Anda di halaman 1dari 30

A.

PENGENALAN MATERI

Dalam ilmu akuntansi, tentunya kita mengenal adanya penyusutan atau penurunan nilai
dari aktiva yang memiliki umur lebih lama. Aktiva yang memiliki umur manfaat adalah
aktiva tetap dan aktiva tidak berwujud. Contoh aktiva tetap adalah peralatan, tanah, mesin,
bangunan ataupun kendaraan. Sedangkan aktiva tidak berwujud meliputi hak paten, hak cipta,
serta merek dagang. Aktiva yang mengalami penyusutan tersebut dibedakan lagi menurut
bentuk dan jenisnya kedalam tiga bagian penyusutan. Lalu, apa sajakah tiga bagian tersebut?
Berikut kita simak masing-masing penjelasannya.

1. DEPRESIASI

Depresiasi merupakan alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari


suatu aset selama umur manfaatnya. Penerapan depresiasi akan memengaruhi
laporan keuangan, termasu penghasilan kena pajak suatu perusahaan.

2. AMORTISASI

Amortisasi merupakan pengurangan nilai aktiva tidak berwujud, seperti merek


dagang, hak cipta, dan lain lain, secara bertahap dalam jangka waktu tertentu
pada setiap periode akuntansi.

3. DEPLESI

Deplesi merupakan kata lain penyusutan yang terjadi pada sesuatu benda yang
bersifat alami dan tidak dapat diperbaharui. Deplesi merupakan salah satu istilah
ekonomi geografi yang digunakan dalam dunia pertambangan untuk
menyatakan penyusutan pada sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui,
seperti misalnya bijih besi, hasil tambang, kayu hutan dan sebagainya.

Dalam ilmu akuntansi yang merupakan bagian ilmu yang paling banyak
menggunakan istilah deplesi, deplesi diartikan sebagai alokasi biaya yang
diperolehan sumber-sumber alam ke periode-periode yang menerima manfaat
dari sumber itu. Biaya deplesi dihitung dengan metode satuan produksi yang
berarti bahwa biaya deplesi merupakan fungsi jumlah satuan yang dieksploitasi
selama satu periode. Dalam ini hal yang di eksploitasi adala sumber daya alam
yang tidak dapat diperbaharui. Karena pengelolaan sumber daya alam yang
tidak dapat diperbaharui berhubungan erat dengan sektor pertambangan, maka
bisa dikatakan bahwa kata deplesi selalunya pasti merujuk pada perhitungan
akuntansi pertambangan yang beerkaitan dengan hasil residu, tafsiran
perolehan, dan sebagainya.

Jadi, dari ketiga definisi bagian dari penyusutan tersebut dapat kita simpulkan bahwa
depresiasi merujuk kepada penyusutan aktiva tetap seperti tanah, kendaraan, mesin dan
bangunan. Sedangkan amortisasi merupakan penyusutan aktiva tidak berwujud seperti hak
paten, hak cipta, goodwill dan merk dagang. Deplesi adalah istilah penyusutan untuk sumber
daya alam seperti barang hasil tambang, kayu hutan dan lain sebagainya.

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
Ada beberapa faktor yang memengaruhi adanya penyusutan, yaitu sebagai berikut :

1. FAKTOR FISIK

Beberapa faktor yang mengurangi fungsi aktiva adalah aus karena digunakan
(wear and tear), aus karena umur (deterioration and decay) dan kerusakan-
kerusakan seperti aktiva tetap yang digunakan terus-menerus.

2. FAKTOR FUNGSIONAL

Ada beberapa faktor yang membatasi umur aktiva yaitu sebagai berikut :

a. Ketidakmampuan aktiva untuk memenuhi kebutuhan produksi sehingga


perlu diganti.

b. Adanya perubahan permintaan terhadap barang atau jasa yang


dihasilkan, atau karena adanya kemajuan teknologi sehingga aktiva
tersebut tidak ekonomis lagi jika dipakai.

Kedua faktor tersebut di atas harus dipertimbangkan ketika menentukan taksiran


umur manfaat dari aktiva tetap. Misalnya secara fisik mesin ditaksir dapat
digunakan dalam jangka waktu 20 tahun, namun diperkirakan pada tahun
kesepuluh akan ada perkembangan teknolgi baru yang dapat menghasilkan
mesin yang lebih canggih. Maka kondisi seperti ini maka taksiran umur fisik 20
tahun tidak dapat digunakan lagi sebagai dasar perhitungan penyusutan. Bila
diperkirakan adanya jenis mesin baru yang lebih canggih tersebut perusahaan
harus mengganti mesinnya maka umur ekonomis mesin yang dapat digunakan
dalam perhitungan depresiasi adalah 10 tahun.

Selain kedua faktor di atas, taksiran umur aktiva juga dipengaruhi oleh rencana reparasi
dan pemeliharaan. Bila rencana reparasi dan pemeliharaan disusun dengan biaya yang
minimum, maka diharapkan aktiva akan mempunyai umur yang lebih pendek dibandingkan
jika rencana reparasi dan pemeliharaannya tidak minimum. Biaya penyusutan dibebankan di
setiap periode akuntansi.

Ada empat faktor yang harus dipertimbangkan ketika menentukan biaya depresiasi.
Biaya depresiasi ini merupakan taksiran yang ketelitiannya sangat tergantung pada ketelitian
penentuan ketiga faktor itu dan ketelitian biaya depresiasi ini akan mempengaruhi besarnya
rugi laba perusahaan di setiap periode. Apabila depresiasi tidak dihitung dengan teliti maka
jumlah rugi laba perusahaan juga menjadi tidak teliti. Empat faktor tersebut dapat juga
disebut sebagai istilah penting dalam memulai perhitungan penyusutan, yaitu sebagai berikut.

1. BIAYA PEROLEHAN

Biaya Perolehan aktiva meliputi harga faktur bersih (setelah dikurangi potongan
tunai bila ada) ditambah seluruh biaya lainnya yang dikorbankan sehubungan
dengan perolehan aset sampai aset tersebut berada kondisi siap pakai sesuai
dengan maksud manajemen.

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
2. UMUR MANFAAT

Umur Manfaat aktiva dapat berupa :

a. taksiran periode waktu termanfaatkannya aset.

b. jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan akan diperoleh dari
aktiva oleh perusahaan (PSAK 16 par. 06).

Jika umur manfaat berupa periode waktu pemanfaatan, maka penyusutan


mendasarkan pada periode tersebut. Jika umur manfaat berupa jumlah produksi
atau unit serupa, maka penyusutannya berdasarkan pada jumlah produksi atau
unit serupa tersebut.

3. NILAI RESIDU

Nilai Residu adalah jumlah yang diperkirakan akan diperoleh perusahaan dari
pelepasan aset tersebut , setelah dikurangi dengan taksiran biaya pelepasan, jika
aset tersenut telah mencapai umur dan kondisi yang diharapkan pada akhir umur
manfaatnya (PSAK 16 par. 06). Selisih antara biaya perolehan dan nilai residu
merupakan jumlah yang dapat disusutkan (Depreciable Cost).

4. POLA PENGGUNAAN

Agar dapat dibandingkan biaya dengan pendapatan secara layak (Proper


matching Costs against revenues), maka perlu dipertimbangkan pola
penggunaan jasa aktiva selama umur manfaatnya. Beban penyusutan periodik
seharusnya mencerminkan pola penggunaan aset setepat mungkin (SAK ETAP
2009 par. 15.22).

B. METODE – METODE PENYUSUTAN

Untuk menjaga kontinuitas kegiatan usaha dari proyek yang direncanakan perlu
dihitung besarnya biaya penyusutan pada setiap tahun. Setiap perusahaan yang sehat pada
umunya mempunyai cadangan penyusutan/depresiasi untuk menjaga kontinuitas dari kegiatan
usaha disamping menjaga kualitas produk dan memudahkan dalam mengikuti perubahan aset
dengan adanya perubahan teknologi.

