Anda di halaman 1dari 33

TUGAS EKONOMI TEKNIK

DEPRESIASI DAN PAJAK PENGHASILAN

Dosen Pengajar: Prof. Dr. Ir. Muhammad Turmuzi MS

Disusun Oleh Kelompok 3:

Aidha Sekar Berutu 200405002


Fachri Fadillah 200405012
Fahrizal Husin 200405013
Deska Rizki Pratama 200405064
Ekki Nurfauzi 200405124
Ria Sabarita Br Purba 200405125

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya,
kami dapat menyelesaikan tugas berjudul "Tugas Ekonomi Teknik Rangkuman Bab 7 William
G Sullivan Depresiasi." Rangkuman ini merupakan hasil dari upaya kami dalam menyelesaikan
tugas matakuliah Ekonomi Teknik.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang
telah membantu dan memberikan dukungan selama proses pembuatan tugas ini. Terima kasih
kepada dosen kami, Prof. Dr. Ir. Muhammad Turmuzi MS. yang telah mengajarkan dan
mengarahkan kami dalam pengerjaan tugas ini. Tanpa ilmu dan bimbingan beliau, kami tidak
akan mampu menyelesaikan tugas rangkuman ini.

Akhir kata, kami berharap rangkuman ini dapat memberikan kontribusi kecil dalam
pemahaman kepada definisi dan perhitungan depresiasi pada sistem ekonomi. Kami sadar
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, namun kami berharap bahwa dapat memberikan
inspirasi bagi pembacanya.

Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Terima kasih.

Medan, 25 Oktober 2023

Kelompok 3
BAB 7
DEPRESIASI DAN PAJAK PENGHASILAN

7.1 Pengenalan

Pajak telah dipungut sejak awal peradaban. Sebagian besar organisasi


mempertimbangkan pengaruh pajak penghasilan pada hasil keuangan dari proyek rekayasa
yang diusulkan karena pajak penghasilan biasanya mewakili arus kas keluar yang signifikan
yang tidak dapat diabaikan dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan bab-bab sebelumnya,
kita sekarang dapat menjelaskan bagaimana kewajiban pajak penghasilan (atau kredit) dan arus
kas setelah pajak ditentukan dalam praktik perekayasaan. Dalam bab ini, prosedur After-Tax
Cash Flow (ATCF) akan digunakan dalam analisis investasi modal karena prosedur ini
menghindari masalah yang tak terhitung jumlahnya terkait dengan pengukuran laba bersih
perusahaan.

7.2 Konsep Depresiasi dan Terminologi

Depresiasi atau penyusutan adalah penurunan nilai properti fisik seiring dengan
berlalunya waktu dan penggunaan. Lebih khusus lagi, penyusutan adalah konsep akuntansi
yang menetapkan pengurangan tahunan terhadap pendapatan sebelum pajak sehingga pengaruh
waktu dan penggunaan terhadap nilai aset dapat tercermin dalam laporan keuangan perusahaan.

Penyusutan adalah biaya non-tunai yang dimaksudkan untuk "menyamakan" pecahan


tahunan dari nilai yang digunakan oleh suatu aset dalam menghasilkan pendapatan selama
masa pakai aset tersebut. Jumlah penyusutan yang sebenarnya tidak akan pernah dapat
ditentukan hingga aset tersebut tidak digunakan lagi. Karena penyusutan adalah biaya non-
tunai yang mempengaruhi pajak penghasilan, kita harus mempertimbangkannya dengan benar
ketika membuat studi ekonomi teknik setelah pajak.

Suatu properti dapat didepresiasi jika memenuhi hal-hal berikut persyaratan dasar:

a) Harus digunakan dalam bisnis atau dimiliki untuk menghasilkan pendapatan.


b) Harus memiliki masa manfaat yang dapat ditentukan, dan masa manfaatnya harus lebih
dari satu tahun.
c) Harus berupa sesuatu yang aus, membusuk, habis, usang, atau kehilangan nilai karena
sebab-sebab alamiah.
d) Bukan merupakan persediaan, barang dagang, atau properti investasi.
Properti yang dapat didepresiasi diklasifikasikan sebagai berwujud atau tidak berwujud.
Properti berwujud dapat dilihat atau disentuh, dan mencakup dua jenis utama yang disebut
properti pribadi dan properti nyata. Properti pribadi mencakup aset seperti mesin, kendaraan,
peralatan, furnitur, dan barang-barang serupa. Sebaliknya, Properti nyata adalah tanah dan
umumnya segala sesuatu yang dibangun di atas, tumbuh di atas, atau melekat pada tanah.
Namun, tanah itu sendiri tidak dapat didepresiasi, karena tidak memiliki masa pakai yang pasti.

Harta tak berwujud adalah harta pribadi seperti hak cipta, paten, atau waralaba. Kami
tidak akan membahas penyusutan aset tak berwujud dalam bab ini karena proyek-proyek teknik
jarang memasukkan kelas properti ini.

7.2.1 Definisi yang sering digunakan dalam depresiasi


a) Adjusted (Cost) Basis
Dasar biaya awal aset, disesuaikan dengan kenaikan atau penurunan yang
diperbolehkan, digunakan untuk menghitung pengurangan penyusutan. Sebagai
contoh, biaya perbaikan pada aset modal dengan masa manfaat lebih dari satu tahun
akan meningkatkan dasar biaya awal, dan kerugian akibat kecelakaan atau pencurian
akan menguranginya. Jika basisnya diubah, pengurangan penyusutan mungkin perlu
disesuaikan.
b) Basis atau Basis Biaya
Biaya awal untuk memperoleh aset (harga pembelian ditambah pajak
penjualan), termasuk biaya transportasi dan biaya normal lainnya untuk membuat aset
tersebut dapat digunakan sesuai dengan tujuan penggunaannya; jumlah ini juga disebut
dasar biaya yang belum disesuaikan.
c) Book Value (BV)
Nilai properti yang dapat disusutkan seperti yang ditunjukkan pada catatan
akuntansi perusahaan. Ini adalah dasar biaya asli properti, termasuk penyesuaian apa
pun, dikurangi semua pengurangan penyusutan yang diizinkan. Dengan demikian, ini
mewakili jumlah modal yang tetap diinvestasikan dalam properti dan harus dipulihkan
di masa depan melalui proses akuntansi. BV suatu properti mungkin bukan ukuran yang
akurat dari nilai pasarnya. Secara umum, BV suatu properti pada akhir tahun ke-k
d) Market Value (MV)
Jumlah yang akan dibayarkan oleh pembeli yang bersedia kepada penjual yang
bersedia untuk sebuah properti, di mana masing-masing memiliki keuntungan yang
sama dan tidak ada paksaan untuk membeli atau menjual. MV memperkirakan nilai
sekarang dari apa yang akan diterima melalui kepemilikan properti, termasuk nilai
waktu dari uang (atau keuntungan).

