Anda di halaman 1dari 17

Memanfaatkan Film Sebagai Materi Autentik Didalam Pengajaran Bahasa Inggris

Pritz Hutabarat

Universitas Kristen Maranatha


Abstract

Kepopuleran film-film Holiwood di masyarakat Indonesia memiliki potensi yang sangat besar
didalam membentuk pola pikir masyarakat. Gemarnya masyarakat menonton film Holiwood
harus dapat dicermati sebagai peluang didalam menanamkan pendidikan yang baik bagi
generasi penerus bangsa, termasuk didalam hal pendidikan bahasa Inggris sebagai bahasa
Internasional yang mutlak dikuasai oleh generasi penerus bangsa. Kemampuan berkomunikasi
dalam suatu bahasa dapat diperoleh baik melalui proses belajar secara sadar maupun diperoleh
secara langsung seperti melalui kebiasaan menggunakan bahasa tersebut sehari-hari. Menonton
film berbahasa Inggris merupakan salah satu sarana pembelajaran bahasa secara tidak
terencana karena penyerapan bahasa terjadi secara tidak sadar untuk selanjutnya dapat
digunakan dalam sebuah komunikasi. Studi ini akan menginvestigasi peran film berbahasa
Inggris secara khusus didalam pemerolehan bahasa Inggris baik sebagai sarana pembelajaran
terencana maupun tidak terencana, kelebihan dan kekurangan acara televisi sebagai media
pendidikan bahasa Inggris, dan strategi pembelajaran dengan memanfaatkan acara televisi
sebagai media pembelajaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat memberikan
masukan didalam pemanfaatan kegiatan menonton film berbahasa Inggris untuk menunjang
pendidikan bahasa, khususnya bahasa Inggris bagi siswa Indonesia. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa menonton film berbahasa Inggris memiliki potensi untuk digunakan
dalam pendidikan bahasa terutama didalam meningkatkan kemampuan mendengar dan
berbicara dalam bahasa Inggris. Kekurangan utama dari menggunakan film sebagai materi
belajar berhubungan dengan kelayakan kandungan bahasa dalam beberapa film terutama dari
segi kesopanan dan kesesuaian usia. Strategi pembelajaran bahasa Inggris menggunakan film
meliputi tiga tahapan, yaitu pre, while, dan post watching.

Kata kunci: film, proses pemerolehan bahasa, pembelajaran bahasa


Pendahuluan

Penggunaan film sebagai bahan pengajaran Bahasa Inggris di Indonesia masih sangat terbatas.
Penelitian yang dikhususkan pada area integrasi film dalam kegiatan pembelajaran Bahasa asing
khususnya Inggris di Indonesia juga masih sangat minim. Oleh karena itu artikel ini bertujuan untuk
memberikan kontribusi pada kajian aplikatif penggunaan media film dalam pembelajaran sehingga
dapat membantu guru Bahasa Inggris untuk menggunakan media film dalam pengajarannya.
Penggunaan film sebagai bahan ajar diharapkan dapat memberikan pengalaman belajar yang
menyenangkan bagi siswa (Donaghy, 2014). Penggunaan film dalam pengajaran di sekolah juga dapat
meningkatkan relevansi kehidupan sekolah peserta didik dengan kehidupan luar sekolah mereka.

Fenomena yang lainnya adalah terjadinya pemerolehan kata, khususnya dalam bahasa Inggris,
yang tidak tepat dalam penggunaannya. Misalnya penggunaan kata umpatan yang lazim dipertotonkan
oleh film-film Holiwood seringkali ditiru oleh anak-anak kita tanpa mengetahui kepantasan dan
kesesuaian konteks pada penggunan kata-kata tersebut dalam berkomunikasi. Proses penyerapan bahasa
Inggris seperti ini sesuai dengan fenomena pemerolehan bahasa yang tanpa disertai dengan
pembelajaran kaidah-kaidah bahasa tersebut. Ketika kita berusaha untuk menguasai suatu bahasa, kita
secara tidak sadar menyerap kata-kata dalam dialog bahasa target dan menggunakannya dalam
komunikasi sehari-hari tanpa mempelajari secara lebih mendalam tentang kesesuaian penggunaan kata
tersebut dengan konteks komunikasi. Hal ini sesuai dengan teori pemerolehan bahasa yang
dikemukakan oleh Krashen (Krashen, 1981).

Disisi lain, kita melihat munculnya pembicara-pembicara public yang masih berusia belia.
Mereka dengan fasihnya mengelaborasi ide-ide cemerlang mereka. Informasi yang tersedia di layar
televisi telah memampukan mereka penjadi orator ulung di pentas nasional. Meskipun pengaruh dari
menonton televisi sejak usia dini masih menjadi perdebatan, pada beberapa penelitian menunjukkan
bahwa menonton program televisi yang sesuai dengan usia anak dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi reseptif anak (Close, 2004). Lebih jauh lagi, kemampuan bahasa asing anak-anak Indonesia
juga tergolong baik dikawasan asia tenggara, khususnya di negara yang Bahasa Inggris merupakan
bahasa asing (First, 2014). Melalui media televisi kita juga dapat belajar tentang dialek yang berbeda-
beda dari seluruh Indonesia sehingga memperkaya khazanah kebahasaan kita secara umum.

