Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN

REPUBLIK INDONESIA

KELOMPOK 8

Disusun Oleh :

Nur Fitrah Ramadhani Yusuf (35122103)

Putri Magfira (35122105)

PRODI D3 ADMINISTRASI BISNIS

JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA

POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG

2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Pancasila dalam Konteks
Ketatanegaraan RI ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh dosen kami yaitu Bapak Drs. Muh. Tang, M.Pd pada mata kuliah Pendidikan Pancasila.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Konteks
Ketatanegaraan Republik Indonesia.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Drs. Muh. Tang, M.Pd selaku dosen mata
kuliah Pendidikan Pancasila yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Juga,
kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 8 November 2022

Kelompok 8

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... 2

DAFTAR ISI..................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 4

A. Latar Belakang .................................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 4
C. Tujuan .................................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 5

A. Sistem Ketatanegaraan RI Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 ................. 5


1. Pengertian, kedudukan, sifat, dan fungsi UUD 1945 ....................................... 5
2. Pembukaan UUD 1945 .................................................................................. 13
3. Pasal-pasal UUD 1945 ................................................................................... 23
B. Dinamika Pelaksanaan UUD 1945 ..................................................................... 51
1. Masa awal kemerdekaan ............................................................................... 51
2. UU 1945 sebagai UUD negara bagian ........................................................... 53
3. UUD 1945 tidak berlaku lagi ......................................................................... 53
4. Masa orde lama .............................................................................................. 54
5. Masa orde baru ............................................................................................... 55
6. Masa reformasi ............................................................................................... 57
C. Struktur Lembaga Negara Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945.. 58

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 60

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 60
B. Saran .................................................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 61

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila merupakan landasan dan dasar negara Indonesia yang mengatur seluruh struktur
ketatanegaraan Republik Indonesia. Dalam pemerintahan Indonesia, masih banyak bahkan
sangat banyak anggota- anggotanya dan juga sistem pemerintahannya yang tidak sesuai
dengan nila-nilai yang ada dalam setiap sila Pancasila. Padahal jika membahas negara dan
ketatanegaraan Indonesia mengharuskan ingatan kita meninjau dan memahami kembali
sejarah perumusan dan penetapan Pancasila, Pembukaan UUD, dan UUD 1945 oleh para
pendiri dan pembetuk negara Republik Indonesia..

Dalam perumusan ketatanegaraan Indonesia tidak boleh melenceng dari nilai-nilai


Pancasila, pembentukan karakter bangsa dilihat dari sistem ketatanegaraan Indonesia harus
mencerminkan nilai-nilai dari ideologi bangsa yaitu Pancasila. Namun jika dalam suatu
pemerintahan terdapat banyak penyimpangan dan kesalahan yang merugikan bangsa
Indonesia, itu akan membuat sistem ketatanegaraan Indonesia berantakan dan begitupun
dengan bangsanya sendiri.

B. Rumusan Masalah

1) Bagaimana sistem dalam ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila


dan UUD 1945?
2) Bagaimana dinamika pelaksanaan Pancasila dalam ketatanegaraan Republik
Indonesia?
3) Bagaimana system Pancasila sebelum dan sesudah amandemen?
C. Tujuan

1) Untuk mengetahui kedudukan Pancasila dalam ketatanegaraan republik Indonesia


2) Untuk mengetahui dinamika pelaksanaan Pancasila dalam ketatanegaraan Republik
Indonesia.
3) Untuk mengetahui struktur Pancasila sebelum dan sesudah amandemen?

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Ketatanegaraan RI Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945

1. Pengertian, kedudukan, sifat, dan fungsi UUD 1945

a. Pengertian hukum dasar

Dalam penjelasan UUD 1945 dinyatakan, bahwa UUD suatu negara ialah hanya sebagian

dari hukum dasar negara itu. UUD ialah hukum dasar yang tertulis, sedangkan di sampingnya

UUD itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan yang timbul dan

terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis.

Sebagaimana dijelaskan di atas terkandung pengertian hukum dasar yang meliputi dua

macam, yaitu hukum dasar tertulis (undang-undang dasar) dan hukum dasar tidak tertulis

(konvensi). Oleh karena sifatnya tertulis, maka undang- undang dasar itu rumusannya tertulis

dan tidak mudah berubah.

Jika pengertian Undang-Undang Dasar itu harus dihubungkan dengan pengertian

konstitusi, maka arti Undang-Undang Dasar itu baru merupakan sebagian dari pengertian

konstitusi, yaitu konstitusi yang tertulis (die geschrieben verfassung). Kesalahan paham modern

terletak pada penyamaan arti Konstitusi dengan Undang- Undang Dasar, sedangkan Konstitusi

itu sebenarnya tidak hanya bersifat yuridis semata-mata, tetapi juga sosiologi dan politis (Moh.

Kusnardi, 1983: 65).

Dalam pembahasan pada Sidang BPUPKI, Prof. Mr. Dr. Soepomo juga telah mengusulkan

tentang pengertian hukum dasar. Hukum berasal dari terjemahan bahasa Belanda, yaitu recht,

artinya hukum itu bisa tertulis atau bisa tidak tertulis. Jadi, segala recht yang tertulis dan yang

tidak tertulis dapat disalin dengan perkataan hukum. Akan tetapi, undang-undang adalah justru

5
hukum yang tertulis. Oleh karena itu, Prof. Mr. Dr. Soepomo meminta kepada peserta sidang

untuk menamakan rancangan undang-undang dasar dan bukan hukum dasar, karena yang

dibicarakan adalah hukum yang tertulis (Sekretaris Negara RI, 1992: 210).

b. Pengertian UUD 1945

Undang-Undang Dasar ialah kumpulan aturan atau ketentuan dalam suatu

kodifikasi mengenai hal-hal yang mendasar, atau pokok ketatanegaraan suatu negara, sehingga

kepadanya diberikan sifat kekal dan luhur, sedangkan untuk mengubahnya diperlukan cara yang

istimewa serta lebih berat kalau dibandingkan dengan pembuatan atau perubahan peraturan

perundang-undangan sehari-hari.

Dalam undang-undang dasar diatur dan ditentukan mengenai hal-hal pokok atau dasar

ketatanegaraan, sedangkan materi yang diatur atau ditentukan dalam setiap undang-undang

dasar biasanya tidak sama. Aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan pokok atau dasar

ketatanegaraannya dapat saja diatur dalam bentuk peraturan dan ketetapan yang lain.

Maksud dari Undang-Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri atas: (1)

Pembukaan yang terdiri atas 4 alinea, (II) Batang Tubuh Undang- Undang Dasar 1945 yang

berisi pasal 1 sampai dengan 37 yang terdiri atas 16 bab, 4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat

aturan tambahan, serta (III) Penjelasan Undang- Undang Dasar 1945 yang terbagi dalam

penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal. Pembukaan, Batang Tubuh yang memuat

pasal-pasal, dan Penjelasan UUD 1945 merupakan satu kesatuan yang utuh yang merupakan

bagian-bagian yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan.

UUD 1945 adalah hukum dasar yang tertulis, yang mempunyai arti bahwa UUD 1945

mengikat pemerintah, setiap lembaga negara, lembaga masyarakat, dan seluruh warga negara

Indonesia di mana pun mereka berada dan setiap pendudukan yang berdomisili di wilayah

6
negara Republik Indonesia. Sebagai hukum, UUD 1945 berisi norma, aturan, dan ketentuan

yang dilaksanakan dan ditaati. Tap. MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan

Peraturan Perundang-undangan menjelaskan, bahwa pengertian Undang-Undang Dasar 1945

adalah hukum dasar tertulis negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum

dalam penyelenggaraan negara.

Secara teoritis, undang-undang dasar harus memenuhi dua syarat, yaitu syarat mengenai

bentuknya dan syarat mengenai isinya. Bentuknya sebagai naskah tertulis yang merupakan

undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara. Isinya merupakan peraturan

yang bersifat fundamental, artinya bahwa tidak semua masalah yang penting harus dimuat

dalam undang-undang dasar, melainkan hal- hal yang pokok, dasar atau asas saja. Penampilan

hukum itu sendiri berubah-ubahsesuai dengan perkembangan zaman, sehingga isi dari undang-

undang dasar itu hanya meliputi hal-hal yang bersifat dasar saja. (Moh. Kusnardi. 1983: 65-67).

c. Kedudukan UUD 1945

Seorang ahli tata negara menyatakan bahwa, "The desire of creating a new political

government in a form which shall have permanence and be comprehensible to the subjects".

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa undang-undang dasar mempunyai peranan penting

sebab merupakan landasan struktural dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Sebagai

landasan struktural dalam penyelenggaraan pemerintahan negara yang berisi aturan atau

ketentuan pokok atau dasar ketatanegaraan, bahkan lebih dari itu, yaitu untuk menjamin suatu

sistem atau bentuk negara serta cara penyelenggaraannya beserta hak-hak dan kewajiban

rakyatnya, maka undang-undang dasar harus diberikan sifat yang kekal dan luhur. Oleh karena

itu, pada umumnya para penguasa negara sebelum melaksanakan tugasnya diharuskan

bersumpah atau berjanji setia kepada undang-undang dasar. Kepada undang-undang dasar harus

7
diberikan tempat yang tinggi di antara peraturan perundang-undangan yang lain, dengan

konsekuensi bahwa tidak diperbolehkan ada suatu tindakan atau pun keputusan penguasa

bertentangan dengan jiwa serta isi aturan dan ketentuan undang-undang dasar. Undang-undang

dasar merupakan hukum negara yang tertinggi.

Undang-Undang Dasar 1945 bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar. Sebagai

hukum dasar, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sumber hukum. Setiap produk hukum,

seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan lainnya serta setiap tindakan

kebijakan pemerintah haruslah berdasarkan dan bersumberkanpada peraturan yang lebih tinggi,

pada akhirnya dapat dipertanggungjawabkan dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Dasar 1945 bukanlah satu-satunya atau keseluruhan hukum dasar, melainkan

hanya merupakan sebagian dari hukum dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis. Di samping itu

masih ada hukum dasar yang lain, yaitu hukum dasar yang tidak tertulis, yang menurut

penjelasan UUD 1945 merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam

praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Aturan semacam itu disebut konvensi.

Sekalipun konvensi merupakan juga hukum dasar, tetapi konvensi tidak boleh

bertentangan dengan ketentuan UUD 1945 dan biasanya merupakan aturan sebagai pelengkap

atau pengisi kekosongan yang timbul dari praktik kenegaraan, karenaaturan tersebut tidak

terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945.

d. Sifat UUD 1945

Berdasarkan sifatnya sebagai hukum negara tertinggi, yang berisi aturan pokok atau dasar,

undang-undang dasar seharusnya diberikan sifat untuk tidak diganti-ganti dengan undang-

undang dasar lain, apabila dengan pergantian tersebut akan membawa dampak yang

fundamental sehingga hakikatnya akan merupakan pergantian negara. Tentu saja undang-

8
undang dasar tidak boleh ketinggalan dengan perkembangan zaman. Dengan tidak mengurangi

sifatnya yang kekal, undang-undang dasar dapat saja mengalami perubahan, tambahan, dan

penyempurnaan demi menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Perubahan dan

penyempurnaan itu tidak dilakukan dengan semena-mena, tetapi lazim dilakukan dengan cara

istimewa, yaitu dengan cara yang berat kalau dibandingkan dengan cara mengubah peraturan-

peraturan yang lain.

