ANALISIS ELEKTROKIMIA
PENYUSUN
2023
PRAKTIK 1
MEMBUAT KURVA DHL VS KEPEKATAN
DAN APLIKASI DALAM PENENTUAN JENIS-JENIS AIR
Sub-Kompetensi
Setelah Praktik ini, mahasiswa memiliki kompetensi untuk :
1. Menyiapkan kurva hubungan Daya Hantar Listrik versus Total Padatan Terlarut untuk
keperluan tertentu.
2. Memperkirakan kelayakan penggunaan kurva DHL vs TDS dalam aktifitas analisis kimia
rutin
3. Menetapkan kadar TDS berdasarkan pengukuran DHL
4. Membuat larutan elektrolit dengan kepekatan tertentu berdasarkan kurva DHL vs TDS
5. Mengaplikasikan pengukuran TDS untuk membedakan jenis-jenis air
Prinsip Dasar
Daya Hantar Listrik (DHL) suatu larutan elektrolit ditimbulkan oleh adanya ion-ion yang terlarut di
dalamnya. Nilai DHL ditentukan oleh jenis, jumlah, dan mobilitas ion secara total. Artinya, nilai
DHL berhubungan dengan kepekatan dan jenis ion terlarut, bukan padatan terlarut. Jika komposisi
ion-ion terlarut relatif tetap (yaitu komposisinya relatif sama) tetapi berbeda kepekatan (yaitu
jumlah ion terlarut per satuan volume, berbeda), maka antara nilai DHL dengan kepekatan (atau
Padatan Terlarut Tetap, Total Disolved Solid TDS) terdapat suatu hubungan yang tetap. Sifat ini
dapat digunakan untuk pemantauan proses secara cepat, pada tingkat ketelitian sedang.
Dalam aplikasi aplikasi praktis, nilai DHL dapat dijadikan patokan untuk membuat larutan-larutan
tertentu. Sebagai contoh, kepekatan pupuk tanaman dapat diatur melalui penggunaan kurva DHL
vs Kepekatan. Sembarang jumlah pupuk dilarutkan dengan air yang tidak perlu ditakar sambil
memantau nilai DHL yang sesuai telah dicapai. Untuk pekerjaan rutin seperti ini, kurva DHL vs
Kepekatan bahkan tidak diperlukan. Nilai DHL yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan membuat
larutan pupuk secara teliti (jumlah pupuk ditimbang dan jumlah air ditakar), kemudian nilai DHL
larutan tersebut diukur dan dicatat sebagai acuan untuk membuat larutan pupuk berikutnya.
Kurva DHL vs TDS yang dibuat untuk suatu elektrolit atau campuran elektrolit tertentu, tidak dapat
digunakan untuk elektrolit atau campuran elektrolit yang berbeda. Untuk elektrolit yang sama,
kurva DHL vs TDS dapat digunakan untuk menentukan kepekatan larutan (terutama untuk
kepekatan rendah). Hubungan antara DHL dengan kepekatan ini dapat digunakan untuk membuat
larutan-larutan pada kepekatan rendah namun dengan tingkat ketelitian yang relatif tinggi. Sebagai
Perlu diingat bahwa kuva DHL vs TDS atau kurva DHL vs Kepekatan hanya berlaku untuk bahan
terlarut dengan komposisi yang sama. Kurva DHL vs TDS yang disiapkan untuk air tanah di
sekitar kampus AKA Bogor, tidak dapat digunakan untuk air tanah di wilayah Jakarta, karena
adanya perbedaan komposisi bahan terlarut.
Aplikasi lainnya adalah pada proses identifikasi jenis-jenis air. Air suling yang baik memiliki nilai
DHL kurang dari 3,75 µS (meskipun telah lama disimpan). Air suling yang baru terbentuk
memiliki nilai DHL <0,75 µS. Air bebas ion memiliki nilai DHL yang bervariasi antara nol sampai
nilai tertentu. Untuk analisis elektrokimia, sebaiknya tidak menggunakan air bebas ion dengan nilai
DHL >5 µS; sedangkan air bebas ion untuk keperluan industri biasanya sampai nilai DHL 20 µS.
