Anda di halaman 1dari 8

Dinamika Kehidupan Masyarakat Hadhrami di Ethiopia

Oleh: Dawami Sabri Zein 121811433078

Pendahuluan

Bangsa Arab merupakan salah satu bangsa yang melakukan migrasi ke berbagai
belahan dunia. migrasi mereka disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: wilayah
yang gersang dan tandus, konflik ideologi antara Sunni dan Syiah, serta perang saudara
akibat dari perebutan wilayah kekuasaan. Akibat dari faktor tersebut menyebabkan
adanya keinginan untuk memperoleh kehidupan yang lebih sejahtera. beberapa dari mer
eka mulai bermigrasi ke berbagai wilayah. Mulai dari ke Afrika ke wilayah Magrib
(Afrika Utara) dan Afrika Timur ke sekitar wilayah Horn of Africa, ke wilayah Selatan
Asia (India dan Pakistan), hingga Asia Tenggara (Malaysia, Brunei Darussalam,
Singapura, dan Indonesia).
Di Jazirah Arab terdapat wilayah disebut dengan Yaman, tepatnya di bagian
selatan Arab. kedatangan orang-orang Arab ke berbagai belahan dunia, salah satunya
berasal dari orang-orang Yaman. Wilayah ini terletak di tepi barat Jazirah Arab,
berbatasan dengan laut merah, teluk Aden dan Samudra Hindia. 1 Di dalam wilayah
Yaman terdapat suatu wilayah yang menjadi pusat imigran Arab di berbagai belahan
dunia. wilayah tersebut adalah Hadramaut. orang-orang Hadhramaut dipanggil dengan
sebutan Hadhrami.
Hadramaut merupakan wilayah pegunungan yang gersang, sampai jauh pada
abad ke-20.2 Perang antar suku, perseteruan keluarga, perampokan, dan berbagai
kejahatan lainnya menjadikan wilayah tersebut bukanlah wilayah yang aman. Kondisi
diperparah dengan kondisi tanah yang tandus, serta mata air yang terbatas membuat
mereka mulai mencari wilayah yang lebih menjanjikan dan wilayah yang menjamin
keamanan mereka. beberapa dari mereka mulai memutuskan untuk bermigrasi ke
wilayah yang lebih menjanjikan, sedangkan lainnya hanya berfokus untuk berdagang di
wilayah lain namun tidak menetap disana.
Terpisah dengan Laut Merah dan Teluk Aden, Benua Afrika merupakan benua
yang berbatasan dengan wilayah Asia bagian barat. Kawasan tersebut meliputi wilayah
Mesir, Sudan, dan kawasan sisi Afrika bagian timur yang dikenal dengan sebutan
Tanduk Afrika “Horn of Africa” meliputi: Djibouti, Sudan Somalia, dan Ethiopia
Melihat letak geografis kedua daratan yang berdekatan dan juga strategis,
menyebabkan interaksi kedua daratan sudah terbentuk sejak lama. Interaksi yang
terbentuk antar kedua daratan akhirnya memunculkan percampuran sosial, budaya,dan
agama kepercayaan. Dimulai dari masa pra- islam, tepatnya ketika Zaman Solomon
(Kaisar Sulaiman A.S.) dimana orang-orang Beta Israel di Eithiopia berkembang.
Orang-orang Beta Israel ini berasal dari Mesir dan missionaris Yahudi dari Yaman yang

1
Marina De Regt, “Migration To and Through Yemen: The Case of Migrant Domestic Workers”,
(dipresentasikan dalam seminar: Migration and Refugee Movements in the Middle East and North
Africa, Cairo, 2007). hlm. 3
2
Huub De Jonge “Mencari Identitas: orang-orang Hadhrami di Indonesia 1900-1950”, (Jakarta:
KPG, 2019). hlm. 6.
bermigrasi ke Eithiopia.3 Interaksi kedua wilayah mulai semakin intens ketika
perkembangan agama Islam, dimana bermunculan pedagang-pedagang dari Arab-
Hadramaut di berbagai wilayah Horn of Africa (Afrika Timur) , khusus di Ethiopia yang
juga melanjutkan hubungan nenek moyang mereka ke wilayah tersebut. kehadiran
ulama-ulama dari Hadramaut di wilayah tersebut juga semakin lama semakin besar dan
menjadikan wilayah tersebut sebagai sarana proses Islamisasi.

