Anda di halaman 1dari 10

DISCHARGE VAGINAL NON PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS)

I. Masalah

Seorang wanita P1A0, 28 tahun mengeluh keluar cairan keputihan menggumpal disertai gatal
di vagina dan sekitar kemaluan luar. Berhubungan seksual hanya dengan suami dan sangat
yakin bahwa suaminya tidak pernah berhubungan seksual dengan wanita lain termasuk
wanita tuna susila.

Apa yang selanjutnya anda lakukan?

Apa dugaan diagnosis anda?

Bagaimana mekanisme dan apa faktor risiko serta komplikasi penyakit ini?

Bagaimana tindakan yang akan anda lakukan?

II. Tujuan

1. Mengetahui langkah pemeriksaan pada discharge vagina


2. Mengetahui perbedaan penyebab, gejala, dan tanda discharge vagina PMS dan non
PMS
3. Mengetahui penyebab discharge vagina non PMS
4. Mampu menatalaksana discharge vagina non PMS

III. Ringkasan Kasus

Wanita P1A0, 28 tahun, keputihan gatal di vagina dan sekitar kemaluan luar. Hubungan seks
hanya dengan suami dan sangat yakin bahwa suaminya tidak pernah berhubungan dengan
wanita lain termasuk wanita tuna susila.

IV. Langkah Selanjutnya


Pada kasus di atas kita berhadapan dengan kasus discharge vagina non PMS. Dalam
menghadapi kasus discharge vagina terdapat langkah-langkah yang harus diambil. Langkah-
langkah tersebut berupa melakukan anamnesis secara lebih mendalam, pemeriksaan fisik
termasuk pemeriksaan ginekologis dan pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis
serta memberikan terapi yang tepat bagi pasien.
V. Algoritme Kasus

Pasien mengeluhkan discharge vagina

Hal – hal penting yang perlu diperhatikan


 Alasan datang dan keluhan utama pasien
 Karakteristik discharge ( perubahan, bau, onset,durasi, warna, konsistensi).
 Gejala lain yang berhubungan ( gatal, superficial dyspareunia, disuria), gejala lain yang
berhubungan dengan infeksi saluran reproduksi atas ( nyeri abdomen, deep dyspareunia,
perdarahan vaginal abnormal, disuria, demam)
 Risiko Penyakit Menular Seksual ( PMS) ( usia < 25 thn, pasangan seksual baru atau
pasangan seksual lebih dari satu pada 1 tahun terakhir).
 Penggunaan alat kontrasepsi, kondisi kehamilan, postpartum, post abortus.
 Penggunaan obat-obatan
 Kondisi medis lain (diabete s mellitus, kondisi immunocompromised)
 Penyebab non infeksi ( benda asing, ektopi serviks, polip, keganasan traktus genitalia,
penyakit kulit)

Tidak aktif secara seksual atau risiko rendah Penyakit


Menular Seksual dan tidak ada gejala yang menunjukan
infeksi saluran reproduksi bagian atas

Setuju dilakukan pemeriksaan Tidak setuju dilakukan


pemeriksaan

Terapi Empirik Terapi Empirik


Berdasarkan pH, klinis, riwayat Berdasarkan pH, klinis, riwayat
seksual dan hasil laboratorium seksual dan hasil laboratorium

pH ≤ 4.5 pH > 4.5

Keputihan non-offensive Keputihan offensive tanpa


dengan gatal  Candida  gatal  BV  terapi dengan
terapi dengan anti fungal metronidazol (first line)

Diambil dari Management of Vaginal Discharge in Non-Genitourinary Medicine Setting. Clinical


Effectiveness Unit, British Association for Sexual Health and HIV, February 2012.
VI. Pendekatan Diagnosis

Pada pendekatan diagnosis ini seorang dokter umum harus melakukan


anamnesis,pemeriksaan fisik,pemeriksaan ginekologis dan pemeriksaan penunjang
sederhana untuk menegakan diagnosis.

Anamnesis

Anamnesis harus dilakukan secara menyeluruh untuk menyingkirkan diagnosis diferensial


discharge vagina. Bila wanita datang dengan keluhan discharge vagina perlu ditanyakan
mengenai riwayat infeksi sebelumnya. Pasien dapat memiliki peyakit lainnya yang perlu
mendapatkan perhatian seperti diabetes mellitus, pasien imunocompromised ( HIV, kanker) .
Dari anamnesis dapat diketahui gejala yang ditimbulkan. Karakteristik discharge vagina perlu
ditanyakan seperti: onset, durasi, perubahan bau, warna, konsistensi, perubahan siklik,
faktor eksaserbasi (setelah berhubungan seksual). Selain itu ditanyakan gejala lain seperti:
gatal, dyspareunia, nyeri pada vulva atau vagina, disuria, perdarahan abnormal, nyeri
abdomen serta demam. Berbagai penyebab discharge vagina non PMS yaitu:

a. Penyebab non infeksi dari vaginal discharge adalah:

a. Sekresi fisiologis berlebihan

b. Benda asing

c. Alergi sabun, latex, parfum

d. Kelainan kulit berupa lichen sklerosus, psoriasis, hyperplasia sel skuamosa

e. Keganasan cerviks, vagina, vulva

b. Sedang penyebab tersering discharge vagina infeksi non PMS adalah

a. Vaginosis bacterial (LOC4A)

b. Kandidiasis vulvovaginalis (LOC4A)

c. Trikomoniasis (LOC4A)
Pemeriksaan Fisik, Ginekologis dan Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan fisik meliputi periksaan inspeksi, palpasi, pemeriksaan dalam dan inspekulo.

