Anda di halaman 1dari 7

BAB 2

KAJIAN TEORI

2.1. Media Baru


Banyak penyebutan yang diberikan untuk media baru dalam literatur akademis,
misalnya media online, digital media, media virtual, e-media,network media, media sosial, dan
media web. Semua penyebutan tersebut merujuk pada karakteristik maupun hal teknis seperti
teknologi itu sendiri, baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software).
Salah satu karakter dari apa yang disebut dengan media lama atau baru yaitu term
broadcast yang mewakili konteks media lama, sementara interactivity mewakili media baru
(Nasrullah, 2014:14).

Era Media Lama (Broadcast) Era Media Baru (Interactivity)

Tersebar (dari banyak sumber ke banyak


Tersentral (dari satu sumber ke banyak
khalayak)
khalayak)
Komunikasi terjadi timbal balik atau dua
Komunikasi terjadi satu arah arah

Tertutupnya penguasaan media dan


Terbuka peluang sumber atau media untuk
bebasnya kontrol terhadap sumber
dikuasai

Media merupakan instrumen yang Media memfasilitasi setiap khalayak (warga


melanggengkan strata dan ketidaksetaraan Negara)
kelas sosial
Khalayak bisa terlihat sesuai dengan
karakter dan tanpa meninggalkan
Khalayak dianggap sebagai massa
keragaman identitasnya masing-masing

Media melibatkan pengalaman khalayak


Media dianggap dapat atau sebagai alat
baik secara ruang maupun waktu
mempengaruhi kesadaran

Tabel 2.2.1. Perbedaan Antara Era Media Pertama dan Kedua.


Holmes (2005:10) membagi media dalam perspektif historis yang menjadi era media
lama dengan pola broadcast dan era media baru dengan pola interactivity seperti dalam tabel
di atas. Ini berarti bahwa khalayak tidak hanya ditempatkan sebagai objek yang menjadi
sasaran pesan, namun pada media baru khalayak dan perubahan teknologi telah memperbaharui
peran khalayak untuk menjadi lebih interaktif terhadap pesan itu.
Perkembangan internet telah memungkinkan pesebaran informasi semakin meluas.
Kini kita dapat mengakses sebagian surat kabar cetak melalui web site mereka di internet,
bukan hanya itu, pelbagai klip dari media massa elektronik seperti televisi dan radio dapat
dibuka dari internet. Internet adalah jaringan komputer yang saling berhubungan yang terdapat
di seluruh dunia yang memungkinkan transfer informasi secara elektronik. Revolusi internet
sedang menyapu seluruh dunia dengan kecepatan yang sedemikian rupa sehingga masyarakat
mencoba dengan giat untuk mengerti apa yang sedang terjadi, apa arti semua itu, kemana
perginya, dan bagaimana menggunakan atau memanfaatkan kesempatan baru ini (Shimp,
2003:542). Media interaktif ini lebih unggul daripada media tradisional karena kemampuannya
sebagai media yang lebih melengkapi audiens untuk mendapatkan informasi yang ingin
didapatkannya (Shimp, 2003:539).