Dalam teori konstitusi (undang-undang dasar) dikenal sifat dari UUD, yaitu luwes

(flexible) atau kaku (rigid), tertulis dan tidak tertulis. Untuk menentukan apakah sifat UUD itu

luwes atau kaku dipakai ukuran sebagai berikut (Kusnardi, 1983: 77-79).

1) Cara mengubah konstitusi

Setiap konstitusi tertulis (UUD) mencantumkan pasal tentang perubahannya. Hal ini

disebabkan UUD harus dirancang untuk waktu yang lama, tentu pada suatu saat tertinggal

dengan perkembangan masyarakat, sehingga konstitusi itu perlu diadakan perubahan. Oleh

karena itu, ada dua cara mengubah UUD. Pertama, UUD diubah dengan cara prosedur yang

biasa, sebagaimana mengubah dan membuat undang-undang biasa. Dalam hal ini UUD itu

memiliki sifat luwes (flexible), seperti Konstitusi Inggris. Kedua, perubahan UUD yang

memerlukan prosedur istimewa, maka sifat UUD itu adalah rigid (kaku), seperti di Amerika

Serikat. UUD 1945 pada hakikatnya menganut sifat yang rigid sebagaimana dinyatakannya

dalam pasal 37. Namun, pada zaman orde baru telah menjadisakral atau suci dengan

memberi ruang yang sangat sulit untuk diubah dengan mengeluarkan Ketetapan MPR

tentang Referendum.

2) Tertulis dan tidak tertulis

9
Satu-satunya negara di dunia yang mempunyai konstitusi tidak tertulis hanyalah Inggris.

Namun, prinsip-prinsip yang dicantumkan dalam konstitusi di Inggris dicantumkan dalam

undang-undang biasa, seperti Bill of Rights. Dengan demikian, suatu konstitusi disebut

tertulis apabila ia tertulis dalam suatu naskah atau beberapa naskah, sedangkan suatu

konstitusi disebut tidak tertulis, karena ketentuan-ketentuan yang mengatur suatu

pemerintahan tidak tertulis dalam suatu naskah tertentu, melainkan dalam banyak hal diatur

dalam konvensi-konvensi atau undang-undang biasa.

Sifat undang-undang dasar yang singkat dan supel itu juga dikemukakan dalam

penjelasan, yaitu sebagai berikut.

1) Undang-undang dasar itu sudah cukup apabila telah memuat aturan-aturan pokok saja,

hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain

penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan

sosial.

2) Undang-undang dasar yang singkat itu menguntungkan bagi negara seperti Indonesia

ini, yang masih harus terus berkembang, hidup secara dinamis, dan masih terus akan

mengalami perubahan-perubahan. Dengan aturan-aturan yang tertulis, hanya memuat

aturan-aturan pokok. Undang-undang dasar akan merupakan aturan yang luwes, kenyal,

supel, dan tidak akan ketinggalan zaman. Aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan

pokok diserahkan kepada undang- undang yang lebih mudah caranya membuat, mengubah,

dan mencabutnya.

Ini tidak berarti, bahwa Undang-Undang Dasar 1945 juga tidak menekankan, bahwa

semangat para penyelenggara negara dan pemerintahan, karena itulah yang sangat penting.

Oleh karena itu, setiap penyelenggara negara, di samping harus mengetahui teks Undang-

10
Undang Dasar 1945 juga harus menghayati semangatnya. Dengan semangat penyelenggara

negara dan pemerintahan yang baik, pelaksanaan dari aturan-aturan pokok yang tertera

dalam UUD 1945, meskipun hanya singkat akan menjadi baik dan sesuai dengan maksud

dari ketentuannya. Semangat itu tidak lain ialah suasana kebatinan dari UUD 1945yang

terkandung sebagai pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan.

Sifat aturan yang tertulis itu mengikat. Oleh karena itu, makin supel (elastic) sifat

aturan, makin baik. Jadi, kita harus menjaga supaya sistem UUD jangan sampai ketinggalan

zaman. Jangan sampai membuat UUD yang lekas usang (verouderd). Pada hakikatnya

dapat disimpulkan bahwa sifat Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut.

1) Rumusan UUD 1945 jelas karena tertulis, merupakan hukum positif yang mengikat

pemerintah sebagai penyelenggara negara dan setiap warga negara.

2) UUD 1945 bersifat singkat dan supel, memuat aturan-aturan pokok yang setiap saat

dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman.

3) UUD 1945 merupakan tertib hukum positif yang tertinggi dengan fungsinya sebagai alat

kontrol norma-norma hukum positif yang lebih rendah dalamtata urutan perundang-

undangan yang berlaku.

e. Fungsi UUD 1945

Sebelum kita membicarakan fungsi UUD 1945, terlebih dahulu kita harus memberikan

penilaian konstitusi secara teoretis. Menurut Karl Loewenstein, adatiga jenis penilaian

terhadap konstitusi, yaitu sebagai berikut.

1) Nilai normatif

11
Apabila suatu konstitusi (UUD) telah resmi diterima oleh suatu bangsa, maka konstitusi itu

bukan saja berlaku dalam arti hukum (legal), melainkan merupakan suatu kenyataan dan

efektif, artinya konstitusi itu dilaksanakan secara murni dan konsekuen.

2) Nilai nominal

Suatu konstitusi secara hukum berlaku, namun berlakunya itu tidak sempurna, karena ada

pasal-pasal tertentu yang dalam kenyataan tidak berlaku, seperti di dalam UUD 1945.

Dalam Pasal 28 UUD 1945 disebutkan adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul.

Akan tetapi, dalam praktiknya pelaksanaan pasal itu banyak tergantung kepada kemauan

penguasa (pada masa orde baru). Konstitusi yang demikian bernilai nominal.

3) Nilai semantik

Konstitusi itu secara hukum tetap berlaku, tetapi dalam kenyataannya hanya sekadar untuk

melaksanakan kekuasaan politik. Jadi, konstitusi di sini hanya sekadar istilah, sedangkan

pelaksanaannya digantikan dengan kepentingan penguasa. Konstitusi demikian dapat

dinilai hanya semantik atau simbolik, contohnya pelaksanaan UUD 1945 pada masa orde

lama.

Adapun tata urutan peraturan perundang-undangan menurut Ketetapan MPR No.

III/MPR/2000 Pasal 2 menyatakan, bahwa tata urutan merupakan pedoman dalam

pembuatan aturan hukum di bawahnya, adalah sebagai berikut.

1) Undang-Undang Dasar 1945.

2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia.

3) Undang-Undang.

4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).

12
5) Peraturan Pemerintah.

6) Keputusan Presiden.

7) Peraturan Daerah.

Dengan ditetapkannya Ketetapan MPR tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan

Perundang-undangan ini, maka Ketetapan MPR No. XX/MPRS/1966 tentang

Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata

Urutan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia dinyatakan tidak berlaku lagi.

Dalam Tap. MPRS No. XX/MPRS/1966 terdapat perbedaannya dengan Tap. MPR No.

III/MPR/2000, yaitu peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) tidak lagi

sederajat dengan undang-undang melainkan berada dalam urutan di bawah undang-undang.

Keberadaan peraturan- peraturan pelaksana lainnya, seperti peraturan menteri, instruksi

menteri, dan lain- lainnya, dihapuskan dan diganti dengan posisi ke-7, yaitu Peraturan

Daerah.

Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan itu adalah:

1 Undang-Undang Desar 1945 (UUD 1945),

2 Undang-Undang/Panturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (UU/Perpu),

3 Peraturan Pemerintah (PP),

4 Peraturan Presiden (Perpres),

5 Peraturan Daerah (Perda).

Apabila kita kaitan dengan nilai-nilai yang kita bahas di atas, maka nilai dasar terhadap

dalam UUD 1945, yaitu dalam pembukuannya sedangkan nilai instrumental dapat

ditemukan dalam pasal-pasal UUD 1945 dan juga dalam ketetapan MPR. Nilai praktis

13
dapat ditemukan dalam peraturan Perundang-Undang berikut, yaitu dalam Undang-

Undang sampai kepada peraturan di bawahnya.

2. Pembukaan UUD 1945

a. Makna pembukaan UUD 1945

Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sumber hukum tertinggi dari hukum yang

berlaku di Indonesia, sedangkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan

sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan serta tekad bangsa Indonesia untuk mencapai

tujuan nasional. Pembukaan juga merupakan sumber dan cita-cita hukum dan cita-cita

moral yang ingin ditegakkan, baik dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungan

pergaulan bangsa-bangsa di dunia. Pembukaan UUD 1945 itu mempunyai arti yang dalam

dan lestari, karena dia mampu menampung dinamika masyarakat dan akan tetap menjadi

landasan perjuangan bangsa Indonesia selama bangsa Indonesia tetap setia kepada negara

Proklamasi 17 Agustus 1945.

Pembukaan UUD 1945 merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dari

proklamasi 17 Agustus 1945. Proklamasi pada hakikatnya adalah pencetusan dari segala

perasaan sedalam-dalamnya yang terbenam dalam kalbu rakyat Indonesia Proklamasi

beserta anak kandungnya yang berupa Pembukaan UUD 1945 telah melukiskan pandangan

hidup, tujuan hidup, falsafah hidup, dan rahasia hidup kita sebagai bangsa. Apabila

proklamasi itu merupakan suatu proclamation of independence, maka Pembukaan UUD

1945 merupakan declaration of independence dari Republik Indonesia.

Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok-pokok kaidah negara yang fundamental.

Artinya, dasar-dasar pokok yang menjadi landasan dan peraturan hukum yang tertinggi

14
bagi hukum-hukum yang lainnya, termasuk hukum dasar yang tertulis serta hukum dasar

tidak tertulis (konvensi). Pokok-pokok kaidah negara yang fundamental itu terdapat dalam

Pembukaan UUD 1945, yaitu sebagai berikut

1) Dasar-dasar pembentukan negara

a) Tujuan negara, yang menyatakan negara Indonesia mempunyai fungsi yang

sekaligus menjadi tujuan, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

b) Asas politik negara, yaitu pernyataan yang menyatakan bahwa negara Indonesia

yang berbentuk republik dan berkedaulatan rakyat. c) Asas kerohanian negara, yaitu

dasar falsafah negara Pancasila, yang meliputi hidup kenegaraan dan tertib hukum

di Indonesia.

2) Ketentuan diadakannya undang-undang dasar negara

Ketentuan ini dapat terlihat dalam kalimat, "... maka disusunlah kemerdekaan

kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara Indonesia...". Hal

ini menunjukkan sebab keberadaan sumber hukum undang- undang dasar negara.

Kaidah fundamental (staats fundamental norm) suatu negara dalam hukum, mempunyai

hakikat dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengan jalan

hukum apa pun tidak mungkin lagi untuk diubah. Berhubung UUD 1945 memuat kaidah

negara yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 itu tidak dapat diubah secara

hukum, perubahan itu berarti pembubaran negara Proklamasi 17 Agustus 1945.

