Anda di halaman 1dari 25

KONTEKSTUALITA p-ISSN: 1979-598X

Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan e-ISSN: 2548-1770


Vol. 33 No. 2, Desember 2018 (hlm. 143-167)
DOI: 10.30631/kontekstualita.v35i02.512

Sustainable Development Goals di Indonesia: Pengukuran dan


Agenda Mewujudkannya dalam Perspektif Ekonomi Islam
Sustainable Development Goals in Indonesia: Its Measurement
and Agenda in the Perspective of Islamic Economics

Rofiqoh Ferawati
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia
Jl. Lintas Jambi - Muara Bulian KM.16, Simpang Sei Duren, Jambi Luar Kota, Muaro Jambi,
Jambi 36361
rofiqohferawati@gmail.com

Abstract: Artikel ini untuk mengukur kemampuan Indonesia untuk mencapai


Sustainable Development Goals (SDGs). Variabel yang digunakan dalam penelitian
adalah pertumbuhan ekonomi (PDRB), Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Dana
Pihak Ketiga Perbankan Syariah (DPK) dan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup
(IKLH) dan kemiskinan. Regresi Panel Provinsi di Indonesia dan untuk melihat
wilayah yang mampu mencapai SDGs dilakukan pemetaan dengan Diagram
Cartesius. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDRB, IPM, DPK, dan IKLH
berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan secara bersama-sama, namun
secara parsial IKLH tidak berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan.
Wilayah provinsi yang memiliki peluang mewujudkan SDGs adalah Jawa Tengah,
karena wilayah ini memiliki pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata dengan IKLH
yang juga tinggi.
Kata kunci : SDGs, PDRB, IPM, IKLH, DPK, Kemiskinan

Abstract: This paper aims to measure Indonesia's capability to achieve Sustainable


Development Goals (SGDs). The variables used in this study are economic
development (GDRP), Human Development Index (HDI), third party funds (DPK),
and environmental quality index (IKLH) and welfare. The Provincial Regression
Panel in Indonesia and regions which are capable of achieving SDGs are found by
mapping using Cartesian Diagram. This study shows that the GDRP, HDI, DPK, and
IKLH at the same time affect to the poverty reduction, but IKLH does not affect
poverty reduction partially. The most potential province to implement SDGs is
Central Java due to its economic growth is higher than average and its IKLH is also
high.
Keywords: SDGs, GDRP, HDI, IKLH, Poverty

143 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018


Pendahuluan

Sustainable development Goals (SDGs) saat ini menjadi diskursus global setelah agenda
sebelumnya, Millenium Development Goals (MDGs) tidak terlaksana sebagaimana
mestinya1. Pada dasarnya, ide SDGs merupakan pengembangan dari MDGs 2. Tujuan
pembangunan berkelanjutan ditargetkan akan tercapai pada tahun 2030 dengan
tantangan selain beorientasi pada hasil yang terukur secara kuantitatif juga
berorientasi pada kualitas4. Pembangunan berkelanjutan adalah proses yang
berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan
kebutuhan generasi masa depan”.
Pembangunan berkelanjutan terdiri atas tiga tiang utama yang saling
terintegrasi, yaitu ekonomi (keberlanjutan ekonomi), sosial (keberlanjutan sosial) dan
lingkungan (kelestarian lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat 5.
Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi
mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan
manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan
demikian pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang
akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Sejalan dengan pendapat
Sudarmadji keberlanjutan adalah kegiatan memenuhi kebutuhan saat ini sebagai proses
pertukaran utama antara masyarakat dan alam 5.
Di dalam Tujuan pembangunan berkelanjutan seluruh negara di dunia terdapat 17
pilar, 3169 target dan 303 indikator. Pilar 1 -6 yang tercakup daam 17 pilar adalah
agenda inti yang merupakan lanjutan dari MDGs, sedangkan pilar ke- 7-17 adalah
landasan baru, yaitu : (1) Tidak ada kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh
penjuru dunia; (2) Tanpa kelaparan, tidak ada lagi kelaparan, (3) mencapai ketahanan
pangan, serta mendorong budidaya pertanian berkelanjutan; Kesehatan yang baik dan
kesejahteraan, menjamin kehidupan yang sehat serta mendorong kesejateraan hidup
untuk seluruh masyarakat di segala umur: (4) Pendidikan berkualitas, menjamin
pemerataan pendidikan yang berkualitas dan meningkatkan kesempatan belajar untuk
semua orang; (5) Kesetaraan gender; (6) Air bersih dan sanitasi; (7) Energi bersih dan
terjangkau, (8) Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, lapangan kerja yang

Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 144


produktif serta pekerjaan yang layak untuk semua orang; (9) Industri, inovasi dan
infrastruktur; (10) Mengurangi kesenjangan; (11) Keberlanjutan kota dan komunitas;
(12) Konsumsi dan produksi bertanggung jawab; (13) Aksi terhadap iklim, bertindak
cepat untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya; (14) Kehidupan bawah laut,
melestarikan dan menjaga keberlangsungan laut dan kehidupan sumber daya laut
untuk perkembangan yang berkelanjutan; (15) Kehidupan di darat, melindungi,
mengembalikan dan meningkatkan keberlangsungan pemakaian ekosistem darat,
mengelola hutan secara berkelanjutan, mengurangi tanah tandus serta tukar guling
tanah; (16) Institusi peradilan yang kuat dan kedamaian; (17) Kemitraan untuk
mencapai tujuan.
Dari 17 tujuan pembangunan berkelanjutan mempunyai tiga pilar utama yaitu
sosial, ekonomi dan lingkungan. Artikel ini tidak mengukur 17 pilar tersebut, tapi hanya
mengambil kemiskinan, indeks pembangunan manusia untuk piar sosial, pertumbuhan
ekonomi dan dana pihak ketiga perbankan syariah untuk pilar ekonomi, dan pilar
lingkungan melingkupi indeks kualitas lingkungan hidup. Ketiga pilar tersebut
merupakan satu kesatuan yang saling berinteraksi untuk dapat dikatakan
berkelanjutan. Tujuan sosial dan ekonomi yang harus dicapai dengan kewajiban
menghitung dampak terhadap lingkungan. Pilar sosial dimulai dengan indikator
kemiskinan atau penghapusan kemiskinan, karena kemiskinan merupakan salah satu
contoh ketidakadilan yang dialami suatu kelompok masyarakat, dan terdapat di mana-
mana, baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Ketidakadilan struktur
sosial (faktor eksternal kemiskinan) itu terlihat dari tidak terpenuhinya kebutuhan-
kebutuhan untuk bertahan hidup dalam kesehatan yang baik, sulitnya mendapat akses
ke pelayanan publik (sanitasi sehat, air bersih, pengelolaan sampah), rumah sehat, dan
pelayanan pendidikan. Ketidakadilan juga terlihat dari tidak adanya kepemilikan hak
atas tanah yang mereka huni. Sebagai akibatnya, mereka sulit untuk mendapat akses ke
pekerjaan yang baik dan stabil.
Indonesia merupakan negara dengan potensi sumber daya alam yang besar dan
melimpah yang tersebar diberbagai wilayah. Sumber daya alam yang ada meliputi
pertanian, perkebunan, komoditas mineral tambang dan energi, perikanan dan
kelautan. Ironisnya tingkat kemiskinan di Indonesia masih tinggi. Di Indonesia
perkembangan kemiskinan selama 16 tahun mengindikasikan kecenderungan

