Anda di halaman 1dari 13

PENYUSUTAN, PENURUNAN NILAI, DEPLESI

DAN AKTIVA TAK BERWUJUD (ATB)

OLEH :

KELOMPOK 9

NI NENGAH LORIYANI (1807531006 / 03)

NI KADEK DARMITI (1807531019 / 11)

FRITZ BASAR MIGUEL SINAGA (1807531245/ 30)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSIAS UDAYANA

2019
A. Pengertian Penyusutan dan Deplesi

Depresiasi atau Penyusutan adalah suatu prosedur dalam mengalokasikan biaya


penyusutan terhadap aset tetap selama periode yang diharapkan mendapat manfaat
dari penggunaan aset tersebut. Aset tetap sendiri berarti aset yang dapat dilihat dan
digunakan dalam operasional perusahaan tetapi tidak diperjual belikan. Contoh dari
aset tetap yaitu seperti tanah yang digunakan sebagai tempat berdirinya gedung
perusahaan, perbaikan properti perusahaan seperti jalanan di sekitar area
perusahaan, tempat parkir, saluran air bawah tanah. Selain itu ada juga gedung
perusahaan serta peralatan kantor, pabrik, kendaraan operasional dll yang turut
masuk dalam kategori aset tetap.
Kecuali tanah, yang nilainya akan terus meningkat seiring berjalannya waktu,
aset tetap yang lain nilainya akan semakin berkurang seiring dengan penggunaan
aset tersebut dalam periode tertentu. Ini sama seperti penggunaan handphone Anda
yang harganya akan turun apabila Anda ingin menjualnya setelah digunakan dalam
jangka waktu tertentu. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi biaya
penyusutan pada aset tetap, yaitu:
 Harga Perolehan (Acquisition Cost) adalah harga yang harus Anda keluarkan
ketika membeli aset tetap tersebut. Faktor ini merupakan yang paling
berpengaruh terhadap perhitungan penyusutan karena menjadi dasar perhitungan
seberapa besar depresiasi yang harus dialokasikan per periode akuntansi.
 Nilai Residu (Salvage Value) merupakan perkiraan nilai yang didapat apabila
aset tetap tersebut dijual pada saat penghentian masa guna aset. Nilai Residu
tidak ada ketika aset tetap tidak dijual pada saat masa penghentiannya atau
dibiarkan habis terkorosi. Tentu saja, setiap akuntan tidak akan menyarankan ini.
Ada baiknya aset tetap dapat di daur ulang.
 Umur Ekonomis Aktiva (Economical Life Time) kebanyakan aset tetap
memiliki dua jenis umur yang dapat diukur, yaitu umur fisik dan umur
fungsional. Suatu aset tetap dinilai masih memiliki umur fisik ketika secara
fisik aset tetap tersebut masih dalam kondisi baik, walaupun mungkin fungsinya
sudah menurun. Sedangkan umur fungsional dinilai apabila aset tetap tersebut
masih memberikan kontribusi bagi perusahaan. Biasanya umur fungsional (umur
ekonomis) yang dijadikan bahan perhitungan.
Sedangkan Deplesi merupakan kata lain dari penyusutan nilai yang dialami oleh
benda yang sifatnya alami dan tidak dapat diperbaharui, dalam hal ini adalah
sumber daya alam. Istilah ekonomi geografi ini biasanya digunakan dalam dunia
pertambangan untuk menyatakan penyusutan pada sumber daya alam yang tidak
dapat diperbaharui seperti bijih besi, hasil tambang, kayu hutan dan sebagainya,
dimana aset tetap ini (sumber daya alam) tidak dapat segera diganti apabila sudah
habis. Beda dengan aset tetap yang dihitung oleh Depresiasi dimana aset tetap yang
diukur pada umumnya dapat diganti jika sudah habis ‘masa pakainya’.
Kata Deplesi sendiri berasal dari bahasa Inggris Depletion yang berarti
penipisan atau pengurangan. Biasanya deplesi digunakan perusahaan untuk
mengalokasikan biaya penggalian atau eksploitasi dan dihitung untuk pengurangan
pajak serta pembukuan. Berbeda dengan Amortisasi dan Depresiasi yang hanya
memberikan ‘gambaran’ atas penurunan nilai dari sebuah aset, Deplesi merupakan
perhitungan ‘nyata’ yang terjadi dari suatu sumber daya alam perusahaan.
Perhitungan untuk deplesi biasanya ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:
 Harga Perolehan Aset (Aktiva): merupakan total jumlah pengeluaran yang
dilakukan sejak memperoleh izin hingga sumber daya alam tersebut dapat
diambil hasilnya.
 Taksiran nilai sisa apabila sumber daya alam telah selesai dieksploitasi :
merupakan perkiraan nilai dari lahan tambang yang telah dieksploitasi.
 Taksiran hasil yang secara ekonomis dapat dieksploitasi: Taksiran perkiraan
deplesi yang dihitung untuk tiap unit dari hasil sumber daya alam yang diambil.