15
b. Makna alinea-alinea dalam pembukaan UUD 1945

Pembukaan UUD 1945 terdiri atas empat alinea yang mengandung pokokpikiran

sebagai berikut.

Alinea Pertama

Alinea pertama Pembukaan UUD 1945 berbunyi, "Bahwa sesungguhnya

kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan Oleh karena itu, maka penjajahan di atas

dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan

perikeadilan". Makna yang terkandung dalam alinea ini adalah sebagai berikut.

1) Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah

kemerdekaan melawan penjajah.

2) Tekad bangsa Indonesia untuk tetap berdiri di barisan yang paling depan untuk

menentang dan menghapuskan penjajahan di atas dunia.

3) Pengungkapan suatu dalil objektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan

perikemanusiaan dan perikeadilan, oleh karenanya harus ditentang dan harus

dihapuskan agar semua bangsa di dunia ini dapat menjalankan hak kemerdekaannya

sebagai hak asasi.

4) Pengungkapan suatu dalil subjektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia sendiri untuk

membebaskan diri dari penjajahan. Dalil ini meletakkan tugas kewajiban kepada

bangsa/pemerintah Indonesia untuk senantiasa melawan setiap bentukpenjajahan dan

mendukung setiap kemerdekaan suatu bangsa.

Alinea Kedua

16
Alinea kedua berbunyi, "Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah

sampai kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat

Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka,

bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”.

Alinea ini menunjukkan kebanggaan dan penghargaan kepada perjuangan

bangsaIndonesia dengan adanya kesadaran bahwa keadaan sekarang tidak dapat

dilepaskan dari keadaan masa lalu dan langkah yang akan ditempuh sekarang untuk

menentukan keadaan yang akan datang. Makna yang terkandung dalam alinea ini adalah

sebagai berikut:

1) Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai pada saat

yangmenentukan.

2) Momentum yang telah dicapai itu harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.

3) Kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir, tetapi masih diisi dengan usaha

mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Hal

ini merupakan cita-cita nasional bangsa Indonesia.

Alinea Ketiga

Alinea ketiga berbunyi, "Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan

didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka

rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya." Makna yang terkandung

dalam alinea ini adalah sebagai berikut.

1) Motivasi spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan bangsa kita berkat rahmatdari Tuhan.

17
2) Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa Indonesia untuk hidup yang

berkeseimbangan antara kehidupan material dengan spiritual dan kehidupan dunia dengan

akhirat

3) Pengukuhan melalui proklamasi kemerdekaan sebagai suatu negara yang berwawasan

kebangsaan.

Alinea Keempat

Alinea keempat berbunyi, "Kemudian dari pada itu, untuk membentuk pemerintahan

negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,

dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu

dalam suatu Undang-Undang Dasar Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan

negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada:

Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,

dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijakan dalam

permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia".

Makna yang terkandung dalam alinea ini adalah sebagai berikut:

1) Tujuan sekaligus fungsi negara Indonesia, yaitu:

a) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

b) memajukan kesejahteraan umum,

18
c) mencerdaskan kehidupan bangsa,

d) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berkedaulatan, kemerdekaan, perdamaian

abadi, dan keadilan sosial.

2) Negara Indonesia berbentuk Republik dan berkedaulatan rakyat.

3) Negara Indonesia mempunyai dasar falsafah Pancasila.

c. Pokok-pokok pikiran pembukaan UUD 1945

Sesuai dengan Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan UUD 1945

mempunyai fungsi atau hubungan langsung dengan Batang Tubuh Undang- Undang

Dasar 1945 dengan menyatakan, bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 itu

mengandung pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan dijelmakan dalam Batang Tubuh

Undang-Undang Dasar 1945, yaitu dalam pasal-pasalnya

Ada empat pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945

yangmemiliki makna sangat dalam, yaitu sebagai berikut:

1) Pokok pikiran pertama: "Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia dengan berdasarkan atas persatuan dengan mewujudkan

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Dalam Pembukaan ini diterima aliran

pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa

seluruhnya. Jadi, negara mengatasi segala paham golongan dan paham perseorangan.

Negara menurut pengertian "Pembukaan itu menghendaki persatuan meliputi segenap

bangsa Indonesia seluruhnya. Ini suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.

19
Rumusan ini menunjukkan pokok pikiran persatuan. Dengan pengertian yang lazim,

negara, penyelenggara negara, dan setiap warga negara wajib mengutamakan

kepentingan negara di atas kepentingan golongan ataupun perseorangan.

2) Pokok pikiran kedua: "Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat".

Ini merupakan pokok pikiran keadilan sosial. Pokok pikiran yang hendak diwujudkan

oleh negara bagi seluruh rakyat ini didasarkan pada kesadaran bahwa manusia Indonesia

mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam

kehidupan masyarakat.

3) Pokok pikiran ketiga: "Negara yang berkedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan

dan permusyawaratan/perwakilan". Oleh karena itu, sistem negara yang terbentuk dalam

undang-undang dasar harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan

permusyawaratan/perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat

Indonesia. Ini adalah pokok pikiran kedaulatan rakyat, yang menyatakan bahwa

kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat.

4) Pokok pikiran keempat: "Negara berdasar atas ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar

kemanusiaan yang adil dan beradab". Oleh karena itu, undang-undang dasar harus

mengandung isi yang mewajibkan pemerintahan dan lain-lain penyelenggara negara

untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhurdan memegang teguh cita-cita

moral rakyat yang luhur. Ini menegaskan pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa dan

kemanusiaan yang adil dan beradab.

20
Apabila kita perhatikan keempat pokok pikiran itu, tampaklah bahwa pokok- pokok

pikiran itu tidak lain adalah pancaran dari falsafah negara, yaitu Pancasila.

e. Hubungan pokok-pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945 dengan pasal-pasal

UUD 1945

Pokok pikiran Pembukaan UUD 1945, menurut Penjelasan Undang-Undang Dasar

1945, meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, serta

mewujudkan cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara, baik yang tertulis

maupun yang tidak tertulis. Sedangkan pokok-pokok pikiran ini dijelmakan dalam

pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945. Dapatlah disimpulkan, bahwa suasana

kebatinan Undang-Undang Dasar 1945 serta cita-cita hukum Undang-Undang Dasar

1945 bersumber atau dijiwai oleh dasar falsafah Pancasila. Di sinilah arti dan fungsi

Pancasila sebagai dasar negara.

Selain itu, fungsi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai hubungan

langsung dengan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, karena Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945 mengandung pokok-pokok pikiran, yang dijabarkan lebih

lanjut dalam pasal-pasalnya. Dengan tetap menyadariakan keagungan nilai-nilai yang

terkandung dalam Pancasila, dan dengan memperhatikan hubungan antara Pembukaan

dengan Batang Tubuh Undang- Undang Dasar 1945 yang memuat dasar falsafah

Pancasila dan Batang Tubuh Undang- Undang Dasar 1945 merupakan satu kesatuan

yang tak dapat dipisahkan, bahkan merupakan rangkaian kesatuan nilai dan norma yang

terpadu.

21
Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 terdiri atas rangkaian pasal-pasal yang

merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945, yang tidak lain adalah pokok-pokok pikiran: persatuan

Indonesia, keadilan sosial, kedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan

permusyawaratan/perwakilan, dan Ketuhanan Yang Maha Esa dasar kemanusiaan yang

adil dan beradab.

Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dalam

kaitannya dengan Batang Tubuh UUD 1945 adalah sebagai berikut:

1) Pokok pikiran pertama:

a) Dalam Pembukaan UUD 1945 diterima aliran pengertian negara kesatuan, negara

yang melindungi dan meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Jadi, negara

mengatasi paham segala golongan dan mengatasi paham perseorangan.

b) Negara berdasar atas aliran pikiran negara integralistik (staatsidee) yangmenyatu

dengan seluruh rakyat dalam segala lapangan.

c) Pokok pikiran pertama ini diciptakan dalam UUD 1945, Pasal 1 ayat (1), Pasal 35,

dan 36.

2) Pokok pikiran kedua:

a) Adanya kesadaran manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama

untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat.

b) Negara berkewajiban mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

22
c) Pokok pikiran kedua ini diciptakan dalam UUD 1945 pada pasal-pasal: 27, 28, 29,

30, 31, 32, 33, dan 34. Dalam Perubahan Kedua UUD 1945, pasal-pasal tersebut (27,

28, dan 30) telah mengalami perubahan. Pasal 27 dan 28 menjadi Bab XA tentang Hak

Asasi Manusia dengan 10 pasal, yaitu Pasal 28A, B, C, D, F, G, H, I, dan J. Pasal 30

mengalami perubahan menjadi pasal 30 ayat (1, 2, 3, 4, dan 5). Pasal 29, 31, 32, 33, dan

34 diperlukan pembahasan yang mendalam, teliti, cermat, dan menyeluruh berdasarkan

Tap. MPR No. IX/MPR/2000 tentang Penugasan BP-MPR untuk Mempersiapkan

Rancangan Perubahan UUD 1945. Rancangan perubahan tersebut sudah disahkan oleh

MPR Sidang Tahunan MPR tahun 2002.

3) Pokok pikiran ketiga:

a) Sistem negara Indonesia harus berdasarkan kedaulatan rakyat permusyawaratan/

perwakilan.

b) Pokok pikiran kedaulatan rakyat ini berarti kedaulatan adalah di tangan rakyat dan

dilakukan sepenuhnya oleh MPR.

c) Pokok pikiran ketiga ini diciptakan dalam UUD 1945 pada Pasal 1 ayat (2), 2, 3, dan

37. Kecuali Pasal 2 ayat (2) dan (3), semua pasal di atas termasuk dalam Materi

Rancangan Perubahan UUD 1945 Hasil BP-MPR tahun 1999-2000, yang juga telah

dilakukan pembahasan yang mendalam, teliti, cermat, dan menyeluruh untuk siap

dibahas dan disahkan dalam Sidang Tahunan MPR tahun 2002.

4) Pokok pikiran keempat:

a) Pemerintah dan penyelenggara negara lain-lain, berkewajiban untuk memelihara budi

pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

23
b) Pokok pikiran keempat ini diciptakan dalam UUD 1945 pada Pasal 27 sampai dengan

34. Pasal-pasal ini telah mengalami perubahan dan tambahan dalam Perubahan Kedua

UUD 1945 dan sedang dibahas dalam BP-MPR untuk perubahan berikut tahun 2002

(lihat Perubahan kedua, ketiga, dan keempat UUD 1945).

3. Pasal-pasal UUD 1945

Undang-Undang Dasar 1945 yang terdiri atas 37 pasal (sebagian pasalnya telah

diadakan perubahan dan penambahan oleh MPR), ditambah dengan 4 pasal Aturan

Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan. Di samping mengandung semangat dan merupakan

perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, juga

merupakan rangkaian kesatuan pasal-pasal yang bulat dan terpadu. Di dalamnya berisi

materi yang pada dasarnya dibedakan dalam tiga bagian, yaitu sebagai berikut.

a. Pasal-pasal yang berisi materi pengaturan sistem pemerintahan negara, di dalamnya

termasuk pengaturan tentang kedudukan, tugas, wewenang, dan saling hubungan dari

kelembagaan negara.

b. Pasal-pasal yang berisi materi hubungan antara negara dan warga negara dan

penduduknya serta dengan dipertegas oleh Pembukaan UUD 1945, berisi konsepsi negara

di berbagai aspek kehidupan, yaitu kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam,

serta ke arah mana negara, bangsa, dan rakyat Indonesia akan bergerak mencapai cita-cita

nasionalnya.

c. Hal-hal lain, seperti bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaanserta

perubahan UUD itu sendiri.

