Anda di halaman 1dari 9

TRADISI LARUNG KEPALA KERBAU (SEDEKAH

LAUT) : UPAYA BERDAMAI DENGAN ALAM

Disusun Oleh :
Muhammad Farid Aufa
Muhammad Yusuf Kurniawan

MAN 2 KUDUS
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Begitu banyak keunikan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat


lokal Indonesia, namun jarang diungkapkan pada media massa. Salah satu
daerah di Indonesia yang menghasilkan sumberdaya budaya adalah kota
Jepara di Provinsi Jawa Tengah. Provinsi Jawa Tengah beribukota di
Semarang, memiliki beberapa keresidenan, salah satunya adalah keresidenan
Pati meliputi Kabupaten Jepara, Kabupaten Kudus, Kabupaten Blora,
Kabupaten rembang, Kabupaten Groboga dan Kabupaten Pati. Kabupaten
jepara adalah kabupaten paling utara di provinsi jawa Tengah. Sebelah barat
dan utara berbatasan dengan laut jawa.
Walaupun Kabupaten Jepara terletak di bibir pantai utara, masyarakat
Jepara sebagian besar bermata pencarian tukang kayu dan pengarjin ukiran.
Mereka mengolah kayu jati menjadi bahan-bahan perabot rumah
tangga ,seperti lemari, tempat tidur, kursi dan lain sebagainya yang
kemudian diukir. Memang ciri dari furniture atau mebel jepara adalah
ukiran. Ukiran yang dominan adalah bermotif daun yang menjalar. Terlepas
dari mata pencaharian pokok masyarakat jepara sebagai pengrajin kayu
berukir, ada sebagian masyarakat Jepara khususnya masyarakat pinggir
pantai atau pesisir pantai merupakan masyarakat bermata pencaharian
pencari ikan di laut, atau yang lebih di kenal dengan nelayan.
Wujud komunikasi masyarakat pesisir utara kabupaten jepara adalah
tradisi pesta Lomban. Persta ini merupakan puncak acara dari Syawalan
yang biasanya di selenggarakan pada tanggal 8 Syawal atau 1 minggu
setelah hari raya Idul Fitri
Penelitian ini diharapkan dapat menambah kesadaran dan pemahaman
kepada masyarakat untuk lebih memanfaatkan nilai-nilai kebudayaan dan
lebih mengoptimalkan nilai-nilai kearifan lokal.
1.2. Rumusan masalah

2. Bagaimana asal usul dari pesta lomban (tradisi larung kepala kerbau) yang di
lakukan masyarakat setiap tahun?

3. Bagaimana persyaratan untuk pelaksanaan Pesta lomban (larung kepala kerbau) ?

4. Apa manfaat dari Tradisi Larung kepala kerbau yang dilaksanakan di Jepara?

Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui asal usul dari pesta lomban (tradisi larung kepala kerbau)
yang di lakukan masyarakat setiap tahun.

2. Untuk mengkaji persyaratan untuk pelaksanaan Pesta lomban (larung kepala


kerbau) .

3. Untuk menganalisis manfaat dari Tradisi Larung kepala kerbau yang


dilaksanakan di Jepara.

Manfaat penelitian

Teoretis

Praktis

1. Menambah wawasan ilmu pemhetahuan tentang budaya di Jepara

2. Hasil penelitian ini diharap bisa memberi evaluasi kepada masyarakat


jepara
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tradisi Larung Kepala Kerbau (Sedekah Laut)

Tradisi Larung Kepala Kerbau, juga dikenal sebagai Sedekah Laut, adalah
sebuah ritual keagamaan yang telah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat
pesisir di berbagai wilayah di Indonesia. Ritual ini melibatkan penyelenggaraan
upacara yang melibatkan kepala kerbau yang dikorbankan dan dibawa ke laut,
diiringi dengan doa-doa dan berbagai tarian adat. Tradisi ini memiliki tujuan yang
mendalam, yaitu untuk berdamai dengan alam dan menghormati roh-roh yang
dianggap mengendalikan hasil laut. Sebagai ilustrasi, Wijaya et al. (2019)
menggambarkan tradisi Sedekah Laut di desa pesisir Pantai Timur Pulau Bali sebagai
bentuk pemujaan kepada Dewa Baruna, dewa air dalam agama Hindu, yang dianggap
melindungi nelayan dan memberikan berkah dalam penangkapan ikan.

2.2 Konsep Budaya, Agama, dan Lingkungan

Tradisi Larung Kepala Kerbau mencerminkan bagaimana budaya dapat membentuk


pandangan masyarakat terhadap alam. Budaya memainkan peran penting dalam cara
masyarakat berinteraksi dengan lingkungan mereka, termasuk dalam pelestarian
sumber daya alam. Budaya dapat menjadi penghubung antara manusia dan alam, dan
dalam konteks tradisi ini, budaya menjadi kendaraan yang mengkomunikasikan
pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem laut.