B. Metode-Metode Penyusutan

Pola penggunaan aktiva berpengaruh terhadap tingkat keausan aktiva, yang mana
untuk mengakomodasi situasi ini biasanya dipergunakan metode penyusutan yang paling
sesuai. Berikut adalah beberapa metode penyusutan aktiva tetap.
1. Metode Penyusutan Garis Lurus (Straight Line Method)
Metode garis lurus adalah suatu metode penyusutan aktiva tetap di mana beban penyusutan
aktiva tetap per tahunnya sama hingga akhir umum ekonomis aktiva tetap
tersebut. Metode ini termasuk yang paling luas dipakai. Untuk penerapan
“Matching Cost Principle”, metode garis lurus dipergunakan untuk menyusutkan
aktiva-aktiva yang fungsionalnya tidak terpengaruh oleh besar kecilnya volume
produk atau jasa yang dihasilkan seperti bangunan dan peralatan kantor.
2. Metode Penyusutan Saldo Menurun (Double Declining Balance Method)
Metode saldo menurun adalah metode penyusutan aktiva tetap yang ditentukan berdasarkan
persentase tertentu dihitung dari harga buku pada tahun yang bersangkutan.
Persentase penyusutan besarnya dua kali persentase atau tarif penyusutan metode
garis lurus.
3. Metode Penyusutan Jumlah Angka Tahun (Sum of The Year Digit Method)
Berdasarkan metode jumlah angka tahun, besarnya penyusutan aktiva tetap tiap tahun
jumlahnya semakin menurun.
4. Metode Penyusutan Satuan Jam Kerja (Service Hours Method)
Menurut metode ini, beban penyusutan aktiva tetap ditetapkan berdasarkan jumlah satuan
produk yang dihasilkan dalam periode yang bersangkutan.
5. Metode Penyusutan Satuan Hasil Produksi (Productive Output Method)
Menurut metode ini, beban penyusutan aktiva tetap ditetapkan berdasarkan jumlah satuan
produk yang dihasilkan dalam periode yang bersangkutan. Beban depresiasi
dihitung dengan dasar satuan hasil produksi, sehingga depresiasi tiap periode akan
berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi hasil produksi.

C.

D.

E. Penyajian dan Analisis Aktiva Tetap

1. Penyajian Properti, Pabrik, Peralatan, dan Sumber Daya Alam

Perusahaan seharusnya mengungkapkan dasar penilaian (biasanya biaya historis)


