Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu


Dosen pengampu :Prof. Dr. Irianto Widisuseno, M. Hum

Oleh:
ANDRIANA
NIM : P1337424718027

PROGRAM STUDI MAGISTER TERAPAN KEBIDANAN


PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TERAPAN KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2018
1. Arti kebenaran ilmiah
Arti sebuah kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang ditentukan berdasarkan
semua teori seperti teori logis, empiris dan pragmatis yang kemudian harus
saling melengkapi. Tidak mungkin suatu kebenaran ilmiah diperoleh hanya
melalui satu teori saja. Sehingga kebenaran ilmiah adalah selalu memilih
dasar-dasar logis, bukti empiris dan pragmatis.
2. Kriteria kebenaran ilmiah
Kriteria kebenaran ilmiah dapat di tentukan berdasarkan tiga teori yaitu:
a. Teori Logis (Coherence Theory)
Teori ini ingin mengukur kebenaran melalui prinsip akses logis, artinya
suatu kebenaran dihasilkan dari proses berfikir logis (fokus). Maka
kebenaran logis itu tidak perlu mencari kesesuaian dengan fakta-faktanya
melainkan dengan konsistensinya. Keutamaan teori ini adalah sistematis,
konsisten dan utuh. Kelemahan dari teori ini adalah tidak memiliki
kesesuaian dengan faktanya. Teori ini menghasilkan kebenaran logis, yang
hanya dapat dipahami, diterima melalui akal sehat.
b. Teori Empiris (Corespondence Theory)
Teori ini mengukur kebenaran atas dasar kesesuaian empiris. Artinya apa
yang diteorikan harus sesuai dengan fakta. Maka teori ini sering disebut
teori kritis karena tidak cepat menerima sebuah kebenaran sebelum fakta-
fakta diberikan. Maka teori ini menghasilkan kebenaran empiris
(kebenaran yang selalu didukung oleh fakta/alat bukti). Kelemahan dari
teori ini adalah:
1) Sering bergatung pada kemampuan pengamatan pancaindera kita,
sehingga alat bukti/fakta bisa relatif dan hail kebenaran bersifat relatif
2) Karena berdasarkan pada fakta, dalam kenyataannya di masyarakat ada
dimensi lain dalam kebenaran yang tidak dapat diukur atau dibuktikan
melalui fakta. Karena ada dimensi kualitatif yang tidak terukur secara
empiris

1
Jadi teori empiris belum mampu memperoleh ukuran yang mencakup
keseluruhan dimensi kebenaran karena hanya meliputi dimensi yang
bersifat visual.
c. Teori Pragmatis
Teori ini mengukur kebenaran ilmiah berdasarkan azas manfaat atau
kegunaan. Jadi sesuatu dianggap benar apabila mengandung manfaat atau
kegunaan. Teori ini orientasinya praktis, sehingga kelemahan teori ini
yaitu kurang memperhatikan aspek logis dan teoritis yang penting dapat
dimanfaatkan. Ada juga orang yang mendasarkan kerja empirik, misalnya
tidak perlu melakukan uji-uji laboratorium (observasi) yang penting
melihat fakta dan kebutuhan. Artinya, teori pragmatik hanya melihat
permukaan saja, disebut juga sebagai pendekatan yang instan. Teori ini
juga menghasilkan kebenaran yang pragmatis.

3. Sumber-sumber kebenaran ilmiah


Kebenaran ilmiah bersumber pada dua cara pokok yaitu:
a. Berdasarkan rasionalisme
Berfikir secara rasionalisme akan melatih akal atau ratio kita,
mengedepankan proses konsistensi/keruntutan di dalam pekerjaannya.
Maka akan menghasilkan kebenaran yang rasional dan logis. Rasional
mengutamakan fungsi akal sehingga mengabaikan emosi, perasaan, dan
sistem-sistem kepercayaan atau keyakinan. Logis adalah cara kerja akal
yang beruntun. Rasional dan logis adalah satu kesatuan dan tidak bisa
dipisahkan. Berfikir secara rasional akan mendapatkan bermacam-macam
pengetahuan mengenai suatu obyek tertentu tanpa adanya suatu konsensus
yang dapat diterima oleh semua pihak. Pengetahuan yang bersumber dari
pemikiran rasional semacam ini cenderung untuk bersifat solipsistik
(hanya benar dalam kerangka pemikrian tertentu yang berbeda dalam
benak orang yang berfikir tersebut) dan bersifat subyektif.

