UMUM
• Setelah mengikuti materi, peserta mampu melakukan tata laksana korban KtP/A terrmasuk TPPO
KHUSUS
• Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
1. Melakukan tatalaksana penanganan medis korban KtP/A
2. Membuat Visum et Repertum (VeR) sesuai dengan aspek medikolegal dalam penanganan kasus KtP/A dan Rape
kit, sesuai dengan kompetensi dan kewenangan
3. Melakukan tata laksana psikososial korban KtP/A
Tata Laksana Psikososial Korban Ktp/A Termasuk TPPO
Penatalaksanaan kondisi psikologis dan kesehatan jiwa terhadap Perempuan dan Anak korban kekera
Anamnesis/wawancara psikiatrik
Pemeriksaan psikiatrik
Diagnosis psikiatrik
Anamnesis (Wawancara Psikiatrik)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam wawancara psikiatrik pada korban KtP/A:
• Menjadi pendengar yang baik selama berkomunikasi dan bersifat fleksibel sewaktu berkomunikasi dengan
pasien.
• Menjadi pendengar aktif dan mampu berempati
• Jika memungkinkan maka proses wawancara direkam baik secara audio atau video.
• Hindari mengulang-ulang pertanyaan yang sama atau memberi beberapa pertanyaan sekaligus
• Ulangi jawaban untuk meyakinkan bahwa pemeriksa mengerti apa yang dikemukakan korban.
Sekaligus untuk mencegah kebohongan
• Jangan memberikan pertanyaan yang menambah trauma
Pemeriksaan Jiwa Metode 2 Menit
• Tahap II (2 menit kedua): Prosedur pemeriksaan pada pasien anak dan remaja (dibawah 18 tahun):
Penegakan diagnosis dan Tanyakan keluhan utama pada anak/pengantar, catat pada status
terapi oleh Dokter Keluhan fisik murni (F1); keluhan fisik disertai keluhan mental emosional (F2); keluhan ps
Selalu ditanyakan adanya keluhan Mental-emosional dan status perkembangan anak
• Tahap III (2 menit ketiga):
follow up oleh Dokter
1
0
Pemeriksaan dan Diagnosis Kesehatan Jiwa
Tips Wawancara Pada Anak
• Apa yang kamu
Tanyakan pertanyaan rasakan?
terbuka dan konkrit • Apa yang kamu
yang saling berkaitan lihat?
• Apa yang kamu
Dalam melakukan cium?
wawancara usahakan untuk
Menjaga privasi dan membantu pasien agar
kerahasiaan ia mampu mengingat
suatu kejadian
• Menggunakan cara dan teknik yang tepat, sesuai • Hindari mengulang-ulang pertanyaan yang sama
dengan tingkat perkembangan anak. Sebagai atau bertanya sekaligus.
contoh, ada anak yang merasa nyaman untuk
berkomunikasi dengan pemeriksa jika hanya • Hindari pertanyaan yang bersifat sugesti atau yang
didampingi oleh boneka/mainan kesayangannya. akan mengarahkan pasien pada satu jawaban tertentu.
Disamping itu perlu diingat bahwa tidak semua anak • Ulangi pernyataan anak dalam usaha untuk
mampu berkomunikasi verbal dengan lancar pada waktu meyakinkan anak bahwa pemeriksa mengerti apa yang
pemeriksaan, sebagian anak mungkin membutuhkan dikemukakannya.
media gambar atau bermain dalam usaha untuk
• Jika memungkinkan lakukan wawancara pada anak tanpa
membentuk relasi yang optimal dengan pemeriksa.
didampingi oleh orang tuanya. Pada anak yang masih
• Mampu mendeteksi kata-kata kunci dan tema- kecil dapat dipertimbangkan untuk didampingi anggota
tema pikiran yang tidak disadari anak. keluarga dekat lainnya (bukan orang tua).
• Frekuensi wawancara dilakukan seminimal
mungkin (2-3 kali) untuk mencegah timbulnya
konfabulasi pada anak.