Penyiapan Peralatan
1. Tuliskan nama anda (dan nama-nama anggota grup lainnya) pada buku log konduktometer
yang Anda gunakan dalam praktik ini.
2. Baca terlebih dahulu catatan yang sudah dalam buku log instrumen. Perhatikan jika ada
catatan yang menunjukkan adanya penyimpangan kondisi peralatan.
3. Amati kondisi konduktometer yang akan digunakan. Catat jika ditemui kondisi fisik yang
tidak lazim. Hidupkan konduktometer, amati pesan dan penunjukan skalanya, cata jika terjadi
kelainan atau pesan ‘error’.
4. Catatkan juga semua kondisi yang ditemui pada neraca analitik yang digunakan pada buku log
neraca analitik yang bersangkutan. Jika Anda menggunakan neraca tersebut, tuliskan nama,
tanggal, dan jam penggunaan, serta aktifitas yang berhubungan dengan penggunaan neraca itu
(misal: untuk praktikum analisis elektrokimia titrasi asam lemah basa lemah). Yang
dituliskan hanya nama yang menggunakan neraca, nama anggota grup yang lain tidak
dicantumkan.
5. Catat semua kondisi yang perlu dilaporkan.
1
2
3
4
Rerata
Nilai ± ± ± ± ± ±
1
2
3
4
Rerata
Nilai ± ± ± ± ± ±
1
2
3
4
Rerata
Nilai ± ± ± ± ± ±
1
2
3
4
Rerata
Nilai ± ± ± ± ± ±
Catatan
1. Kurva yang terbentuk belum tentu linier, karena itu tidak boleh diregresi-linierkan. Biasanya
kurva tersebut berbentuk lengkung, sehingga lebih cocok jika diregresi-binomialkan atau
diregresi-polinomialkan.
2. Jika sebaran data sudah memperlihatkan hubungan yang tidak linier, maka regresi linier tidak
boleh dilakukan.
3. Regresi linier dapat dilakukan jika ada hukum yang menyatakan bahwa hubungan tersebut
adalah linier, atau nilai SBR (Standar Baku Relatif) sebaran data masih memenuhi persyaratan
kelinieran telah ditentukan.
Terapan Teknis
Buatlah larutan NaCl 0,01% dengan melarutkan sejumlah kecil NaCl sebanyak 20 mL. Ukur DHL
larutan tersebut, jika nilai DHL yang terukur lebih besar dari DHL NaCl 0,01% yang diperoleh dari
aktifitas 1, tambahkan air suling sambil terus diaduk. Proses pengenceran dihentikan jika DHL
larutan sudah mencapai nilai yang sama dengan nilai DHL larutan NaCl 0,01%. Berikan komentar
Anda terhadap proses ini.
Titik Kritis
1. Kualitas air yang digunakan harus mendapat perhatian khusus karena mempengaruhi DHL
larutan akhir (terutama jika larutan yang dibuat sangat encer).
2. Cara praktis memeriksa kualitas air yang digunakan adalah : amati warna dan kejernihan air,
ukur pH dan ukur DHL-nya; kemudian sesuaikan dengan kadar mutu.
3. Jika standar mutu air dimaksud belum tersedia, patokan umum berikut dapat digunakan:
a. Air suling memiliki nilai DHL < 3,75 µS; dan pH antara 6 – 7
b. Air bebas mineral (demineralised water) dengan konduktans <3,75 µS dapat digunakan
untuk menggantikan air suling.
Ulangan
Rerata Kesimpulam
Sampel 1 2 3 4
Pengukuran
DHL TDS DHL TDS DHL TDS DHL TDS DHL TDS
Sub-Kompetensi
Setelah Praktik ini, mahasiswa memiliki kompetensi untuk :
1. Menentukan potensial dekomposisi berbagai kation pada berbagai jenis elektrode.
2. Memperkirakan potensial elektrode yang sesuai untuk analisis elektrogravimetri unsur
tententu
3. Menetapkan aplikasi yang sesuai untuk analisis elektrogravimetri
Prinsip Dasar
Potensial dekomposisi adalah potensial elektrode ketika reaksi kimia mulai terjadi. Secara teoritis,
potensial dekomposisi suatu ion adalah potensial elektrode standar untuk ion tersebut. Ketentuan
ini hanya berlaku jika bahan elektrode yang digunakan adalah unsur yang sama dengan kation yang
terdekomposisi. Untuk analisis elektrogravimetri, terdekomposisi berarti pengendapan kation pada
katode. Secara praktis, kation yang diendapkan pada elektrode yang terbuat dari bahan yang
berbeda dengan unsur kation bersangkutan membutuhkan potensial dekomposisi yang lebih besar.