2
b. Berdasarkan empirisme
Teori ini berpaham/berpandangan sesuatu dianggap benar jika ada fakta
atau bukti, tidak sekedar teoritis atau logis. Maka teori ini sangat akurat
karena serba terukur. Karena selalu berdasarkan pada alat bukti yang ada,
sehingga keutamaan teori ini adalah melatih cara-cara berfikir dan bekerja
secara praktis berdasarkan pengalaman yang teruji, karena kebenaran
adalah faktual atau eksperimental, setiap ilmu harus memiliki dasar-dasar
empiris. Namun kelemahannya, karena selalu mengutamakan dasar-dasar
factual, seringkali terjebak pada anggapan bahwa setiap fakta identik
dengan kebenaran. Terlebih lagi fakta-fakta empiris sangat bergantung
pada kemampuan panca indera manusia. Jika didasari fakta sebagai
ukuran kebenaran sifatnya dalah relatif.

Cara kerja empiris adalah melatih cara-cara berfikir kita mengenali kebenaran
pengetahuan dari aspek-aspek fisis atau empiric, dan kelemahannya adalah
kurang memiliki dasar-dasar rasionalitas yang kuat, yang justru dapat
membantu keterbatasan panca indera. Artinya, kedua teori diatas tidak dapat
berdiri sendiri. Teori rasionalisme dan empirisme harus dapat bekerja sama
agar muncul kritisisme. Kedua teori ini berpandangan bahwa kebenaran
pengetahuan/ilmiah melalui akal yang sehat dan pengalaman. Kebenaran
ilmiah disamping memiliki dasar-dasar logis/rasional juga memiliki dasar
empiris (selalu menggunakan cara kerja eksperimen dan observatif).

4. Cara memperoleh kebenaran ilmiah


Untuk memperoleh kebenaran ilmiah maka diperlukan cara ilmiah yang
merupakan syarat mutlak untuk menemukan suatu ilmu, yang dapat diterima
oleh akal dengan berpikir ilmiah. Untuk dapat berpikir ilmiah maka ada tiga
tahapan berfikir yang harus dilalui, yaitu:

3
a. Skeptik
Ciri berifikir ilmiah pertama ini ditandai oleh cara orang di dalam
menerima kebenaran informasi atau pengetahuan tidak langsung diterima
begitu saja, namun dia berusaha untuk menanyakan fakta-fakta atau bukti-
bukti terhadap setiap pernyataan yang diterimanya.
b. Analitik
Ciri berfikir ilmiah ini ditandai oleh caraorang dalam melakukan setiap
kegiatan. Ia selalu berusaha menimbang-nimbang setiap permasalahan
yang dihadapinya, mana yang relevan, dan mana yang menjadi masalah
utama dan sebagainya. Dengan cara ini maka jawaban terhadap
permasalahan yang dihadapi akan dapat diperoleh sesuai dengan apa yang
diharapkan.
c. Kritis
Ciri berfikir ilmiah yang ketiga ditandai dengan sikap orang yang selalu
berupaya mengembangkan kemampuan menimbang setiap permasalahan
yang dihadapinya secara obyektif. Hal ini dilakukan agar semua data dan
pola berfikir yang ditetapkan dapat selalu logis.

5. Ciri Filsafat, Ilmu dan Pengetahuan


a. Ciri Filsafat meliputi tiga pendekatan yaitu:
1) Pendekatan esensial/hakiki merupakan cara berfikir ketika pikiran
memasuki problem atau persoalan, pikiran berusahan untuk
melepaskan faktor-faktor subjektif yang mengganggu jalannya fikiran
(perasaan-perasaan, faktor emosional, dan unsur-unsur sistem
keyakinan pribadi/agama dan sebagainya). Pikiran mencoba untuk
terus menembus kompleksitas permasalahan atau persoalan dan
memilahkan mana unsur-unsur persoalan yang penting (substansi) dan
mana unsur persoalan yang dianggap tidak penting. Tujuan dari
berfikir esensial adalah mencari substansi dari suatu persoalan. Proses