Hal Penting Selama Anamnesis
Pada anak, perhatikan dan gunakan tips wawancara pada anak yang sudah dipelajari sebelumnya Menjaga
Korban perlu membuat keputusan sekaligus bertanggungjawab atas pilihan yang diambilnya Peka
Empati
2. Penatalaksanaan Kondisi Psikologis Dan Kesehatan
Jiwa Terhadap Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan
• Masalah kesehatan jiwa yang banyak dialami oleh korban kekerasan baik perempuan dan anak adalah reaksi stres
akut, gangguan stres pasca trauma, depresi, gangguan anxietas dan gangguan psikotik akut.
• Yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan:
Informasikan kepada
(lihat buku saku penatalaksanaan kegawatdaruratan
keluarga bahwa pasien psikiatri bagi tenaga kesehatan di FKTP dan panduan
Atasi gangguan fisik menderita stres dan butuh Atasi keadaan kedaruratan psikiatrik
praktek klinis permenkes No.5 tahun 2014)
sesuai keadaan ditemani oleh orang yang
dekat dengan pasien
Bila tindak kekerasan terjadi dalam
Konseling Perkawinan keluarga/rumah tangga, dimana pelakunya adalah
Beri kesempatan pasien Konseling Keluarga
untuk ventilasi dan
(bagi korban perempuan orang yang dekat dengan pasien (suami terhadap
yang dilakukan oleh isteri, orang-tua terhadap anak, paman terhadap
katarsis emosional suami)
keponakan, atau lainnya), maka petugas
kesehatan sebaiknya melakukan pemeriksaan dan
penanganan terhadap pelakunya (apabila tidak
sedang menjalani proses hukum) untuk mencegah
Terapi Sosial kekerasan berulang.
3. Perawatan Kesehatan Mental
DEFINISI
• Konseling adalah suatu proses memberi bantuan, untuk mengembangkan kemampuan dan potensinya sehingga
dalam kehidupannya sehari-hari ia dapat berfungsi dengan baik dengan belajar untuk mengatasi kesulitan dan
memecahkan masalahnya secara efektif. Konseling dapat dilakukan secara perorangan, berpasangan, keluarga atau
kelompok.
TUJUAN
• Membantu korban mengatasi perasaan negatif atau yang menyakitkan yang dimilikinya
• Membantu korban mengenali dan menerima dirinya sendiri (baik itu berupa potensi atau sumber daya
serta keterbatasan yang dimilikinya
• Membantu korban untuk lebih mengenali masalah yang dialaminya.
TUGAS KONSELOR
• Membantu korban menyadari permasalahan yang dihadapi dan bersama-sama dengan korban,
konselor memecah permasalahan menjadi beberapa masalah yang sederhana sehingga dapat
ditangani satu per satu dan menentukan prioritas masalah yang akan ditangani terlebih dahulu.
• Memfasilitasi korban menemukan alternatif pemecahan masalah, termasuk memberi
informasi dan membantu korban menelaah konsekuensi dari setiap alternatif
• Membangun kemampuan untuk mengambil keputusan yang bijaksana dan realistis
• Membimbing korban melaksanakan atau menerapkan keputusannya dengan cara:
• Membantu korban membuat rencana tindakan yang akan dilakukannya
Percakapannya dua
Rahasia, aman dan arah, timbal balik,
dapat dipercaya kerjasama dan saling
menghargai
Memperhatikan
karakteristik korban dan Membangun kemandirian
kemungkinan pengaruh dan menumbuhkan
lingkungan sosial budaya tanggungjawab pada diri
serta kesiapannya untuk korban
berubah
PRINSIP KONSELING (2)
Tahap membina raport (hubungan antara petugas dan korban) dan rasa
percaya
Tahap akhir/kesepakatan
Tahap pencatatan
TEKNIK KONSELING PADA ANAK
Persiapan
Jalin Hubungan
Bertanya
Persiapan
Berkomunikasi dengan perujuk (dokter, petugas kesehatan lain, orang yang mendampingi anak dsb) tentang
dugaan masalah anak
Pelajari identitas diri anak (usia, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan) akan mempengaruhi cara kita
berinteraksi
Siapkan ruang konseling, ruangan tidak perlu banyak mainan atau berwarna-warni karena akan
mengganggu konsentrasi anak tetapi cukup terang dan alas duduk yang nyaman
Pekalah dengan kehadiran pendamping anak/pengasuh/orang yang merujuk karena bisa bermanfaat (membuat anak
merasa aman) tetapi juga bisa membuat anak tertutup
Jalin Hubungan
• Hubungan yang baik akan menentukan apakah kita mampu melakukan skrining dan
membantu anak lebih lanjut.