Pembahasan tentang penggunaan televisi sebagai media belajar bahasa dalam penelitian ini
akan difokuskan pada peranannya pada proses pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing di
Indonesia. Penelitian ini bermaksud untuk mengelaborasi berbagai potensi dan resiko dari penggunaan
televisi didalam pembelajaran bahasa Inggris. Beberapa rancangan pengajaran juga akan diberikan
untuk membantu guru dan siswa didalam proses belaja mengajar. Untuk itu penelitian ini diarahkan
oleh pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah kelebihan dan kekurangan dari penggunaan media TV didalam pendidikan bahasa baik
bahasa Indonesia maupun bahasa asing (Inggris)?
2. Bagaimanakah pemanfaatan TV sebagai media pendidikan bahasa?

Penelitian ini menggunakan dua teori utama sebagai bahan referensi didalam pembahasannya
yaitu teori tentang pemerolehan dan bahasa dan teori tentang penggunaan media didalam proses
pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Inggris. Konsep pemerolehan bahasa masih merupakan hal
yang diperdebatkan dikalangan ahli bahasa. Berbagai teori dikembangkan untuk menjawab bagaimana
proses terjadinya pemerolehan bahasa baik bahasa pertama maupun bahasa kedua atau asing. Beberapa
teori yang populer antara lain dikemukakan oleh Chomsky, Krashen, Ellis, dan Hymes. Meskipun
semua teori tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, mereka memberikan pandangan yang
komprehensif didalam mejelaskan fenomena pemerolehan bahasa.

Tata bahasa universal (Universal Grammar)

Chomsky menjelaskan fenomena penguasaan bahasa dalam suatu konsep yang berasumsi
bahwa kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa adalah sesuatu yang unik dimiliki oleh
spesies manusia yang tertanam dalam genetika manusia. Kemampuan berkomunikasi ini ditunjang oleh
adanya seuah sistem terintegrasi yang berada di otak manusia. Adanya sistem ini menyebabkan manusia
dapat mengidentifikasi tata bahasa dari bahasa yang digunakan dalam komunitasnya. Chomsky
mendasarkan temuannya pada kurangnya stimuli yang diberikan kepada anak-anak sedangkan pada
faktanya anak-anak mampu memproduksi ujaran yang jauh melebihi input yang diberikan lingkungan
padanya, terutama dalam hal tata bahasa. Dalam prakteknya hal ini dapat dengan mudah dilihat dari
proses penguasaan bahasa ibu. Dalam proses penguasaan bahasa ibu, anak-anak tidak mendapatkan
pelajaran formal mengenai tata bahasa, akan tetapi mereka dapat dengan benar menyusun kata untuk
berkomunikasi dengan orang sekitarnya. Hal ini menjelaskan bahwa ada suatu sistem operasional yang
tertanam di otak manusia yang memampukan mereka untuk mengerti dan berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa.

Hipotesa Krashen

Krashen menjelaskan fenomena pemerolehan bahasa kedua ataupun bahasa asing dalam lima
buah hipotesa. Hipotesa pertama menyatakan bahwa adanya dua proses yang berbeda didalam
penguasaan suatu bahasa, proses pemerolehan dan proses belajar. Perbedaan diantara keduanya terletak
pada ada atau tidaknya maksud atau unsur kesengajaan didalam prosesnya. Suatu pemerolehan
(acquiring) bahasa itu ditandai dengan ketiadaan maksud (unintentionally) untuk mempelajari suatu
bahasa. Hal ini jelas terlihat dalam penguasaan bahasa ibu atau bahasa pertama. Setiap orang, dengan
mengabaikan ketidakmampuan fisik dan psikis, akan mampu berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa ibunya tanpa harus mengikuti kelas bahasa atau pun belajar secara intensional. Sedangkan proses
penguasaan melalui proses belajar (learning) ditandai dengan adanya niat atau maksud baik secar
implisit maupun ekspisit untuk dapat menguasai suatu bahasa.

Hipotesa kedua berhubungan dengan tingkatan atau urutan penguasaan suatu bahasa. Krashen
berpendapat bahwa urutan atau tingkatan penguasaan suatu bahasa itu mengikuti suatu urutan tertentu
yang relatif sama antara satu orang dan orang yang lain. Dia mencontohkan bahwa bagi penutur bahasa
Inggris, kemampuan menggunakan kata kerja kontinu (swimming) akan lebih awal dibandingkan
dengan kemampuan menggunakan kata kerja dengan subjek orang ketiga tunggal (swims).

Hipotesa ketiga berhubungan dengan peranan pengetahuan tentang tata bahasa untuk me
monitor output didalam proses produksi ujaran maupun tulisan. Menurut hipotesa ini pengetahuan tata
bahasa ini berfungsi untuk memastikan ketepatan tata bahasa dalam setiap ujaran ketika atau bersamaan
waktu dengan ketika berbicara. Ada beberapa kategori pelajar L2 berdasarkan hipotesa ini yaitu under-
users, optimum-users, dan over-users. Under-users adalah mereka yang tidak atau jarang sekali
memeriksa ketepatan tata bahasa ketika berbicara meskipun mereka seolah-olah lancar didalam
berkomunikasi. Didalam kelas bahasa, under-users kelihatannya sangat percaya diri meskipun mereka
membuat banyak kesalahan tata bahasa dan cara pengucapan. Akibatnya mereka sangat sulit membuat
kemajuan yang signifikan karena mereka menganggap bahwa ketepatan tata bahasa bukanlah hal yang
utama. Mereka lebih mengutamakan kelancaran didalam berkomunikasi dibandingkan dengan
keakuratan dalam tata bahasa. Pelajar L2 yang termasuk dalam kategori over-users memiliki sifat yang
kebalikan dari under-users. Mereka sangat khawatir dengan tata bahasa mereka, sehingga mereka
memerlukan banyak waktu untuk berpikir sebelum mereka berbicara. Akibatnya mereka kelihatan tidak
lancar didalam berkomunikasi dalam bahasa asing atau bahasa kedua. Mereka sangat takut salah,
sehingga mereka sungkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang melibatkan aktivitas berbicara
dengan orang lain. Pelajar L2 yang ideal adalah optimum-users. Mereka peka terhadap keakuratan
ujaran mereka, tetapi mereka tidak akan membiarkan proses monitoring mereka mengganggu
kelancaran mereka didalam berkomunikasi. Optimum-users tidak ragu untuk berpartisipasi dalam
aktivitas yang melibatkan mendengar dan berbicara karena mereka sadar bahwa mereka harus berani
mencoba untuk membuat ujaran yang secara tata bahasa benar.