145 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018


penurunan, namun persentase penurunan tersebut semakin turun setiap tahunnya,
sebagaimana disajikan dalam Gambar 1.
60 6
4,2 4
40 2
0,8
20 -0,5 -1,1 -1,2 -1 -1 -0,92
-0,2
-1,1 -0,40
-1,51 -1,3 -2
-2,13 -2,21 -2,43
0 -4
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Jumlah Penduduk Miskin Persentase penduduk miskin


Penurunan jumlah penduduk miskin

Sumber: BPS (diolah)


Gambar 1 Perkembangan Kemiskinan di Indonesia 2002-2017

Berdasarkan gambar 1 terlihat bahwa kemiskinan di Indonesia masih tinggi,


Jumlah penduduk miskin Indonesia pada 2015, 2016 dan 2017 sebesar 28.6 juta, 27.3
juta, dan 26.9 juta. Persentase penduduk miskin sampai dengan 2017 sebesar 10.12
persen. Tingginya kemiskinan ini merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia.
Tantangan besar berkaitan dengan SDGs yang menginginkan tidak adanya kemiskinan
di tahun 2030, sedangkan rekam jejak penurunan kemiskinan selama enam belas tahun
sangat kecil, yang terlihat dari 2016-2017 penurunan kemiskinan hanya 4%. Tingkat
penurunan kemiskinan yang kecil tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor tersebut dapat dilihat dari pencapaian kesejahteraan masyarakat, yang
digunakan gambaran mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat pada periode
tertentu sesuai kondisi lapangan dengan melihat berbagai indikator keluaran
pembangunan. Untuk menilai SDGs ada banyak indikator yang lebih- kurang sudah
tersedia dan sesuai6. Tingkat kesejahteraan masyarakat yang diindikasikan antara lain
dengan angka harapan hidup (AHH), angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan
kompsisi pengeluaran penduduk (pengeluaran perkapita) yang semuanya terkategori
dalam suatu indeks, yaitu indek pembangunan manusia (IPM). IPM merupakan
indikator sebagai tolok ukur pembangunan manusia.
IPM terdiri atas tiga komponen utama, yaitu kesehatan, pendidikan dan
pendapatan. IPM Indonesia juga masih rendah. Human Development Report UNDP, IPM
Indonesia hingga 2016 masih berada pada peringkat 113 dari 188 negara jauh
tertinggal dari negara tetangga Malaysia yang berada di peringkat 59 (UNDP, 2016).
Peringkat 113 tersebut berdasarkan kategori IPM dunia yang terdiri atas empat
Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 146
kategori, yaitu Very High Human Development (negara berperingkat 1- 51), High Human
Development (negara berperingkat 52-106), Medium Human Development (negara
berperingkat 107-147) dan Low Human Development (negara berperingkat 148-188).
Berdasarkan kategori tersebut sesuai dengan peringkatnya Indonesia berada pada
kategori Medium Human Development (UNDP, 2018).
IPM menunjukkan adanya proses pembangunan di Indonesia. Setiap negara atau
wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi.
Kegiatan pembangunan bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran
bersama) serta menghapuskan kemiskinan. Pembangunan berkelanjutan merupakan
upaya untuk menyatukan dua paradigma yang kontras antara pertumbuhan ekonomi
dan sumber daya alam. Meadrows mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan bertahan merupakan trade off dengan sumber daya alam yang efisien7.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama lima tahun terakhir berfluktuasi,
peningkatan pertumbuhan ekonomi terlihat meningkat pada tahun 2014 dan 2016 dan
perlu dicatat bahwa pada tahun 2015 merupakan berakhirnya era MDGs. Pada tahun
itu pertumbuhan ekonomi Indonesia justru berada di titik terendah yaitu 4.94, sebelum
meningkat pada 2016 dan kembali menurun keangka 5.06 persen pada 2017.
Paradoks dari sumber daya alam yang besar namun kemiskinan masih tinggi dan
IPM yang rendah diindikasikan penyebabnya adalah masih kurangnya sumber daya
manusia yang mampu mengolahnya dan minimnya jumlah wirausahawan (Wirausaha).
Jika melihat penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa dan merupakan negara
berpenduduk terbesar ke-empat didunia, jumlah entreprenuernya belum dapat
mengimbangi dengan potensi jumlah penduduknya. Menurut sosiolog David McClelland
suatu negara akan makmur ketika ada Wirausaha sedikitnya 2% dari jumlah
penduduk8. Sebagai contoh Singapura memiliki pengusaha sekitar 7.2 persen dari
jumlah penduduknya. Sebagai negara yang sumberdaya alam minim, Singapura mampu
menjadi negara makmur. Besarnya wirausaha di Singapura memaksa negara tersebut
mengimpor tenaga kerja dari negara lain, seperti dari Indonesia. Rendahnya jumlah
wirausaha di Indonesia membuat daya saing Indonesia pun masih rendah. Data World
Economic Forum menunjukkan tingkat daya saing Indonesia pada 2012-2013 berada
diperingkat 50 dan pada 2013-2014 berada pada peringkat 38.
Untuk mencapai dan menjawab tujuan SGDs tersebut upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan meningkatkan jumlah Wirausaha sehingga dapat meningkatkan

147 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018


lapangan kerja. Miskin berarti memiliki keterbatasan kesempatan kerja, keterbatasan
peluang mengembangkan usaha. Wirausaha menawarkan lebih banyak peluang untuk
menciptakan dan meningkatkan pendapatan. Wirausaha melalui usaha mikro
merupakan kelompok pelaku usaha terbesar (99%), dengan kontribusi terhadap PDB
terbesar (95.94%), serta serapan tenaga kerja terbesar (90.77%).
Di balik besarnya peran dari wirausaha bagi perekonomian nasional, sektor ini
masih dihadapkan dengan berbagai kendala. Kendala utama pada 2012-2013, menurut
Global Competitive Report diantaranya yaitu birokrasi yang berbelit-belit atau tidak
efisien (15.4%), kendala utama kedua berupa korupsi (14.2%), infrastruktur yang
kurang memadai (8.7%), minimnya etos kerja (7.2%), peraturan ketenagakerjaan
(5.6%), inflasi (5.6%) dan akses ke pembiayaan. Pada 2015-2016 kendala utama
mengalami perubahan komposisi korupsi merupakan kendala terbesar (14.3 persen)
dan akses pembiayaan menjadi masalah keempat terbesar yang dihadapi (6.9%) (GCR,
2018).
Kendala permodalan merupakan salah satu masalah yang menyebabkan usaha
sulit untuk berkembang. Menurut Fadahunsi, kegagalan 85 persen dari 100 UMKM
adalah karena kurangnya akses terhadap modal9. Devereux juga menemukan hal yang
sama dengan Fadahunsi, bahwa faktor penghambat utama pertumbuhan dan
perkembangan usaha UMKM di Ethiopia adalah kurangnya akses terhadap kredit.
Permasalahan akses ini juga terjadi di Indonesia10, menurut Situmorang sebesar 87.4
persen membutuhkan modal namun sulit mendapatkan akses kredit dari perbankan11.
Untuk mengatasi masalah permodalan tersebut adalah dengan menumbuh
kembangkan Lembaga Keuangan Mikro. Keuangan mikro merupakan alternatif yang
kredibel yang memungkinkan masyarakat miskin memiliki akses ke jasa keuangan
dengan biaya rendah12 . Untuk itu salah satu solusi dari permodalan dengan mengakses
pembiayaan dari Lembaga Keuangan Mikro berdasarkan prinsip syariah Islam (bunga
sama dengan riba, menggunakan prinsip bagi hasil dan profit margin) yaitu perbankan
syariah.
Durrani, dkk menunjukkan bahwa perbankan syariah tidak hanya membantu
menghasilkan pendapatan tetapi juga mampu meningkatkan standar sosial masyarakat
miskin serta meningkatkan daya beli dan merupakan alat yang efektif untuk memerangi
kemiskinan 14. Sistem pembiayaan syariah di Indonesia sudah diterapkan oleh
beberapa lembaga keuangan. Penghimpunan dana dikenal dengan dana pihak ketiga.
Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 148
Perkembangan dana pihak ketiga perbankan syariah selengkapnya disajikan dalam
tabel 1.
Tabel 1
Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah

Jenis Dana (12) Dana Pihak Ketiga Perbankan syariah Menurut Jenis Dana
(Milyar Rupiah)
2016 2015 2014 2013 2012 2011 2010
Giro Wadiah 27969 21193 18649 18523 17709 12006 9056
Deposito 166174 141329 135629 107811 84731 70806 44075
Mudharabah
Tabungan 85188 68653 63581 57200 45072 32603 22906
Mudharabah
Total DPK 279331 231175 217858 183534 147512 115415 76036

Pembentukan perbankan syariah berkembang di masyarakat untuk dapat


membantu pengusaha mikro dan miskin memulai bisnis baru, mengembangkan usaha
yang sudah ada, mengurangi kerentanan masyarakat terhadap faktor eksternal, dan
memungkinkan mereka untuk memperoleh pendapatan yang cukup untuk menutupi
pengeluaran mereka15. Menurut Ahmed keuangan mikro Islam adalah instrumen yang
berpotensi untuk mendorong kewirausahaan dan memfasilitasi penciptaan usaha mikro
dan membantu masyarakat miskin dalam upaya pemenuhan kebutuhannya. Keuangan
mikro Islam juga dapat mengintegrasikan dana-dana wakaf, zakat dan amal yang efektif
digunakan untuk mengurangi kemiskinan16.
Pengurangan kemiskinan apabila dilakukan tanpa memikirkan akibat terhadap
lingkungan tidaklah dapat dikatakan pembangunan berkelanjutan, karena itu pilar
ketiga adalah lingkungan. Bagaimana pembangunan dapat dilakukan atau dipenuhi
dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Degradasi lingkungan menjadi isu awal
pembangunan berkelanjutan. Degradasi lingkungan dapat diatasi dengan menjaga
kelestarian dari lingkungan yang berkualitas. Kualitas lingkungan digabungkan kedalam
suatu indeks komposit yaitu indeks kualitas lingkungan hidup yang menggambarkan
indek kualitas udara, indeks kualitas air, indeks kualitas tutupan lahan. Indeks kualitas
merupakan indikasi pencemaran lingkungan yang terjadi dan kompleksitas persoalan
lingkungan. Indeks kualitas bukanlah semata-mata hanya peringkat, namun lebih
kepada dorongan upaya perbaikan kualitas lingkungan hidup sebagai upaya pencapaian
Sustainable Development Goals. Perkembanggan kualitas lingkungan hidup di Indonesia
pada 2011-2016 terlihat bahwa secara umum kualitas lingkungan hidup Indonesia pada

149 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018


2015 beriringan dengan berakhirnya era MDGs mengalami peningkatan sebesar 4.81
poin dibandingkan tahun 2014 yaitu dari 63 menjadi 68. Hal ini dipengaruhi
meningkatnya Indeks Kualitas Udara dan Indeks Kualitas Air yang dikarenakan masih
terkendalinya laju emisi dikawasan transportasi, perindustrian, pemukiman dan
perkantoran dan keberhasilan program yang berkaitan dengan peningkatan kualitas air
sungai dan pengawasan industri pencemar. Kualitas hidup rata-rata Indonesia dari
tahun 2011 sampai tahun 2016 berada pada kisaran angka 60-70 yang berarti kualitas
lingkungan hidup cukup baik, masih berada di bawah kualitas baik (Statistik
Lingkungan Hidup, 2017). Hal ini juga mengindikasikan bahwa tekanan lebih besar
pada pemanfaatan sumber daya lingkungan dibandingkan upaya perbaikan kualitas
lingkungan hidup. Peningkatan tingkat degradasi lingkungan, kesenjangan yang besar
dalam ekonomi dan sosial atau pembangunan ekonomi dan sosial secara komprehensif
dengan memperhatikan perbaikan kualitas lingkungan yang terukur secara kuantitatif
dan kualitas merupakan tantangan untuk mencapai Sustainable Development Goals.
Sehingga perlu diketahui tentang kemampuan/peluang Indonesia untuk mencapai
Sustainable Development Goals dilihat dari pengaruh pertumbuhan ekonomi, indeks
pembangunan manusia, ketimpangan pendapatan, dpk perbankan syariah terhadap
kemiskinan.
Berbagai penelitian yang berhubungan dengan Sustainability Development Goals
(SDGs) pernah dilakukan oleh Beatte Littig dan Erich Griesller tentang Social
Sustainability: A Catchword between Political Pragmatism and Social Theory dengan
hasil penelitian mengusulkan konsep keberlanjutan yang didasarkan pada konsep
kebutuhan dan kerja, sebagai proses pertukaran utama antara masyarakat dan alam
dan mendukung keberlanjutan sosial dari segi konsep dan analitis 5. Penelitian
selanjutnya dilakukan oleh Renee Kemp, Saeed Parto, Robert B. Gibson yang mengenai
Governance for Sustainability Development: Moving from Theory to Practice dengan hasil
penelitian menguraikan unsur-unsur utama pembangunan dan tata kelola
berkelanjutan, dan menemukan bahwa keberlanjutan adalah proses peburahan adaptif
yang secara sosial dilembagakan dimana inovasi aladah elemen penting dan penelitian
ini menghasilkan kerangka kerja konseptual untuk pembuatan kebijakan menuju
keberlanjutan 21
Kemudian penelitian Barnes Anger, Poverty Eradication, Millenium Development
Goals and Sustainable Development Goals in Nigeria, dengan hasil penelitian Program
Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 150
MDGs memberi dampak positif terhadap pemberantasa kemiskinan di Nigeria dan
untuk mencapai SDGs pemerintah di berbagai tingkatan harus membuat program-
program penanggulangan kemiskinan yang tepat dan berkesinambungan 22. Penelitian
selanjutnya dilakukan oleh Thomas Hak, Svatava dan Bedrich Moldan dengan hasil
penelitian bahwa untuk mencapai SDGS membutuhkan kerangka konseptual dan
metodologi tidak hanya statistik sosial ekonomi dan lingkungan serta Relevansi dari
semua indikator SDGs merupakan indikator kunci dalam pencapaian target 4. Temuan
lainnya yaitu bahwa keberhasilan agenda SDGs dipengaruhi oleh proses politik yang
mempertimbangkan pengetahuan ilmiah dan berdasarkan fakta didalam tahap awal
siklus kebijakan.
Penelitian selanjutnya adalah Diah yang berjudul Pengaruh IPM, Biaya
Infrastruktur, Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Distribusi
Pendapatan di Provinsi Bali dengan hasil penelitian bahwa IPM berpengaruh langsung
dan signifikan pada pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali, biaya infrastruktur dan
pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh langsung dan signifikan pada ketimpangan
distribusi pendapatan di Provinsi Bali. IPM serta biaya infrastruktur memiliki pengaruh
pada ketimpangan distribusi pendapatan secara tidak langsung melalui pertumbuhan
ekonomi di Provinsi Bali. IPM serta biaya infrastruktur yang semakin baik setiap
tahunnya serta kesejahteraan masyarakat yang semakin baik akan memberikan
peningkatan kapasitas perekonomian daerah dimana sektor riil suatu daerah akan
bergerak baik dan pada akhirnya pertumbuhan ekonomi akan meningkat sehingga
dapat mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan 23.
Artikel ini disusun dalam beberapa bagian; bagian pertama terdiri atas
pendahuluan, kemudian bagian kedua terdiri dari kajian literatur dan penelitian
terdahulu yang relevan. Serta selanjutnya terdiri atas pembahasan dan penutup.
Artikel ini mengunakan pendekatan kuantitatif-dekriptif dalam menentukan
kemampuan/peluang Indonesia untuk mencapai SDGs di Indonesia dilihat dari
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), DPK
perbankan syariah (mewakili perspektif ekonomi islam) dan IKLH terhadap
pengurangan kemiskinan. Alat analisis yang digunakan adalah regresi berganda
dengan program statistik eviews serta menggunakan data panel dari 34 provinsi di
Indonesia 2013-2017 yang meliputi data kemiskinan, Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), Petumbuhan Ekonomi dan Dana Pihak Ketiga dan IKLH. Kemudian untuk