Pembahasan

A. Orang-orang Arab di Eithiopia pada masa pra-Islam hingga Masa Islam.

Masyarakat Hadhrami mengenal sistem kelas sosial sebagai salah satu bentuk
budaya mereka. kelas sosial yang dianut ini bersifat kaku dan berdasarkan garis
keturunan. Golongan paling atas diduduki oleh Sayyid. Golongan ini mengaku sebagai
keturunan nabi besar mereka, Muhammad SAW melalui cucunya, Husein. Leluhur
mereka, Ahmad bin Isa merupakan imigran Irak yang berpindah ke Hadhramaut. 4
Golongan ini berfungsi sebagai pemuka agama dan bangsawan agama di Hadhramaut.
Golongan kedua terdapat kelompok yaitu Syeikh dan Qabili. Mereka merupakan
keturunan Qahtan, leluhur semua Arab Selatan. Golongan Syeikh merupakan keturunan
bangsawan agama asli Hadhramaut, elite agama Hadhramaut. Namun karena jumlah
mereka sedikit menyebabkan mereka kalah dengan pamor dengan golongan Sayyid.
Golongan Qabili merupakan anggota yang terdiri dari suku-suku di Hadhramaut yang
menempati masing-masing wilayah dan mempertahankan wilayah tersebut hingga titik
darah penghabisan. Untuk golongan Syeikh, diperkiran jumlah mereka yang sedikit ini
karena mereka lebih sering berpegian ke luar wilayahnya untuk menyebarkan agama
Islam.
Migrasi yang dilakukan orang-orang Hadhrami ke wilayah Afrika Timur terbagi
menjadi tiga fase. Fase pertama ketika dari masa pra-islam hingga masa awal islam.
Pada fase ini mereka telah menyatu dengan penduduk lokal dan klaim tentang orang
Hadhrami yang dianggap sama sebagai orang-orang Arab pada umumnya. 5 Pada abad
ke-7 tepat pada tahun 615 Masehi islam pertama kali masuk ke Eithiopia. Dahulu
Eithiopia ini dikenal orang-orang Arab sebagai negeri Habasyah. Rombongan imigran
Arab yang dipimpin oleh sepupu Nabi Muhammad SAW, Ja’far bin Abi Thalib,
bermigrasi ke wilayah Habasyah, tepatnya ke Kerajaan Aksum agar terhindar dari
perlakuan diskriminatif orang-orang Quraisy Mekkah.6 mereka diterima baik oleh Raja
Najasy. Pihak kerajaan memperlakukan mereka dengan baik dan melindungi hak-hak
mereka. lambat laun Raja Najasy sendiri akhirnya memeluk agama Islam.
Terdapat cerita dibalik masuknya Raja Najasy ke dalam agama Islam. ketika
orang-orang Quraisy Mekkah mengetahui bahwa Ja’far beserta rombongannya diizinkan
untuk tinggal di Aksum, mereka mengirim utusan ke wilayah Aksum untuk
memulangkan Ja’far dan rombongannya dibawa utusan Amru bin Ash dan Abdullah bin
Rabiah dengan membawa hadiah sebagai imbalan jika mengembalikan para buronan
