Anda di halaman 1dari 56

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA DINAS PERINDUSTRIAN

DAN PERDAGANGAN DI KABUPATEN PANGKEP

PROVINSI SULAWESI SELATAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar

Sarjana Akuntansi Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

UIN Alauddin Makassar

Oleh:

ASDIAN

90400120063

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2O23
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................i

DAFTAR TABEL..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................9

C. Tujuan Penelitian..........................................................................................10

D. Manfaat Penelitian........................................................................................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................12

A. Pengertian Kinerja........................................................................................12

B. Keuangan Daerah.........................................................................................14

C. Anggaran......................................................................................................19

D. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.........................................................23

E. Kinerja Keuangan.........................................................................................31

F. Analisis Trend...............................................................................................39

G. Penelitian Terdahulu.....................................................................................40

H. Rerangka Konseptual....................................................................................43

BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................44

A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian..................................................................44

B. Teknik Pengumpulann Data.........................................................................45

C. Teknik Analisis Data....................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................49
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rasio Kemandirian.................................................................................34

Tabel 2.2 Rasio Efktifitas dan Efisiensi Pajak Daerah..........................................35

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu..............................................................................40


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akuntansi pemerintahan di Indonesia telah mengalami kemajuan

signifikan berkat diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun

2010 yang mulai diterapkan pada tahun 2015. Dengan demikian, sistem

akuntansi pemerintahan kini didasarkan pada akrual dan telah diberikan

landasan hukum yang kuat. Dalam akuntansi berbasis aktual, transaksi

ekonomi atau peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan dilaporkan dalam laporan

keuangan pada saat transaksi tersebut terjadi, tanpa memedulikan kapan uang

tunai atau setara uang tunai diterima atau dibayarkan. Dengan penerapan

sistem akuntansi berbasis akurat, laporan keuangan pemerintah akan menjadi

lebih berkualitas dan data yang diberikan akan lebih akurat dalam menilai

kinerja pemerintah. Semakin besar jumlah dana yang dikelola oleh

pemerintah, semakin besar pula harapan akan akuntabilitas keuangan untuk

menjadikan keuangan pemerintah lebih transparan dalam administrasinya.

Manajemen keuangan pemerintah daerah, berdasarkan regulasi mulai dari

Peraturan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 hingga perubahan yang

diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang

pengelolaan keuangan daerah, mengamanatkan bahwa keuangan daerah harus

dikelola dengan keteraturan, kepatuhan terhadap hukum, efisiensi, ekonomis,

efektivitas, transparansi, serta pertanggungjawaban. Seluruh proses ini harus

memperhatikan prinsip-prinsip

1
2

keadilan, kelayakan, dan manfaat untuk masyarakat, serta diintegrasikan

dalam sistem anggaran yang terstruktur.

Evaluasi kinerja keuangan adalah proses penilaian perkembangan

pelaksanaan aktivitas atau pekerjaan keuangan selama suatu periode tertentu.

Salah satu metode untuk menilai efisiensi perekonomian di suatu daerah

adalah dengan mengevaluasi indikator keuangan dalam Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD) yang telah diusulkan dan dijalankan. Menurut

Ardyanti dan Lubis (2023) Performa keuangan suatu perusahaan bisa

dievaluasi dengan melihat laporan keuangannya dan melakukan analisis

terhadapnya. Ada beberapa cara untuk menganalisis situasi keuangan suatu

perusahaan. Namun, analisis metrik yang ada banyak digunakan untuk

mengetahui kinerja keuangan suatu perusahaan. Pada dasarnya, analisis metrik

adalah perhitungan metrik tertentu berdasarkan laporan keuangan dan

kemudian menginterpretasikan hasil metrik tersebut. Salah satu metode untuk

mengevaluasi performa keuangan sebuah wilayah adalah dengan melakukan

analisis rasio keuangan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) yang telah direncanakan dan diimplementasikan. Evaluasi rasio

terhadap realisasi APBD merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas

manajemen keuangan di wilayah tersebut. Selain meningkatkan volume

pengelolaan keuangan daerah, analisis rasio terhadap realisasi APBD juga

dapat digunakan sebagai alat untuk menilai sejauh mana otonomi daerah telah

meningkatkan kinerja keuangan pemerintah daerah yang bersangkutan.

Evaluasi kinerja keuangan perusahaan melibatkan penilaian potensi ekonomi


dan risiko yang terkait dengan perusahaan. Kesehatan finansial perusahaan

dapat ditemukan melalui performa keuangannya, karena laporan keuangan

perusahaan memiliki nilai penting sebagai sumber informasi dalam

perencanaan, pendanaan, investasi, dan operasional perusahaan. Analisis

dilakukan dengan memanfaatkan rasio keuangan.

Evaluasi kinerja keuangan merupakan isu krusial dalam konteks

organisasi sektor publik, termasuk pemerintah. Sejak penerapan penganggaran

berbasis kinerja, ada tuntutan kuat untuk mencapai kinerja keuangan

pemerintah yang optimal. Dorongan meningkatnya akuntabilitas publik dalam

organisasi sektor publik, seperti pemerintah pusat dan daerah, satuan kerja

pemerintah, departemen, dan lembaga negara, diharapkan dapat mengurangi

pemborosan, penyalahgunaan dana, serta mengidentifikasi program-program

yang tidak efisien. Selain itu, permasalahan keuangan sering dihadapi oleh

instansi pemerintah, seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan di

Kabupaten Pangkep, karena kendala dalam upaya meningkatkan pendapatan

daerah yang diperlukan untuk mengelola dan memanfaatkan sumber-sumber

pendapatan yang tersedia.

Dengan bantuan analisis keuangan, perusahaan memiliki

kemampuan untuk menilai kinerjanya dalam berbagai aspek seperti

profitabilitas (tingkat keuntungan), likuiditas (keliquidan aset), efisiensi

penggunaan dana, serta efisiensi biaya. Dengan menggunakan indikator-

indikator tersebut, perusahaan dapat memantau perkembangan situasi

keuangan mereka dan mengambil tindakan yang sesuai berdasarkan informasi


yang telah tersedia. Analisis rasio juga membantu dalam menetapkan dan

mengevaluasi tujuan bisnis serta prospek masa depan perusahaan. Dalam

penelitian ini, indikator likuiditas melibatkan rasio kas dan rasio lancar,

sementara dalam hal profitabilitas, tingkat pengembalian modal yang

diinvestasikan (ROI) dan pengembalian ekuitas (ROE) digunakan sebagai

ukuran kunci untuk menilai kinerja perusahaan.

Dalam kerangka ISZM (Indeks Standar Zakat Nasional), terdapat

sejumlah indikator untuk mengukur kinerja keuangan, yang mencakup dua

komponen utama, yaitu efisiensi dan kapasitas. Komponen efisiensi mencakup

rasio beban program, rasio beban operasional, rasio beban penghimpunan

dana, dan efisiensi penghimpunan dana. Sementara komponen kapasitas

melibatkan pertumbuhan penerimaan utama, pertumbuhan beban program,

dan rasio modal kerja. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada

perbandingan kinerja keuangan lembaga zakat nasional dengan menggunakan

indikator kinerja keuangan yang telah diatur dalam ISZM. Mengetahui

perkembangan keuangan memiliki kepentingan yang sangat besar bagi

perusahaan, terutama mengingat ketidakpastian yang mungkin dihadapi di

masa depan, baik dari segi ekonomi maupun situasi politik yang semakin tidak

stabil yang dapat memengaruhi kelangsungan perusahaan. Melihat

perkembangan suatu perusahaan merupakan faktor terpenting dalam unsur

keuangannya, karena unsur unsur tersebut juga dapat digunakan untuk menilai

apakah kebijakan yang diambil oleh perusahaan sudah tepat atau belum

mengingat kompleksitas permasalahan yang dapat menimbulkan kebangkrutan


karena banyak perusahaan yang bangkrut karena faktor keuangan

yang tidak sehat (Warpindyastuti & Dwi Cahyani, 2022). Sesuai dengan

peraturan pemerintah republik Indonesia nomor tujuh satu tahun 2010 tentang

standar akuntansi pemerintahan, tujuan laporan keuangan adalah untuk

memberikan informasi material tentang posisi keuangan dan transaksi selama

periode pelaporan.

Laporan keuangan juga menjadi dasar pengambilan keputusan,

sehingga laporan ini harus di tulis dalam bentuk yang sederhana sehingga

pembaca laporan dapat dengan mudah memahaminya. Tidak semua

penggunaan laporan keuangan memiliki Pemahaman akuntansi yang baik

meskipun mereka mengandalkan informasi keuangan untuk mengambil

keputusan, kurangnya Pemahaman dan interpretasi laporan keuangan ini harus

diatasi melalui analisis laporan keuangan. Analisis kinerja pemerintah dapat

dilihat pada kinerja keuangan daerah. Salah satu cara untuk menganalisis

efisiensi perekonomian suatu daerah adalah dengan menganalisis indikator

keuangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang ditetapkan

dan dilaksanakan. Analisis laporan pelaksanaan APBD harus dilaksanakan

untuk meningkatkan kualitas pengelolaan ekonomi daerah selain itu

meningkatkan cakupan pengelolaan perekonomian daerah, analisis laporan

pelaksanaan APBD juga dapat digunakan untuk menilai efisiensi otonomi

daerah, karena kebijakan yang memberikan keleluasaan kepada pemerintah

daerah dalam mengelola perekonomian daerah seharusnya dapat

meningkatkan efisiensi perekonomian daerah tersebut. Mengukur kinerja


sangat penting ketika menilai tanggung jawab organisasi dan manajer untuk

Memberikan pelayanan publik yang baik. Akuntabilitas dipahami tidak hanya

sebagai kemampuan untuk menunjukkan sebagaimana dana publik digunakan

secara efektif, efisien dan ekonomis tetapi pengukuran kinerjanya juga

berfungsi sebagai dasar evaluasi kinerja dengan mengevaluasi keberhasilan

atau kegagalan program atau kegiatan organisasi (Fajar et al., 2023).