untuk properti, pabrik, peralatan, dan sumber daya alam bersama dengan perjanjian,
hak gadai, dan komitmen lainnya yang berhubungan dengan aktiva ini. Setiap
kewajiban yang dijamin oleh properti, pabrik, peralatan dan sumber daya alam tidak
boleh dioffset terhadap aktiva ini, tetapi harus dilaporkan dalam kelompok kewajiban.
Properti, pabrik, dan peralatan yang saat ini tidak digunakan sebagai aktiva produksi
dalam bisnis (seperti fasilitas menganggur atau tanah yang dipegang sebagai
investasi) harus dipisahkan dari aktiva yang digunakan dalam operasi.
Apabila aktiva disusutkan, maka akun penilaian yang biasanya disebut akumulasi
penyusutan dikredit. Penggunaan akun Akumulasi Penyusutan mengijinkan para
pemakai laporan keuangan untuk melihat biaya awal aktiva dan jumlah penyusutan
yang telah dibebankan sebagai beban pada tahun lalu. Apabila aktiva dideplesi, maka
beberapa perusahaan menggunakan akun Akumulasi Deplesi. Namun banyak
perusahaan hanya mengkredit akun sumber daya alam secara langsung. Dasar
pemikiran untuk pendekatan ini adalah bahwa sumber daya alam dikonsumsi secara
fisik dan oleh karena itu, pengurangan langsung biaya sumber daya alam adalah tepat.
Karena dampak yang signifikan dari metode penyusutan yang digunakan terhadap
laporan keuangan, maka pengungkapan berikut harus dibuat:

a. Beban penyusutan untuk periode berjalan


b. Saldo kelas utama dari aktiva yang dapat disusutkan, menurut sifat dan fungsi.
c. Akumulasi penyusutan, baik menurut kelas utama aktiva yang dapat disusutkan
maupun dalam jumlah total.
d. Suatu uraian umum tentang metode yang digunakan dalam menghitung
penyusutan berkaitan dengan kelas utama aktiva yang dapat disusutkan.
Untuk sumber daya alam, diperlukan persyaratan pengungkapan khusus yang
berhubungan dengan industri minyak dan gas. Perusahaan yag melakukan aktivitas
ini harus mengungkapkan dalam laporan keuangannya hal-hal berikut: (1) metode
dasar akuntansi untuk biaya yang dikeluarkan dalam aktivitas produksi minyak dan
gas (misalnya, biaya penuh versus upaya yag berhasil), dan (2) cara mendisposisi
biaya yang berhubungan dengan aktivitas produksi minyak dan gas (misalnya,
membebankan dengan segera versus penyusutan dan deplesi).

2. Analisis Properti, Pabrik, Peralatan, dan Sumber Daya Alam


Aktiva dapat dianalisis secara relatif dengan aktivitas (perputaran) dan profitabilitas.
a. Rasio Perputaran Aktiva
Seberapa efisien perusahaan menggunakan aktivanya untuk menghasilkan
penjualan di ukur dengan rasio perputaran aktiva (asset turnover ratio). Rasio ini
ditentukan dengan membagi penjualan bersih dengan rata-rata total aktiva selama
periode berjalan. Jumlah yang dihasilkan adalah jumlah dolar penjualan yang
diproduksi oleh setiap dolar yang diinvestasikan dalam aktiva.
b. Rasio Marjin Laba Terhadap Penjualan
Pengukuran lainnya untuk menganalisis penggunakan properti, pabrik, dan
peralatan adalah rasio marjin laba terhadap penjualan (rate of return on sales).
Dihitung dengan cara laba bersih dibagi dengan penjualan bersih, rasio
profitabilitas perusahaan dalam menggunakan aktivanya. Namun dengan
menghubungkan marjin laba terhadap penjualan dengan perputaran aktiva selama
suatu periode waktu.
c. Tingkat Pengembalian Atas Aktiva
Tingkat pengembalian atas aktiva (rate of return of asset = ROA) dapat secara
langsung dihitung dan gan membagi laba bersih dengan rata-rata total aktiva.
Tingkat pengembalian atas aktiva merupakan pengukuran yang baik, profitabilitas
karena mengkombinasikam pengaruh marjin laba dan perputaran aktiva.

F. Prosedur untuk Menilai dan Mengamortisasi ATB

1. Penilaian Aktiva Tak Berwujud

a. Aktiva Tak Berwujud yang Dibeli

Aktiva tak berwujud yang dibeli dari pihak lain dicatat pada biaya. Biaya ini
termasuk semua biaya akuisisi dan pengeluaran yang diperlukan untuk membuat
aktiva tak berwujud tersebut siap digunakan sebagaimana dimaksudkan sebagaj
contoh, harga beli, biaya hukum, dan beban, insidental lainnya.

