Anda di halaman 1dari 5

KATEKESE:

STIPENDIUM, IURA STOLAE & OBLATIONES


Apa Pengertian Stipendium?
Istilah yang lazim digunakan dalam Kitab Hukum Kanonik
(KHK) tahun 1983; yang dimaksudkan dengan Stipendium
(Stips) adalah sumbangan
sukarela umat beriman dalam
bentuk uang kepada seorang
imam dengan permintaan agar
dirayakan satu atau sejumlah
Misa untuk ujud/intensi dari
penderma. Stipendium
merupakan balas jasa dari
penghargaan sukarela bagi sang
imam yang telah melayani suatu
kebutuhan umat beriman. Akan tetapi, bukan kewajiban
bagi umat dan imam pun tidak berhak menuntut.

Apa Pengertian Iura Stolae?


Sedangkan Iura stolae adalah sumbangan umat beriman
kepada seorang imam yang melaksanakan perayaan
sakramen (misalnya baptis, perkawinan) atau melakukan
suatu pelayanan pastoral lainnya (sakramentali) seperti
pemberkatan rumah, pemberkatan jenazah, dll. Perayaan
sakramen maupun sakramentali tersebut di luar perayaan
sakramen Ekaristi (Misa).

Apa Pengertian Oblationes?


Oblationes adalah persembahan/pemberiaan sukarela dari
umat beriman kepada Allah dalam perayaan peribadatan
ilahi dalam bentuk natura (roti, anggur, beras, makanan,
dll.) maupun dalam bentuk uang. Pemberian dalam bentuk
uang yang dikumpulkan disebut kolekte. Apabila ada umat
yang mengumpulkan sewaktu perayaan atau yang
meletakkan uang dalam amplop di atas meja altar dengan
tidak menyebut intensinya, itu bukan iura stolae atau
stipendium, melainkan kolekte persembahan yang harus
dipakai untuk kepentingan Gereja atau paroki. Oleh karena
itu, imam tidak berhak mengambilnya untuk kepentingan
pribadi.
Sejarah dan Makna Stipendium
Kebiasaan memberi stipendium pada perayaan Ekaristi
(Misa) sudah lama dipraktekan di dalam Gereja, bahkan
usianya sejak kehidupan Gereja itu sendiri. Meskipun nama
dan penafsirannya berubah-ubah selaras dengan
perkembangan zaman, tetapi intinya tetap sama, yaitu
persembahan dari umat sebagai ungkapan pemberian diri
kepada Gereja.

Menelusuri makna stipendium, baik KHK tahun 1917 dan


KHK tahun 1983 menggunakan kata yang sama meskipun
konteksnya
berbeda. Dalam
KHK KHK 1917,
berbicara tentang
stipendium diberi
judul: de oblate ad
Missae
celebrationem stipe,
sedangkan KHK
1983 dengan judul
lebih singkat
stipendium Missae.
Kata “stipe” dalam
KHK 1917 berasal
dari kata Latin stips
(stipis) yang berarti
derma, sedekah, gaji dan dari kata pendare berarti
membayar derma atau gaji.

Berbeda dengan KHK 1983, kata stips digabungkan dengan


kata kerja “offere” yang berarti menghaturkan, memberi,
mempersembahkan. Paduan kata stips dan offere berarti
memberi derma. Maka dengan demikian, makna kata
stipendium dalam KHK 1983 mempunyai arti baru yang
lebih bernuansa rohani/spiritual apabila dibandingkan
dengan KHK yang lama tahun 1917.
Mengapa Umat Memberi Stipendium atau Iura Stolae?
Tujuan orang memberi derma dalam bentuk stipendium
adalah bagi kesejahteraan Gereja dan penghidupan para
pelayannya. Selain itu, umat diajak untuk
bertanggungjawab secara ekonomis atas perkembangan
hidup Gereja dan para pelayanannya. Kanon 946
menyatakan: “Umat beriman kristiani, dengan
menghaturkan stipendium agar Misa diaplikasikan bagi
intensinya, membantu kesejahteraan Gereja dan dengan
persembahan itu berpartisipasi dalam usaha Gereja
mendukung para pelayan dan karyanya.”

Aturan KHK tentang Stipendium dan Iura Stolae


Kitab Hukum Kanonik menegaskan perihal stipendium
sebagai suatu kebiasaan/tradisi yang teruji dan merayakan
Misa sesuai dengan intensi/maksud tertentu dari penderma.

Kanon 945, § 1: “Sesuai


dengan kebiasaan
Gereja yang teruji, imam
yang merayakan
Misa atau

berkonselebrasi boleh menerima stipendium yang


dipersembahkan agar mengaplikasikan Misa untuk intensi
tertentu.”

Jelas di sini nampak unsur kewajiban dari imam untuk


merayakan Misa sesuai dengan intensinya. Imam tidak
boleh tidak merayakan Misa tanpa intensi yang dituntun
sesuai dengan maksud dari penderma. Namun demikian,
imam janganlah memiliki semangat untuk mencari
stipendium sampai melupakan tugas pelayanan kepada
umat. Demikian juga imam hendaknya melayani semua
orang dalam merayakan Ekaristi meskipun tanpa
stipendium.

Hal itu ditegaskan dalam kanon 945, § 2: “Sangat


dianjurkan agar para imam merayakan Misa untuk intensi
umat beriman kristiani, terutama yang miskin, juga tanpa
menerima stipendium.” Kerap kita mendengar keluhan umat
bahwa ada imam yang tidak rela melayani umat tertentu
karena secara ekonomis kelihatan tidak mampu memberi
stipendium. Hal ini sangat bertentangan dengan semangat
hidup seorang imam yang dipanggil oleh Tuhan menjadi
imam untuk melayani umatNya.

Kitab hukum kanonik juga menyatakan larangan imam


menuntut umatnya dalam hal stipendium dalam pelayanan
kepada umat secara tegas dinyatakan dalam kan. 848:
“Pelayan sakramen tidak boleh menuntut apa-apa bagi
pelayanannya selain persembahan (oblationes) yang telah
ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, tetapi selalu harus
dijaga agar orang yang miskin jangan sampai tidak
mendapat bantuan sakramen-sakramen karena
kemiskinannya.”

Penutup
Uang memang dibutuhkan oleh kita semua, termasuk
Gereja. Karena dengan sarana uang, kegiatan dapat berjalan
dan pelbagai pendukung dapat terbangun bagi kelancaran
karya pastoral. Akan tetapi, uang juga dapat menimbulkan
masalah jika tidak diatur dengan baik.

Maka, hal pengaturan keuangan menyangkut stipendium


dan iura stolae dalam hubungannya dengan liturgi, telah
diatur dalam Kitab Hukum Kanonik 1983 dengan tujuan
supaya tidak terjadi penyalahgunaan dan demi kebaikan
publik. Untuk itu,
wajib bagi seorang
imam jika menerima
sejumlah stipendium
dari penderma,
untuk membuat
catatan pribadi. Hendaknya, di setiap paroki tersedia buku
stipendium paroki dan pihak otoritas yang berwenang
(Ordinaris) mengawasi beban Misa yang telah dilaksanakan
(bdk. Kan. 958, § 2) dengan memeriksa buku tersebut.
*disarikan dari pelbagai sumber.

Anda mungkin juga menyukai