24
Dalam hal ini perlu kita sadari, bahwa ketiga materi itu merupakan kesatuan yang utuh

dan tercakup secara bulat dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945.

Sesuai dengan Pasal 2 Aturan Tambahan (Perubahan UUD 1945) menyatakan, bahwa

dengan ditetapkannya perubahan undang-undang dasar ini, Undang- Undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945 terdiri atas pembukaan dan pasal-pasal.

a. Tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara RI Sistem pemerintahan negara

Indonesia ditegaskan dalam Undang-UndangDasar 1945:

1) Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (reschsstaat)

Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka

(machtsstaat). Pernyataan ini mengandung arti bahwa negara termasuk di dalamnya

pemerintah dan lembaga-lembaga yang lain, dalam melaksanakan tindakannya harus

dilandasi oleh hukum atau dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Tekanan pada

hukum (recht) menunjukkan sebagai lawan dari kekuasaan (macht). Prinsip ini tampak

dalam rumusan pasal-pasalnya dan merupakan pelaksanaan dari pokok-pokok pikiran yang

terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang diwujudkan oleh cita-cita hukum

(rechtsidee), menjiwai UUD 1945, dan hukum dasar yang tidak tertulis. Oleh karena itu,

perlu kiranya dipahami ciri-ciri negara hukum yang sudah berlaku umum bagi negara yang

berdasarkan kepada hukum. Ciri-ciri negara hukum tersebut antara lain:

a) pengakuan akan hak asasi manusia,

b) adanya asas legalitas, dan

c) adanya suatu peradilan yang bebas dan tidak memihak.

25
2) Sistem konstitusional

Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme

(kekuasaan tidak terbatas). Sistem konstitusional memberikan ketegasan cara pengendalian

pemerintahan negara yang dibatasi oleh ketentuan dalam konstitusi dan sekaligus dengan

perundang-undangan lain sebagai produk konstitusi, seperti ketetapan MPR, undang-

undang, dan lain-lainnya. Oleh karena itu, sistem konstitusional sekaligus memperkuat

sistem negara hukum yang dijelaskan di atas. Kedua sistem di atas, yaitu negara hukum

dan sistem konstitusional, ibarat dua sisi satu mata uang yang dapat memperlancar

pelaksanaan pencapaian cita-cita nasional.

3) Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan majelis permusyawaratan rakyat (die

gesamte staatgewalt liegt allein bei der majelis)

Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Mejelis Permusyawaratan Rakyat,

sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (vertretungsorgan des willens des

staatsvolkes). Majelis ini menetapkan undang-undang dasar dan menetapkan garis-garis

besar haluan negara. Mejelis ini mengangkat kepala negara (Presiden) dan wakil kepala

negara (Wakil Presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi,

sedangkan Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah

ditetapkan oleh MPR. Presiden yang diangkat oleh MPR, tunduk dan bertanggung jawab

kepada MPR. Presiden dan wakilnya adalah mandataris dari MPR, ia wajib menjalankan

putusan-putusan MPR. Presiden tidak neben, tetapi untergeordnet kepada MPR.

Demikianlah kedudukan MPR diuraikan dalam Penjelasan UUD 1945. Dalam uraian ini,

terjelma pokok pikiran kedaulatan rakyat yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.

26
Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, MPR mempunyai tugas danwewenang yang sangat

menentukan jalannya negara dan bangsa, yaitu:

a) menetapkan undang-undang dasar,

b) menetapkan garis-garis besar haluan negara,

c) memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden, dan

d) mengubah undang-undang dasar.

4) Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi di bawah wajelis

Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan, "Di bawah Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi. Dalam

menjalankan pemerintahan negara, kekuasaandan tanggung jawab adalah di tangan

Presiden (concentration of power and responsibility upon the President)". Sistem ini adalah

logis, karena Presiden diangkat oleh MPR. Presiden bukan saja diangkat oleh MPR, tetapi

dipercaya dan diberi tugas untuk melaksanakan kebijakan rakyat yang berupa Garis-garis

Besar Haluan Negara ataupun ketetapan MPR yang lainnya. Oleh karena itu, Presiden

adalah Mandataris MPR Presidenlah yang memegang tanggung jawab atas jalannya

pemerintahan yang dipercayakan kepadanya dan mempertanggungjawabkan kepada MPR,

bukan kepada badan lain.

5) Presiden tidak bertanggung jawab kepada dewan perwakilan rakyat

Dalam Penjelasan UUD 1945 dinyatakan, "Di samping Presiden adalah Dewan Perwakilan

Rakyat". Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk

membentuk undang-undang (Gesetzgebung) dan untuk menetapkan Anggaran Pendapatan

27
dan Belanja Negara (Staatsbegrooting). Oleh karena itu, Presiden haruslah bekerja sama

dengan Dewan. Akan tetapi, Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan, artinya

kedudukan Presiden tidak tergantung dari Dewan. Menurut sistem pemerintahan kita,

Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi Presiden bekerja sama dengan DPR

dalam hal pembuatan undang-undang, dan menetapkan anggaran pendapatan belanja

negara harus mendapat persetujuan DPR. Presiden tidak dapat membubarkan DPR seperti

pada sistem parlementer, namun DPR pun tidak dapat menjatuhkan Presiden, karena

Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.

6) Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab

kepada dewan perwakilan rakyat

Dalam penjelasan UUD 1945 dinyatakan, "Presiden mengangkat dan memberhentikan

menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kepada Dewan

Perwakilan Rakyat. Kedudukannya tidak tergantung dari Dewan, tetapi tergantung pada

Presiden. Mereka ialah pembantu Presiden." Pengangkatan dan pemberhentian menteri-

menteri negara adalah sepenuhnya wewenang Presiden. Menteri-menteri tersebut tidak

bertanggung jawab kepada DPR, tetapi bertanggung jawab kepada Presiden, karena status

mereka adalah sebagai pembantu Presiden. Meskipun demikian, menteri-menteri negara

itu bukanlah pegawai tinggi biasa. Dengan petunjuk dan persetujuan Presiden, menteri-

menteri inilah yang pada hakikatnya menjalankan kekuasaan pemerintahan di bidangnya

masing-masing. Inilah yang disebut sistem kabinet presidensial.

7) Kekuasaan kepala negara tidak terbatas

28
Dalam Penjelasan UUD 1945 dinyatakan, "Meskipun kepala negara tidak bertanggung

jawab kepada dewan perwakilan Rakyat, ia bukan "diktator", artinya kekuasaan tidak tak

terbatas. Di samping bertanggung jawab kepada MPR Presiden juga harus memperhatikan

sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat." Penegasan kembali kekuasan

Presiden tidak tak terbatas, sekalipun sudah ditegaskan dalam kunci pokok kedua, dalam

sistem pemerintahan konstitusional, bukan bersifat absolut. Penunjukan fungsi/peranan

DPR dan fungsi/peranan para menteri sebagai pembantu Presiden adalah untuk mencegah

kemungkinan kekuasaan pemerintahan di tangan Presiden menjurus ke arah kekuasaan

mutlak (absolutisme).

Jadi, sesuai dengan sistem ini, kebijakan atau tindakan Presiden dibatasi pula oleh adanya

pengawasan yang efektif oleh DPR. Sistem atau mekanisme ini merupakan sarana

preventif untuk mencegah pemerosotan sistem konstitusional menjadi absolutisme.

Berdasarkan uraian sistem pemerintahan di atas dapat terlihat kerangka mekanisme

penyelenggaraan pemerintahan negara serta mekanisme hubungan kelembagaan antara

MPR-Presiden-DPR. Di tinjau dari segi kelembagaan negara berdasarkan Undang-Undang

Dasar 1945, masih terdapat lembaga-lembaga negara lainnya yang belum diuraikan dalam

sistem pemerintahan di atas, misalnya DPA, BPK, dan Mahkamah Agung.

b. Kelembagaan negara

Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara

yang disebut sebagai tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara RI, terdapat juga

lembaga-lembaga negara dalam pasal-pasalnya. Untuk memahami kelembagaan negara itu

perlu diuraikan materi yang tertuang di dalam pasal-pasal Batang Tubuh Undang-Undang

29
Dasar 1945, yang umumnya mencakup ketentuan tentang kedudukan, tugas, wewenang,

hubungan kerja, dan cara kerja lembaga yang bersangkutan. Majelis Permusyawaratan

Rakyat lebih jauh telah menetapkan kedudukan dan hubungan tata kerja lembaga tertinggi

negara dengan/atauantarlembaga-lembaga tinggi negara berdasarkan Tap. MPR No.

III/MPR/1978.

Lembaga tertinggi negara itu ialah Majelis Permusyawaratan Rakyat,

sedangkanlembaga-lembaga tinggi negara ialah:

• Presiden,

• Dewan Pertimbangan Agung.

• Dewan Perwakilan Rakyat,

• Badan Pemeriksa Keuangan,

• Mahkamah Agung.

Berdasarkan hal tersebut, perubahan UUD 1945 tidak mengenal lembaga tertinggi dan

tinggi negara, melainkan lembaga kekuasaan negara yang terdiri atas berikut ini.

• Lembaga legislatif, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), terdiri atas Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

• Lembaga eksekutif, yaitu Presiden dan Wakil Presiden.

• Lembaga yudikatif yang memegang kekuasaan kehakiman, terdiri atas

MahkamahAgung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY).

• Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

1) Majelis Permusyawaratan Rakyat

30
a) Kedudukan

Lembaga tertinggi negara adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang

mempunyai kekuasaan tertinggi di negara RI. MPR sebagai penjelmaan dari seluruh rakyat

Indonesia dan melaksanakan kedaulatan rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan Pasal 1

ayat (2) yang menyatakan, "Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya

olehMajelis Permusyawaratan Rakyat",

b) Tugas

MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi mempunyai tugas sebagaiberikut.

(1) Menetapkan Undang-Undang Dasar (Pasal 3).

(2) Menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (Pasal 3).