3
Jan G. Platvoet. “The Religions of Africa in Their Historical Order”. hlm. 25.
4
Huub De Jonge, op.cit., hlm.8.
5
Ian Walker, dkk. “From Moroni to Mukalla: Hadhramis on the Island of Ngazidja (comoros) and
in the Hadhramaut, dalam Jurnal Des Africanistes Vol. 72 No. 4. hlm. 112.
6
Ira M. Lapidus. “Sejarah Sosial Umat Islam: Bagian Ketiga, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2000), hlm. 484.
tersebut. hadiah yang akan diberikan ke raja dan pasukannya berupa hadiah yang terbuat
dari kulit halus.7 Ketika sampai di Aksum, utusan Quraisy Mekkah ini memohon
kepada Raja Najasy agar mengembalikan mereka ke Arab. mereka mengatakan bahwa
Ja’far dan rombongannya merupakan buronan yang mengikuti ajaran sesat. Karenanya
Raja Najasy memutuskan untuk melakukan audiensi antar keduanya. Ja’far bin Abi
Thalib menjadi juru bicara untuk mereka dan mengatakan kepada Raja Najasy bahwa
mereka merupakan korban penganiayaan orang-orang Quraisy. Ia juga menjelaskan
kepada Raja Najasy keadaan hidup mereka sebelum Islam, misi kenabian Muhammad,
dan ajaran Muhammad yang diajarkan ke mereka. Setelah menjelaskan panjang-lebar,
Raja Najasy bertanya tentang bukti ajaran tuhan yang dibawa oleh seorang Muhammad.
Ja’far kemudian membacakan surat dalam Alquran (QS Maryam). Setelah
mendengarkan lantunan tersebut, Raja Najasy memutuskan untuk masuk Islam dan
tidak akan menyerahkan Ja’far bin Abi Thalib beserta rombongannya ke utusan Arab.8
Pada Masa Dinasti Ummayyah, dimana wilayah dinasti ini juga meliputi
wilayah Yaman, termasuk Hadhramaut, tepat pada abad ke-12 seluruh pantai di Eritrea
telah diislamkan. Sejak saat itu orang-orang Hadhrami mulai banyak singgah di kota-
kota pelabuhan dan mulai bergabung ke dalam kerajaan-kerajaan Islam yang seperti
Kesultanan Showa, Kesultanan Ifat, dan Kesultanan Adal. Fase inilah yang dikenal
sebagai fase kedua migrasi orang-orang Hadhrami ke Tanduk Afrika (Horn of Africa).
Interaksi antar kerajaan-kerajaan di Eithiopia ini sangat erat dengan orang-orang
Yaman, Hadhramaut terbukti sangat kuat. Apalagi ketika masa akhir Kesultanan Ifat
ketika raja terakhir, Sa’ad ad-Din II terbunuh, anaknya, Sabr ad-Din II melarikan diri ke
Yaman pada tahun 1410. Setelah awal abad ke-15 Masehi, Sabr ad-Din II memindahkan
pusat kekuasaan ke Kota Dakar setelah menjadi penerus Raja dari Kesultanan Adal
setelah pulang dari Yaman.9

