Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH AKHLAK TASAWUF

TASAWUF DAN MASALAH-MASALAH KONTEMPORER

Dosen Pengampu : Diyah Pertiwi Setyawati, S.Pd., M.M.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

Disusun oleh :

SRI REWANGSIH 21.01.01.0082

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NIDA EL ADABI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TAHUN AJARAN 2021/2022


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................................ iii
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
1.1 Pengertian .................................................................................................................. 3
1.2 Fenomena Tasawuf Kontemporer ........................................................................... 4
1.3 Perkembangan Tasawuf Di Zaman Kontemporer ................................................. 7
1.4 Analisa Kritis Terhadap Tasawuf Kontemporer ................................................... 8
1.5 Tanggung Jawab Sosial Tasawuf Pada Masa Sekarang (Kontemporer) ............ 9
1.5.1 Tanggung jawab spiritual ................................................................................. 9
1.5.2 Tanggung jawab spiritual ............................................................................... 10
1.5.3 Tanggung jawab Politik .................................................................................. 10
1.5.4 Tanggung jawab Pluralisme Agama .............................................................. 10
1.5.5 Tanggung jawab Intelektual ........................................................................... 11
BAB III MASALAH-MASALAH KONTEMPORER ...................................................... 13
BAB IV KESIMPULAN ........................................................................................................ 14
4.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 14
4.2 Saran......................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 16

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “TASAWUF
DAN MASALAH-MASALAH KONTEMPORER” ini dengan lancar dan tepat pada
waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Akhlak
Tasawuf Ibu Diyah Pertiwi Setyawati, S.Pd., M.M. atas bimbingan dan arahannya dalam
penulisan makalah ini. Dan juga kepada teman-teman yang telah mendukung sehingga dapat
terselesaikannya makalah ini. Dan kepada semua pihak yang terlibat yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu di dalam penulisan makalah ini.
Penulis berharap, makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, sehingga dapat
menambah wawasan kita mengenai Fiqih Ibadah. Penulis juga menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Tangerang, Januari 2022

Penulis

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketika peradaban ummat manusia sampai pada puncaknya, pertanyaan yang mendasar
tentang eksistensi kehadirannya di dunia kembali muncul untuk mendapatkan jawaban.
Apa sebenarnya hakikat manusia hidup di dunia? Ketika pertanyaan itu muncul,
peradaban puncak itu runtuh dengan sendirinya. Maka, kehidupan yang masuk fase
digitalisasi, dunia serba di ujung jari1, hanya menjadi tiada berarti. Muncul kegersangan jiwa
dan manusia kembali mencari jati diri dalam bentuk lain. Manusia akhirnya kembali mencari
dan menggali kedalaman makna kehidupan dan hakikat dirinya.2

Eksistensi kehidupan dunia ternyata tak sekedar mencari dan memenuhi hasrat
terhadap materi belaka. Jiwa yang selama ini kurus kering dan berkerontang tak dipenuhi
kebutuhannya meminta untuk diisi dan diberi makan juga. Inilah titik balik yang membuat
beberapa waktu terakhir munculnya fenomena menarik masyarakat kota. Tumbuhnya pola
hidup beragama yang berwajah lain. Agama tak sekedar ritual aktual tetapi menjadi ritual
religi yang menumbuhkan aura kesadaran mendalam atas ibadah dan pendekatan diri terhadap
Pencipta. Jika selama ini agama hanyalah sebuah bentuk ibadah formal, menyaru kepentingan
duniawi atasnya, digali lebih dalam mendekati titik ketakutan manusia atas kematian nurani
yang selama ini telah terbelenggu dalam kerangkeng materialisme, terkubur di bawa
liberalisme dan kapitalisme. Maka agama kini tak sekedar kegiatan rutin tanpa memberi
sentuhan kedekatan bathin terhadap Pencipta. Dengan kata lain, ketika modernisasi Barat
meninggalkan agama, mempengaruhi semua lini kehidupan, maka atas kesadaran terhadap
kekosongan jiwa, pada saat itulah agama diajak kembali di masa posmodernis saat ini.

Dr. KH. Hamdan Rasyid, di dalam buknya berjudul Sufi Berdasi, Mencapai Derajat
Sufi dalam Kehidupan Modern, mengatakan, fenomena menarik pada sebagian masyarakat di
kota-kota besar sekarang ini, yaitu mereka mulai tertarik untuk mempelajari dan
mempraktikkan pola hidup sufistik. Hal ini dapat dilihat dari banjirnya buku-buku tasawuf
di tokok-toko buku, bermunculannya kajian-kajian tasawuf dan maraknya tayangan-tayangan,
baik di TV maupun radio.3

Inilah sebuah bukti, ternyata agama telah dibawa untuk hidup di wilayah industri
dan digitalisasi. Maka kitab suci masuk ruang internet, diolah ke dalam MP3, pesantren
virtual, dan segala macamnya. Fenomena ini makin menarik dikaji mengingat betapa

1
2

pongahnya masyarakat modern ketika puncak kehidupannya yang rasional, empiris telah
membawa mereka ke puncak peradaban.4

Makalah ini mencoba masuk pada kajian, apakah ini bentuk tasawuf kontemporer? Dari
mana akar peradabannya?

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian tasawuf kontemporer ?
2. Bagaimana fenomena tasawuf kontemporer ?
3. Bagaimana perkembangan tasawuf kontemporer ?
4. Apa saja analisis dalam tasawuf kontemporer ?
5. Bagaimana Tanggung jawab sosial tasawuf kontemporer pada zaman sekarang?
6. Apa saja permasalahan tasawuf kontemporer ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahu pengertian tasawuf kontemporer
2. Mengetahui fenomena tasawuf kontemporer
3. Mengetahui perkembangan tasawuf kontemporer
4. Mengetahui analisis dalam tasawuf kontemporer
5. Mengetahui Tanggung jawab sosial tasawuf kontemporer pada zaman sekarang
6. Mengetahui contoh permasalahan tasawuf kontemporer
BAB II PEMBAHASAN

1.1 Pengertian
Sangat rumit untuk mencocokkan fenomena ini sebagai sebuah bentuk aktual
kehidupan agama di tengah masyarakat kota. Apalagi tidak ada bimbingan tokoh dan fase
yang menjadi petunjuk dalam kajian ini. Oleh karenanya, penulis mencoba berangkat dari
pengertian dua kata; tasawuf dan kontemporer. Dimana, pengertian- pengertian itu akan
memberi pemahaman dan batasan, baik dari segi waktu maupun konteks yang akan
dibicarakan.

Ahli bahasa masih berbeda pendapat terhadap pengertian tasawuf. Ada yang
menyebut tasawuf dari kata shafa’ yang berarti suci, bersih, ibarat kilatan kaca.
Sebagian yang lain berpendapat bahwa tasawuf itu berasal dari kata shuf, yang berarti bulu
binatang, sebab orang-orang yang memasuki dunia tasawuf dan mengamalkan ajaran tasawuf
(pada masa awal Islam) itu memakai baju dari bulu binatang yang kasar sebagai bentuk
pemberontakan, kebencian terhadap hidup glamour, pakaian indah dan mahal.

Namun sebagian ahli bahasa juga ada yang menyatakan bahwa kata tasawuf diambil
dari kata shuffah (kaum shuffah), yaitu segolongan sahabat Rasulullah SAW yang
memisahkan diri di satu tempat tersendiri di samping masjid Nabawi, yang mereka ini
mempunyai pola hidup menjauhi kehidupan dunia. Ada juga sebagian ahli bahasia yang
berpendapat bahwa sebenarnya tasawuf berasal dari kata shufanah, yaitu sejenis kayu mersik
yang tumbuh di padang pasir tanah Arab. Bahkan ada juga di antara para ahli yang
menyatakan tasawuf bukanlah berasal dari akar bahasa Arab, tetapi berasal dari bahasa
Yunani Lama yang diarabkan yaitu dari kata Theosofie yang berarti ilmu ketuhanan, yang
kemudian diarabkan dan diucapkan oleh lidah orang Arab menjadi tasawuf.5

Terlepas dari perbedaan di kalangan ahli bahasa tentang arti dan asal kata
tasawuf, namun ada benang merah dari semua kata tersebut, yaitu tasawuf adalah sebuah
ajaran (Pola Hidup) yang mengajarkan kepada manusia untuk membersih diri dari sesuatu
yang hina dan menghiasinya dengan sesuatu yang baik untuk mencapai tingkat yang lebih
dengan Allah atau sampai pada maqam yang tinggi.

3
4

Dengan kata lain, tasawuf adalah ajaran bagaimana berakhlak dengan akhlak
rabbaniyah, seperti iman, amal shaleh, ibadah, dakwah, akhlak dan bakti kepada
orang tua, untuk mencapai maqam yang tinggi, yaitu dekat dan keredhaan Allah SWT.
Atau dengan ungkapan lain, tasawuf pada dasarnya adalah takhalluq, dan takhalluq pada
dasarnya berakhlak mulia kepada sesama. Meneladani Rasulullah SAW dan mengharap
kecintaan denga meninggalkan nafsu duniawi.6

Jadi, sufi (orang yang mengamalkan ajaran tasawuf) adalah orang yang berusaha
membersihkan diri dari sesuatu yang hina dan menghiasi dirinya dengan sesuatu yang baik,
yaitu akhlak rabbaniyah, atau sampai pada maqam tertinggi.7 Dan jika seseorang telah dekat
denga Allah dan meraih cinta-Nya, karena kemuliaan akhlaknya, maka secara otomatis ia
pun akan dekat dan dicintai oleh sesama manusia.

Setelah memahami selintas pengertian tasawuf, penulis kemukakan pengertian istilah


Kontemporer. Istilah dari akar kata bahasa Inggris yang dipungut menjadi istilah bahasa
Indonesia, contemporary, berarti sezaman, sebaya, seumur dan zaman sekarang,8
dewasa ini, mutakhir, sedangkan kata mutakhir berarti terbaru atau modern pada masa
kini, misalnya pameran seni lukis kontemporer.9 Secara harfiah, kontemporer dapat
dipahami sebagai waktu sekarang yang aktual. Terkini dan menjadi trend baru.

Beranjak dari pengertian dua akar kata di atas, menurut penulis, kita diajak untuk
menangkap fenomena terkini terhadap perkembangan sosial dunia tasawuf. Dimana
secara garis besar dapat dibagi dua corak, tasawuf akhlaqi, tasawuf falsafi.10

Tentu tidaklah mudah untuk menarik kesimpulan dan menformat fenomena tersebut
menjadi sebuah grand teori, karena gejala tersebut justru tengah berlangsung hingga detik
ini. Tetapi secara akademis ilmiah hal ini patut dilakukan, mengingat bagaimana arah dan
tujuan hidup manusia pada perkembangan zaman ini.

1.2 Fenomena Tasawuf Kontemporer


Bagaimana bisa menyebut tasawuf kontemporer sebagai bentuk baru dari suasana
beragama dan pencarian manusia terhadap Pencipta. Setidaknya penulis memiliki tawaran
pemikiran sebagai berikut; Tasawuf kontemporer tidak terlepas dari kontek ajaran tasawuf
klasik. Tetapi tidak memiliki silsilah secara langsung terhadap tasawuf klasik. Kalau masih
ada silsilah, tentu saja ia masih masuk kategori tasawuf klasik. Tasawuf kontemporer terdapat
5

di wilayah masyarakat kota mengambil ajaran tasawuf dan mengemasnya menjadi industri
baru berbasis agama karena dibutuhkan oleh masyarakat kota. Kejenuhan masyarakat kota
terhadap persaingan hidup membuat pasar tasawuf tumbuh dan masuk wilayah komunikasi
massa dan teknologi.

Penulis berpendapat, tasawuf kontemporer adalah penamaan yang pada


dasarnya berakar dan berada pada barisan neo-sufisme Fazlur Rahman 11 dan tasawuf
modern, yang diusung Hamka. Menurut Hamka, tasawuf modern adalah penghayatan
keagamaan esoteris yang mendalam tetapi tidak dengan serta merta melakukan pengasingan
diri (uzlah). Hal ini menurut Nurcholis Madjid, neo-sufism menekankan perlunya
keterlibatan diri dalam masyarakat secara lebih dari pada sufism terdahulu. Neo Sufism
cenderung menghidupkan kembali aktifitas salafi dan menanam kembali sikap positif
terhadap kehidupan. 12

Pemahaman ini bisa memberi bukti konkrit ketika melihat fenomena yang terjadi
di tengah-tengah masyarakat kota saat ini. Terdapat lembaga-lembaga tasawuf yang tidak
memiliki akar langsung kepada tarekat dan digelar massal juga komersial. Sekedar misal,
Indonesian Islamic Media Network (IMaN), Kelompok Kajian Islam Paramadina,
Yayasan Takia, Tasauf Islamic Centre Indonesia (TICI). Kelompok ini mencoba menelaah
dan mengaplikasikan ajaran tasawuf dalam kehidupan sehari-hari secara massal. Misalnya
Dzikir Bersama, Taubat, Terapi Dzikir.

Wajah tasauf dalam bentuk lain dilakukan —dan sangat laku— Emotional
Spritual Question (ESQ) di bawah pimpinan Ari Ginanjar. Konon, konsep awal ESQ ini,
dilakukan oleh kaum nashrani di Eropa dan Amerika dalam mengantisipasi kebutuhan jiwa
masyarakat kota setempat.
Selain bentuk lembaga, dalam pengembangannya melibatkan komunikasi massa.
Misalnya, promosi dalam bentuk buku, pamflet, iklan, adventorial, program audio visual CD,
VCD, Siaran Televisi, hingga internet (misalnya, www.sufinews.com,
www.pesantrenonline.com, gusmus.net, myquran.com). Siaran televisi yang sehari-hari dapat
ditonton, memperlihatkan kecenderungan yang sama besarnya dengan booming
sinetron misteri dengan tayangan dzikir bersama dan ceramah agama. Berawal dari Televisi
Manajemen Qolbu (MQ TV) di Bandung di bawah pimpinan Abdullah Gymnastiar (Aa
Gym), muncul beberapa nama lain menyusulnya. Sekedar menyebut, Arifin Ilham, Ustazd
Jefri.
6

Karena masuk pada ranah industri dan bersentuhan dengan komersialisme, tasauf
terkesan menjadi alat untuk mengedepankan perilaku keagamaan yang katarsis. Bersedih dan
disedih-sedihkan. Taubat, sebuah jendela masuk tasawuf menjadi arena penyesalan yang
dipertontonkan. Dzikir, sebagai lapazkan secara bersama-sama panduan yang terpaksa
khusu’, Do’a yang disandiwarakan dengan tetes air mata.
Artinya, jika tidak hati-hati, pola seperti ini akan terjerumus dalam
pseudo tasawuf. Tasawuf yang hanya mengedepankan tontonan daripada substansi
penghayatan.
Karena ia masuk dalam wadah publikasi, maka ongkos (bahasa yang lebih sopan
digunakan; mahar) yang harus dibayar adalah tumbuhnya idola baru yang menjadi
pujaan. Berbeda dengan tasawuf klasik dan tarekat yang memiliki rasa hormat yang tinggi
terhadap guru spiritual, yang terjadi pada tasawuf kontemporer adalah pemujaan idola yang
tiada berbeda dengan pemujaan manusia sekuler terhadap Madonna. Dan janganlah heran,
jika hari lebaran, salah satu baju “wajib” dibeli kaum muslim adalah baju (simbol) yang
dipakai sang idola. Suasana religius yang terpaksa hadir itu juga dibayar mahal jika akan
menghadirkan sang idola ke sebuah majelis. Sungguh naif, bila dipandang dari segi ajaran
tasawuf itu sendiri.
Selain bentuk-bentuk di atas, tanpa mengurangi kehadiran tasauf klasik yang masih
berkembang bersamaan juga dengan tarekat yang sudah pula masuk ke kota besar, tasawuf
kontemporer juga ditunjukkan dalam bentuk terapi pengobatan. Seperti terapi Narkoba
dengan Dzikir Abah Sepuh dan Abah Anom di Pesantren Suralaya. Pengamalan ibadah
agama—shalat wajib, shalat sunat—yang lengkap dan metode tasauf (taubat, dzikir) yang
dijalankan selama 24 jam dengan paket pengobatan yang mahal pula.13
Agaknya, inilah yang lebih spesifik dalam tasawuf kontemporer. Sebuah bentuk baru
yang ada di tengah masyarakat kota. Kalau begitu, apa beda antara tasawuf
kontemporer? Dalam segi semangat, tidak ada beda. Hanya segi waktu dan model yang
ditawarkan. Jika masa modern banyak dihadapkan pada semangat untuk kembali kepada
bentuk lebih positif dan kemurnian ajaran agama, maka pada tasawuf kontemporer beralihnya
model dari sifat tasawuf individual kepada wilayah massa. Hal ini berangkat dari kegagalan
dalam pencitraan dan kekosongan jiwa, setidaknya pada massa, terdapat pengakuan terhadap
diri individu yang masuk kelompok ibadah tersebut. Wilayah massa itu adalah, dimana
masyarakat yang memiliki wadah komunikasi massa dan teknologi informasi. Tasawuf
7

masuk menjadi bagian dari perangkat hidup dengan wajah baru yang sesuai pada selera
zamannya.

1.3 Perkembangan Tasawuf Di Zaman Kontemporer


Tasawuf mempunyai potensi besar karena mampu menawarkan pembahasan spiritual,
mengajak manusia mengenal dirinya sendiri, dan akhirnya mengenal Tuhannya. Dan ini
merupakan pegangan hidup manusia yang paling ampuh, sehingga tidak terombang-
ambingkan oleh badai kehidupan ini. Ia menjadi penuntun hidup bermoral, sehingga dapat
menunjukkan eksistensi manusia sebagai makhluk termulia di muka bumi ini.