Jika aktiva tak berwujud diperoleh dengan saham atau ditukarkan dengan aktiva
lain, maka biaya aktiva tak berwujud itu adalah nilai pasar wajar dari pertimbangan
yang diberikan atau nilai pasar wajar aktiva tak berwujud yang diterima, mana
yang meiliki bukti jelas. Apabila beberapa aktiva tak berwujud, atau gabungan dari
aktiva tak berwujud dan aktiva berwujud, dibeli dalam suatu "pembeli sekeranjang
(basket purcase), maka biayanya harus dialokasikan berdasarkan nilai pasar wajar
atau jual relatif. Pada dasarnya perlakuan akuntasi untuk aktiva tak berwujud yang
dibeli berkaitan erat dengan pembelian aktiva berwujud.

b. Aktiva Tak Berwujud yang Dibuat secara Internal

Biaya yang terjadi secara internal untuk menciptakan aktiva tak berwujud biasanya
dibebankan pada saat biaya itu dikeliarkan. Jadi, walaupun sebuah perusahaan
mungkin mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan yang substansial
untuk menciptakan aktiva tak berwujud, namun biaya ini dibebankan. Beberapa
pihak berpendapat bahwa biaya yang dikeluarkan secara internal untuk
menciptakan aktiva tak berwujud tidak memiliki hubungan dengan nilai rillnya.
Oleh karena itu, membebankan biaya ini adalah tidak tepat. Pihak lain berpendapat
bahwa sulit untuk menghubungkan biaya ini dengan aktiva tak berwujud tertentu.
Pihak yang lainnya lagi berpendapat bahwa karena subjektivitas yang mendasari
berhubungan dengan aktiva tak berwujud, maka pendekatan konservatif harus
digunakan yaitu, dibebankan ketika terjadi. Akibatnya, hanya biaya internal yang
dikapitalisasi yang merupakan biaya langsung yang dikeluarkan dalam
memperoleh aktiva tak beewujud, seperti biaya hukum.

2. Amortisasi Aktiva Tak Berwujud

Aktiva tak berwujud dapat mempunyai umur manfaat yang terbatas (limited (finite)
useful life) atau umur manfaat yang tidak terbatas (indetifinite useful life). Misalnya
sebuah seperti Walt Disney mempunyai aktiva tak berwujud dari kedua jenis. Walf
Disney mengamortisasi aktiva tak berwujudnya yang mempunyai umur manfaat yang
tidak terbatas.

a. Aktiva Tak Berwujud yang Mempunyai Umur Manfaat Terbatas

Aktiva biaya aktiva tak berwujud dengan cara yang sistematis disebut sebagai
amortisasi (amortization). Walf Disney mengamostisasi aktiva tak berwujud yang
mempunyai unsur manfaat terbatas dengan pembebanan sistematis selama umur
manfaatnya. Umur manfaat ini harus mencerminkan periode-periode dimana
aktiva-aktiva ini berkontribusi pada arus kas.