Hipotesa keempat berhubungan dengan peranan input yang kompresensif didalam proses
penguasaan bahasa asing atau bahasa kedua. Menurut Krashen, diperlukan input yang komprehensif
atau dimengerti untuk mendukung proses penguasaan bahasa. Lokiganya apabila input yang diberikan
tersebut tidak dapat dimengerti oleh pelajar L2 maka mereka tidak dapat mencerna arti yang terkandung
dalam ujaran atau kata tersebut. Akibatnya mereka hanya mampu mengucapkan saja tanpa mengerti
makna kata yang diucapkan. Pembelajaran kata seperti ini tidak membuat kata tersebut “tinggal”lama
di otak karena sewaktu “masuk” ke otak hanya berupa input suara dan wujud tanpa kandungan makna
yang lebih lama tersimpan di otak manusia. Seperti ketika kita mampu mengungkapkan arti sebuah kata
yang katanya sendiri kita lupa. Hal itu menunjukkan bahwa pengertian atau makna sebuat ungkapan
lebih lama tertanam di ingatan kita. Oleh karena itu didalam proses belajar mengajar, guru harus
mengajarkan ungkapan atau kosakata baru didalam konteks yang dimengerti oleh siswa. Penghapalan
makna kata tanpa konteks tidak banyak membantu siswa menguasai suatu bahasa.

Hipotesa kelima berhubungan dengan aspek psikologis didalam pembelajaran sebuah bahasa.
Suasana hati yang santai dan tidak tegang dipercaya dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa
meskipun secara umum kepribadian siswa sangat berperan didalam menentukan motivasi belajarnya.
Apabila siswa tersebut sangat sensitive terhadap pendapat orang lain terutama yang menyangkut
kemampuan/ketidakmampuannya dalam berbahasa asing, maka pelajar L2 tersebut bisa terhambat
perkembangannya. Hal ini disebabkan karena secara psikologis mereka akan sangat berhati-hati
didalam membuat ujaran karena mereka takut salah, hal ini berimbas pada lambatnya kemajuan siswa
dalam berkomunikasi. Sikap takut salah yang berlebihan membawa dampat yang negative terhadap
motivasi belajar siswa. Untuk itu guru harus sensitive terhadap faktor kejiwaan siswanya agar tidak
mengatakan hal-hal yang akan melemahkan siswanya misalnya dengan memberikan kritik yang terlalu
tajam meskipun benar dan bermaksud untuk membangun. Siswa yang tingkat sensitivitasnya rendah
akan sulit terpengaruh oleh lingkungan sehingga mereka tidak malu-malu untuk mencoba membuat
ujaran meskipun sering salah.

Kemampuan Komunikasi (Communicative Competence)

Beberapa ahli tata bahasa menghubungkan antara penguasan bahasa dengan kemampuan
berkomunikasi. Hymes seperti dikutip Saville-Troike menyatakan bahwa siapapun yang dapat
memproduksi suatu ujaran dalam konteks yang bebas dengan tata bahasa yang benar dapat dikatakan
memiliki kemampuan komunikasi (Saville-Troike, 2006). Konsep ini menyatakan bahwa untuk dapat
berkomunikasi dengan baik maka seseorang tidak hanya mengetahui tentang tata bahasa, kosakata,
maupun cara pengucapan yang benar melainkan juga harus mengetahui kapan dan bagaimana suatu
ujaran itu dapat diterima oleh komunitas penggunanya. Hal ini menyangkut aspek sosial dari suatu
bahasa yang memiliki fungsi strategis dalam hubungan antar individu didalam suatu komunitas.

Dalam masyarakat yang multi-bahasa maka peran tiap-tiap bahasa tergantung pada fungsi dari
bahasa tersebut dalam komunitas tertentu. Kemampuan dari seorang pelajar L2 akan berbeda dari
kemampuan bahasa dari penutur asli, meskipun pelajar L2 dapat saja telah menguasai semua aspek
tatabahasa dari bahasa kedua. Aspek sosial dan rasa yang terkandung dalam bahasa kedua sering kali
hanya dapat dimengerti dan dirasakan oleh penutur aslinya. Tentu saja ini tidak berarti bahwa pelajar
L2 tidak akan mampu berkomunikasi dengan penutur asli. Hal ini hanya menyatakan bahwa aka nada
keterbatasan didalam pengertian dari pelajar L2 pada beberapa ujaran dalam bahasa target terutama
yang berhubungan dengan nilai dan budaya.

