Anda di halaman 1dari 4

1.

Ispa

Beberapa faktor resiko ISPA misalnya pendidikan orang tua, usia, jenis kelamin, status
gizi, status imunisasi, luas kamar tidur penderita, riwayat kelahiran (BBLR), faktor lingkungan,
kebiasaan ,merokok pada keluarga. faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya
perilaku kesehatan antara lain adalah teori Lawrence Green (1980), pada Notoatmodjo, 2007,
menyatakan bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni
faktor perilaku (behavior causes), dan faktor diluar perilaku (non behavior causes).

Perilaku itu ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu: faktor-faktor predisposisi
(predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-
nilai, dan sebagainya. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana yang
diperlukan, Misalnya puskesmas, obat-obatan, air bersih dll. Faktor-faktor pendorong
(reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas
lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Faktor resiko yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada balita adalah faktor sosio-
demografi, biologis, kerumahan dan kepadatan serta polusi. Faktor sosio-demografi meliputi
usia, jenis kelamin, pendidikan orang tua, dan penghasilan keluarga. Faktor biologi meliputi
status gizi, pemberian ASI eksklusif. Faktor perumahan dan kepadatan meliputi keadaan lantai,
dinding, jumlah penghuni kamar yang melebihi 2 orang. Faktor polusi dalam ruangan meliputi
tidak adanya cerobong asap, kebiasaan ayah merokok dan adanya perokok selain ayah.

2. Diare

Faktor dominan penyebab diare yaitu sarana air bersih dan tempat pembuangan tinja.
Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama denga perilaku manusia, faktor
lingkungan yang tidak sehat karena tercampur kuman diare berakumulasi dengan
perilaku manusia yang tidak sehat akan menimbulkan penyakit diare. Persediaan air bersih
yang terbatas akan memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian diare lainnya yaitu pengelolaan


sampah dan air limbah. Sampah sebaiknya ditempatkan dalam tempat penyimpanan
sementara dengan kontruksi kuat, memiliki tutup, dan mudah diangkut sebelum dibawa ke
tempat pemrosesan akhir agar tidak mengkontaminasi makanan dan minuman.
Pengelolaan air limbah rumah tanggaharus memiliki sarana yang tertutup, mengalir dengan
lancar, tidak menimbulkan bau, serta rutin dibersihkan. Dengan terpenuhinya syarat
tersebut, dapat mencegah pencemaran rumah tangga, melindungi hewan dan tanaman
yang hidup di dalam air, menghindari pencemaran tanah dan air permukaan, dan menghilangkan
tempat perkembangbiakan vektor penyakit.

beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita adalah
Faktor yang berpengaruh dianaranya faktor lingkungan, pengetahuan ibu, dan personal hygiene
ibu.

3. Scabies

faktor yang mempengaruhi kejadian Scabies yaitu personal Hygiene, kondisi sanitasi
lingkungan, kondisi fisik air bersih , umur, jenis kelamin, lama tinggal, kepadatan hunian
kamar, luas ventilasi kamar,tingkat pengetahuan. Beberapa faktor yang dominan
mempengaruhi kejadian skabies adalahpersonal hygiene, sanitasi lingkungan dan kondisi fisik
air bersih.

Personal Hygine Sanitasi meliputi menjaga kebersihan kulit, kebiasaan mencuci tangan
dan kuku, frekuensi mengganti pakaian, pemakian handuk yang tidak bersamaan dengan
orang lain, dan frekuensi mengganti sprei tempat tidur Kebersihan tangan dan kuku,
karena Sebagian besar masyarakat menggunakan tangan untuk beraktifitas, makan
dan lain sebagainya. Kebersihan pakaian perlu dijaga, dalam sehari pakaian yang
berkeringat dan berlemak ini akan berbau busuk dan mengganggu sehingga perlu diganti.
Pinjam-meminjam pakaian dapat mempermudah penularan skabies secara kontak
tidak langsung.

Kepadatan Hunian diantaranya Penyebaran tungau scabies yang lebih mudah terjadi
pada penduduk yang hidup berkelompok atau padat penghuni pada suatu lingkungan
seperti asrama, kelompok anak sekolah, antar anggota keluarga pada rumah yang padat
penghuni bahkan antar warga di suatu perkampungan . Kepadatan hunian termasuk ke dalam
salah satu syarat untuk kesehatan perumahan, dimana kepadatan hunian yang tinggi terutama
pada kamar tidur akan memudahkan penularan penyakit skabies secara kontak langsung dari
satu orang ke orang lain.

Sanitasi lingkungan adalah suatu usaha pengendalian faktor-faktor yang dapat


mengganggu atau mempengaruhi kesehatan dan kelangsungan hidup manusia. Kebersihan
lingkungan dalam penelitian ini meliputi kebersihan kamar tidur, kebersihan tempat tidur.

Kualitas air adalah merupakan suatu ukuran kondisi air dilihat dari
karakteristik fisik, kimiawi, dan biologisnya. Kualitas air juga menunjukkan uku-ran kondisi
air relatif terhadap kebutuhan biota air dan manusia. Kualitas air seringkali menjadi
ukuran standar terhadap kondisi kesehatan ekosistem air dan kesehatan manusia terhadap
air minum. Parameter pemeriksaan kualitas fisik air bersihyaitu:warna,bau, rasa,
temperatur,PH,TDS,Kekeruhan. Kurangnya air bersih, khususnya untuk menjaga kebersihan
diri dapat menimbulkan berbagai penyakit kulit karena jamur, bakteri, termasuk
juga penyakit scabies.
Sundari, S., & Pratiwi, K. (2014). Perilaku tidak sehat ibu yang menjadi faktor resiko terjadinya
ispa pneumonia pada balita. Jurnal Pendidikan Sains, 2(3), 141-147.

Dongky, P., & Kadrianti, K. (2016). Faktor risiko lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA
balita di kelurahan Takatidung Polewali Mandar. Unnes journal of public health, 5(4), 324-329.

Iryanto, A. A., Joko, T., & Raharjo, M. (2021). Literature review: Faktor risiko kejadian diare
pada balita di Indonesia. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 11(1), 1-7.

Husna, R., Joko, T., & Nurjazuli, N. (2021). Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian
Skabies Di Indonesia: Literatur Review. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 11(1), 29-39.

Anda mungkin juga menyukai