Makalah Sosiologi Kel 5
Makalah Sosiologi Kel 5
di Kalangan Remaja”
Dosen Pengampu:
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat-Nya yang memungkinkan
penulis menyelesaikan makalah ini, berjudul “Ulasan Jurnal: konflik sosial dalam komunitas
virtual dikalangan remaja”, sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditetapkan. Secara garis
besar, makalah ini mengulas tentang “Konflik Sosial dalam Komunitas Virtual di Kalangan
Remaja” berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Dony Arung Triantoro, agar dapat mengetahui
bagaimana definisi konflik sosial dipahami dan diterapkan dalam konteks tatanan masyarakat.
Proses penyusunan makalah ini melibatkan banyak pihak terkait. Untuk itu, penulis
mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan dengan tulus kepada:
1. Sonde Martadireja, M.Sn selaku dosen pengampu mata kuliah Pengantar Sosiologi
2. Sumber daya yang telah berpartisipasi dalam memberikan wawasan dan informasi yang
mendukung untuk melengkapi makalah ini.
3. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan baik materil dan moril.
4. Teman-teman kelompok studi Ilmu Komunikasi Angkatan 2023 yang telah memberikan
kontribusi berharga dalam pembahasan dan bertukar pikiran selama proses penulisan.
5. Semua pihak yang secara tidak langsung turut mendukung kelancaran penulisan
makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, penulis dengan tulus menerima setiap kritik dan saran yang membangun guna
meningkatkan kualitas dan kesempurnaan makalah ini agar dapat memberikan wawasan yang
bermanfaat bagi pembaca dan penelitian selanjutnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
1.3 Tujuan............................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Bentuk Konflik Sosial yang Sering Terjadi di Komunitas Virtual Remaja...................
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Pada 1989, Timothy Berners-Lee, ahli komputer dari Inggris, menciptakan World Wide
Web (WWW). Www dipandang sebagai program yang memungkinkan suara, gambar, film,
dan musik dapat ditampilkan di internet. Kemampuan inilah yang menyebabkan internet
menjadi lebih menarik dalam tampilan dan variasinya. Oleh karena itu, popularitas internet
meningkat tajam, menggantikan media konvensional seperti surat kabar, radio, dan televisi.
Saat ini, hampir semua kegiatan manusia terhubung dengan internet, termasuk interaksi
sosial seharihari. Dalam hal ini, Internet telah menjadi kebutuhan pokok dalam aktivitas
sehari-hari, serta menjadi sumber informasi, hiburan, pendidikan, bahkan pekerjaan dan
perdagangan.
Minat remaja terhadap dunia virtual semakin hari semakin meningkat karena didukung
oleh jenis aplikasi chatting berbeda di media sosial seperti WhatsApp, Blackberry
Messenger (BBM), Facebook dll. Melalui aplikasi ini seorang remaja dapat memperluas
jaringan pertemanannya, mempererat hubungan emosionalnya dengan orang lain bahkan
bertemu dengan teman lama di komunitas dunia maya (komunitas virtual ). Komunitas
virtual dibentuk oleh kelompok anggota jaringan Internet, yang terhubung berdasarkan
motif tertentu seperti minat, pendapat, kebutuhan dan latar belakang serupa (pendidikan,
budaya, agama, profesi, dll). Melalui komunitas virtual di jejaring sosial , seseorang tidak
hanya menjadi konsumen informasi tetapi juga pencipta informasi untuk disebarkan kepada
anggota lainnya. Model interaksi multidimensi inilah yang membuat remaja antusias
berpartisipasi dalam jejaring sosial sebagai aktivitas interaksi sosial sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, penulis berusaha menyusun formula rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa saja bentuk konflik sosial yang sering terjadi di komunitas virtual remaja?