e) Recovery Period
Jumlah tahun di mana dasar properti dipulihkan melalui proses akuntansi.
Untuk metode penyusutan klasik, periode ini biasanya adalah masa manfaat. Di bawah
MACRS, periode ini adalah kelas properti untuk Sistem Penyusutan Umum (General
Depreciation System/GDS), dan ini adalah masa manfaat untuk Sistem Penyusutan
Alternatif (Alternative Depreciation System/ADS).
f) Recovery Rate
Persentase (dinyatakan dalam bentuk desimal) untuk setiap tahun periode
pemulihan MACRS yang digunakan untuk menghitung penyusutan tahunan
pengurangan.
g) Salvage Value (SV)
Estimasi nilai suatu properti pada akhir masa manfaatnya. Merupakan harga jual
yang diharapkan dari suatu properti ketika aset tersebut tidak lagi dapat digunakan
secara produktif oleh pemiliknya. Istilah nilai sisa bersih digunakan ketika pemilik akan
mengeluarkan biaya untuk membuang properti, dan arus kas keluar ini harus dikurangi
dari arus kas masuk untuk mendapatkan SV bersih akhir. Berdasarkan MACRS, SV
dari properti yang dapat disusutkan didefinisikan sebagai nol.
h) Masa manfaat
Masa yang diharapkan (estimasi) dimana suatu aset tetap akan digunakan dalam
perdagangan atau bisnis untuk menghasilkan pendapatan. Ini bukan berapa lama
properti akan bertahan tetapi berapa lama pemilik berharap untuk menggunakannya
secara produktif.

7.3 Metode Klasik Depresiasi


7.3.1 Metode Garis Lurus/Straight-Line (SL)
Penyusutan SL adalah metode penyusutan yang paling sederhana. Metode ini
mengasumsikan bahwa jumlah depresiasi konstan setiap tahun selama masa manfaat aset yang
dapat disusutkan. Dapat dinyatakan dalam persamaan berikut
dk = (B-SVN)/N
d*k = k . dk untuk 1≤k≤N
BVk = B − d∗k
N = umur yang dapat disusutkan (periode pemulihan) aset dalam tahun;
B = dasar biaya, termasuk penyesuaian yang diperbolehkan;
dk = pengurangan penyusutan tahunan pada tahun ke-k (1 ≤ k ≤ N);
BVk = nilai buku pada akhir tahun k;
SVN = estimasi nilai sisa pada akhir tahun N; dan
d∗k = penyusutan kumulatif hingga tahun k,

7.3.2 Metode Saldo Menurun/Declining-Balance (DB)


Dalam metode DB, kadang-kadang disebut metode persentase konstan atau rumus
Matheson, diasumsikan bahwa biaya penyusutan tahunan adalah persentase tetap dari BV pada
awal tahun. Rasio penyusutan dalam satu tahun terhadap BV pada awal tahun adalah konstan
selama umur aset dan dinyatakan dengan R (0 ≤ R ≤ 1). Dalam metode ini, R = 2/N ketika DB
200% digunakan digunakan (yaitu, dua kali tingkat SL 1/N), dan N sama dengan umur aset
yang dapat disusutkan (berguna) yang dapat disusutkan (berguna) dari suatu aset. Jika metode
150% DB yang digunakan, maka R = 1,5/N. Berikut ini hubungan berikut ini berlaku untuk
metode DB:
d1 = B(R)
dk = B(1 − R)k−1(R)
d∗k = B[1 − (1 − R)k]
BVk = B(1 − R)k

7.3.3 DB dengan Peralihan ke SL


Karena metode DB tidak pernah mencapai BV nol, maka diperbolehkan untuk beralih
dari metode ini ke metode SL sehingga BVN aset akan menjadi nol (atau jumlah lain, seperti
SVN).
7.3.4 Metode Satuan Produksi
Semua metode penyusutan yang dibahas hingga saat ini didasarkan pada waktu yang
telah berlalu (tahun) pada teori bahwa penurunan nilai properti terutama merupakan fungsi
waktu. Ketika penurunan nilai sebagian besar merupakan fungsi penggunaan, penyusutan dapat
didasarkan pada metode yang tidak dinyatakan dalam hitungan tahun. Metode unit produksi
biasanya digunakan dalam kasus ini.
Metode ini menghasilkan dasar biaya (dikurangi SV akhir) yang dialokasikan secara
merata selama estimasi jumlah unit yang diproduksi selama masa manfaat aset. Tingkat
penyusutan dihitung sebagai :
Depresiasi per unit produksi = (B-SVN)/ (Estimasi unit produksi seumur hidup)

7.4 Modified Accelerated Cost Recovery System (MACRS)

Modified Accelerated Cost Recovery System (MACRS) adalah metode untuk menghitung
depresiasi suatu asset yang terdiri dari 2 sistem yang digunakan dalam perhitungan depresiasi,
yaitu General Depreciation System (GDS) dan Alternate Depreciation System (ADS). Ketika
suatu asset masuk kedalam perhitungan depresiasi MACRS, informasi-informasi berikut wajib
diketahui, yaitu :

1. Basis Harga (B)


2. Tanggal asset mulai bekerja
3. Property Class dan Recovery Period
4. Metode MACRS yang akan digunakan (GDS atau ADS)
5. Jangka waktu yang akan digunakan (satu tahun, setengah tahun)

7.4.1 Property Class dan Recovery Period

Dalam metode MACRS, property yang dapat dikenakan depresiasi dikategoorikan


lebih lanjut. Tiap properti memiliki:

• Class Life (Jangka Waktu)


• Periode Pengembalian GDS (GDS Recovery Period)
• Periode Pengembalian ADS (ADS Recovery Period)

Contoh beberapa property yang dapat dikenakan depresiasi yang umum digunakan dalam usaha
dan bisnis dapat dilihat pada Tabel 7.2, yang dimana pada kolom ke-2 terdapat kalsifikasi
properti. Kemudian pada kolom ke-3 terdapat Class life, GDS Recovery Period dan ADS
Recovery Period.
Tabel 7.2 MACRS Class Lives and Recovery Periods

Dalam penggunaan GDS, berikut adalah informasi mengenai Property Class dan Reecovery
Period yang diberikan :

1. Properti Pribadi dikategorikan antara 6 Kategori (Properti dengan jangka waktu 3, 5, 7,


10, 15, 20 Tahun). Kategori Properti Pribadi ini sama dengan nilai GDS Recovery Period.
Bila ada aset yang tidak termasuk kedalam kategori manapun, maka akan di Depresiasi
sebagai kategori 7-Tahun
2. Properti Nyata dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu Non-Residental Real Property
dan Residental Rental Property.
3. GDS Recovery Period untuk Non-Residental Real Property adalah 39 Tahun (31,5 Tahun
bila dijalankan sebelum 13 Mei 1993) dan 27,5 Tahun untuk Residental Real Property.