Pengajaran Bahasa Inggris di Indonesia

Bahasa Inggris sebagai salah satu bahasa internasional telah dipelajari di Indonesia sebagai
bahasa asing selama bertahun-tahun. Berbagai pendekatan dan strategi telah dicoba untuk lebih
meningkatkan kualitas penguasaan Bahasa Inggris siswa-siswa kita, meskipun sampai sekarang
kemampuan bahasa Inggris siswa Indonesia masih tergolong rendah dan tidak merata. Di beberapa kota
besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan kemampuan bahasa Inggris siswa kita cukup baik,
hal ini berbeda dengan kualitas penguasaan bahasa Inggris siswa daerah. Hal ini disebabkan oleh
banyak faktor seperti kurangnya materi ajar, kurang memadainya fasilitas sekolah dan ketidaksediaan
tenaga pengajar yang berkualitas. Banyak siswa sekolah harus mengikuti kursus bahasa Inggris di luar
sekolah untuk membantu mereka mengingkatkan kemampuan mereka dalam berbahasa Inggris.

Secara umum Anthony mengungkapkan adanya tiga konsep yang berbeda didalam pembahasan
proses belajar mengajar, yaitu pendekatan (approach), metode (method), dan teknik (techniques).
Pendekatan merujuk pada asumsi yang mendasari pengertian kita tentang bahasa, proses pembelajaran
dan pengajaran. Metode didefinisikan sebagai keseluruhan rencana untuk dapat memberikan penjelasan
tentang suatu bahasa berdasarkan pendekatan tertentu. Sedangkan teknik adalah aktivitas yang
dilakukan di dalam kelas bahasa yang sesuai dengan metode maupun pendekatan tertentu untuk
membantu siswa didalam proses pembelajaran bahasa (Brown, 2001). Jack Richards dan Theodore
Rodgers (1982, 1986) memberikan warna lain dari konsep yang dikemukakan oleh Anthoy tersebut
dengan mengajukan tiga konsep yang sedikit berbeda khususnya dalam pengertian metode. Mereka
coba memberikan nama yang berbedari yang Anthony berikan yaitu pendekatan (approach),
perancangan (design), dan prosedur (procedure) dan istilah yang memayungi ketiga konsep ini adalah
metode (method). Pendekatan didefinisikan sebagai asumsi, keyakinan, dan teori tentang bahasa dan
proses pembelajaran bahasa. Perancangan adalah bagaimana menghubungkan antara teori, keyakinan,
dan asumsi tersebut dengan aktivitas dan materi yang digunakan di kelas. Prosedur adalah teknik dan
cara mengajar yang sesuai dengan asumsi dan teori yang dituliskan pada rancangan pembelajaran
(Brown, 2001).

Beberapa metode pengajaran bahasa Inggris


Harmer menjelaskan beberapa metode pengajaran bahasa Inggris yang lazim digunakan di
berbagai negara antara lain Metode terjemahan tata bahasa (Grammar-translation), Metode langsung
(Direct method), Metode audiolingual (Audiolingualism), PPP (Presentation, Practice, Production),
Metode komunikatif (Communicative language teaching), Metode berbasis tugas (Task-based
learning), dan Pendekatan kosakata (Lexical approach) (Harmer, 2007).

Metode terjemahan tata bahasa (Grammar-translation) menekankan pada proses penerjemahan


dari bahasa target atau bahasa kedua ke bahasa pertama siswa. Dengan menterjemahkan tata bahasa
target diharapkan siswa dapat menghubungkannya dengan tata bahasa yang terdapat pada bahasa
pertama mereka sehingga diharapkan siswa dapat mengerti cara membentuk kalimat dengan
menggunakan bahasa kedua. Metode ini mengutamakan keakuratan didalam pembuatan kalimat,
khususnya tertulis. Metode lansung (Direct method) adalah kebalikan dari Metode terjemahan. Menurut
metode langsung, siswa dan guru hanya boleh menggunakan bahasa target di dalam kelas. Proses
penerjemahan sangat dilarang dalam metode ini. Metode langsung berkembang dengan pesat khususnya
ketika banyak penutur asli yang mulai berkelana dan menjadi guru bahasa Inggris tanpa memiliki
pengetahuan tentang bahasa pertama siswanya. Metode audiolingual merupakan penyempurnaan dari
metode lansung dimana guru bertugas untuk memotivasi siswanya agar mau terlibat secara aktif di kelas
dan mau mencoba untuk berbicara dengan menggunakan bahasa target di kelas. Metode audio-lingual
menekankan pada kemampuan berbicara dan perlunya latihan mekanis untuk membantu siswa dapat
mengucapkan kalimat dengan benar. Seringkali siswa diminta untuk mengulang kalimat beberapa kali
dan membuat kalimat yang serupa.

PPP (Presentation, Practice, Production) merupakan pengembangan dari metode audio-


lingual. PPP membuat suatu rancangan terstruktur dalam proses belajar mengajar di kelas. Pada awal
pelajaran guru akan mendemonstrasikan struktur kalimat yang akan dipelajari, kemudian murid akan
menirukan guru. Setelah siswa dianggap mampu maka guru meminta mereka untuk membuat kalimat
yang serupa tetapi dengan kosakata yang berbeda. Pada tahap latihan (practice) siswa diminta untuk
menyelesaikan sebuah lembar kerja baik secara individu, berpasangan, maupun berkelompok untuk
melatih mereka menggunakan tata bahasa yang baru saja mereka pelajari. Proses produksi (production)
mendorong siswa untuk dapat menggunakan tata bahasa yang baru mereka pelajari dalam situasi yang
lebih nyata dan relevan bagi kehidupan mereka. Pada tahap produksi aktivitas yang disarankan berupa
bermain peran (role play). Pendekatan ini berkembang dengan sangat pesat, kita bahkan dapat melihat
beberapa institusi bahasa Inggris masih menggunakan dan mengembangkan metode ini.