(3) Memilih Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 6 ayat (2)).

c) Wewenang

(1) membuat putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negaralain,

termasuk penetapan GBHN;

(2) meminta pertanggungjawaban Presiden mengenai pelaksanaan GBHN dan

menilai pertanggungjawaban tersebut;

(3) mencabut kekuasaan dan memberhentikan Presiden dalam masajabatannya

apabila Presiden sungguh-sungguh melanggar GBHN dan/ atau UUD;

(4) mengubah undang-undang dasar.

d) Keanggotaan

Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1), "MPR terdiri atas anggota DPR,

ditambah dengan utusan-utusan dari daerah dan golongan-golongan menurut aturan yang

ditetapkan dengan undang-undang." Pada masa pemerintahan orde baru, undang-undang

31
yang mengatur susunan dan kedudukan anggota MPR ini adalah UU No.16 Tahun 1969

yang telah beberapa kali mengalami perubahan. Menurut UU No. 2/1985 jumlah anggota

MPR 1000, yaitu dua kali jumlah anggota DPR.

e) Era globalisasi

Era globalisasi menuntut reformasi dalam segala bidang. Dalam bidang politik, tuntutan

tersebut disampaikan kepada MPR-RI periode 1999- 2004. Berdasarkan Materi Rancangan

Perubahan UUD Negara RI 1945, hasil BP-MPR Tahun 1999-2000, Pasal 2 ayat (1)

menyatakan, "Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan

Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dipilih melalui pemilihan

umum, ditambah dengan utusan masyarakat tertentu yang karena tugas dan fungsinya tidak

menggunakan hak pilihnya." Akan tetapi, materi rancangan ini mengalami perubahan yang

lebih maju pada sidang tahunan MPR tahun 2002, dalam Perubahan Keempat UUD 1945

Pasal 2 ayat (1) menyatakan. MPR terdiri atas DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah

yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

Dengan demikian, telah terjadi perubahan dan komposisi baru tentang susunan anggota

MPR-RI, khususnya periode MPR hasil pemilu 2004 pada masa mendatang.

f) Sidang MPR

Sesuai dengan Pasal 2 ayat (2), bahwa MPR akan bersidang sedikit-dikitnya lima tahun

sekali. Ketentuan "sedikit-dikitnya" itu mengandung kemungkinan mengadakan sidang

lebih dari satu kali dalam lima tahun. Pada masa orde baru, MPR hanya bersidang sekali

dalam lima tahun, sekalipun dapat dibenarkan untuk bersidang lebih dari sekali dalam lima

tahun, yaitu apabila ada keperluan yang istimewa (sidang istimewa). Berdasarkan Pasal 7A

perubahanketiga UUD 1945, Presiden dapat diberhentikan oleh MPR dalam masa

32
jabatannya atas usul DPR, karena terbukti melakukan pelanggaran hukum dengan terlebih

dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa,

mengadili, dan memutuskan pendapat DPR, bahwa Presidentelah melakukan pelanggaran

hukum.

Dalam era globalisasi, berdasarkan Tap. MPR No. II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata

Tertib MPR-RI dalam Pasal 50 dinyatakan, bahwa sidang MPR terdiri atas sidang umum,

sidang tahunan, dan sidang istimewa.

(1) Sidang Umum MPR adalah sidang yang diadakan pada permulaan jabatan keanggotaan

MPR.

(2) Sidang Tahunan MPR adalah sidang yang diadakan setiap tahun (untuk mendengar

pidato Presiden mengenai pelaksanaan Ketetapan Majelis dan/atau membuat putusan

Majelis (Pasal 49)).

(3) Sidang Istimewa MPR adalah sidang yang diadakan di luar sidang umum dan sidang

tahunan.

Sidang istimewa MPR, di samping untuk meminta pertanggungjawaban Presiden

apabila sungguh-sungguh melanggar haluan negara, dapat jugadiadakan dalam hal-hal

berikut.

(1) Wakil Presiden berhalangan tetap, serta Presiden dan/atau DPR meminta MPR

mengadakan sidang istimewa untuk memilih Wakil Presiden.

(2) Presiden dan Wakil Presiden berhalangan tetap, maka MPR dalam waktu selambat-

lambatnya satu bulan menyelenggarakan sidang istimewa untuk memilih dan mengangkat

Presiden dan Wakil Presiden yang baru.

g) Proses pembuatan keputusan

33
Pembuatan keputusan-keputusan MPR dilakukan melalui empat tingkat pembicaraan,

kecuali untuk laporan pertanggungjawaban Presiden dan hal-hal lain yang dianggap perlu

oleh MPR. Tingkatan pembicaraan tersebut adalah sebagai berikut.

(1) Tingkat 1: Pembahasan oleh Badan Pekerja MPR terhadap bahan-bahan yang

masuk dan hasil dari pembahasan tersebut merupakan rancangan

ketetapan/keputusan MPR sebagai bahan pokok pembicaraan tingkat II

(2) Tingkat II: Pembahasan oleh Rapat Paripurna MPR yang didahului oleh

penjelasan pimpinan dan dilanjutkan dengan pemandangan umum fraksi-fraksi.

(3) Tingkat III: Pembahasan oleh Komisi/Panitia Ad Hoc MPR terhadap semua

hasil pembicaraan pada tingkat I dan II. Hasil pembicaraan tingkat III ini

merupakan rancangan ketetapan/keputusan MPR

(4) Tingkat IV: Pengambilan keputusan oleh Rapat Paripurna Majelis setelah

mendengar laporan dari pimpinan Komist/Panitian Ad Hoc MPR dan bilamana

perlu dengan kata terakhir dari fraksi-fraksi.

h) MPR menurut perubahan UUD 1945

Perbedaan MPR sebelum dan sesudah Perubahan UUD 1945 dapat dilihat dari bagan

berikut ini:

Perbedaan Sebelum Perubahan UUD 1945 Sesudah Perubahan UUD 1945

Komposisi DPR, utusan daerah, dan golongan Anggota DPR dan DPD

Rekrutmen DPR (lewat Pemilu dan diangkat), Seluruh anggota DPR dan DPD

utusan daerah dan golongan yang dipilih lewat Pemilu

diangkat

34
Legislasi Oleh DPR Kekuasaan legislasi ada di DPR,

DPD juga dapat mengajukan dan

membahas RUU berkaitan

dengan otonomi daerah

Kewenangan Tak terbatas Terbatas tiga, yaitu mengubah

UUD, melantik Presiden/Wakil

Presiden, Impeachment

Ada beberapa alasan yang menyebabkan perlunya susunan, kedudukan, dan kekuasaan

MPR menjadi lembaga perwakilan bikameral, yaitu sebagai berikut.

(1) Utusan daerah dan golongan tidak berfungsi efektif dan tidak jelas orientasi

keterwakilannya.

(2) Kebutuhan mengakomodasikan kepentingan masyarakat daerah secara struktural,

melalui institusi formal di tingkat nasional.

(3) Kebutuhan untuk menerapkan sistem checks and balances untuk mendorong

demokratisasi ketatanegaraan Indonesia.

2) Presiden

a) Kekuasaan kepala pemerintahan

Menurut Pasal 4 UUD 1945, Presiden Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan

menurut undang-undang dasar, artinya Presiden adalah kepala kekuasaan eksekutif dalam

negara. Di dalam menjalankan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang wakil

Presiden. Dalam hal ini, UUD tidak menetapkan pembagian tugas yang rinci. Selama ini,

hubungan kerja antara Presiden dan Wakil Presiden ditentukan oleh Presiden setelah

35
mengadakan pembicaraan dengan Wakil Presiden (Tap. MPR No. III/MPR/1978). Dalam

hal Presiden berhalangan tetap, maka ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa

jabatannya.

Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR

(Pasal 5 ayat (1) UUD 1945). Berdasarkan ketentuan tersebut, jelas bahwa Presiden

bersama-sama DPR menjalankan kekuasaan legislatif. Namun, melihat perkembangan

kekuasaan Presiden pada masa orde baru menyebabkan peranan DPR sangat lemah,

sedangkan kekuasaan Presiden menjadi sangat kuat. Oleh karena itu, MPR dalam

Perubahan Pertama UUD 1945 telah mengubah Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi, "Presiden

berhak mengajukan undang-undang kepada DPR"

Pasal 6 ayat (1) menetapkan, "Presiden ialah orang Indonesia asli." Ketentuan ini

merupakan eksepsi dari Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan,"Segala warga

negara yang bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib

menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya", yang tidak

menghendaki adanya diskriminasi di antara warga negara. Namun, dalam Perubahan

Ketiga UUD 1945, Pasal 6 ayat (1) berbunyi, "Presiden dan Wakil Presiden harus seorang

warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan

lain karena kehendak sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara

rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil

Presiden." Jadi, Pasal 6 ayat (1) yang banyak menjadi polemik dalam pemerintahan orde

baru karena agak bersifat diskriminatif, maka dengan Rancangan Perubahan UUD 1945

itu, polemik tersebut sudah dapat diakhiri. Pemilihan Presiden secara langsung,

prosedurnya sesuai dengan pasal 6A UUD 1945 adalah sebagai berikut.

36
(1) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau

gabungan partai politik peserta pemilu (Pasal 6A ayat (2)).

(2) Pasangan yang mendapat suara lebih lima puluh persen dan sedikitnya dua puluh

persen suara di setiap provinsi yang tersebar dilebih setengah provinsi seluruh Indonesia

(Pasal 6A ayat (3)).

(3) Apabila ketentuan di atas tidak terpenuhi, maka dua pasangan calon yang suara

terbanyak dipilih oleh rakyat kembali secara langsung, dan yang mendapat suara terbanyak

di antaranya dilantik oleh MPR menjadi Presidendan Wakil Presiden.

Pasal 7 menetapkan, bahwa masa jabatan bagi Presiden dan Wakil Presiden ialah selama

masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Ketegasan berapa kali masa

jabatan Presiden tidak ditentukan sehingga pasal ini telah menjadikan alasan bagi Presiden

untuk berkuasa dengan masa jabatan yang tidak terbatas. Oleh karena itu, MPR dengan

Perubahan Pertama UUD 1945 telah mengubah pasal ini menjadi, "Presiden dan Wakil

Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali

dalam jabatan yang sama, hanya satu kali masa jabatan". Namun, sebelumnya dengan Tap

MPR No. XIII/MPR/1998 telah dinyatakan untuk membatasi jabatan Presiden dan Wakil

Presiden dua periode, karena dalam perjalanan ketatanegaraan RI, tidak adanya

pembatasan beberapa kali Presiden dan WakilPresiden dapat dipilih kembali untuk

memegang jabatannya, telah menimbulkan berbagai penafsiran yang merugikan

kedaulatan rakyat/ kehidupan demokrasi.

Sesuai dengan Pasal 78 Perubahan UUD 1945, Presiden baru boleh berhenti apabila

melanggar hukum yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, yang terlebih dahulu

diusulkan oleh DPR kepada MPR dan selanjutnya diadili oleh Mahkamah Konstitusi. Usul

37
pemberhentian harus diambil dalam sidang Paripurna MPR yang dihadiri 3/4 dan disetujui

2/3 dari anggota yang hadir.

Sekalipun prosedur pemberhentian Presiden agak sulit, namun sesuai dengan Pasal 7C,

Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 9 menetapkan rumusan sumpah dan janji yang diucapkan oleh Presiden atau Wakil

Presiden sebelum memulai memangku jabatannya. Sumpah ini harus diucapkan di hadapan

MPR atau DPR. Pasal ini juga mengandung kelemahan apabila kita melihat pergantian

Presiden Soeharto kepada B.J. Habibie, di mana Presiden B.J. Habibie tidak bersumpah di

hadapan Sidang MPR/DPR. Oleh karena itu, dalam Perubahan Pertama UUD 1945, Pasal

9 ditambah satu ayat yang berbuny "Jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang

Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-

sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung".

b) Kekuasaan Presiden sebagai kepala negara

Pasal 10 sampai dengan Pasal 15 Presiden selaku kepalanegara. Penjelasan pasal demi

pasal diuraikan berikut ini.