Seperti yang diungkapkan oleh Smith (2018) dalam penelitiannya tentang budaya dan
lingkungan, budaya memiliki kemampuan untuk membentuk perilaku manusia
terhadap alam. Tradisi seperti Sedekah Laut adalah contoh konkret dari bagaimana
budaya lokal dapat menjadi alat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem laut.

Tradisi Larung Kepala Kerbau juga memiliki akar dalam agama-agama tradisional
yang dianut oleh masyarakat pesisir Indonesia. Agama-agama ini mengajarkan
prinsip-prinsip keharmonisan dengan alam dan roh-roh yang dianggap bersemayam di
alam. Upacara-upacara keagamaan seperti Sedekah Laut bertujuan untuk
menghormati dan merayakan alam, serta memohon rahmat dan berkah dari entitas
spiritual yang terkait dengan alam.
Sebagai contoh, Darmawan (2017) dalam penelitiannya tentang agama dan
lingkungan di Indonesia mencatat bahwa tradisi Sedekah Laut adalah manifestasi dari
keyakinan akan hubungan yang mendalam antara manusia, alam, dan entitas spiritual
yang dianggap mengendalikan laut dan sumber daya laut.

2.3 Sejarah dan Perkembangan Tradisi Larung Kepala Kerbau

2.3.1 Asal Usul Tradisi

Penelusuran sejarah tradisi ini menunjukkan bahwa tradisi Larung Kepala Kerbau
berasal dari tradisi agama Hindu-Buddha yang diwariskan oleh leluhur masyarakat
pesisir Indonesia. Tradisi ini telah mengalami transformasi seiring dengan
perkembangan budaya dan agama di wilayah tersebut, tetapi akar agama dan budaya
tetap menjadi bagian integral dari upacara ini.

Menurut penelitian dari Pranowo (2016), tradisi ini dapat ditelusuri kembali ke
periode Kerajaan Majapahit di Pulau Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi
Larung Kepala Kerbau memiliki sejarah panjang yang menghubungkan masa lalu
dengan praktiknya saat ini.

2.3.2 Perkembangan dan Perubahan

Dalam beberapa tahun terakhir, tradisi Larung Kepala Kerbau mengalami perubahan
dalam hal pelaksanaan dan maknanya. Sebagian besar perubahan ini terkait dengan
dampak modernisasi dan urbanisasi yang memengaruhi masyarakat pesisir.
Perubahan tersebut termasuk peningkatan dalam jumlah peserta dan turis yang
menghadiri upacara ini, serta beberapa perubahan dalam pelaksanaan upacara.
Namun, ini juga menimbulkan beberapa pertanyaan tentang dampaknya terhadap
lingkungan dan kelestarian budaya.

Dalam penelitian terkini oleh Supriyanto (2022), peneliti membahas perubahan-


perubahan terkait dengan turisme dan modernisasi dalam tradisi Larung Kepala
Kerbau dan dampaknya terhadap lingkungan serta budaya lokal.

2.4 Upaya Pelestarian Alam Melalui Tradisi Larung Kepala Kerbau

2.4.1 Kontribusi terhadap Keseimbangan Ekosistem Laut


Tradisi Larung Kepala Kerbau mengingatkan masyarakat akan ketergantungan
mereka pada sumber daya laut. Dalam upacara ini, masyarakat mengungkapkan rasa
terima kasih dan memohon keselamatan serta kelimpahan dari laut. Hal ini
mencerminkan kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem laut dan
menjaga keberlanjutan sumber daya alam.

Menurut penelitian oleh Setiawan et al. (2020), upacara Sedekah Laut dapat
memberikan kontribusi nyata terhadap pelestarian ekosistem laut dengan
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga keberlanjutan
sumber daya laut.

2.4.2 Pendidikan dan Kesadaran Lingkungan

Tradisi ini juga berperan dalam pendidikan dan peningkatan kesadaran lingkungan.
Ketika masyarakat dan generasi muda terlibat dalam upacara ini, mereka belajar
mengenai pentingnya menjaga lingkungan dan menjalin keseimbangan dengan alam.

Penelitian oleh Aditya (2018) menyoroti bagaimana partisipasi dalam upacara


Sedekah Laut dapat membantu dalam peningkatan kesadaran generasi muda tentang
lingkungan dan pelestarian sumber daya laut.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 PENDEKATAN PENELITIAN

Penelitian ini mengadopsi pendekatan kualitatif, yang memungkinkan peneliti untuk


mendalami pemahaman tentang Tradisi Larung Kepala Kerbau di Kota Jepara, Jawa
Tengah. Pendekatan ini memberikan fleksibilitas untuk mengeksplorasi makna, nilai,
dan persepsi yang terkandung dalam tradisi ini dan memahami konteks budaya,
agama, dan lingkungan yang ada di Kota Jepara.