b. Aktiva Tak Berwujud dengan Umur Manfaat yang Tak Terbatas

Jika tidak ada faktor hukum, perundangan, kontrak, persaingan, atau faktor-faktor
yang membatasi umur manfaat dari sebuah aktiva tak berwujud, maka umur
manfaatnya tidak terbatas. Tidak terbatas berarti bahwa tidak ada batas yang dapat
diperkirakan dalam periode waktu di mana aktiva tersebut dapat memberikan arus
kas. Aktiva dengan umur manfaat yang tak terbatas tidak diamortisasi.
Sebagai ilustrasi, anggaplah bahwa Double Clik, Inc. memperoleh sebuah merek
dagang yang membuatnya dapat menjadi sebuah produk konsumen nomor satu.
Perusahaan memperbarui merek dagang ini sekali setiap 10 tahun dengan biaya
kecil. Semua bukti mengindikasikan bahwa produk merek dagang ini akan
menghasilkan arus kas dengan jangka waktu tidak terbatas. Dalam hal ini, merek
dagang tersebut mempunyai umur manfaat yang tidak terbatas; Double Clik tidak
mencatat amortisasi apa pun. Perusahaan harus menguji apakah aktiva tak
berwujud dengan umur tak terbatas itu mengalami penurunan atau tidak paling
tidak setahun sekali. Pengujian Penurunan untuk aktiva tak berwujud dengan umur
tak terbatas ini berbeda dengan yang dipakai untuk aktiva tak berwujud dengan
umur terbatas, dalam hal bahwa hanya pengujian nilai wajar saja yang dilakukan.
Tidak ada pengujian pemulihan yang terkait dengan aktiva tak berwujud dengan
umur tak terbatas. Alasannya: aktiva tak berwujud dengan umur tak terbatas tidak
akan pernah gagal dalam pengujian pemulihan arus kas tak berdiskonto karena
arus kas dapat diperpanjang ke masa depan secara tidak terbatas.

G. Mengidentifikasi ATB yang Dapat Diidentifikasi Secara Khusus

Definisi aktiva tak berwujud mensyaratkan bahwa aktiva tak berwujud harus memenuhi
kriteria dapat diidentifikasi, dikendalikan oleh entitas, dan mempunyai potensi manfaat
ekonomi masa depan. Yang dimaksud dengan kriteria dapat identifikasi adalah :

1. Dapat dipisahkan, artinya aset ini memungkinkan untuk dipisahkan atau dibedakan
secara jelas dari aset-aset yang lain pada suatu entitas. Oleh karena aset ini dapat
dipisahkan atau dibedakan dengan aset yang lain, maka ATB ini dapat dijual,
dipindahtangankan, diberikan lisensi, disewakan, ditukarkan, baik secara individual
maupun secara bersama-sama. Namun demikian tidak berarti bahwa ATB baru diakui
dan disajikan di neraca jika entitas bermaksud memindahtangankan, menyewakan,
atau memberikan lisensi kepada pihak lain. Identifikasi serta pengakuan ini harus
dilakukan tanpa memperhatikan apakah entitas tersebut bermaksud melakukannya
atau tidak.
2. Timbul dari kesepakatan yang mengikat, seperti hak kontraktual atau hak hukum
lainnya, tanpa memperhatikan apakah hak tersebut dapat dipindahtangankan atau
dipisahkan dari entitas atau dari hak dan kewajiban lainnya.

Kriteria dapat dipisahkan harus digunakan secara hati-hati, mengingat dalam


perolehan aset pada suatu entitas kadang-kadang terjadi perolehan secara gabungan.
Dalam hal ATB diperoleh bersama dengan sekelompok aset lainnya, transaksi ini bisa
juga meliputi pengalihan hak hukum yang memungkinkan entitas untuk memperoleh
manfaat masa depan dari hak tersebut. Dalam hal demikian entitas tetap harus
mengidentifikasi adanya ATB tersebut. Beberapa ATB biasanya dapat dipisahkan
dengan aset lainnya, seperti paten, hak cipta, merk dagang, dan franchise.

Sebagai ilustrasi, suatu entitas membeli hardware, software, dan modul untuk
kegiatan tertentu. Sepanjang software tersebut dapat dipisahkan dari hardware terkait
dan memberikan manfaat masa depan maka software tersebut diidentifikasi sebagai
ATB. Sebaliknya dalam hal software komputer ternyata tidak dapat dipisahkan dari
hardware yang tertentu, tanpa adanya software tersebut hardware tidak dapat
beroperasi, maka software tersebut tidak dapat dipisahkan dengan hardware tersebut
dan tidak dapat diperlakukan sebagai ATB tetapi sebagai bagian tak terpisahkan dari
hardware dan diakui sebagai bagian dari peralatan dan mesin.