(1) Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan

udara (Pasal 10).

(2) Hak menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain

dengan persetujuan DPR (Pasal 11)

(3) Menyatakan negara dalam keadaan bahaya (Pasal 12).

(4) Mengangkat duta dan konsul dan menerima duta lain (Pasal 13).

38
(5) Memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi (Pasal 14). Pasal ini juga telah

mengalami perubahan pada Perubahan Pertama UUD 1945.

(6) Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan (Pasal 15). Dalam perubahan

Pertama UUD 1945, kekuasaan Presiden sesuai dengan Pasal 15 ini diatur dengan Undang-

Undang

3) Dewan Pertimbangan Agung

Dewan Pertimbangan Agung merupakan lembaga tinggi negara. Susunan Dewan ini

diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUD 1945 yang menetapkan pengaturannya dengan undang-

undang. Dewan Pertimbangan Agung adalah sebuah penasihat pemerintah. Dewan ini

berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul dan

wajib mengajukan pertimbangan kepada pemerintah. Anggota Dewan Pertimbangan

Agung terdiri atas unsur-unsur dari masyarakat, seperti tokoh-tokoh politik, kekaryaan,

daerah, maupun nasional. Pengangkatan anggota DPA dilakukan dengan keputusan

Presiden untuk masa jabatan lima tahun dan mereka berhenti bersama-sama. Jumlah

anggota DPA termasuk pimpinannya 45 orang.

4) Kementerian negara

Sesuai dengan pasal 17 ayat (1) UUD 1945, Presiden dibantu oleh menteri menteri.

Menteri-menteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden. Setup menteri membidangi

urusan tertentu dalam pemerintahan. Pembentukan pengubahan, dan pembubaran

kementerian negara diatur dengan undang undang. Ketentuan terakhir dari pasal 17 ayat 4

adalah ayat reaktif dari adanya kebijakan presiden tanpa memperhatikan suara-suara DPR

39
dalam membubarkan suatu departemen, seperti pembubaran departemen sosial dan

penerangan oleh Presiden Abdurrahman Wahid.

5) Pemerintah daerah

Pemerintah Daerah diatur dalam UUD 1945 pada Bab VI pasal 18. Penjelasan Pasal 18

UUD 1945 menjabarkan hal-hal sebagai berikut

a) Daerah Indonesia dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi dibagi pula dalam

daerah yang lebih kecil.

b) Daerah-daerah itu bersifat otonom atau bersifat daerah administrasi yang pengaturannya

ditetapkan dengan undang-undang.

c) Di daerah-daerah yang bersifat otonom diadakan badan perwakilan daerah karena di

daerah pemerintahan akan bersendi pada permusyawaratan.

Beberapa pertimbangan supaya undang-undang ini diganti dengan UU No. 22 Tahun 1999

adalah sebagai berikut :

a) Sistem pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia menurut UUD 1945

memberikan keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.

b) Penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu untuk lebih menekankan pada

prinsip-prinsip demokrasi peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta

memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

c) Dalam menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri, serta

tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan otonomi daerah dengan

memberikan kewenangan yangluas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara

40
proporsional, yangdiwujudkan dengan pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber

daya nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, sesuai dengan prinsip-prinsip

demokrasi.

d) Perlu mengakui serta menghormati hak asal usul daerah yang bersifat istimewa

Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggaraan

pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali

kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan

fiskal, agama, dan lain-lain.

6) Dewan Perwakilan Rakyat

Setelah Perubahan Pertama UUD 1945 terjadi perubahan kekuasaan DPR, khususnya

dalam membuat undang-undang. Kekuasaan membuat undang- undang yang selama ini

dipegang oleh Presiden dengan persetujuan DPR. berubah menjadi, "Dewan Perwakilan

Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang" (Perubahan I: Pasal 20),

sedangkan "Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR"

(Perubahan I: Pasal 5 ayat (1)). Dalam proses pembuatan undang-undang harus mendapat

persetujuan bersama antara DPR dan Presiden. Berdasarkan Perubahan I UUD 1945, telah

terjadi pengurangan kekuasaan Presiden dan penambahan kekuasaan DPR. Penambahan

kekuasaan DPR tersebut meliputi sebagai berikut.

a) Presiden harus memperhatikan pertimbangan dari DPR dalam mengangkat dan

menerima duta, serta dalam pemberian amnesti dan abolisi.

b) Presiden harus mendapat persetujuan dari DPR dalam mengangkat kepala kepolisian

negara, Panglima TNI, dan gubernur bank Indonesia.

41
c) DPR memilih anggota dan calon pimpinan lembaga tinggi negara (MA, BPK, dan DPA)

untuk diangkat oleh Presiden.

Secara umum, tugas dan wewenang DPR adalah sebagai berikut.

a) Bersama-sama dengan Presiden membentuk undang-undang.

b) Bersama-sama dengan Presiden menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan

pemerintah.

d) Membahas untuk meratifikasi dan atau memberikan persetujuan atas pernyataan perang,

pembuatan perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain yang dilakukan oleh Presiden.

e) Membahas hasil pemeriksaan keuangan negara yang diberitahukan oleh BPK.

f) Melakukan hal-hal yang ditugaskan oleh ketetapan MPR kepada DPR.

Untuk melaksanakan tugas dan wewenang tersebut, DPR dan anggotanya mempunyai hak,

yaitu:

a) hak meminta keterangan (interpelasi),

b) hak mengadakan penyelidikan (angket),

c) hak mengadakan perubahan (amandemen),

d) hak mengajukan pernyataan pendapat,

e) hak mengajukan/menganjurkan seseorang, jika ditentukan oleh suatu peraturan

perundangan,

42
f) hak mengajukan rancangan undang-undang (inisiatif),

g) hak mengajukan pertanyaan, protokoler, dan hak keuangan/administratif.

Susunan dan kedudukan DPR diatur dengan undang-undang. Pada masa orde baru,

diatur dengan UU No. 16 Tahun 1969 UU No. 2 Tahun 1985. Undang- undang ini kurang

demokratis, karena kurang mencerminkan kedaulatan serta aspirasi rakyat sesuai dengan

tuntutan politik yang berkembang, sehingga diganti dengan UU No. 4 Tahun 1999.

7) Dewan Perwakilan Daerah

• Sesuai dengan perubahan UUD 1945, Dewan perwakilan daerah merupakan salah satu

dari kelembagaan negara, yang diatur dalam pasal 22C dan 22D.

Ketentuannya adalah sebagai berikut.

a) Keanggotaannya dipilih melalui pemilihan umum.

b) Persidangan, sedikitnya sekali dalam satu tahun.

c) Kewenangannya, mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang berkaitan dengan

otonomi daerah.

d) Kepengawasan, DPD melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang yang

berkaitan dengan otonomi daerah.

8) Badan Pemeriksa Keuangan

Badan Pemeriksa Keuangan merupakan lembaga tinggi negara, dengan tugas khusus

untuk memeriksa tanggung jawab keuangan negara, apakah telah digunakan sesuai dengan

yang telah disetujui DPR (Pasal 23 ayat (5)). Badan ini terlepas dari pengaruh dan

43
kekuasaan pemerintah, tetapi tidak berdiri di atas pemerintah. BPK memeriksa semua

pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara. Hasil pemeriksaan BPK

diberitahukan kepada DPR guna dipakai sebagai bahan penilaian atau pengawasan dan

bahan pembahasan rancangan APBN tahun berikutnya.

Undang-undang yang mengatur BPK ialah UU No. 5 Tahun 1973. Dalam undang-

undang ini dinyatakan, tugas BPK adalah memeriksa tanggung jawab pemerintah tentang

keuangan negara dan memeriksa semua pelaksanaan APBN. BPK terdiri atas seorang ketua

merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota dan lima orang anggota.

Untuk setiap lowongan keanggotaan BPK, oleh DPR diusulkan tiga orang calon untuk

diangkat oleh Presiden. Sesuai dengan tuntutan reformasi, ketua BPK dan ketua-ketua

lembaga tinggi negara yang lainnya mendapat perhatian yang cukup tinggi dari kalangan

masyarakat dan DPR, sehingga harus melalui studi kelayakan (fit and proper test).

MPR sebagai lembaga tertinggi negara telah merekomendasikan kepada BPK agar

memantapkan peranannya sebagai lembaga pemeriksa keuangan yang independen. Untuk

itu, diperlukan tiga undang-undang tentang keuangan negara, perbendaharaan negara, dan

pemeriksaan tanggung jawab pengelolaan keuangan negara oleh BPK.

Ketentuan tentang BPK diatur dalam Pasal 23E, 23F, dan 23G Perubahan UUD 1945.

Pada intinya, BPK adalah badan yang bebas dan mandin. Keanggotaannya dipilih oleh

DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden. Ketuanya

dipilih oleh anggotanya, BPK berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di

setiap propinsi.

9) Mahkamah Agung

44
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang lainnya adalah pemegang kekuasaan

kehakiman yang merdeka. Artinya, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Salah

satu jaminan bagi kebebasan kekuasaan kehakiman itu antara lain terletak pada jaminan

kedudukan hakim yang harus diatur dengan undang- undang (Pasal 25). Undang-undang

yang mengatur kekuasaan kehakiman ialah UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang telah diganti dengan UU No. 35 Tahun

1999. Lingkungan kekuasaan kehakiman berdasarkan masing-masing undang-undangnya

adalah sebagai berikut.

a) Peradilan Umum (UU No. 2/1986).

b) Peradilan Agama (UU No. 7/1989).

c) Peradilan Militer (UU No. 5/1950). d) Peradilan Tata Usaha Negara (UU No. 5/1986),

MA merupakan badan peradilan tertinggi, artinya terhadap putusan yang diberikan

tingkat akhir oleh badan peradilan lain, dapat dimintakan kasasi kepada mahkamah agung.

MA juga melakukan pengawasan tertinggi atas tindakan badan-badan peradilan itu. Hakim

agung diangkat oleh Presiden selaku kepala negara dari daftar nama yang diusulkan oleh

DPR. Susunan MA terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitra, dan sekretaris jenderal.

Pimpinan MA terdiri atas seorang ketua dan wakil ketua dan beberapa orang ketua muda.

a) Kekuasaan kehakiman

Berdasarkan Perubahan UUD 1945, kekuasaan kehakiman diatur dengan Pasal 24,

24A, 24B, 24C, dan Pasal 25. Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah

Agung. Mahkamah Konstitusi serta Komisi Yudisial. Kedudukandan kewenangannya

adalah sebagai berikut.

45
Mahkamah Agung

(1) Kewenangannya adalah mengadili tingkat kasasi dan menguji peraturan perundang-

undang di bawah undang-undang.

(2) Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR dan ditetapkan

oleh Presiden.

Komisi Yudisial

(1) Kewenangannya adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung dan menjaga

kehormatan hakim.

(2) Keanggotaan, diangkat dan diberhentikan Presiden atas persetujuan DPR.