a. Inspeksi vulva dan vagina ( adakah ulkus, vulvitis, edema,)

b. Palpasi abdomen ( ada nyeri, teraba masa)

c. Pemeriksaan bimanual ( keadaan vulva dan vagina. Dinding vagina, serviks, uterus,
adnexa)

d. Inspekulo dengan speculum ( inspeksi keadaan dinding vagina, serviks, benda asing,
jumlah, konsistensi, warna serta bau discharge.

Pemeriksaan laboratorium :

a. Pemeriksaan pH vagina dengan menggunakan kertas pengukur pH ( pH 4-7), pada


candida pH ≤ 4.5 sedangkan pada bakterial vaginosis pH > 4.5.

b. Pemeriksaan swab vagina dan kultur dengan mengambil sampel discharge dan
diperiksakan dengan KOH 10 %, gram, BTA, miskoskopis.

IV. 1. Diagnosis Banding

IV1.1. Vaginosis Bakterial

Penyebab tersering discharge vagina, ditandai dengan pertumbuhan berlebihan dari


organisme traktus urogenitalia yaitu Gardenerella, Prevotella, Mobiluncus dan berkurangnya
lactobacillus. Vaginosis bakterial tidak dikategorikan sebagian PMS.

Prevalensi vaginosis bakterial kira-kira 10-30% wanita hamil dan 10% dari pasien praktek
umum.

Vaginosis bacterial selama kehamilan berhubungan dengan ketuban pecah dini,


khorioamnionitis, partus preterm, dan endometritis post SC.

Adanya vaginosis bacterial pada prosedur invasif seperti pemasangan IUD, biopsy
endometrium, kuretase dapat menyebabkan penyakit radang panggul. Adanya vaginosis
bakterial memudahkan penularan HIV.
IV. 1. 2. Kandidiasis vulvovaginalis

Sembilan puluh persen kasus infeksi jamur pada organ genital disebabkan oleh Candida
albicans sedang lainnya oleh jenis Candida Spp. lain (contoh C. Glabrata) atau
Saccharomyces cerevisiae. Kandidiasis vulvovaginalis tidak digolongkan sebagai PMS.

Kurang lebih 75% wanita pernah mengalami minimal satu kali episode kandidiasis
vulvovaginalis dalam hidupnya dan 5-10% mengalami lebih dari satu kali episode.

Pada pasien positif HIV dengan CD4 rendah dan viral load tinggi berhubungan dengan
kolonisasi kandida persisten dan peningkatan insidensi kandidiasis vulvovaginalis.

IV. 1. 3. Trikomoniasis

Penyebab trikomoniasis adalah vaginalis, termasuk golongan protozoa. Meskipun sering


digolongkan sebagai PMS tetapi akan dibahas di modul ini karena sering tidak ada riwayat
hubungan seksual yang berisiko.

Prevalensi yang pasti tidak diketahui tetapi berkisar 10-35 % di klinik yang melayani
penyakit menular seksual. Trikomoniasis berhubungan dengan peningkatan penularan HIV
pada wanita.

Manifestasi gejala dan Diagnosis

Table 1. Gambaran gejala dan diagnosis laboratorium


Bacterial vaginosis Candidiasis Trichomoniasis

 Tidak  Tidak  Sering


Transmisi
dikategorikan dikategorikan dikategorikan
seksual
sebagai PMS sebagai PMS sebagai PMS

Faktor  Sering absen  Sering absen  Pasangan seks


predisposisi multiple
 Lebih sering bila  Lebih sering bila
aktif secara seksual
Table 1. Gambaran gejala dan diagnosis laboratorium
Bacterial vaginosis Candidiasis Trichomoniasis
 Pasangan seks aktif secara seksual
baru
 Penggunaan
 Penggunaan IUD antibiotika akhir-
akhir ini

 Kehamilan

 Kortikosteroid

 Diabetes tak
terkontrol

 Daya tahan
tubuh lemah

 Vaginal discharge  Vaginal  Vaginal discharge


discharge
 Bau amis  Gatal
 Gatal
 50%  Dysuria
asymptomatic  External dysuria
 10–50%
Gejala
 Superficial asymptomatic
dyspareunia

 sampai 20%
asymptomatic

 Discharge putih  Discharge putih,  Discharge putih


abu-abu tipis tebal, menggumpal kekuningan berbuih

 Erythema dan  Erythema vulva


Tanda
edema vagina dan dan cervix
vulva (“strawberry
cervix”)

pH Vaginal  >4.5  <4.5  >4.5

Swab vagina  PMNs  Budding yeast  Protozoa motil


berflagella (38–82%
Table 1. Gambaran gejala dan diagnosis laboratorium
Bacterial vaginosis Candidiasis Trichomoniasis
 Clue cells  Pseudohyphae sensitivity)

 Clue cells  PMN  PMN

 Flora normal  Budding yeast  Trichomonas


berkurang
 Pseudohyphae
Pengecatan
 Predominant
Gram
Gram-negative
curved bacilli and
coccobacilli

Whiff test  Positive  Negative  Negative

 Metronidazole  Antifungal  Metronidazole


Pilihan
terapi  Clindamycin  Terapi pasangan

VI. Penatalaksanaan dan Terapi

Bakterial vaginosis

Tabel Terapi Vaginosis bakterial


Asymptomatic

Terapi tidak diperlukan kecuali

 Riwayat persalinan preterm

 Sebelum insersi IUD

 Sebelum operasi atau prosedur ginekologi

Symptomatic

Utama

 Metronidazole 500 mg PO bid selama 7 hari

 Metronidazole gel 0.75%, satu aplikator (5 g) sekali sehari intravaginal 5 hari


 Clindamycin cream 2%, satu aplikator (5 g) sekali sehari intravaginal 7 hari

Alternatif

 Metronidazole 2 g PO in a single dose

 Clindamycin 300 mg PO bid selama 7 hari

Tabel Terapi recurrent bacterial vaginosis


 Metronidazole 500 mg PO bid selama 10-14 hari
 Metronidazole gel 0.75%, satu aplikator (5 g) sekali sehari selama 10 hari,
dilanjutkan terapi supresif metronidazol gel dua kali seminggu selama 4-6 bulan.
Terapi Pada Wanita hamil

Menurut American College of Obstetricians and Gynecologist ( ACOG) rekomendasi terapi


Bakterial Vaginosis selama kehamilan adalah:

 Clindamycin

o 2% intravagina cream 5 gr, selama 7 hari sebelum tidur.

o Tablet 300 mg per oral per 12 jam selama 7 hari atau

o Intravaginal ovula 100 mg sekali sehari sebelum tidur selama 3 hari.

 Atau Metronidazole:

o 0.75% gel intravagina selama 5 hari

o Tablet 500 mg per oral dua kali sehari selama 7 hari.

Kandidiasis vulvovaginitis

Tabel Terapi uncomplicated vulvovaginal candidiasis


Asymptomatic

Terapi tidak diperlukan

Symptomatic
 Intravaginal, golongan azole ovula atau cream (mis: clotrimazole, miconazole)

 Fluconazole 150 mg PO dosis tunggal. (Kontraindikasi pada kehamilan)


 Azole topical mapun oral sama-sama efektif. Efektifitasnya 80–90%.
 Pada sebagian besar kasus sembuh dalam 2–3 hari

Terapi Pada Wanita hamil

Pada kehamilan kandidiasis vulvovaginalis sering berhubungan dengan gejala yang


memberat dan perubahan gejala dapat membutuhkan terapi yang lama. Hanya terapi dengan
Topikal Azole dapat diberikan pada wanita hamil. Terapi antara lain:

 Imidazole cream dan ovula intravaginal

Wanita hamil  terapi

Pada kasus rekuren

Gambar-gambar: clue cell, hifa

Trikomoniasis

Table terapi trikomoniasis


 Metronidazole 2 g, single dose
 Metronidazole 500 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari
 Efaktifitas kedua regimen berkisar 82–88% meningkat menjadi 95% bila pasangan
juga diterapi

 Metrondidazol Intravaginal gel tidak efektif

Terapi Pada Wanita hamil

Menurut American College of Obstetricians and Gynecologist ( ACOG) rekomendasi terapi


Bakterial Vaginosis selama kehamilan adalah:

 Clindamycin

o 2% intravagina cream 5 gr, selama 7 hari sebelum tidur.

o Tablet 300 mg per oral per 12 jam selama 7 hari atau

o Intravaginal ovula 100 mg sekali sehari sebelum tidur selama 3 hari.

 Atau Metronidazole:
o 0.75% gel intravagina selama 5 hari

o Tablet 500 mg per oral dua kali sehari selama 7 hari.

Prognosis

Dengan penatalaksanaan yang baik kasus discharge vagina dapat sembuh tanpa komplikasi.

Referensi

Edmonds K (Ed). Dewhurst's Textbook of Obstetrics and Gynaecology, 7th Edition. 2009,
Wiley-Blackwell, London

Luesley DM, Baker PN(Editor)Obstetrics and Gynaecology: An evidence-based text for


MRCOG, second edition. 2014, Wiley-Blackwell, London

Anda mungkin juga menyukai