151 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018


melihat kemampuan mewujudkannya dipetakan dari 34 provinsi tersebut dengan
menggunakan diagram kurtosis.
KAJIAN TEORI
1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk meningkatan kesejahteraan
Masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pembangunan yang
berkelanjutan pada hakekatnya ditujukan untuk mencari pemerataan pembangunan
antar generasi pada masa kini maupun masa mendatang (Salim, 1990).
Pembangunan berkelanjutan tidak hanya merupakan pembangunan ekonomi
namun juga pembangunan intelektual, emosional, moral dan spiritual. Keberlanjutan
adalah kunci utama menemukan solusi untuk masalah yang dihadapi dunia, seperti
akses makanan yang tidak tercukupi, degradasi lingkungan, penurunan sumber daya
alam dan hilangnya hutan serta memburuknya gizi dan kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat (kemiskinan). Pembangunan berkelanjutan adalah tantangan umum bagi
komunitas global, yang telah menjadi tujuan dan diakui secara luas bagi masyarakat.
Menurut Griggs keterpaduan lingkungan dan sosial adalah hal utama karena keduanya
tersebut merupakan trade-off17, karena itu pendekatan berbasis kebijakan dan
pendekatan konseptual sangat diperlukan.
Pembangunan (yang pada dasarnya lebih berorientasi ekonomi) dapat diukur
keberlanjutannya berdasarkan tiga kriteria yaitu:
a. Tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam atau depletion of natural
resources
b. Tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya
c. Kegiatannya harus dapat meningkatkan useable resources ataupun replaceable
resource.
Senada dengan konsep diatas, Sutamihardja menyatakan sasaran pembangunan
berkelanjutan mencakup pada upaya untuk mewujudkan terjadinya:
a. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi (intergeneration
equity) yang berarti bahwa pemanfaatan sumber daya alam untuk kepentingan
pertumbuhan perlu memperhatikan batas-batas yang wajar dalam kendali
ekosistem atau sistem lingkungan serta diarahkan pada sumber daya alam yang
unreplacceable.
b. Safeguarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam dan
Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 152
lingkungan hidup yang ada dan pencegahan terjadi gangguan ekosistem dalam
rangka menjamin kualitas kehidupan yang tetap baik generasi yang akan datang.
c. Pemanfaatan dan pengelolaaan sumber daya alam semata untuk kepentingan
mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan pemerataan pemanfaatan
sumber daya alam yang berkelanjutan antar generasi.
d. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan baik masa
kini maupun masa mendatang (inter temporal).
e. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumber daya alam
dang lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka panjang ataupun lestari
antar generasi.
f. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai dengan
habitatnya.
Pengembangan konsep pembangunan yang berkelanjutan perlu
mempertimbangkan kebutuhan yang wajar secara sosial dan kultural, menyebarluaskan
nilai-nilai yang menciptakan standar konsumsi yang berbeda dalam batas kemampuan
lingkungan, serta secara wajar semua orang mampu mencita-citakannya. Namun
demikian ada kecenderungan bahwa pemenuhan kebutuhan tersebut akan tergantung
pada kebutuhan d alam mewujudkan pertumbuhan ekonomi ataupun kebutuhan
produksi pada skala maksimum. Pembangunan berkelanjutan jelas mensyaratkan
pertumbuhan ekonomi ditempat yang kebutuhan utamanya belum bisa konsisten
dengan pertumbuhan ekonomi, asalkan isi pertumbuhan mencerminkan prinsip-prinsip
berkelanjutan. Akan tetapi kenyataannya aktivitas produksi yang tinggi dapat saja
terjadi bersamaan dengan kemelaratan yang tersebar luas. Kondisi ini dapat
membahayakan lingkungan.
Lingkungan strategis dunia yang berkembang dengan sangat pesat sejak
berakhirnya Perang Dunia II telah mendorong bangsa-bangsa di dunia bersaing dengan
ketat dalam mengejar dan mempertahankan kemakmurannya. Berbagai strategi
pembangunan diterapkan untuk dapat meningkatkan dan mempertahankan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Bersamaan dengan itu tidak dapat dipungkiri bahwa sumberdaya alam baik di laut
maupun di darat akan mengalami tekanan pemanfaatan yang berlebihan. Apabila
pemanfaatan ini melampauai daya dukungnya, tentu akan menimbulkan masalah
lingkungan baik ditingkat lokal, regional, nasional maupun global.