New media = Digital Media: “forms of media contents that


combine and integrate data, text, sound, and images of all kinds;
are stored in digital format; and are increasingly distributed
through networks. – Terry Flew.”
Terry Flew (Hastari, 2014:4) mengatakan lebih menekankan pada format isi media yang
dikombinasi dari kesatuan data berupa teks, gambar, suara, dll dalam format digital dan
disebarkan melalui jaringan internet. Perkembangan teknologi sekarang ini, membuat
masyarakat mau tidak mau harus juga mengikuti perkembangan teknologi guna memperoleh
informasi atau hiburan lainnya dalam media komunikasi khususnya new media. Menurut R.
Cahyo Prabowo mengenai new media adalah suatu alat sebagai sarana komunikasi yang
dimana saling berinteraksi, berpendapat, tukar informasi, mengetahui berita yang melalui
saluran jaringan internet serta informasinya selalu terbaru secara kilat dan juga lebih efisien
ringkas memberikan informasi kepada khalayak (Hastari, 2014:4).
Media sosial adalah sebuah media untuk bersosialisasi satu sama lain dan dilakukan
secara online yang memungkinkan manusia untuk saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan
waktu. Dengan internet, seseorang dapat berinteraksi dan berkomunikasi, saling bertukar
informasi secara lebih cepat dan murah, bahkan semakin hari semakin tak terbatas oleh ruang
dan waktu. Tidak dapat dipungkiri kehadiran internet telah membawa revolusi serta inovasi
pada cara manusia berkomunikasi dan mendapatkan informasi. Internet berhasil pula
mengatasi masalah klasik manusia, karena keterbatasan jarak, ruang, dan waktu.
Media sosial adalah perpaduan sosiologi dan teknologi yang mengubah monolog (one
to many) menjadi dialog (many to many) dan demokrasi informasi yang mengubah orang-orang
dari pembaca konten menjadi penerbit konten. Kehadiran situs jejaring sosial atau media sosial
seperti Facebook, Twitter, Instagram, Path, Line, dan lain-lain merupakan media yang
digunakan untuk mempublikasikan konten seperti profil, aktivitas, atau bahkan pendapat
pengguna juga sebagai media yang memberikan ruang untuk berkomunikasi dan berinteraksi
satu dengan yang lainnya. Misalnya fasilitas di Facebook, yaitu wall (dinding) pengguna dapat
mengungkapkan apa yang sedang disaksikan atau dialami, keadaan di sekitar dirinya, hingga
bagaimana tanggapannya mengenai situasi, misalnya, mengenai dunia politik saat ini.
Facebook juga menyediakan fasilitas grup yang mengumpulkan pengguna Facebook yang
tertarik atau memiliki kesamaan terhadap suatu konten maupun topik (Nasrullah, 2014:36).
Media sosial telah menjadi sangat populer karena memberikan kesempatan kepada
penggunanya untuk terhubung satu sama lain baik dalam bentuk hubungan personal, bisnis,
dan politik.
Mayfield (2008:5) menjelaskan bahwa media sosial dapat dipahami sebagai
sekelompok media online jenis baru dengan karakteristik sebagai berikut:
 Partisipasi: Media sosial mendorong adanya kontribusi dan umpan balik dari setiap orang
yang tertarik terhadap konten. Media sosial membuat garis batas antara media dengan
khalayak menjadi tidak terlihat.
 Keterbukaan: Perangkat-perangkat media sosial yang ada mendorong setiap orang untuk
melakukan pengambilan suara, memberikan komentar, dan berbagi informasi tanpa ada
batasan untuk mengakses konten maupun menggunakannya.
 Pembicaraan: Media sosial memungkinkan terjadinya pembicaraan dua arah (interaksi)
antara penyedia konten dengan khalayak.
 Komunitas: Media sosial dapat memfasilitasi terbentuknya komunitas dengan adanya
sistem komunikasi kelompok yang efektif sehingga para penggunanya dapat saling berbagi
informasi dengan ketertarikan yang sama.
 Keterkaitan: Media sosial mendorong adanya keterkaitan yaitu dengan menghubungkan
satu situs dengan situs yang lainnya maupun menghubungkan masyarakat luas.