Metode komunikatif (Communicative language teaching)

Metode komunikatif menekankan pada bagaimana bahasa tersebut digunakan dalam


berkomunikasi. Pengulangan kalimat yang merupakan mantra pada pendekatan PPP tidak lagi
dilakukan karena tidak mengandung unsur komunikasi yang sebenarnya. Kegiatan bermain peran yang
pada metode PPP disimpan pada tahap akhir menjadi kegiatan utama pada pendekatan komunikatif.
Guru akan mendorong terjadinya komunikasi yang relevan dan nyata bagi semua muridnya. Kelancaran
(fluency) menjadi tujuan utama dari metode ini. Meskipun tidak meniadakan pengajaran tata bahasa
(grammar), metode ini tidak menekankan pada aspek keakuratan ujaran. Tantangan yang dihadapi oleh
pengajar adalah bahwa ia harus memiliki pengetahuan yang cukup hamper disetiap bidang kehidupan
agar dia bisa membangun komunikasi dengan siswanya. Metode ini mendorong penggunaan penutur
asli (native speaker) sebagai pengajar dengan harapan dapat mengajarkan beberapa ungkapan yang asli
sesuai dengan target bahasa yang dipelajari. Metode ini banyak mendapatkan kritik karena kurangnya
peran guru didalam pengajaran. Guru seringkali dipandang hanya sebagai mediator bagi kegiatan
bermain peran dimana siswa menghabiskan waktu dengan berbicara didalam suatu kelompok bukannya
mendengarkan penjelasan dari sang guru.

Metode berbasis tugas (Task-based learning)

Metode ini didasari oleh asumsi bahwa siswa akan mempelajari sebuah bahasa melalui aktivitas
yang berupa tugas yang relevan dengan kehidupannya. Pengetahuan kebahasaan (linguistic knowledge)
akan secara otomatis berkembang atau dipelajari dan digunakan ketika siswa mencoba untuk
menyelesaikan tugas yang didesain oleh guru. Contoh aktivitas dikelas dapat berupa siswa ditugaskan
untuk membeli kebutuhan sehari-hari di sebuah toko. Untuk itu siswa akan bekerja secara berkelompok
untuk menyusun percakapan yang dibutuhkan ketika hendak berbelanja di toko. Setelah mereka berhasil
membeli barang yang bereka butuhkan maka guru kemudian memberikan masukan yang berhubungan
dengan tata bahasa, kosa kata, maupun pengucapan yang siswa lakukan ketika bermain peran untuk
membeli kebutuhan sehari-hari di toko. Secara sederhana orang menganggap bahwa metode ini
merupakan kebalikan dari metode PPP.

Pendekatan kosakata (Lexical approach)

Pendekatan ini menekankan pada pengajaran kelompok (chunks) kata yang sering digunakan
dalam berkomunikasi. Pendekatan ini percaya bahwa siswa akan lebih cepat berkomunikasi jika mereka
memiliki perbendaharaan kosakata, khususnya kelompok kata yang cukup. Suatu kalimat tidak
dianalisa berdasarkan struktur tata bahasnya melainkan berdasarkan kosakatanya. Siswa akan coba
menghapalkan kosakata yang digunakan dalam berbagai situasi yang diberikan oleh guru sehingga
diharapkan siswa dapat secara alamiah memproduksi ujaran yang tepat dan berterima.

Berbagai jenis media yang digunakan dalam pengajaran bahasa Inggris

Secara tradisional Richards dan Rodgers (1986) menjelaskan tentang peranan bahan ajar didalam
proses belajar mengajar, khususnya yang menekankan pada kemampuan berkomunikasi adalah:
• Bahan ajar akan mengarahkan focus siswa pada kemampuan untuk didalam pemahaman,
ekspresi, dan bernegosiasi.
• Bahan ajar akan mengarahkan perhatian utama proses belajar pada informasi yang dimengerti,
relevan, dan berbagi informasi daripada pada tata bahasa.
• Bahan ajar menggabungkan berbagai teks yang berbeda dan berbagai media yang dapat
digunakan siswa untuk mengembangkan
Language laboratories, videos,
kemampuannya melalui berbagai computer, PowerPoint
aktivitas dan tugas (Nunan, 2000).
Cassette recorders, OHPs,
photocopies
Teknologi telah lama digunakan didalam
pengajaran bahasa. Hadfield menggambarkan Whiteboards, books
penggunaan teknologi ini dalam bentuk piramida
terbalik dengan bagian bawah tanpa alat dan Paper and pens
bagian paling atas terdiri dari laboratorium
bahasa, video, computer, PowerPoint (Harmer, Blackboard

2007). Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa media


elektronik memiliki peranan yang signifikan bagi Nothing

pembelajaran bahasa. Banyak sekolah yang sudah


Bagan 1 Piramida terbalik teknologi
dilengkapi dengan laboratorium bahasa yang canggih
untuk mendukung proses belajar mengajar. Akan tetapi masih banyak sekolah di Indonesia yang masih
sangat sederhana didalam pemanfaatan teknologi di dalam kelas. Teknologi sebaiknya tidak dilihat
sebagai faktor penentu keberhasilan proses belajar mengajar, melainkan hanyalah alat untuk membantu
proses belajar. Guru dan siswa harus kreatif didalam memanfaatkan sumber daya apapun yang mereka
miliki untuk membantu mereka didalam mempelajari bahasa Inggris. Ketiadan alat janganlah menjadi
penghalang untuk mengembangkan kemampuan berbahasa Inggris siswa dan guru.

Sesuai dengan Bagan 1, maka video termasuk video film merupakan salah satu media yang paling
popular dan berpotensi untuk digunakan sebagai media pembelajaran bahasa Inggris.

Film sebagai media didalam pengajaran bahasa Inggris

Film sebagai salah satu karya kreatif manusia memiliki keunggulan untuk digunakan sebagai
media didalam pendidikan bahasa Inggris karena mengandung ragam bahasa tulis (berbentuk teks) dan
lisan (dalam percakapan atau ujaran). Selain itu film juga mampu menghadirkan ekspresi wajah dan
bahasa tubuh yang tidak dapat terlacak di alat pendengar audio seperti kaset atau CD. Program televisi
banyak sekali menyiarkan film, baik fiksi maupun non fiksi dan hal ini menjadikan film sebagai sumber
otentik bahasa Inggris yang sangat berharga.
Beberapa kelebihan dan kekurangan dari menggunakan film sebagai media pendidikan bahasa
Inggris antara lain:

1. Belajar melalui film sangat menyenangkan dan juga menantang


Aktivitas menonton film adalah suatu aktivitas yang bagi sebagian orang adalah hobi. Ketika kita
menonton film kita seakan-akan menyaksikan suatu kejadian secara langsung. Di zaman sekarang
ini, film dan televisi sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya kita semua dan karena
itu mengintegrasikan film dan TV ke dalam pengajaran bahasa Inggris merupakan hal yang wajar
dan baik untuk dilakukan. Hal ini sesuai dengan hipotesa Krashen yang menyatakan bahwa aspek
afeksi dari siswa harus diperhatikan. Siswa hendaklah belajar dalam kondisi yang santai dan tidak
mencemaskan.
2. Film merupakan sumber otentik dari bahasa Inggris
Percakapan ataupun dialog yang terdapat di film ataupun program televisi mengandung ujaran
yang asli dan otentik. Program documenter khususnya mengandung ragam bahasa yang secara
alamiah dapat dijumpai di masyarakat penutur asli. Berbagai variasi bahasa juga dapat dipelajari
melalui fim dan program televisi yang pada akhirnya berkontribusi pada kekayakan khazanah
kebahasaan siswa kita. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapakan oleh Hymes dimana dalam
mempelari suatu bahasa kita tidak bisa terlepas dari kemampuan berkomunikasi yang mengandung
unsur lain selain dari tata bahasa dan kosakata. Nilai sosial dan interaksi sosial dalam suatu
komunitas juga harus mendapatkan perhatian ketika sedang mempelajari suatu bahasa.
3. Film memberikan konteks visual
Kemampuan televisi memberikan konteks visual sangat penting didalam pengajaran bahasa Inggris
terutama didalam mendapatkan pengertian yang lebih utuh tentag percakapan yang terjadi di suatu
film atau acara televisi.
4. Film merupakan suatu alternative bahan yang memiliki bermacam genre (Donaghy, 2014). Dengan
keanekaragaman genre ini memberikan guru dan siswa banyak pilihan tayangan untuk digunakan
sebagai media pendidikan bahasa, jadi siswa dan guru tidak mudah bosan.

Hewit menambahkan,

“TV and movies have something for everyone, whether it’s drama, romance, soap operas,
nature documentaries or the news. And all this can help you improve your language skills.”
(Hewitt, 2015)

Hewitt menekankan pada aspek kelengkapan yang dimiliki oleh film didalam menyediakan
berbagai jenis genre bagi siapapun yang ingin menggunakan video, film dan televisi sebagai media
didalam mempelajari bahasa Inggris.
Selain kelebihan penggunaan televisi diatas, kita juga harus mengetahui beberapa kerugian yang
dapat ditimbulkan dari penggunaan jenis media ini dalam kegiatan pengajaran bahasa Inggris. Beberapa
kelemahan dari penggunaan film sebagai media pendidikan bahasa, khususnya bahasa Inggris antara
lain:

1. Kandungan budaya yang terdapat pada beberapa progam televisi bertentangan dengan budaya
Indonesia.
Beberapa film yang beredar bebas di Indonesia menampilkan tokoh yang menggunakan
pakaian yang tidak pantas bagi budaya Indonesia. Apabila siswa hanya melihat tayangan
tersebut tanpa diberikan penjelasan yang memadai oleh guru maupun orang tuanya maka bisa
saja siswa Indonesia beranggapan bahwa pakaian minim dan urakan itu layak untuk dipakai ke
sekolah.
2. Penggunaan kosakata umpatan
Seringkali siswa kita menggunakan kata-kata umpatan yang mereka dapatkan dari menonton
film karena mereka berpikir bahwa hal tersebut sebagai sebuah gaya berbicara yang keren.
Padahal banyak kata umpatan yang digunakan di film merupakan kata yang sangat kasar dan
tidak dapt diterima dalam pergaulan internasional. Pemerolehan kata tanpa proses investigasi
makna seperti ini sangat merugikan didalam proses pendidikan bahasa Inggris.
3. Film sering berisi propaganda dari negara pembuatnya
Kepopuleran film Holiwood di seluruh dunia telah dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk
menyebarkan ideologi dan propaganda untuk mendapatkan keuntungan negara pembuat film
tersebut. Siswa Indonesia haruslah cerdas didalam menyelidiki kandungan idologi maupun
propaganda yang mungkin saja secara sengaja disusupi dalam film yang ditayangkan di televisi
maupun di bioskop-bioskop.