153 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018


Keadaan ini telah menimbulkan kesadaran pada umat manusia tentang
pentingnya kelestarian lingkungan bagi keberlanjutan kehidupan manusia. Semenjak
dicanangkannya pernyataan tentang pentingnya kesadaran segenap pihak tentang
berbagai isu lingkungan global, disusul terbitnyan buku “Our Common
Future oleh World Commission On Environment And Development (Oxford University
Press, 1987), istilah sustainable development (pembangunan berkelanjutan) menjadi
sangat populer.
Hakikat pengertian tentang pembangunan berkelanjutan (ada pula yang
menyebutnya dengan istilah bertahankelanjutan) sebagaimana dikatakan Brundtland
(1987) dalam dalam Budihadjo (1999; 2) pada dasarnya adalah : pembangunan yang
mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini tanpa mengabaikan kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka, sebagai suatu proses
perubahan dimana pemanfaatan sumberdaya, arah investasi, orientasi pembangunan,
dan perubahan kelembagaan selalu dalam keseimbangan dan secara sinergis saling
memperkuat potensi masa kini maupun masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan
dan aspirasi manusia.
Holden, Daily dan Ehrlich dalam “The Meaning of Sustainable” (1992)
menyebutkan tentang persyaratan minimum pembangunan berkelanjutan berupa
terpeliharanya apa yang disebut dengan “total natural capital stoct” pada tngkat yang
sama atau kalau bisa lebih tinggi dibanding dengan keadaan sekarang.
Oleh Satriaji (2004; 5) dikatakan rumusan konsep pembangunan yang
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Adalah upaya sadar dan terencana menggunakan dan mengelola sumber daya alam
secara bijaksana dalam pembangunan yang berkelanjutan untuk meningkatkan
mutu lingkungan.
b. Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan secara
berkelanjutan mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam dan sumber daya
manusia dengan cara menyerasikan aktifitas manusia sesuai dengan kemampuan
sumber alam untuk menopangnya.
c. Adalah sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang
(WCED: World Commission on Environment and Development).

Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 154


Dalam perkembangan konsep selanjutnya, pembangunan berkelanjutan
dielaborasi oleh 18 sebagai suatu interaksi antara tiga sistem: sistem biologi dan
sumberdaya, sistem ekonomi dan sistem sosial. Memang kelengkapan konsep
berkelanjutan dalam trilogi; ekologi-ekonomi-sosial tersebut semakin menyulitkan
pelaksanaannya, namun lebih bermakna dan gayut dengan masalah khususnya negara
berkembang. Sebagai contoh, dengan masuknya tolok ukur sosial, sasaran
berkelanjutan menjadi lebih jelas dan terarah, antara lain dikaitkan dengan upaya
pemerataan sosial, penanggulangan dan penghapusan kemiskinan, keadilan spasial dan
semacamnya.
Brown (1981), menunjukkan penilaian terhadap pembangunan berkelanjutan dari
beberapa sudut pandang seperti tertinggalnya transisi energi, memburuknya sistem
biologis utama (perikanan laut, padang rumput, hutan, lahan pertanian) ancaman
perubahan iklim (polusi, dampak rumah kaca), dan kurangnya bahan pangan 19. Para
pendukung konsep pembangunan berkelanjutan menyatakan pentingnya strategi eco-
development yang intinya menyatakan bahwa masyarakat dan ekosistem di suatu
daerah harus berkembang secara bersama– sama untuk mencapai produktivitas dan
pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi namun tetap pada strategi pembangunan yang
berkelanjutan, baik dari sisi ekologi maupun sosial.
Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya alam yang dimiliki berupa tanah, air,
mineral, flora maupun fauna harus dimanfaatkan dan dikelola secara berhati-hati dan
dengan perhitungan, sehingga dapat memberi manfat bagi kesejahteraan masyarakat.
Penyelamatan lingkungan sebagai implementasi dari pembangunan berkelanjutan
berfungsi sebagai penyanggah perikehidupan manusia, sehingga pengelolaan dan
pengembangan sumber daya diarahkan untuk mempertahankan keberadaan dan
keseimbangannya melalui berbagai usaha perlindungan dan rehabilitasi secara terus
menerus 20.
Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan implikasi adanya batas yang
bukan batas absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan
organisasi sosial mengenai sumber daya alam serta kemampuan biosfir menyerap
berbagai pengaruh dari berbagai aktivitas manusia. Teknologi dan sumber daya
manusia dapat ditingkatkan kemampuannya guna memberi jalan bagi era baru
pertumbuhan ekonomi.

155 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018


Dengan demikian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang
menggunakan prosedur yang memperhatikan kelestarian, kemampuan, dan fungsi
komponen lingkungan alam dalam ekosistem untuk mendukung pembangunan saat ini
dan masa yang akan datang. Jadi pembangunan berkelanjutan mensyaratkan
masyarakat terpenuhi kebutuhan dengan cara meningkatkan potensi produksi mereka
dan sekaligus menjamin kesempatan yang sama semua orang.
2. Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
Konsep keberlanjutan ini paling tidak mengandung dua dimensi; Pertama dimensi
waktu, karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi dimasa yang
akan datang. Kedua dimensi interaksi yakni antara sistem ekonomi dan sistem sumber
daya alam dan lingkungan.
3. Strategi Pembangunan Berkelanjutan
Ada empat komponen yang perlu diperhatikan yaitu pemerataan, partisipasi,
keanekaragaman, integrasi dan perspektif jangka panjang.
a. Pembangunan yang menjamin pemerataan dan keadilan sosial
Pemerataan adalah konsep yang relatif dan tidak secara langsung dapat diukur.
Dimensi etika pembangunan berkelanjutan adalah hal yang menyeluruh, kesenjangan
pendapatan negara kaya dan miskin semakin melebar, walaupun pemerataan dibanyak
negara sudah meningkat. Aspek etika lainnya yang perlu menjadi perhatian
pembangunan berkelanjutan adalah prospek generasi asa datang yang tidak dapat
dikompromikan dengan aktivitas generasi masa kini.
b. Pembangunan yang menghargai keanekaragaman
Pemeliharaan keanekaragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan bahwa
sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa
datang. Keanekaragaman hayati juga merupakan dasar bagi keseimbangan ekosistem.
Peneliharaan keanekaragaman budaya akan mendorong perlakuan yang merata
terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat
dapat lebih dimengerti.
c. Pembangunan yang menggunakan pendekatan integratif
Pembangunan berkelanjutan menggunakan keterkaitan antara manusia dengan
alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara yang bermanfaat atau merusak. Hanya
dengan memanfaatkan pengertian tentang kompleknya keterkaitan antara sistem alam
dan sistem sosial.
Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 156
d. Pembangunan yang meminta perspektif jangka panjang
Pembanguan berkelanjutan mensyaratkan dilaksanakan penilaian yang berbeda
dengan asumsi normal dalam prosedur discounting. Persepsi jangka panjang adalah
perspektif pembangunan yang berkelanjutan. Hingga saat ini kerangka jangka pendek
mendominasi pemikiran para pengambil keputusan ekonomi oleh karena itu perlu
dipertimbangkan.
Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan
masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik yang berlangsung pada level makro
(nasional) dan mikro (community/grup). Makna penting dari pembangunan adalah
adanya kemajuan perbaikan (progress), pertumbuhan dan deversifikasi.
Dengan semakin meningkatnya kompleksitas kehidupan masyarakat yang
menyangkut berbagai aspek, pemikiran tentang modernisasi pun tidak lagi hanya
mencakup bidang ekonomi dan industri melainkan telah merambah keseluruh aspek
yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu modernisasi
diartikan sebagai proses transformasi dan perubahan dalam masyarakat yang meliputi
segala aspeknya, baik ekonomi, industri, sosial, budaya dan sebagainya.
Menurut Quraish Shihab prinsip-prinsip yang menjadi landasan untuk
pembangunan yaitu:
a. Tauhid, prinsip ini tidak hanya diartikan sebagai kepercayaan tentang keesaan
Tuhan, namun mencakup pengertian bahwa segala sesuatu harus dikaitkan dengan
keesaan-Nya sebagai sumber dari segala sumber.
b. Rububiyah, Tuhan memelihara manusia antara lain melalui petunjuk-petunjuk-Nya,
rahmat dan rezeki-Nya, sehingga harus disyukuri.
c. Khilafah, Prinsip ini menetapkan kedudukan dan peranan manusia sebagai makhluk
yang telah menerima amanat setelah ditolak oleh makhluk-makhluk lainnya (QS. 33
: 72).
d. Tazkiyah, prinsip ini menetapkan bahwa hubungan antara manusia dengan Tuhan,
semuanya dan alam lingkungannya, harus selalu diliputi oleh kesucian serta
pemeliharaan nilai-nilai agama, akal, jiwa, harta dan kehormatan manusia.

