Anda di halaman 1dari 1

Fakta sejarah bahwa Kristus pernah mengambil rupa manusia dan “tinggal di antara kita” (Yoh 1:14),

merupakan kenangan yang terus tinggal di hati umat Kristiani. Itulah sebabnya mereka mengunjungi
kota-kota dan tempat yang pernah menjadi tempat tinggal atau yang dilalui Kristus, terutama tempat
Yesus disalibkan, wafat dan bangkit. Hal serupa juga terjadi di tempat-tempat di mana para martir
menyerahkan nyawa demi iman mereka akan Kristus, atau tempat-tempat di mana para santo dan santa
pernah hidup dan mengabdikan hidup mereka untuk Tuhan. Telah sejak Gereja awal, dipercaya bahwa
atas jasa para martir, umat dapat memeroleh pengurangan atau penghapusan penitensi/ hukuman
sementara (canonical penance) yang diberikan oleh Gereja.[1] Maka umat berziarah ke kubur para martir
dan tempat mereka dianiaya, untuk menghormati dan memohon dukungan doa syafaat mereka. Umat
pun berziarah ke kubur para santo dan santa, untuk menghormati jenazah mereka. Sejumlah jenazah
tersebut masih tetap utuh sampai sekarang.

Era yang serba modern sebenarnya tindakan yang berbau tradisional sudah mulai ditinggalkan,

tetapi tindakan seseorang yang sudah dijalankan sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan

maka tindakan tersebut sudah menginternalisasi dalam dirinya. Meskipun perkembangan

kemajuan zaman yang serba canggih dan pola pikir yang semakin maju, tetapi tindakan

tradisional akan tetap ada dan tidak akan punah sepanjang masyarakat yang bersangkutan masih

menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang ada.

Tempat ziarah yang terkenal bagi umat Katolik adalah Tanah Suci (Holy Land) yaitu Yerusalem dan
sekitarnya, Vatikan, Roma, Lourdes, Fatima, Compostella, berbagai tempat para martir dan santa/santa,
berbagai tempat penampakan Bunda Maria yang telah dinyatakan sebagai otentik oleh Gereja dan
tempat-tempat tertentu yang memang dibangun untuk maksud untuk menjadi tempat umat berziarah
dan berdoa.

Betapapun ziarah ke tempat-tempat ini dianjurkan, namun St. Agustinus mengingatkan bahwa bukan
dengan melakukan perjalanan [ziarah], tetapi dengan mengasihi lah kita mendekat kepada Allah.
Kepada-Nya yang hadir di manapun, kita mendekatinya tidak dengan kaki, melainkan dengan hati.[2] St.
Yohanes Krisostomus juga demikian. Walaupun ia mengajurkan ziarah, namun ia menjelaskan, bahwa
kita “tak perlu menyeberangi lautan atau membayar perjalanan panjang; biarlah setiap kita tinggal di
rumah memohon kepada Allah dengan sungguh dan Ia akan mendengarkan doa kita.”

Anda mungkin juga menyukai