Bagaimana mengoptimalkan penggunaan film sebagai sarana pengajaran bahasa Inggris

Sebelum kita memutuskan untuk menggunakan suatu tontonan atau film sebagai media pengajaran
bahasa kita harus melakukan analisa terhadan kandungan yang terdapat dalam tayangan tersebut.
Kandungan yang dimaksud tidak terbatas pada aspek kebahasaan saja tetapi juga meliputi aspek sosial
dan budaya. Pertanyaan-pertanyaan berikut ini harus dijawab oleh guru sebelum menggunakan
tayangan televisi di kelas:

1. Apakah kandungan tata bahasa, kosakata, dan ekspresi yang digunakan dalam tayangan ini?
2. Bergenre apakah tayangan ini?
3. Apakah ada istilah khusus yang ingin saya ajarkan?
4. Untuk penonton usia berapakah tayangan ini dibuat?
5. Apakah kemampuan bahasa Inggris siswa saya memadai untuk mengerti jalan cerita dari
tayangan ini?
6. Apakah bahasa Inggris yang digunakan cukup mudah untuk dimengerti (aksen, pilihan kata)?
7. Apakah kandungan budaya dalam tayangan ini?
8. Adakah kandungan budaya yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia?
9. Apakah kandungan moral yang terkandung didalam tayangan ini?

Setelah kita menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut maka kita memiliki gambaran yang lebih
jelas tentang kelayakan atau kepantasan suatu tayangan tersebut untuk kita gunakan di kelas. Apabila
ternyata tayangan tersebut mengandung terlalu banyak unsur budaya dan nilai yang bertentangan
dengan budaya Indonesia maka sebaiknya kita tidak perlu menggunakannya. Bukan karena kita tidak
mau mengajarkan siswa tentang keberadaan budaya asing tetapi karena hal tersebut dapat membuat
pelajaran kita kehilangan arah. Kesesuaian dengan usia juga sangat penting untuk menghindari adegan-
adegan yang tidak pantas ditonton bagi siswa usia tertentu. Analisa kebahasaan harus dilakukan secara
detail seperti:

- Apa kandungan tata bahasa yang dapat diajarkan?


- Ekspresi umum dan khusus yang digunakan dalam tayangan tersebut
- Kosakata target yang hendak diajarkan
- Tingkat kesopanan
- Makna pragmatis yang ada
- Tingkataan bahasa Inggris yang digunakan
- Kejelasan audio
- Intonasi
- Aksen dan pengucapan
- Contraction
- Collocation

Beberapa tayangan yang dapat digunakan sebagai media pendidikan bahasa Inggris antara lain:

1. Drama situasi komedi seperti Friends, Ugly Betty, Glee,dan Full House. Tayangan komedi situasi
seperti ini sangat baik untuk digunakan karena menggunakan bahasa Inggris sehari-hari,
memberikan konteks yang alami dari penggunaan bahasa Inggris, meningkatkan kemampuan
berkomunikasi, mengulang ekspresi berkali-kali, dan lebih mudah untuk mengikuti jalan ceritanya
(Victoria & Alan, 2015).
2. Film anak seperti Sofia the first, Sesame steet, Mickey Mouse Clubhouse, Thomas the Tank engine,
Chugington, Fireman Sam, Bob the Builder, dan Doctor Mcstuffin. Film seri anak-anak ini selain
menggunakan bahasa Inggris yang mudah dimengerti oleh anak-anak juga mengandung unsur
moral yang baik diajarkan kepada anak-anak kita.
3. Beberapa film Holiwood yang dapat direkomendasikan seperti Finding Nemo, Finding Dori,
Pursue of Happiness, Slamdog Millionaire, Pirates of the Carribean, Braveheart, dan masih
banyak lagi yang lainnya.

Beberapa teknik dapat digunakan untuk mengintegrasikan tayangan televisi kedalam pendidikan
bahasa Inggris kita. Cara yang paling malas adalah dengan membiarkan siswa kita menonton acara
televisi dan kemudian melanjutkan pelajaran (Scrivener, 2005). Scrivener memberikan beberapa tips
didalam menggunakan acara televisi sebagai media, yaitu:

1. Hanya tayangkan film singkat


2. Membongkar cerita atau tata bahasa dan kosakata di film tersebut
3. Matikan televisi jika tidak diperlukan, misalnya ketika bagian yang tidak relevan dengan
pelajaran
4. Mempersiapkan ruang kelas yang bisa dipergunakan untuk menonton
5. Pergunakan film untuk tidak hanya mengajarkan bahasa tetapi juga sebagai bahan untuk topic
diskusi (Scrivener, 2005).

Hewitt memberikan beberapa teknik diantaranya adalah;

1. Menonton film sampai habis


Kegiatan ini penting untuk memahami konteks dari film yang sedang ditonton. Dengan
mengetahui konteks dari suatu film kita dapat mengerti hubungan antar aktor yang terlibat dan
pilihan bahasa atau kata yang digunakan. Pada tahap ini jangan khawatir apabila siswa tidak
mengerti setiap kata yang digunakan dalam film tersebut karena tujuan utama dari tahapan ini
adalah untuk memahami konteks dari film secara keseluruhan.
2. Menonton film per segmen
Setelah kita menonton film sampai habis, maka kita sudah memahami konteks dan peran dari
masing-masing tokoh di film. Kita kemudian memfokuskan perhatian kita pada beberapa
segmen target kita. Segmen target dapat ditentukan berdasarkan struktur kalimat yang
digunakan, pilihan kosakata, maupun makna pragmatis yang dimunculkan. Dengan menonton
segmen tertentu maka siswa dapat mempelajari kandungan bahasa secara terperinci.
3. Merekam dan menonton ulang
Tahapan ini diperlukan untuk konsolodasi hal yang sudah dipelajari di tahapan sebelumnya.
Siswa juga dapat menonton ulang film sesuai dengan kebutuhannya sehingga setiap siswa
memiliki kebebasan didalam proses belajar mengajar.
4. Menirukan ucapan aktor di film
Setelah siswa mengerti berbagai aspek kebahasaan maupun aspek sosial dan budaya yang
terdapat dalam film atau program televisi, maka mereka dapat mencoba menirukan beberapa
dialog atau percakapan yang terdapat di film atau program televisi yang mereka tonton (Hewitt,
2015).