157 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018


Analisis Data
1. Uji Model

Analisis data panel pada penelitian ini dengan data 34 provinsi yang digunakan
merupakan data cross section dan data tahun merupakan data time series. Untuk
mendapatkan model yang terbaik, maka data yang telah diinput di uji dengan tiga
model yaitu common effect, fixed effect dan random effect. Hasil uji dari ketiga model
tersebut tampak dalam Tabel 2.

Tabel 2
Hasil Uji Common Effect
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, Dana Pihak
Ketiga dan Indeks Kualitas Lingkungan terhada Kemiskinan

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


PDRB 306.7950 17.95349 17.08832 0.0000
IPM -77.91501 15.02712 -5.184961 0.0000
DPK -0.031150 0.004981 -6.253254 0.0000
IKLH 1.543240 4.249325 0.363173 0.7169
C 5330.119 1122.334 4.749139 0.0000
R-squared 0.665401 Mean dependent var 822.8110
Adjusted R-squared 0.657190 S.D. dependent var 1198.531
S.E. of regression 701.7399 Akaike info criterion 15.97431
Sum squared resid 80267547 Schwarz criterion 16.06729
Log likelihood -1336.842 Hannan-Quinn criter. 16.01205
F-statistic 81.03749 Durbin-Watson stat 0.393988
Prob(F-statistic) 0.000000

Tabel 2 memperlihatkan bahwa PDRB, IPM dan DPK perbankan syariah


bberpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan, hanya IKLH yang tidak berpengaruh
terhadap pengurangan kemiskinan. PDRB merupakan faktor dominan yang
mempengaruhi kemiskinan. Namun temuan ini menarik, karena pertumbuhan ekonomi
yang tinggi justru menyebabkan kemiskinan juga tinggi. Temuan ini terjawab dengan
teori Trickle Down Effect, Hirschman bahwa terjadi pertumbuhan ekonomi yang tidak
merata atau ketimpangan yang tinggi.

Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 158


Selanjutya dilakukan uji dengan Fixed Effect. Hasi uji fixed Effect akan disajikan
pada tabel 3.

Tabel 3
Hasil Uji Fixed Effect
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, Dana Pihak
Ketiga dan Indeks Kualitas Lingkungan terhada Kemiskinan

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PDRB 22.30167 38.28287 0.582550 0.5612


IPM -24.14560 6.731167 -3.587134 0.0005
DPK -0.000365 0.000667 -0.546534 0.5856
IKLH 1.434187 0.804474 1.782765 0.0770
C 2322.171 470.1803 4.938895 0.0000

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.997543 Mean dependent var 822.8110


Adjusted R-squared 0.996844 S.D. dependent var 1198.531
S.E. of regression 67.33547 Akaike info criterion 11.45320
Sum squared resid 589428.5 Schwarz criterion 12.15981
Log likelihood -924.0690 Hannan-Quinn criter. 11.73998
F-statistic 1426.452 Durbin-Watson stat 2.068410
Prob(F-statistic) 0.000000

Pada tabel 3 terlihat IPM merupakan faktor dominan yang mempengaruhi


pengurangan kemiskinan, artinya bahwa semakin tinggi IPM maka kemiskinan semakin
rendah atau semakin sejahtera masyarakat maka semakin berkurang kemiskinan.
Selanjutnya tabel 4 menyajikan hasi uji dengan model Random Effect.

159 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018


Tabel 4
Hasil Uji Random Effect
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, Dana Pihak
Ketiga dan Indeks Kualitas Lingkungan terhada Kemiskinan

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PDRB 159.6049 20.87706 7.644988 0.0000


IPM -25.97264 6.499130 -3.996325 0.0001
DPK -0.001248 0.000637 -1.957713 0.0520
IKLH 1.674257 0.798632 2.096407 0.0376
C 2029.757 449.1418 4.519190 0.0000

Effects Specification
S.D. Rho

Cross-section random 586.8774 0.9870


Idiosyncratic random 67.33547 0.0130

Weighted Statistics

R-squared 0.254143 Mean dependent var 42.29375


Adjusted R-squared 0.235840 S.D. dependent var 87.84948
S.E. of regression 76.83887 Sum squared resid 962386.6
F-statistic 13.88514 Durbin-Watson stat 1.411443
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.501533 Mean dependent var 822.8110


Sum squared resid 1.20E+08 Durbin-Watson stat 0.345969

Tabel 3 memperlihatkan hal yang menarik yaitu dengan model random effect
seluruh variabel yaitu PDRB, IPM, DPK perbankan syariah dan IKLH berpengaruh
terhadai pengurangan kemiskinan. Maka seelum dilakukan uji pemilihan model,
sementara terlihat dari ketiga model yang diuji, model random effect merupakan
model yang terbaik.
Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 160
Pemilihan mode, dari ketiga model yang telah di-estimasi akan dipilih model
mana yang paling tepat/sesuai dengan tujuan penelitian. Ada tiga uji (test) yang dapat
dijadikan alat dalam memilih model regresi data panel (CE, FE atau RE) berdasarkan
karakteristik data yang dimiliki, yaitu: F Test (Chow Test), Hausman Test dan
Langrangge Multiplier (LM) Test.
2. F Test (Chow Test)
Dilakukan untuk membandingkan/memilih model mana yang terbaik antara
Common Effect (CE) dan Fixed Effect (FE).
Tabel 5
Hasil Uji Chow Test
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, Dana Pihak Ketiga
dan Indeks Kualitas Lingkungan terhada Kemiskinan

Redundant Fixed Effects Tests


Equation: MODEL1
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 532.521780 (33,130) 0.0000


Cross-section Chi-square 825.546507 33 0.0000

Cross-section fixed effects test equation:


Dependent Variable: KEMISKINAN
Method: Panel Least Squares
Sample: 2013 2017
Periods included: 5
Cross-sections included: 34
Total panel (unbalanced) observations: 168

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PDRB 306.7950 17.95349 17.08832 0.0000


IPM -77.91501 15.02712 -5.184961 0.0000
DPK -0.031150 0.004981 -6.253254 0.0000
IKLH 1.543240 4.249325 0.363173 0.7169
C 5330.119 1122.334 4.749139 0.0000

