Anda di halaman 1dari 3

Laporan Kegiatan Membaca Buku

Kegiatan Prabaca
Judul Buku : Tulisan Sastra

Pengarang : Tenderlova

Penerbit : LovRinz Publishing

Kota Terbit : 2020

Nomor Pertanyaan Sebelum Membaca Buku


1. Karakter tokoh dalam cerita bagaimana ?
2. Gaya bahasa yang digunakan seperti apa?
3.

Kegiatan Pasca baca

Nomor Bab/Halaman Butir – Butir Penting/Menarik


Andika Sastra Gautama punya alasan kenapa dia tidak begitu suka
hujan. Pertama, hujan identik dengan kegalauan. Kedua, Sastra tidak
suka bagaimana cuaca beker sangat eks trim saat musim penghujan tiba.
Ketiga, Sastra benci lingkungan saat musim hujan. Sastra terlahir dari
keluarga sederhana. Dia anak keempat dari 7 bersaudara.
Si sulung namanya Adhitama Abelvan, cukup dipanggil bang Tama
supaya kentara kalau dia anak pertama.
Anak mama yang nomor duanya ErosBratadikara Nayaka. Karena
namanya super ribet, panggil saja kak Ros. Sama seperti bang Tama, kak
Ros adalah orang kedua yang sudah berpenghasilan di rumah.
Anak mama yang nomor tiga namanya Jovan Akhal Raksi. Kelas kakap,
penakhluk hati wanita-wanita ibu kota. Mulanya ganteng-ganteng kalem.
Kalau dilihat dari fisik Mas Jovan hampir tidak ada celah. Kekurangannya
hanya satu mahasiswa abadi.
1. 1-13
Anak mama yang ke empat adalah sastra
Adik sastra yang paling besar namanya Adinata Aileen Caesar. Nama dan
orangnya sama-sama keren, tapi Cetta anak ke enam bersikeras
memanggilnya Mas Nana
Anak mama ke enam namanya Adelardo Cetta Early, Cetta ini sebelas
dua belas dengan Nama. Orangnya kal, tidak banyak tingkah, pintar,
sepanjang sejarah pendidikannya, Cetta selalu menoreh prestasi demi
prestasi, Cetta masi kelas 2 SMA, cetta ini unik di antara Suyadi
bersaudara, Cetta adalah satu-satunya anak mama yang berwajah
oriental
Terakhir, si bungsu namanya kin Dhananjaya. Akhirnya, mama sama
Bapak menyerah juga memberi nama anaknya sepanjang jalan tol. Kin
Dhananjaya sama seperti anak-anak bungsu lainnya. Manja dan selalu
banyak maunya
2. 14-25 Bapak selalu bilang pada sastra, jangan pernah jadi orang yang
menyepelekan hidup. Dan sebisa mungkin mengajarkan pada anak-
anaknya untuk menghindari sifat mengeluhnya manusia. “Kalau rasanya
capek bekerja keras, cape menghadapi masalah-masalah hidup, ya
Istirahat, Istighfar, bukannya ngeluh. Mengeluh, nggak akan pernah
menyelesaikan apapun, sastra”. Kata bapak waktu itu.
“Kamu tahukan tugasmu sebagai adik?. Tanya bapak.
Sastra dengan polosnya menjawab, “Malakin duit kakak-kakak”. Bapak
bukannya marah malah tertawa. Bahkan sampai sekarang sastra masih
mampu merasakan tepukan tangan kusut Bapak di puncak kepala.
“Kamu boleh manja sama kakak-kakakmu bagaimana pun kamu adik
mereka. Kalau ada kakak-kakak atau adik-adikmu yang berantem, kamu
harus jadi penyeimbang di antara merek. Jangan pernah memihak,
saudara-saudaramu punya cara sendiri untuk bersinar. Kamu juga”.

3. 26-36
1. l/Pendahuluan “Kalau rasanya capek kerja keras, capek menghadapi masalah-masalah
hidup, ya istirahat. Istigfar, bukannya ngeluh. Mengeluh nggak akan menyelesaikan apapun,
Sastra”. Pak Suyadi, (hal. 14)

Kutipan di atas hanyalah satu dari sekian banyak kutipan lainnya dari sosok kepala keluarga sekaligus
Bapak bagi tujuh orang bersaudara yang sangat luar biasa. Sayangnya, Pak Suyadi sudah pergi
terlebih dulu meninggalkan seorang istri serta ketujuh anaknya yang hebat.

13

Anda mungkin juga menyukai