Sementara itu dalam penggunaan ADS, informasi yang diberikan adalah sebagai berikut :

1. Untuk property milik pribadi, ADS Recovery Period nya dapat terlihat pada kolom
terakhir pada sebelah kanan Tabel 7.2, dan pada umumnya sama dengan Class Life dari
property tersebut
2. Bila ada property yang tidak masuk kedalnm kategori manapun, maka akan di Depresiasi
denagn ADS Recovery Period sebesar 12 Tahun.
3. Nilai ADS Recovery Period untuk Non-Residental Real Property adalah sebesar 40
Tahun.

7.4.2 Depreciation Methods, Time Convention dan Recovery Rates

Metode yang digunakan dalam perhitungan Depresiasi menggunakan MACRS adalah


sebagai berikut :

1. GDS untuk Properti Pribadi kategori 3, 5, 7 dan 10 tahun: Metode DB 200% dengan
peralihan ke Metode SL apabila Metode SL memberikan deduksi yang lebih besar.
2. GDS untuk Properti Pribadi kategori 15 dan 20 tahun: Metode DB 150% dengan
peralihan ke Metode SL apabila Metode SL memberikan deduksi yang lebih besar.
3. GDS untuk Non-Residental Real Property dan Residental Rental Property : Moetode SL
selama periode GDS Recovery Period.
4. ADS : Metode SL untuk Properti Pribadi dan Properti Nyata selama periode ADS
Recovery Period

Dalam perhitungan depresiasi menggunakan MACRS terdapat aturan Half-year


Convention, yaitu suatu aturan yang mengizinkan perhitungan depresiasi dilakukan per
setengah tahun. Aturan ini mengizinkan alat yang dipasang tahun ini diangap dipasang pada
pertengahan tahun, perhitungan Depresiasi untuk 1,5 tahun dan apabila suatu alat dihentikn
peggunaannya sebelum masa pakainya habis maka diperbolehkan untuk hanya mengambil
depresiasi setengahnya saja untuk tahun tersebut.

Contoh perhitungan GDS Recovery Rate (rk) untuk keenam kategori Properti Pribadi
dengan metode DB 200% dapat dilihat pada Tabel 7.3, termasuk perhitungan Setengah Tahun
pada tahun pertama dan tahun terakhir dan peralihan dari metode DB ke metode SL ketika
metode SL memberikan deduksi yang lebih besar.

Deduksi Depresiasi (dk) dapt dihitung dengan menggunakna persamaan berikut :

𝑑𝑘 = 𝑟𝑘 𝑥 𝐵; 1 ≤ 𝜃 ≤ 𝑁

Dimann rk adalah recovery rate untuk tahun ke-k dari tabel 7.3

Tabel 7.3 GDS Recovery Rate (rk) untuk keenam kategori Properti Pribadi
Tabel 7.4 menunjukkan rangkuman mengenai aturan utama GDS dibawah MACRS,
termasuk didalamnya beberpa contoh kasus khusus. Gambar 7.1 menunjukkan diagram alir
perhitungan deduksi depresiasi menggunakan MACRS, termasuk didalamnya kondisi
pemilihan digunakannya GDS atau ADS. Pada umunya akan digunakan GDS, kecuali jika
terdapat suatu kondisi khusus yang mengharuskan menggunakan ADS.
Tabel 7.4 Metode Perhitungan Depresiasi dengan menggunakan GDS

Gambar 7.1 Flowchart Pemilihan Metode MACRS


7.5 Contoh Soal Depresiasi

Contoh 7.7

Perusahaan Bus La Salle telah memutuskan untuk membeli bus baru seharga $85.000
dengan tukar tambah bus lama mereka. Bus lama memiliki BV sebesar $10.000 pada saat tukar
tambah. Bus baru akan digunakan selama 10 tahun sebelum dijual kembali. Perkiraan SV pada
saat itu diperkirakan sebesar $5.000.

Pertama, kita harus menghitung Basis Harga (B). Basisnya adalah harga beli asli bus
ditambah BV bus lama yang ditukar tambah [Persamaan (7-11)]. Dengan demikian, basisnya
adalah $85.000 + $10.000, atau $95.000. Jika dilihat pada Tabel 7-2 dapat ditentukan bahwa
bus termasuk kelas aset 00.23, oleh karena itu bus memiliki Recovery Period selama sembilan
tahun. Pada contoh akan dilakukan perhitungan menggunakan metode klasik dan metode GDS
dengan jangka waktu 5 tahun.

Jawaban 1: Metode SL

Dalam penggunaan Metode SL digunakan jangka waktu 9 tahun walaupun bus akan digunakan
selama 10 tahun, dengan menggunakan Persamaan (7.2) dan (7.4) diperoleh

$95.000 − $5.000
𝑑𝑘 = = $10.000; 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑘 = 1 ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 9
9 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛

Metode SL
EOY, k dk BVk
0 - $95.000
1 $10.000 $85.000
2 $10.000 $75.000
3 $10.000 $65.000
4 $10.000 $55.000
5 $10.000 $45.000
6 $10.000 $35.000
7 $10.000 $25.000
8 $10.000 $15.000
9 $10.000 $5.000
Dapat dilihat bahwa tidak ada depresiasi setelah tahun ke-9 karena jangka waktunya hanya 9
tahun. Nilai BV aakhir akan tetap pada $5.00 hingga bus dijual;.

Jawaban 2: Metode DB

Dalam perhitungan ini akan digunakan menggunakan DB 200%. Dengan menggunakan


persamaan (7.6) dan (7.8) diperoleh

2
𝑅= = 0,2222
9

𝑑1 = $95.000 (0,2222) = $21.111

𝑑5 = $95.000 (1 − 0,2222)4 (0,2222) = $7.726

𝐵𝑉5 = $95.000 (1 − 0,2222)5 = $27.040

Metode DB 200%
EOY, k dk BVk
0 - $95.000
1 $21,111 $73,889
2 $16,420 $57,469
3 $12,771 $44,698
4 $9,932 $34,765
5 $7,726 $27,040
6 $6,009 $21,031
7 $4,674 $16,357
8 $3,635 $12,722
9 $2,827 $9,895

Jawaban 3: Metode DB dengan peralihan ke Metode SL

Dalam contoh ini akan digunakan Metode DB 200%. Karena metode DB tidak memungkinkan
mencapai BV = 0, maka akan dilakukan peralihan menjadi Metode SL agar diperoleh BV =
$5.000 pada akhir masa jangka waktu 9 tahun bus tersebut.
EOY Beginning- of- SL Method (BV9 Depreciation
k Year BV 200% DB Method = $5,000) Amount Selected
1 $95,000 $21,111 $10,000 $21,111
2 73,889 16,420 8,611 16,420
3 57,469 12,771 7,496 12,771
4 44,698 9,933 6,616 9,933
5 34,765 7,726 5,953 7,726
6 27,040 6,009 5,510 6,009
7 21,031 4,674 5,344 5,344°
8 15,687 3,635 5,344 5,344
9 10,344 2,827 5,344 5,344

