Anda di halaman 1dari 32

KARTEL INTERNASIONAL DAN DISKRIMINASI HARGA

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi


Tugas Mata Kuliah Ekonomi Internasional
Pada Program Studi Perbankan Syariah

Dosen Pengampu Mata Kuliah : Muhammad Zulkarnain, ME

Disusun Oleh Kelompok 5/Kelas PS-E


Wardatul Fitri 3321175
Nur Maizah 3321177

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SJECH M. DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
2023
Abctract

This research aims to determine the forms of cartels that usually occur in limiting unfair
business competition in Indonesia, explaining the meaning of price discrimination. The
influence of cartels in business competition can cause unhealthy competition, damage market
stability, and close competition in a particular market. The aim of this paper is to provide a
scenario of price discrimination in service marketing. These scenarios will help marketers
plan exactly when and where price discrimination will be used. The price discrimination
scenario is displayed in a mathematical model involving service internal factors (SIF) and
external/environmental factors (EEF). These factors consist of six attributes that influence
price discrimination, namely: service criticality, service customization, demand fluctuations,
service characteristics, nature of the market served, and level of competition.

Keywords: International Cartel Theory and International Price Discrimination

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk kartel yang biasanya terjadi dalam
membatasi persaingan usaha tidak sehat di Indonesia menjelaskan pengertian diskriminasi
harga. Pengaruh kartel dalam persaingan usaha dapat menyebabkan persaingan yang tidak
sehat, merusak kestabilan pasar, dan menutup adanya persaingan dalam suatu pasar
tertentu. Tujuan dari tulisan ini adalah menggunakan metode kualitatif memberikan skenario
diskriminasi harga dalam pemasaran jasa. Skenario ini akan membantu pemasar merancang
secara pasti kapan dan di mana diskriminasi harga akan digunakan. Skenario diskriminasi
harga ditampilkan dalam model matematis dengan melibatkan faktor internal layanan (SIF)
dan faktor eksternal/lingkungan (EEF). Faktor-faktor tersebut terdiri dari enam atribut yang
mempengaruhi diskriminasi harga, yaitu: kekritisan layanan, penyesuaian layanan, fluktuasi
permintaan, karakteristik layanan, sifat pasar yang dilayani, dan tingkat persaingan.
Kata Kunci : Teori Kartel Internasional dan Diskriminasi Harga Internasional.

i
KATA PENGANTAR

Segala pujibagi Allah SubhanahuWaTa’ala yang telah melimpahkan rahmat


dan karunia-Nya, Sholawat dan Salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad
dengan mengucapkan Allohummaasholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaaaali Muhammad
yang menjadi panutan kita sampai akhir zaman,sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul Kartel Internasional dan Diskriminasi
Harga. Penulisan Makalah ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Ekonomi Internasional Program Studi S 1 Perbankan Syariah Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek
Bukittinggi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian Makalah ini, sejak tahap awal
sampai dengan tahap akhir, tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada Bapak Dosen
Pengampu Pada Mata Kuliah Ekonomi Internasional yang dengan sabar
menyemangati dan mendoakan penulis, sehingga makalah ini dapat selesai.
Doa dan harapan penulis kepada semua pihak yang telah memberikan
dorongan, bantuan, bimbingan, petunjuk, dan arahan yang bermanfaat tersebut,
semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta
menjadi amaljariyah yang berguna diakhirat kelak.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari
sisi materi maupun tehnik penulisan. Masih banyak hal-hal yang harus dibenahi.
Untuk itu penulis mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Bukittinggi, 04 September 2023
Penulis,

Wardatul Fitri Nur Maizah

ii
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................……i
ABSTRAK.......................................................................................................……ii
KATA PENGANTAR....................................................................................……iii
DAFTAR ISI .................................................................................................……iv

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................……1
A. Latar Belakang..........................................................................……1
B. Permasalahan.............................................................................……1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................……3
BAB III METODE PENULISAN................................................................……4
BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................……5
A. Pengertian Dasar Kartel Internasinal.........................................…....8
B. Pengertian Diskriminasi Harga..................................................……19
C. Imlikasi Terhadap Kebijakan Internasional ..............................……26
BAB V PENUTUP......................................................................................……28
A. Kesimpulan...............................................................................……28
B. Saran..........................................................................................……28

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi Internasional adalah bidang ekonomi yang mempelajari
ketergantungan antara negara-negara di dunia. Hal ini terjadi dalam perdagangan
barang dan jasa, di mana negara-negara saling melakukan ekspor dan impor untuk
memenuhi kebutuhan mereka secara bilateral, regional, multilateral, atau
internasional.
Agar dapat bersaing di pasar global, setiap negara perlu memiliki strategi
ekonomi yang efektif. Ini mencakup strategi pemasaran, promosi, dan penetapan
harga. Beberapa negara juga melakukan kerja sama untuk memastikan bahwa produk
masing-masing diterima secara global.
Dalam perdagangan internasional, negara-negara menerapkan berbagai
strategi, seperti kartel internasional dan diskriminasi harga. Setiap strategi ini
bertujuan untuk memperoleh keuntungan finansial dan memasarkan produk dengan
lebih baik.

B. Permasalahan
Dari pembahasan Latar belakang di atas, maka penulis bermaksud membahas
materi yang terangkum dalam rumusan pembahasan sebagai berikut:
1. Menjelaskan Bagaimana Dasar-dasar Pengertian Kartel Internasional?
2. Menjelaskan pengertian Diskriminasi Harga?
3. Bagaimana implikasi terhadap kebijakan Internasional?

Adapun Tujuan dan Urgensi Pembahasan ini adalah untuk:


1. Memahami urgensi dan memahamiarti dari Dasar-dasar Kartel Internasional.
2. Mengetahui dan memahami pengertian dari Diskriminasi Harga tersebut.
3. Mengetahui apa saja implikasi terhadap Kebijakan Internasional.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Secara Ekonomi Inernasional Kartel berasal dari bahasa Prancis "cartel" yang
berarti sebuah perjanjian atau kesepakatan. Internasional berasal dari bahasa Latin
"internationālis" yang terdiri dari dua kata, yakni "inter" yang berarti antara atau di
antara, dan "nationālis" yang berarti bangsa atau negara. Secara harfiah, internasional
mengacu pada hal-hal yang melibatkan dua atau lebih negara.
Dalam konteks kartel internasional, kata "kartel" merujuk pada aliansi atau
kesepakatan antara perusahaan perusahaan dari berbagai negara. Sedangkan kata
"internasional" menunjukkan bahwa kartel tersebut melibatkan perusahaan-
perusahaan dari negara-negara yang berbeda. Jadi, secara etimologis, kartel
internasional merujuk pada kesepakatan atau aliansi lintas negara antara perusahaan-
perusahaan dalam rangka mengendalikan produksi, harga, dan distribusi barang atau
jasa di pasar global.
Kartel (cartel) terjadi ketika beragam perusahaan memproduksi produk
barang atau jasa yang serupa kemudian bekerja sama untuk mengendalikan pasar
melalui jenis barang atau jasa yang mereka produksi. Asosisasi kartel mungkin saja
menggunakan perjanjian formal dalam menetapkan harga, menetapkan tingkat
produksi dan penjualan bagi semua perusahaan yang berpartisipasi, mengalokasikan
teritori pasar dan bahkan mendistribusikan keuntungan. Dalam beberapa kasus,
organisasi kartel sendiri mengambil alih fungsi penjualan, lalu menjual barang-barang
pada produsen, kemudian mendistribusikan keuntungan.
Peranan ekonomi kartel menimbulkan perdebatan panjang, namun pihak yang
setuju dengan kartel berargumen bahwa kartel dapat mengeliminasi persaingan yang
saling mematikan dan merasionalisasikan bisnis, mendukung peningkatan teknis yang
lebih baik, serta harga yang lebih murah bagi konsumen. Namun demikian, sebagian
ahli menyangsikan konsumen sering mendapat keuntungan dari kartel. Kartel
internasional adalah kesepakatan antara perusahaan atau entitas bisnis dari berbagai