Perbedaan potensial dekomposisi praktis dengan potensial dekomposisi teoritis disebut sebagai
potensial lebih.
Potensial dekomposisi dapat diukur dengan menaikkan potensial aplikasi pada sel elektrolisis secara
beraturan. Pada tahap awal, proses polarisasi ion di sekitar elektrode akan menaikkan potensial
elektrode dan arus yang terjadi hanya arus polarisasi. Ketika potensial elektrode mencapai nilai
tertentu, reaksi kimia mulai terjadi. Arus akan naik secara nyata membentuk kurva (peak). Posisi
ketika kurva tersebut mulai naik adalah Potensial Dekomposisi. Untuk memperoleh Potensial
Lebih, potensial dekomposisi yang terukur dikurangkan dengan potensial elektrode yang dihitung
dari potensial elektrode standar menggunakan Hukum Nernst.
Perlu diperhatikan bahwa potensial dekomposisi dipengaruhi oleh kepekatan ion unsur yang
bersangkutan dan kepekatan total ion dalam larutan. Untuk analisis ketelitian sedang dengan
kondisi matrik yang relatif rendah, penentuan potensial aplikasi berdasarkan potensial elektrode
standar sudah cukup memadai. Untuk analisis dengan ketelitian tinggi dan kondisi matrik yang
kompleks, potensial dekomposisi harus diatur dan dipantau sedemikian rupa agar ion-ion lain tidak
ikut mengendap.
Penyiapan Peralatan
1. Periksalah peralatan yang Anda terima. Amperemeter dipastikan dapat berfungsi dengan baik
dan kabel-kabel dalam keadaan baik.
2. Periksa kondisi elektrode, laporkan jika terdapat ketidaksesuaian.
3. Bersihkan elektroda dengan cara dibilas dan/atau diamplas
Cara Kerja
1. Sebanyak 10,0 mL larutan CuSO4 dipipet ke dalam gelas kimia 100 mL, dan diencerkan
dengan penambahan 90 mL air.
2. Pasangkan elektrode yang telah disiapkan.
3. Amperemeter dipasang sebagai penghubung kutub positif catu daya ke anode karbon atau
platina. Voltmeter sudah terpasang pada catu daya.
4. Elektrode dimasukkan ke dalam larutan CuSO4, kemudian catu daya dihidupkan dari
tegangan terendah (0 Volt). Potensial catu daya dinaikkan perlahan-lahan (tiap kenaikan 0,1
V) sambil mengamati kuat arus dan potensial katode.
5. Jika terjadi kenaikan arus yang mencolok (kenaikan arus lebih besar dari kenaikan potensial),
potensial yang ditunjukkan oleh voltmeter dicatat sebagai potensial dekomposisi kation yang
diuji. Lakukan pengulangan untuk tiap praktikan.
6. Lakukan juga percobaan untuk larutan dan katode yang lain.
Kation (E0) / Elektrode / Potensial Dekomposisi (mV)
Cu2+ ( )
Ulangan
SS Cu Fe
E E E E E E
1
2
3
4
Rerata
Nilai ± ± ±
Sub-Kompetensi
Setelah Praktik ini, mahasiswa memiliki kompetensi untuk :
1. Menjelaskan proses korosi logam besi
2. Memantau dan mengukur proses korosi logam besi secara elektrokimia
Prinsip Dasar
Proses korosi logam besi antara lain terjadi karena atom-atom besi teroksidasi menjadi ion-ion yang
kemudian bersenyawa dengan oksigen membentuk karat besi. Pada proses pengionan, setiap atom
besi akan meninggalkan dua elektron pada logam besi yang mengalami korosi. Akibatnya logam
besi tersebut menjadi bermuatan negatif. Semakin negatif potensial logam besi tersebut berarti
semakin kuat proses korosi yang terjadi. Karena itu terdapat satu hubungan antara potensial logam
besi dengan kekuatan korosi yang dapat dipantau secara sederhana namun cukup akurat.
Cara yang akan dipraktikkan adalah dengan mengukur potensial logam yang sedang mengalami
proses korosi terhadap elektrode lawan yang tidak mengalami korosi. Banyak bahan yang dapat
dijadikan sebagai elektrode lawan, antara lain platina, emas, dan karbon. Dalam percobaa ini
menggunakan elektrode karbon.
Prinsip percobaan adalah dengan mengukur potensial logam besi terhadap elektrode karbon jika
dicelupkan ke dalam berbagai larutan elektrolit. Kecepatan korosi diukur dengan menimbang bobot
logam sebelum dan setelah proses percobaan.
Penyiapan Peralatan
1. Periksa kondisi multimeter dan kabel-kabel konektor yang digunakan
2. Periksa kondisi dudukan elektrode acuan
3. Konektor tidak boleh sampai tercelup ke dalam larutan elektrolit
Cara Kerja
1. Siapkan 100 mL larutan dengan kepekatan 0,001; 0,005; 0,010; 0,050; 0,100; 0,500; dan
1,000 M. Cantumkan volume larutan induk yang digunakan.
2. Plat besi dibersihkan dengan amplas hingga permukaannya halus, kering, dan bersih. Bobot
plat kemudian ditimbang sebagai W01, W02, W03, W04, W05, W06, W07. Tiap plat ditempatkan
di dekat gelas kimia berisi larutan elektrolit yang disiapkan pada langkah 1. Jika terbentuk
karat sebelum ditimbang, karat dibersihkan dengan tissue atau lap kering.
3. Plat besi dihubungkan dengan terminal negatif multimeter. Terminal positif multimeter
dihubungkan dengan elektrode karbon. Kedua elektrode dicelupkan ke dalam larutan
elektrolit. Potensial yang terbaca dicatat sebagai V1, V2, V3, V4, V5, V6, V7. Elektrode
dikeluarkan dari larutan.
4. Fungsi multimeter diubah ke mA-dc. Celupkan kembali elektrode ke dalam larutan. Kuat
arus yang terbaca dicatat sebagai I1, I2, I3, I4, I5, I6, I7.
5. Masukkan plat besi ke dalam larutan elektrolit, lalu tutup piala gelas dengan penutup dan ikat
dengan karet. Biarkan selama ±24 jam.
6. Setelah waktu perendaman tercapai, plat besi dikeluarkan dari larutan, dikeringkan dengan
kan lap dan tissue kering (tidak boleh diamplas), lalu ditimbang. Bobot plat besi dicatat
sebagai WT1, WT2, WT3, WT4, WT5, WT6, WT7
Pengolahan Data
1. Ketiga kelompok informasi (yaitu bobot, potensial, dan arus) diplot terhadap kepekatan
elektrolit, pada satu salib-sumbu (Sumbu X adalah kepekatan elektrolit)
2. Akan terbentuk tiga kurva dalam satu salib sumbu.
Sub-Kompetensi
Setelah Praktik ini, mahasiswa memiliki kompetensi untuk :
1. Menentukan pH titik akhir titrasi asam - basa
2. Melaksanakan titrasi dengan indikator potensiometri
3. Melaksanakan titrasi pada perubahan energi titik akhir yang rendah
Prinsip Dasar
Titrasi asam – basa menggunakan indikator kimiawi hanya dapat dilakukan jika perubahan pH di
sekitar titik ekivalen lebih besar dari 2 satuan pH. Jika perubahan pH kurang dari 2, atau larutan
sampel berwarna gelap, atau indikator tidak tersedia, maka titrasi dapat dilaksanakan menggunakan
pH meter sebagai penunjuk titik akhir.
Nilai pH titik stokhiometri sistem titrasi dapat dihitung melalui informasi pKa asam dan pKb basa.
Sedangkan rentang perubahan nilai pH dapat diperkirakan dari kekuatan asam basa atau melalui
kurva titrasi yang tersedia di buku teks. Untuk titrasi asam asetat (pKa = 4,76) dan amonia (pKa =
9,24 atau pKb = 4,76), pH titik stokhiometri dihitung melalui persamaan :
1
pH=2(pKw+pKa -pKb)=12(14+4,76-4,76)=7,00
Secara umum pH 7,00 mewakili pH titik akhir titrasi asam basa. Jika basa lebih kuat dari asam,
rentang perubahan pH akan melebar ke atas pH 7, dan sebaliknya.
Pada praktik ini Anda diminta untuk menguji tingkat presisi teknik titrasi, bukan menentukan kadar
asam atau basa. Karena itu, larutan asam basa yang digunakan sebagai standar tidak perlu
distandarisasi. Larutan yang digunakan dibuat dalam bentuk molal, karena lebih mudah dikerjakan
dan lebih teliti.
Penyiapan Peralatan
1. Periksa kondisi peralatan yang akan digunakan, meliputi kebersihan, status kalibrasi, catu
daya, elektrode.
Cara Kerja
Aktifitas I : Standarisasi Titer Asam Lemah atau Basa Lemah (bukan asam dan basa standar)
1. Jika tersedia larutan basa standar, lakukan standarisasi titer asam menggunakan larutan
tersebut.
2. Jika tersedia larutan asam standar, lakukan standarisasi dengan teknik titrasi balik. Larutan
asam ditambahkan larutan basa secara berlebih, kemudian dititar dengan larutan asam standar.
Larutan basa yang digunakan (dengan volume yang sama) juga dititar dengan cara yang sama.
Selisih volume pentitar adalah asam.
3. Anda harus mampu melaksanakan Standarisasi Titer Asam ini, sesuai dengan unit kompetensi
SKN-KA No. KA.LAB.D.007.A. Membuat dan Menstandarisasi Larutan / Pereaksi. Unit ini
harus dikuasai oleh seorang laboran.
Ingat, HCl dapat menjadi standar primer jika diperoleh dari hasil penyulingan pada temperatur
konstan. Biasanya standar primer adalah larutan basa (NaOH), padahal kepekatan NaOH mudah
berubah karena menyerap karbondioksida dari udara. Karena itu, segera tutup botol larutan NaOH
yang anda gunakan.
Pengolahan Data
Aktifitas II :
1. Lengkapi tabel data titrasi, dengan rerata dan nilai (sesuai Teori Galat)
2. Keenam buah titrasi dihitung nilai standar deviasinya, bandingkan dengan nilai yang
diperoleh dari Teori Galat.
3. Buat kesimpulan anda untuk tingkat kesulitan pelaksanaan titrasi dan tingkat ketelitian
analisis yang dapat dicapai.
Aktifitas III :
1. Bandingkan hasil penetapan kadar alkali untuk ketiga cara pelarutan sampel uji (kopi)
tersebut.
2. Tuliskan kesimpulan anda mengenai pengaruh volume air yang digunakan sebagai
pengekstrak.
Sub-Kompetensi
Setelah Praktik ini, mahasiswa memiliki kompetensi untuk :
1. Menggunakan pengaduk magnetik sebagai alat bantu dan pH meter sebagai indikator titrasi
2. Melaksanakan proses titrasi pada tingkat ketelitian tinggi
3. Menentukan nilai pKa dan pKb suatu senyawaan
Prinsip Dasar
Hasil kali kelarutan asam-asam lemah atau basa-basa lemah, pKa atau pKb, antara lain dapat
ditetapkan melalui pembuatan kurva pH titrasi asam atau basa lemah tersebut dengan basa atau
asam kuat. Pada kondisi 50% asam lemah bereaksi dengan asam kuat, terdapat komposisi ekimolar
antara asam lemah dengan garamnya. Kondisi ini menghasilkan efek buffer yang terjadi di bagian
bawah kurva perubahan pH.
Pada kurva perubahan pH selama titrasi, pKa diwakili oleh bagian kurva berbentuk garis lurus di
dekat lengkung bawah kurva. Untuk mendapatkan posisi garis lurus ini, titrasi harus dilakukan
secara akurat dan cermat. Proses penambahan pentitar harus disesuaikan dengan kecepatan tanggap
elektrode pH. Pemantauan perubahan pH sebaiknya menggunakan koneksi langsung keluaran pH
meter ke alat pencatat (rekorder) analog. Jika perubahan pH direkam oleh rekorder, maka
penambahan pentitar harus dengan kecepatan tetap menggunakan mikro buret mekanik. Pada
praktik ini, pemantauan perubahann pH dilaksanakan secara manual, dengan cara menambahkan
bahan pentitar sedikit demi sedikit dan memantau perubahan pH setiap selesai penambahan bagian
bahan pentitar.