Kembali kepada sejarah bahwa lahirnya tasawuf sebagai fenomena ajaran Islam
diawali (secara internal) dari ketidakpuasan terhadap praktek Islam yang cendrung formalisme
dan legalisme, dan juga sebagai reaksi terhadap ketimpangan politik, moral, dan ekonomi
di kalangan umat Silam, khususnya di kalangan penguasa. Pada saat dmeikian tasawuf tampil
memberikan solusi.

Solusi tasawuf terhadap formalisme dan legalisme dengan spiritualitasi ritual,


pembenahan dan transformasi tindakan fisik ke dalam tindakan batin. Sedangkan
reaksi terhadap sikap politik, penguasa dan ekonomi sebagai akibat diraihnya kemakmuran,
yang menimbulkan sikap kefoya-foyaan materiil, adalah dengan penampakan sikap isolasi
diri dari hiruk pikuknya kehidupan yang berorientasi dunawi, dan menanamkan sikap sedia
miskin.

Gerakan tersebut di satu sisi bisa dikatakan sebagai reaksi sosial, dan di sisi lain bisa
dikatakan sebagai tanggung jawab sosial. Gerakan seperti ini adalah cocok pada masa itu,
namun pada masa sekarang perlu dipertanyakan.

Sebenarnya gerakan seperti tersebut merupakan gerakan individual. Padahal


pengingkaran kekayaan adalah tidak mungkin, tidak praktis dan hanya bersifat individual.
Desakan etika mencari yang halal untuk melegitimasikan kemiskinan itu adalah sikap
ketidakberdayaan kaum tertindas sebagai keompensasi atas penderitaan dari dua hal,
materialisme dan spitirtualisme.

Ketika hal ini dibicarakan, maka akan teringat pendapat Emile Durkheim, bahwa
pemikiran dan perkembangan pribadi tidak bisa terlepas sama sekali dari setting sosialnya
(Doyle, Paul Johasan, 1994, Emile Durkheim, 1993)
8

Tasawuf pada masa sekarang mempunyai tanggung jawab sosial lebih berat dari
pada masa lalu. Untuk memberi jawaban bagaimana tanggung jawab sosial tasawuf
pada zaman modern ini, maka terlebih dahulu akan diketengahkan bagaimana ciri masyarakat
modern itu.

Masyarakat modern ditandai oleh lima ciri pokok, yakni:


1. Berkembangnya massa culture.
2. Tumbuhnya sikap-sikap yang lebih mengakui kebebasan bertindak, manusia
bergerak menuju perubahan masa depan.

3. Tumbuhnya kecenderungan berpikir rasional.


4. Tumbuhnya sikap hidup yang materialistik.
5. Meningkatnya laju urbanisasi. (Atha' Muzhar, 1993).

1.4 Analisa Kritis Terhadap Tasawuf Kontemporer


Pemaparan di atas sesungguhnya belum final dan butuh analisa bersama dalam
diskursus kajian fenomena tasawuf. Namun penulis mencoba menghantarkan, bahwa tasawuf
kontemporer sebuah bentuk aktual corak beragama masyarakat kota. Jika tidak hati-hati,
atau salah dalam pengajaran dan aplikasinya akan membawa bentuk pseudo
tasawuf. Atau lebih ekstrim lagi, tasawuf kontemporer yang bersentuhan dengan
corak sufistik, hanyalah mengambil semangat yang tidak utuh dari tasawuf konvensional
yang dikenal selama ini. Apabila kita memahami corak sufistik, seakan-akan hanya mengarah
kepada dunia tasawuf, bukan masuk ke dalam ranah tasawuf secara total.

Seperti yang pernah diungkapkan oleh Azyumardi Azra. Azyumardi membagi tiga
bentuk tasawuf yang menyita masyarakat akhir-akhir ini, pertama Student Sufism,
Convensional Sufism dan Urban Sufism.14

Pencapaian yang hendak ditujukan oleh tasawuf kontemporer adalah sama dengan
konsep para sufi terdahulu (sufi klasik). Seperti kedekatan terhadap Pencipta, kehadiran
Pencipta dalam kehidupan sehari-hari, menjadi insan kamil. Melihat coraknya,
pengembangan tasauf kontemporer mengarah kepada tubuhnya tasawuf akhlaqi, dimana
mengedepan sikap kesahajaan dan ibadah yang banyak untuk mencapai kedamaian hidup
dan kedekatan diri dengan Pencipta.
9

Tetapi, apresiasi positif yang patut diberikan kepada mereka yang mengusung
tasawuf dengan wajah baru ini adalah, mereka masuk dalam mewarnai zaman. Tak
terbayangkan, jika mereka tidak ada. Kekosongan pada wilayah massa akan membuat
kepercayaan diri (confidence self) beragama masyarakat akan terus menurun. Tentu saja,
nuansa keagamaan akan tidak terlihat lagi di permukaan. Setidaknya, mereka sekarang sudah
memulainya untuk menjawab kebutuhan rohani masyarakat. Lebih dari itu, tasawuf
kontemporer merupakan bentuk alternatif beragama sebagai pilihan setelah goncangan
ketiadaan dan kekosongan jiwa. Dimana jiwa yang kurus kering tidak pernah mendapat
sentuhan religi, sementara jiwa memiliki kebutuhan tersebut tetapi tidak pernah diberikan.