2.2. Authentic Personal Branding
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses personal branding.
Berdasarkan pemikiran tersebut, di dalam penelitian ini, peneliti menganalisis proses personal
branding melalui akun media sosial Facebook. Teori personal branding yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori personal branding yang dikemukakan oleh Hubert K. Rampersad,
yaitu Criteria for Effective Authentic Personal Branding.
Berikut telah disimpulkan secara detail di bawah ini kriteria-kriteria personal branding
menurut Hubert K. Rampersad, yaitu:
1. Keautentikan (Autheticity); menjadi diri sendiri. Seseorang adalah CEO hidupnya, oleh
karena itu brand harus dibangun dari kepribadian sejati dan harus mencerminkan karakter,
perilaku, nilai, serta visi diri orang tersebut.
2. Integritas (Integrity); seseorang harus berpegang pada pedoman moral dan perilaku yang
sudah ditetapkan oleh ambisi/keinginan pribadinya.
3. Konsistensi (Consistency); sangat diperlukan konsistensi dalam berperilaku. Untuk
konsisten,dibutuhkan keberanian. Keberanian untuk melakukan hal-hal yang relevan
secara terus menerus hingga orang lain mengandalkan dan berpegang pada kita.
4. Spesialisasi (Specialization); fokus pada satu bidang spesialisasi. Konsentrasi pada satu
bakat, talenta, atau keterampilan unik saja. Karena menjadi generalis tanpa satupun
keterampilan khusus akan membuat seseorang tidak spesial, tidak unik, dan tidak berbeda.
5. Otoritas (Authority); seseorang dapat dinilai dan dipandang orang lain sebagai seorang
pemimpin yang efektif.
6. Keistimewaan (Distinctiveness); bedakan diri kita dengan orang lain berdasarkan personal
branding kita. Personal branding perlu diekspresikan secara unik dan berbeda dari pesaing
serta memberi nilai tambah pada orang lain. Personal branding harus didefinisikan dengan
jelas sehingga orang lain dapat dengan cepat menangkap pesan personal branding kita.
7. Relevan (Relevant); pesan personal branding seseorang harus terkait dengan sesuatu yang
berguna dan dianggap penting oleh orang lain.
8. Visibilitas (Visibility); pesan harus disampaikan secara berulang-ulang, terus menerus,
konsisten hingga dapat dilihat dan tertanam secara jelas dalam benak orang lain.
9. Ketekunan (Persistence); personal branding harus bertumbuh dan berkembang. Oleh
karena itu dibutuhkan waktu yang panjang, penuh dedikasi, pengorbanan, keberanian,
perencanaan, dan kesabaran untuk terus melakukannya.
10. Perbuatan baik (Goodwill); personal branding seseorang akan dikenal positif oleh orang
lain oleh karena perbuatan baik dan nilai positif yang dilakukannya.
11. Kinerja (Performance); kinerja adalah elemen paling penting setelah personal branding
seseorang dikenal. Bila kita tidak berbuat dan memperbaiki diri secara terus menerus,
personal branding hanya menjadi sesuatu yang memalukan.
Secara keseluruhan Rampersad menjelaskan bahwa Authentic Personal Branding
sangat penting untuk seseorang mencapai visinya. Apabila personal branding dikombinasikan
dengan sarana yang hebat, akan memunculkan kinerja puncak dan menciptakan dasar yang
stabil bagi keandalan, kredibilitas, dan kharisma diri (Rampersad, 2008:9). Dalam proses
personal branding, dibutuhkan proses komunikasi. Jika seseorang memiliki keahlian atau
keterampilan yang hebat, namun tidak dapat memberitahukannya kepada orang lain atau
memasarkannya kepada orang lain, itu semua tidak akan ada artinya. Karena itu seseorang
perlu membuka diri kepada orang lain atau masyarakat mengenai dirinya sendiri, kepribadian,
ambisi, ide, dan personal branding-nya. Seseorang yang memiliki personal branding yang
hebat, tetapi tidak ada seorang pun yang mengetahuinya, tidak akan menunjang kesuksesan
karirnya (Rampersad, 2008:132).