Berikut ini langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh guru ketika hendak menggunakan film atau
acara televisi sebagai media pendidikan bahasa Inggris. Secara umum langkah-langkah ini dapat dibagi
tiga yaitu sebelum menonton, ketika menonton, dan setelah menonton.

1. Kegiatan sebelum menonton


- Membahas tata bahasa atau ekspresi maupun kosakata yang akan menjadi pusat perhatian
dari film yang akan ditonton
- Ajak siswa untuk menebak alur cerita dengan melihat poster atau setelah membaca
informasi singkat tentang film tersebut
- Siswa berdiskusi tentang topic yang sesuai dengan cerita di film
- Siswa mempelajari lembar tugas yang harus mereka isi sembari mereka menonton film
2. Kegiatan ketika menonton
- Pada kesempatan menonton yang pertama biarkan siswa menonton sampai habis tanpa
mengerjakan apapun. Hal ini dilakukan untuk membantu siswa mengerti tentang konteks
film secara utuh.
- Pada saat tayangan yang kedua, maka siswa harus mengisi lembar tugas yang sudah
diberikan oleh guru secara individu. Secara individu agar siswa dapat konsentrasi ketika
menonton.
- Siswa jug dapat mencatat kosakata atau ekspresi yang tidak mereka mengerti untuk
didiskusikan setelah selesai menonton.
3. Kegiatan setelah menonton
- Mendiskusikan cerita di film
- Membahasa tata bahasa atau kosakata yang menjadi target pembelajaran maupun yang
dicatat siswa ketika mereka menonton
- Bermain peran sesuai dengan karakter yang ada di film
- Menulis tentang akhir yang berbeda
- Menulis tentang cerita sambungan
- Membahas tentang aspek budaya atau ideologi yang ada didalam film atau tayangan
tersebut

KESIMPULAN DAN SARAN


Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Film, baik film seri maupun film lepas sebagai sarana hiburan yang sangat populer memiliki
potensi yang sangat besar untuk digunakan sebagai media pendidikan bahasa, khususnya
bahasa Inggris di Indonesia
2. Penggunaan film sebagai media pendidikan harus memperhatikan aspek kandungan budaya,
ideologi, dan propaganda yang mungkin saja sengaja dimasukkan oleh pembuat tayangan.
3. Guru memiliki kewajiban untuk menganalisa kandungan baik kebahasaan maupun kandungan
nilai dan budaya yang terdapat pada film yang akan ditonton sebelum menggunakannya untuk
proses belajar mengajar.
4. Penggunaan film sangat baik khususnya didalam meningkatkan kemampuan berbicara dan
mendengar.
5. Strategi penggunaan film sebagai media dibagi dalam tiga kelompok kegiatan yaitu pra-
menonton, ketika menonton, dan setelah menonton.

SARAN

1. Didalam penggunaan film, khususnya film barat, sebagai media didalam pendidikan bahasa
Inggris maka guru harus dibekali kemampuan untuk menganalisa suatu tayangan dari segi
kandungan ideologi dan propaganda yang mungkin saja dimasukkan secara sengaja oleh pihak
pembuat film tersebut.
2. Kegiatan menonton film sebaiknya dilakukan bersama-sama di ruang kelas untuk menjamin
efektifitas kegiatan belajar mengajar.
3. Diperlukan data tentang beberapa film yang baik maupun yang kurang baik untuk digunakan
di ruang kelas.

Bibliography
Brown, H. D. (2001). Teaching by Principles. New York: Pearson Education.

Close, D. R. (2004). Television and Language Development in the early years. Southampton : National
Literacy Trust.

Donaghy, K. (2014, October 21). How can film help you teach or learn English? Retrieved from British
Council: http://www.britishcouncil.org/blog/how-can-film-help-you-teach-or-learn-english
First, E. (2014). Index Kemampuan Bahasa Inggris. Retrieved from ef: http://www.ef.co.id/epi/

Harmer, J. (2007). The Practice of English Language Teaching. Essex: Pearson Education Limited.

Hewitt, C. (2015). Can You Truly Learn a Language by Watching Movies and TV? Retrieved from
Foreign Language Immersion Online: http://www.fluentu.com/blog/how-to-learn-a-language-
by-watching-movies/

Krashen, S. D. (1981). Principles and Practice in Second Language Acquisition. English Language
Teaching series. London: Prentice Hall International.

Nunan, D. (2000). Langugae Teaching Methodology. Essex: Pearson Education Limited.

Rachmiatie, A. (2012, November 22). Komisi Penyiaran Indonesia. Retrieved Juli 31, 2015

Saville-Troike, M. (2006). Introducing Second Language Acquisition. Cambridge: CUP.

Scrivener, J. (2005). Learning Teaching. Oxford: Macmillan Education.

Suyanto, E. (2012, November 22). Komisi Penyiaran Indonesia. Retrieved July 31, 2015

Victoria, & Alan. (2015). 10 Best Modern American Sitcoms to Learn English. Retrieved from Fluent
U: http://www.fluentu.com/english/blog/learn-english-american-sitcoms/

Anda mungkin juga menyukai