Pengukuran Kinerja sektor publik dilakukan untuk mencapai tiga

tujuan pertama, tujuan pengukuran sektor publik adalah untuk meningkatkan

kinerja pemerintah. Kedua, indikator kinerja sektor publik digunakan dalam

alokasi sumber daya dan pengambilan keputusan. Ketiga, pengukuran kinerja

di sektor publik harus berfungsi untuk mengimplementasikan akuntabilitas

publik dan meningkatkan kelembagaan. Mengukur kinerja keuangan untuk

kepentingan umum dapat digunakan dalam evaluasi dan pemulihan kinerja

dengan membandingkan rencana kerja dan pelaksanaannya. Selain itu dapat

menjadi acuan memperbaiki hasil, khususnya keuangan daerah pada periode

berikutnya. Mengukur kinerja sektor publik Sangat penting karena bertujuan

untuk membantu pemerintah kota dalam mengevaluasi mengimplementasi

strategi dengan menggunakan metrik keuangan. Prasetya, (2021) melakukan

penelitian analisis kinerja keuangan perusahaan sebelum dan saat pandemi

Covid-19 pada Perusahaan farmasi yang tercatat di bursa efek Indonesia,

dalam penelitian ini menemukan bahwa terdapat peningkatan serta penurunan

kinerja keuangan masing Perusahaan yang telah menjadi variabel yang

dilakukan pengujian.
Menurut Bunga et al (2019) yang melakukan penelitian terhadap

BPKAD (Badan Pengelolaan dan Aset Keuangan Daerah Kota Samarinda

tahun 2008-2017. Penelitian ini menemukan bahwa bila dilihat dari rasio

kemandirian daerah dikategorikan sangat rendah dengan pola relasi yang

instruktif, rasio efektabilitas Pendapatan Asli Daerah tergolong efektif dan

rasio efisiensi keuangan daerah yang masuk pada kriteria kurang efisien .

Berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan

oleh Harahap (2020) yang menyimpulkan bahwa kinerja keuangan Pemerintah

Daerah Kabupaten Tapanuli dikatakan cukup baik untuk Tahun Anggaran

2016-2018.

Sedangkan Menurut Puspitasari yang dikutip oleh Tori et al., (2023)

hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kinerja keuangan kota Malang dari

tahun 2007-2011 Sudah efektif dan Pendapatannya meningkat. Namun tingkat

kemandirian kota Malang masih rendah dan sebagian besar dana masih

digunakan untuk keperluan rutin. Hal ini berbanding terbalik dengan

penelitian yang dilakukan oleh Manimbaga et al., (2021) tentang menganalisa

efektivitas dan efisiensi kinerja keuangan daerah Pemerintah Kota Bitung

Tahun Anggaran 2014-2018. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa kinerja

keuangan pada tingkat efektivitas dalam Pemerintah Kota Bitung sejak tahun

2015-2018 tergolong tidak efisien. Penelitian selanjutnya yang mengatakan

hal yang sama ialah Maryanti dan Munandar (2021) yang mengutarakan

bahwa kinerja keuangan yang ada di Kota Surabaya untuk Tahun Anggaran
2015-2019 terjadi kurangnya efisiensi pada tahun 2015 dan 2017 sedangkan

untuk tahun 2016, 2018 dan 2019 masuk pada kategori tidak efisien.

Kinerja Keuangan dalam konsep Pemerintah Daerah sering disebut

dengan Kinerja Anggaran. Dalam melakukan analisis terhadap kinerja

keuangan Pemerintah Daerah secara umum dapa ditemukan dari

membandingkan realisasi antara pendapatan dan anggarannya. Menurut

Hermanto (2021) mengatakan bahwa Analisis kinerja anggaran dapat

dilakukan dalam 2 (dua) bagian yakni analisis kinerja pendapatan dan analisis

kinerja belanja. Bagian-bagian yang telah dianalisis kemudian akan

disesuaikan dengan standar yang digunakan dalam penelitian ini.

Hasil penelitian selanjutnya oleh Susanto (2019), mengutarakan

dalam jurnal penelitiannya bahwa Analisis Rasio dapat digunakan untuk

mengukur kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kota Mataram. Adapun hasil

penelitiannya ialah Tahun Anggaran 2012-2015 kinerja keuangan Pemerintah

Daerah Kota Mataram tergolong efektif. Meskipun rasio kemandirian

Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih tergolong kurang baik sementara pada

komponen rasio pendapatan daerah dikategorikan sedang.

Dari beberapa referensi pemikiran yang telah terpaparkan diatas,

peneliti berniat untuk mengangkat penelitian serupa. Namun peneliti memiliki

bagian yang membuat penelitiannya berbeda dengan penelitian sebelumnya

antara lain terletak pada metode penelitian yang digunakan yakni metode

analisis deskriptif kuantitatif serta variabel analisis tren yang digunakan.


Selain hal itu objek penelitian ialah hal mendasar yang menjadi pembeda

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini juga merupakan

pembaharuan terhadap analisis kinerja keuangan di Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Kabupaten Pangkep dari tahun 2018 hingga 2022. Periode 2018

hingga 2022 yang mengharuskan peneliti menganalisa kinerja keuangan

sebelum hingga sesudah masa pandemi Covid-19.

Salah satu tujuan menganalisis kegiatan ekonomi daerah adalah

untuk mengetahui apakah kegiatan ekonomi daerah mengalami peningkatan

atau kelemahan. Namun secara umum terdapat fenomena bawah produksi

perekonomian daerah masih labil dan belum efisien. Ciri utama suatu daerah

yang mampu mewujudkan otonomi adalah kemampuan ekonomi daerah yang

berarti bahwa daerah harus mempunyai kekuatan dan kemampuan yang cukup

untuk mengembangkan sumber sumber ekonomi, mengelola dan

menggunakan perekonomiannya sendiri yang cukup untuk membiayai

penyelenggaraan negara dan ketergantungan terhadap bantuan pusat harus

sekecil mungkin, agar pendapatan dari sumber daya asli daerah (PAD) dapat

menjadi bagian dari sumber pembiayaan yang terbesar sehingga peranannya

dalam pembiayaan daerah akan

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan berjudul “ Analisis Kinerja Keuangan pada Dinas Perindustrian

dan Perdagangan di Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan ’’.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti mengemukakan rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Standar kinerja keuangan dinas perindustrian dan perdagangan

di Kabupaten Pangkep tahun 2018-2022 ?

2. Bagaimana Analisis Tren pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan di

Kabupaten Pangkep tahun 2018-2022 ?

3. Bagaimana Analisis kinerja keuangan dinas perindustrian dan perdagangan

di Kabupaten Pangkep tahun 2018-2022 berdasarkan kinerja pendapatan ?

4. Bagaimana Analisis kinerja keuangan dinas perindustrian dan perdagangan

di Kabupaten Pangkep tahun 2018-2022 berdasarkan kinerja belanja ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui Analisis kinerja

keuangan dan standar kinerja keuangan pada Dinas Perindustrian dan

Perdagangan di Kabupaten Pangkep berdasarkan Rasio Keserasian, Rasio

Efektivitas PAD, Rasio efisiensi belanja di Dinas Perindustrian dan

Perdagangan di Kabupaten Pangkep pada periode 2018 sampai dengan 2022.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang peneliti harapkan dari penelitian yang dilakukan

adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini di harapkan dapat di jadikan referensi, Informasi dan

memberikan kontribusi pada aspek teoritis yaitu bagi perguruan tinggi,


peneliti dan pihak pihak lain yang berkepentingan sebagai bahan

pertimbangan dan acuan untuk melakukan penelitian dan penelitian

selanjutnya

2. Penelitian ini diharapkan Pada aspek praktis yaitu sebagai bahan

pertimbangan dan acuan bagi organisasi perangkat daerah untuk

mengetahui dan melihat hasil kinerja keuangan yang dicapai serta dapat

dijadikan pedoman bagi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten

Pangkep untuk meningkatkan kinerja keuangan pada Dinas Perindustrian

dan Perdagangan di Kabupaten Pangkep.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kinerja

Kinerja mencerminkan sejauh mana program kebijakan telah

dijalankan untuk mencapai tujuan, sasaran, misi, dan visi organisasi yang

terdokumentasikan dalam rencana strategis organisasi. Istilah prestasi sering

kali digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan individu atau kelompok,

dan prestasi tersebut hanya dapat dinilai apabila mereka memenuhi kriteria

yang telah ditetapkan. Kriteria sukses terdiri dari tujuan khusus yang dapat

diukur, dan tanpa tujuan atau sasaran yang jelas, sulit untuk menilai kinerja

individu atau organisasi karena tidak ada standar penilaian yang dapat

digunakan (Safwan et al., 2014). Untuk meningkatkan kinerja organisasi

dengan bantuan kinerja pegawai maka faktor faktor yang perlu diperhatikan

adalah motivasi kerja, budaya organisasi, lingkungan kerja, dan lain lain.

Karena faktor faktor tersebut mempengaruhi kinerja, komitmen serta loyalitas

dan kecintaan karyawan terhadap pekerjaan dan organisasinya. Oleh karena

itu, organisasi harus mampu menciptakan kondisi yang dapat mendorong dan

memungkinkan pengembangan dan peningkatan keterampilan dan

kemampuan karyawan secara optimal.

Kinerja adalah penilaian atau evaluasi atas hasil atau prestasi suatu

individu, tim, organisasi, atau sistem dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Konsep kinerja melibatkan pengukuran sejauh mana sasaran dan

12
tugas yang telah ditentukan berhasil dicapai dengan efisiensi dan efektivitas.

Aspek penting dari kinerja meliputi:

1. Tujuan dan Sasaran: Kinerja berhubungan dengan sejauh mana individu

atau entitas mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Tujuan ini

dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif tergantung pada konteksnya.

2. Efisiensi: Kinerja mencakup sejauh mana suatu tindakan atau proses

dilakukan dengan menggunakan sumber daya yang efisien, yaitu mencapai

hasil yang maksimal dengan penggunaan sumber daya yang minimal.

3. Efektivitas: Kinerja juga melibatkan evaluasi sejauh mana hasil yang telah

dicapai sesuai dengan standar atau kriteria yang telah ditetapkan, serta

sejauh mana hasil tersebut memberikan dampak yang diinginkan.

4. Pengukuran: Untuk mengevaluasi kinerja, perlu adanya pengukuran dan

indikator yang relevan dan obyektif. Pengukuran ini dapat berupa angka,

kualitas pelayanan, tingkat kepuasan, atau indikator lain yang sesuai

dengan konteksnya.

5. Evaluasi dan Perbaikan: Evaluasi kinerja membantu mengidentifikasi

kekuatan dan kelemahan, sehingga langkah-langkah perbaikan dan

peningkatan dapat diambil untuk mencapai hasil yang lebih baik di masa

mendatang.
B. Keuangan Daerah

1. Pengertian Keuangan Anggaran

Menurut Permendagri nomor 13 tahun 2006 pasal 1 ayat 6 yang

dimaksud Keuangan Daerah merujuk pada semua aset dan kewajiban yang

dimiliki oleh pemerintah daerah dalam konteks penyelenggaraan

pemerintahan daerah, termasuk segala bentuk harta yang terkait dengan hak

dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dalam bentuk uang.. Akuntansi

pemerintahan keuangan daerah adalah bentuk akuntansi yang mencakup

akuntansi keuangan daerah, yang melibatkan proses mengidentifikasi,

mengukur, mencatat, dan melaporkan transaksi ekonomi yang terjadi dalam

lingkup pemerintahan daerah. Menurut Defitri, (2018) Keuangan Daerah

mengacu pada segala hak dan tanggung jawab yang dimiliki oleh

pemerintahan daerah dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah,

yang memiliki nilai ekonomi dan mencakup semua aset yang berkaitan

dengan hak dan kewajiban daerah tersebut (UU No. 17, 2003). Agar dapat

mengelola keuangan daerah dengan baik, kepala daerah perlu memahami

pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan Pedoman Pengelolaan Keuangan

Daerah yang diatur dalam Permendagri No. 13 tahun 2006. Dokumen

tersebut menjelaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah mencakup seluruh

proses mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pencatatan, pelaporan,

pertanggungjawaban, hingga pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan

keuangan daerah harus dilakukan dengan disiplin, mematuhi peraturan

perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung


jawab, dengan memperhatikan prinsip-prinsip keadilan, kelayakan, dan

manfaat bagi masyarakat. Dalam konteks "dikelola secara tertib," hal ini

berarti bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan dengan tepat

waktu dan relevan, serta didukung oleh dokumentasi administrasi yang dapat

dipertanggungjawabkan. Artinya Pengelolaan keuangan daerah yang sesuai

dengan peraturan perundang-undangan, efektif, dan efisien akan

menghasilkan pelaporan yang berkualitas dan memenuhi ketentuan yang

berlaku, karena didukung oleh bukti-bukti yang kuat (Defitri, 2018)

2. Pengelolaan Keuangan Anggaran

Dalam Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 mengenai

Pengelolaan Keuangan Daerah, diungkapkan bahwa transparansi adalah

prinsip keterbukaan yang memberikan kemungkinan bagi masyarakat untuk

memperoleh akses yang maksimal terhadap informasi seputar keuangan

daerah. Peraturan pemerintah tersebut menjadi landasan bagi penetapan UU

No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menetapkan

bahwa segala informasi publik harus dapat diakses oleh setiap pihak yang

meminta dengan cepat, tepat waktu, biaya yang terjangkau, dan prosedur

yang sederhana. Untuk mewujudkan hal tersebut, salah satu caranya ialah

dengan menyediakan website sebagai portal untuk mengakses informasi

publik. Pentingnya website dan transparansi pengelolaan keuangan menjadi

dasar Menteri Dalam Negeri dalam menetapkan Instruksi Menteri Dalam

Negeri No. 188.52/1797/SJ/2012 tentang Peningkatan Transparansi

Pengelolaan Anggaran Daerah. Dalam instruksi tersebut pemerintah daerah


diminta untuk menyediakan menu/sub domain dengan nama “Transparansi

Pengelolaan Anggaran Daerah” dalam website resmi pemerintah daerah

beserta dokumen- dokumen yang harus dimuat di dalamnya (Adriana, 2016).

Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah yang dijabarkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21

Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

adalah merupakan panduan dan pedoman dalam Pengelolaan Keuangan

Daerah. Maka, terkait dengan hal tersebut pemerintah daerah dianggap perlu

untuk mempersiapkan instrumen yang tepat dalam melaksanakan pengelolaan

keuangan daerah secara transparan, profesional dan akuntabel sehingga

bermuara pada meningkatnya kinerja keuangan pemerintah daerah (Nasution,

2018). Pengelolaan keuangan daerah dalam pelaksanaannya tentu masih

belum dapat dikategorikan sempurna, masih terdapat kendala - kendala yang

harus diperbaiki di dalamnya khususnya masalah akuntansi yang pada situasi

tertentu akan menjadi salah satu kendala teknis bagi eksekutif dalam

pengelolaan keuangan daerah seperti implementasi SAP berbasis aktual yang

merupakan kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan pada pengelolaan

keuangan negara saat ini, dimana dalam penelitian yang telah dilakukan

tentang SDM, insentif dan sarana pendukung yang berpengaruh terhadap

implementasi SAP berbasis aktual (Aditia et al., 2015).


Pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan dengan tata tertib,

transparansi, dan akuntabilitas untuk menciptakan pemerintahan yang bersih.

Salah satu langkah untuk mencapai pemerintahan yang bersih adalah

kewajiban bagi pemerintah daerah untuk menyusun Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah. Laporan keuangan tersebut setidaknya mencakup

Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas

Laporan Keuangan. Kualitas laporan keuangan dapat memberikan manfaat

dalam merumuskan kebijakan pemerintah untuk masa depan. Kualitas

laporan keuangan ini dapat dinilai melalui opini yang diberikan oleh Badan

Pemeriksa Keuangan. Terdapat beberapa tingkatan penilaian untuk laporan

keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan

Pemeriksa Keuangan. Tingkatan tertinggi adalah "Wajar Tanpa Pengecualian

(WTP)," diikuti oleh "Wajar Dengan Pengecualian (WDP)," "Tidak Wajar

(TW)," dan "Tidak Menyatakan Pendapat (TMP)." Selain dari opini Badan

Pemeriksa Keuangan, kualitas laporan keuangan juga dapat dilihat dari

faktor-faktor seperti penyusunan sesuai dengan Standar Akuntansi

Pemerintahan (SAP), penggunaan sistem akuntansi pemerintah daerah,

ketiadaan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dalam

informasi keuangan, dan penyajian laporan yang tepat waktu sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan (Pujanira, 2017). Siklus tahap

pengelolaan keuangan daerah umumnya terdiri dari beberapa langkah utama

sebagai berikut:
a. Perencanaan Keuangan: Tahap ini melibatkan penyusunan rencana

anggaran dan perencanaan keuangan jangka panjang dan pendek.

Pemerintah daerah akan menetapkan prioritas dan tujuan keuangan untuk

periode tertentu.

b. Pengumpulan Pendapatan: Pemerintah daerah akan mengumpulkan

pendapatan dari berbagai sumber, seperti pajak, retribusi, dan sumber

pendapatan lainnya.

c. Penganggaran: Proses penganggaran melibatkan alokasi dana untuk

berbagai program, proyek, dan kegiatan sesuai dengan rencana keuangan

yang telah disusun. Ini termasuk pembuatan anggaran belanja.

d. Pelaksanaan Belanja: Setelah anggaran disetujui, pemerintah daerah akan

melaksanakan program dan proyek yang telah dianggarkan. Ini mencakup

pembayaran kepada pihak ketiga, pegawai, dan berbagai belanja

operasional.

e. Pelaporan dan Pengawasan: Pemerintah daerah wajib melaporkan secara

berkala mengenai penggunaan dana kepada pihak yang berwenang dan

masyarakat. Proses pengawasan juga melibatkan audit keuangan untuk

memastikan akuntabilitas dan transparansi.

f. Evaluasi dan Penyesuaian: Pada tahap ini, pemerintah daerah akan

mengevaluasi kinerja keuangan dan pencapaian tujuan yang telah

ditetapkan. Jika diperlukan, penyesuaian anggaran atau perubahan strategi

dapat dilakukan untuk menghadapi perubahan situasi.


C. Anggaran

1. Pengertian Anggaran

Anggaran adalah dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan

suatu organisasi dan mencakup informasi tentang pendapatan pengeluaran,

kegiatan, dan perkiraan tentang apa yang dilakukan organisasi di masa depan.

Menurut Mahmud, APBD juga menggambarkan rencana strategis yang akan

dilaksanakan oleh organisasi daerah berdasarkan mandat

pemangku kepentingan. Anggaran adalah rencana tertulis dari kegiatan

organisasi, dinyatakan secara kuantitatif untuk jangka tertentu dan biasanya

dinyatakan dalam satuan moneter tetapi juga dapat dinyatakan dinyatakan

dalam satuan barang. Secara umum anggaran adalah alat manajemen untuk

mencapai tujuan. Oleh karena itu, data dan informasi yang baik dapat

diverifikasi maupun yang tidak dapat diverifikasi harus dijadikan sebagai

bahan evaluasi dalam penyusunannya. Karena data informasi mempengaruhi

keakuratan perkiraan dalam proses perencanaan anggaran.

Dalam suatu organisasi, anggaran memegang peranan penting Ketika

anggaran merupakan rencana keuangan yang disusun secara sistematis untuk

mendukung pelaksanaan rencana aksi organisasi. Seiring dengan tuntutan

masyarakat akan transparansi dan akuntabilitas publik, maka organisasi

Pemerintah dituntut untuk memperbaiki dan meningkatkan efisiensinya agar

lebih terfokus pada penciptaan publik yang baik dan administrasi yang baik.
2. Jenis Anggaran

Menurut Waworuntu (2013) walaupun anggaran disusun organisasi

terdiri dari anggaran yang berbeda beda, pada dasarnya anggaran organisasi

dapat dibagi menjadi beberapa kelompok anggaran yaitu:

a. Anggaran operasional adalah rencana kerja suatu organisasi yang

mencakup semua kegiatan utama organisasi untuk menghasilkan

pendapatan dalam periode waktu tertentu. Anggaran

operasional meliputi :

1.) Anggaran Pendapatan adalah perkiraan atau rencana yang menyusun

semua sumber pendapatan yang diharapkan atau diestimasi oleh

entitas dalam suatu periode waktu tertentu. Ini mencakup semua

perkiraan pendapatan yang diharapkan diperoleh dari penjualan

produk atau layanan, investasi, atau sumber pendapatan lainnya.

2.) Anggaran Biaya adalah rencana yang memperkirakan semua

pengeluaran yang diperlukan untuk menjalankan operasi bisnis atau

aktivitas entitas. Ini mencakup biaya produksi, biaya tenaga kerja,

biaya overhead, dan biaya lainnya yang terkait dengan operasi.

3.) Anggaran Laba adalah komponen yang menggabungkan anggaran

pendapatan dan anggaran biaya untuk menghasilkan perkiraan laba

bersih yang diharapkan dalam suatu periode. Ini adalah perbedaan

antara total pendapatan yang diestimasi dan total biaya yang

diestimasi. Anggaran laba membantu entitas untuk merencanakan


seberapa banyak laba yang diharapkan diperoleh dan dapat digunakan

untuk pengambilan keputusan, perencanaan, dan pengelolaan

keuangan.

b. Anggaran keuangan adalah anggaran yang terkait langsung dengan

kegiatan organisasi untuk memproduksi dan menjual produk organisasi

anggaran tersebut mencakup beberapa anggaran yang berbeda yaitu:

1.) Anggaran Investasi adalah rencana atau perkiraan pengeluaran yang

diarahkan untuk menginvestasikan dana dalam aset jangka panjang

seperti tanah, bangunan, peralatan, atau investasi keuangan lainnya.

Ini mencakup alokasi dana untuk proyek-proyek investasi yang

diharapkan akan memberikan keuntungan jangka panjang atau

pertumbuhan nilai aset.

2.) Anggaran Kas adalah rencana yang memperkirakan masuk dan

keluarnya kas dalam suatu periode waktu tertentu. Ini mencakup

estimasi penerimaan kas dari berbagai sumber, seperti penjualan,

pinjaman, atau investasi, serta estimasi pengeluaran kas untuk

membayar biaya operasional, hutang, investasi, dan lain-lain.

Anggaran kas membantu entitas memantau likuiditas dan ketersediaan

kas.

3.) Proyeksi Neraca adalah estimasi dari posisi keuangan entitas pada

titik waktu tertentu di masa depan. Ini mencakup perkiraan nilai aset,

kewajiban, dan ekuitas entitas dalam beberapa periode waktu ke


depan. Proyeksi neraca membantu dalam merencanakan pertumbuhan

dan struktur keuangan jangka panjang entitas.

3. Fungsi Anggaran

Secara umum, fungsi pada organisasi dibagi menjadi empat fungsi

utama, yaitu :

a. Planning (Perencanaan) ini melibatkan penetapan tujuan organisasi,

perumusan strategi, dan perencanaan tindakan yang diperlukan untuk

mencapai tujuan tersebut. Perencanaan membantu organisasi

mengidentifikasi arah yang diinginkan dan cara mencapainya.

b. Organizing (Pengorganisasian) Pengorganisasian melibatkan penentuan

struktur organisasi, alokasi sumber daya, penugasan tugas, dan

pembentukan hubungan kerja yang efektif. Tujuannya adalah

menciptakan kerangka kerja yang memungkinkan pelaksanaan rencana

dengan baik.

c. Leading (Penggerakan) adalah tentang memotivasi, mengarahkan, dan

menginspirasi anggota organisasi untuk mencapai tujuan. Ini melibatkan

komunikasi, kepemimpinan, dan pengelolaan sumber daya manusia.

d. Controlling (Pengendalian) merupakan fungsi yang berkaitan dengan

pemantauan dan evaluasi kinerja organisasi untuk memastikan bahwa

pelaksanaan rencana berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Jika

ditemukan penyimpangan dari rencana, tindakan korektif dapat diambil.


Anggaran memiliki fungsi yang berkaitan erat dengan ke empat

fungsi manajemen tersebut merupakan satu kesatuan Fungsional yang saling

berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Berkaitan dengan ke empat fungsi

administrasi tersebut, anggaran memiliki dua fungsi utama, yaitu:

a. Alat design dalam fungsi perencanaan (planning), Anggaran merupakan

rencana kerja yang menjadi pedoman bagi anggota organisasi dalam

melakukan aktivitasnya

b. Pemeriksaan sebagai bagian dari fungsi pengendalian (monitoring),

Anggaran berfungsi sebagai alat untuk menilai apakah operasional setiap

organisasi berjalan sesuai rencana atau tidak

4. Tujuan dan Manfaat Anggaran

Menurut Waworuntu (2013) Tujuan utama penyusunan anggaran

organisasi dalam memberikan petunjuk kerja yang lengkap bagi pelaksanaan

kegiatan organisasi yang mencapai hasil yang diharapkan organisasi manfaat

dari anggaran yaitu :

a. Semua kegiatan dapat diarahkan untuk mencapai tujuan Bersama

b. Dapat digunakan sebagai alat untuk menilai kekuatan dan kelemahan

c. Dapat memotivasi pejabat

d. Menimbulkan tanggung jawab pada pegawai

e. Hindari pemborosan dan pembayaran yang tidak perlu

f. Sumber daya seperti tenaga kerja, peralatan dan keuangan dapat

digunakan seefisien mungkin.


D. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

1. Pengertian Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

Menurut undang undang nomor 33 tahun 2004: " Anggaran

pendapatan dan belanja daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah

rencana keuangan tahunan daerah yang disusun berdasarkan peraturan APBD

daerah." Permendagri No. 11 Tahun 2006 menyebutkan :" APBD Merupakan

dasar pengelolaan keuangan selama (satu) Periode keuangan dari 1 Januari

sampai dengan Desember. " APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan

daerah selama satu tahun anggaran. APBD adalah rencana untuk

melaksanakan rapatan dan pengeluaran daerah yang berkaitan dengan

pelaksanaan desentralisasi dalam satu periode anggaran. Tujuan

mengumpulkan semua pendapatan daerah adalah untuk mencapai tujuan yang

ditetapkan dalam APBD. Demikian pula segala pengeluaran dan pinjaman

daerah yang membebani daerah sehubungan dengan pelaksanaan

desentralisasi, Akan dilaksanakan sesuai dengan jumlah dan tujuan yang

ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan

keuangan daerah maka APBD juga menjadi dasar pengawasan, pemeriksaan

dan pengendalian pengelolaan keuangan daerah. Semua penerimaan dan

pengeluaran daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD Titi pendapatan

dan pengeluaran daerah terkait dengan pelaksanaan tugas desentralisasi.

Namun pendapatan dan pengeluaran terkait pelaksanaan desentralisasi atau

pengelolaan bersama tidak dicatat dalam APBD (Khaerah & Mutiarin, 2016).

2. Fungsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah


Anggaran pendapatan belanja daerah merupakan instrumen yang

memastikan disiplin dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan

kebijakan pendapatan dan belanja daerah . Berkaitan dengan disiplin

anggaran, dalam menyusun anggaran, baik Dari segi pendapatan maupun

belanja juga perlu berpedoman pada aturan atau petunjuk yang mendasarinya

oleh karena itu, harus mengikuti prosedur administrasi yang telah ditentukan

saat menyiapkan APBD. Pendapatan daerah terutama dihasilkan melalui

pajak dan retribusi atau pungutan lainnya yang dikenakan pada masyarakat

secara keseluruhan Dalam hal belanja, pemerintah daerah harus

mendistribusikan belanja daerah secara adil dan Merata sehingga seluruh

lapisan masyarakat dapat menikmati belanja tersebut dengan diskriminasi

yang relatif kecil, terutama dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik

(Yuliastati K, 2016) Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD):

a. Fungsi pemberdayaan, yaitu anggaran daerah merupakan dasar realisasi

pendapatan dan belanja tahun yang bersangkutan. Tanpa penganggaran

dalam APBD kegiatan tersebut tidak memiliki kewenangan pelaksanaan.

b. Fungsi perencanaan yaitu anggaran pendapatan dan belanja daerah

merupakan pedoman bagi penyelenggaraan perencanaan tahun yang

bersangkutan.

c. Fungsi pengawasan oleh karena itu APBD menjadi pedoman untuk

menilai keberhasilan atau kegagalan pemerintah daerah


d. Fungsi alokasi masuk akal karena APBD harus berorientasi pada

penciptaan lapangan kerja, pengurangan pengangguran dan pemborosan

sumber daya, serta peningkatan efisiensi dan efektivitas perekonomian

daerah (Hendra Wijayanto, 2015).

3. Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan dasar

administrasi pendanaan daerah selama tahun buku dari 1 Januari sampai 31

Desember (Permendagri nomor 37 tahun 2014). Pemerintah daerah

bertanggung jawab untuk menyusun APBD dan keputusannya disetujui oleh

DPRD. Penetapan APBD daerah harus tepat waktu dan sesuai dengan waktu

yang telah di tentukan, sehingga seluruh kegiatan dan program yang

tercantum dalam informasi APBD tahun tersebut dapat dilaksanakan dan di

laksanakan tepat waktu dan tepat sasaran (Wijayanti dan Latifa, 2019).

Proses penyusunan anggaran melibatkan beberapa tahapan yang melibatkan

berbagai pihak terkait. Berikut adalah langkah-langkah umum dalam proses

penyusunan anggaran:

a. Perencanaan Awal: Pihak terkait, seperti pemerintah daerah atau instansi

terkait, melakukan perencanaan awal untuk menentukan kebijakan dan

program prioritas yang akan dianggarkan.

b. Pengumpulan Data: Data keuangan, ekonomi, dan sosial ekonomi

dikumpulkan untuk memahami situasi dan kebutuhan masyarakat serta

menilai ketersediaan sumber daya keuangan.


c. Penyusunan Rancangan Anggaran: Berdasarkan hasil perencanaan dan

data yang terkumpul, pihak terkait menyusun rancangan anggaran yang

mencakup rencana pendapatan dan belanja untuk periode anggaran yang

akan datang.

d. Pembahasan dan Koordinasi: Rancangan anggaran dibahas dan

dikonsultasikan dengan berbagai pihak terkait, termasuk pihak eksekutif

dan legislatif, serta mungkin melibatkan partisipasi masyarakat untuk

mendapatkan masukan dan persetujuan.

e. Penetapan Anggaran: Setelah pembahasan dan koordinasi selesai,

anggaran akhir ditetapkan melalui mekanisme resmi seperti keputusan

atau undang-undang anggaran.

f. Pelaksanaan Anggaran: Setelah anggaran ditetapkan, program dan

kegiatan sesuai dengan alokasi anggaran dilaksanakan oleh masing-

masing instansi pemerintah atau lembaga terkait.

g. Pengawasan dan Evaluasi: Proses pengawasan dan evaluasi terhadap

pelaksanaan anggaran dilakukan untuk memastikan penggunaan dana

sesuai dengan rencana dan kebijakan yang telah ditetapkan.

h. Laporan Keuangan: Instansi yang terlibat dalam pelaksanaan anggaran

wajib menyusun laporan keuangan secara berkala dan akurat untuk

memantau realisasi anggaran dan pertanggungjawaban keuangan.

4. Komponen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

Sejak tahun 2001, Indonesia telah memperkenalkan otonomi daerah.

Dalam otonomi, Salah satu isu terpenting dalam pengelolaan perekonomian


daerah adalah anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). APBD

menurut Undang undang nomor 23 tahun 2014 adalah rencana keuangan

tahunan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD

terdiri dari beberapa komponen antara lain pendapatan, belanja daerah, dan

keuangan (Palupi, 2018).

a. Komponen pendapatan pemerintah daerah meliputi pendapatan utama

daerah (PAD), Dana kompensasi dan pendapatan wajib lainnya. Hal ini

dijelaskan dalam pasal 5(2) UU No. 33 Tahun 2004.

1.) Pendapatan Asli Daerah (PAD): Merupakan sumber pendapatan

yang dihasilkan dari kegiatan ekonomi dan keuangan di wilayah

pemerintah daerah. Contoh PAD meliputi pajak daerah, retribusi

daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan lain-lain.

2.) Dana Perimbangan: Pendapatan yang diterima oleh daerah dari

pemerintah pusat sebagai bagian dari pembagian pendapatan

nasional. Dana ini termasuk Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi

Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

3.) Lain-lain Pendapatan Daerah: Meliputi sumber pendapatan lain yang

tidak termasuk dalam PAD dan dana perimbangan, seperti hasil

pengelolaan kekayaan daerah yang tidak mengikuti sistem

pemungutan pajak atau retribusi.

b. Kontribusi keuangan pemerintah daerah terdiri dari pendapatan yang

dapat diganti dan pengeluaran yang dapat diganti. Pasal 5 (3) Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyatakan bahwa pendanaannya


Bersumber dari perhitungan Surplus anggaran (SILPA), Penerimaan

pinjaman daerah, dana kekayaan daerah dan hasil penjualan barang milik

daerah.

c. Belanja adalah bagian dari APBD yang digunakan untuk melaksanakan

tugas pemerintahan daerah. Menurut UU No 33 Tahun 2004, Belanja

daerah adalah semua kewajiban daerah yang di akui sebagai pengurangan

nilai kekayaan bersih dalam periode akuntansi yang bersangkutan.

Komponen belanja yang sangat penting dan masih bermasalah bagi

sebagian besar kota adalah belanja modal

1.) Belanja Tidak Langsung: Termasuk dalam belanja ini adalah belanja

pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja hibah. Belanja

pegawai mencakup gaji dan tunjangan bagi pegawai pemerintah

daerah. Belanja barang dan jasa mencakup pembelian barang dan jasa

yang dibutuhkan oleh pemerintah daerah. Belanja hibah mencakup

pemberian bantuan kepada pihak lain atau lembaga non-pemerintah.

2.) Belanja Langsung: Meliputi belanja pembangunan, yang

diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur dan program-

program pembangunan daerah lainnya.

5. Pengawasan dan Evaluasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

Pengawasan pengelolaan keuangan sesuai dengan keputusan

Presiden No 74 Tahun 2001 Tentang pengawasan Pemerintahan provinsi.

Pasal 1(6) Menyatakan bahwa pengawasan adalah suatu proses operasional

yang bertujuan agar pemerintah daerah dapat memperhatikan rencana dan


ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku yang menghasilkan

laporan keuangan yang bernilai informatif. Pengawasan dewan dimulai dari

penyusunan APBD, pengesahan APBD, pelaksanaan APBD, dan

pertanggung jawaban APBD. Pengawasan pengelolaan keuangan daerah

harus memperhatikan beberapa prinsip umum yang akan menjadi standar

dasar dan prinsip pengelolaan ekonomi daerah sehingga pengawasan

memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan yang diharapkan

(Armando, 2013).

Pengawasan dan evaluasi APBD (Anggaran Pendapatan Belanja

Daerah) merupakan tahap penting dalam siklus anggaran. Tujuan dari

pengawasan dan evaluasi ini adalah untuk memastikan bahwa anggaran telah

dilaksanakan dengan tepat dan sesuai dengan rencana serta untuk

meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Berikut

adalah beberapa poin tentang pengawasan dan evaluasi APBD:

a. Pengawasan Pelaksanaan Anggaran: Pengawasan dilakukan untuk

memastikan bahwa dana anggaran digunakan sesuai dengan

peruntukannya dan kebijakan yang telah ditetapkan dan pihak-pihak

yang terlibat dalam pengawasan antara lain Inspektorat, Badan

Pengawas Daerah, dan lembaga audit lainnya.

b. Evaluasi Kinerja Program dan Kegiatan: Evaluasi dilakukan untuk

menilai pencapaian hasil program dan kegiatan yang telah dianggarkan

dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi dampak dan

efektivitas program dan kegiatan tersebut.


c. Pengukuran Kinerja Keuangan: Evaluasi dilakukan untuk menilai

kinerja keuangan pemerintah daerah, termasuk aspek pengelolaan

pendapatan dan belanja serta efisiensi penggunaan anggaran.

d. Pertanggungjawaban Keuangan: Pengawasan dan evaluasi juga

bertujuan untuk memastikan pertanggungjawaban keuangan yang tepat

dan transparan terkait dengan penggunaan anggaran.

e. Peran Masyarakat: Partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan

evaluasi APBD juga penting untuk meningkatkan akuntabilitas

pemerintah daerah terhadap penggunaan anggaran.

f. Penyusunan Laporan Keuangan: Penyusunan laporan keuangan secara

berkala menjadi bagian penting dari evaluasi APBD, karena laporan ini

mencatat realisasi pendapatan dan belanja serta pertanggungjawaban

keuangan pemerintah daerah.

g. Tindak Lanjut Hasil Evaluasi: Hasil evaluasi harus dijadikan dasar

untuk melakukan perbaikan dan perubahan dalam perencanaan dan

pelaksanaan anggaran pada periode berikutnya.

Pengawasan dan evaluasi APBD memegang peranan penting dalam

memastikan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam penggunaan

anggaran daerah. Dengan demikian, pemerintah daerah dapat

mengoptimalkan pengelolaan keuangan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan mencapai tujuan pembangunan daerah.


E. Kinerja Keuangan

Kinerja (performance) merupakan refleksi dari sejauh mana sebuah

kegiatan, program, atau kebijakan berhasil mencapai tujuan, sasaran, misi,

dan visi yang telah dijelaskan dalam perencanaan strategis organisasi. Kinerja

sering kali digunakan untuk mengukur prestasi atau tingkat keberhasilan baik

individu maupun kelompok. Untuk menilai kinerja, biasanya diperlukan

kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya bagi individu atau

kelompok tersebut (Nawawi, 2014). Kinerja adalah representasi dari sejauh

mana hasil pelaksanaan suatu kegiatan operasional telah tercapai. Evaluasi

kinerja adalah metode dan proses untuk menilai bagaimana individu,

kelompok, atau unit kerja dalam suatu perusahaan atau organisasi telah

melaksanakan tugas mereka sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang

telah ditetapkan. Untuk mewujudkan visi dan misi organisasi, perusahaan

perlu memiliki ukuran atau parameter untuk menilai sejauh mana sasaran dan

tujuan mereka tercapai dalam periode waktu tertentu. Oleh karena itu,

kinerja, yang mencerminkan pencapaian hasil dari pelaksanaan kegiatan

operasional, menjadi hal yang sangat penting dalam upaya mewujudkan visi

dan misi organisasi (Priatna, 2016).

Kinerja merupakan gambaran mengenai sejauh mana keberhasilan

pelaksanaan suatu kegiatan, program, atau kebijakan dalam mencapai

sasaran, tujuan, misi, dan visi yang tercantum dalam perencanaan strategis

suatu organisasi. Istilah "kinerja" umumnya digunakan untuk merujuk pada

prestasi atau tingkat keberhasilan individu atau kelompok. Penilaian kinerja


dapat dilakukan hanya jika individu atau kelompok tersebut memiliki kriteria

keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kriteria keberhasilan ini

dapat berupa tujuan atau target spesifik yang ingin dicapai. Tanpa adanya

tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak dapat diukur karena

tidak ada parameter yang jelas (Sakan, 2022).

Evaluasi terhadap kinerja pendapatan daerah pada dasarnya

dilakukan dengan membandingkan realisasi pendapatan dengan anggaran

yang telah ditetapkan. Jika realisasi pendapatan melebihi anggaran (target),

maka kinerja dapat dianggap baik. Namun, dalam menilai kinerja pendapatan,

tidak hanya cukup dengan memeriksa apakah pendapatan daerah melebihi

target anggaran, melainkan juga perlu dianalisis lebih lanjut komponen

pendapatan mana yang memberikan dampak paling signifikan. Analisis

kinerja anggaran dapat dilakukan dalam 2 (dua) bagian yaitu :

1. Analisis Kinerja Pendapatan

Evaluasi kinerja pendapatan daerah umumnya dilakukan dengan

membandingkan realisasi pendapatan dengan anggaran yang telah

ditetapkan. Jika realisasi melebihi anggaran (target), maka kinerja

dianggap positif. Namun, dalam menilai kinerja pendapatan, tidak

hanya cukup melihat apakah pendapatan daerah melebihi target

anggaran, melainkan juga perlu mengidentifikasi komponen

pendapatan mana yang memberikan dampak paling signifikan.

Analisis Kinerja Pendapatan juga kerap kali diartikan sebagai

Rasio Kemandirian Keuangan, ini berguna pula sebagai pencerminan


kemampuan pemerintah daerah untuk menangani sendiri kegiatan

pemerintahan, Pembangunan dan pelayanan kepada Masyarakat

dengan menggunakan pendapatan yang diperoleh dari pajak dan

retribusi yang telah Masyarakat bayarkan sebagai sumber pendapatan

daerah (Sakan, 2022). Adapun rasio kemandirian ini dapat dihitung

dengan rumus sebagai berikut :

Pendapatan Asli Daerah


Rasio Kemandirian ¿ x 100%
Bantuan Pusat + Pinjaman Daerah

Maka tolak ukur kemampuan keuangan pemerintah daerah untuk

berdiri dikakinya sendiri dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1

Rasio Kemandirian

Kemampuan Keuangan Kemandirian (%)


Kurang dari 25 % Rendah Sekali
25 % - 50 % Rendah
50 % - 75 % Sedang
75 % - 100 % Tinggi
Diatas 100 % Sangat Tinggi
(Sumber : Mahmudi : 2011)

Berdasarkan data diatas, dalam pembuatan Laporan Realisasi

Anggaran kita dapat melakukan analisis pendapatan daerah antara lain

dengan cara analisis rasio keuangan yaitu:

a. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah

Menjelaskan bahwa cara efektif untuk menganalisis

pengelolaan anggaran adalah dengan memanfaatkan rasio


perbandingan antara realisasi pendapatan yang telah ditetapkan

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),

bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana pencapaian anggaran

telah berhasil atau tidak (Sakan, 2022). Rasio efektivitas

Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencerminkan sejauh mana

pemerintah daerah mampu mengumpulkan PAD sesuai dengan

target yang telah ditetapkan. Kemampuan dalam menghimpun

PAD dianggap efektif jika rasio ini mencapai setidaknya angka 1

atau setara dengan 100%.

Realisasi Penerimaan PAD


Rasio Efektivitas PAD ¿ x 100%
Target Penerimaan PAD

b. Rasio Efisiensi Pajak Daerah

Rasio efisiensi pajak daerah mengindikasikan sejauh mana

pemerintah daerah berhasil menghimpun pajak daerah sesuai


Realisasi Penerimaan Pajak Daerah
Rasiodengan target
Efisiensi Pajakpenerimaan
Daerah ¿ yang telah ditetapkan. Kinerja pajak
x 100%
Target Penerimaan Pajak Daerah
daerah dianggap positif jika rasio ini mencapai minimal angka 1

atau setara dengan 100%.

Tabel 2.2

Rasio Efektivitas dan Efisiensi Pajak Daerah

Persentase Kinerja
Kriteria
Keuangan
Diatas 100% Sangat Efektif
100 % Efektif
90% -99% Cukup Efektif
79 – 89% Kurang Efektif
<75% Tidak Efektif
(Sumber : Mahmudi : 2011)

2. Analisis Kinerja Belanja

Evaluasi Kinerja Belanja sangat penting dalam menilai bagaimana

pemerintah daerah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) secara ekonomis, efisien, dan efektif. Ini mencakup

pertanyaan apakah pemerintah daerah telah melakukan pengeluaran

anggaran dengan efisiensi, menghindari pengeluaran yang tidak perlu,

dan memastikan pengeluaran yang dilakukan sesuai dengan tujuan

yang tepat. Kinerja Keuangan Belanja Daerah dapat dianggap positif

jika realisasi anggaran lebih rendah daripada jumlah yang dianggarkan,

menunjukkan bahwa efisiensi anggaran telah tercapai. Analisis

keserasian belanja daerah juga penting karena berkaitan dengan peran

anggaran dalam distribusi, alokasi, dan stabilisasi. Oleh karena itu,

kinerja anggaran belanja daerah dianggap baik jika realisasi anggaran

lebih rendah daripada jumlah yang dianggarkan, menunjukkan terdapat

efisiensi dalam penggunaan anggaran. Keserasian belanja daerah juga

harus dianalisis karena ini berkaitan dengan peran anggaran dalam

distribusi, alokasi, dan stabilisasi. Berdasarkan informasi pada laporan

realisasi anggaran kita dapat melakukan analisis anggaran belanja

dengan cara:

a. Analisis Keserasian Belanja


Pentingnya analisis keserasian belanja adalah untuk menilai

tingkat keseimbangan antara berbagai jenis belanja. Ini berkaitan

dengan peran anggaran sebagai alat dalam mendistribusikan,

mengalokasikan, dan menstabilkan sumber daya ekonomi. Untuk

memastikan fungsi anggaran berjalan secara efisien, pemerintah

daerah perlu mencapai harmoni dalam pengelolaan berbagai jenis

belanja.

b. Analisis belanja operasi terhadap total belanja

Analisis belanja operasi terhadap total belanja adalah

perbandingan antara jumlah belanja operasi dengan total belanja

daerah secara keseluruhan. Rasio ini memberikan informasi kepada

pembaca laporan tentang seberapa besar bagian dari belanja daerah

yang digunakan untuk belanja operasi. Belanja operasi mencakup

pengeluaran yang habis dikonsumsi dalam satu tahun anggaran,

yang berarti bersifat jangka pendek dan dalam beberapa kasus

bersifat rutin atau berulang. Secara umum, standar pengukuran

belanja operasi mendominasi total belanja daerah berkisar antara

60-90 persen.

Realisasi BelanjaOperasi
Rasio Belanja Operasi ¿ x 100%
Total Belanja Daerah

c. Analisis belanja modal terhadap total belanja

Analisis belanja modal terhadap total belanja adalah

perbandingan antara jumlah belanja modal yang terealisasi dengan


total belanja daerah yang dialokasikan untuk investasi melalui

belanja modal pada tahun anggaran tertentu. Biasanya, standar

pengukuran belanja modal terhadap total belanja daerah berkisar

antara 5-20 persen.

Realisasi Belanja Modal


Rasio Belanja Modal ¿ x 100%
Total Belanja Daerah

d. Analisis belanja langsung dan tidak langsung terhadap total

Analisis perbandingan antara belanja langsung dan tidak

langsung memiliki nilai penting dalam hal manajemen internal

pemerintah daerah, khususnya dalam pengendalian biaya dan

anggaran.

Belanja langsung merujuk pada pengeluaran yang secara

langsung terhubung dengan pelaksanaan kegiatan, sedangkan

belanja tidak langsung adalah pengeluaran yang tidak memiliki

hubungan langsung dengan aktivitas yang dilaksanakan. Kontrol

terhadap belanja langsung dapat dilakukan dengan menetapkan

anggaran yang ketat dan memastikan efisiensi pengeluaran.

Idealnya, proporsi belanja langsung seharusnya lebih besar

daripada belanja tidak langsung, karena belanja langsung memiliki

dampak yang signifikan terhadap kualitas hasil kegiatan. Rasio

belanja langsung dan tidak langsung dirumuskan sebagai berikut:

Total Belanja Langsung


Rasio Belanja Langsung ¿ x 100%
Total Belanja Langsung
Total Belanjatidak Langsung
Rasio Belanja Tidak Langsung ¿ x 100%
Total Belanjatidak Langsung

e. Rasio Efisiensi Belanja

Rasio Efisiensi Belanja digunakan untuk menilai sejauh

mana pemerintah telah menghemat anggaran yang disediakan.

Tidak ada standar kaku atau nilai tetap dalam analisis ini, karena

hasilnya bersifat relatif. Pemerintah daerah dianggap efisien dalam

pengelolaan anggaran jika rasio efisiensinya kurang dari 100%,

sedangkan nilai di atas 100% menunjukkan kemungkinan

pemborosan anggaran. Jika realisasi belanja melebihi anggaran

yang telah ditetapkan, hal ini menunjukkan bahwa pemerintah

daerah belum efisien dalam mengelola anggaran atau mungkin

terdapat pemborosan dalam pengeluaran anggaran. belanja

terhadap realisasi anggaran belanja lebih kecil berarti dapat

dikatakan baik.

Biaya Pemungutan Pajak Daerah


Rasio Efisiensi ¿ x 100%
Realisasi Pajak Daerah

F. Analisis Tren

Menurut Maryati yang di kutip oleh Indrawati (2017) Tren dapat

didefinisikan sebagai arah pergerakan yang berlangsung dalam jangka

panjang, diukur melalui rata-rata perubahan dari waktu ke waktu. Tingkat

perubahan ini dapat meningkat atau menurun, dan ketika terjadi peningkatan,

disebut sebagai tren positif atau kecenderungan naik. Sebaliknya, jika terjadi
penurunan rata-rata perubahan, disebut sebagai tren negatif atau

kecenderungan menurun. Menganalisis tren menggunakan metode kuadrat

terkecil bertujuan untuk menilai kecenderungan perubahan pada angka-angka

rasio tertentu. Dengan demikian, dapat dihasilkan gambaran apakah rasio-

rasio tersebut mengalami kecenderungan naik atau turun. Persamaan garis tren

dirumuskan sebagai berikut.

a ∑Y ∑ XY
Ŷ ¿ a ¿ b ¿
bX n ∑X2

Keterangan :

Ŷ : nilai tren n : periode waktu

a : bilangan konstan X : Waktu

b : koef garis tren Y : data berkala

G. Penelitian Terdahulu

Studi literatur sebelumnya adalah proses perbandingan antara

penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian yang telah dilakukan

oleh peneliti sebelumnya. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menilai

kesamaan dan perbedaan antara hasil penelitian penulis dengan penelitian

sebelumnya, sehingga penulis dapat mengidentifikasi kelebihan dan

kekurangan dari penelitian yang telah dilakukan.

Tabel 2.3

Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Rizka Sari Eka Analisis Kinerja Derajat desentralisasi Kota
Putri dan Agus Keuangan Malang berada pada kriteria
Munandar Pemerintah Daerah sedang dengan jumlah PAD asih
(2021) Kota Malang relatif kecil, tingkat kemandirian
Tahun Anggaran di bawah 50% atau dalam
2016-2020 ( kategori kecil, tingkat
ketergantungan Kota Malang
terhadap transfer pemerintah
pusat masih cukup tinggi.
2. Alex Azmi Analisis Kinerja Bukti statistik menunjukkan
(2020) (Azmi, Keuangan bahwa pengawasan yang
2020) Pemerintah Daerah dilakukan oleh anggota dewan
dan opini audit dapat memiliki
dampak yang signifikan terhadap
kinerja keuangan pemerintah
daerah, bahkan dominan dalam
memengaruhi kualitas kinerja
keuangan.
3. Muhammad Analisis Kinerja Data penelitian menunjukkan
Ichlasul Amal Keuangan bahwa secara keseluruhan,
dan Puji Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berhasil
Wibowo (2022) Provinsi DKI menjaga stabilitas rasio keuangan
(Amal & Jakarta Sebelum utama seperti rasio kemandirian,
Wibowo, 2022) dan Sesudah efektivitas, dan DSCR. Namun,
Pandemi Covid-19 rasio aktivitas dan pertumbuhan
menunjukkan kecenderungan
penurunan kinerja selama masa
pandemi Covid-19.
4. Septa Soraida Analisis Kinerja Evaluasi rasio kemandirian
(2022) (Septa Keuangan mengungkapkan fluktuasi dalam
Soraida, 2022) Pemerintah Daerah kemandirian keuangan
Kota Banjarmasin pemerintah kota Banjarmasin,
Sebelum dan yang tercermin dalam perubahan
Selama Pandemi persentase kemandirian
pemerintah kota tersebut.
5. Novira Sartika Analisis Rasio Berdasarkan evaluasi rasio
(2019) (Sartika, Keuangan Daerah keuangan yang telah dilakukan,
2019) untuk Menilai dapat disimpulkan bahwa
Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kepulauan
Pemerintah Daerah Meranti telah berhasil mencapai
Kepulauan tingkat efisiensi yang memadai
Meranti dalam pengelolaan keuangannya.
Hal ini terbukti dengan
kemampuan mereka untuk
mengendalikan belanja daerah
sehingga tidak melampaui
pendapatan yang diperoleh.
6. Annisa Analisis Kinerja Evaluasi kinerja keuangan
Ramadhanty Keuangan melalui rasio kemandirian
dan Henny Pemerintah Daerah keuangan daerah menunjukkan
Yulsiati (2022) Kabupaten/Kota di bahwa kinerja ini belum mencapai
(Ramadhanty & Provinsi Sumatera tingkat mandiri yang diinginkan.
Yulsiati, 2022) Selatan Hal ini disebabkan oleh fakta
bahwa pendapatan yang diterima
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Selatan
masih sebagian besar berasal dari
peran Pemerintah Pusat dalam
bentuk pendapatan transfer.
7. Kurnia Ahsanul Analisis Kinerja Tingkat kemandirian keuangan
Habibi, Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Sobrotul Pemerintah Daerah dan Kota di Provinsi Jawa Tengah
Imtikhanah dan Se-Provinsi Jawa menunjukkan perbedaan sebesar
Rini Hidayah Tengah Sebelum Asymp.sig 0,000 sebelum dan
(2021) dan Saat Pandemi selama pandemi Covid-19. Rata-
(Hidayah et al., Covid 19 rata tingkat kemandirian
2021) keuangan di setiap daerah
mengalami peningkatan selama
masa pandemi, meskipun belum
mencapai status daerah yang
sepenuhnya mandiri dalam aspek
keuangan.
8. Linus A. Ch Analisis Kinerja Kinerja keuangan Pemerintah
Sakan (2022) Keuangan Kabupaten Timor Tengah Selatan
(Sakan, 2022) Pemerintah Daerah dalam rentang waktu 2015-2020,
Melalui Analisis jika dinilai dari aspek
Rasio Keuangan kemandirian keuangan daerah,
pada Badan dapat diklasifikasikan sebagai
Pengelola rendah sekali karena berada
Keuangan dan dalam interval kurang dari 25%.
Aset Daerah Analisis tren menunjukkan bahwa
Kabupaten Timor rasio kemandirian ini terus
Tengah Selatan mengalami penurunan dari tahun
ke tahun.

Sumber: Data Penelitian dari 2019 sampai 2022

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh penulis dan penelitian

sebelumnya terletak pada fokus objek penelitian, periode penelitian, dan


penggunaan indikator tertentu yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Oleh

karena itu, penulis akan menjalankan penelitian yang berjudul "Analisis Kinerja

Keuangan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Di Kabupaten Pangkep Provinsi

Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2018-2022 untuk mengisi celah tersebut.

H. Rerangka Konseptual

Gambar 2.1

Rerangka Konseptual
Sumber: Konsep Peneliti 2023
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah Field Research atau penelitian

lapangan yaitu pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Di Kabupaten

Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan. Jenis penelitian yang digunakan oleh

penulis yaitu penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono (2017),

penelitian deskriptif kuantitatif adalah suatu metode yang digunakan untuk

menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak

digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Metode tersebut

dapat memberikan gambaran terhadap data-data keuangan dari Dinas

Perindustrian dan Perdagangan di Kabupaten Pangkep yang penulis teliti,

kemudian penulis akan mengolahnya dengan menggunakan alat analisis

tertentu yang berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan. Sehingga

penulis dapat mengetahui seberapa besar kinerja pengelolaan anggaran

pendapatan, anggaran belanja, anggaran pembiayaan Dinas Perindustrian dan

Perdagangan di Kabupaten Pangkep.

2. Pendekatan Penelitian

Dengan mempertimbangkan sifat permasalahan yang dibahas,

penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif

adalah suatu metode penelitian yang melibatkan proses penemuan

44
45

pengetahuan untuk menginvestigasi populasi atau sampel tertentu, di mana

pengumpulan data biasanya dilakukan secara acak (Sugiyono, 2017).

Pendekatan kuantitatif dipilih untuk penelitian ini karena objek penelitian

akan diungkapkan dalam bentuk data numerik.

1. Sumber data

a. Data Primer

Data Primer adalah merujuk pada data yang dikumpulkan oleh

peneliti secara langsung untuk tujuan penelitian tersebut. Data ini diperoleh

melalui bentuk wawancara atau metode pengumpulan data lainya yang

dilakukan oleh peneliti secara langsung kepada pihak Dinas Perindustrian

dan perdagangan dengan tujuan untuk mengetahui analisis kinerja keuangan.

Sifat dari sumbernya merupakan hasil observasi terhadap kejadian dan

kegiatan.

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang menggambarkan atau menjelaskan

fenomena atau variabel yang diteliti dengan menggunakan literatur-literatur

seperti buku, jurnal-jurnal yang berkaitan dengan masalah topik yang diteliti.

Dan yang merujuk pada data yang telah dikumpulkan oleh peneliti untuk

analisis untuk menarik kesimpulan.

B. Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang dibutuhkan yang akan dianalisis lebih lanjut,

sehingga dalam skripsi ini penelitian menggunakan metode:


46

3. Wawancara

Wawancara merupakan suatu proses interaksi lisan antara satu atau

lebih individu, yang bertujuan untuk menghimpun data dan informasi. Dalam

penelitian ini, responden yang terlibat adalah para pegawai dari bagian

keuangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Peneliti menggunakan

metode wawancara semi-terstruktur, di mana pertanyaan-pertanyaan telah

direncanakan sebelumnya dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban yang

detail dan komprehensif dari responden terkait analisis kinerja keuangan di

Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Kabupaten Pangkep.