2.3. Penelitian Terdahulu


Penelitian mengenai personal branding dan media sosial telah banyak dilakukan oleh
para peneliti sebelumnya. Namun sayangnya, penelitian yang mengangkat masalah personal
branding melalui Facebook masih minim untuk didapat, khususnya yang membahas mengenai
pemimpin daerah yang aktif dalam menggunakan media sosial. Kebanyakan penelitian tersebut
hanya berfokus pada salah satu topik saja, baik personal branding atau media sosial Facebook.
Dari beberapa penelitian yang ada dan telah dipelajari, peneliti mengambil dua penelitian
terdahulu yang memiliki kemiripan metode maupun objek penelitian dengan apa yang sedang
diteliti saat ini. Adapun dua penelitian terdahulu yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
Penelitian pertama adalah penelitian karya Findha Mariyani, mahasiswi Universitas
Brawijaya Malang 2013. Penelitian tersebut berjudul “Strategi Personal Branding Trainer
Public Relations.” Penelitian ini merupakan sebuah studi kasus yang bertujuan untuk
mengetahui bagaimana strategi personal branding yang dilakukan oleh Christiana Sahertian
sebagai trainer public relations di John Robert Powers dan Putjok Rizaldy sebagai trainer
public relations di PR Institute. Teori personal branding dari Peter Montoya dan teori
impression management dipakai untuk menganalisis penelitian ini. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa strategi yang digunakan oleh Christiana adalah fokus pada keahliannya
dan mengemas kekurangannya menjadi sebuah ciri khas tersendiri. Sedangkan Putjok
menggunakan strategi lain yaitu dengan memanfaatkan berbagai media dan menonjolkan
karakternya. Setelah peneliti membaca dan mempelajari penelitian ini, menurut peneliti fokus
penelitian ini terlalu luas karena tidak spesifik menjelaskan strategi personal branding pada
media tertentu(http://www.academia.edu/5482123/Strategi_Personal_Branding_Trainer_PR).
Penelitian kedua adalah penelitian karya Ana Dwi Iryani, mahasiswi Universitas
Muhammadiyah Surakarta 2013. Penelitian tersebut berjudul “Personal Branding Jokowi
dalam Media.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kecenderungan personal
branding Jokowi dalam penulisan berita pada Harian Umum Solopos periode terbit Maret-Juli
2012. Untuk menganalisisnya, menggunakan analisis isi dari isi pesan dalam media cetak surat
kabar yaitu isi berita. Hasil penelitian diketahui sebanyak 1064 kalimat menunjukkan adanya
kalimat yang mengandung unsur personal branding yang ditunjukkan dari indikator brand
sebanyak 722 kalimat, personal balance scorecard sebanyak 280 kalimat, dan indikator ambisi
sebanyak 62 kalimat. Sampel yang digunakan sebanyak 52 berita dari populasi sebanyak 105
berita. Hasil tersebut memang dianggap penting oleh Harian Umum Solopos dalam menuliskan
berita Jokowi sehingga dapat menjadi cerita yang inspiratif. Hal yang perlu dikritisi dari
penelitian ini adalah hasilnya kurang menjelaskan tentang bagaimana keterkaitan dengan Eight
Laws of Personal Branding menurut Peter Montoya dan Tim Vanhaley yang telah dicantumkan
penulis pada teori yang digunakan dalam penelitian tersebut
(http://eprints.ums.ac.id/25676/15/Naskah_Publikasi.pdf).
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini peneliti akan membahas
mengenai proses personal branding melalui akun media sosial Facebook Ridwan Kamil. Hal
yang membedakan dengan penelitian sebelumnya adalah objek penelitian yang lebih
difokuskan kepada satu orang yaitu Ridwan Kamil sebagai sebuah fenomena dalam media
sosial Facebook yang sangat menarik untuk diteliti dengan menggunakan kriteria-kriteria
Authentic Personal Branding menurut Hubert K. Rampersad.

2.4. Kerangka Pikir


Personal branding dapat dilakukan melalui berbagai macam media, termasuk media
sosial Facebook. Dengan karakteristik media sosial yang ada, membuat penggunanya dapat
melakukan berbagai macam aktivitas media sosial. Penelitian ini memiliki tujuan untuk
mengetahui bagaimana proses personal branding seseorang yaitu Ridwan Kamil melalui akun
media sosial Facebook, maka penelitian ini memiliki kerangka pemikiran seperti berikut:
Ridwan Kamil

Facebook

Authentic Personal
Branding

Hasil

Tabel 2.6.1 Kerangka Pikir

2.4.1 Penjelasan Kerangka Pikir


Ridwan Kamil merupakan seorang arsitek yang dipercaya dan dipilih sebagai Wali
Kota Bandung. Beliau aktif menggunakan berbagai macam media sosial, salah satu yang sering
digunakan adalah Facebook. Melalui media sosial, seseorang dapat membangun sebuah merek
bagi dirinya sendiri, tidak terkecuali Ridwan Kamil. Untuk membangun sebuah personal brand
dibutuhkan kriteria-kriteria yang tepat agar menghasilkan personal branding yang efektif.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Authentic Personal Branding yang
dikemukakan oleh Hubert K. Rampersad. Dari analisis yang dilakukan maka diperoleh hasil
proses personal branding Ridwan Kamil.

Anda mungkin juga menyukai