B. Dinamika Masyarakat Hadhrami pada abad ke-19 hingga ke-20

Fase terakhir migrasi orang-orang Hadhramaut ke Horn of Africa (Afrika Timur)


terjadi pada abad ke-19 hingga abad ke-20. Fase ini juga menjadi puncak migrasi orang-
orang Hadhramaut di wilayah Afrika Timur dikarenakan pada masa tersebut orang-
orang Hadhrami ingin terhindar dari kemiskinan akibat adanya perang saudara dan
politik lokal. terbangunnya jalur kereta Djibouti-Addis Ababa juga menjadi faktor
pesatnya migrasi mereka ke Ethiopia.10 Para imigran memanfaatkan hubungan nenek
moyang mereka dengan orang-orang Ethiopia selama berabad-abad. Mereka berhasil
berintegrasi dengan penduduk lokal dikarenakan mereka telah berperan penting dalam
ekonomi perdagangan. Mereka juga mendapatkan perlindungan hukum dari negara
setempat. Para imigran Hadhramaut yang hanya terdiri dari laki-laki ini memiliki bisnis,
rumah, dan tanah sendiri selama puluhan tahun. Beberapa dari mereka juga
memutuskan untuk kembali ke Hadhramaut setelah beberapa tahun menetap di Ethiopia.
Namun, beberapa dari mereka memutuskan untuk menetap lebih lama di Ethiopia.
7
Martin Lings, “ Muhammad: His Life Based on the Earliest Sources”, (United States: Inner
Traditions, 2006). hlm. 81-84.
8
Ibid,.
9
Philip Brigg,“Bradt Somaliland: With Addis Ababa & Eastern Ethiopia”, (UK: Bradt Travel
Guide). hlm. 10.
10
Marina De Regt, “From Yemen to Eritrea and Back: A Tweentieth Century Family History”,
article in Northeast African Studies. hlm. 30.
Mereka memutuskan untuk menikahi perempuan-perempuan lokal Ethiopia sebagai istri
pertama ataupun kedua. Beberapa dari mereka yang datang ke Ethiopia bahkan ada
yang tidak mengatasnamakan diri sebagai orang Hadhrami. Mereka lebih mengakui
mengatasnamakan diri sebagai utusan Britania Raya, utusan dari Kesultanan Qu’aiti.
Pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, orang-orang Hadhramaut yang
datang ke pusat kota Ethiopia, Addis Ababa, tidak terikat oleh kebijakan sistem formal
setempat. Mereka datang melalui pelabuhan Massawa dan Zeila dan bebas melakukan
mobilisasi Yaman-Ethiopia dan sebaliknya. Namun pada tahun 1913 Kaisar Menelik II
selaku penguasa Ethiopia memberikan ultimatum kepada orang-orang Asing, termasuk
orang-orang Hadhrami untuk mendaftarkan diri ke kedutaan masing-masing. 11 Mereka
yang tidak memiliki kedutaan diminta untuk mendaftarakan diri sebagai warga negara
Ethiopia dalam waktu tiga bulan. Mereka yang gagal atau tidak mendaftarkan diri sama
sekali diminta untuk kembali ke negara asalnya. Karena pada saat itu daerah
Hadhramaut menjadi koloni Inggris, maka mereka mendaftarkan diri mereka sebagai
utusan Britania Raya. Sejak berlakunya kebijakannya ini akhirnya orang-orang
Hadhrami menjadi tidak bebas dan terikat oleh sistem hukum yang berlaku. Mobilisasi
mereka semakin dibatasi dan yang tidak memenuhi syarat akan dikembalikan ke negara