4. Dokumentasi

Dokumentasi merujuk pada tahapan pengumpulan dan pencatatan

data secara terstruktur dan akurat. Data yang diambil dari dokumen

digunakan sebagai dasar analisis dalam penelitian ini. Hal ini memungkinkan

peneliti untuk memberikan gambaran yang tepat dan penjelasan yang akurat

mengenai fenomena atau variabel yang sedang diselidiki.

5. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang melibatkan

pengamatan dan pencatatan informasi secara terstruktur secara langsung pada

objek penelitian dengan maksud untuk mendapatkan pemahaman yang lebih

mendalam tentang kondisi objek yang berhubungan dengan penelitian. Dalam

konteks ini, objek observasi tertuju pada Kantor Dinas Perindustrian dan

Perdagangan.
47

C. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, metode analisis data yang diterapkan

adalah analisis deskriptif kuantitatif. Proses analisis data melibatkan

pengumpulan data, pengelompokan data, interpretasi data, dan penjelasan

data sehingga informasi yang dihasilkan mampu memberikan gambaran

objektif mengenai subjek yang sedang dianalisis.

1. Reduksi Data

Proses penelitian memerlukan waktu yang relatif panjang dan tidak

dapat diprediksi dengan pasti. Salah satu tahap dalam penelitian ini adalah

merangkum dan menyeleksi data yang diperoleh melalui wawancara,

dokumentasi, dan observasi dengan para informan terkait. Data-data ini

kemudian diolah dan disusun untuk meningkatkan kualitasnya.

2. Penyajian Data

Ini adalah rangkaian langkah-langkah yang disusun secara terstruktur

untuk memudahkan pemahaman dan pengambilan kesimpulan serta tindakan

berdasarkan inti dari penelitian. Data yang telah direduksi disusun dengan

cara sistematis dan disajikan dengan bahasa penelitian yang sederhana agar

mudah dipahami.

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Tahap terakhir dalam mengevaluasi hasil penelitian adalah membuat

kesimpulan setelah mengoreksi data, reduksi catatan, dan materi dokumentasi


48

yang dikumpulkan selama penelitian lapangan. Kesimpulan ini disusun

dengan singkat dan jelas agar mudah dipahami.


DAFTAR PUSTAKA

Aditia, D., Nasution, D., & Sari, T. A. (2015). Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Komitmen Skpd Sebagai Variabel Moderating Pada
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. 18(4), 175–185.

Adriana, A. (2016). Analisis Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah


Berbasis Website pada Pemerintah Daerah Se-Jawa. 1–23.

Amal, M. I., & Wibowo, P. (2022). Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah


Provinsi Dki Jakarta Sebelum Dan Selama Pandemi Covid-19. MIZANIA:
Jurnal Ekonomi Dan Akuntansi, 2(1), 147–156.

Ardyanti, C. P., & Lubis, A. W. (2023). ANALISIS KINERJA KEUANGAN


PERKEBUNAN TERHADAP STANDAR SOP DI PT . PERKEBUNAN
NUSANTARA III KEBUN BANDAR. 8(30), 77–88.

Armando, G. (2013). Pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah dan


pengawasan keuangan daerah terhadap nilai informasi laporan keuangan
pemerintah. Jornal Universitas Negeri Padang, Hal.27.

Azmi, A. (2020). Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. Scientific


Journal of Reflection: Economic, Accounting, Management and Business,
3(2), 121–130.

Bunga, S. R., Priyagus, & Suharto, R. B. (2019). Analisis Kinerja Keuangan


Daerah Pemerintah Kota Bitung Analysis of Government Financial
Performance Bitung City. 278 Jurnal EMBA, 8(3), 278–285.

Defitri, S. Y. (2018). Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Sistem


Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah. Jurnal Benefita, 3(1), 64.

Fajar, D. N., Pradana, M. R., & Azzurri, S. S. (2023). Analisis Kenijakan


Pengelolaan Keuangan Sektor Publij dalam Mewujudkan Good Governance
di Pemerintah Kota Gresik. 6, 95–105.

49
50

Flores, Y. (2011). No Title p. Phys. Rev. E, 2002, 24.

Harahap, H. F. (2020). Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten


Tapanuli Tengah. Ekonomis: Journal of Economics and Business, 4(1), 34.

Hendra Wijayanto. (2015). Transparansi Anggaran Pendapatan dan Belanja


Daerah (APBD) melalui Penerapan E-Budgeting. Public Administration,
1(1), 72–88.

Hermanto, H. (2021). Model Triple Bottom Menuju Kinerja Keuangan. JURNAL


AKUNTANSI DAN BISNIS : Jurnal Program Studi Akuntansi, 7(2), 166–179.

Hidayah, R., Imtikhanah, S., & Ahsanul Habibi, K. (2021). Analisis Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah Se-Provinsi Jawa Tengah Sebelum Dan Saat
Pandemi Covid19. Neraca, 17(1), 122–147.

Indrawati, A. (2017). Analisis Trend Kinerja Keuangan Bank Kaltim. Research


Journal of Accounting and Business Management, 1(2), 226–235.

Khaerah, N., & Mutiarin, D. (2016). Integrasi Anggaran Responsif Gender Dalam
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Journal of Governance and Public
Policy, 3(3), 413–445.

Manimbaga, F., Sondakh, J. J., & ... (2021). Analisis Efektivitas Dan Efisiensi
Kinerja Keuangan Daerah Pemerintah Kota Bitung Tahun Anggaran 2014-
2018. Jurnal EMBA: Jurnal Riset …, 9(2), 982–992.

Maryanti, C. S., & Munandar, A. (2021). ANALISIS VALUE FOR MONEY


UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
KOTA SURABAYA TAHUN ANGGARAN 2015-2019 JIMEA | Jurnal
Ilmiah MEA ( Manajemen , Ekonomi , dan Akuntansi ). JIMEA | Jurnal
Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, Dan Akuntansi), 5(3), 2886–2899.

Nasution, D. A. D. (2018). Analisis Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah,


Akuntabilitas dan Transparansi terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah.
Jurnal Studi Akuntansi & Keuangan, 2(3), 149–162.
51

Nawawi. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia. Kajian Teori Manajemen


Sdm, 1, 9–34.

Palupi, F. A. D. (2018). Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perubahan Alokasi


Belanja Modal. Jurnal Akuntansi, 6(1), 40–51.

Prasetya, V. (2021). Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum Dan Saat


Pandemi Covid 19 Pada Perusahaan Farmasi Yang Tercatat Di Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(5), 579–587.

Priatna, H. (2016). Pengukuran Kinerja Perusahaan Dengan Rasio Profitabilitas.


Jurnal Ilmiah Akuntansi, 7(2), 44–53.

Pujanira, P. (2017). Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia, Penerapan


Standar Akuntansi Pemerintahan, dan Penerapan Sistem Akuntansi
Keuangan Daerah teradap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Provinsi DIY. VI(4).

Putri, R. S. E., & Munandar, A. (2021). ANALISIS KINERJA KEUANGAN


PEMERINTAH DAERAH KOTA MALANG TAHUN ANGGARAN 2016-
2020 JIMEA | Jurnal Ilmiah MEA ( Manajemen , Ekonomi , dan Akuntansi ).
Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, Dan Akuntansi), 5(3), 2296–
2313.

Ramadhanty, A., & Yulsiati, H. (2022). Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah


Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Cahaya
Mandalika, 3(3), 141–149.

Safwan et al. (2014). Pengaruh Kompetensi Dan Motivasi Terhadap Kinerja


Pengelolaan Keuangan Daerah Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pidie
Jaya. Jurnal Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, 7(1), 133.

Sakan, L. A. C. (2022). Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Melalui


Analisis Rasio Keuangan Pada Badan Pengelola Keuangan Dan Aset Daerah
Kabupaten Timor Tengah Selatan. Jurnal Akuntansi : Transparansi Dan
52

Akuntabilitas, 10(2), 129–140.

Sartika, N. (2019). Analisis Rasio Keuangan Daerah untuk Menilai Kinerja


Keuangan Pemerintah Daerah Kepulauan Meranti. Inovbiz: Jurnal Inovasi
Bisnis, 7(2), 147.

Septa Soraida. (2022). Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota


Banjarmasin Sebelum Dan Selama Pandemi. Jurnal Ekonomi Dan
Manajemen, 1(2), 78–82.

Sugiyono. (2017). Seni Mengelola Data : Penerapan Triangulasi Teknik , Sumber


Dan Waktu pada Penelitian Pendidikan Sosial. HISTORIS: Jurnal Kajian,
Penelitian & Pengembangan Pendidikan Sejarah, 5(2), 146–150.

Susanto, H. (2019). Analisis Rasio Keuangan Untuk Mengukur Kinerja Keuangan


Pemerintah Daerah Kota Mataram. Distribusi - Journal of Management and
Business, 7(1), 81–92. https://doi.org/10.29303/distribusi.v7i1.67

Tori, G. E., S, A. S., & Puspitasari, E. (2023). Pengukuran Kinerja Keuangan


Pemerintah Kota Malang Dengan Menggunakan Analisis Rasio Keuangan.
Bulletin Of Management And Business, 4(1), 35–45.

Warpindyastuti, L. D., & Dwi Cahyani, M. (2022). Analisa Rasio Likuiditas dan
Rasio Solvabilitas Pada PT. Mayora Indah Tbk. Artikel Ilmiah Sistem
Informasi Akuntansi, 2(1), 87–91.

Waworuntu, T. S. S. (2013). Evaluasi Penyusunan Anggaran Sebagai Alat


Pengendalian Manajemen Blu Rsup Prof.Dr. R.D. Kandou Manado. Jurnal
Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 1(3), 904–913.

Yuliastati K. (2016). Urgensi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (Apbd)


Terhadap Perencanaan Pembangunan Daerah. Katalogis , 4(12), 197–208.

Anda mungkin juga menyukai