Anda di halaman 1dari 6

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

SEKSIO SESAREA
1. Pengertian (Definisi) Suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada perut dan
dinding rahim (Segmen Bawah Rahim= SBR)
umur kehamilan> 28 mg.
2. Anamnesis Hari pertama haid terakhir, tanda-tanda
persalinan ( kencang –kencang pada perut,
keluarnya lendir darah, keluarnya air ketuban),
merasakan gerakan janin.
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan obstetrik meliputi tinggi fundus
uteri, leopold, denyut jantung janin, kontraksi,
pemeriksaan dalam vagina.
4. Kriteria Diagnosis 1. Kriteria pasien yang akan dilakukan seksio
sesarea sesuai dengan diagnosis dan harus
dikonsultasikan dahulu ke dokter spesialis
obstetri dan ginekologi.
2. Jenis operasi:
a. Elektif (direncanakan)
- Tentukan umur kehamilan, HPM, DJJ,
gerakan janin, USG
- Maturitas paru
- Risiko kecacatan paru meningkat pada
bayi yang lahir dengan SC, tetapi risiko
ini menurun secara signifikan setelah 39
minggu, jadi SC elektif sebaiknya tidak
rutin dilakukan dibawah umur
kehamilan 39 minggu namun tergantung
dari indikasi medis.
b. Emergensi
- Persalinan pada SC emergensi untuk
indikasi maternal dan janin sebaiknya
diselesaikan secara cepat. Keputusan
untuk melakukan persalinan kurang dari
30 menit untuk kategori I dan < 75 menit
untuk kategori II.
5. Diagnosis Kerja 1. Operasi elektif
a. Indikasi Ibu
- Panggul sempit absolute belum dalam
persalinan
- Tumor-tumor jalan lahir yang
menimbulkan obstruksi
- Stenosis serviks/ vagina
- Plasenta Previa belum dalam persalinan
- DKP (Disproporsi Kepala Panggul) belum
dalam persalinan
b. Indikasi Janin
- Kelainan letak belum dalam persalinan:
letak lintang, bokong, oblique.
- Kelainan congenital yang membuat
persalinan pervaginam tidak memenuhi
syarat.
2. Operasi emergensi
A. Seksio sesarea emergensi kriteria
gawat(kategori I):
a) Indikasi janin
- Gawat janin
- Prolaps tali pusat
- Solusio Plasenta
- Ekstraksi vakum gagal
- Letak lintang kasep
- Tali pusat menumbung
b) Indikasi ibu
- Ruptur uteri/ iminens
- Impending eklamsia
- Kejang berulang pada eklamsia
- Cardiac Arrest
- Hiperstimulasi
- Letak lintang kasep
- Perdarahan antepartum banyak
dengan syok