4
berfikir esensial mepersyaratkan pikiran kita jernih (bebas dari faktor-
faktor subjektifitas) agar supaya melihat masalah dapat focus (titik
perhatian/center of point) serta dapat membatasi wilayah
persoalannya/locus. Bentuk lain dari berfikir esensial adalah objektif.
Dapat disimpulkan, proses berfikir esensial yaitu pikiran mencoba
menembus batas-batas empirik menuju ke area substansial.
2) Pendekatan Komprehensif merupakan cara berfikir dengan melihat
suatu masalah melalui berbagai aspek/dimensi penyebab masalah.
Tujuannya adalah ingin menangkap atau mengangkat masalah secara
utuh/mencakup seluruh aspek-aspek penyebab masalahnya.
Pendekatan ini melibatkan berbagai pendekatan disiplin ilmu, tidak
hanya salah satu disiplin ilmu sehingga pendekatan komprehensif
disebut pendekatan interdisipliner yaitu bekerjanya bersama ilmu-ilmu
lain untuk memecahkan suatu masalah.
3) Pendekatan Normatif merupakan suatu cara mendekati masalah atau
berfikir yang tidak sebatas pada aspek-aspek faktawi, empirik atau
pada aspek apa adanya, melainkan pada segi apa yang seharusnya.
Sehingga pendekatan normatif sering disebut pendekatan etis atau
pendekatan moral. Pendekatan ini sarat dengan pertimbangan etis.
Keutamaan pendekatan normatif adalah mendekatkan pada problem
manusiawi, lebih harmoni, dan mementingkan perasaan orang lain.
b. Ciri Ilmu juga meliputi tiga pendekatan, yaitu:
1) Pendekatan Eksperimental memiliki cara kerja yang sangat akurat,
presisi karena serba terukur, sehingga kebenarannya tidak dapat
diragukan, akan tetapi di sisi akurasi terdapat kelemahan-
kelemahannya yaitu cara kerja eksperimental baru mengukur dan
menjawab persoalan pada batas-batas empirisnya atau baru mengukur
kebenaran kuantitatif. Dalam praktiknya pada kehidupan manusia arti
sebuah kebenaran tak cukup hanya terukur secara kuantitatif/empiris

5
atau hanya pada batas-batas empiriknya (hanya dapat dilihat), karena
setiap orang berbeda persepsinya, sehingga bersifat relatif. Maka
pendekatan eksperimental belum mampu menggali atau menjangkau
diluar batas empirik yang bersifat kualitatif yang justru sebagai makna
atau inti kebenaran sesungguhnya. Untuk melengkapi kelemahan cara
kerja pendekatan ekperimental harus dibantu dengan pendekatan
esensial.
2) Pendekatan Spesifik yaitu melihat masalah hanya dari satu sisi atau
satu disiplin ilmu saja. Pendekatan spesifik juga akurat karena lokus
dan fokus. Sehingga pendekatan ini dilakukan secara mendalam atau
expert. Semakin besar ekstensitas/lokus/cakupan ilmu maka akan
semakin kecil/intensitas kajiannya. Kelemahan pendekatan spesifik
adalah baru menyentuh/menggarap salah satu unsur faktor maslah
penyebabnya. Sehingga masih menyisakan persoalan/faktor lain yang
belum digarap. Pendekatan spesifik ini agar lengka dapat dibantu
dengan pendekatan komprehensif.
3) Pendekatan Empiris/Faktual yaitu melihat dari aspek-aspek yang
nampak faktawi/apa adanya. Pendekatan ini juga akurat karena selalu
memiliki landasan, dasar, dan memiliki alat bukti. Akurasinya adalah
segala sesuatunya ada alat bukti kebenaran, tidak sekedar teoritis saja.
Kelemahannya adalah bukti-bukti factual/pendekatan empiris sangat
tergantung dari persepsi seseorang dan kemampuan panda indera
seseorang atau juga tergantung pada pertimbangan-pertimbangan
rasional saja sedangkan dalam praktk kehiduan kita sehari-sehari, hal-
hal yang faktual/empirik/benar secara rasional dan ilmiah tidak selalu
atau belum tentu diterima di dalam masyarakat atau berlaku dalam
kehidupan sosial. Cara kerja pendekatan empiris/faktual harus dibantu
dengan pendekatan normatif.
c. Ciri Pengetahuan meliputi tiga pendekatan yaitu:

6
1) Pendekatan Aktual ini menyangkut situasi atau kejadian kekinian
(temporal), masalah aktual yang durasi kebenarannya sangat
singkat/pendek. Kejadian aktual terkait berita-berita yang sensasional,
sehingga menggugah rasa ingin tahu (curiosity), tanpa memperhatikan
aspek metodologis dan tidak memiliki dasr-dasar teoritis dan empirik.
Kebenaran aktual sangat sulit dipegang atau diyakini kebenarannya.
2) Pendekatan Fragmentaris/Parsial berpadangan bahwa knowledge tidak
memiliki kebenaran yang utuh, tidak memiliki dasar pengetahuan yang
utuh atau tidak memiliki sistematisasi kebenaran yang dikandung atau
yang ada. Kebenaran fragmentaris tidak memiliki keutuhan yang
lengkap.
3) Pendapat Umum merupakan kebenaran yang disepakati secara turun
temurun. Tidak memiliki dasar rasional dan ekperimental yang kuat
(Heritage). Cara-cara penerimaan kebenaran pendapat umum diterima
secara empirik, sedangkan sains dapat diterima secara rsional.

6. Hubungan Filsafat dan Ilmu


Ilmu berasal dari filsafat, sebelumnya telah diterangkan oleh Will Durant
bahwa mula-mula ada dua cang filsafat, yaitu: (1) filsafat alami (natural
philosophy), dan (2) filsafat moral (moral philosophy). Filsafat alami
berkembang menjadi ilmu-ilmu alam, sedangkan filsafat moral berkembang
menjadi ilmu-ilmu sosial. Dapat dijelaskan bahwa adanya ilmu didahului oleh
adanya filsafat. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu senantiasa dirintis oleh
filsafat. Oleh karena itu, untuk dapat memahami ilmu terlebih dahulu perlu
dipahami filsafat. Filsafat menjadi pionir yang mencarikan objek kepada ilmu
dan memberikan pedoman kepadanya.

7. Arti filsafat ilmu, fokus, dan tujuan

7
a. Filsafat ilmu ialah studi sistematis mengenai sifat dan hakikat ilmu,
khsusnya yang berkenaan dengan metodenya, konsepnya, “sangka
wacana”nya (presupposition), dan kedudukannya di dalam skema umum
disiplin intelektual. Untuk mendefinisikan filsafat ilmu dengan sederhana
diperoleh kesulitan, karena adanya dua sisi di dalam pengertian tentang
filsafat ilmu itu, yaitu: filsafat dan ilmu. Oleh sebab itu, dapat dirangkum
menjadi tiga medan telaah yang tercakup di dalam filsafat ilmu tersebut.
Ketiganya adalah sebagai berikut:
1) Filsafat ilmu adalah suatu telaah kritis terhadap metode yang
digunakan oleh ilmu tertentu, terhadap lambing-lambang yang
digunakan, dan terhadap struktur penalaran tentang sistem lambang
yang digunakan. Telaah kritis ini dapat diarahkan untuk mengkaji ilmu
empiris dan juga ilmu rasional, juga untuk membahas studi-studi
bidang etika dan estetika, studi kesejarahan, antropologi, geologi dan
sebagainya. Dalam hubungan ini yang terutama sekali di telaah adalah
ihwal penalaran dan teorinya.
2) Filsafat ilmu adalah upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-
dasar konsep, “sangka wacana” , dan postulat mengenai ilmu dan
upaya untuk membuka tabis dasar-dasar ke-empiris-an, ke-rasional-an,
dank ke-pragmatis-an. Aspek filsafat ini erat hubungannya dengan hal-
ihwal yang logis dan epistemologis. Jadi, peran filsafat ilmu di sini
adalah berganda. Pada sisi pertama, filsafat ilmu mencakup analisis
kritis terhadap nosi (anggapan dasar), seperti: kuantitas, kualitas,
waktu, ruang, dan hukum. Pada sisi yang lain, filsafat ilmu mencakupi
studi mengenai keyakinan tertentu, seperti: keyainan mengenai “dunia
sana” , keyakinan mengenai keserupaan-keserupaan di dalam alam
semesta, dan keyakinan mengenai kenalran proses-proses alami.
3) Filsafat ilmu adalah studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi
yang beraneka macam yang ditujukan untuk menetapkan batas yang