asalnya.
Sejak peraturan ini berlaku, tercatat imigran Hadhrami pertama yang telah
terdaftar dan memiliki paspor yang berlaku ialah Syeikh Sa’id Ahmad Ba Za’ra. Ia
mendapatkan izin untuk masuk Addis Ababa pada pertengahan abad ke-20 karena ia
sendiri merupakan seorang saudagar kaya yang mempunyai bisnis di Addis Ababa.
Paspor tersebut berlaku untuk setahun. Ia juga menjadi orang Hadhrami terkaya di
Addis Ababa dan keluarga ini menjadi tetua komunitas Yaman-Hadhramaut di Addis
Ababa.
Pada masa menjelang ekspansi Italia ke Ethiopia, beberapa orang-orang
Hadhramaut memutuskan untuk kembali ke negara asal mereka karena takut terdampak
efek dari peperangan yang terjadi antara Kerajaan Ethiopia dengan pasukan Italia. Pada
malam kedudukan Italia di Ethiopia, Sayid B. Muhammad Hakim kembali ke Ethiopia
dengan mendapatkan izin masuk gratis ke kota tersebut yang dikeluarkan oleh
pemerintah kolonial. anak laki-lakinya juga kembali ke Addis Ababa dengan
mengatasnamakan dirinya sebagai warga Qu’aiti. Sejak saat itu segala peraturan di
Ethiopia berkembang menjadi peraturan kolonial. Orang-orang Hadhramaut yang
tinggal di Ethiopia, tepatnya di Addis Adaba . Sejak pendudukan pemerintah kolonial
Italia di Ethiopia, maka saat itu juga dimulai kebijakan segregasi sosial berdasarkan
warna kulit. Orang-orang Hadhramaut dianggap oleh pemerintahan Italia sebagai orang-
orang lokal, harus berpindah tempat ke pemukiman khusus warga lokal yang terpisah
dari pusat kekuasaan Italia. Mereka juga menjadi kaum inferior yang kedudukannya
lebih rendah dari orang-orang Eropa. Selama beberapa tahun kemudian, pemerintah
kolonial Italia juga banyak mendatangkan orang-orang Yaman, termasuk Hadhramaut
sebagai pekerja untuk proyek konstruksi yang dibangun oleh pemerintah kolonial
tersebut. selama lima tahun pemerintah kolonial Italia membangun 4.421 km jalan,
8.334 jembatan,
Setelah masa pemerintah kolonial Italia berakhir dengan kemenangan patriotik
dari warga lokal Ethiopia, maka pemerintahan Ethiopia kembali berada dibawah
naungan Kerajaan Ethiopia. Kembalinya rezim pemerintahan Ethiopia ini
11
Samson A. Bezabeh, “Yemeni Families in the Early History of Addis Ababa, Ethiopia ca. 1900-
1950”, dalam Jurnal Cahiers d’Etudes Africaines Vol. 204|2011. hlm. 4.
menghapuskan kebijakan segregasi warna kulit disana. kebijakan mobilisasi yang
dilakukan oleh orang-orang Hadhramaut kembali lagi seperti semula, dimana
dikendalikan oleh perizinan dari kedutaan besar yang berwewenang untuk
mengeluarkan izin bepergian.
Pada tahun 1940 semakin banyak imigran Hadhramaut yang memutuskan untuk
mengganti kewarganegaraannya menjadi Ethiopia agar tidak mengalami kerumitan
dalam beraktivitas. Seperti Ahmad Imad Al Din yang sebelumnya datang dari Yaman
Selatan. Ia ingin melamar sebagai warga negara Ethiopia dan akhirnya ia diberikan
kartu identitas sebagai warga resmi Ethiopia.