Cara Kerja
1. Periksa kondisi buret dan alat-alat gelas yang akan anda gunakan. Buret harus bersih, bebas
dari pelumas yang bisa dilihat langsung, cerat bisa bergerak bebas dan tidak bocor. Jika
Aktifitas Praktik
1. Pipetkan 50 mL larutan asam asetat ke dalam piala gelas. Kemudian letakkan piala gelas
tersebut ke atas pengaduk magnetik. Batang magnet pengaduk diusahakan agar berada di
posisi mendekati pinggiran piala gelas (tidak di tengah lingkaran piala gelas).
2. Buret diisi dengan larutan NaOH. Tepatkan posisi ujung bawah buret ke bibir tuang piala
gelas. Larutan yang keluar dari pipet tidak boleh menetes, tetapi mengalir turun menelusuri
dinding-dalam piala gelas.
3. Elektrode pH ditempatkan di posisi membentuk pola segitiga dengan buret dan batang
pengaduk. Termometer diletakkan sejajar dan berimpit dengan elektrode pH. Perhatikan :
posisi elektrode setelah posisi batang pengaduk dilihat berdasarkan arah putaran batang
magnet pengaduk.
4. Hidupkan pengaduk magnet, atur kecepatan pada posisi yang stabil, tetapi terbentuk pola
kerucut kecil di atas batang pengaduk.
5. Ukur pH awal larutan asetat. Tambahkan 0,2 mL larutan NaOH. Baca nilai pH jika display
pH meter sudah stabil. Catat nilai pH, sekalipun nilai pH tersebut tidak berubah. Lakukan
penambahan 0,2 mL berikutnya dan kembali catat nilai pH yang ditunjukkan.
Catatan :
* Jika pekerjaan ini dilaksanakan dengan teliti, ulangan tidak diperlukan, tetapi jika hasil
pemantauan kurang bagus, maka pembacaan ulangan mutlak diperlukan.
No mL NaOH pH No mL NaOH pH
1 8
2 9
3 10
4 11
5 12
6 13
7 dst
Pengolahan Data
1. Hasil pengamatan nilai pH terhadap mL penambahan NaOH, diplotkan membentuk grafik
perubahan pH pada kertas grafik. Nilai pH pada sumbu y, mL NaOH pada sumbu x.
2. Pada kurva yang terbentuk, amati posisi mendatar di dekat bentuk lengkung bagian bawah
kurva. Hubungkan garis mendatar tersebut ke nilai pH. Perpotongan garis mendatar tersebut
dengan nilai pH adalah pKa larutan asam yang ditetapkan.
3. Cocokkan nilai pKa yang diperoleh dari percobaan ini dengan pKa asam asetat (4,26)
4. Hitung nilai kesalahan relatif percobaan. Berikan alasan singkat mengenai nilai kesalahan
tersebut. Ingat : nilai praktikum tidak ditentukan oleh nilai kesalahan relatif yang kecil, tetapi
dari alasan mengapa kesalahan relatif tersebut terjadi.
Sub-Kompetensi
Setelah Praktik ini, mahasiswa memiliki kompetensi untuk :
1. Melaksanakan proses elektrolisis cepat
2. Meniadakan polarisasi dengan cara pengadukan
3. Menjelaskan cara mengendalikan arus faradaik dan arus non-faradaik
4. Melaksanakan analisis elektrogravimetri dengan gangguan matrik yang relatif rendah
Prinsip Dasar
Sesuai dengan namanya, elektrolisis cepat dilaksanakan pada kecepatan reaksi relatif tinggi.