Dana penyusutan adalah biaya yang dibebankan pada konsumen melalui perhitungan
harga pokok produksi. Dengan demikian, layaknya dari sebuah studi kelayakan bisnis,
sebenarnya telah diperhitungkan dana penyusutan sebagai dana pengganti dari asset yang
tidak ekonomis lagi. Besar kecilnya biaya penyusutan yang dilakukan pada setiap asset
tergantung pada harga asset, umur ekonomis, serta metode yang digunakan dalam
penyusutan. Metode penyusutan pada umumnya dapat dikelompokkan atas 4 bagian, yaitu:

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
1. METODE RATA-RATA

Metode rata-rata adalah salah satu cara yang dilakukan dalam pennyusuta asset
dengan cara rata-rata. Metode ini dikelompokkan atas tiga bagian, yaitu metode
garis lurus, metode jam kerja mesin, metode yang didasarkan pada jumlah
produksi. Penjelasannya mari kita simak berikut ini :

a. Metode Garis Lurus (Straight Line Method)

Metode garis lurus ini tepat digunakan apabila manfaat ekonomis yang
diharapkan dari aktiva tetap tersebut setiap periode sama. Sehingga,
apabila metode garis lurus ini menghasilkan beban penyusutan yang
jumlahnya sama setiap periode, maka akan terjadi pembandingan yang
tepat antara pendapatan dengan biaya. Karena manfaat ekonomis yang
diharapkan dari aktiva tetap setiap periode sama ini akan menghasilkan
pendapatan yang sama setiap periode. Alasan tambahan yang
mendukung metode garis lurus ini adalah apabila biaya pemeliharaan
setiap periode sama. Sehingga pembandingan yang tepat dapat dilakukan
dengan membandingkan biaya penyusutan dan biaya pemeliharaan yang
tetap periode dengan pendapatan yang juga sama setiap Penyusutan
dengan menggunakan metode garis lurus dapat dirumuskan sebagai
berikut :

Penyusutan = (Harga Beli – nilai sisa / umur ekonomis

P = (B – S)/N

Keterangan :

P = Harga beli asset

B = Harga beli asset (orginal cost)

S = Nilai sisa (scrap value)

N = umur ekonomis aset

Contoh : Sebuah mesin pabrik mempunyai harga beli sebesar Rp.


55.000.000,00. Diperkirakan mempunyai umur ekonomis selama 5
tahun dengan nilai sisa sebesar Rp 5.000.000,-. Maka penyusutan per
tahunnya?

Penyusutan = (Rp. 55.000.000,00 – Rp. 5.000.000,00)/5

= Rp. 10.000.000,00

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
b. Metode Jam Kerja Mesin (Service Hours Method)

Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa aktiva (terutama mesin-


mesin) akan lebih cepat rusak bila digunakan sepenuhnya (full time).
Dalam cara ini beban penyusutan dihitung dengan dasar satuan jam jasa.
Beban penyusutan periodik besarnya akan sangat tergantung pada jam
jasa yang terpakai (digunakan). Metode ini dihitung dengan rumus :

Penyusutan per jam = (harga beli aset– nilai sisa) / jumlah jam kerja
ekonomis

J = (B – S)/j

Keterangan :

J = Penyusutan per jam

B = Harga beli asset

S = nilai sisa

j = jumlah jam kerja ekonomis

Penyusutan per tahun = penyusutan per jam x jam penggunaan

Contoh : Sebuah pesawat terbang dibeli dengan harga Rp.


100.000.000,00. Diperkirakan akan memberikan jasa penerbangan
10.000 jasa jam terbang. Pada tahun 2008 diperkirakan digunakan
selama 1.500 jam terbang. Maka penyusutan selama tahun 2008 dihitung
sebagai berikut.

Penyusutan per jam = Rp. 100.000.000,00/10.000

= Rp. 10.000,-

Penyusutan tahun 2008 = Rp. 10.000,00 x 1.500

= Rp. 15.000.000

c. Metode Jumlah Produk (Product Units Method)

Penyusutan yang dihitung berdasarkan jumlah produk yang dihasilakn


sama dengan penyusutan yang menggunakan metode jam kerja mesin.
Besar kecilnya jumlah penyusutan pada setiap tahun tergantung pada
jumlah produk yang diproduksi pada setiap tahun. Jumlah produksi pada
setiap tahun tergantung pada permintaan pasar serta jenis barang yang
dihasilkan.. Penyusutan dihitung sebagai rumus berikut :

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
P = (B – S)/U

Keterangan :

P = Penyusutan

U = jumlah unit selama umur ekonomis mesin

B = Harga beli

S = nilai sisa

Penyusutan per tahun = jml produksi setahun x penyusutan per unit

Penyusutan per unit = (harga beli-nilai sisa)/taksiran jumlah produksi

Contoh : Sebuah mesin pabrik mempunyai harga beli sebesar Rp


50.000.000,00 diperkirakan mempunyai umur ekonomis selama 5 tahun
dengan nilai sisa sebesar Rp 5.000.000,00 serta diperkirakan dapat
menghasilkan unit produksi selama 5 tahun sebagai berikut :

Tahun Ke-1 = 14.000 unit

Tahun Ke-2 = 12.000 unit

Tahun Ke-3 = 10.000 unit

Tahun Ke-4 = 8.000 unit

Tahun Ke-5 = 6.000 unit

Maka besarnya penyusutan adalah :

Penyusutan per unit = (Rp.50.000.000,00 – Rp. 5.000.000,00)/50.000

= Rp. 900

Penyusutan per tahun :

Tahun Unit produksi Tarif Penyusutan

1 14.000 Rp. 900 Rp 12.600.000,00

2 12.000 Rp. 900 Rp 10.800.000,00

3 10.000 Rp. 900 Rp 9.000.000,00

4 8.000 Rp. 900 Rp 7.200.000,00

5 6.000 Rp. 900 Rp. 5.400.000,00

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
Jadwal Penyusutan Selama 5 Tahun adalah:

Akhir Penyusutan Jumlah penyusutan Nilai buku


tahun tahunan
0 – – 50.000.000
1 12.600.000 12.600.000 37.400.000
2 10.800.000 23.400.000 26.600.000
3 9.000.000 32.400.000 17.600.000
4 7.200.000 39.600.000 10.400.000
5 5.400.000 45.000.000 5.000.000

2. METODE BUNGA MAJEMUK (COMPOUND INTEREST METHODE)

Penyusutan yang dilakukan dengan menggunakan metode bunga majemuk


didasarkan pada tingkat bunga yang berlaku dalam masyarakat atau sering
disebut dengan opportunity cost of capital (OCC) sebagai biaya modal. Apabila
tingkat bunga yang berlaku dalam masyarakat sebesar 18% per tahun maka
perhitungan penusutan tahunan didasarkan pada tingkat bunga yang berlaku.
Metode penyusutan yang didasarlkan pada b unga majemuk dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu dengan metode anuitas dan metode penyisihan dana yang
sering disebut dengan siking fund method.

Metode Anuitas sebenarnya identik dengan perhitungan annuity yang


didasarkan pada nilai asetr atau original cost sebagai present value. Sedangkan
metode penyisihan dana (siking fund method), sebernya sama dengan
melakukan deposito di. Bank pada setiap tahun, pada akhir umur ekonomis
asset dana ini digunakan sebgaia dana untuk membeli asset baru.

a. Metode Anuitas

Harga beli sebuah mesin Rp. 50 juta rupiah dengan nilai sisa
diperkirakan sebesar Rp. 10 juta rupiah dan umur ekonomis set selama 5
tahun. Tingkat bunga efektif diperhitungkan sebesar 18% per tahun.
Berapa besar penyusutan tahunan yang harus dilakukan dengan
menggunakan metode anuitas?

Jawab :

B = Rp.50.000.000

n = 5 tahun

S = Rp.10.000.000

i =18%

untuk menentukan nilai asset yang disusut perlu dihitung present value
dari scrap value /nilai sisa dengan menggunakan formula sebgai berikut:

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
P = S (1 + i)n

P = 10.000.000 (1+0.18)-5

P = 10.000.000 (0,43710922)

P = 4.371.092

Present asset yang disusut :

An =B-P

= 50.000.000 – 4.371.092

= Rp. 45.628.908

An = R.( [ (1 – (1 + i)-n )]/I)

Penyusutan per tahun dihitung sebagai berikut :

R = 45.628.908 ([ 0,18 ]/ 1 – (1+0.18)-5)

R = 45.628.908 (0.31977784)

R = Rp. 14.591.114

Jadi jumlah penyusutan dalam satu tahun adalah sebesar Rp. 14.591.114.

b. Metode Penyisihan Dana

Metode yang digunakan dengan metode penyisiha dana, merupakan


deposito yang dilakukan oleh pemilik perusahaan padas etiap akhir
tahun pada lembaga keuangan (bank). Besar kecilnya deposito yang
dilakukan bergantung pada besar kecilnya dari asset itu sendiri. niali
asset, tingkat bunga dan umur ekonomis dari asset itu sendiri.

Perhitungan jumlah penyusutan yang harus dilakukan pada setiap akhir


tahun nberdasarkan pada soal tersebut diatas, dihitung dengan
menggunakan formula sebagai berikut :

Diketahui :

n= 5 tahun

i = 18%

B = Rp. 50.000.000

S = Rp. 10.000.000

Sn =B–S

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
= Rp. 50.000.000 – 10.000.000

= Rp. 40.000.000

R = Sn ([i]/ (1+i) – 1 ))

R = 40.000.000 ([0.18]/ 1+0.18)5 -1)

R = Rp.40.000.000 (0.139777837)

R = 5.591.113

Jadi, jumlah penyusutan dalam satu tahun sebesar Rp. 5.591.113

3. METODE PENURUNAN

Penyusutan yang dilakukan dengan menggunakan metode penurunan adalah


jumlah penyusutan yang dilakukan setiap tahun pada asset yang mengalami
penurunan dari tahun ke tahun sesuai dengan keadaan asset yang makin lama
semakin tua. Cara penyusutan dengan metode inindapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan metode jumlah angka tahunan yang sering disebut dengan
metode jumlah angka tahunan dana angka presentase.

a. Metode Jumlah Angka Tahunan

Adalah jumlah dana penyusutan yang harus dikeluarkan pada setiap


tahun didasarkan pada jumlah angka tahunan dari umur ekonomis asset.
Misalnya sebuah perusahaan krupuk membeli alat seharga Rp.
15.000.000; mempunyai umur ekonomis selama 6 tahun, dan nilai sisa
diperhitungkan Rp. 3.000.000; maka jumlah penyusutan pada setiap
tahun dapat dihitung sebagai berikut :

jumlah angka tahunan :

1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6 = 21

Nilai asset yang disusut :

(B – S) = 15.000.000 – 3.000.000 = Rp. 12.000.000

Penyusutan setiap tahun :

Tahun I = 6/21 x Rp. 12.000.000 = Rp. 3.428.571,4

Tahun II = 5/21 x Rp. 12.000.000 = Rp. 2.857.142,9

Tahun III = 4/21 x Rp. 12.000.000 = Rp. 2.285.714,3

Tahun IV = 3/21 x Rp. 12.000.000 = Rp. 1.171.285,7

Tahun V = 2/21 x Rp. 12.000.000 = Rp. 1.142.857,1

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
Tahun VI = 1/21 x Rp. 12.000.000 = Rp. 571.428,57

b. Metode Penyusutan Metode Rata – Rata

Jumlah penyusutan yang didasrkan pada metode penyusutan persentase


rata-rata adalah hasil pembagian dari nilai asset yang dinilai dalam
keadaan baru (100%) dengan umur ekonomis dari asset. Apabila harga
beli asset seharga Rp. 10 juta rupiah dengan umur ekonomis selama 5
Tahun, maka besarnya penyusutan tahunan adalah sebesar 100% / 5 =
20%. Untuk membeli asset baru pada masa yanga akan dating dengan
harga yang lebih mahal, baik sebagai akibat tingkat inflasi maupun
akibat perubahan teknologi maka persentase penyusutan rata-rata
ditingkatkan dengan cara kelipatan dua. Berdasarkan pada penjelasan
ini, jumlah penyusutan setiap tahun dihitung sebagai berikut :

Tahun I = 40% x Rp. 10.000.000 = Rp. 4.000.000

= Rp. 10.000.000 – Rp. 4.000.000 = Rp. 6.000.000

Tahun II = 40% x Rp. 6.000.000 = Rp. 2.400.000

= Rp. 6.000.000 – Rp. 2.400.000 = Rp. 3.600.000

Tahun III = 40% x Rp. 3.600.000 = Rp. 1.440.000

= Rp. 3.600.000 – Rp. 1. 440.000 = Rp. 2.160.000

Tahun IV = 40% x Rp. 2.160.000 = Rp. 864.000

= Rp. 2.160.000 – Rp. 864.000 = Rp. 1.296.000

Tahun V = 40% x Rp. 1.296.000 = Rp. 518.400

= Rp. 1. 296.000 – Rp. 518.400 = Rp. 777.600

4. METODE PENYUSUTAN GABUNGAN

Yaitu, apabila yang disusut lebih dari satu, mempunyai umur ekonomis yang
berbeda dan harga beli serta scarp value yang berbeda pula, biasanya dalam
perhitungan penyusutan dilakukan dengan metode penyusutan gabungan.

Contoh : Sebuah perusahaan mempunyai 3 buah mesin, mesin I harga belinya


Rp. 10.000.000, mesin II Rp. 7.000.000 dan mesin III harga belinya Rp.
5.000.000. Umur ekonomis mesin I, II dan III masing- masing 5 tahun, 4 tahun
dan 10 tahun. Scarp value dari ketiga mesin tersebut di duga Rp. 2.000.000, Rp.
1.000.000 dan mesin ketiga Rp. 400.000.

Untuk lebih jelasnya seperti terlihat dalam tabel berikut:

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
Mesin Harga beli (Rp) Scar value Jumlah Umur mesin Penyusutan
(Rp) penyusutan (Th) tahunan
(Rp)
A 10.000.000 2.000.000 8.000.000 5 1.600.000
B 7.000.000 1.000.000 6.000.000 4 1.500.000
C 5.000.000 400.000 4.600.000 10 460.000
Jumlah 22.000.000 3.400.0000 18.000.000 19 3.560.000

Jumlah penyusutan dalam satu tahun yang dihitung berdasarkan penyusuta tetap
adalah sebagai berikut :

Persentase penyusutan = jumlah penyusutan tahunan

Jumlah harga beli asset :

P = 3.560.000 : 22.000.000

= 0,161818181

=16,18%

Jumlah penyusutan yang dilakukan pada setiap tahun adalah sebagai berikut :

0,161818181 x 22.000.000 = 3.600.000

Lamanya waktu untuk melakukan penyusutan dihitung sebagai berikut :

18.000.000 : 3.600.000 = 5 tahun 2 bulan

C. PENURUNAN NILAI AKTIVA TETAP

Penurunan nilai aktiva tetap dapat terjadi ketika terjadi penurunan harga-harga, padahal
saat pembelian aktiva tersebut harganya tinggi sehingga harga perolehannya juga terlalu
besar. Bila penurunan harga ini jumlahnya besar dan diperkirakan akan berjalan dalam jangka
waktu yang relatif lama, maka dapat dilakukan penurunan nilai aktiva tetap. Penurunan nilai
ini dibebankan ke rekening Laba Tidak Dibagi tanpa membedakan perubahan umur dan
penurunan nilainya.

1. DEFINISI PENURUNAN AKTIVA

Penurunan Nilai Aset (impairment) terjadi apabila jumlah tercatatnya melebihi


jumlah terpulihkan. Jumlah terpulihkan suatu aset atau unit penghasil kas adalah
jumlah yang lebih tinggi antara nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual dan
nilai pakainya. Pada setiap akhir periode pelaporan, entitas menilai apakah
terdapat indikasi aset mengalami penurunan nilai. Jika terdapat indikasi
tersebut, maka entitas mengestimasi jumlah terpulihkan aset tersebut.