3. Pengendalian

Selain persyaratan dapat diidentifikasi sebagaimana diuraikan di muka, pengendalian


merupakan syarat lainnya yang harus dipenuhi. Tanpa adanya kemampuan untuk
mengendalikan aset maka sumber daya dimaksud tidak dapat diakui sebagai aset
suatu entitas. Suatu entitas disebut ”mengendalikan aset” jika entitas memiliki
kemampuan untuk memperoleh manfaat ekonomi masa depan yang timbul dari aset
tersebut dan dapat membatasi akses pihak lain dalam memperoleh manfaat ekonomi
dari aset tersebut. Kemampuan untuk mengendalikan aset ini pada umumnya
didasarkan pada dokumen hukum yang sah dari lembaga yang berwenang, namun
demikian dokumen hukum ini bukanlah sebagai suatu prasyarat yang wajib dipenuhi
karena mungkin masih terdapat cara lain yang digunakan entitas untuk
mengendalikan hak tersebut.
Pada suatu instansi, pemerintah bisa memperoleh manfaat ekonomi masa depan
karena adanya pengetahuan teknis yang dimilikinya. Pengetahuan teknis ini dapat
diperoleh dari riset atau pengembangan atau mungkin dari pendidikan dan pelatihan
yang dilakukan. Dalam kondisi demikian timbul pertanyaan, apakah entitas
mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pengetahuan teknis yang diperoleh
dari riset dan pengembangan tersebut. Kemampuan untuk mengendalikan ini harus
dibuktikan dengan adanya hak cipta (copyrights), tanpa adanya hak cipta sulit bagi
entitas untuk mengendalikan sumber daya tersebut.

4. Manfaat Ekonomi Masa Depan

Karakteristik aset secara umum adalah kemampuannya untuk dapat memberikan


manfaat ekonomis dan jasa potensial (potential services). Manfaat ekonomis dapat
menghasilkan aliran masuk atas kas, setara kas, barang, atau jasa ke pemerintah,
sedangkan jasa yang melekat pada aset dapat saja memberiksan manfaat kepada
pemerintah dalam bentuk lainnya, misalnya dalam meningkatkan pelayanan publik
sebagai salah satu tujuan utama pemerintah.

Manfaat ekonomi masa depan yang dihasilkan oleh ATB juga dapat berupa
pendapatan yang diperoleh dari penjualan barang atau jasa, penghematan biaya atau
efisiensi, dan hasil lainnya seperti pendapatan dari penyewaan, pemberian lisensi, atau
manfaat lainnya yang diperoleh dari pemanfaatan ATB. Manfaat lain ini bisa berupa
peningkatan kualitas layanan atau keluaran, proses pelayanan yang lebih cepat, atau
penurunan jumlah tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas dan
fungsi. Sebagai contoh, penerapan sistem on-line untuk perpanjangan Surat Ijin
Mengemudi (SIM Keliling) mempercepat pemrosesan yang selanjutnya meningkatkan
pelayanan pemerintah kepada masyarakat.

H. Menguraikan Prosedur Mencatat Goodwill dan Biaya litbang

Pengertian dari goodwill yaitu aset dalam neraca keuangan perusahaan, hal ini
diklasifikasikan dalam aset yang tidak ada wujudnya. Hal ini muncul pada saat terjadi
akuisisi didalam suatu perusahaan pada suatu perusahaan yang lainnya.
Goodwill ini timbul terjadi saat pembayaran (pembelian) atas perusahaan lain, dengan
harga pasar aset bersih (nilai buku). Selisih inilah yang dinamakan dengan goodwill.
Goodwill ini merupakan presentasi angka yang lebih besar daripada nilai buku yang
dibayarkan pada suatu perusahaan agar bisa mendapatkan perusahaan lainnya.
contoh :
misalnya pada perusahaan A ingin membeli sebuah perusahaan B untuk ekspansi
usahanya. Pada perusahaan B memiliki total aset hingga Rp 1.000, lalu memiliki
Liabilitas sebesar Rp 350 dan total Equity Rp 650. Perusahaan B jual mahal pada
perusahaan A, karena perusahaan B tahu bahwa perusahaannya sangat strategis untuk
perusahaan A. Setelah bernegosiasi dengan lama dan sudah melelahkan, akhirnya
perusahaan B mau dibeli oleh perusahaan A dengan harga Rp 850.
Harga Beli : 850
Total Aset: 1000
Net Aset : 650

Total Aset Bersih pada Perusahaan B sebesar Rp 650, tetapi perusahaan dibeli oleh
perusahaan A dengan harga Rp 850. Dengan begitu masih ada selisih sebesar Rp 200.
Selisih itulah yang disebut dengan goodwill.