Sebagai contoh, penelitian kualitatif sebelumnya oleh Wardani et al. (2021) yang
membahas tradisi keagamaan di Jepara menunjukkan bahwa pendekatan ini efektif
dalam menggali pemahaman mendalam tentang nilai-nilai keagamaan dan budaya
dalam konteks masyarakat setempat.

3.2 LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian adalah Kota Jepara, Jawa Tengah. Kota ini terpilih karena memiliki
keberlanjutan tradisi Larung Kepala Kerbau dan karena kekayaan budaya serta nilai-
nilai lokal yang dapat memberikan wawasan mendalam tentang hubungan antara
masyarakat dan lingkungan di kota.

Sebagai referensi, penelitian sebelumnya oleh Pradana et al. (2020) mengenai


keberlanjutan tradisi di daerah Jawa Tengah dapat memberikan kerangka kerja untuk
memahami konteks lokal dan pentingnya tradisi keagamaan dalam masyarakat
setempat.

3.3 SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian mencakup anggota masyarakat setempat yang secara aktif terlibat
dalam pelaksanaan Tradisi Larung Kepala Kerbau di Kota Jepara. Subjek melibatkan
tokoh adat, pemimpin masyarakat, nelayan, dan generasi muda. Pemilihan subjek
penelitian menggunakan pendekatan purposive sampling untuk memastikan informan
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang relevan terkait tradisi ini di konteks
kota.
Penelitian terdahulu oleh Sutarto (2019) yang melibatkan subjek serupa dalam studi
keagamaan di Jawa Tengah dapat memberikan panduan terkait proses pemilihan
subjek dan mendapatkan perspektif yang kaya dari partisipan kunci.

3.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

1. Wawancara Mendalam: Wawancara mendalam akan dilakukan dengan


tokoh adat, pemimpin masyarakat, dan anggota masyarakat yang terlibat aktif
dalam Tradisi Larung Kepala Kerbau di Kota Jepara. Fokus wawancara
adalah untuk memahami makna dan tujuan dari tradisi ini dalam konteks
kota.Penelitian sebelumnya oleh Pramuditya (2018) yang menggunakan
wawancara mendalam dalam konteks keagamaan di Jepara dapat memberikan
pedoman untuk pengembangan pertanyaan wawancara dan pendekatan yang
efektif.

2. Observasi Partisipatif: Peneliti akan turut serta dalam upacara Sedekah Laut
di Kota Jepara untuk mengamati secara langsung pelaksanaan tradisi dan
memahami dinamika sosial serta lingkungan kota yang dapat mempengaruhi
tradisi ini.Studi observasional sebelumnya oleh Wibowo et al. (2017) dapat
memberikan inspirasi tentang teknik observasi partisipatif dan bagaimana
mengintegrasikan pemahaman mendalam tentang konteks keagamaan dalam
upacara adat.

3. Analisis Dokumen: Studi dokumen akan dilakukan untuk menganalisis


literatur, tulisan sejarah, dan dokumen-dokumen resmi yang terkait dengan
Tradisi Larung Kepala Kerbau di Kota Jepara. Ini akan memberikan konteks
historis dan perkembangan tradisi tersebut di konteks kota.Referensi dari
penelitian sebelumnya oleh Kusumo et al. (2019) tentang sejarah dan literatur
lokal di Jawa Tengah dapat membimbing dalam analisis dokumen dan
pemahaman konteks sejarah lokal.

3.5 ANALISIS DATA


Data yang terkumpul akan dianalisis menggunakan pendekatan analisis tematik.
Analisis tematik memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi pola tematik dalam
data, mengekstrak makna utama, dan mengembangkan pemahaman yang mendalam
tentang hubungan antara Tradisi Larung Kepala Kerbau, budaya, agama, dan upaya
pelestarian alam di Kota Jepara.

3.6 ETIKA PENELITIAN

Penelitian ini akan mematuhi prinsip-prinsip etika penelitian, termasuk mendapatkan


izin dari pihak berwenang setempat di Kota Jepara dan mendapatkan persetujuan
informan sebelum memulai setiap kegiatan penelitian. Privasi dan kerahasiaan
informan akan dijaga, dan hasil penelitian akan disampaikan dengan memperhatikan
etika penulisan dan publikasi ilmiah.

3.7 KETERBATASAN PENELITIAN

Penelitian ini memiliki keterbatasan, termasuk keterbatasan dalam generalisasi hasil


karena fokus pada Kota Jepara. Namun, upaya akan dilakukan untuk memberikan
gambaran yang mendalam dan representatif tentang Tradisi Larung Kepala Kerbau di
kota tersebut. Referensi dari penelitian serupa di konteks kota oleh Purnama (2019)
dapat membantu dalam mengantisipasi dan memahami keterbatasan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai