Kompetensi Inti
1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
2. Menghargai dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab,
peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan
pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial
dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah absrak
terkait dengan pengembanagan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu manggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
1
Kompetensi Dasar
3.13 Menganalisis isi debat (permasalahan/ isu, sudut pandang dan argumen
beberapa pihak, dan simpulan)
Tujuan pembelajaran
Melalui pendekatan saintifik dan model pembelajaran PBL, peserta
didik dapat menganalisis ragam bahasa debat dengan rasa ingin tahu,
bekerja sama, komunikatif, tanggung jawab, disiplin selama proses
pembelajaran dan bersikap jujur, percaya diri serta pantang menyerah.
2
A. ORIENTASI
3
B. MATERI
Pengertian debat
4
C. UNSUR-UNSUR DEBAT
5
Gambar. 1 Unsur-unsur debat
6
D. RAGAM BAHASA DEBAT
2. Ide yang diungkapkan harus benar sesuai dengan fakta dan dapat diterima akal sehat
(logis), harus tepat, dan hanya mengandung satu makna, padat, langsung menuju
sasaran, runtun, dan sistematis. Hal ini tergantung pada ketepatan pemilihan kata
(diksi) dan menyusun struktur kalimat sehingga kalimat yang digunakan efektif.
7
3. Kata yang dipilih memiliki makna sebenarnya (denotatif). Makna denotatif
adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Sering juga makna denotatif disebut
makna konseptual.
Contoh:
1. kata kambing hitam makna sebenarnya adalah kambing berwarna hitam. Jika dalam
kalimat: “ia dijadikan kambing hitam dalam persengketaan tanah itu”. Maka frasa
kambing hitam bermakna, ia disalahkan atas perbuatan yang tidak ia lakukan.
2. Kata makan, misalnya, bermakna memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dikunyah,
dan ditelan. Makna makan adalah salah satu contoh dari makna denotatif.
8
Membicarakan kalimat baku tidak bisa dilepaskan dengan pembicaraan kalimat
efektif. Kalimat baku selalu efektif, meskipun kalimat efektif belum selalu baku.
Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang mampu menyampaikan pesan pembicara atau
penulis sama seperti yang dipahami oleh pembaca atau pendengar. Kalimat baku
selalu berwujud kalimat efektif, meskipun kalimat efektif tidak selalu berwujud
kalimat baku. Kalimat efektif yang tidak baku digunakan dalam bahasa pergaulan
(ragam lisan). Kalimat efektif yang dibahas dalam bab ini adalah kalimat efektif yang
memenuhi kaidah bahasa baku. Oleh karena itu, kalimat efektif harus memenuhi
kaidah struktur, diksi, maupun logikanya.
Beberapa penyebab ketidakefektifan kalimat sebagai berikut.
1. Menyalahi Kaidah Tata Bahasa
a. Menyalahi kaidah fonologi (ejaan) Kaidah fonologi dalam bahasa lisan terlihat
dari penggunaan ejaan. Kalimat tidak efektif karena menyalahi kaidah EYD
(lihat bab Ejaan).
Contoh:
1. Harga B.B.M semakin tak terjangkau rakyat kecil. (B.B.M seharusnya BBM).
2. Pelayanan kesehatan di Puskesmas sekarang ini sudah memenuhi standart.
(Puskesmas seharusnya puskesmas sebab tidak diikuti nama wilayahnya,
standart seharusnya standar).
3. Jangan menyalah gunakan jabatanmu! (penulisan menyalah gunakan
seharusnya dirangkai menjadi menyalahgunakan sebab kata majemuk yang
mendapat konfiks/afiks gabung harus ditulis menjadi satu).
Sumber:http://istiqomahalmaky.blogspot.co.id/2016/01/belajar-kalimat-
efektif.html
11
E. CONTOH TEKS DEBAT
Moderator:
Terima kasih atas kehadiran rekan-rekan pada siang ini. Hari ini, kita akan membahas
pengaruh penggunaan media sosial di lingkungan sekolah. Grup A adalah tim yang
mendukung penggunaan media sosial bagi pelajar dan grup B yang menolak hal tersebut.
Tim Afirmasi:
Seperti yang kita ketahui bersama, di era yang serba digital ini, jarak dan waktu bukanlah
sebuah halangan. Media sosial telah menjembatani perbedaan tersebut. Melalui media sosial,
siswa dapat membangun komunitas belajar dengan mudah. Hal ini tentunya dapat
meningkatkan keterampilan dan kemampuan siswa tanpa khawatir akan perbedaan jarak dan
waktu.
Tim Oposisi:
Saya kurang setuju dengan pendapat tim afirmasi. Pada kenyataannya, siswa akan dengan
mudah teralih pada hal yang lain selain belajar. Contohnya saja menggunakan media sosial
tersebut untuk berkomunikasi secara pribadi alih-alih belajar. Selain itu, media sosial akan
melemahkan interaksi sosial para pelajar di dunia nyata. Mereka akan sibuk dengan gawai dan
media sosial masing-masing, serta tidak memperhatikan lingkungan sekitar.
Tim Afirmasi:
Saya kurang setuju dengan pendapat tim oposisi yang menyatakan bahwa media sosial
melemahkan interaksi sosial para pelajar di dunia nyata. Justru media sosial dapat membangun
kepercayaan diri para pelajar yang mungkin tidak mereka miliki di dunia nyata. Melalui media
sosial, para pelajar tersebut bebas berargumentasi dan terlibat dalam kegiatan pembelajaran
yang berlangsung pada media sosial. Hal tersebut tentu akan menambah kepercayaan diri
mereka.
Tim Oposisi:
Saya ingin menanggapi pernyataan dari tim afirmasi. Memang benar para pelajar yang
cenderung kurang berani dalam mengemukakan pendapat akan dapat membangun kepercayaan
diri di media sosial. Akan tetapi, hanya dalam lingkup media sosial. Sedangkan kita hidup di
dunia nyata. Lalu, buat apa itu semua? Terlebih lagi jika pelajar tersebut menjadi bergantung
pada media sosial yang pada akhirnya akan berimbas pada kecanduan terhadap media sosial.
Hal ini tentu akan mengganggu pola interaksi antarindividu di dunia nyata.
Tim Afirmasi:
Kecanduan terhadap media sosial dapat diatasi dengan menerapkan aturan yang tegas tentang
waktu untuk mengakses media sosial. Bukan hanya media sosial yang berpotensi untuk
membuat candu, banyak hal lain juga dapat membuat seseorang bisa kecanduan. Akan tetapi,
12
hal tersebut dapat diminimalisasi. Singkatnya, tim kami percaya bahwa penggunaan media
sosial memiliki banyak dampak positif jika digunakan secara tepat, seperti menumbuhkan rasa
percaya diri seseorang, menambah pertemanan, dan membentuk suatu komunitas belajar. Hal
ini dapat terwujud jika diimbangi dengan pengawasan dari orang tua dan guru secara
bersinergi.
Tim Oposisi:
Memang kecanduan terhadap media sosial dapat diatasi dengan penerapan aturan yang tegas.
Akan tetapi, apakah Anda yakin aturan tersebut benar-benar akan berjalan sesuai harapan?
Pada akhirnya, tim kami, yaitu tim oposisi tetap beranggapan bahwa penggunaan media sosial
di lingkungan sekolah tidak membawa dampak yang baik karena para pelajar tersebut akan
fokus pada dunia maya dan melupakan tujuan awal mereka menggunakan media sosial. Selain
itu, media sosial juga dapat menimbulkan rasa candu. Para siswa akan merasa gelisah ketika
tidak mengakses media sosial. Pada akhirnya, mereka akan sibuk dengan media sosial dan
mulai lupa waktu, sehingga mereka melupakan tugas utama, yaitu belajar.
13
F. Rangkuman
Tiba saatnya kita merangkum materi yang telah kita pelajari. Sesuai dengan materi, rangkuman dikaitkan d
1. Debat adalah proses saling bertukar pendapat untuk membahas suatu isu
dengan masing-masing pihak yang berdebat memberi alasan, bila perlu
ditambah dengan informasi, bukti, dan data untuk mempertahankan
pendapat masing-masing
2. Unsur-unsur debat antara lain (a) mosi, (b) tim afirmasi, (c) tim oposisi, (d)
tim netral, (e) penonton/juri yang dipanggil, (f) moderator, dan (9) penulis.
3. Isi debat, secara garis besar terdiri atas tiga hal beriku ini.
a. Mosi/topik permasalahan yang diperdebatkan. Mosi bisa berupa berita panas yang
tengah banyak dibicarakan oleh umum. Bisa pula isu-isu global yang mempengaruhi
kehidupan banyak orang.
b. Pernyataan sikap, baik itu mendukung (afirmasi/pro) atau menolak (oposisi/ kontra).
Dalam banyak hal, setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda, dipengaruhi
oleh gaya hidup, pengetahuan dan lingkungan masing-masing. Umumnya, masing-
masing pihak berusaha agar pihak yang berseberangan bisa memahami pandangan
dan pilihan sikap mereka.
c. Argumentasi untuk mendukung sikap yang diambil. Argumentasi digunakan untuk
mengemukakan alasan, ditambah dengan berbagai informasi, data dan bukti atas
sikap yang diambil. Adanya argumentasi memungkinkan pihak yang berbeda sikap
dapat setidaknya memaklumi sikap seseorang dan tidak saling mengganggu. Bila
memungkinkan, antara pihak yang berdebat pada akhirnya bisa mengambil sikap
yang sama.
G. EVALUASI
Untuk menyempurnakan pemahaman Ananda tentang materi debat , jawablah dengan sing
Jelaskan unsur-unsur d ebat ?
Jelaskanlah ragam bahasa debat !
14
H. Referensi
Aryo, Foy. 2020. Modul Pembelajaran SMA Bahasa Indonesia kelas X. Jakarta:
Kemdikbud.
Kosasih, E. 2014. Jenis-Jenis Teks dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
SMA/MA/SMK. Cetakan 1. Bandung: Penerbit Yrama Widya.
Mukmila, R. A. Penerapan sight words argumentative dalam teks debat siswa
kelas x sma dua mei ciputat tahun pelajaran 2018/2019 (Bachelor's
thesis, Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cetakan ketujuh Edisi
IV. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2016. Ejaan Bahasa
Indonesi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Suherli, dkk. 2017. Buku Siswa Bahasa Indonesia SMA Kelas X. Jakarta: Pusat
Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
Suherli, dkk. 2017. Buku Guru Bahasa Indonesia SMA Kelas X. Jakarta: Pusat
Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
https://kumparan.com/berita-hari-ini/ragam-bahasa-indonesia-macam-macam-
dan-ciri-cirinya-1v7MYNW3HPU/3
15
16
17