Penurunan nilai didasarkan pada prinsip konservatisme dan kehati-hatian. Aset


tak boleh dicatat overstated, dari nilai dapat diperoleh kembali. Aset harus
disajikan sebesar nilai yang mencerminkan manfaat ekonomi yang akan
diperoleh di masa depan. Jika nilai di masa depan lebih rendah dari nilai

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
tercatat, maka aset harus diturunkan.Pengukuran penurunan nilai dapat
dilakukan untuk satu unit aset tunggal maupun satu kelaompok aset. Ada aset
yang dapat menghasilkan arus kas independen dari aset atau kelompok aset lain.
Jika satu aset dapat menghasilkan arus kas independen maka pengukuran
penurunan nilai dilakukan berdasarkan unit aset tersebut. Namun ada beberapa
aset yang dapat menghasilkan arus kas jika berada dalam kelompok aset,
sehingga penurunan nilai dilakukan untuk satu unit penghasil kas. Contoh unit
penghasil kas adalah investasi asosiasi, investasi di anak perusahaan, suatu unit
pabrik.

Aset dapat diperoleh kembali melalui penjualan (value through sales) dan
penggunaan (value through sales). Jika aset dijual, entitas akan mendapatkan
nilai wajar dikurangi dengan biaya penjualan. Dalam penurunan nilai, yang
dipilih adalah nilai tertinggi antara nilai yang dapat diperoleh kembali dan nilai
yang digunakan.

2. PENGGOLONGAN PENURUNAN NILAI ASET

a. PSAK 48 ini menerapkan untuk akuntansi penurunan nilai terhadap


semua aset, kecuali :

 Persediaan (lihat PSAK 14: Persediaan).

 aset yang timbul dari kontrak konstruksi (lihat PSAK 34:


Akuntansi Kontrak Konstruksi).

 aset pajak tangguhan (lihat PSAK 46: Akuntansi Pajak


Penghasilan).

 aset yang timbul dari imbalan kerja (lihat PSAK 24: Imbalan
Kerja).

 aset keuangan yang termasuk dalam ruang lingkup PSAK 55:


Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.

 Properti investasi yang diukur pada nilai wajar (lihat PSAK 13:
Properti Investasi).

 biaya akuisisi tangguhan, dan aset tidak berwujud, yang timbul


dari hak kontraktual penanggung berdasarkan kontrak asuransi
yang termasuk dalam ruang lingkup PSAK 28: Kontrak Asuransi.

 aset tidak lancar (atau kelompok lepasan) yang diklasifi kasikan


sebagai dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58: Aset Tidak
Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan.

b. PSAK 48 ini berlaku untuk aset keuangan yang dikelompokkan sebagai


investasi :

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
 entitas PSAK 4: Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan
Keuangan Tersendiri.

 Ventura bersama à PSAK 12: Bagian Partisipasi Dalam Ventura


Bersama.

 Entitas asosiasi à PSAK 15. Investasi pada Entitas Asosiasi

c. PSAK 48 ini tidak berlaku untuk aset keuangan yang termasuk dalam
ruang lingkup PSAK 55 dan properti investasi yang diukur pada nilai
wajar sesuai PSAK 13. Namun demikian, PSAK 48 ini berlaku untuk
aset yang dicatat pada jumlah revaluasian (yaitu nilai wajar) sesuai
dengan Pernyataan lain, seperti model revaluasi dalam PSAK 16: Aset
Tetap.

3. RUANG LINGKUP ASET PENURUNAN

a. Aset yang timbul dari kontrak konstruksi.

b. Persediaan.

c. Aktiva pajak tangguhan.

d. Aset keuangan.

e. Aset yang timbul dari imbalan kerja.

f. Aset pertanian dicatat pada nilai wajar.

g. Aset properti investasi dicatat pada nilai wajar.

h. Aset yang tidak lacar dimiliki untuk dijual.

i. Aset kontrak asuransi.

4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENURUNAN AKTIVA

a. Penggunaan aktiva. Aktiva merupakan atau akan mengganggur atau


dihentikan.

b. Kerusakan. Aktiva tersebut mengalami kerusakan.

c. Dividen. Dividen dari anak perusahaan atau entitas yang dikendalikan


bersama melebihi jumlah total penghasilan komprehensif dari entitas
tersebut ketika deviden diumumkan.

d. Perubahan lingkungan. Telah ada atau akan terjadi perubahan negatif


yang signifikan terhadap entitas yang berkaitan dengan hukum,
ekonomi, teknologi, atau lingkungan pasar.

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
e. Perubahan suku bunga. Tingkat suku bunga pasar telah meningkat,
yang mempengaruhi tingkat diskonto yang digunakan entitas untuk
menghitung penilaian aktiva. Ini tidak berlaku untuk perubahan suku
bunga jangka pendek dimana tidak mempengaruhi tingkat diskonto
untuk aktiva yang memiliki sisa umur yang panjang.

f. Masa manfaat. Aktiva ini direklasifikasikan dari yang mempunyai masa


manfaat yang tidak terbatas hingga aktiva yang memiliki masa manfaat
yang terbatas.

g. Nilai pasar. Nilai pasar aktiva telah menurun secara signifikan lebih
dari yang diharapkan melalui penggunaan biasa atau perjalanan waktu.

h. Ketinggalan zaman. Aktiva tersebut telah ketinggalan zaman.

i. Kinerja. Kinerja ekonomi suatu aktiva baik merupakan atau akan lebih
buruk dari yang diharapkan. Ini mungkin termasuk biaya penggunaan
meningkat.

Jika analisis sebelumnya menunjukkan nilai aktiva yang dapat dipulihkan tidak
sensitif terhadap beberapa item di atas, maka faktor-faktor tersebut perlu
dipertimbangkan lagi.

Jika perhitungan penilaian aktiva sebelumnya menyatakan jumlah yang dapat


dipulihkan lebih besar dari nilai yang tercatat, dan tidak ada peristiwa yang akan
mengubah selisih, maka tidak perlu adanya estimasi kembali terhadap jumlah
yang dapat dipulihkan.

5. PENGUKURAN ESTIMASI PENURUNAN NILAI AKTIVA

a. Untuk asset keuangan yang dicatat pada biaya perolehan yang


diamortisasi

 Jumlah terpulihkan asset keuangan yang dicatat pada biaya


perolehan yang diamortisasi adalah nilai kini estimasi arus kas
masa depan yang didiskontokan menggunakan suku bunga
efektif awal dari aset tersebut.

 Rugi penurunan nilai aset keuangan adalah selisih antara nilai


tercatat dan jumlah terpulihkan.

 Pemulihan tidak boleh melebihi biaya perolehan diamortisasi


sebelum adanya pengakuan penurunan nilai pada tanggal
pemulihan dilakukan.

b. Untuk asset keuangan yang dicatat pada biaya perolehan

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
 Dalam kondisi suatu investasi saham yang tidak memiliki kuota
di pasar aktif, entitas dapat menggunakan biaya perolehan
apabila nilai wajar investasi saham tersebut tidak dapat diukur
dengan handal.

 Rugi penurunan nilai aset keuangan ini adalah selisih antara nilai
tercatat aset keuangan dengan jumlah terpulihkan.

c. Untuk asset keuangan yang tersedia untuk dijual

 Jumlah terpulihkan adalah nilai wajar kini.

 Kerugian penurunan nilai merupakan selisih antara biaya


perolehan dengan nilai wajar kini, dikurangi kerugian penurunan
nilai aset keuangan.

 ]Kerugian penurunan nilai yang diakui pada laporan laba rugi


atas investasi instrumen ekuitas AFS tidak boleh dipulihkan
melalui laporan laba rugi. Sedangkan kerugian penurunan nilai
instrumen utang AFS dipulihkan melalui laporan laba rugi.

