemasyarakatan Kelas IIA di khususkan untuk

laki-laki tidak ada penggabungan.

Ketika seorang narapidana laki-laki nanti dinyatakan bebas dan kembali

ke keluarganya, maka perannya sebagai pencari nafkah otomatis juga akan

kembali lagi. Status mantan narapidana yang dia miliki seringkali menjadi

penghambat dalam mencari pekerjaan. Masyarakat umumnya kurang

berkenan untuk memperkerjakan seseorang dengan status mantan narapidana.

Seseorang dengan status mantan narapidana terlanjur mendapat stigma

39
negatif dari masyarakat. Para mantan narapidana tersebut dicap sebagai orang

jahat yang perlu dihindari dan dijauhi. Hal ini juga sejalan dengan pendapat

Putri et al. (2014) yang menyatakan bahwa Berbagai kekhawatiran

membayangi para narapidana dalam menghadapi masa bebas nanti. Perasaan

khawatir yang berlangsung terus menerus dan berlebihan akan memicu

timbulnya kecemasan. Dan saat peneliiti melakukan wawancara pada 3

responden didapatkan bahwa mereka mengatakan cemas kepada keluarga

yang mereka tinggalkan dirumah dan bagaimana keluarga mencari nafkah,

bagaimana keluarga mencukupkan keperluan sehari-hari serta memikirkan

anak yang masih kecil dan sedang bersekolah.

Berdasarkan tabel 5.3 distribusi frekuensi berdasarkan Masa Kunjungan

keluarga menunjukan hasil tidak ada masa kunjungan keluarga dari 15 orang

atau semua dari total responden dengan presentase nilai (100%). Kementrian

Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) meniadakan kunjungan keluarga di

Lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) seluruh

Indonesia. Kebijakan itu, menurut kepala sub bagian Hubungan Masyarakat

Kementrian hukum dan HAM untuk mengantisipasi virus corona atau covid-

19 menyebar ke warga binaan. Sementara itu untuk memutus rantai Covid-19,

pihaknya lapas menyediakan layanan kunjungan via online dengan warung

telepon khusus (wartelsus) bagi warga binaan yang ingin melakukan videocall

dengan keluarga. “Untuk kunjungan langsung juga sementara ditunda sampai

ada petunjuk dari pemerintah pusat. Sebagai gantinya, disediakan kunjungan

secara virtual. Untuk penitipan barang pun telah diatur. Keluarga boleh

40
menitipkan barang berupa makanan yang dijadwalkan hari Senin dan Kamis,

kalau uang dari Senin sampai Sabtu dibuka pelayanannya mulai dari jam

09.00 - 11.30. Barang yang masuk tersebut juga melewati protokol kesehatan,

dimana ada petugasnya yang mengecek. Berdasarkan wawancara yang

dilakukan selama mereka menjalani masa hukuman belum ada keluarga yang

melakukan kunjungan karena masih dalam masa pandemic dan untuk

komunikasi hanya menggunakan telepon. Dimana juga salah satu penyebab

dari kecemasan Narapidana adalah kurang dukungan yang seharuskan butuh

support dari keluarga tapi terbatasdan mereka kurang megetahui informasi

keluarga dan keadaan dirumah bagimana.

Berdasarkan uraian data diatas, maka penulis menyimpulkan ada

pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap tingkat kecemasan pada

Narapidana di Lembaga pemasyarakatan Kelas IIA Kota Manado.

41
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil riset yang dicoba pada narapidana di lemvaga

pemasyarakatan kelas IIA Kota Manado serta sudah diuji dengan memakai

wilcokson hingga kesimpulan dalam riset ini adalah:

1. Tingkat kecemasan Narapidana di lembaga pemasyarakatan kelas IIA Kota

Manado sebelum dilakukan intervensi relaksasi otot progresif berada

dikategori kecemasan sedang.

2. Sebagian besar tingkat kecemasan Narapidana di lembaga pemasyarakatan

kelas IIA Kota Manado setelah dilakukan intervensi relaksasi otot

progresif berada dikategori kecemasan ringan.

3. Terdapat pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap tingkat

kecemasan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kota

Manado.

42
B. Saran

1. Bagi Responden

Diharapkan dengan adaanya penelitian ini responden dapat

tambahan informasi tentang ilmu pengetahuan kecemasan Napi

2. Bagi Institut Pendidikan

Sebagai sumber pengetahuan dan sumber informasi (dasar-dasar)

untuk penelitian selanjutnya bagi mahsiswa khususnya dibidang

keperawatan dan untung memperkarya pustaka tentang kecemasan Napi

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan Dapat dijadikan dasar dan acuan serta penambah

pengetahuan pada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian

tentang kecemasan Napi

43

Anda mungkin juga menyukai