C. Peran Orang-orang Yaman-Hadramaut di Ethiopia

Orang-orang Yaman dalam membantu kesejahteraan Ethiopia termasuk


berperan cukup besar. Seperti Salim Bazar’a yang mendapatkan 4 gelar kehormatan dari
Kaisar Haile-Selassie atas peran dalam memajukan perdagangan dan keloyalannya
kepada negara Ethiopia. Syeikh Sa’id Ahmad Bazar’a dan Abd Al-kader Bazar’a juga
mendapatkan gelar kehormatan atas jasanya di bidang ekonomi perdagangan. Selain
dari keluarga Bazar’a, orang-orang Yaman dari keluarga lain juga berperan penting
dalam kesejahteraan perekenomian Ethiopia. Muhammad Yusuf Banaji berasal dari
Hadhramaut yang menikahkan keturunanannya dengan keluarga Bazar’a dan
mendirikan bisnis dagang disana. ia merupakan pebisnis alas kaki, kulit, dan property.
Di Addis Ababa sendiri ia membangun 83 rumah. Ia juga merupakan deretan orang-
orang terkaya di Addis Ababa dan sangat dekat dengan Kaisar Haile-Sellasie. Abd al-
Rahman al-Habshi berasal dari Hadramaut merupakan pengusaha kopi. Ia mengekspor
kopi berbagai wilayah, men-supply kopi ke pasar-pasar di Ethiopia yang juga menjadi
deretan orang-orang terkaya di Ethiopia. Orang-orang Yaman juga berjasa dalam
pembangunan infrastruktur kota-kota di Ethiopia seperti di Addis Ababa, Harar, dll. Ia
adalah Syeikh Ahmad Salih al-Zahiri yang merupakan pengendali pembangunan rel
kereta Djibouti ke Addis Ababa dan juga merupakan orang Yaman paling berpengaruh
di Addis Ababa. Pembangunan rel kereta tersebut menjadikannya sebagai agen yang
memudahkan migrasi orang-orang Yaman-Hadramaut ke Ethiopia melalui jalur
Djibouti. Ia juga terlibat dalam kegiatan ekspor-impor barang bangunan, barang muatan
kargo, serta pemasok tenaga kerja orang-orang Yaman. Sejak pasca pemerintah kolonial
Italia, ia mengambil alih 40 truk orang-orang Italia yang semenjak itu ia gunakan untuk
mengangkut barang-barang. Peran Syeikh Ahmad Salih Al-Zahiri sangat besar untuk
infrasuktrur di Addis Ababa, dimana ia menjadi pengatur distribusi barang-barang
bangunan di seluruh kota Addis Ababa. Seperti keluarga-keluarga Bazar’a, Banaji, Al-
Habshi, keluarga Al-Zahiri juga memiliki koneksi yang kuat dengan Kerajaan Ethiopia,
khususnya dengan Kaisar Haile-Sellassie.12 Hal yang menarik koneksi antar keduanya
ialah, Syekh Ahmad Salih al-Zahiri merupakan salah satu pihak yang berperan penting
dalam menaikan tahta kerajaan ke Kaisar Haile-Sellasie. Ia juga menjadi agen
diplomatik Kaisar Haile-Sellassie ke negara-negara Arab.
Orang-orang Yaman-Hadhramaut tidak hanya berperan dalam bidang ekonomi-
politik Ethiopia saja. Seperti sejarah telah menjelaskan kedatangan orang-orang
Hadhramaut sebagai agen proses islamisasi di Ethiopia pada abad ke-19 hingga abad ke-
20. Migrasi yang dilakukan oleh golongan Sayyid (di Ethiopia lebih dikenal dengan
sebutan golongan Sada). Golongan-golongan Sada seperti Al-bar, Al-Habshi, As-segaf,
12
Samson A. Bezabeh,Ibid.,hlm. 11.
dan Al-Farege merupakan golongan Hadhramaut yang banyak ditemui di Ethiopia.
Salah satu yang terkenal ialah Sayyid Abdallah al-Bar yang datang dari Hadramaut ke
Ethiopia pada abad ke-20. Ia menikahi putri Pria Turki, Zekeria Hussein yang juga
berprofesi sebagai penjahit Kaisar Menelik II. Tindakan ini memudahkan Sayyid
Abdallah al-Bar dalam berinteraksi ke kelas penguasa Ethiopia. Ia merupakan sosok
yang berkontribusi dalam pembangunan masjid kedua di Ethiopia, Masjid Al-Nur.
Sayyid Abdallah al-Bar merayu Kaisar Haile-Sellassie agar umat muslim dapat
memiliki masjid untuk tempat mereka berdoa. Hal tersebut akhirnya disetujui oleh
Haile-Sellassie dan Masjid Al-Nur pun didirikan. Sayyid Abdallah al-Bar menjadi imam
pertama di masjid tersebut. setelah ia wafat, ia digantikan oleh penerus-penerusnya
yaitu: Mustafa Abdallah al-Bar, Abdo Abdallah al-Bar, Umar Abdallah al-Bar, dan
Ahmed Abdallah al-Bar.