6. INDIKASI PENURUNAN DAN PEMULIHAN AKTIVA TETAP

Penurunan nilai aktiva dapat diidentifikasi berdasarkan informasi yang


diperoleh yang dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu informasi eksternal
dan internal.

a. Penurunan Nilai Eksternal

 Nilai pasar aktiva turun secara signifikan melebihi amortisasi


atau depresiasi.

 Adanya perubahan teknologi, pasar, ekonomi dan hukum yang


memburk yang mengakibatkan menurunnya nilai aktiva.

 Adanya peningkatan tarif diskonto dan tingkat kembalian


investasi yang meningkat yang berakibat pada turunnya nilai
aktiva.

 Nilai tercatat dari suatu aktiva lebih tinggi dari nilai kapitalisasi
pasarnya.

b. Penurunan Nilai Internal

 Terdapat keusangan fisik

 Adanya perubahan yang signifikan yang merugikan sehubungan


dnegan cara penggunaan aktiva

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
 Kinerja ekonomi aktiva tidak sesuai harapan

Secara umum, penurunan nilai aktiva dapat disebabkan oleh adanya


mismanagement, inovasi dan teknologi baru perusahaan pesaing,
kemampuan sumber daya manusia yang merosot, kondisi pasar yang
tidak memihak, adanya perubahan regulasi dan hokum yang tekait
dengan penggunaan aktiva dan mark-up yang pernah dilakukan pada saat
perolehan aktiva.

Indikasi Pemulihan Nilai Aktiva terdiri dari informasi internal dan eksternal,
penjelasannya kita simak sebagai berikut.

a. Informasi Eksternal

 Nilai pasar aktiva naik secara signifikan selama periode


pelaporan.

 Adanya perubahan signifikan dengan efek yang menguntungkan.

 Adanya penurunan tingkat suku bungan pasar atau tingkat


kembalian investasi pasar selama periode pelaporan.

b. Informasi Internal

 Adanya perubahan signifikan dengan efek yang menguntungkan


dari penggunaan aktiva pada perusahaan selama periode
pelaporan atau pada masa yang akan datang.

 Adanya bukti yang berasal dari pelaporan internal yang


mengindikasikan kinerja ekonomi aktiva akan lebih baik dari
yang diharapkan.

7. METODE PENGUJIAN PENURUNAN AKTIVA TETAP

a. Penurunan Nilai Individual

Penurunan secara individual dilakukan apabila terdapat bukti objektif


mengenai penurunan nilai secara individual atas aset keuangan yang
signifikan secara individual.

Metode umum yang digunakan dalam pengujian penurunan nilai


individual adalah analisis arus kas terdiskonto. Nilai diskonto dihitung
dengan mengestimasi arus kas masa depan dan mendiskontokannya
dengan menggunakan suku bunga efektif.

Metode umum untuk memperoleh estimasi arus kas dalam perhitungan


rugi penurunan nilai adalah dengan menggunakan historical portfolio
performance dari kelompok pinjaman.

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
b. Penurunan Nilai Kolektif

Penilaian kolektif dilakukan apabila :

 Aset keuangan yang tidak dinilai secara individual.

 Aset keuangan yang dinilai secara individual namun tidak


teridentifikasi adanya penurunan nilai.

 Bukti objektif khusus mengenai penurunan nilai terdapat pada


tingkat pinjaman yang diberikan.

 Pada umumnya bersifat homogen, bervolume tinggi, dan


memiliki nilai individual yang rendah.

Penurunan nilai secara kolektif merupakan langkah sementara sampai


penurunan nilai individual dapat teridentifikasi. Penilaian kolektif harus
merefleksikan model kerugian yang terjadi dan mungkin tidak
mengakibatkan pengakuan perkiraan kerugian masa depan.

8. PROSEDUR PENURUNAN NILAI

a. Setiap akhir periode pelaporan, entitas harus menilai apakah terdapat


indikasi suatu aset mengalami penurunan nilai. Jika terdapat indikasi,
entitas harus mengukur nilai terpulihkan aset. Jika nilai terpulihkan
tersebut lebih rendah dari nilai tercatat aset, maka entitas harus
menyesuaikan nilai aset tersebut dan mengakui kerugian penurunan
nilai. Entitas memberikan pengungkapan yang memadai atas penurunan
nilai tersebut. Pada saat menilai indikasi penurunan nilai, entitas
mempertimbangkan faktor ekternal dan internal. Faktor eksternal adalah
faktor di luar entitas yang mengindikasikan dan mempengaruhi
penurunan nilai aset seperti, penurunan nilai pasar aset yang sangat
signifikan melebihi penurunan nilai akibat pemakaian atau berlalunya
waktu, perubahan lingkungan seperti teknologi, ekonomi, teknologi,
suku bunga pasar dan lingkup operasi entitas. Faktor internal adalah
adalah faktor yang ada dalam entitas dan faktor teknis terkait aset
tersebut seperti, keusangan dan kerusakan fisik, kinerja aset yang buruk
dan perubahan signifikan dalam perusahaan yang menyebabkan aset
tidak dimanfaatkan. Pengujian adanya indikasi penurunan nilai
merupakan tahapan awal dalam menentukan penurunan nilai. Jika tidak
ada indikasi, maka aset tidak mengalami penurunan nilai sehingga tidak
perlu melakukan pengukuran penurunan nilai. Namun jika aset tersebut
memiliki indikasi penurunan nilai, maka dalam pengukuran penurunan
nilai dapat dipastikan bahwa nilai tercatat lebih tinggi dari pada nilai
terpulihkan.

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
b. Setelah ditemukan indikasi penurunan nilai, maka selanjutnya adalah
menentukan nilai terpulihkan. Entitas harus menghitung nilai wajar aset
dan biaya penjualan aset dan nilai pakai aset. Kedua nilai tersebut tidak
harus tersedia semuanya. Jika salah satu nilai tersebut lebih besar dari
nilai tercatat, maka tidak perlu dilakukan proses penurunan nilai
berikutnya. Artinya nilai terpulihkan akan menghasilkan nilai yang lebih
tinggi dari nilai tercatat sehingga tidak terjadi penurunan nilai. Dalam
kondisi lain, nilai pasar aset sulit dilakukan karena tidak ada dasar untuk
menentukan nilai pasar. Entitas dapat menggunakan pakai sebagai nilai
terpulihkan. Namun sebaliknya jika entitas tidak meyakini nilai pakai
aset, maka nilai wajar dikurangi biaya penjualan digunakan sebagai nilai
terpulihkan. Biaya penjualan adalah seluruh biaya untuk melepaskan
aset tersebut. Contoh biaya penjualan adalah biaya hukum, biaya pajak
transaksi, biaya pemindahan, biaya tambahan untuk menjadikan aset
dalam keadaan siap dijual. Namun biaya pemutusan hubungan kerja dan
biaya terkait regorganisasi bisnis setelah pelepasan aset bukan bagian
dari biaya penjualan. Nilai pakai adalah nilai kini arus kas di masa
depan yang diharapkan akan diperoleh entitas dari pemakaian aset
tersebut. Untuk memperoleh nilai pakai langkah yang harus dilakukan
adalah mengestimasi arus kas masuk dan arus kas keluar di masa depan
dari pemakaian dan pelepasan aset serta menerapkan tingkat diskonto
yang tepat atas arus kas masa depan tersebut. Estimasi arus kas masa
depan harus memperhatikan faktor ketidakpastian, kondisi ekonomi,
tingkat dan suku bunga. Asumsi yang digunakan dalam proyeksi harus
mencerminkan estimasi terbaik manajemen mengenai kemungkinan
yang akan terjadi selama penggunaan aset tersebut. Estimasi arus dan
tingkat diskonto harus menggambarkan asumsi yang konsisten mengenai
kenaikan harga yang dikaitkan pada inflasi umum. Tarif diskonto yang
digunakan mencerminkan penilaian pasar atas nilai waktu uang dan
risiko spesifik. Diskonto yang digunakan mencerminkan tingkat
pengembalian yang disyaratkan investor jika mereka memilih suatu
investasi yang menghasilkan arus kas dengan jumlah, waktu, profil
risiko yang sama dengan aset tersebut.

c. Menentukan apakah aset mengalami penurunan nilai atau tidak dengan


membandingkan nilai tercatat dengan nilai terpulihkan. Jika nilai tercatat
lebih rendah dari nilai terpulihkan, aset tak mengalami penurunan nilai.
Entitas akan mengakui penurunan nilai sebesar selisih nilai tercatat
dengan nilai pakai. Aset akan disesuaikan atau diturunkan nilainya
sebesar nilai pakai. Kerugian penurunan nilai disajikan dalam laporan
laba rugi periode berjalan. Entitas harus mengungkapkan aset yang
mengalami penurunan nilai dalam catatan atas laporan keuangan.