Elektrolisis ini menggunakan kerapatan arus sekitar 2 hingga 3 ampere per cm2. Dengan demikian,
dibutuhkan sumber arus dc berdaya relatif besar. Pada elektrolisis cepat ini, polarisasi ditiadakan
dengan cara pengadukan yang kuat. Pada beberapa metode, proses pengadukan digantikan dengan
teknik pemutaran elektrode (elektrode berputar) yang sekaligus berfungsi untuk menghomogenkan
proses pengendapan. Pada elektrolisis cepat, potensial lebih di elektrode relatif lebih tinggi
sehingga tidak cocok digunakan untuk analit yang tercampur dengan ion-ion lain yang memiliki
potensial pengendapan (potensial redoks) yang berdekatan dengan analit.
Elektrolisis cepat digunakan untuk analisis elektrogravimetri dengan gangguan matriks yang rendah
dan proses sintesis senyawaan (terutama senyawa organik). Pada analisis elektrogravimetri,
elektrolisis cepat tanpa penstabilan potensial aplikasi dilaksanakan untuk sampel yang tidak
mengandung matriks dengan perbedaan potensial dekomposisi <0,8 volt. Jika dijumpai matriks
dengan perbedaan potensial dekomposisi antara 0,4 – 0,8 volt, maka diperlukan penstabilan
potensial aplikasi (potensial yang dikenakan pada sel elektrolisis) agar tetap pada nilai tertentu.
Jika dijumpai matriks dengan perbedaan potensial dekomposisi antara 0,25 – 0,4 volt, diperlukan
penstabilan potensial katode atau potensial anode (potensial yang dikenakan pada elektrode kerja).
Perhatikan :
Untuk setiap proses elektrolisis, sangat disarankan untuk terlebih dahulu mengendapkan ion-ion
yang dapat mengendap pada potensial elektrode yang digunakan. Caranya dengan melakukan
elektrolisis pada potensial sedikit lebih rendah dari potensial dekomposisi analit. Jika tidak terjadi
elektrolisis air, proses pendaluan ini dapat dihentikan ketika kuat arus menurun mendekati nol
ampere. Jika proses ini tidak dilakukan, maka ion bersangkutan akan ikut mengendap pada proses
elektrodeposisi.
Aktifitas Praktikum
1. Elektrode Pt dibersihkan dengan mencelupkannya ke dalam asam nitrat 4N teknis, kemudian
dibilas dengan air kran dilanjutkan dengan air suling. Jika elektrode yang digunakan adalah
logam lain, pencucian harus disesuaikan dengan sifat logamnya.
2. Elektrode dikeringkan dengan menggunakan alat pengering udara panas, kemudian ditimbang
teliti sampai 4-desimal. Setelah proses penimbangan ini, elektrode tidak boleh dipegang
langsung untuk menjaga kebersihan dari lemak, dll.
3. Jepitkan kedua elektrode pada masing-masing terminal keluaran catu daya.
4. Siapkan larutan sampel atau 50 mL larutan tembaga sulfat dalam piala gelas. Tambahkan air
suling agar volume cairan cukup untuk merendam elektrode.
5. Catu daya dihidupkan. Jika menggunakan alat Eberbach, perhatikan arah gerakan saklar,
karena akan menentukan posisi katode atau anode. Elektrode Pt yang menerima pengendapan
Cu harus berpotensial negatif.
6. Posisi larutan elektrolit dinaikkan hingga sekitar 50% elektrode tercelup.
7. Potensial keluaran catu daya diatur pada 5 volt dan atur kembali ketinggian posisi larutan
elektrolit agar elektrode yang tercelup menghasilkan kuat arus sekitar 2 hingga 3 ampere.
Jika kuat arus ini tidak tercapai, pilih posisi tertinggi. Biarkan elektrolisis terjadi selama
kurang lebih satu jam.
Catatan :
Pengolahan Data
Pertambahan massa katode selama proses elektrolisis disebabkan oleh logam Cu yang mengendap.
Kadar Cu dalam sampel dapat dihitung dengan membagi bobot endapan dengan bobot atau volume
sampel yang digunakan.