2
negara untuk mengendalikan produksi, harga, atau distribusi suatu produk atau
layanan secara bersama-sama. Para ahli dalam ekonomi dan hukum persaingan
memiliki pandangan beragam tentang kartel internasional, tetapi secara umum,
mereka setuju bahwa ini melibatkan kolusi antarnegara untuk membatasi persaingan
dan mempengaruhi pasar global. Salah satu contoh terkenal adalah OPEC (Organisasi
Negara-negara Pengekspor Minyak), yang merupakan kartel internasional yang
mengendalikan produksi dan harga minyak mentah.
Terminologi diskriminasi harga bisa dijelaskan sebagai berikut:
Diskriminasi berasal dari bahasa Latin "discriminare" yang berarti membedakan.
Dalam konteks ini, diskriminasi merujuk pada perlakuan yang tidak adil atau tidak
setara terhadap individu atau kelompok berdasarkan karakteristik atau kondisi
tertentu. Harga mengacu pada jumlah uang yang dikenakan sebagai pembayaran
untuk suatu produk atau layanan.
Dalam diskriminasi harga, penjual menetapkan harga yang berbeda untuk
konsumen yang berbeda berdasarkan faktor-faktor seperti lokasi geografis, usia,
status keanggotaan, preferensi pembelian, atau kelompok konsumen tertentu. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan atau keuntungan penjual
dengan menyesuaikan harga sesuai dengan kelompok konsumen yang berbeda.
Diskriminasi harga dapat dilakukan dengan cara yang adil atau tidak adil tergantung
pada dasar yang digunakan untuk membedakan harga.
Diskriminasi harga yang didasarkan pada karakteristik yang sah, seperti biaya
produksi yang berbeda atau permintaan yang berbeda, dapat dianggap adil. Namun,
jika diskriminasi harga didasarkan pada faktor-faktor yang tidak relevan atau tidak
adil, misalnya diskriminasi ras atau gender, hal itu dapat dianggap tidak adil dan
melanggar peraturan anti diskriminasi yang berlaku dalam yurisdiksi tertentu.

3
BAB III
METODE PENULISAN

A. Sumber Dan Jenis Data


Sumber data yang digunakan dalam tulisan ini berasal dari berbagai literatur
perpustakaan yang relevan dengan topik yang dibahas. Berbagai jenis referensi yang
pertama-tama digunakan termasuk buku teks umum yang mengulas sejarah pemikiran
ekonomi Islam, jurnal ilmiah yang tersedia dalam bentuk edisi online, serta artikel
ilmiah yang diperoleh dari internet. Data yang diperoleh memiliki karakteristik yang
bervariasi, baik dalam bentuk kualitatif maupun kuantitatif.

B. Pengumpulan Data
Metode penulisan yang digunakan adalah melalui studi pustaka. Informasi
diambil dari berbagai sumber literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari
informasi yang telah diperoleh.

C. Analisis Data
Data yang terkumpul dipilih dengan selektif dan diorganisir sesuai dengan
topik penelitian. Kemudian, karya tulis disusun dengan logis dan sistematis
berdasarkan data yang telah disiapkan.

D. Penarikan Keseimpulan
Kesimpulan dicapai setelah merujuk kembali pada rumusan masalah, tujuan
penulisan, dan pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan ini berfungsi
sebagai penjabaran utama dari isi karya tulis dan juga disertai dengan saran
praktis dan rekomendasi untuk langkah-langkah selanjutnya.

4
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kartel Internasional


Sebuah kesepakatan resmi antara beberapa perusahaan dari negara yang
berbeda untuk membagi pasar atau mengurangi persaingan di antara mereka disebut
sebagai kartel internasional. Setiap perusahaan dapat memiliki monopoli di pasar
tertentu dan menetapkan harga di atas tingkat persaingan untuk mencapai keuntungan
maksimal. Kartel internasional adalah organisasi produsen komoditas tertentu dari
berbagai negara atau organisasi yang menghimpun pemerintah mereka. Mereka setuju
untuk membatasi produksi dan mengendalikan ekspor komoditas tersebut dengan
tujuan memaksimalkan keuntungan total.
Kartel (cartel) terjadi ketika beragam perusahaan memproduksi produk
barang atau jasa yang serupa kemudian bekerja sama untuk mengendalikan pasar
melalui jenis barang atau jasa yang mereka produksi. Asosisasi kartel mungkin saja
menggunakan perjanjian formal dalam menetapkan harga, menetapkan tingkat
produksi dan penjualan bagi semua perusahaan yang berpartisipasi, mengalokasikan
teritori pasar dan bahkan mendistribusikan keuntungan. Dalam beberapa kasus,
organisasi kartel sendiri mengambil alih fungsi penjualan, lalu menjual barang-barang
pada produsen, kemudian mendistribusikan keuntungan.
Peranan ekonomi kartel menimbulkan perdebatan panjang, namun pihak yang
setuju dengan kartel berargumen bahwa kartel dapat mengeliminasi persaingan yang
saling mematikan dan merasionalisasikan bisnis, mendukung peningkatan teknis yang
lebih baik, serta harga yang lebih murah bagi konsumen. Namun demikian, sebagian
ahli menyangsikan konsumen sering mendapat keuntungan dari kartel.
Organization of Petroleum Exporting Countries-OPEC mungkin merupakan
organisasi, kartel internasional yang paling banyak diketahui orang. Kekuatannya
dalam mengendalikan harga minyak didapat dari persentase produksi minyak yang
dikendalikannya. Pada awal 1970-an, ketika anggota OPEC menyediakan 67 persen

5
minyaknya bagi industri di seluruh dunia, OPEC mampu menaikkan harga minyak
empat kali lipat. Kenaikan harga minyak secara tiba-tiba dari $3 menjadi $11 atau
lebih per barel merupakan sebuah faktor utama terjadinya resesi dunia yang parah.
Tahun 2000, para anggota OPEC menurunkan produksi. sehingga harga minyak naik
dari $10 hingga lebih dari $30, menciptakan schuah kenaikan harga bahan bakar
minyak AS yang signifikan." Negara-negara pengekspor minyak yang tidak termasuk
anggota OPEC turut meninkmati keuntunganakibat kenaikan harga.1
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan kartel internasional
dalam mengatur tingkat produksi dan harga komoditas. Salah satunya adalah jika
komoditas yang dikuasai oleh kartel tidak memiliki substitusi yang setara, maka
kartel memiliki peluang yang lebih besar untuk berhasil menentukan harga 2. Peluang
tersebut semakin besar jika jumlah produsen, negara, atau pihak yang tergabung
dalam kartel tersebut relatif sedikit. Kekuasaan dari kartel internasional sangat
bergantung pada kemampuannya untuk membatasi produksi atau ekspor dari setiap
anggotanya. Oleh karena itu, disiplin dari setiap anggota dalam mematuhi keputusan
kartel menjadi sangat penting.
Terdapat insentif atau dorongan yang kuat bagi produsen, terutama yang
berada di luar kartel, untuk memanfaatkan tindakan kartel secara sepihak. Misalnya,
jika kartel menetapkan harga maksimum tertentu, produsen di luar kartel mungkin
menawarkan harga yang sedikit lebih murah untuk menarik pembeli. Jika kartel
membatasi produksi, produsen yang berada di luar kartel dapat meningkatkan
produksi mereka sendiri untuk memaksimalkan penjualan.
Beberapa contoh organisasi kartel internasional adalah OPEC (Organization
of Petroleum Exporting Countries) yang mengatur harga dan hak konseesi minyak
bumi, IATA (International Air Transport Association) dalam industri penerbangan
internasional, dan IBA (International Bauxite Association) dalam industri besi dan

1
Philip R. Chateora, Pemasaran Internasional (Jakarta: Wiaya Grand Center, 2007).
2
Nopirin, Ekonomi Internasional (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2014).