Contoh :

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
PT CDA membeli gedung 5 tahun yang lalu dengan harga
Rp600.000.000. Umur ekonomis gedung tersebut adalah 20 tahun.
Metode penyusutan garis lurus. Dengan nilai Buku sebesar
Rp450.000.000. Value in Use asset untuk 15 tahun mendatang adalah
Rp237.950.000 dan Net Realizable Value Aset ini adalah
Rp220.000.000. Nilai yang dapat Terpulihkan ( recoverable amount )
yang digunakan adalah lebih tinggi antara value in use dan NRV. Maka
Nilai Tercatat lebih > Nilai terpulihkan = Rp450.000.000 -
Rp237.950.000.000

Sehingga jurnalnya :

Kerugian atas penurunan nilai 212.050.000

Akumulasi Penyusutan Gedung 212.050.000

Kesimpulan :

Dalam praktik, perusahaan cenderung menghindari melakukan


penurunan nilai. Dampak penurunan nilai mengurangi laba dan
memperkecil nilai aset entitas. Entitas sulit untuk menentukan nilai
terpulihkan. Dalam menentukan nilai pakai banyak menggunakan nilai
estimasi dan asumsi yang dipengaruhi oleh subyektivitas manajemen.

9. PENGAKUAN RUGI PENURUNAN AKTIVA TETAP

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengakuan terhadap rugi


penurunan nilai aktiva, seperti penentuan recoverable value, value in use, nilai
wajar dan alokasi rugi penurunan nilai aktiva.

a. Recoverable Value

Recoverable value adalah nilai tertinggi antara value in use dan nilai
wajar suatu aktiva. Yangdimaksud dengan nilai wajar disini adalah nilai
wajar yang berdasarkan harga pasar yang aktif dikurangi biaya jual.
Sedangkan value in use adalah nilai kini taksiran arus kas yang
diharapkan dari penggunaan ataupun pelepasan suatu aktiva.

IAS 36 menjelaskan bahwa suatu perusahaan akan memutuskan menjual


aktivanya apabila ditemukan harga jualnya lebih tinggi dari kas yang
dihasilkannya. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah nilai wajar dan
value in use.

b. Alokasi Penurunan Nilai Aktiva

Sebelum IAS no. 36 diberlakukan, pernah diusulkan dalam draft IAS 36


agar alokasi penurunan nilai dilakukan dengan urutan sebagai berikut :

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
 Goodwill.

 Aktiva tetap tidak berwujud dimana tidak terdapat pasar yang


aktif.

 Aktiva yang nilai jual bersih lebih rendah ketimbang nilai


tercatat.

 Aktiva lainnya dalam suatu UPK (unit bisnis/ penghasil kas)


secara pro rata dengan basis nilai tercatat.

Goodwill menjadi prioritas utama dalam penurunan nilai aktiva karena


penurunan nilai aktiva harus lebih diutamakan terhadap aktiva yang memiliki
nilai-nilai yang paling subjektif.

10. PENGHENTIAN PENGAKUAN

Entitas menghentikan pengakuan asset keuangan dan menghapusnya dari


laporan posisi keuangan, jika dan hanya jika :

a. Mentransfer hak kontraktual untuk menerima arus kas yang berasal dari
aset keuangan.

b. Tetap memiliki hak kontraktual untuk menerima arus kas yang berasal
dari aset keuangan namun juga menanggung liabilitas kontraktual untuk
membayar arus kas yang diterima tersebut kepada satu atau lebih pihak
penerima melalui suatu kesepakatan yang memenuhi persyaratan.

Apabila entitas tetap memiliki hak kontraktual untuk menerima arus kas yang
berasal dari aset keuangan, namun juga menanggung liabilitas kontraktual untuk
membayarkan arus kas yang diterima tersebut kepada satu atau lebih entitas,
maka entitas memperlakukan transaksi tersebut sebagai transfer keuangan, jika
dan hanya jika seluruh persyaratan berikut terpenuhi :

a. Entitas tidak wajib membayar penerima akhir kecuali jika entitas


memperoleh jumlah yang setara dari aset awalnya.

b. Entitas tidak diperkenankan dalam persyaratan dalam kontrak transfer


untuk menjual atau menggunakan aset awalnya, kecuali untuk menjamin
hak penerima akhir untuk menerima arus kas.

c. Entitas berkewajiban untuk menyerahkan setiap arus kas yang


ditagihnya untuk dan atas nama penerima akhir tanpa penundaan yang
signifikan.

11. SALING HAPUS ASET KEUANGAN DAN LIABILITAS KEUANGAN

Saling hapus mengacu pada penyajian asset keuangan dan liabilitas keuangan
secara bersih di dalam laporan posisi keuangan. Saling hapus asset dan liabilitas

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
keuangan berbeda dengan penghentian pengakuan. Saling hapus merupakan isu
penyajian dan tidak menimbulkan pengakuan keuntungan atau kerugian,
sedangkan penghentian pengakuan melibatkan penghapusan aset keuangan atau
liabilitas keuangan dari laporan posisi keuangan dan menimbulkan pengakuan
keuntungan dan kerugian. Aset keuangan dan liabilitas keuangan saling hapus
dan nilai bersihnya disajikan dalam laporan posisi keuangan jika dan hanya jika
entitas :

a. Saat ini memiliki hak yang dapat dipaksakan secara hukum untuk
melakukan saling hapus atas jumlah yang diakui tersebut.

b. Berniat untuk menyelesaikan secara bersih atau untuk merealisasikan


aset dan menyelesaikan liabilitasnya secara simultan.

Dalam akuntansi untuk transfer atas aset keuangan yang tidak memenuhi
kualifikasi penghentian pengakuan, entitas tidak boleh melakukan saling hapus
aset keuangan yang ditransfer dan liabilitas terkait.

Kedua kondisi, yaitu keberadaan hak yang dapat dipaksakan secara hukum
untuk melakukan saling hapus dan berniat untuk menyelesaikan secara bersih
atau untuk merealisasikan aset dan menyelesaikan liabilitas keuangan secara
simultan, harus terpenuhi.

PSAK 50 (revisi 2010) juga menjelaskan bahwa kedua syarat penyajian saling
hapus aset keuangan dan liabilitas keuangan umumnya tidak dapat dipenuhi dan
saling hapus biasanya tidak tepat jika :

a. Beberapa instrumen keuangan yang berbeda digunakan untuk meniru


fitur yang terdapat dalam instrumen keuangan tunggal

b. Aset keuangan dan liabilitas keuangan berasal dari instrumen keuangan


dengan eksposur risiko utama yang sama, namun melibatkan pihak
lawan yang berbeda.

c. Aset keuangan atau asset lain dijaminkan sebagai agunan untuk liabilitas
keuangan yang bersifat non recourse.

d. Aset keuangan dan aset lain dijaminkan sebagai agunan untuk liabilitas
keuangan yang bersifat non recourse.

e. Aset keuangan ditempatkan oleh debitur dalam perwakilan untuk


keperluan pelunasan kewajiban tanpa aset keuangan tersebut diterima
oleh kreditur pada saat penyelesaian kewajiban.

f. Kewajiban yang timbul akibat dari kejadian yang menyebabkan kerugian


diekspektasikan dapat dipulihkan melalui pihak ketiga dengan klaim
kontrak asuransi.