Mahkamah Konstitusi

(1) Kewenangannya menguji undang-undang terhadap UUD, memutuskansengketa

kelembagaan negara, memutuskan pembubaran partai politik dan perselisihan hasil

pemilu.

(2) Kewajibannya memberikan putusan atas pendapat DPR mengenaidugaan

pelanggaran Presiden menurut undang-undang dasar.

(3) Keanggotaannya, sembilan anggota hakim yang ditetapkan oleh Presiden yang

diajukan masing-masing tiga orang oleh MA, tiga orang oleh DPR, dan tiga orang dari

Presiden. Ketua dan wakilnya dipilih dari dan oleh anggota.

b) Perubahan sistem kelembagaan negara dalam UUD 1945

Perubahan pasal-pasal tentang kelembagaan negara, tidak lepas dari konteks dan

reaksi keadaan sosial politik masyarakat, sehingga mempengaruhi substansi

46
perubahan. Beberapa pasal reaktif tersebut, menurut pengamat politik yang

diwawancarai oleh harian Kompas, antara lain terlihat dalam tabel berikut.

Beberapa Pasal Reaktif Konteks Sosial-Politik

Pasal 3 Perubahan Ketiga : Pada awalnya kewenangan MPR hanya

MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD. Ketika kelompok

menetapkan undang-undang dasar. masyarakat usul pembantukan komial

konstitual dan mempermasalahkan

kewenangan MPR, pasal itu diubah

Pasal 7C Perubahan Ketiga : Wacana Presiden Abdurrahman Wahid

Presiden tidak dapat membekukan membekukan DPR melalui dekrit

dan/atau membubarkan DPR Presiden kencang dan kemudian dekrit

itu dikeluarkan dengan pembekuan DPR

Pasal 13 Perubahan Pertama : Sepak terjang Dubes AS Robert Gelbard

Presiden menerima penempatan duta sering Kontraversial, sehingga

dengan lain dengan memperhatikan menimbulkan reaksi dari DPR

pertimbangan DPR

Pasal 22D : Pada awalnya tim ahli mengusulkan

Soal Kewenangan DPD mengajukan kesetaraan antara DPR dan DPD dalam

RUU kepada DPR yang berkaitan pengusulun RUU. Jadinya DPD menjadi

dengan otonomi daerah, hubungan pusat subordinat DPR, karena resistensi dari

dengan daerah dan sabagainya DPD

47
Pasal 24C Perubahan Ketiga : Usulan tim ahil sembilan hakim

Mahkamah Konstutusi mempunyai konstitusi diusulkan Presiden dengan

sembilan orang anggota hakim yang mendapatkan konfirmasi dari DPR

ditetapkan oleh Presiden yang diajukan

masing-masing 3 orang dari DPR

Presiden dan MA

c. Hubungan negara dan warga negara dan HAM

Batang Tubuh UUD 1945 berisi pasal-pasal yang menyangkut materi hubungan antara

negara dengan warga negara, serta penduduknya yang pada hakikatnya berisi konsepsi

negara di berbagai kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam, ke arah mana

negara, bangsa, dan rakyat Indonesia akan bergerak dalam mencapai cita-cita nasionalnya.

Materi mengenai warga negara dan penduduk itu tidak lepas dari dua hal yang mendasar,

yaitu hak asasi manusia dan demokrasi. Latar belakang perjuangan kemerdekaan bangsa

Indonesia adalah amanat penderitaan rakyat, yang merupakan esensi dari hak asasi

manusia. Negara Indonesia merupakan negara demokrasi sesuai dengan alinea keempat

Pembukaan UUD 1945, yang menyatakan: "...susunan negara Republik Indonesia yang

berkedaulatan rakyat". Demikian pula dalam Batang Tubuh UUD 1945 diungkapkan,

bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat. Dalam Penjelasan kata "demokrasi atau

demokratis" terungkap beberapa kali.

Pengertian hak asasi secara umum

Secara umum hak asasi manusia adalah satu dengan harkat dan martabat serta kodrat

manusia, Oleh karena itu disebut juga sebagai hak dasar. Hak itu ada pada setiap manusia

dan merupakan sifat kemanusiaan. Dalam Tap. MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak

48
Asasi Manusia menyatakan, bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada

diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa

dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup kemerdekaan, perkembangan manusia,

dan masyarakat yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu gugat oleh siapa pun.

Jadi, segala hak yang berakar dari harkat, martabat, serta kodrat manusia adalah hak

yang lahir bersama manusia itu. Hak ini bersifat universal, berlaku di mana saja, kapan

saja, dan untuk siapa aja. Hak itu tidak tergntung pada pengakuan manusia, negara, dan

masyarakat lain. Hak ini diperoleh manusia dari Penciptanya dan merupakan hak yang

tidak dapat diabaikan.

Dalam Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia dengan

sistematikanya, yaitu sebagai berikut.

1) Pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak asasi manusia.

2) Piagam hak asasi manusia.

d. Lambang-lambang persatuan Indonesia

Dalam UUD1945 juga mengatur lambang-lambang persatuan Indonesia, yaitu Pasal 35

dan 36, khusus Pasal 36 telah diadakan perubahan dalam Perubahan Kedua UUD 1945.

Selengkapnya ketentuan tentang lambang persatuan Indonesia itu adalah sebagai berikut.

1) Pasal 35 menetapkan bendera negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.

2) Pasal 36 menetapkan bahasa negara ialah bahasa Indonesia.

3) Pasal 36A menetapkan lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan

Bhinneka Tunggal Ika.

4) Pasal 36B menetapkan lagu kebangsaan ialah Indonesia Raya.

49
5) Pasal 36C menetapkan ketentuan lebih lanjut mengenai bendera, Bahasa dan lambang

negara serta lagu kebangsaan diatur dengan undang-undang.

e. Perubahan UUD 1945

UUD 1945 telah menetapkan dalam pasal terakhirnya, yaitu Pasal 37 tentang Perubahan

Undang-Undang Dasar, menyatakan bahwa untuk mengubah Undang-Undang Dasar

sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majelis

Permusyawaratan Rakyat harus hadir. Pasal 37 ayat (1) Putusan diambil dengan

persetujuan sekurang-kurangnya daripada jumlah anggota hadir (ayat 2).

Bahasa yang popular dalam perubahan UUD adalah "amandemen," yang dimaksud

seperti tercantum dalam Pasal 37, yaitu mengubah pasal yang terdapat dalam Batang

Tubuh UUD 1945.

f. Kedudukan aturan peralihan dan aturan tambahan

Untuk mencegah kekosongan hukum, sebagai akibat Proklamasi Kemerdekaan 17

Agustus 1945, yang menjadi tonggak pemisah antara tata hukum kolonial dan tata

hukum nasional, maka diperlukan adanya aturan peralihan dan aturan tambahan.

UUD 1945 terdiri atas 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan. Seluruh

ketentuan dalam Aturan Peralihan dan Tambahan tidak berfungsi lagi, kecuali Pasal II

Aturan Peralihan yang berbunyi, "Segala badan negara dan peraturan yang ada masih

langsung berlaku, selama diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini."

Meskipun tidak berfungsi lagi, aturan peralihan dan tambahan tidak dihapuskan, demi

memelihara nilai-nilai sejarah dari UUD 1945. Berdasarkan Perubahan Keempat UUD 1945

terdapat 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan, yaitu sebagai berikut.

Aturan Peralihan

50
Pasal I

Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan

yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

Pasal II

Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan

ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut UUD ini.

Pasal III

Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada tanggal 17 Agustus 2003 dan

sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Aturan Tambahan

Pasal I

MPR ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan

MPRS dan Ketetapan MPR untuk diambil putusan pada Sidang MPR tahun 2003.

B. Dinamika Pelaksanaan UUD 1945

Pembahasan dalam bab ini bertujuan untuk memahami dinamika pelaksanaan UUD 1945,

yang meliputi hal-hal berikut ini.

1) Masa awal kemerdekaan.


2) Masa orde lama.
3) Masa orde baru.
4) Masa era global.
Undang-Undang Dasar 1945 berlaku di Indonesia dalam dua kurun waktu. Pertama sejak

ditetapkannya oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus

1945, yang berdasarkan Peraturan Pemerintah No.2 tanggal 10 Oktober diberlakukan surat

mulai tanggal 17 Agustus 1945, sampai dengan berlakunya Konstitusi RIS pada saat pengakuan

kedaulatan tanggal 27 Desember 1949. Kedua adalah dalam kurun waktu sejak diumumkannya

51
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 sampai sekarang, dan ini terbagi pula atas masa orde lama,

masa orde baru, dan masa era global. Dalam kurun waktu berlakunya Undang-Undang Dasar

1945 kita telah mencatat pengalaman tentang gerak pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan

Undang-Undang Dasar 1945. Berikut ini akan kita bahas pelaksanaan UUD 1945 dalam

dinamika ketatanegaraan RI.

1. Masa awal kemerdekaan


Sejak berlakunya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, maka mulai saat itu berlaku

tata hukum baru yang bersumber dari proklamasi kemerdekaan Indonessia dan tidak

berlaku lagi tata hukum lama (zaman kolonial). Untuk mengganti seluruh tata hukum

peninggalan kolonial dalam UUD 1945, Pasal II Aturan Peralihan menyatakan, "Segala

badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang

baru menurut Undang-Undang Dasar ini".

UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis dalam gerak pelaksanaannya pada kurun waktu

1945-1949, jelas tidak dilaksanakan dengan baik, karena kita memang sedang dalam masa

pancaroba, dalam usaha membela dan mempertahankan kemerdekaan yang baru saja

diproklamirkan, sedangkan pihak kolonial Belanda justru ingin menjajah kembali

Indonesia yang telah merdeka. Segala perhatian bangsa dan negara diarahkan untuk

memenangkan perang kemerdekaan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaanya UUD 1945

terjadi penyimpangan-penyimpangan konstitusional.

Sistem pemerintahan dan kelembagaan yang ditetapkan dalam UUD 1945 jelas belum

dapat dilaksanakan. Dalam masa ini sempat diangkat anggota DPA Sementara, sedangkan

MPR dan DPR belum sempat dibentuk. Pada waktu itu masih diberlakukan ketentuan

Aturan Peralihan Pasal IV yang menyatakan, "Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-

52
Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite

Nasional".

a. Sistem presidensial
Sistem pemerintahan RI menurut UUD 1945 tidak menganut suatu sistem dari negara

manapun, tetapi adalah suatu sistem khas bangsa Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari isi,

baik Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan, maupun dari pembicaraan-pembicaraan

pada waktu perencanaan, penetapan, dan pengesahan Undang-Undang Dasar 1945

tersebut. Menurut UUD 1945, di samping berkedudukan sebagai kepala negara, Presiden

juga sebagai kepala pemerintahan. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan tertinggi

di bawah MPR. Presiden adalah mandataris MPR. Kepala pemerintahan adalah iden,

sehingga menurut konstitusi etatanegaraan ini, pemerintah pada hakikatnya adalah

Presiden. Sistem ketatanegaraan yang kepala pemerintahannya adalah Presiden dinamakan

sistem presidensial, UUD 1945 mempergunakan sistem presidensial. Sistem presidensial

ini berlangsung untuk

pertama kalinya pada tanggal 18 Agustus sampai dengan 14 November 1945.

b. Penyimpangan UUD 1945


Pasal 4 dan 17 UUD 1945 telah menunjukkan, bahwa UUD 1945 menganut sistem

pemerintahan presidensial. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan, mengangkat

serta memberhentikan para menteri. Para menteri bertanggung jawab kepada Presiden.