2. Apa dampak konflik sosial pada komunitas virtual?
3. Bagaimana penanganan konflik sosial di komunitas virtual?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui bentuk konflik sosial yang sering terjadi di komunitas virtual remaja
2. Mengetahui dampak konflik sosial pada komunitas virtual
3. Mengetahui penanganan konflik sosial di komunitas virtual
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bentuk Konflik Sosial yang Sering Terjadi di Komunitas Virtual Remaja
1. Kesalahpahaman
Peneliti telah mengidentifikasi faktor yang menimbulkan kesalahpahaman dalam
komunitas virtual. Pertama, perbedaan penafsiran teks. Kesalahpahaman sering muncul
karena perbedaan penafsiran terhadap teks yang dikirimkan oleh salah satu dari anggota
komunitas virtual. Perbedaan dalam penafsiran pesan terkadang menimbulkan
pertengkaran di antara kedua belah pihak, sehingga seringkali berujung pada konflik
sosial. Kedua, penyalahgunaan symbol. Komunikasi pada komunitas virtual mempunyai
kelemahan tersendiri, seperti tidak dapat melihat ekspresi wajah lawan bicara. Inovasi
media sosial adalah memberikan penerapan simbol-simbol (emosi) yang mewakili
ekspresi wajah dan perilaku seseorang dalam ruang nyata. Emoji yang dikirim terkadang
menyinggung anggota lain dan membuat mereka kesal, meskipun terkadang pesan yang
berisi simbol-simbol tersebut diabaikan atau dihapus oleh pengirimnya. Namun hal ini
tidak dapat mengubah dampak pelanggaran yang dilakukan member terhadap simbol asli
yang dikirimkan.
2. Sensitivitas
Keterbukaan akses pada komunitas virtual mengakibatkan setiap anggotanya
berkirim pesan dan melakukan interaksi secara bebas. Kebebasan ini yang terkadang
membuat beberapa anggota merasa sensitif terhadap postingan atau interaksi dari anggota
lainnya. Ada beberapa konflik dalam komunitas virtual yang disebabkan oleh
kesensitivitasan para anggota.
a) Sensitivitas linguistik. Sensitivitas bahasa adalah sebagai kemampuan seseorang
untuk bereaksi negatif terhadap penggunaan bahasa anggota komunitas virtual
lainnya.
b) Sensitivitas waktu. Sensitivitas waktu adalah kemungkinan seseorang bereaksi
negatif terhadap waktu yang dihabiskan untuk aktif dalam komunitas virtual.
Kurangnya kejelasan aturan baku dalam komunitas virtual membuat setiap
anggota bebas memposting informasi atau berinteraksi kapan saja di komunitas
virtual .
c) Sensitivitas Community. Fungsi sensitivitas komunitas yang dimaksud adalah
kemampuan seseorang dalam bereaksi negatif terhadap aktivitas yang
bertentangan dengan fungsi komunitas virtual. Interaksi dalam komunitas virtual
idealnya dilakukan untuk kepentingan komunitas. Namun demikian, beberapa
anggota melakukan interaksi yang bersifat privat sehingga idealnya berlangsung
di ruang privat (ruang pribadi ).
3. Cyberbullying
Komunitas virtual tidak hanya digunakan sebagai sarana untuk mengirimkan
informasi namun juga sebagai sarana bagi untuk bersenang-senang dan bercanda dengan
anggota lainnya. Candaan dalam komunitas virtual sering kali disebarkan dalam bentuk
gambar-gambar yang mempermalukan anggota lain, sehingga hal ini pada akhirnya
mengarah pada perilaku umum yang bersifat bullying atau ejekan. Cyberbullying adalah
perilaku mengancam yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain melalui situs
online. Bentuk kekerasan ini dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan diri,
keterasingan dari teman, bahkan ada yang ingin bunuh diri.
4. Postingan Isu SARA
Permasalahan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) sangat akrab di media
sosial, sehingga terkadang isu-isu tersebut menjadi topik perbincangan di media sosial
komunitas virtual. Isu SARA juga dapat menimbulkan konflik di komunitas virtual.
Postingan media sosial SARA berdampak pada pertemanan. Cara mengatasinya adalah
dengan cara menghapus teman, menghapus postingan, menyembunyikan postingan (hide
post), unfollow (berhenti mengikuti), laporkan postingan (laporkan postingan).
5. Egosentris
Keegoisan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang. Egosentris adalah
sikap egois dan ketidakmampuan memahami orang lain. Shaffer (2009) menyebut
egoisme sebagai kecenderungan seseorang untuk memandang dunia dari sudut
pandangnya sendiri dan tidak ingin memahami orang lain. Dalam komunitas virtual,
egoisme menjadi faktor utama penyebab konflik. Karena setiap anggota komunitas
virtual cenderung mempertahankan merek pribadinya, sehingga terkadang
mempertahankan pendapatnya meskipun salah demi menjaga reputasi baik mereka di
depan orang virtual lainnya adalah salah.
Seperti dampak konflik pada umumnya, konflik pada komunitas virtual juga
mempunyai dua dampak yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak negatif berbasis
konflik terjadi di komunitas virtual yang terdiri dari pelaku konflik, bukan berbicara satu
sama lain dalam kelompok atau di ruang nyata. Pelaku konflik akan kehilangan
kepercayaan terhadap komunitas virtual. Konflik tidak selalu mempunyai dampak negatif;
Terkadang konflik mempunyai dampak positif. Dampak positif konflik dalam komunitas
virtual adalah terciptanya norma-norma baru dalam komunitas virtual, seperti aturan posting
aturan, dll. Selain itu, dengan adanya konflik yang terjadi di komunitas virtual, hubungan
antar anggota menjadi semakin harmonis. Seringkali anggota yang lain mengancam pelaku
konflik setelah konflik mulai mereda, sehingga memberikan rasa solidaritas yang lebih
besar. Merujuk pada Narwoko dan Bagong Suyanto (2005), dampak positif konflik
meningkatkan solidaritas internal dan perasaan menjadi bagian dari suatu kelompok.
Setiap konflik sosial pasti ada cara untuk menanganinya, dalam konflik sosial di sebuah
komunitas virtual juga terdapat beberapa cara untuk mengatasinya seperti konsiliasi,
mediasi, arbitrasi, koersi (paksaan), detente (mengurangi ketegangan atau perdamaian)
a) Penyelesaian konflik melalui konsolidasi dalam komunitas virtual dicapai dengan
mengadakan pertemuan fisik antara pihak-pihak yang berkonflik dengan bantuan
mediator, dalam hal ini sesepuh, pengurus administrator atau influencer.
b) Sidang mediasi dilakukan dengan melibatkan anggota komunitas, dimana orang
diantaranya telah menyelesaikan akar permasalahannya. Mediasi ini dilakukan
baik secara online maupun dalam kehidupan nyata.
c) Penyelesaian konflik di komunitas virtual juga dapat dilakukan melalui
pemaksaan (koersi). Pemaksaan yang dimaksud pada melibatkan penghapusan
sementara anggota konflik dari komunitas virtual mereka. Pemaksaan merupakan
peran utama administrator dalam konflik yang muncul di komunitas virtual.
Namun terkadang yang menjadi permasalahan adalah adalah peran administrator
yang kurang peka dalam menyikapi konflik di komunitas virtual. Kemudian,
setelah konflik mereda, administrator mengundang pihak-pihak yang berkonflik
kembali ke komunitas virtual.
d) Cara détente atau relaksasi. Hal yang dilakukan adalah anggota lain membajak
chat dan beberapa anggota memposting gambar-gambar lucu ke grup sehingga
mengundang tawa anggota lainnya. Selain itu, beberapa anggota juga memilih
menjadi silent reader karena tidak ingin membuat konflik semakin tegang dan
tidak ingin ikut serta dalam konflik tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Andu, C. P. (2018). Efek Postingan SARA di Media Sosial Terhadap Pertemanan. Jurnal Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, 8.
Rumra, N. S., & Rahayu, B. A. (2021). Perilaku Cyberbullying Remaja. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Jiwa, 45.