6
alumunium3. OPEC telah menjadi kekuatan yang kuat dan berpengaruh selama
beberapa dekade, namun pengelolaan produksi, ekspor, dan harga minyak menjadi
sulit ketika jumlah pemasok atau produsen minyak meningkat atau ketika Ada
produk alternatif yang muncul. Posisi kartel internasional sangat tergantung pada
kemampuannya untuk membatasi produksi atau ekspor dari setiap anggotanya. Selain
itu, disiplin dari semua anggota dalam mematuhi keputusan kartel menjadi sangat
penting.
Kartel internasional berusaha mencapai keuntungan maksimal dengan
mengurangi persaingan di antara mereka. Salah satu metode yang digunakan adalah
membagi pasar secara geografis atau berdasarkan kategori produk, sehingga setiap
perusahaan memiliki monopoli di segmen pasar tertentu. 4 Namun, hal ini dapat
merugikan perusahaan lain yang tidak tergabung dalam kartel. Keuntungan dari kartel
internasional terletak pada penentuan harga yang seragam sesuai kesepakatan,
sehingga perusahaan-perusahaan dalam kartel dapat mendapatkan keuntungan
maksimum. Namun, hal ini juga bisa membuat harga menjadi kabur dan tidak sesuai
dengan kondisi sebenarnya.
Kartel internasional dapat menghadapi kegagalan jika ada pesaing baru atau
produsen baru yang menetapkan harga lebih rendah dari kartel tersebut. Hal ini akan
merugikan kartel dan membuat kesepakatan yang sulit dijaga. Dalam beberapa kasus,
kartel tidak sejalan ketika ada pesaing baru, dan kadang-kadang mereka akan
melakukan tindakan tidak etis untuk mempertahankan posisinya. Kartel juga dapat
mengalami kegagalan jika ada produk substitusi yang muncul atau jika peraturan
antimonopoli diterapkan secara ketat oleh pemerintah.
Selain itu, perjanjian kartel ini dapat berupa pengalokasian kuota kepada negara-
negara anggota dan melakukan pemasaran produk secara bersama-sama. Kartel juga
dapat menetapkan harga dan negara-negara anggota bersaing dalam hal kualitas. Pada

3
Nazaruddin Malik, Ekonomi Internasional (Malang: UMM Pres, 2017).
4
R. Hendra Halwani, Ekonomi Internasional Dan Gobalisai Ekonomi (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2002).

7
beberapa kasus, terdapat perusahaan yang memiliki monopoli atau terlibat dalam
kartel dan dapat melakukan diskriminasi harga.

B. Pengertian Diskriminasi Harga


Diskriminasi harga internasional yang disebut sebagai dumping adalah praktek
menjual produk di luar negeri dengan harga lebih rendah dari pada di dalam negeri,
bahkan bisa di bawah biaya produksi.
Seorang monopolis yang menghadapi permintaan produknya lebih elastis di luar
negeri daripada di dalam negeri akan melakukan dumping dengan sangat rasional.
Keuntungan akan maksimal dengan melakukan diskriminasi harga, yaitu menjual
barang ekspor dengan harga yang lebih tinggi daripada biaya tambahan rata-rata per
unit ekspor. Kelebihan ini dapat digunakan untuk mengurangi biaya tetap. Namun,
diskriminasi harga (dumping) ini hanya akan berhasil jika ada hambatan dalam
membeli di satu pasar dan menjualnya di pasar lain, misalnya melalui peraturan atau
biaya transportasi yang tinggi.
Menurut literatur ekonomi, diskriminasi harga terjadi ketika produk atau jasa
yang sama dijual kepada segmen konsumen yang berbeda pada harga yang berbeda
(Awh, 1988). Diskriminasi selalu berdasarkan prinsip bahwa sesuatu yang sama atau
sejenis diperlakukan secara tidak sama. Diskriminasi harga terdiri dari tiga tingkatan
(Kotler dan Keller, 206). Tingkatan pertama, penjual menetapkan harga terpisah
untuk masing-masing konsumen tergantung dengan intensitas persaingannya. Kedua,
penjual menetapkan harga lebih rendah kepada pembeli yang membeli dalam jumlah
lebih besar. Ketiga, penjual menetapkan harga berbeda kepada kelompok berbeda
dari pembeli, seperti: customer-segment pricing, product-form pricing, image pricing,
channel pricing, location pricing, dan time pricing.
Faktor-faktor yang mempengaruhi diskriminasi harga dapat dipelajari dalam
dua kategori:
(1) faktor jasa intrinsik (Service Intrinsic Factors/SIF), dan (2) faktor
ekstrinsik/lingkungan (Service External/Environmental Factors/SEF) (Mitra &

8
Capella, 1997). Karakteristik jasa intrinsik mengarah pada atribut khusus untuk jasa,
dan tidak dapat diubah secara substansial, sedangkan faktor ekstrinsik terkait dengan
permintaan konsumen dan sifat dari persaingan dan dapat diatur menjadi tingkat yang
lebih tinggi oleh penyediaan jasa.5
Dumping adalah ekspor suatu komoditas dengan harga yang jauh lebih rendah
dari harga pasar, atau penjualan suatu komoditas ke luar negeri dengan harga yang
jauh lebih murah dibandingkan dengan harga domestiknya. Dumping dapat
diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu dumping terus menerus, dumping
predator, dan dumping sporadis.
1. Dumping terus menerus, atau juga dikenal sebagai diskriminasi harga
internasional, adalah kecenderungan terus menerus dari sebuah perusahaan
monopolistik domestik untuk memaksimalkan keuntungan total dengan
menjual komoditas dengan harga yang lebih tinggi di pasar domestik,
melindungi diri dari biaya transportasi dan hambatan perdagangan lainnya.
2. Dumping predator adalah praktik penjualan komoditas dengan harga yang
jauh lebih rendah atau lebih murah dibandingkan dengan harga
domestiknya. Praktik ini hanya berlangsung sementara, namun perbedaan
harga yang tajam memungkinkan perusahaan untuk efektif menggusur atau
bahkan mengeliminasi produk pesaing dalam waktu singkat.
3. Dumping sporadis adalah penjualan komoditas dengan harga yang sedikit
lebih rendah atau penjualan komoditas ke luar negeri dengan harga yang
lebih murah dibandingkan dengan harga domestiknya. Praktik ini terjadi
hanya pada kasus-kasus tertentu untuk mengatasi kelebihan persediaan
komoditas tanpa menurunkan harga domestik. Tujuannya bukan untuk
menindas atau menghancurkan produk pesaing.
Dumping predator adalah bentuk dumping yang paling dikritik, sedangkan
dumping sporadis biasanya masih ditoleransi. Namun, menentukan jenis dumping

5
Endang Hariningsih, ‘Skenario Diskriminasi Harga Dalam Pemasaran Jasa’, Jurnal Bisnis
Dan Akuntansi (Equilibrium), 13.1 (2019), 50–62.