Atas dasar itu, maka tanggal 2 September 1945 dilantik kabinet yang pertama negara

Republik Indonesia, yaitu kabinet yang akan membantu Presiden dan wakilnya dalam

menyelenggarakan pemerintahan. Pada tanggal 11 November 1945, Badan Pekerja KNIP

mengusulkan kepada Presiden agar sistem pertanggungjawaban menteri kepada parlemen

dengan pertimbangan sebagai berikut.

53
1) Dalam UUD 1945 tidak terdapat satu pasal pun yang mewajibkan atau melarang

menteri bertanggung jawab.

2) Pertanggungjawaban kepada badan perwakilan rakyat itu adalah suatu jalan

untuk memperlakukan kedaulatan rakyat.

1. UUD 1945 sebagai UUD negara bagian


Berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang menyatakan:

(a) didirikannya negara Republik Indonesia Serikat,

(b) pengakuan kedaulatan oleh pemerintahan kerajaan Belanda kepada negara Republik

Indonesia Serikat,

(c) didirikannya uni antara RIS dan kerajaan Belanda.

2. UUD 1945 tidak belaku lagi

Terbentuknya negara RIS bukanlah suatu bentuk negara yang dicita-citakan seluruh

rakyat Indonesia, melainkan siasat politik Belanda yang memecah-belah persatuan bangsa.

Oleh karena itu, setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda, di daerah-daerah timbul

pergolakan dan pernyataan spontan dari rakyat untuk kembali ke negara kesatuan. Selain

itu, keadaan di daerah menjadi sukar untuk diperintah sehingga kewibawaan pemerintahan

negara federal menjadi makin berkurang. Dalam perkembangan selanjutnya, untuk

merealisasikan tuntutan kembali ke negara kesatuan, satu per satu negara bagian

menggabungkan diri kepada negara Republik Indonesia. Penggabungan ini memang

dimungkinkan oleh Pasal 44 Konstitusi RIS 1949, yang kemudian di bentuk undang-

undang organiknya, yaitu Undang-Undang Darurat No. 11 Tahun 1950 tentang Tata Cara

Perubahan Susunan Kenegaraan Wilayah Republik Indonesia Serikat, Lembaran Negara

No. 16 Tahun 1950 mulai berlaku pada tanggal 9 Maret 1950. Akibat penggabungan itu,

54
maka negara yang berbentuk federal itu hanya tinggal tiga negara saja, yaitu sebagai

berikut.

(a) Negara Republik Indonesia.

(b) Negara Indonesia Timur.

(c) Negara Sumatra Timur.

Kemudian, negara Republik Indonesia dan RIS (mewakili negara Indonesia Timur dan

negara Sumatra Timur) mengadakan musyawarah untuk mendirikan kembali negara

kesatuan Republik Indonesia.

2. Masa orde lama


Pada bulan September 1955 dan Desember 1955. diadakan pemilihan umum, masing-

masing memilih anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Konstituante.

Tugas Konstituante adalah untuk membuat suatu Rancangan Undang-Undang Dasar

sebagai pengganti UUDS 1950, yang menurut Pasal 134 akan ditetapkan secepatnya

bersama-sama dengan Pemerintah. Untuk mengambil keputusan mengenai Undang-

Undang Dasar, maka Pasal 137 UUDS 1950 menyatakan sebagai berikut.

a) Untuk mengambil putusan tentang Rancangan Undang-Undang Dasar baru, maka

sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota Konstituante harus hadir.

b) Rancangan tersebut diterima jika disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah

anggota yang hadir.

c) Rancangan yang telah diterima oleh Konstituante, dikirimkan kepada Presiden untuk

disahkan oleh Pemerintah.

d) Pemerintah harus mengesahkan rancangan itu dengan segera, serta mengumumkan

Undang-Undang Dasar itu dengan keluhuran.

55
Sejak 5 Juli 1959, Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia. Sejak itu telah cukup banyak pengalaman yang kita

peroleh dalam melaksanakan UUD 1945. Apabila dilihat pelaksanaan UUD 1945 untuk

kurun waktu antara 1959 - 1965 (orde lama), lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR,

DPA, dan BPK belum dibentuk berdasarkan undang-undang seperti yang ditentukan dalam

UUD 1945. Lembaga-lembaga negara tersebut masih dalam bentuk sementara. Belum lagi

jika kita mengupas tentang fungsi lembaga-lembaga negara tersebut apakah telah sesuai

atau tidak dengan ketentuan UUD 1945.

Dalam masa orde lama, Presiden, selaku pemegang kekuasaan eksekutif dan pemegang

kekuasaan legislatif bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat telah menggunakan

kekuasaannya dengan tidak semestinya. Presiden telah mengeluarkan produk legislative

yang pada hakikatnya adalah undang-undang (sehingga sesuai UUD 1945 harus dengan

persetujuan DPR) dalam bentuk penetapan Presiden, tanpa persetujuan DPR.

3. Masa orde baru

Gagalnya memperebutkan kekuasaan oleh G-30-S/PKI, telah dapat diungkapkan dan

dibuktikan, baik melalui sidang pengadilan maupun bahan dan keterangan lainnya, bahwa

PKI-lah yang mendalangi secara sadar dan berencana coup d'etat itu. Perbuatan jahat itu

bukan hanya telah menimbulkan korban jiwa dan harta yang cukup besar dan melanggar

hukum dan UUD yang berlaku, melainkan juga telah jelas mempunyai tujuan untuk

mengganti dasar falsafah dengan dasar falsafah yang lain.

Dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia, PKI telah dua kali mengkhianati negara,

bangsa dan dasar negara. Atas dasar itulah, rakyat menghendaki dan menuntut

dibubarkannya PKI. Namun, pimpinan negara waktu itu tidak mau mendengarkan dan

56
tidak mau memenuhi tuntutan rakyat, sehingga timbullah apa yang disebut situasi politik

antara rakyat di satu pihak dan Presiden di lain pihak. Keadaan semakin meruncing,

keadaan ekonomi dan keamanan makin tidak terkendalikan. Dengan dipelopori oleh

pemuda/mahasiswa, rakyat menyampaikan tri tuntutan rakyat (Tritura), yaitu sebagai

berikut.

a) Bubarkan PKI.

b) Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI.

c) Turunkan harga-harga/perbaiki ekonomi.

Dalam rangka pembentukan kelembagaan negara MPR, DPR, DPA, BPK, dan MA

sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, dilakukan dengan undang-undang.

Oleh karena itu, Pemerintah bersama DPR mengeluarkan undang-undang, yaitu sebagai

berikut.

a) UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum.

b) UU No. 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.

c) UU No. 3 Tahun 1967 tentang Dewan Pertimbangan Agung, kemudian diubah dengan

UU No. 4 Tahun 1978.

d) UU No. 5 Tahun 1973 tentang Susunan dan Kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan.

e) UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman

yang menjadi landasan kerja bagi Mahkamah Agung dan Badan-badan peradilan lainnya,

sedangkan mengenai Mahkamah Agung pengaturannya terdapat di dalam UU No. 14

Tahun 1985.

4. Masa reformasi
Setelah berakhirnya pemerintahan Soeharto, terbukalah kesempatan para pakar untuk

membicarakan perlunya Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan amandemen. Beberapa

57
pakar yang mengutamakan perlunya perubahan UUD 1945 antara lain Laica Marzuki,

Muchsan, dan Moh. Mahmud MD.

Dalam kenyataannya, selama 32 tahun pemerintahan orde baru memberikan kekuasaan

yang maha dahsyat kepada Presiden, baik sebagai kepala negara maupun sebagai kepala

pemerintahan, sehingga hasilnya justru lebih parah dari pada yang terjadi pada masa orde

lama.

Sebagai usaha untuk megembalikan kehidupan negara yang berkedaulatan. rakyat

berdasarkan UUD 1945, salah satu aspirasi yang terkandung di dalam semangat reformasi

adalah melakukan amandemen terhadap UUD 1945, maka pada awal globalisasi MPR telah

mengeluarkan seperangkat ketetapan secara landasan konstitusionalnya.

Dengan disahkannya perubahan pertama, kedua, ketiga dan keempat UUD


1945 dalam sidang tahunan MPR 2002 merupakan sebuah lombatan besar ke depan bagi
bangsa Indonesia, karena bangsa Indonesia telah mempunyai sebuah UUD yang lebih
sempurna dibandingkan dengan UUD 1945 sebelumnya. Kalau pun nantinya ditemukan
kekurangsempurnaan dalam rumusan perubahan UUD 1945 yang baru, harus diakui tidak
ada pekerjaan manusia yang sempurna di mana pun. Komisi Konstitusi akan segera
menyempurnakan perubahan UUD itu.
C. Struktur Lembaga Negara Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945

Pada dasarnya hubungan diantara lembaga negara tidak banyak mengalami perubahan. Namun
perubahan itu justru tampak dalam struktur lembaga negaranya. Sebelum amandemen struktur

58
lembaga negara terdiri dari MPR sebagai lembaga tertinggi, Presiden, DPR, DPA, BPK dan MA.
Namun setelah dilakukan amandemen lembaga negara berkembang yaitu MPR, DPR, DPD,
Presiden, MA, MK, dan BPK. Perbedaanya ada dipoint pengapusan istilah lembaga tertinggi,
sehingga semua menjadi lembaga tinggi negara.

59
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalamilmu kenegaraan populer disebut
sebagai dasar filsafat negara (pilisophisce gronslag). Dalam kedudukan ini Pancasila
merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara,
termasuk dalam sumber tertib hukum di Indonesia, sehingga Pancasila merupakan sumber
nilai, norma dan kaidah baik moral maupun hukum di Indonesia. Dalam kedudukan dan
fungsi Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, pada hakikatnya merupakan suatu dasar
dan asas kerohanian dalam setiap aspek penyelenggaraan negara termasuk dalam
penyusunan tertib hukum di Indonesia.Maka kedudukan Pancasila sesuai dengan yang
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum
di Indonesia, sesuai dengan yang tercantum dalam penjelasan tentang pembukaan UUD
yang termuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II no. 7, hal ini dapat disimpulkan
bahwa pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber hukum positif Indonesia. Dengan
demikian seluruh peraturan perundang – undangan di Indonesia harus bersumber pada
Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung dasar filsafat Indonesia.

B. Saran
Dalam makalah ini, penulis memberikan gambaran umum tentang Pancasila Dalam
Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia. Namun tidak menutup kemungkinan banyak
persoalan yang kurang tuntas dalam pembahasan ini, sehingga perlu tinjauan kembali dari
teman-teman terlebih dari dosen pembimbing untuk memberikan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah ini dan semoga menjadi bermanfaat bagi kita semua.

60
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Syahrial Syarbaini, M. (2014). Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi.

Jakarta: Ghalia Indonesia.

61

Anda mungkin juga menyukai