8
tegas mengenai ilmu tertentu, untuk menguraikan pertautan atau antar
hubungan yang ada pada studi yang satu terhadap yang lain, dan untuk
mengkaji implikasi sumbangannya terhadap suatu teori, baik teori
yang bersifat semesta, mauun teori yang unsur-unsurnya “terpakai”
dimana-mana (pervasive). Yang termasuk teori dengan sifat
kemestaannya ialah mekanisme, theology, monoisme, dan pluralism.
Adapun yang tergolong teori yang pervasive ialah yang terpakai untuk
menunjang pemecahan masalah dalam rangka skema kebudayaan,
seperti: dalam kaitannya dengan praktik pemerintahan, perniagaan,
kesenian, studi keamanan, dan moralitas.
b. Fokus filsafat ilmu ialah untuk memahami gerak perkembangan ilmu dan
teknologi sebagai upaya meletakkan kembali peran dan fungsi ilmu dan
teknologi sesuai dengan tujuan semula, yakni mendasarkan diri dan
concern terhadap kebahagiaan umat manusia. Filsafat ilmu juga memiliki
objek material dan objek formal. Objek material, atau pokok bahasan
filsafat ilmu ialah ilmu itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun
secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum. Sedangkan objek
formal filsafat ilmu ialah hakikat (esensi) ilmu, artinya filsafat ilmu lebih
menarik perhatian terhadap problem-problem mendasar ilmu seperti: apa
hakikat ilmu itu sesungguhnya? Bagaimana cara memperoleh kebenran
ilmiah? Apa fungsi ilmu itu bagi manusia? Problem-problem inilah yang
dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu, yakni landasan
ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
c. Tujuan filsafat ilmu sebagai cabang khusus filsafat yang membicarakan
tentang sejarah perkembangan ilmu adalah sebagai berikut:
1) Filsafat ilmu sebagai sarana pegujian penalaran ilmiah, sehingga orang
menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Maksudnya, seorang ilmuan
harus memiliki sikap kritis terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga

9
dapat menghindarkan diri dari sikap solipsistis, menganggap bahwa
pendapatnya yang paling benar.
2) Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi
dan metode keilmuan. Sebab kecenderungan terjadi di kalangan para
ilmuwan modern adalah menerapkan suatu metode ilmiah tanpa
memperhatikan struktur ilmu itu sendiri. Satu sikap yang diperlukan di
sini adalah menerapkan metode ilmiah yang sesuai atau cocok dengan
struktur ilmu, bukan sebaliknya. Metode hanyalah sarana berpikir,
bukan merupakan hakikat ilmu.
3) Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan.
Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat
dipertanggungjawabkan secara logis-rasional, agar dapat dipahami dan
dipergunakan secara umum. Semakin luas penerimaan dan penggunaan
metode ilmiah, maka semakin valid metode tersebut.

8. Urgensi filsafat ilmu bagi Magister Terapan Kebidanan


Magister Terapan Kebidanan harus mempelajari filsafat ilmu karena tiga hal
yaitu:
a. Tuntutan kompetensi akademik
Lulusan program S2 diarahkan menjadi ilmuwan, professional, diharapkan
mampu menerapkan dan mengembangkan ilmu (penelitian,
eksperimentasi, implementasi, penyebarluasan ilmu).
Dalam praktik, pengembangan dan penemuan teori/ilmu tidak cukup
hanya mendasarkan pada keterampilan dan penguasaan konsep-konsep,
serta teori-teori keilmuan dalam bidangnya masing-masing, akan tetapi
juga landasan pehamahaman mengenai hakikat ilmu (dasar ontologis),
cara pengembangan ilmu yang tepat (dasar epistemologis), dan
pertimbangan kaidah moral-etika-agama sebagai pegangan dan arah
mengenai untuk apa teori/ilmu itu dikembangkan, diterapkan, atau

10
ditemukan (dasar aksiologis). Jadi kesimpulannya, seorang ilmuwan dan
profesional dituntut pertanggungjawaban kemampuan pemahaman
persoalan dasar: ontologis, epistemologis, dan aksiologis keilmuan.
b. Tuntutan perkembangan ilmu-ilmu empiris, mengarah spesialisasinya
yang semakin meruncing disertai berbagai dampaknya.
1) Dampak positif
a) Bagi ilmuwan: memiliki focus dan locus kedalam keilmuan,
expert, professional. Sehingga membuka jalan penemuan
teknologi pada masing-masing bidang ilmu.
b) Bagi masyarakat: spesialisasi keilmuan yang disertai temua-
temuan teknologinya telah memfasilitasi kebutuhan, keperluan
hidup manusia.
2) Dampak negatif
a) Spesialisasi kelimuan membawa konsekuensi ragam bidang-
bidang keilmuan, mempertajam sekat-sekat keilmuan, disintegrasi
keilmuan, sikap ilmiah ilmuwan semakin fokus dan intens
meneguhkan timbulnya sikap egoisme dan apatisme ilmuwan,
ilmu berkembang menuju otonominya, anrkisme keilmuan.
b) Teknologi modern dari hasil spesialisasi secara ekstensif telah
mempengaruhi berbagai bidang kehidupan mansuia, dan secara
intensif mampu merubah mindset, pola kehidupan manusia (pola
budaya)
c) Kering spritualitas nilai: teknologi modern memberi pengaruh
pola pikir masyarakat berorientasi pragmatis, rasional dan empiris.
Menggugah potensi pola kehidupan yang materialistic, hedonistic,
kering nilai-nilai etik, moral, spiritual dan nilai kesejarahan. Gaya
hidup konsumtif, demoralisasi, dehumanisasi