R-squared 0.665401 Mean dependent var 822.8110


Adjusted R-squared 0.657190 S.D. dependent var 1198.531
S.E. of regression 701.7399 Akaike info criterion 15.97431
Sum squared resid 80267547 Schwarz criterion 16.06729
Log likelihood -1336.842 Hannan-Quinn criter. 16.01205
F-statistic 81.03749 Durbin-Watson stat 0.393988
Prob(F-statistic) 0.000000

161 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018


Berdasarkan hasil uji Chow Test terlihat nilai probabilitas (Prob.) untuk Cross-
section F. Pada tabel yang paling atas terlihat bahwa nilai Prob. Cross-section F
sebesar 0,0000 yang nilainya < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model FE
lebih tepat dibandingkan dengan model CE.
3. Hausman Test
Selanjutnya dilakukan lagi uji Hausman atau Hausman Test. Uji ini dilakukan
untuk membandingkan/memilih model mana yang terbaik antara FE dan RE.
Tabel 6
Hasil Uji Hausman Test
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, Dana Pihak Ketiga
dan Indeks Kualitas Lingkungan terhada Kemiskinan

Correlated Random Effects - Hausman Test


Equation: MODEL1
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 52.768125 4 0.0000
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.
PDRB 22.301674 159.604881 1029.726454 0.0000
IPM -24.145600 -25.972638 3.069921 0.2971
DPK -0.000365 -0.001248 0.000000 0.0000
IKLH 1.434187 1.674257 0.009365 0.0131
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: KEMISKINAN
Method: Panel Least Squares
Sample: 2013 2017
Periods included: 5
Cross-sections included: 34
Total panel (unbalanced) observations: 168
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 2322.171 470.1803 4.938895 0.0000
PDRB 22.30167 38.28287 0.582550 0.5612
IPM -24.14560 6.731167 -3.587134 0.0005
DPK -0.000365 0.000667 -0.546534 0.5856
IKLH 1.434187 0.804474 1.782765 0.0770
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.997543 Mean dependent var 822.8110
Adjusted R-squared 0.996844 S.D. dependent var 1198.531
S.E. of regression 67.33547 Akaike info criterion 11.45320
Sum squared resid 589428.5 Schwarz criterion 12.15981
Log likelihood -924.0690 Hannan-Quinn criter. 11.73998
F-statistic 1426.452 Durbin-Watson stat 2.068410
Prob(F-statistic) 0.000000

Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 162


Uji Hausman terlihat di tabel yang paling atas bahwa nilai Prob. Cross-section
random sebesar 0,000 yang nilainya < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
model FE lebih tepat dibandingkan dengan model RE, karena secara teori Jika nilai
probabilitas Cross-sSaction Random > 0,05 maka model yang terpilih adalah RE,
tetapi jika < 0,05 maka model yang terpilih adalah FE.
Maka dari berbagai uji coba model terlihat pada bahwa Pertumbuhan Ekonomi,
Indeks Pembangunan Manusia, Dana Pihak Ketiga berpengaruh terhadap pengurangan
kemiskinan. Sedangkan Indeks Kualitas Lingkungan tidak berpangaruh terhadap
pengurangan kemiskinan. Hasil Uji Chow Test dan Hausman Test model terbaik adalah
Fixed Effect. Dimana Hasil Uji Chow Test memperlihatkan ketiga variabel kecuali
Indeks Kualitas Lingkungan berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan. Uji
Hausman memperlihatkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia merupakan faktor
dominan yang mempengaruhi pengurangan kemiskinan sebagai salah satu tujuan
SDGs dimana pengaruhnya negatif artinya jika semakin baik indeks pembangunan
manusia yang artinya semakin sejahtera maka semakin berkurang kemiskinan begitu
juga sebaliknya. Sedangkan uji secara simutan memperlihatkan bahwa secara
bersama-sama pertumbuhan ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, Dana Pihak
Ketiga dan IKLH berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan.
Dari hasil uji regresi maka selanjutnya untuk penguatan hasil penelitian ini
dengan melihat pencapaian SDGs berdasarkan wilayah, peneliti menggunakan
pemetaan dengan diagram cartesius. Berikut disajikan hasil pemetaan.

Berdasarkan analisis empat kuadran dengan diagram cartesius terlihat bahwa


selama rata-rata 5 tahun sangat menarik dimana wilayah/provinsi yang pertumbuhan
ekonominya tinggi juga merupakan wilayah yang memiliki jumlah kemiskinan tinggi.

163 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018


Wilayah tersebut adalah Jawa tengah, jawa barat, sumatera selatan, sulawesi selatan
dan banten. Hal ini memperlihatkan bahwa di lima wilayah tersebut merupakan
wilayah dengan ketimpangan yang tinggi, dimana teori Kuznets tidak terbukti dimana
untuk jangka panjang pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan membuat ketimpangan
semakin kecil dan pada kelima wilayah tersebut teori Trickle Down Effect Hischman
tidak berjalan.

Berdasarkan analisis empat kuadran dimana membandingkan antara wilayah


dengan pertumbuhan ekonomi tinggi namun mmemiliki dampak kerusakan lingkungan
yang rendah ditemukan empat wilayah yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara
dan Sumatera Selatan. Artinya keempat wilayah ini merupakan wilayah yang akan
mampu mewujudkan SDGs, dimana pertumbuhan ekonomi yang dilakukan dengan
tidak mengorbankan lingkungan di masa depan. Perspektif Ekonomi Islam memandang
bahwa perwujudan SDGs di Indonesia dapat dicapai. Hal ini terlihat dari hasi;
pengukuran dengan beberapa model yang diuji, DPK perbankan syariah selalu
berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan. Artinya jika semakin banyak DPK
perbankan syariah disalurkan dalam bentuk pembiayaan dan pinjaman kebaijkan maka
akan semakin berkurang kemiskinan. Hal ini sejalan dengan prinsip keberadaan
perbankan syariah selain profit oriented, juga social oriented yang dapat menjangkau
lebih banyak masyarakat miskin.

Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 164


Kesimpulan
Secara umum keempat variabel tersebut berpengaruh terhadap pengurangan
kemiskinan, namun setelah dilakukan uji secara parsial dengan pemilihan metode yang
terpiih adalah fixed effect dengan uji Chow Test maka secara parsial kecuali Indeks
Kualitas Lingkungan yang tidak berpengaruh, ketiga variabel lain berpengaruh. Dengan
uji Hausman terlihat bahwa secara parsial hanya Indeks pembangunan Manusia yang
mempengaruhi kemiskinan. Penguatan hasil uji regresi dilakukan pemetaan dimana
terlihat temuan regresi sejalan dengan pemetaan bahwa wilayah yang pertumbuhan
ekonomi tinggi juga memiliki kemiskinan yang tinggi.

Catatan:
1. Dixon, J. A. & Fallon, L. A. The concept of sustainability: Origins, extensions, and usefulness for policy.
Soc. Nat. Resour. 2, 73–84 (1989).
2. Loewe, M. German Development Institute (2012), Briefing Paper-Post 2015: How to Reconcile the
Millennium Development Goals (MDGs) and the Sustainable Development Goals (SDGs). (2015); Brito,
L. Analyzing sustainable development goals. Science 336, 1396–1396 (2012).
3. Brito, L. Analyzing sustainable development goals. Science 336, 1396–1396 (2012).

4. Hák, T., Janoušková, S. & Moldan, B. Sustainable Development Goals: A need for relevant indicators.
Ecol. Indic. 60, 565–573 (2016).
5. Littig, B. & Griessler, E. Social sustainability: a catchword between political pragmatism and social
theory. Int. J. Sustain. Dev. 8, 65–79 (2005).
6. Bunge, M. What is a quality of life indicator? Soc. Indic. Res. 2, 65–79 (1975).
7. Meadows, D. H. The limits to growth: a report for the Club of Rome’s project on the predicament of
mankind. (Universe books, 1972).
8. McClelland, D. C. Achieving society. vol. 92051 (Simon and Schuster, 1967).
9. Fadahunsi, O. & Daodu, T. Small and medium enterprise development: Programmes and Prospects.
West Afr. Manag. Dev. Inst. Netw. Lagos (1997).
10. Devereux, S. The new famines: why famines persist in an era of globalization. (Routledge, 2006).
11. Situmorang, J. Kaji Tindak Peningkatan Peran Koperasi dan UKM sebaga Lembaga Keuangan
Alternatif. J. Infokop 2, 24–35 (2007).
12. Abdelkader, I. B. & Salem, A. B. Islamic vs conventional microfinance institutions: performance
analysis in MENA countries. Int. J. Bus. Soc. Res. 3, 218–233 (2013); Khandker, S. R. Microfinance and
poverty: Evidence using panel data from Bangladesh. World Bank Econ. Rev. 19, 263–286 (2005)
13. Khandker, S. R. Microfinance and poverty: Evidence using panel data from Bangladesh. World Bank
Econ. Rev. 19, 263–286 (2005).
14. Durrani, M. K. K., Usman, A., Malik, M. I. & Shafiq, A. Role of micro finance in reducing poverty: A look
at social and economic factors. Int. J. Bus. Soc. Sci. 2, (2011).
15. Effendi, J. The role of Islamic microfinance in poverty alleviation and environmental awareness in
Pasuruan, East Java, Indonesia: A comparative study. (Universitätsverlag Göttingen, 2013).

165 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018


16. Ahmed, H. Financing microenterprises: An analytical study of Islamic microfinance institutions.
Islam. Econ. Stud. 9, 27–64 (2002).
17. Griggs, D. et al. Policy: Sustainable development goals for people and planet. Nature 495, 305 (2013).
18. Stren, R., White, R. & Whitney, J. Sustainable cities: urbanization and the environment in
international perspective. (1992).
19. Kuncoro, M. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan. (Unit Penerbit Dan Percetakan
PN, 1997).
20. Djajadiningrat, S. T., Suparmoko, M. & Ratnaningsih, M. Neraca sumberdaya alam untuk
pembangunan berkelangjutan. (Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup,
1992).
21. Kemp, R., Parto, S. & Gibson, R. B. Governance for sustainable development: moving from theory to
practice. Int. J. Sustain. Dev. 8, 12–30 (2005).
22. Anger, B. Poverty eradication, millennium development goals and sustainable development in
Nigeria. J. Sustain. Dev. 3, 138–144 (2010).
23. Pradnyadewi, D. T. & Purbadharmaja, I. B. P. Pengaruh IPM, biaya infrastruktur, investasi dan
pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di provinsi bali. E-J. Ekon.
Pembang. Univ. Udayana 6, 255–285 (2016).

Daftar Pustaka
Abdelkader, I. B. & Salem, A. B. Islamic vs conventional microfinance
institutions: performance analysis in MENA countries. Int. J. Bus. Soc. Res. 3,
218–233 (2013); Khandker, S. R. Microfinance and poverty: Evidence using
panel data from Bangladesh. World Bank Econ. Rev. 19, 263–286 (2005)
Ahmed, H. Financing microenterprises: An analytical study of Islamic
microfinance institutions. Islam. Econ. Stud. 9, 27–64 (2002).
Anger, B. Poverty eradication, millennium development goals and
sustainable development in Nigeria. J. Sustain. Dev. 3, 138–144 (2010).
Brito, L. Analyzing sustainable development goals. Science 336, 1396–
1396 (2012).
Bunge, M. What is a quality of life indicator? Soc. Indic. Res. 2, 65–79
(1975).
Devereux, S. The new famines: why famines persist in an era of
globalization. (Routledge, 2006).
Dixon, J. A. & Fallon, L. A. The concept of sustainability: Origins,
extensions, and usefulness for policy. Soc. Nat. Resour. 2, 73–84 (1989).
Djajadiningrat, S. T., Suparmoko, M. & Ratnaningsih, M. Neraca
sumberdaya alam untuk pembangunan berkelangjutan. (Kantor Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup, 1992).
Durrani, M. K. K., Usman, A., Malik, M. I. & Shafiq, A. Role of micro finance
in reducing poverty: A look at social and economic factors. Int. J. Bus. Soc. Sci. 2,
(2011).

Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018 166


Effendi, J. The role of Islamic microfinance in poverty alleviation and
environmental awareness in Pasuruan, East Java, Indonesia: A comparative study.
(Universitätsverlag Göttingen, 2013).
Fadahunsi, O. & Daodu, T. Small and medium enterprise development:
Programmes and Prospects. West Afr. Manag. Dev. Inst. Netw. Lagos (1997).
Griggs, D. et al. Policy: Sustainable development goals for people and
planet. Nature 495, 305 (2013).
Hák, T., Janoušková, S. & Moldan, B. Sustainable Development Goals: A
need for relevant indicators. Ecol. Indic. 60, 565–573 (2016).
Kemp, R., Parto, S. & Gibson, R. B. Governance for sustainable
development: moving from theory to practice. Int. J. Sustain. Dev. 8, 12–30
(2005).
Khandker, S. R. Microfinance and poverty: Evidence using panel data from
Bangladesh. World Bank Econ. Rev. 19, 263–286 (2005).
Kuncoro, M. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan. (Unit
Penerbit Dan Percetakan PN, 1997).
Littig, B. & Griessler, E. Social sustainability: a catchword between
political pragmatism and social theory. Int. J. Sustain. Dev. 8, 65–79 (2005).
Loewe, M. German Development Institute (2012), Briefing Paper-Post
2015: How to Reconcile the Millennium Development Goals (MDGs) and the
Sustainable Development Goals (SDGs). (2015); Brito, L. Analyzing sustainable
development goals. Science 336, 1396–1396 (2012).
McClelland, D. C. Achieving society. vol. 92051 (Simon and Schuster,
1967).
Meadows, D. H. The limits to growth: a report for the Club of Rome’s project
on the predicament of mankind. (Universe books, 1972).
Pradnyadewi, D. T. & Purbadharmaja, I. B. P. Pengaruh IPM, biaya
infrastruktur, investasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan
distribusi pendapatan di provinsi bali. E-J. Ekon. Pembang. Univ. Udayana 6,
255–285 (2016).
Situmorang, J. Kaji Tindak Peningkatan Peran Koperasi dan UKM sebaga
Lembaga Keuangan Alternatif. J. Infokop 2, 24–35 (2007).
Stren, R., White, R. & Whitney, J. Sustainable cities: urbanization and the
environment in international perspective. (1992).

167 Kontekstualita, Vol. 33, No. 2, 2018

Anda mungkin juga menyukai