1.5 Tanggung Jawab Sosial Tasawuf Pada Masa Sekarang (Kontemporer)


1.5.1 Tanggung jawab spiritual
Husen Nasr dalam "Islam and tha Pligh of Modern Man" menyatakan bahwa akibat
masyarakat modern yang mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan
mereka berada dalam wilayah pinggiran eksistensinya sendiri, bergerak menjauh dari pusat,
sementara pemahaman agama yang berdasarkan wahyu mereka tinggalkan, hidup dalam
keadaan sekuler. Masyarakat yang demikian adalah masyarakat Barat yang dikatakan
the Post Industrial Society telah kehilangan visi keilahian (Komaruddin).

Kehilangan visi keilahian ini bisa mengakibatkan timbulnya gejala psikologis, yakni
adanya kehampaan spiritual. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta filsafat
nasionalisme tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok manusia dalam aspek nilai-nilai
transenden, satu kebutuhan vital yang hanya bisa digali dari sumber wahyu Ilahi.

Melihat gejala manusia modern yang penuh problema tersebut, Husen Nasr, seorang
ulama' Iran menawarkan alternatif terapi agar mereka mendalami dan menjalankan praktek
tasawuf. Sebab tasawuflah yang dapat memberikan jawaban- jawaban terhadap kebutuhan
spiritual mereka. Dalam pandangan tasawuf, penyelesaian dan perbaikan keadaan itu tidak
dapat tercapai secara optimal jika hanya dicari dalam kehidupan lahir.

Dalam tasawuf terdapat prinsip-prinsip positif yang mampu mengembangkan masa


depan manusia, seperti introspeksi (muhasabah) baik dalam kaitannya dengan masalah-
masalah vertikal maupun horizontal, kemudian meluruskan hal-hal yang kurang baik.
10

1.5.2 Tanggung jawab spiritual


Sebagai akibat modenisasi dan industrialisasi, kadang manusia mengalami degradasi
moral yang dapat menjatuhkan harkat dan martabatnya. Kehidupan modern seperti sekarang
ini sering menampilkan sifat-sifat yang kurang dan tidak terpuji, terutama dalam menghadapi
materi yang gemerlap ini. Sifat-sifat yang tidak terpuji tersebut adalah al-hirsh, al-hasud dan
riya'.

Cara menghilangkan sifat-sifat tersebut ialah dengan mengadakan penghayatan atas


keimanan dan ibadahnya, mengadakan latihan secara bersungguh-sungguh, berusaha
merubah sifat-sifatnya itu dengan mencari waktu yang tepat.

Memang diakui oleh para ahli tasawuf, bahwa manusia dalam kehidupanmya selalu
berkompetisi dengan hawa nafsunya yang selalu ingin menguasainya. Agar hawa nafsu
seseorang dikuasai oleh akal yang telah mendapat bimbingan wahyu, maka dalam dunia
tasawuf diajarkan berbagai cara, seperti riyadhah (latihan) dan mujahadah
(bersungguh-sungguh) sebagai sarana untuk melawan hawa nafsunya tadi. Cara
pembinaannya melalui tiga tahapan, yakni tahap pembersihan dan pengosongan jiwa
dari sifat-sifat tercela (takhalli), tahap kedua ialah penghiasan diri dengan sifat-sifat terpuji
(tahalli) dan ketiga tercapainya sinar Ilahi (tajalli).

1.5.3 Tanggung jawab Politik


Tasawuf pada masa sekarang tidak lagi menjauhi kekuasaan, sebagaimana yang
dilakukan oleh para sufi klasik. Akan tetapi tampil di tengah-tengah percaturan politik dan
masuk ke dalam "kekuasaan". Sebab menjauhinya menunjukkan ketidakberdayaan dan
kelemahan. Apabila pada masa klasik ada fatwa untuk menjauhi dan bersikap oposan
terhadap kekuasaan, hal itu sedikit bisa dibenarkan karena kekuasaan pada waktu itu bersifat
individual, sementara itu kini kekuasaan bersifat kolektif.