Hal ini jika dilihat dari angka memang lebih mahal, tetapi dengan membeli perusahaan
B ini, maka perusahaan A akan mendapatkan manfaat jauh lebih besar. Pada waktu
yang akan datang, karena ini akan mengalir hingga beberapa tahun kedepan. Jika
dilihat secara sederhana perusahaan A melakukan penjurnalan seperti berikut ini :

Aset Rp 1000
Goodwill Rp 200
Kas Rp 850
Liabilitas Rp 350

1. Perolehan Goodwill
Goodwill ini akan timbul, karena ada aktivitas sebuah perusahaan yang dibeli oleh
perusahaan lainnya. Dimana harga perusahaan ini lebih besar dari harga kekayaan
bersih sebuah perusahaan. Tetapi jika sebuah perusahaan dibeli dengan harga
dibawah dari kekayaan bersih sebuah perusahaan ini disebut dengan goodwill
negatif.
2. Amortisasi Goodwill
Amortisasi istilah lain dari penyusutan, jika pada aktiva tetap ada istilah
penyusutan. Pada aset yang tidak berwujud seperti halnya goodwill, penyusutan
ini disebut juga dengan amortisasi. PSAK menyebutkan bahwa amortisasi ini
merupakan alokasi jumlah tersusutkan secara sistematis.
Atas sebuah aktiva yang tidak berwujud selama masa manfaat ekonomisnya.
Harga perolehan dari aktiva yang tidak berwujud ini dibebankan secara periodik
ke dalam rugi atau laba sebuah perusahaan.
Metode amortisasi yang sering kali digunakan yakni metode garis lurus, dan
dilakukan pada setiap tutup buku 31 desember. Dilakukan pembebanan amortisasi
goodwill ke dalam laporan laba rugi, sekaligus nilai buku goodwill pada neraca
dikurangi.
Dec 31:
Amortisasi Goodwill Rp xxx
Akumulasi Amortisasi Goodwill Rp xxx
Rp xxx ini sebuah jumlah goodwill dibagi sebanyak beberapa tahun, manajemen
mengamortisasikan dengan berdasarkan pikiran terbaik atas manfaat dari
goodwillnya.
3. Penurunan Goodwill
Penurunan ini juga diperlukan jika manfaat yang diberikan dari goodwill diakui
telah menurun. Jurnal penurunan ini sama dengan jurnal pencatatan write-off, ini
hanya berbeda nominalnya saja. Nilai penurunan sebuah goodwill ini hanya
sebesar nilai yang turun saja, dan bukan nilai goodwill seluruhnya.
4. Polemik Goodwill
Sebenarnya amortisasi goodwill ini sudah menjadi polemik tersendiri. Bahkan ini
menjadi kontroversi, antara dihapuskan atau tidak dihapuskan. Bahkan FASB pada
tahun 2005 yang lalu sudah memutuskan amortisasi goodwill ini sudah tidak
diperkenankan untuk dilakukan kembali. Dan amortisasi goodwill ini sudah tidak
boleh lagi diterapkan oleh IAS (International Accounting Standard).
I.

DAFTAR PUSTAKA

Kieso, Donald E., Weygandt, J.J. dan Warfield, T.D. Intermediate Accounting. Edisi IFRS.
Erlangga: Jakarta
https://www.jurnal.id/id/blog/2017-metode-penyusutan-aktiva-tetap-dalam-akuntansi/
https://ukirama.com/en/blogs/pengertian-cara-dan-contoh-menghitung-nilai-goodwill-aset-
tidak-berwujud-pada-perusahaan

Anda mungkin juga menyukai