B. Seksio sesarea emergensi kriteria tidak


gawat (kategori II):
- Induksi/stimulasi gagal
- Letak lintang dalam persalinan
- Kala II tak maju, syarat vakum
ekstraksi tak terpenuhi
- HIV-AIDS dalam persalinan, ketuban
belum pecah/ pecah < 4jam
- Menolak persalinan vaginal
- Menolak pacuan/ induksi/ stimulasi
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium: Darah rutin,HbSAg,HIV, waktu
pembekuan darah ( CT, BT/ PPT, APTT),
Golongan darah, bila dengan penyulit
dilakukan pemeriksaan kimia darah,urinalisis,
analisis gas darah dan elektrolit.
Radiology : USG, EKG dan foto polos dada ( bila
diperlukan)
8. Tata Laksana : 1. Dokter menegakkan diagnosis dan
menentukan tingkat kegawatdaruratannya
serta jenis operasi.
2. Dokter menjelaskan kepada pasien dan atau
keluarga pasien prosedur dan risiko
tindakan selanjutnya, pasien dan atau
keluarga pasien menandatangani formulir
persetujuan tindakan medis.
3. Dokter menuliskan lembaran konsultasi
kepada dokter anestesi dan dokter anak
4. Perawat atau bidan melakukan pengambilan
darah atau meghubungi petugas
laboratorium atau radiologi untuk meminta
pemeriksaan yang diperlukan.
5. Perawat atau bidan melakukan persiapan
operasi, bila operasi emergensi harus
dilakukan dalam waktu singkat. Adapun
persiapan tersebut sebagai berikut:
a. Memasang infus dan kateter tinggal.
b. Mengganti baju pasien
c. Melakukan skin test antibiotik
d. Persiapan lainnya seperti obat-obatan
yang diperlukan
e. Melaporkan kepada perinatologi akan
tindakan seksio sesarea dengan
menyebutkan indikasi.
6. Perawat atau bidan membawa pasien ke
kamar operasi.
7. Perawat kamar operasi mempersiapkan
peralatan operasi
8. Petugas anestesi serta dokter anestasi
melakukan pemeriksaan dan pemberian
premedikasi
9. Petugas anestesi atau dokter anestesi
melakukan sign in.
10.Dokter Obgin melakukan preparasi daerah
operasi
11.Dokter Obgin menutup tubuh pasien dengan
kain steril kecuali daerah operasi.
12.Perawat melakukan time out
13.Dokter Obgin melakukan irisan kulit sampai
dengan operasi selesai
14.Bayi diserahkan kepada petugas atau dokter
anak untuk dilakukan resusitasi
15.Perawat melakukan sign out
16.Operasi selesai
17.Dokter menulis laporan operasi di catatan
medik pasien
9. Edukasi : 1. Diagnosis, terapi dan prognosis baik ibu
(Hospital Health maupun bayi.
Promotion) 2. Edukasi program keluarga berencana
3. Edukasi mengenai ASI ekslusif
4. Edukasi perawatan luka operasi
5. Edukasi perawatan bayi baru lahir
6. Edukasi nutrisi ibu menyusui
10. Prognosis Tergantung dari indikasi operasi dan kondisi
pasca operasi, pada umumnya baik.
11. Tingkat Evidens A, B dan C
12. Tingkat Rekomendasi A. Persiapan
1. Informed consent atau ijin harus
diberikan secara tertulis dan dimintakan
setalah memberikan informasi sesuai
EBM, dengan menghormati pandangan,
hak, pilihan serta budaya. (C)
2. Menolak tindakan seksio sesarea
mepupakan hak ibu, walaupun tindakan
seksio sesarea lebih baik untuk ibu dan
janin. (D).
3. Pemeriksaan laboratorium berupa Darah
rutin, Kimia darah, elektrolit, urinalisis,
Golongan Darah, HbSAg dan HIV (C).
B. Perencanaan
1. Tentukan umur kehamilan, Hari Pertama
Haid Terakhir (HPHT), Denyut jantung
janin (DJJ), gerak janin dan USG (B).
2. Berikan maturitas paru bila diperlukan
(B).
3. Seksio sesarea elektif sebaiknya tidak
rutin dilakukan dibawah umur
kehamilan 38 minggu (B)
4. Pada persalina seksio sesarea darurat
untuk maternal dan fetal compromised
sebaiknya dilakukan secara tepat (C).
5. Keputusan untuk melakukan persalinan
kurang dari 30 menit, telah diterima
sebagai standar untuk keadaan darurat
dalam pelayanan maternal (C).
C. Pelaksanaan
1. Sebaiknya dipilih anestesia
regional,karena lebih aman dan hasil
lebih baik dibandingkan anestesi general
termasuk kehamilan dengan plasenta
previa (A).
2. Seksio sesarea sebaiknya dilakukan
dengan insisi absomen transversal,
karena berhubungan dengan nyeri pasca
operasi lebih rendah dan efek kosmetik
yang lebih baik dibandingkan dengan
insisi mediana (A).
3. Insisi transversal yang dipilih sebaknya
Joel Cohen atau pfanenstiel (insisi kulit
lurus, 3 cm diatas simfisis pubis,
jaringan lemak dibuka secara tumpul (A).
4. Pemilihan insisi uteri transversal di SBR
(A).
5. Pelebaran SBR dilakukan secara tumpul
(A).
6. Forceps atau vacuum hanya digunakan
bila ada kesulitan melahirkan kepala
bayi (C).
7. Oksitocin 5-10 IU diberikan secara IV
lambat (drip) untuk membantu kontraksi
(C).
8. Ergometrin 0.2 mg diberikan jika
kontraksi belum baik secara IV pelan (A).
9. Plasenta dilahirkan secara PTT bukan
secara manual untuk mengurangi risiko
endometritis (A).
10.Pengeluaran uterus tidak
direkomendasikan (A).
11.Insisi uterus dijahit 1 lapis (B).
12.Sebelum menutup peritoneum lakukan
ekslporasi kacum peritoneal dan
pastikan tidak ada perdarahan dan
cidera (A).
13.Peritoneum parietal dan viseral harus
dijahit (A).
14.Fascia dijahit secara jelujur dengan
benang absorpsi lambat (B).
15.Penutupan jaringan sub kutan tidak
perlu, kecuali kedalaman jaringan lemak
> 2cm (A).
16.Pemberian antibiotik profilaksis yang
wajib diberikan pada semua wanita yang
akan dilakukan operasi seksio sesarea:
(Rekomendasi A) dengan pilihan
antibiotik:
a. Pertama Sefalosporin generasi I:
Sefazolin (Cephazolin) 1-2 gr
b. Pilihan lain: Metronidazol 500 mg
+ Gentamisin 1.5-3mg/kgbb