9
tersebut sulit, dan pemerintah tidak dapat dengan mudah menerapkan langkah-
langkah anti-dumping. Dalam beberapa kasus dumping terus menerus dan sporadis,
manfaat yang diperoleh oleh konsumen dari harga yang lebih murah ternyata lebih
besar daripada kerugian yang dialami oleh beberapa produsen domestik. Oleh karena
itu, dumping tidak selalu merugikan dan seringkali menguntungkan, terutama bagi
konsumen.6
Sebagai contoh, satu pengusaha menjual produknya di dalam negeri seharga
US$20 per unit dan melakukan dumping dengan harga US$10 per unit di luar negeri.
Jika tidak ada hambatan dalam perdagangan dan biaya transportasi sangat rendah,
arbitrase akan membeli produk tersebut di luar negeri dan menjualnya di dalam
negeri. Akibatnya, harga di kedua pasar cenderung sama, sehingga strategi dumping
tidak berhasil.
Pada pandangan pertama, dumping mungkin meningkatkan volume perdagangan
dan menguntungkan negara importir (karena harganya murah), terutama bagi
konsumennya. Namun, negara importir terkadang memiliki industri sejenis yang
dapat terpengaruh oleh persaingan dari luar negeri. Hal ini dapat mendorong
pemerintah negara importir untuk menerapkan kebijakan anti-dumping (dengan tarif
impor yang tinggi) atau tindakan penyeimbangan untuk menetralisir efek subsidi
yang diberikan oleh negara lain.
Predatory dumping dilakukan oleh seorang pengusaha dengan tujuan untuk
mengeliminasi pesaing di luar negeri. Setelah pesaing di luar negeri bangkrut,
perusahaan tersebut kemudian menaikkan harga di luar negeri untuk menutupi
kerugian yang diderita saat melakukan predatory dumping. Jenis dumping ini
biasanya tidak diizinkan. Namun, dumping yang bersifat sementara untuk
menciptakan pasar bagi produk baru dari luar negeri dapat diterima sebagai bentuk
promosi penjualan.

6
Obstfeld M P R Krugman, Internasional Economics (Addison: Wesley Publishing ompany,
2000).

10
Perjanjian Internasional Tentang Barang.
Produk, terutama produk pertanian atau bahan mentah, biasanya memiliki
elastisitas permintaan dan penawaran yang rendah. Bahkan fluktuasi kecil dalam
permintaan dan penawaran dapat menyebabkan fluktuasi harga yang besar.
Gambar 5.2 menggambarkan permintaan dan penawaran jangka pendek untuk produk
tertentu, seperti kopi, oleh pemasok individu dan pasar secara keseluruhan. Jika
asumsi bahwa pasar kopi adalah pasar persaingan sempurna, maka kurva permintaan
yang dihadapi oleh pemasok in
dividu akan memiliki bentuk horizontal.

Dalam Gambar 5.2(a), penurunan pendapatan atau minat konsumen asing


mengakibatkan pergeseran kurva permintaan pasar secara keseluruhan ke arah kiri
bawah, sehingga harga turun dari $100 menjadi $90. Kurva permintaan pemasok
individu juga menurun, dan dengan tetapnya kurva penawaran, penurunan volume
penjualan sebesar 2 unit akan mengakibatkan penurunan pendapatan penjualan
sebesar $380 (($100 x 2) + ($10 x 18)]. Sebagian dari penurunan ini merupakan
penurunan keuntungan.

11
Dalam dirangkaiannya, keadaan cuaca yang menguntungkan pada kasus
kedua gambar 5.2. (b) mengakibatkan pergeseran kurva penawaran ke kanan bawah.
Dengan tetapnya kurva permintaan, ini akan menyebabkan penurunan harga. Bagi
supplier individual ini, penurunan tersebut berarti adanya penurunan dalam kurva
permintaan dan pendapatan penjualan turun sebesar $200 ($10 x 20). Namun,
penurunan ini relatif lebih kecil karena kurva penawaran naik (bergeser ke kanan
bawah) dan volume penjualan naik sebanyak 2 unit, atau $180 ($90 x 2). Karena
naiknya volume penjualan, penurunan harga tidak sepenuhnya menutupi keuntungan,
yaitu sebesar $20.
Satu-satunya cara bagi produsen yang beroperasi dalam struktur pasar seperti
ini untuk melindungi diri dari penurunan harga adalah dengan membatasi jumlah
tawaran. Hal ini dapat dilakukan melalui perjanjian dengan produsen atau negara lain.
Perjanjian internasional tentang komoditas tertentu (seperti dalam contoh di atas,
kopi) dilakukan untuk membatasi jumlah barang tersebut guna menguntungkan
produsen. Perjanjian tersebut dapat diatur oleh produsen sendiri (swasta) atau
pemerintah negara yang menghasilkan kopi.
Perjanjian yang dilakukan oleh swasta biasanya berbentuk kartel, di mana
terdapat kantor pusat yang bertugas untuk mengalokasikan kuota kepada setiap
anggota. Kuota ini bertujuan untuk mencapai harga yang diinginkan. Jika terjadi
kelebihan produksi, kelebihan tersebut akan disimpan atau bahkan dimusnahkan.
Kesepakatan untuk mematuhi perjanjian ini adalah kunci keberhasilan kartel.
Perjanjian komoditas antar negara biasanya dilakukan oleh negara-negara
berkembang guna mengatasi fluktuasi penerimaan ekspor. Secara individual, negara
berkembang sulit untuk mengatur ketidakstabilan penerimaan ekspor. Oleh karena
itu, seringkali dilakukan perjanjian bilateral atau multilateral yang mencakup
penentuan kuota. Gambar yang disertakan menjelaskan masalah stabilitas harga.
Kurva DD merupakan permintaan aan ekspor dari negara berkembang dan SS
kurva penawaran (inclastis) eksporaya. Tink keseimbangan awal adalah pada harga