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐸𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 𝐶𝑢
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑢 = 𝑥 100%
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Sub-Kompetensi
Setelah Praktik ini, mahasiswa memiliki kompetensi untuk :
1. Menerapkan hukum Nernst untuk pengukuran secara potensiometri
2. Membuat kurva standar antara kepekatan ion logam terhadap potensial sel
3. Membedakan ‘potensial sel’ dan ‘potensial sel standar’
Prinsip Dasar
Logam yang dicelupkan ke dalam suatu larutan, jika terjadi proses pelarutan, akan bermuatan
negatif. Hal ini terjadi karena logam yang terkorosi akan melarut dalam bentuk kation sambil
melepaskan elektron di katode. Semakin banyak kation yang melarut, nilai potensial katode akan
semakin negatif. Potensial akan mencapai nol jika tidak ada logam yang dapat melarut. Kondisi ini
dapat terjadi jika logam dicelupkan ke dalam larutan yang tidak melarutkan logam tersebut, baik
karena sifat larutan yang tidak lagi bersifat korosif ataupun karena larutan sudah jenuh dengan
logam.
Jika sejenis logam dicelupkan ke dalam larutan elektrolitnya, umumnya dua kemungkinan proses
akan terjadi. Kemungkinan pertama, logam larut kedalam elektrolit tersebut, dan menjadi
berpotensial negatif. Kemungkinan kedua, kation-kation dalam larutan akan mengendap pada
logam. Pada kasus ini, logam akan bermuatan positif. Ada kemungkinan lain, yaitu jika larutan
bersifat korosif, maka logam akan melarut, berapapun kandungan ion bersangkutan dalam larutan.
Dalam kasus terakhir ini, tidak ada hubungan antara potensial elektrode dengan kepekatan ion
logam terlarut.
Jika larutan dapat dipastikan tidak bersifat korosif terhadap logam, maka antara potensial elektrode
dengan kepekatan ion terlarut terdapat hubungan seperti dinyatakan oleh persamaan Nernts, yaitu:
0,0592
𝐸𝐸𝑙𝑒𝑘𝑡𝑟𝑜𝑑𝑒 = 𝐸 0 − log 𝑄
𝑛
[𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘]
𝑄=
[𝑅𝑒𝑎𝑘𝑡𝑎𝑛]
Pengolahan Data
1. Potensial elektrode hasil perhitungan diperoleh melalui persamaan :
0
0,591
𝐸𝑒𝑙𝑒𝑘𝑡𝑟𝑜𝑑𝑒 = 𝐸𝐶𝑢 + 𝑙𝑜𝑔[𝐶𝑢2+ ]
3
Pada persamaan ini, E0Cu = 0,34 V
2. Buatkan kurva hubungan antara potensial yang dibaca terhadap kepekatan
3. Buatkan juga kurva hubungan antara potensial teoritis terhadap kepekatan
4. Bandingkan dan tarik kesimpulan atas hasil tersebut.
Sub-Kompetensi
Setelah Praktik ini, mahasiswa memiliki kompetensi untuk :
1. Menjelaskan prinsip pembuatan NaOH dengan cara elektrolisis NaCl
2. Melaksanakan elektrolisis klor – alkali
3. Menetapkan jumlah NaOH yang dihasilkan
4. Menetapkan persentase pengubahan NaCl menjadi NaOH.
Prinsip Dasar
Elektrolisis klor alkali adalah proses elektrolisis larutan natrium klorida menjadi natrium
hidroksida. Proses ini juga menghasilkan gas klor dan gas hidrogen sebagai hasil samping.
Natrium hidroksida akan terbentuk di katode (elektrode yang dihubungkan dengan kutub negatif
catu daya). Gas hidrogen dihasilkan bersama-sama natrium hidroksida, sedangkan gas klor
terbentuk di anode.
Jika sepasang elektrode karbon dicelupkan ke dalam larutan garam dapur jenuh, kemudian
dikenakan potensial dc sebesar 7,5 volt, maka ion Na+ akan bermigrasi menuju katode (kutub
negatif) dan ion Cl- akan bermigrasi menuju anode. Ion Na+ akan direduksi logam Na yang akan
segera bereaksi dengan air membentuk NaOH dan membebaskan gas hidrogen. Ion Cl- akan
dioksidasi menjadi gas klorina yang akan dibebaskan di anode.
Cara Kerja
I. Melaksanakan Proses Elektrolisis Klor-Alkali
1. Siapkan peralatan elektrolisis. Pastikan ventilasi udara mengalir dengan baik. Pastikan
wadah sel dalam keadaan kosong.