Jawaban 4: Metode MACRS (GDS) dengan perhitungan setengah tahun

Untuk contoh dalam penggunaan GDS, akan digunakan perhitungan untuk (a) bus dijual pada
tahun ke-5 dan (b) bus dijual pada tahun ke-6

(a) Bus dijual pada tahun ke-5

Metode DB 200%
EOY, k Faktor dk BVk
0 - - $95.000
1 0.200 $19.000 $76,000
2 0.3200 $30,400 $45,600
3 0.1920 $18,240 $27,360
4 0.1152 $10,944 $16,416
5 0.0576 $5,472 $10,944
(b) Bus dijual pada tahun ke-6

Metode DB 200%
EOY, k Faktor dk BVk
0 - - $95.000
1 0.200 $19.000 $76,000
2 0.3200 $30,400 $45,600
3 0.1920 $18,240 $27,360
4 0.1152 $10,944 $16,416
5 0,1152 $10,944 $5,472
6 0.0576 $5,472 $0

Dapat dilihat bahwa diantara kedua kasus, bahwa dari tahun ke-1 hingga tahun ke-4 tidak
berubah. Jika bus dijual pada tahun ke-5, hanya setengah dari depresiasi normal yang diambil,
jika bus dijual pada tahun ke-6, pada akhir periode, jumlah depresiasi terakhir tidak dibagi 2.

Perbandingan antara metode dapat dilihat pada Gambar 7.3 yang dimana diplot kan grafik
anatar Waktu (Tahun) terhadap nilai BV tahun tersebut. Nilai PW (10%) tiap metode juga
dihitung, pada umumnya nilai PW dari depresiasi yang lebih tinggi lebih diinginkan, maka dari
itu dapat dilihat bahwa metode MACRS lebih menarik bagi perusahaan.

Gambar 7.3 Grafik antara Waktu terhadap Nilai BV dan Nilai PW dari tiap Metode
7.6 Pajak Penghasilan (PPh)

Terdapat berbagai jenis pajak diantaranya adalah


1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); berdasarkan nilai harta yang dimiliki.
2. Pajak Penjualan (PP); berdasarkan pembelian barang atau jasa
3. Pajak Cukai; Pajak yang dikenakan atas penjualan barang atau jasa tertentu menurut UU
Cukai.
4. Pajak Penghasilan (PPh)
Menurut Herryanto dan Toly (2013) Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang
dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun pajak. Pajak penghasilan tergolong
dalam jenis pajak langsung yang beban pajaknya harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak
yang bersangkutan dan tidak bisa dialihkan ke orang lain. Pajak penghasilan dihitung
berdasarkan jumlah penghasilan dikurangi pengurangan yang diperbolehkan. Mereka dikenai
pajak oleh pemerintah federal, sebagian besar negara bagian, dan terkadang pemerintah kota.
Tingkat Pengembalian Minimun yang Dapat Diterima (MARR) sebelum pajak lebih besar
dari sesudah pajak. Perkiraan persyaratan MARR sebelum pajak, yang mencakup pengaruh
pajak penghasilan, untuk studi yang hanya melibatkan BTCF (Cash Flow Sebelum Pajak) dapat
diperoleh dari hubungan berikut:
(MARR sebelum pajak)(1-Nilai Pajak Penghasilan Efektif) = MARR setelah pajak
MARR setelah pajak
Maka, MARR sebelum pajak =
1−Nilai Pajak Penghasilan Efektif

MARR setidaknya harus berupa biaya modal rata-rata tertimbang yang disesuaikan dengan
pajak (WACC). Berikut adalah cara menghitung WACC:
WACC = 𝜆(1 − 𝑡)𝑖𝑏 + (1 − 𝜆)𝑒𝑎
Dimana:
λ = modal perusahaan yang dipinjam dari pemberi pinjaman
t = tarif pajak penghasilan efektif dalam desimal
𝑖𝑏 = bunga sebelum pajak yang dibayarkan atas modal pinjaman
𝑒𝑎 = biaya modal ekuitas setelah pajak

Seringkali nilai yang lebih tinggi dari WACC diberikan pada MARR setelah pajak
untuk mencerminkan biaya peluang modal, risiko yang dirasakan dan ketidakpastian proyek
yang dievaluasi, dan isu-isu kebijakan seperti pertumbuhan organisasi dan kepuasan pemegang
saham.
Penghasilan badan usaha kena pajak di setiap akhir tahunnya dengan menghitung
pendapatan kotor. Korporasi dapat mengurangi dari pendapatan kotor semua biaya operasional
biasa dan yang diperlukan untuk menjalankan bisnis kecuali investasi modal. Pengurangan
depresiasi diperbolehkan setiap masa pajak untuk memulihkan investasi modal secara
konsisten dan sistematis. Maka dari itu,
Penghasilan kena pajak = Laba kotor - Semua biaya kecuali penanaman modal -
Pengurangan depresiasi.

7.7 Nilai Pajak Penghasilan Efektif Dalan Perusahaan

Struktur tarif pajak penghasilan badan federal pada tahun 2006 ditunjukkan pada Tabel
7-5. Bergantung pada kelompok pendapatan kena pajak yang dimiliki suatu perusahaan untuk
suatu tahun pajak, tarif federal marjinal dapat bervariasi dari 15% hingga maksimum 39%.
Namun perlu diperhatikan bahwa tarif pajak rata-rata tertimbang atas penghasilan kena pajak
= $335.000 adalah 34%, dan tarif pajak rata-rata tertimbang atas penghasilan kena pajak =
$18.333.333 adalah 35%. Oleh karena itu, jika suatu badan mempunyai penghasilan kena pajak
untuk suatu tahun pajaklebih besar dari$18.333.333, pajak federal dihitung dengan
menggunakan tarif tetap sebesar 35%.
Contoh 7-9 Menghitung Pajak Penghasilan

Misalkan sebuah perusahaan untuk suatu tahun pajak mempunyai pendapatan kotor
sebesar $5.270.000, pengeluaran (tidak termasuk modal) sebesar $2.927.500, dan pengurangan
penyusutan sebesar $1.874.300. Berapakah penghasilan kena pajak dan pajak penghasilan
federal untuk tahun pajak tersebut, berdasarkan Persamaan (7-14) dan Tabel 7-5?
Penyelesaian:

Pendapatan kena pajak = Pendapatan kotor − Beban − Pengurangan penyusutan

= $5.270.000 − $2.927.500 − $1.874.300

= $468.200

Pajak penghasilan = 15% dari $50.000 pertama $7.500

+25% dari $25.000 berikutnya $6.250

+34% dari $25.000 berikutnya $8.500

+39% dari $235.000 berikutnya $91.650

+34% dari $133.200 berikutnya $45.288

Total $159.188

Total kewajiban pajak dalam kasus ini adalah $159.188. Sebagai catatan tambahan, kita
dapat menggunakan tarif tetap sebesar 34% dalam contoh ini karena tarif pajak rata-rata
tertimbang federal pada penghasilan kena pajak = $335.000 adalah 34%. Sisa penghasilan kena
pajak sebesar $133.200 di atas jumlah ini termasuk dalam golongan pajak 34% (Tabel 7-5).
Jadi kita punya 0,34($468.200) = $159.188.
Untuk menggambarkan perhitungan tarif pajak penghasilan efektif (T) untuk perusahaan
besar berdasarkan pertimbangan pajak pendapatan federal dan negara bagian, namun
asumsikan tarif pajak pendapatan federal yang berlaku adalah 35% dan tarif pajak pendapatan
negara bagian adalah 8%. Selanjutnya asumsikan kasus umum di mana penghasilan kena pajak
dihitung dengan cara yang sama untuk kedua jenis pajak, kecuali bahwa pajak penghasilan
negara bagian dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak untuk tujuan perpajakan federal,
namun pajak penghasilan federal tidak dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak untuk
tujuan perpajakan negara bagian. Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, persamaan umum tarif
pajak penghasilan efektif adalah

t = tarif negara + tarif federal (1 - tarif negara)

atau t = tarif negara + (1 – tarif federal)(tarif negara)

Dalam contoh ini, tarif pajak penghasilan efektif untuk perusahaan adalah

t = 0,08 + 0,35(1 − 0,08) = 0,402, atau sekitar 40%.

Tarif pajak penghasilan efektif pada peningkatan penghasilan kena pajak merupakan hal
yang penting dalam studi ekonomi teknik. Konsep yang memplot tarif pajak pendapatan federal
dan tanda kurung dan menunjukkan pendapatan kena pajak tambahan (inkremental) dan pajak
pendapatan federal yang akan dihasilkan dari proyek rekayasa yang diusulkan. Dalam hal ini,
perusahaan diasumsikan memiliki penghasilan kena pajak lebih besar dari $18.333.333 untuk
tahun pajaknya. Konsep yang sama, bagaimanapun, berlaku untuk perusahaan yang lebih kecil
dengan penghasilan kena pajak yang lebih kecil pada tahun pajaknya.
7.8 Keuntungan (Kerugian) atas Pelepasan Aset

Ketika aset terdepresiasi (depreciable asset) (properti pribadi atau real berwujud)
dijual, maka MV jarang sama dengan BV-nya [Persamaan (7-1)].

BV = Basis biaya – akumulasi penyusutan Pers. (7-1)

Secara umum keuntungan (kerugian) penjualan properti yang dapat disusutkan adalah
nilai pasar dikurangi nilai bukunya pada saat itu,

[Keuntungan (kerugian) dari pelepasan]N = MVN - BVN

Ketika penjualan menghasilkan keuntungan, hal ini sering disebut sebagai perolehan
kembali depresiasi (depreciation recapture). Tarif pajak atas keuntungan (kerugian) pelepasan
harta pribadi yang dapat disusutkan biasanya sama dengan penghasilan atau kerugian biasa,
yaitu tarif pajak penghasilan efektif, t.

Ketika suatu aset modal (capital asset) dijual atau ditukar, keuntungan (kerugian)
disebut sebagai keuntungan (kerugian) modal (Capital gain (loss)). Contoh aset modal (capital
asset) adalah saham, obligasi, emas, perak, dan logam lainnya, serta properti nyata seperti
rumah. Karena analisis ekonomi teknik jarang melibatkan keuntungan (kerugian) modal yang
sebenarnya (actual capital gain (loss)), rincian yang lebih kompleks dari situasi ini tidak
dibahas lebih lanjut.

Contoh 7-11: Konsekuensi Pajak dari Penjualan Aset

Sebuah perusahaan menjual peralatan selama tahun pajak berjalan seharga $78.600. Catatan
akuntansi menunjukkan bahwa basis biayanya, B, adalah $190.000 dan akumulasi
penyusutannya adalah $139.200. Asumsikan tarif pajak penghasilan efektif adalah 0,40 (40%).
Berdasarkan informasi ini, tentukan:

a) keuntungan (kerugian) dari pelepasan,


b) kewajiban pajak (atau kredit) yang dihasilkan dari penjualan ini,
c) kewajiban pajak (atau kredit) jika akumulasi penyusutan adalah $92.400, bukan $139.200.

Penyelesaian:

a) BV pada saat penjualan adalah $190.000 - $139.200 = $50.800.


Oleh karena itu, keuntungan pelepasan adalah $78.600 - $50.800 = $27.800.
b) Pajak terhutang atas keuntungan ini adalah -0,40($27.800) = -$11.120.
c) Dengan akumulasi penyusutan, 𝑑𝑘∗ = $92.400, BV pada saat penjualan adalah $190.000 -
$92.400 = $97.600.
Kerugiannya adalah $78.600 - $97.600 = -$19.000.
Kredit pajak akibat kerugian pelepasan ini adalah -0,40(-$19.000) = $7.600.

7.9 Prosedur Umum Pembuatan Analisis Ekonomi Setelah Pajak


Analisis ekonomi setelah pajak menggunakan ukuran profitabilitas yang sama seperti
analisis sebelum pajak. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa arus kas setelah pajak (After Tax
Cash Flow/ATCF) digunakan sebagai pengganti arus kas sebelum pajak (Before Tax Cash
Flow/BTCF) dengan memasukkan pengeluaran (atau tabungan) ke dalam pajak penghasilan
dan kemudian membuat penghitungan nilai ekivalen/setara menggunakan MARR setelah
pajak.

Tarif pajak dan peraturan yang mengaturnya mungkin rumit dan dapat berubah, namun,
setelah tarif dan peraturan tersebut diterjemahkan ke dalam dampaknya terhadap ATCF,
analisis setelah pajak selanjutnya akan relatif mudah.

Jika:

𝑅𝑘 = pendapatan (dan tabungan) dari proyek (ini adalah arus kas masuk dari proyek selama
periode k);

𝐸𝑘 = arus kas keluar selama tahun k untuk biaya yang dapat dikurangkan;

𝑑𝑘 = jumlah semua biaya non-kas, atau buku, selama tahun k, seperti penyusutan;

t = tarif pajak penghasilan efektif atas penghasilan biasa (ordinary income) (federal, negara
bagian, dan lainnya), dengan t diasumsikan tetap konstan selama masa studi;

𝑇𝑘 = konsekuensi pajak penghasilan selama tahun k;

𝐴𝑇𝐶𝐹𝑘 = ATCF dari proyek selama tahun k.

Karena penghasilan kena pajak adalah (𝑅𝑘 − 𝐸𝑘 − 𝑑𝑘 ), maka konsekuensi pajak penghasilan
biasa, selama tahun k dihitung dengan Persamaan (7-18):

𝑇𝑘 = −𝑡(𝑅𝑘 − 𝐸𝑘 − 𝑑𝑘 ) Pers. (7-18)

Oleh karena itu, ketika 𝑅𝑘 > (𝐸𝑘 + 𝑑𝑘 ), timbul kewajiban pajak (yaitu arus kas negatif). Apabila
𝑅𝑘 < (𝐸𝑘 + 𝑑𝑘 ), maka terjadi penurunan jumlah pajak (satu kredit).
Dalam analisis ekonomi proyek teknik, ATCF pada tahun k dapat dihitung dalam
bentuk 𝐵𝑇𝐶𝐹𝑘 (BTCF pada tahun k):

𝐵𝑇𝐶𝐹𝑘 = 𝑅𝑘 − 𝐸𝑘 Pers. (7-19)

Maka,

𝐴𝑇𝐶𝐹𝑘 = 𝐵𝑇𝐶𝐹𝑘 + 𝑇𝑘 Pers. (7-20)

𝐴𝑇𝐶𝐹𝑘 = (𝑅𝑘 − 𝐸𝑘 ) − 𝑡(𝑅𝑘 − 𝐸𝑘 − 𝑑𝑘 )

𝐴𝑇𝐶𝐹𝑘 = (1 − 𝑡)(𝑅𝑘 − 𝐸𝑘 ) + 𝑡𝑑𝑘 Pers. (7-21)

Persamaan (7-21) menunjukkan bahwa setelah pajak penghasilan, pendapatan menjadi


(1 − 𝑡)𝑅𝑘 dan pengeluaran menjadi (1 − 𝑡)𝐸𝑘 . Perhatikan bahwa ATCF disebabkan oleh
penyusutan (pajak tabungan), 𝑡𝑑𝑘 pada tahun k.

Dalam bentuk tabel untuk memudahkan penghitungan ATCF menggunakan Persamaan


(7-18) dan (7-21) adalah sebagai berikut:

Kolom A terdiri dari informasi yang sama yang digunakan dalam analisis sebelum
pajak, yaitu pendapatan tunai (atau tabungan)(𝑅𝑘 ) dikurangi biaya yang dapat
dikurangkan(𝐸𝑘 ). Kolom B berisi penyusutan yang dapat diklaim untuk tujuan perpajakan
(𝑑𝑘 ). Kolom C adalah penghasilan kena pajak atau jumlah yang dikenakan pajak penghasilan.
Kolom D berisi pajak penghasilan yang dibayarkan (atau diselamatkan). Terakhir, kolom E
menunjukkan ATCF yang akan digunakan secara langsung dalam analisis perekonomian
setelah pajak.

Catatan yang perlu diperhatikan mengenai definisi BTCF (dan ATCF) untuk proyek
adalah secara berurutan pada saat ini. BTCF didefinisikan sebagai pendapatan tahunan (atau
tabungan) yang dapat diatribusikan untuk suatu proyek dikurangi pengeluaran kas tahunannya.
Pengeluaran ini tidak termasuk bunga dan arus kas keuangan lainnya. Alasannya adalah arus
kas proyek seharusnya dianalisis secara terpisah dari arus kas keuangan. Termasuk beban
bunga dengan arus kas proyek tidak benar ketika kumpulan modal perusahaan digunakan untuk
melakukan proyek engineering. Mengapa? Kumpulan modal perusahaan terdiri dari modal
hutang dan modal ekuitas. Karena MARR biasanya menggunakan biaya modal rata-rata
tertimbang sebagai batas bawahnya, pendiskontoan MARR untuk investasi dari kumpulan
modal memperhitungkan biaya modal utang (bunga). Oleh karena itu, tidak perlu mengurangi
biaya bunga dalam menentukan BTCF, hal ini berarti menghitung dua kali biaya bunga yang
terkait dengan modal utang.

Gambar 7-5 Format umum (lembar kerja) untuk analisis setelah pajak; menentukan ATCF

Ringkasan proses penentuan ATCF setiap tahun dalam periode penelitian N-tahun
disajikan pada Gambar 7-5. Format Gambar 7-5 ini menyediakan cara yang mudah untuk
mengatur data dalam studi setelah pajak.

Judul kolom pada Gambar 7-5 menunjukkan operasi aritmatika untuk menghitung
kolom C, D, dan E ketika k = 1, 2, ..., N. Ketika k = 0, investasi modal biasanya terlibat, dan
perlakuan pajaknya (jika ada) diilustrasikan dalam contoh berikut. Tabel ini harus digunakan
dengan konvensi + untuk arus kas masuk atau tabungan dan - untuk arus kas keluar atau
peluang yang hilang.

Contoh 7-12: PW dari Jumlah Penyusutan MACRS

Misalkan aset dengan dasar biaya $100.000 dan periode pemulihan ADS selama lima tahun
disusutkan berdasarkan Sistem Penyusutan Alternatif (Alternate Depreciation System) (ADS)
MACRS, sebagai berikut:

Tahun 1 2 3 4 5 6
Pengurangan
$10,000 $20,000 $20,000 $20,000 $20,000 $10,000
Penyusutan

Jika tarif pajak penghasilan efektif perusahaan tetap konstan sebesar 40% selama periode enam
tahun ini, berapakah PW penghematan setelah pajak yang dihasilkan dari penyusutan ketika
MARR = 10% per tahun (setelah pajak)?

Penyelesaian:

PW kredit pajak (tabungan)/depresiasi karena jadwal penyusutan ini adalah

𝑃𝑊(10%) = ∑6𝑘=1 0,4𝑑𝑘 (1,10)−𝑘

𝑃𝑊(10%) = 0,4𝑥10.000 (1,10)−1 + 0,4𝑥20.000(1,10)−2 + 0,4𝑥20.000(1,10)−3 +


0,4𝑥20.000(1,10)−4 + 0,4𝑥20.000(1,10)−5 + 0,4𝑥10.000(1,10)−6

𝑃𝑊(10%) = 4.000(0,9091) + 8.000(0,8264) + 8.000(0,7513) + 8.000(0,6830) +


8.000(0,6209) + 4.000(0,5645)

𝑃𝑊(10%) = 3.636,364 + 6.611,57 + 6.010,518 + 5.464,108 + 4.967,371 + 2.257,896

𝑃𝑊(10%) = $28.947,83

Contoh 7-13: PW Setelah Pajak Suatu Aset

Aset pada Contoh 7-12 diharapkan menghasilkan arus kas masuk bersih (pendapatan bersih)
sebesar $30.000 per tahun selama periode enam tahun, dan MV terminalnya dapat diabaikan.
Jika tarif pajak penghasilan efektif adalah 40%, berapa jumlah yang mampu dibelanjakan
perusahaan untuk aset ini dan masih mendapatkan MARR? Apa arti dari kelebihan apa pun
dari jumlah yang terjangkau dengan dasar biaya $100.000 seperti yang diberikan pada Contoh
7-12? [Setara PW setelah pajak]

Penyelesaian:

Setelah pajak penghasilan, PW pendapatan bersih selama 6 tahun adalah :

(1 − 0,4)($30.000)(𝑃/𝐴, 10%, 6) = $18.000(4,3553) = $78.395

Setelah ditambahkan PW penghematan pajak dihitung pada Contoh 7-12, jumlah yang
terjangkau adalah
Total PW = $28.947 + $78.395 = $107.343

Karena modal investasi (biaya) = $100.000

Maka PW bersih = $107.343 - $100.000 = $7.343

Dengan cara yang sama dapat diperoleh menggunakan format sebagai berikut:

(𝑨)
(𝑬) = (𝑨) + (𝑫)
BTCF (𝑩) (𝑪) = (𝑨) − (𝑩) (𝑫) = −𝟎, 𝟒(𝑪)
ACTF
EOY Pendapatan Pengurangan Pendapatan Pajak
Pendapatan
Sebelum Penyusutan Kena Pajak Pendapatan
Setelah Pajak
Pajak
0 -$100.000 -$100.000
1 30.000 $10.000 $20.000 -$8.000 22.000
2 30.000 20.000 10.000 -4.000 26.000
3 30.000 20.000 10.000 -4.000 26.000
4 30.000 20.000 10.000 -4.000 26.000
5 30.000 20.000 10.000 -4.000 26.000
6 30.000 10.000 20.000 -8.000 22.000
PW (10%) of ATFC = $7.343
7.10 Ilustrasi Perhitungan Pajak (After Tax Cash Flow/ATCF)
Ilustrasi perhitungan ATCF, serta banyak situasi umum yang mempengaruhi pajak
penghasilan. Semua masalah termasuk asumsi bahwa beban (tabungan) pajak penghasilan
terjadi pada waktu yang sama (tahun) sebagai pendapatan atau beban yang menimbulkan pajak.
Tujuannya, membandingkan dampak dari berbagai situasi, IRR atau PW setelah pajak di
hitung. Pada contoh 7.15, 7.16, 7.17 bahwa semakin cepat pengurangan penyusutan di lakukan,
semakin menguntungkan IRR dan PW setelah pajak jadi.
Contoh 7.15 Menghitung PW dan IRR After Tax Cash Flow
Mesin baru tertentu jika digunakan diperkirakan biaya $180.000. Hal ini di harapkan dapat
mengurangi biaya operasional tahunan bersih sebesar $36.000/ tahun untuk 10 tahun dan
memiliki MV senilai $30.000 pada akkhir tahun ke 10.
a. Mengembangkan ATCFs dan BTCFs
b. Hitung IRR sebelum pajak dan sesudah pajak. Asumsikan bahwa perusahaan tersebut
termasuk dalam kelompok pendapatan kena pajak federal sebesar $335.000 hingga
$10.000.000 dan tarif pajak pendapatan negara bagian adalah 6%. Pajak pendapatan negara
bagian dapat dikurangkan dari pajak federal penghasilan. Mesin ini berada di kelas property 5
tahun MACRS (GDS).
c. Hitung PW setelah pajak bila MRR setelah pajak =10% per tahun.

Penyelesaian:
Diketahui:
• After tax MARR=10%
• Kelas properti = 5 Tahun
• Federal tax= 34%=0,43
• State tax =6%=0,06
• Biaya dasar =$180.000
• MV =$30.000
• Annual savings= $36.000
• N=10 tahun

Tabel 7.3 Tabel Tingkat Pemulihan DGS untuk 6 Kelas Properti


𝑑𝑘 = 𝐵 × 𝑟𝑘
𝑑𝑘1 = 180.000 × 0.2000 = 36.000
𝑑𝑘2 = 180.000 × 0,3200 = 57.600
𝑑𝑘3 = 180.000 × 0,1920 = 34.560
𝑑𝑘4 = 180.000 × 0,1152 = 20.736
𝑑𝑘5 = 180.000 × 0,1152 = 20.736
𝑑𝑘6 = 180.000 × 0,0576 = 10.368
Menghitungg penghasilan kena pajak
𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑛𝑎 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 = 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑡𝑜𝑟 − 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑘𝑒𝑐𝑢𝑎𝑙𝑖 𝑖𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖 −
𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑒𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖
𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑛𝑎 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑘1 = 36.000 − 36.000
=0
𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑛𝑎 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑘2 = 36.000 − 57.600
= −21.600
𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑛𝑎 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑘3 = 36.000 − 34.560
= 1.440
𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑛𝑎 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑘4 = 36.000 − 20.736
= 15.264
𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑛𝑎 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑘5 = 36.000 − 20.736
= 15.264
𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑛𝑎 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑘6 = 36.000 − 10.368
= 25.632
Pendapatan arus kas untuk pajak penghasilan = −efektive tax rate ×
penghasilan kena pajak 𝑘
Pendapatan arus kas untuk pajak penghasilan 𝑘1 = −0,38 × 0
=0
Pendapatan arus kas untuk pajak penghasilan 𝑘2 = −0,38 × (−21.600)
= 8.208
Pendapatan arus kas untuk pajak penghasilan 𝑘3 = −0,38 × 1.440
= −0.547
Pendapatan arus kas untuk pajak penghasilan 𝑘4 = −0,38 × 15.264
= −5.800
Pendapatan arus kas untuk pajak penghasilan 𝑘5 = −0,38 × 15.264
= −5.800
Pendapatan arus kas untuk pajak penghasilan 𝑘6 = −0,38 × 25.362
= −9.740
Menghitung ATCF
ATCF𝑠 = 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑡𝑜𝑟 + 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛
ATCF𝑠1 = 180.000 + 0
= 180.000
ATCF𝑠2 = 36.000 + 0
= 36.000
ATCF𝑠3 = 36.000 + 8.208
= 44.208
ATCF𝑠4 = 36.000 + (−0,547)
= 35.453
ATCF𝑠5 = 36.000 + (5.800)
= 30.200
Arus kas sesudah kena pajak +MVk10 = 22.320+18.600
= 40.920
Arus kas sebelum kena pajak +MVk10 = 36.000+30.000
= 66.000
𝑃
Menghitung Present Wort (10%) = 180.000 + +$36.000 (𝐹 , 𝑖, 10%) +
𝑃 𝑃 𝑃
$44,208 (𝐹 , 𝑖, 10%) + $35.453 (𝐹 , 𝑖, 10%) + $30.200 (𝐹 , 𝑖, 10%) +
𝑃 𝑃 𝑃
$30.200 (𝐹 , 𝑖, 10%) + $26.260 (𝐹 , 𝑖, 10%) + $22.320 (𝐹 , 𝑖, 10%) +
𝑃 𝑃 𝑃
$22.320 (𝐹 , 𝑖, 10%) + $22.320 (𝐹 , 𝑖, 10%) + $10.600 (𝐹 , 𝑖, 10%) = $17.21

= $17.21
Maka, PW (10%) pada ATCF adalah $17.21.
𝑃 𝑃
Menghitung IRR (10%)= −$180.000 + $36.000 (𝐹 , 𝑖, 1) + $44,208 (𝐹 , 𝑖, 2) +
𝑃 𝑃 𝑃 𝑃
$35.453 (𝐹 , 𝑖, 3) + $30.200 (𝐹 , 𝑖, 4) + $30.200 (𝐹 , 𝑖, 5) + $26.260 (𝐹 , 𝑖, 6) +
𝑃 𝑃 𝑃 𝑃
$22.320 (𝐹 , 𝑖, 7) + $22.320 (𝐹 , 𝑖, 8) + $22.320 (𝐹 , 𝑖, 9) + $10.600 (𝐹 , 𝑖, 10) = 12%

Maka IRR pada ATCF adalah 12%


Dengan cara yang sama melalui excel di proleh data
(A) (B) Penyusutan depresiasi (C)=(A)-(B) (D)= -0,38 ( C) ( E) = (A)+(D)
EOY Basis DGS Penyusuta Pendapatan Pajak Pendapatan
BTCF
Penyusutan Recovery rate n Kena Pajak Pendapatan setelah pajak
0 $(180.000) $180.000 - - -$180.000
1 $ 36.000 $180.000 0.2000 $36.000 0 0 $36.000
2 $ 36.000 $180.000 0.3200 $57.600 -21.600 8.208 $44.208
3 $ 36.000 $180.000 0.1920 $34.560 1.440 -547 $35.453
4 $ 36.000 $180.000 0.1152 $20.736 15.264 -5.800 $30.200
5 $ 36.000 $180.000 0.1152 $20.736 15.264 -5.800 $30.200
6 $ 36.000 $180.000 0.0576 $10.368 25.632 -9.740 $26.260
7 $ 36.000 0 36.000 -13.680 $22.320
8 $ 36.000 36.000 -13.680 $22.320
9 $ 36.000 36.000 -13.680 $22.320
10 $ 36.000 30.000 -11.400 $18.600
PW(10%) = $𝟏𝟕. 𝟐𝟏
IRR 12%
7.11 Nilai Tambah Ekonomis
Dibagian sub bab ini akan membahas pengukuran kinerja keuangan untuk
memperkirakan perolehan kekayaan, potensi penanaman modal yang mengalami peningkatan
dalam penggunaannya. Salah satu cara untuk meniai kinerja keuangan disebut nilai tambah
ekonomi/Economic Value Added (EVA), dapat ditentukan dari beberapa dari data yang tersedia
dalam analisis arus kas setelah pajak yang dihasilkan oleh modal investor. Dalam bentuk
sederhananya, EVA dapat didefinisikan sebagai keuntungan dikurangi beban yang
dihubungkan atas penggunaan aset (modal) selama periode tersebut. Tujuan perhitungan EVA
adalah dapat digunakan untuk memperkirakan perolehan nilai tambah (laba) yang diberikan
perusahaan kepada investor dari modal yang diusulkan dalam proyek rekayasa.

Secara sederhana, EVA adalah selisish antara laba yang diperoleh dari operasi
perusahaan setelah dikurangi pajak penghasilan (NOPAT) pada tahun tertentu dan biaya pajak
sebesar modal selama setahun itu. Cara lain untuk mengestimasi EVA adalah selisih aata
pengembalian modal dan biaya modal. Metrik EVA dapat digunakan untuk mengukur
penambahan kekayaan yang didapatkan dari modal yang diusulkan. Defenisi tahunan EVA
adalah sebagai berikut:

EVAk = (Laba operasional bersih setelah pajak)k – (biaya modal yang digunakan
untuk menghasilkan keuntungan)k

EVAk = NOPATk-i .BVk- 1

Dimana

k = indeks untuk tahun yang bersangkutan (1 < k < N)

I = MARR setelah pajak berdasarkan biaya modal perusahaan

BVk-1 = Nilai buku awal tahunan

N = Priode

Rumus Untuk Net Operating Profit After Tax (NOPATk) adalah sebagai berikut:

NOPATk= Penghasilan kena pajak + Arus kas untuk pajak penghasilan


Contoh Soal

Pertimbangan investasi modal yang diusulkan berikut dalam proyek rekayasa dan
menentukannya

a) ATCF tahun ke tahun


b) AW setelah pajak
c) EVA setara tahunan
Investasi modal yang diusulkan = $84.000
Nilai sisa (akhir tahun ke emppat) = $0
Biaya tahunan = $30.000
Pendapatan kotor tahunan = $70.000
Metode penyusutan = Garis lurus
Masa manfaat = empat tahun
Tarif Pajak penghasilan efektif(t) = 50%
MARR setelah pajak (i) = 12 per tahun

Penyelesaian

a) Jumlah ATCF tahun demi tahun ditunjukkan dalam table berikut :


No BTCF Depresiasi Penghasilan Arus kas pajak ATCF
kena pajak penghasilan
0 -$84.000 _ _ _ -$84.000
1 70.000-30.000 $21.000 $19.000 -$9.500 30,500
2 70.000-30.000 21.000 19.000 -9.500 30,500
3 70.000-30.000 21.000 19.000 -9.500 30,500
4 70.000-30.000 21.000 19.000 -9.500 30,500

b) Nilai setara tahunan ATCF= -$84.000(A/P,12%,4)+$30.000=$2.844


c) EVA pada tahun k sama dengan NOTPAk-0,12 BVk-1. Jumlah EVA tahun demi tahun
($2.844) oleh karena itu AW setelah pajak setara tahunan nilai EVA dari proyek
tersebut identic
Seperti table berikut ini:
EOY NOPAT EVA=NOPAT-i.BVk-1
1 $19.000-$9.500=$9.500 $9.500-0.12($84.000)= -$580
2 =$9.500 $9.500-0,12($63.000)= $1.940
3 =$9.500 $9.500-0,12($42.000)= $4.460
4 =$9.500 $9.500-0,12($21.000)= $6.980

EVA setara tahunan =[-$580(P/F,12%,1) + $1.940(P/F,12%,2) + $4.460(P/F,12%,3) +


$6.980(P/F,12%,4

Anda mungkin juga menyukai