12
$100 dan kuantitas 900 unit Penurunan permintaan ekspor menjadi DD'
mengakibatkan harga tun menjadi $80, kuantitas menjadi 800 unit dan penerimaan
ekspor turn dari $90,000 ($100 x 900) menjadi $64.000 (580 x 800). Dengan
menetapkan harga minimum sebesar $90 melalui perjanjian, dapat mencegah
penurunan penerimaan ekspor sebesar itu, yakni hanya sebesar $67.500 ($90 x 750);
namun masih lebih tinggi dibanding tanpa perjanjian (dalam persaingan)
Dalam hal terjadi kenaikan penawaran perjanjian komoditi dapat dipakai
untuk mengatasi penurunan harga. Misalkan, terjadi kenaikan penawaran yang
disebabkan iklim produksi yang baik, kurva SS bergeser ke kanan bawah menjadi SS.
Dengan permintaan tetap DD, harga akan turun menjadi $80 dan ekspor turun dari
$90,000 ($100 x 90) menjadi $80.000 ($80 x 1,000).7 Apabila harga minimum yang
diinginkan melalui perjanjian tercapai pada $90, maka penerimaan ekspor hanya
turun menjadi $85.000 ($90 x 950), Dari analisa di atas nampak bahwa perjanjian
komoditi akan semakin efektif untuk penerimaan ekspor sebagai akibat perubahan
permintaan dan atau penawaran apabila makin kecil elastisitas (makin inelastis)
permintaan ekspor dari negara lain serta semakin inelastis penawaran eksporya.
Untuk mencapai kesepakatan harga $90 maka apabila terjadi kelebihan penawaran
diperlukan dana untuk membeli kelebihan tersebut.
Perjanjian komoditi inipun sering dihadapkan pada masalah pelaksanaan
perjanjian seperti administrasi, persediaan barang serta pembiayaan. Apakah
perjanjian ini akan memberikan hasil atau tidak masih tanda tanya, sangat tergantung
oleh banyak faktor yang kadang- kadang bersifat politis.
Diskriminasi harga dapat terjadi apabila pelaku usaha tanpa alasan khusus
menuntut pemasok atau pembeli membayar harga yang berbeda-beda untuk barang
atau jasa yang sama. Di dalam dunia usaha dikenal "sistem bonus" atau "diskon
kesetiaan". Secara sistem bonus tersebut sebenamya tidak mengganggu persaingan
usaha. Perlu dilihat kasus per kasus, apakah ada unsur dalam sistem tersebut yang

7
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teori Dan Praktinya Di Indonesia
(Jakarta: Rajawali Pers, 2017).

13
berpeluang menciptakan hambatan masuk ke pasar. Hal ini misalnya terjadi apabila
jalur penjualan pesaing macet karena diskon tersebut diberlakukan untuk jangka
panjang dan dilakukan oleh pelaku usaha yang kuat di pasar. Diskon kesetiaan
menghadiahkan pembeli, kalau dia membeli kebutuhan tertentu hanya pada pelaku
usaha tertentu. Potongan harga seperti ini dapat menjadi suatu hambatan, kalau jalur
pasokan pesaing ditutup oleh yang memberi potongan harga, sebaliknya diskon
jumlah dapat diizinkan, kalau diskon tersebut sungguh-sungguh akibat dari
penghematan biaya oleh penjual. Diskon tujuan adalah diskriminasi tidak jujur yang
teratur, karena pelaku usaha 10tertentu mencapai nilai penjualan tertentu, yang
dijamin secara eksklusif.8
Diskriminasi setidaknya dapat mempunyai dua akibat yang mengganggu
persaingan yaitu:
1. Penjual yang menguasai pasar dapat mendesak pesaingpesaingnya dari pasar
melalui strategi diskriminasi, dimana dia lebih mementingkan pembeli
tertentu dan dengan demikian jalur-jalur pasokan diblokir;
2. Diskriminasi dapat pula mengakibatkan suatu pelaku usaha yang
didiskriminasi hilang dari pasar dalam waktu lama.
Dalam banyak kasus, produk atau layanan yang secara kualitatif sama atau
mirip dengan versi yang ditujukan untuk konsumen laki-laki dihargai lebih tinggi
hanya karena dikemas atau dipasarkan untuk konsumen perempuan. Apabila ditinjau
dari sejarahnya, Pink Tax sudah ada sejak bertahun-tahun lalu.
Di Amerika, Affordable Act Care 2010 menjadi peraturan perundangan yang
melarang adanya perbedaan harga tersebut. Sebelum adanya peraturan ini, diketahui
bahwa premi asuransi perempuan lebih tinggi daripada laki-laki dengan alasan bahwa
perempuan memiliki lebih banyak kebutuhan seperti kesehatan reproduksi dari pada
laki-laki. Selain itu, di negara Amerika terdapat pajak yang dibayarkan oleh
perempuan terhadap barang-barang yang diperlukan. Sebanyak 22 negara bagian

8
Tentang Larangan and others, ‘Perspektif Ilmu Ekonomi Dan Undang-Undang’, October,
2019 <https://doi.org/10.31219/osf.io/g8f27>.

14
Amerika membebankan pajak penjualan pada pembalut dan tampon karena dianggap
sebagai luxury goods atau barang mewah, bukan sebagai kebutuhan pokok
perempuan.
Di Indonesia, belum banyak orang yang membahas mengenai pink tax.
Padahal seharusnya hal tersebut sudah mulai menjadi perhatian, mengingat di
Indonesia praktik pink tax juga terjadi. Fenomena ini menjadi cukup viral pada saat
perusahaan layanan jasa, yaitu PT Grab Indonesia yang menawarkan jasa antar "Grab
for Women". "Grab for Women" merupakan salah satu pilihan yang ditawarkan oleh
PT Grab Indonesia yang menyasar kepada konsumen perempuan. Layanan "Grab for
Women" diklaim menghadirkan mitra Pengemudi yang tidak merokok atau vape serta
armada yang bersih, wangi, memiliki sertifikasi pelayanan prima, lulus psikotes, dan
mendapatkan pelatihan khusus tambahan yang lebih ekstensif terkait etika dan tata
krama. Sangat disayangkan, karena hal yang seharusnya menjadi standar minimal,
justru dikomersialisasikan bagi target market tertentu yaitu perempuan. Hal tersebut
menuai komentar dari berbagai masyarakat, sebab harga yang ditetapkan lebih mahal
daripada layanan "Grab Protect"
Harga yang lebih tinggi dibebankan kepada perempuan untuk mengakses
layanan taksi online. Walaupun harganya sama dan kualitasnya berbeda dengan
layanan taksi online lainnya. itu adalah diskriminasi. Menurut Abdou (2019) dalam
jurnal "Gender-Based Price Discrimination: The Cost of Being a Woman"
diskriminasi harga berbasis gender umumnya dikenal secara global dengan istilah
pink tax. "Pajak merah muda" adalah penambahan harga pada produk tertentu yang
mereka buat untuk wanita. Bisa jadi produk yang sama atau serupa dengan produk
untuk pria.
Meski namanya pink tax, "pajak" berbasis diskriminasi gender ini sebenarnya
bukanlah pajak dalam arti sebenarnya atau pajak secara harfiah. Mengutip
taxback.com, ada miskonsepsi yang sering terjadi jika berbicara tentang pink tax.
Kebanyakan orang berasumsi bahwa "pajak merah muda" adalah "pajak legal" dan
karena itu merupakan kebijakan pemerintah. Pada kenyataannya, pink tax bukanlah

15
pungutan resmi atas produk wanita. Sebaliknya, itu adalah biaya tambahan yang
ditambahkan pengecer, produsen, dan merek ke produk yang dipasarkan untuk
wanita.9
Ternyata banyak wanita yang tidak menyadari keberadaan pink tax. Karena
mereka juga tidak pernah mau repot-repot membandingkan harga barang dan jasa
untuk wanita dan pria. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh industri sehingga mereka
berani membanderol harga yang lebih tinggi untuk produk wanita. Konsumen
perempuan telah dikondisikan untuk mengabaikan perbedaan harga antara produk
mereka dan produk laki-laki untuk jenis barang yang sama.
Subsidi parsial untuk solar tapi tidak untuk premium.Bila pemerintah ingin
berpihak kepada rakyat miskin, maka pemerintah dapat menaikkan harga BBM
terutama untuk jenis premium, sedangkan solar sebaiknya tetap diberi subsidi.
Mengapa solar harus tetap diberi subsidi, sebab solar lebih banyak digunakan oleh
transportasi umum, sehingga masyarakat kecil yang tetap menggunakan transportasi
umum tidak terbebani dan tetap dapat melakukan mobilitasnya sebagaimana sebelum
harga BBM naik.
Adanya subsidi untuk solar ini akan menekan pula harga pokok produk yang
dihasilkan industri, karena proses produksi yang digerakkan menggunakan BBM dan
listrik tidak mengakibatkan biaya produksi meningkat. Serta karena transportasi
untuk distribusi umumnya menggunakan solar, maka biaya distribusipun tetap dapat
ditekan. Sehingga pada gilirannya, harga pokok produk secara menyeluruh masih
dapat ditekan kenaikannya, dan bila semua produk tidak meningkatkan harga jual,
maka inflasi dapat tetap dipertahankan pada tingkat yang rendah.
Sedangkan kenaikan premium dapat tetap dilakukan, mengingat pengguna premium
lebih banyak konsumen rumah tangga/perorangan yang memiliki pendapatan lebih
pasti.