- Antibiotik profilaksis diberikan dosis


tunggal sebelum operasi.
- Penetapan cefazolin dengan dosis 1000
mg atau 2000 mg tergantung dari berat
badan pasien.
- Pemberian antibiotik tambahan peroral
pasca operasi tidak diperlukan pada
pasien pasca operasi dengan kelas bersih
atau bersih kontaminasi.
- Pemberian intravena merupakan pilihan
yang tepat.
- Golongan Sefalosporin, dilakukan dilusi
dalam larutan normal salin minimal 100
ml diberikan i.v drip dalam waku 15-30
menit.
- Pemberian antibiotik profilaksis 15 – 60
menit sebelum insisi,secara praktis
diberikan saat induksi anestesi di kamar
operasi.
- Antibiotik durante operasi ditambahkan
bila terjadi perdarahan > 1500 ml atau
operasi berlangsung > 3 jam.
- Segera setelah antibiotik profilaksis
diberikan wajib mencatat pada lembar
rekam medis jenis obat, rute, dosis,
waktu, nama jelas yang memberikan.
4. Tindakan preoperasi dengan melakukan
preparasi pada vagina dengan
menggunakan povidone iodine harus
dilakukan untuk mencegah terjadi
infeksi endometritis post operasi
(Rekomendasi B).
5. Perlu dilakukan pemasangan kateter
tinggal yang menetap hingga hari ke 1
operasi untuk mencegah terjadinya
retansi urin dan infeksi saluran kencing
postoperasi ( Rekomendasi C).
6. Pemberian infus oksitosin ( 10 – 40 IU)
dalam cairan kristaloid 1 L selama 4 – 8
jam efektif mencegah atonia uteri
( Rekomendasi B).
13. Penelaah Kritis
14. Indikator
15. Kepustakaan 1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL,
Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, Casey
BM, Sheffield JS. William Obstetrics 24th
Edition 2014;
2. American Journal of Obstetricians and
Gynaecologists (AJOG). Caesarean
section. Clinical Practice Guideline 2013.
3. National Institute for Health and Care
Excellence (NICE). Caesarean section.
Clinical Guideline 2011.

Anda mungkin juga menyukai