11
Jadi pengembangan ilmu dan teknologi harus dikembalikan pada arti
dan makna hakikinya (ontology), prosedur, metode pengembangan
yang tepat bagi kepentingan manusia(epistemology), dan norma-
norma dasar imperatif yang harus ditaati sebagai arah tujuan
penemuan, penerapan, dan pengembangan ilmu (aksiologi).
c. Ilmu bersifat dinamis
Ilmu bukan sesuatu/entitas yang abadi, ilmu sebenarnya tidak pernah
selesai walaupun ilmu itu didasarkan pada kerangka: objektif, rasional,
sistematis, logis, dan empiris. Dalam perkembangannya ilmu tidak
mungkin lepas dari mekanisme keterbukaan terhadap koreksi. Itulah
sebabnya ilmuwan dituntut mencari alternative pengembangannya, melalui
kajian, penelitian, eksperimen baik mengenai aspek ontologis,
epistemologis dan aksiologisnya. Karena itu setiap pengembangan
ilmu/teknologi paling tidak validitas (validity) dan reliabilitas (reliability)
dapat dipertanggungjawabkan, baik berdasarkan context of justification
maupun context of discovery

9. Jelaskan maksudnya, bahwa penguasaan ilmu bukan hanya menguasai


teori-teori dan keterampilan di bidang ilmu masing-masing, tetapi juga
perlu penguasaan pemahaman mengenai hakikat ilmu, bagaimana
cara/metode pengembangan ilmu yang tepat, dan kaidah-kaidah moral,
etika, dan agama sebagai arah pengembangan ilmu.
a. Penguasaan ilmu juga perlu menguasai pemahaman mengenai hakikat
ilmu. Dimana ilmu hakikatnya adalah mencerdaskan, mensejahterakan,
dan memartabatkan. Hal ini disebut juga sebagai persoalan ontologis,
ontologis membahas bidang kajian ilmu atau objek ilmu diawali dari
subjeknya. Yang dimaksud denga subjek di sini adalah pelaku ilmu.
Subjek dalam ilmu adalah manusia, bagian manusia yang paling berperan

12
di sini ialah daya pikirnya. Hakikat ilmu dapat menjadi suatu pegangan,
prinsip atau pijakan dari ilmu itu sendiri.
b. Penguasaan ilmu perlu memperhatikan bagaimana cara/metode dalam
pengembangan ilmu yang tepat. Hal ini disebut juga dengan persoalan
epistemologis. Dimana keutamaannya adalah suau cara kerja harus
memiliki kepastian cara/metode sehingga target dan tujuannya jelas.
Selain itu juga mencegah terjadinya malpraktik. Dengan hal tersebut,
digunakan cara/metode yang tepat.
c. Penguasaan ilmu juga memperhatikan kaidah-kaidah moral, etika, dan
agama sebagai arah dalam pengembangan ilmu. Karena dengan mengacu
pada hal tersebut, kita akan memilki arah dan tujuan yang jelas untuk apa
kita mempraktikkan dan mengembangkan ilmu tersebut. Hal ini juga
disebut sebagai persoalan aksiologis

Pada akhirnya seorang ilmuwan akan diminta pertanggungjawaban


kemampuan pemahaman ontologis, epistemologis, dan aksiologis

10. Kaitan Filsafat Ilmu dengan Metodologi Penelitian


Filsafat ilmu adalah cabang dari ilmu filsafat yang termasuk dalam tataran
epistemologi. Filsafat ilmu membahas tentang ontology, epistemology, dan
aksiologi. Metodologi yang dilihat dari ilmu filsafat termasuk dalam persoalan
epistemology. Filsafat ilmu dan metodologi penelitian berada pada posisi
yang sama dalam ilmu filsafat yaitu pada tataran epistemology. Dan untuk
mencapai hasil penelitian yang valid, metodologi harus dilandasi filsafat ilmu.

13

Anda mungkin juga menyukai