9
Pelanggaran Undang-undang Perlindungan Konsumen, ‘Diskriminasi Harga Berbasis
Gender ( Pink Tax ) ’:, 5.4 (2023), 3940–48.

16
Bagi pengguna perorangan ini, adanya kenaikan premium memang
berpengaruh terhadap daya beli yang dapat dilakukan, namun kenaikan ini diharapkan
dapat mendorong terjadinya efisiensi penggunaan premium.
1. Penghematan energi dan konversi energi, melakukan efisiensi penggunaan
BBM oleh pemerintah dan masyarakat seperti program pembatasan pembelian
BBM misalnya menggunakan smart card. Konversi minyak tanah ke gas yang
dilakukan dalam proses memasak makanan baik di industri makanan jadi,
katering, industri rumahan, ataupun rumah tangga biasa, akan menghemat
banyak sekali penggunaan minyak bumi. Program wajib audit energi seperti
yang dieanangkan pemerintah, dapat menjadi satu alternatif yang penting
dalam konservasi energi. Karena hasil audit akan merekomendasikan
penghematan energi, yang berarti penghematan biaya dan akan meningkatkan
profit perusahaan
2. Memperbaiki internal business process: atas dampak naiknya harga produk,
dapat dilakukan berbagai upaya inovasi dan kreativitas. Apakah dengan
melakukan perbaikan internal business process, mengubah jumlah isi kemasan
produk (berat netto yang baru, tetap dicantumkan dalam pembungkus),
sehingga harga produk tidak naik; mengganti bahan mentah/bahan input
dengan yang lebih murah tetapi dengan kualitas tertentu, ataupun efisiensi
lainnya baik dari sisi direct material-direct labor-maupun factory overhead
cost.
3. Pemerintah memperbaiki infrastruktur serta mengurangi berbagai pungutan
liar (pungli) agar aspek distribusi dapat dilakukan lebih efisien sehingga harga
produk dapat lebih ditekan, inflasi dapat dikurang, dan kondisi ekonomi akan
lebih baik.
4. Adanya reward/insentif dari pemerintah (lembaga terkait) untuk setiap
inovasi atau kreativitas yang muncul dalam masyarakat mengenai
penghematan BBM, juga di sektor Perpajakan untuk industri padat karya yang
meminimumkan pemakaian BBM, industri seperti ini dapat memperoleh

17
insentif pajak sehingga PHK besar-besaran bakal dapat diminimalkan. Atau
misalnya masyarakat yang dapat menghasilkan minyak berbahan dasar
tanaman jarak (ahli dari ITB) sepatutnya memperoleh reward dan insentif
yang meningkatkan motivasi, sehingga penggunaan bahan bakar selain
minyak dapat dimasyarakatkan. Sebagai negara tropis, Indonesia perlu
memanfaatkan energi surya, misalnya untuk pembangkit tenaga listrik, atau
enegi lainnya misalnya air dan batubara.
5. Meningkatkan pendidikan seluruh lapisan masyarakat, bahwa supply minyak
sangat tergantung kepada alam, yang memerlukan waktu yang sangat panjang,
sehingga masyarakat perlu dididik agar dapat melindungi sumber alam
tersebut dengan upaya melakukan penghematan yang sebesar-besarnya.
6. Upaya mengurangi spekulan dan ekspor minyak illegal, dengan adanya
control serta pengawasan melalui aturan yang lebih baik, diharapkan
menurunnya jumlah spekulan dan ekspor minyak ilegal.10

C. Implikasi Terhadap kebijakan Internasional


Implikasi adalah konsekuensi atau dampak yang dapat timbul atau terjadi
sebagai hasil dari suatu tindakan, kejadian, keputusan, atau situasi tertentu.
Implikasi dapat mencakup akibat positif atau negatif, serta memiliki dampak
yang dapat dirasakan pada berbagai aspek kehidupan atau bidang tertentu.
Implikasi merupakan hasil logis dari sesuatu yang terjadi atau dilakukan, dan
sering kali memerlukan analisis untuk memahami dan mengevaluasi dampaknya
secara menyeluruh. Implikasinya adalah adanya distribusi pendapatan antar
pelaku pasar yang ditandai oleh adanya perubahan kesejahteraan masyarakat
secara keseluruhan.11

10
Jurusan Kesehatan and Politeknik Negeri Jember, ‘Seminar Nasional Hasil Penelitian’,
November, 2017, 978–602.
11
Beras Indonesia and D I Pasar, ‘Dampak Tarif Impor Dan Kinerja Kebijakan Harga Dasar
Serta Implikasinya Terhadap Daya Saing Beras Indonesia Di Pasar Dunia Ketut Kariyasa’, 2, 2001,
315–30.

18
Implikasi terhadap kebijakan internasional di atas adalah sebagai berikut:
1. Perjanjian inter-nasional: Dalam rangka melindungi produsen dari
penurunan harga, perjanjian internasional tentang komoditas tertentu dapat
diadakan antara produsen atau negara-negara yang terlibat. Perjanjian ini
mencakup pembatasan jumlah produksi dan alokasi kuota bagi setiap anggota,
dengan tujuan mencapai harga yang diinginkan. Kebijakan internasional harus
membantu memfasilitasi perjanjian semacam itu dan memastikan kepatuhannya.
2. Stabilisasi harga: Negara-negara berkembang cenderung menghadapi
fluktuasi penerimaan ekspor yang tidak stabil. Dalam hal ini, perjanjian bilateral
atau multilateral untuk stabilisasi harga dapat dilakukan. Kebijakan internasional
harus mendukung kerja sama antarnegara dalam menentukan kuota produksi
yang sesuai untuk menghindari fluktuasi harga yang tajam.12
3. Perlindungan terhadap penurunan harga: Produsen yang beroperasi dalam
struktur pasar yang rentan terhadap penurunan harga dapat mengadopsi kebijakan
pembatasan produksi atau melakukan perjanjian dengan produsen lain untuk
mengontrol penawaran di pasar. Kebijakan internasional perlu memperhatikan
perlindungan produsen dalam situasi tersebut dan mendorong strategi yang
memungkinkan stabilitas harga serta keberlanjutan usaha produsen.
4. Peran kartel dan alokasi kuota: Dalam beberapa kasus, perjanjian antara
produsen atau negara produsen dapat berbentuk kartel dengan pembentukan
kantor pusat yang mengatur alokasi kuota bagi anggota. Kebijakan internasional
perlu mempertimbangkan peran kartel dalam menjaga stabilitas harga, sambil
memastikan bahwa persaingan yang sehat tetap dipertahankan.
Dalam keseluruhan, kebijakan internasional perlu memperhatikan masalah
yang berkaitan dengan penawaran komoditas global, stabilitas harga, dan
perlindungan terhadap penurunan harga. Kerja sama antarnegara, perjanjian
12
Syamsul Arifin, Manajemen dan penelitian islam, , Vol. 7, No. 1, Juni 2021. Hal. 65-78.
ISSN: 2550-1038, ISSN (Print): 2503-3506.