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
12. PEMULIHAN PENURUNAN NILAI AKTIVA

Berdasarkan IAS 36, pemulihan penurunan nilai aktiva dikenal dengan istilah
‘reversal’. IAS 36 menetapkan ketentuan yang terpisah atas pemulihan nilai
aktiva secara individual, kelompok UPK (unit bisnis/ penghasil kas) dan
goodwill.

Pengakuan. Pemulihan nilai aktiva akan diakui sebagai bagian ekuitas atau
sebagai penambah surplus revaluasi apabila aktiva yang telah diturunkan
nilainya pernah direvaluasi karena menggunakan revaluation model, dan saldo
surplus revaluasi yang berasal dari revaluasi tahun-tahun sebelumnya belum
habis. Apabila suatu aktiva pernah diturunkan nilainya dimana saldo surplus
revaluasi telah habis, maka suatu pemulihan aktiva akan diakui sebagai laba
hingga niali aktiva dipulihkan sebesar nilai tercatat yang tidak
memperhitungkan revaluasi.

Apabila aktiva dikelompokkan ke dalam UPK (unit bisnis/ penghasil kas), maka
pemulihan aktiva harus dialokasikan dengan cara pro rata berdasarkan nilai
tercatat aktiva-aktiva tersebut kecuali goodwill. IAS 36 paragraf 124
menyebutkan bahwa kerugian yang timbul sebagai akibat penurunan nilai
goodwill tidak dapat dipulihkan nilainya atau tidak dapat mengalami reversal
pada periode-periode berikutnya.

D. DEPLESI SUMBER DAYA ALAM

1. METODE PERHITUNGAN DEPLESI

Ada 3 hal yang harus diperhatikan dalam menghitung nilai deplesi yaitu :

a. Harga perolehan aktiva. Harga perolehan sumber-sumber alam ( disebut


juga wasting assets) adalah pengeluaran sejak memperoleh ijin sampai
sumber alam itu dapat diambil hasilnya. Bila kumpulan pengeluaran itu
terlalu kecil maka dilakukan penilaian terhadap sumber alam tersebut.

b. Taksiran nilai sisa apabila sumber alam sudah selesai dieksploitasi.

c. Deplesi dihitung untuk tiap unit hasil sumber alam (ton, barrel). Untuk
memperoleh gambaran yang lebih jelas, berikut ini diilustrasikan contoh
sebagai berikut :

Tanah yang mengandung hasil tambang dibeli dengan harga Rp.


50.000.000. Taksiran isinya sebesar 200.000 ton. Tanah tersebut setelah
dieksploitasi ditaksir bernilai Rp. 10.000.000. Deplesi per ton dihitung
sebagai berikut :

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
Deplesi = (Rp. 50.000.000 – Rp. 10.000.000) / 200.000 = Rp. 200 per
ton.

Bila pada tahun pertama bisa dieksploitasi sebanyak 40.000 ton, maka
deplesi untuk tahun tersebut adalah :

40.000 x Rp. 200,- = Rp. 8.000.000

Jurnal yang dibuat untuk mencatat nilai deplesi di atas adalah sebagai
berikut :

Deplesi Rp. 8.000.000

Akumulasi Deplesi Rp. 8.000.000

2. REVISI PERHITUNGAN DEPLESI

Jika pembangunan tambang/sumber daya alam itu juga terjadi dalam masa
eksploitasi sedangkan biayanya ditaksir di muka pada waktu akan menghitung
beban deplesi. Bila kenyataannya biaya pembangunan berbeda dengan yang
sudah ditaksir maka perhitungan deplesi perlu direvisi. Begitu pula bila taksiran
isi tambangnya berbeda dengan taksiran isi tambang yang dipakai dalam
menghitung deplesi maka perhitungan deplesi perlu direvisi. Koreksi terhadap
deplesi dapat dilakukan dengan 2 cara sebagai berikut :

a. Deplesi tahun-tahun lalu yang sudah dicatat dikoreksi, begitu juga untuk
deplesi yang akan datang.

b. Deplesi tahun-tahun lalu yang sudah dicatat tidak dikoreksi tetapi


deplesi tahun-tahun yang akan datang dilakukan dengan data yang
terakhir.

Bila menggunakan cara pertama maka koreksi dilakukan seperti halnya dalam
aktiva tetap. Pada saat diketahui adanya perubahan, dihitung lagi deplesi per
unit kemudian dilakukan koreksi. Misalnya deplesi yang lalu terlalu besar,
jurnal koreksinya sebagai berikut :

Akumulasi Deplesi Rp. xx

Laba Tidak Dibagi (Koreksi Laba Tahun Lalu) Rp. xx

Sedangkan bila menggunakan cara yang kedua, maka deplesi tahun-tahun lalu
tidak dikoreksi tapi deplesi untuk tahun berjalan dan tahun-tahun yang akan
datang direvisi.

Misalnya : dari contoh di atas, biaya biaya pembangunan bertambah sebesar Rp.
1.800.000.

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
Sesudah dieksploitasi dalam tahun kedua sebanyak 30.000 ton, tambang ditaksir
masih mengandung 90.000 ton.

Perhitungan deplesi tahun kedua adalah sebagai berikut :

Harga perolehan pertama Rp. 50.000.000

(-) Nilai sisa Rp. 10.000.000

Deplesi tahun pertama Rp. 8.000.000 Rp. 18.000.000

Rp. 32.000.000

(+) Biaya pembangunan tahun kedua Rp. 1.800.000

Rp. 33.800.000

Taksiran isi tambang pada awal tahun kedua :

Hasil eksploitasi tahun kedua (ton) 30.000

Taksiran isi tambang pada akhir tahun kedua (ton) 90.000

Taksiran isi tambang pada awal tahun kedua (ton) 120.000

Deplesi per ton dalam tahun kedua :

Rp. 33.800.000 : 120.000 = Rp. 282

Deplesi tahun kedua :

30.000ton x Rp. 282 = Rp. 8.450.000

Aktiva-aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan yang mengolah sumber-


sumber alam dan kegunaan aktiva itu terbatas sampai selesainya eksploitasi
sumber-sumber alam. Sehingga depresiasi aktiva tetap dapat dihitung dengan
dasar taksiran hasil sumber alam.

3. DEPLESI DAN DIVIDEN

Perusahaan yang mengolah sumber-sumber alam seringkali membagi dividen


sejumlah laba bersih ditambah deplesi. Cara seperti ini dilakukan bila

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
perusahaan akan menghentikan usahanya bila sumber-sumber alam itu sudah
habis dieksploitasi. Bila keadaannya seperti itu maka para pemegang saham
harus diberitahu bahwa sebagian dari dividen yang telah diterimanya itu adalah
pengembalian modal. Dividen seperti itu disebut sebagai Dividen Likuidasi.

Untuk ilustrasi lihat contoh sebagai berikut :

Ringkasan Neraca PT Pertambangan Hebat Banget adalah sebagai berikut :

Pimpinan perusahaan PT Pertambangan Hebat Banget mengumumkan dividen


sebesar Rp 25.000.000, berdasarkan ringkasan neraca di atas maka jurnal yang
dibuat adalah sebagai berikut :

Laba Tidak Dibagi Rp. 10.000.000

Pengembalian Modal Kepada Pemegang Saham Rp. 15.000.000

Kas Rp. 25.000.0000

Rekening Pengembalian Modal Kepada Pemegang Saham dalam neraca


dilaporkan mengurangi modal.

4. JURNAL UNTUK PENCATATAN DEPLESI

Deplesi Rp4.800.000,00
Akumulasi deplesi Rp4.800.000,00
Apabila perusahaan telah menaksir di muka biaya deplesi dan kenyataannya
perhitungan taksiran berbeda degan kenyataannya, maka perlu diadakan revisi.
Koreksi deplesi ini bisa dilakukan dengan cara berikut ini:

 Deplesi pada tahun lalu dan masa yang akan datang sudah dicatat
dikoreksi. Pada saat adanya perubahaan. Dihitung lagi deplesi perunit
kemudian dilakukan koreksi.