1.5.4 Tanggung jawab Pluralisme Agama


Satu hal lain yang menjadi kenyataan masyarakat dunia adalah masyarakat majemuk
(plural), yakni masyarakat yang beraneka ragam, baik agama, suku, daerah, adat istiadat,
maupun yang lainnya.

Pluralitas masyarakat modern dipandang sebagai sesuatu yang wajar, sebab telah
menjadi sunnatullah, tidak ada hidup tanpa pluralitas dalam arti antar umat. Dan dalam
pengertian yang sudah luas lagi, pluralitas dalam berbagai bidang pun tidak bisa dipungkiri
11

lagi, seperti ras, suku, watak, dan sebagainya. Di sini tasawuf akan melihat hakikat manusia
sebagai makhluk Tuhan yang berasal-usul satu, yakni Adam a.s.

Khusus mengenai pluralitas agama, disebutkan dalam al-Qur'an bahwa kebenaran


universal yang tunggal bagi semua ajaran agama ialah prinsip tauhid, yaitu pengesaan Tuhan
dan kesatuan umat (Q.S. al-Anbiya' : 92). Prinsip inilah yang dibawa oleh semua Nabi dan
Rasul Allah SWT. Karena prinsip ajaran mereka sama, maka para pengikut semua Nabi dan
Rasul itu adalah umat yang satu atau tunggal. Dengan kata lain, konsep kesatuan dasar ajaran
membawa konsep kesatuan kenabian dan kerasulan, kemudian membawa kepada kesatuan
umat yang beriman.

Konsep tauhid mempunyai implikasi praktis dalam bermuamalah, yakni keharusan


menyadari adanya berbagai perbedaan. Perbedaan-perbedaan itu sebenarnya tidak perlu
dipertentangkan, akan tetapi diambil makna positifnya yang dalam al- Qur'an dinyatakan
agar dijadikan alat pembeda dan justru dengan itu akan mudah mengenal satu sama lain
dengan identitas yang dimilikinya.

1.5.5 Tanggung jawab Intelektual

Tuntutan yang muncul dari akibat modernisasi dan industrialisasi tersebut, ialah
pengembangan kemampuan intelektual muslim sehingga memiliki kemampuan
dialogis dan fungsional terhadap perkembangan IPTEK.

Secara epistimologis tasawuf memakai methode intuitif, yang pada abad ini dapat
dijadikan sebagai salah satu alternatif dan rasionalisme dan empirisme dan membantunya
untuk melakukan terobosan baru dalam berbagai hal.[3]

Diakui bahwa intuisi itu berbeda, karena akal maupun indera merupakan insturmen
yang lebih berkompeten untuk menghadapi obyek-obyek materi serta hubungan-hubungan
kuantitatif.

David Truebood menjelaskan, paling tidak ada tiga hal yang harus dipenuhi agar
kebenaran pengetahuan intuitif ini dapat diterima, di antaranya :

1. Moralitas subyek
2. Akal sehat
3. Keahlian subyek secara tepat.
12

Jika demikian, maka tasawuf bukan lagi menjadi tempat pelarian bagi sementara
orang, namun merupakan suatu keniscayaan yang sungguh perlu diperhatikan oleh
semua orang. Dan ketika itu, tasawuf akan eksis di tengah-tengah percaturan dunia modern.
Dan di sinilah letak peranan dan tanggung jawab sosialnya.
BAB III
MASALAH-MASALAH KONTEMPORER

Masalah – Masalah Kontemporer dalam Islam diantaranya sebagai berikut:

Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh Imam Ghazali berpendapat, menggugurkan


janin sebelum peniupan roh hukumnya tetap haram. Dalilnya, sperma sudah tertanam dalam
rahim dan siap menerima kehidupan. Namun, beberapa Ulama memiliki pendapat tentang
hukum menggugurkan janin sebelum peniupan roh.

1. Pendapat pertama : Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh.


Bahkan sebagian dari ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat.
( Hasyiat Al Qalyubi : 3/159 ) Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi,
Syafi’I, dan Hambali. Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya izin dari kedua orang
tuanya (Syareh Fathul Qadir : 2/495. Adapun dalilnya adalah hadist Ibnu Mas’ud di
atas yang menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan
penciptaan belum sempurna, serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan).

2. Pendapat kedua : Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan
jika sampai pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram. Dalilnya bahwa
waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan janin
jika telah mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk kehati-hatian. Pendapat ini dianut
oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli, salah seorang ulama dari
madzhab Syafi’I (Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416).

3. Pendapat ketiga : Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram.


Dalilnya bahwa sperma sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum
wanita sehingga siap menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan
kejahatan. Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir, Imam Ghozali, dan Ibnu Jauzi
(Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386).

4. Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah dianggap
benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani, ataupun disholati. Sehingga bisa
dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan
pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.

13
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Tasawuf kontemporer adalah tasawuf bercorak kekinian yang masih berakar pada
tasawuf klasik dan konvensional. Bila tasawuf konvensional hanya menyebar melalui buku-
buku, tetapi tasawuf kontemporer menggunakan instrumen teknologi. Pada tataran ini, bila
nilai tasawuf menjadi kecil atau justru menjadi bahan dari teknologi, maka tasawuf
kontemporer diragui akan keotentikannya. Ia hanya menjadi bagian kecil dari teknologi maju.
Bukan sebagai subjek dari kemajuan.

Tasawuf kontemporer masih berlandaskan Al-Quran dan Hadits, tetapi


mengedepankan packaging dari pada esensi. Walau pun demikian, mereka yang terlibat
di dalam dunia tasawuf kontemporer terus mencoba dan menggali serta merasakan, juga
mengakui mereka sudah masuk dalam dunia tasawuf. Menurut analisa penulis, tentulah tidak
akan mampu marwah tasawuf yang pernah ada pada masa lalu bisa dijemput secara total
tanpa mengetahui secara utuh ajaran tasawuf masa lalu tersebut. Apalagi hanya mencomot
bagian-bagian penting dan menjadikannya bahan dari apa yang dikomersilkan — karena
dibutuhkan pasar— kepada masyarakat kota.

Walau pun secara tidak langsung ada akar klasik dan konvensional, sesungguhnya
mereka mempelajari secara mendalam setiap ajaran yang sudah dan mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut analisa penulis, ada kerinduan masyarakat kota
untuk kembali hidup pada akar budaya agama yang mengedepan marwah beragama. Tidak
sekedar formalitas aktual tetapi juga memiliki makna yang dalam terhadap kehidupan sehari-
hari. Tetapi jika kita lihat lebih jauh, semestinya harus terus diawasi karena tasawuf ini
bersentuhan dengan industri yang cenderung bermata dua.

Terlepas dari plus dan minus ajaran, juga corak dan potret kehidupannya yang nyaris
mengarah kepada pseudo tasawuf, semangat dan pengaruhnya membawa arti penting bagi
agama Islam di tengah masyarakat. Lebih-lebih masyarakat kota yang memang merindukan
khazanah kehidupan beragama

14
15

4.2 Saran
Demikianlah makalah yang bisa penulis susun, semoga apa yang kita rumuskan,kita
pelajari mendapatkan anugerah dan inayah dari Allah swt serta bermanfaat bagi kita
semua.Dengan semangat belajar yang tinggi,semoga dapat megamarket ibadah-ibadah sunah
yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rahman, Drs, M.Ag, Sastra Ilahi, Ilham Sirriyah Tuangku Syaikh Muhammad Ali
Hanafiah, Penerbit Hikmah Mizan, Cet. 1 Bandung, 2004
Halim, Abdul Mahmud, Prof Dr, Tasawuf di Dunia Islam, Penerbit, Pustaka Setia, Jakarta,
2002
Hamka, Prof. Dr. , Tasawuf Modern, Penerbit Pustaka Panjimas, Jakarta, 2005
Rasyid, Hamdan Dr KH, MA, Sufi Berdasi, Mencapai Derajat Sufi dalam Kehidupan
Modern, Al-Mawardi, Jakarta, 2006
Solihin Dr M MAg, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, Rajawali Pers, Jakarta,
2005
Nurcholis Madjid, Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Islam
dalam Sejarah, Yayasan Paramadina, Jakarta, 1995
Seyyed Hossein Nasr, dkk, Warisan Sufi, Sufisme Klasik dari Permulaan hingga Rumi
(700-1300 M), Jogjakarta, Pustaka Sufi 2002.
Abdullah Khusairi, Hipokrisi dalam Posmodernisme, Harian Pagi Padang Ekspres
Minggu, 17 Desember 2006. www.khusairi.blogspot.com
Muhammad Zaki Ibrahim, Tasawuf Hitam Putih, Solo; Penerbit Tiga Serangkai 2004
Nazib Zuhdi, Kamus Inggris-Indonesia, Indonesia Inggris, Penerbit, Fajar Mulya
Surabaya, 1993
WJS, Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka 1999
Drs. Asmaran As, M.A, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta, Rajawali Pers, 1996

https://www.slideshare.net/RatihSuprapti1/masalah-masalah-kontemporer-dalam-
islam?subscription_success_banner=show

16

Anda mungkin juga menyukai