19
internasional, dan pengaturan kuota dapat menjadi instrumen yang digunakan
dalam mencari solusi dan mencapai keberlanjutan dalam perdagangan
internasional.
Kajian yang dibuat oleh Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa
pandemi COVID-19 memberikan implikasi negatif bagi perekonomian domestik
seperti penurunan konsumsi dan daya beli masyarakat, penurunan kinerja
perusahaan, ancaman pada sektor perbankan dan keuangan, serta eksistensi
UMKM. Pada aspek konsumsi dan daya beli masyarakat, pandemi ini
menyebabkan banyak tenaga kerja berkurang atau bahkan kehilangan
pendapatannya sehingga berpengaruh pada tingkat konsumsi dan daya beli
masyarakat terutama mereka yang ada dalam kategori pekerja informal dan
pekerja harian. Sebagian besar masyarakat sangat berhati-hati mengatur
pengeluaran keuangannya karena ketidakpastian kapan pandemi ini akan
berakhir. Hal ini menyebabkan turunnya daya beli masyarakat akan barang-
barang konsumsi dan memberikan tekanan pada sisi produsen dan penjual. Pada
aspek perusahaan, pandemi ini telah mengganggu kinerja perusahaan-perusahaan
terutama yang bergerak dalam sektor perdagangan, transportasi, dan pariwisata.
Kebijakan social distancing yang kemudian diubah menjadi physical distancing
dan bekerja dari atau di rumah berdampak pada penurunan kinerja perusahaan
yang kemudian diikuti oleh pemutusan hubungan kerja. Bahkan ada beberapa
perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan akhirnya memilih untuk menutup
usahanya.
Pada aspek perbankan dan keuangan, pandemi ini memunculkan ketakutan
akan terjadinya masalah pembayaran hutang atau kredit yang pada akhirnya
berdampak pada keberlangsungan kinerja bank. Banyak kreditur yang sudah
meminta kelonggaran batas dan besaran pembayaran cicilan hutang dan kredit
kepada bank. Belum lagi para pengusaha harus memperhatikan fluktuasi nilai
tukar rupiah yang akan mengganggu proses produksi terutama untuk perusahaan-
perusahaan yang bergantung pada bahan baku impor. Selain itu, pandemi ini

20
menyebabkan ancaman kaburnya investasi asing dari Indonesia yang tentu
mengancam proyek- proyek strategis pemerintah. Pada aspek UMKM, adanya
pandemi ini menyebabkan turunnya kinerja dari sisi permintaan (konsumsi dan
daya beli masyarakat) yang akhirnya berdampak pada sisi yakni pemutusan
hubungan kerja dan ancaman macetnya pembayaran kredit.13
Riwayat pendidikan Nadiem Makarim di Amerika Serikat tampaknya
memberikan pengaruh pada paradigma pengembangan pendidikan di era modern.
Salah satu pendekatan yang dianut oleh Nadiem Makarim adalah pendekatan
progresivisme yang dipopulerkan oleh John Dewey. Pendekatan progresivisme
menekankan pada potensi manusia untuk mengembangkan dirinya secara
mandiri dan menolak model pendidikan otoriter yang membatasi peserta didik
untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan potensinya. Merdeka Belajar
memiliki empat pokok kebijakan. Empat kebijakan tersebut adalah sebagai
berikut."
Pertama, perubahan mekanisme Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).
Beberapa kekurangan dari penerapan USBN pada kurikulum 2013 adalah tidak
luasanya lembaga pendidikan untuk melihat dan mengevaluasi pencapaian
kompetensi pada peserta didiknya dengan mekanisme USBN yang terpusat. Hal
ini justru bertentangan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
tahun 2003 yang memberikan keleluasaan kepada lembaga pendidikan untuk
melakukan penilaian ketercapaian standar kompetensi secara mandiri,
komprehensif, dan sistematis. Keluhan lainnya 14 tekait dengan Kurikulum 2013
adalah sulitnya pendidik melakukan penilaian kompetensi peserta didik dengan
model penilaian yang rumit. Melihat permasalahan tersebut Kemendikbud
melakukan perubahan mekanisme USBN. Penerapan USBN sentralistik dirubah
menjadi USBN berbasis sekolah, penilaian dilakukan dengan tes tulis atau

13
A. K. Pakpahan, ‘Covid-19 Dan Implikasi Bagi Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah’,
Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, 20.April (2020), 59–64.

21
dengan metode penilaian lainnya yang mampu membrikan penilaian secara
komprehensif
Kedua, perubahan bentuk Ujian nasional (UN). Salah satu kritik pakar
terhadap penerapan ujian nasional (UN) adalah (1) muatan UN yang berfokus
pada penguasaan materi, bukan pada analisis permasalahan (penalaran), hal ini
berdampak pada model PBM yang diarahkan pada hafalan dan mengurangi
penalaran; (2) Beban UN yang terlalu berat bagi peserta didik, pendidik, dan
lembaga pendidikan; dan (3) fokus penilaian pada UN hanya difokuskan pada
aspek kognitif. Pada kebijakan Merdeka Belajar, Kemendikbud melakukan
perubahan yang bisa disebut dengan perubahan visioner dan ekstrim, yaitu:
Kemendikbud mengahupus pelaksanaan UN dan menggantinya dengan penilaian
kompetensi minimal dan survei karakter; penilaian ini dilakukan pada
pertengahan tiap jenjang pendidikan dengan menilai beberapa aspek diantaranya
adalah aspek literasi, numerik, karakter, dan lain sebagainya; dan penilaian
mengacu pada model penilaian standar internasional.
Ketiga, kebebasan pendidik dalam mendesain Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Pendekatan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) Kurikulum 2013 yang holistik dan kaku memunculkan beban besar bagi
pendidik. Analisis tiap komponen pada RPP Kurikulum 2013 yang rinci
dirasakan pendidik sangat menguras tenaga dan waktu untuk menyusunnya yang
berdampak pada kurangnya waktu pendidik untuk mempersiapkan kegiatan
pembelajaran dan mengevaluasi kegiatan. Hal ini kemudian berusaha dirubah
oleh Kemendikbud dengan memberikan kebebasan bagi pendidik untuk
mendesain RPP-nya secara mandiri, dengan komponen wajib pada tujuan,
kegiatan, dan penilaian yang cukup hanya dengan 1 halaman.
Keempat, perubahan mekanisme Peraturan Penerimaan Siswa Baru (PPSB).
Kebijakan sistem zonasi pada penerimaan siswa baru dari Menteri Pendidikan
sebelumnyamerupakan salah satu kebijakan yang dikritisi oleh banyak kalangan.
Pada ranah praktisnya banyak sekolah mengalami kelebihan siswa atauppun