Contohnya deplesi yang terlalu besar, jurnal koreksinya sebagai berikut:

Akumulasi deplesi Rp. Xxx


Laba tidak dibagi (koreksi laaba tahun lalu) Rp. Xxx

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
 Deplesi tahun lalu sudah dicatat tidak di koreksi, tetapi deplesi tahun
yang akan datang dilakukan dengan data yang terakhir. Deplesi pada
tahun lalu tidak dikoreksi, tetapi deplesi untuk tahun berjalan dan tahun
yang akan datang dilakukan revisi.

Contoh biaya pembangunan bertambah sebesar Rp. l.800.000,00. Setelah di


eksploitasi dalam tahun kedua sebanyak 30.000 ton, tambang ditaksir masih
mengandung 90.000 ton. Perhitungan deplesi pada tahun kedua didapat sebagai
berikut:

Harga perolehan pertama 20.000.000


(-) Nilai sisa 2.000.000
Deplesi tahun pertama 4.800.000
(6.800.000 )
13.200.000
(+) Biaya pembangunan tahun kedua 1.800.000
Jumlah yang akan di deplesi Rp. 15.000.000
Taksiran isi tambang pada awal tahun kedua
Hasil eksploitasi tahun kedua (ton) 30.000
Taksiran isi tambang pada akhir tahun kedua (ton) 90.000
Taksiran isi tambang pada awal tahun kedua (ton) 120.000
Deplesi per ton dalam tahun kedua = Rpl5.000.000,00 :120.000 = Rp125,00.

Deplesi tahun kedua = 30.000 ton x Rp125,00 = Rp3.750.000,00.

Pada aktiva tetap milik perusahaan yang mengolah sumber daya alam, kegunaan
aktiva terbatas sampai selesainya eksploitasi sumber alam. Maka depresiasi
aktiva tetap dapat dihitung dengan taksiran hasil sumber alam.

E. PENYAJIAN DAN ANALISIS AKTIVA TETAP

1. Rasio perputaran aktiva (penjualan bersih : rata2 total aktiva)

2. Rasio marjin laba terhadap penjualan (laba bersih : penjualan bersih)

3. Tingkat pengembalian atas aktiva (laba bersih : rata – rata total aktiva)

F. CONTOH KASUS

Kasus Laporan Keuangan dan Perdagangan Saham PT Bank Lippo Tbk. Untuk
periode pelaporan per tanggal 30 September 2002. Fakta-fakta yang ditemukan oleh
Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) :

1. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk. per tanggal 30 September 2002 yang
diiklankan di surat kabar tanggal 28 November 2002. Adapun iklan di surat
kabar merupakan kewajiban PT Bank Lippo Tbk. atas ketentuan Bank
Indonesia.

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
a. Adanya pernyataan dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa
laporan keuangan tsb. disusun berdasarkan Laporan keuangan
Konsolidasi yang telah diaudit KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja
dengan pendapat wajar tanpa pengendalian.

b. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (“Diaudit”)


dan 30 September 2002 (“Tidak Diaudit”).

c. Nilai Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) per 30 September 2002


sebesar Rp 2,3939 trilliun.

d. Total Aktiva per 30 September 2002 Rp 24,185 trilliun.

e. Laba tahun berjalan per 30 September 3002 Rp 98,77 miliar.

f. Rasio kewajiban modal minimum yang tersedia sebesar 24,77%

2. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk. per tanggal 30 September 2002 yang
disampaikan di BEJ pada tanggal 27 Desember 2002.

a. Adanya pernyataan dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa


laporan keuangan adalah laporan keuangan “Audited” yang tidak
disertai oleh Laporan Auditor Independen.

b. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (“Diaudit”)


dan 30 September 2002 (“Tidak Diaudit”).

c. Nilai Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) per 30 September 2002


sebesar Rp 1,42 trilliun

d. Total Aktiva per 30 September 2002 Rp 22,8 triliun.

e. Laba tahun berjalan per 30 September 3002 Rp 1,273 triliun.

f. Rasio kewajiban modal minimum yang tersedia sebesar 4,23%.

3. Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk. per tanggal 30 September 2002 yang
disampaikan oleh KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja pada tanggal 6 Januari
2003.

a. Laporan Auditor Independen yang berisi opini Akuntan Publik KAP


Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian. Laporan auditor itu tanggal 20 November 2002, kecuali
untuk catatan 40a tanggal 22 November 2002 dan catatan 40c tanggal
16 Desember 2002.

b. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002, 31


Desember 2001, dan 31 Desember 2000.

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
c. Nilai AYDA per 30 September 2002 adalah Rp 1,42 triliun 4.

d. Rugi bersih per 30 September 2002 Rp 1,273 triliun 5.

e. Rasio kecukupan modal sebesar 4,23%.

4. Hasil Pemeriksaan Bapepam

Hasil Pemeriksaan Bapepam :

a. Terdapat 1 laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September


2002 dengan dual tanggal. Yakni tanggal 20 November 2002 (kecuali
untuk catatan 40a tertanggal 22 November 2002 dan catatan 40c
tertanggal 16 Desember 2002) yang disampaikan kepada manajemen
PT Bank Lippo Tbk pada tanggal 6 Januari 2003.

b. Bahwa laporan keuangan yang diiklankan pada tanggal 28 November


2002 adalah laporan keuangan yang tidak diaudit. Namun angka-
angkanya sama seperti yang tercantumdalam Laporan Audit
Independen.

c. Bahwa laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke


BEJ pada tanggal 27 Desember 2002 adalah laporan keuanganyang
tidak disertai Laporan Auditor Independen dan telah terjadi penilain
kembali terhadap Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dan Penyisihan
Penghapusan Aktiva (PPAP).

d. Bahwa perbedaan Laporan keuangan yang diiklankan pada tanggal 28


November 2002 dengan Laporan Keuangan audited, hanya disebsbkan
oleh adanya penyesuaian penilaian kembali AYDA dan PPAP.

5. Kesimpulan

a. Kekuranghati-hatian Direksi PT Bank Lippo Tbk., dalam


mencantumkan kata “Diaudit” dan opini Wajar tanpa Pengecualian
dalam iklan tanggal 28 November 2002.

b. Kelalaian KAP Prasetio, Warjoko & Sandjaja, keterlambatan


menyampaikan peristiwa penting dan material mengenai penurunan
nilai AYDA PT Bank Lippo Tbk. pada Bapepam.

6. Sanksi

Atas kekuranghati-hatian Direksi PT Bank Lippo Tbk. dan kelalaian KAP


Prasetio, Warjoko & Sandjaja, maka dikenai sanksi admistrasi seperti berikut :

a. Direksi PT Bank Lippo Tbk. secara pribadi dikenai sanksi administrasi


sebesar Rp 2.500.000.000 yang disetorkan ke Kantor Kas Negara.

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
b. KAP Prasetio, Warjoko, & Sandjaja dikenai sanksi administrasi sebesar
Rp 3.500.000 yang disetorkan ke Kantor Kas Negara, akibat dari
keterlambatan penyampaian informasi mengenai penurunan AYDA
kepada PT Bank Lippo Tbk. selama 35 hari.

c. Terhadap PT Bank Lippo Tbk. wajib memberikan informasi kepada


pemegang saham mengenai kekuranghati-hatian yang telah dilakukan
dan sanksi administrasi yang mereka terima dalam RUPS berikutnya.

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30
DAFTAR PUSTAKA

http://anitaayud.blogspot.co.id/2014/12/pengertian-depresiasiamortisasi-dan.html (diakses
pada Hari Minggu, 1 Oktober 2017)

https://mara04sweet.wordpress.com/2010/12/11/macam-macam-metode-penyusutan/ (diakses
pada Hari Minggu, 1 Oktober 2017)

http://memebali.blogspot.co.id/2013/08/aset-7-psak-48-penurunan-nilai-aset.html (diakses
pada Hari Minggu, 1 Oktober 2017)

http://www.academia.edu/7422561/Pengertian_Umum (diakses pada Hari Minggu, 1 Oktober


2017)

A K U N TA N S I K E U A N G A N I I ( P E N Y U S U TA N ) 30

Anda mungkin juga menyukai