Kesimpulan

Bangsa Arab yang berasal dari Yaman, Hadhramaut sudah sering melakukan
migrasi ke berbagai wilayah, termasuk ke Eithiopia sejak sebelum masehi. Faktor
mereka melakukan migrasi ataupun interaksi ke Eithiopia dikarenakan wilayah tersebut
sangat dekat dan terjangkau oleh orang-orang Hadhramaut. Dimulai ketika masa pra-
islam, dimana dikatakan orang-orang Yahudi Yaman yang berasal dari turunan
Solomon berimigrasi ke wilayah Eithiopia dan termasuk ke dalam golongan Beta Israel.
Pada awal masa Islam, Ja’far bin Abi Thalib beserta rombongannya bermigrasi ke
Kerajaan Najasi, Habasyah (sekarang Eithiopia) untuk mencari perlindungan dan
menghindari diri dari orang-orang Quraisy. Disana mereka berperan dalam proses awal
Islamisasi di Ethiopia dan memunculkan berbagai kerajaan-kerajaan Islam disana
seperti: Kesultanan Showa, Kesultanan Ifat, dan Kesultanan Adal. Setelah kesultanan
islam runtuh ditambah dengan kedatangan orang-orang Eropa ke Ethiopia menyebabkan
terkikisnya perkembangan Islam disana.
Pada abad ke-19 hingga ke-20, orang-orang Yaman-Hadhramaut melakukan
migrasi terbesar karena wilayah negara asal semakin tidak kondusif. Mereka bermigrasi
ke Eithiopia yang hanya dilakukan oleh pria Hadhramaut. Mereka menikahi perempuan-
perempuan lokal Ethiopia dan mengangkatnya sebagai istri pertama maupun kedua.
Orang-orang Hadhramaut yang masih melakukan mobilisasi ke daerah asal (belum
menetap secara permanen) dihadapkan dengan permasalahan kebijakan imigran yang
ditetapkan oleh Kaisar Menelik II. Pada masa pemerintahan kolonial Italia, orang-orang
Hadhrami digolongkan sebagai warga lokal dan dipekerjakan sebagai tenaga
pembangunan infrastruktur kota di Ethiopia.
Dalam melakukan migrasi ke Ethiopia, orang-orang Yaman-Hadhramaut
memiliki peranan penting dalam kemajuan Ethiopia dalam bidang ekonomi-politik
seperti yang dilakukan oleh Keluarga Bazar’a, Banaji, Al-Habshi, keluarga Al-Zahiri.
Selain itu, orang-orang Yaman-Hadhramaut juga berperan penting dalam proses
perkembangan Islam pada abad ke-19 hingga ke-20 dengan perannya dalam
pembangunan masjid-masjid.
Daftar Pustaka

Bezabeh, Samson A. 2012. Yemeni Families in the Early History of Addis


Ababa, Ethiopia ca. 1900-1950, dalam Jurnal Cahiers d’Etudes Africaines Vol. 204.

Brigg, Philip. 2012. Bradt Somaliland: With Addis Ababa & Eastern Ethiopia.
UK: Bradt Travel Guide.

Jonge, Huub De. 2019. Mencari Identitas: orang-orang Hadhrami di Indonesia


1900-1950. Jakarta: KPG.

Lapidus, Ira M. 2000. Sejarah Sosial Umat Islam: Bagian Ketiga. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Lings, Martin. 2006. Muhammad: His Life Based on the Earliest Sources.
United States: Inner Traditions.

Regt, Marina De. 2007. Migration To and Through Yemen: The Case of Migrant
Domestic Workers, dalam seminar: Migration and Refugee Movements in the Middle
East and North Africa, Cairo.

Regt, Marina De. 2017. From Yemen to Eritrea and Back: A Tweentieth Century
Family History, artikel di Northeast African Studies.

Ian Walker, dkk. From Moroni to Mukalla: Hadhramis on the Island of


Ngazidja (comoros) and in the Hadhramaut, dalam Jurnal Des Africanistes Vol. 72 No.
4.

Website:

Platvoet, Jan G. The Religions of Africa in Their Historical Order, diakses


melalui
https://jangplatvoet.nl/wp-content/uploads/2017/03/ReligionsOfAfricaInHistoricalOrder
.pdf, diakses pada tanggal 5 Januari 2020.

The Hadhrami Sada and the Evolution of an Islamic Religious International,


diakses melalui https://link.springer.com/chapter/10.1057%2F9781137031716_10 ,
diakses pada tanggal 5 Januari 2020.

https://wawasansejarah.com/sejarah-minoritas-muslim-di-ethiopia/ diakses pada


tanggal 5 Januari 2020.
https://tirto.id/operasi-solomon-dan-nasib-kelam-yahudi-ethiopia-cpnE, diakses pada
tanggal 5 Januari 2020.

Anda mungkin juga menyukai