22
kekurangan jumlah siswa. Letak geografis tiap sekolah yang berbeda tidak
diakomodir dalam kebijakan ini, sehingga implementasi kebijakan ini tidak
efekif di beberapa sekolah pada wilayah tertinggal, terluar, dan terdalam.
Kebijakan Merdeka Belajar memberikan fleksibilitas sekolah dan daerah untuk
mengelola sistem zonasi menyesuaikan dengan kondisi sekolah dan tiap daerah.
Salah satu perubahannya adalah perubahan presentase penerimaan siswa jalur
zonasi, jalur afirmasi, dan jalur prestasi. 14
MOU pemulihan hubungan diplomatik Indonesia-Cina menjelaskan tentang
posisi Indonesia yang dalam menganut One China Policy, mengakui RRC
(Republik Rakyat Cina) sebagai pemerintahan Cina yang sah dan Taiwan
merupakan bagian dari Pemerintahan Cina. Sehingga kedua belah negara
sepakat, Indonesia hanya menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan. Akan
tetapi faktanya, kedua negara tersebut melakukan kerjasama di berbagai bidang,
selain ekonomi dan perdagangan seperti, pariwisata, bidang bidang hukum.
pendidikan dan tekonologi pertanian yang bersifat non politis
Pertumbuhan kerjasama yang kuat diantara Indonesia-Taiwan telah terjadi
sejak lama, yang ditunjukan dengan beberapa perjanjian kerajasama ataupun nota
kesepahaman. Indonesia dalam melakukan kerjasama dengan Taiwan harus tetap
memantau tata cara hubungan diantara kedua negara tersebut, dengan cara
membuat Taiwan, Juklak (Petunjuk Pelaksanaan) hubungan antara Indonesia dan
Taipei. Taiwan. Kerjasama tersebut dilakukan Indonesia dengan menempatkan
kantor dagangnya di Taiwan, dengan Buku: membentuk Kantor Dagang
Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei sebagai lembaga ekonomi bersifat non-
Internasiona pemerintah di bawah pembinaan menteri perdagangan Meskipun
KDEI memiliki struktur organisasi, visi, misi, tugas pokok dan fungsi, akan
tetapi KDEI tidak dapat disamakan dengan kantor perwakilan diplomatik
maupun konsuler.

14
Tri Astutik Haryati, ‘Modernitas Dalam Perspektif Seyyed Hossein Nasr’, Jurnal
Penelitian, 8.2 (2012), 65–78.

23
Sehingga KDEI di Taipei tidak memiliki fungsi sebagai perwakilan
diplomatik dan bukan merupakan premise of the mission, tetapi berdasarkan
faktanya berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 08/
M-Dag/Per/4/2011 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Dagang Ekonomi
Indonesia di Taipei. KDEI di Taipei memiliki fungsi untuk mewakili dan
melindungi kepentingan ekonomi dan (Warga Negara Indonesia) WNI di
Taiwan. Perlindungan terhadap WNI di Taiwan tersebut, merupakan salah satu
penerapan atas asas nasional aktif oleh Pemerintah dalam hukum internasional
yang bertujuan untuk melindungi WNI yang berada di Taiwan.15

15
Dewi Astuti, ‘Diponegoro Law Journal’, Serambi Hukum, 6.02 (2015),
1eksistensi_Hukum_Kontrak_Innominat_Dalam_Ranah_Bisnis_Di_Indonesia>.

24
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas, maka pemakalah dapat menyimpulkan pada
materi ini bahwa:
1. Kartel internasional dan diskriminasi harga adalah dua fenomena terkait
dalam bidang ekonomi. Kartel internasional terjadi ketika perusahaan-
perusahaan dari berbagai negara bekerja sama untuk mengontrol pasar dan
memanipulasi harga. Praktik ini bertentangan dengan prinsip persaingan sehat
dan dapat merugikan konsumen.
2. Diskriminasi harga, di sisi lain, terjadi ketika perusahaan menetapkan harga
yang berbeda untuk konsumen atau pasar yang berbeda. Tujuan dari
diskriminasi harga ini umumnya adalah untuk memaksimalkan keuntungan
dengan memanfaatkan perbedaan permintaan atau daya beli antara kelompok
konsumen.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kartel internasional dan
diskriminasi harga merupakan fenomena yang dapat memiliki dampak negatif
dalam konteks ekonomi. Kartel internasional menghambat persaingan dan dapat
menyebabkan kenaikan harga bagi konsumen, sementara diskriminasi harga
dapat menyebabkan ketidakadilan di antara konsumen dan merugikan efisiensi
pasar. Maka dari itu, penting untuk melindungi prinsip persaingan yang adil dan
menerapkan regulasi yang tepat guna mencegah dampak negatif dari kedua
fenomena ini.

25
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis terkait dengan pembahasan di
atas adalah:
1. Dengan mempelajari Materi Dasar Kartel Internasinal dan Diskriminasi Harga
diatas, penulis menyarankan kepada pembaca untuk menambah referensi
bacaan mengenai materi Kartel Internasional dan Diskriminasi Harga tersebut
serta dampaknya terhadap pasar, konsumen, dan persaingan bisnis islam.
2. Dalam hal mempelajari dan memahami materi diatas, Penulisan menyarankan
kepada pembaca untuk mereflesikan kartel internasional dan diskriminasi
harga melalui contoh dalam realita kehidupan saat ini.
3. Penulis menghadapi tantangan dalam mencari referensi jurnal yang sesuai
dengan materi yang sedang dibahas, meskipun telah menggunakan metode
yang disarankan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Dewi, ‘Diponegoro Law Journal’, Serambi Hukum, 6.02 (2015),

<https://www.academia.edu/34113996/
Eksistensi_Hukum_Kontrak_Innominat_Dalam_Ranah_Bisnis_Di_Indonesia
>

Chateora, Philip R., Pemasaran Internasional (Jakarta: Wiaya Grand Center, 2007)
Halwani, R. Hendra, Ekonomi Internasional Dan Gobalisai Ekonomi (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2002)

Hariningsih, Endang, ‘Skenario Diskriminasi Harga Dalam Pemasaran Jasa’, Jurnal


Bisnis Dan Akuntansi (Equilibrium), 13.1 (2019), 50–62

Haryati, Tri Astutik, ‘Modernitas Dalam Perspektif Seyyed Hossein Nasr’, Jurnal
Penelitian, 8.2 (2012)

Indonesia, Beras, and D I Pasar, ‘Dampak Tarif Impor Dan Kinerja Kebijakan Harga
Dasar Serta Implikasinya Terhadap Daya Saing Beras Indonesia Di Pasar Dunia
Ketut Kariyasa’, 2, 2001, 315–30

Kesehatan, Jurusan, and Politeknik Negeri Jember, ‘Seminar Nasional Hasil


Penelitian’, November, 2017, 978–602

Konsumen, Pelanggaran Undang-undang Perlindungan, ‘Diskriminasi Harga Berbasis


Gender ( Pink Tax ) ’:, 5.4 (2023), 3940–48

Larangan, Tentang, Praktik Monopoli, D A N Persaingan, Usaha Tidak, Sehat


Terhadap, Diskriminasi Harga, and others, ‘Perspektif Ilmu Ekonomi Dan
Undang-Undang’, October, 2019

Malik, Nazaruddin, Ekonomi Internasional (Malang: UMM Pres, 2017)

Nopirin, Ekonomi Internasional (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2014)

P R Krugman, Obstfeld M, Internasional Economics (Addison: Wesley Publishing


ompany, 2000)
Pakpahan, A. K., ‘Covid-19 Dan Implikasi Bagi Usaha Mikro, Kecil, Dan
Menengah’, Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, 20.April (2020), 59–64

Rokan, Mustafa Kamal, Hukum Persaingan Usaha Teori Dan Praktinya Di Indonesia
(Jakarta: Rajawali Pers, 2017)

Anda mungkin juga menyukai