• Sikap petugas kesehatan yang dibutuhkan:
• Hangat, senang berinteraksi/bermain dengan anak
• Perlihatkan ketertarikan, memiliki humor namun peka dengan situasi yang
dihadapi
• Empati
• Peka, berkomunikasi sesuai dengan tahap perkembangan anak
• Memberikan pujian dan dukungan, tidak menyalahkan
Teknik Bertanya Sesuai Usia Anak
Periode Teknik bertanya yang Hindari
perkembangan baik
Balita 3-5 tahun Duduk sejajar anak (dikarpet atau Membuat pertanyaan yang rumit
kursi kecil) “habis dipukulin apa kamu pergi?
Pertanyaan singkat dan pertanyaan Kemana? Ada tidak yang
terbuka “setelah kamu dipukul apa menemani?”
yang kamu lakukan?” Menggunakan pertanyaan tertutup
Gunakan kata bantu “lalu…” “oo “kamu dipukul?”
jadi begitu, terus…” Mengungkapkan asumsi kita karena
Gunakan alat bantu mis. Poster anak akan mempercayai cerita kita
ekspresi wajah untuk menjelaskan sebagai kenyataan, semata-mata karena
perasaan belum mampu membedakan kenyataan
Gunakan alat bantu lain misal dan fantasi “ibu tahu kamu dipukul
boneka puppet, gambar sama bapak kamu kan? Ini nih, ada biru-
biru kamu pasti dicubit sampai kayak
begini”
Teknik Bertanya Sesuai Usia Anak
Periode Teknik bertanya yang baik Hindari
perkembangan
Anak usia SD Berikan waktu yang lebih lama untuk menjalin hubungan. Menilai atau menyalahkan
6-12 tahun Mulailah dengan membicarakan hal-hal yang akrab “pantesan kamu dipukul,
(acara tv, tokoh idola, mainan kesukaan) nakal sih”
Dengarkan dengan empati Hindari pertanyaan yang
Biarkan anak yang memulai dan memimpin pembicaraan sifatnya fakta-fakta terlalu
Jika anak sulit untuk bercerita berikan pertanyaan yang banyak
menyediakan pilihan jawaban “mmm…jadi kamu dibawa ke Hindari kontak mata terus
tempat yang kamu tidak kenal. Berapa orang yang membawa menerus
kamu? Satu orang? Dua orang? Tiga orang? Ulang pertanyaan Hindari pertanyaan yang
atau ganti dengan kata-kata baru jika anak tidak menjawab abstrak “menurut kamu ada
Ungkapkan kembali perasaan yang dikatakan oleh anak hikmahnya ngga kamu
“jadi kamu merasa marah karena teman kamu meninju kamu” mengalami peristiwa ini?”
Hindari pertanyaan
‘kenapa?’ “kenapa kamu
tidak kabur?”
Teknik Bertanya Sesuai Usia Anak
Remaja Berikan waktu yang lebih untuk menjelaskan Hindari menasehati “kamu
13-18 tahun kerahasiaan pembicaraan, biarkan anak betul-betul seharusnya lebih banyak
mengerti dan merasa yakin bergaul dengan temen-
Tunjukkan sikap respek dengan mendengarkan pendapat teman kamu supaya tidak
remaja “menurut kamu apa yang membuat mereka dibully”
memukul kamu?”
Tanya pendapat mereka apa alternatif solusi bagi
permasalahan mereka
Identifikasi kecenderungan untuk bunuh diri
Apa yang Harus Dilihat? Observasi Anak
Kondisi fisik: tinggi dan berat apakah sesuai usia? Bagaimana tampilan kesehatannya secara umum? Ke aktifan selama pertemuan
Cara ia menjalin hubungan dengan anda dan orang lain: menarik diri, cepat akrab tetapi merasa aneh, reaksi orang lain yang bertem
Kepekaan dalam melakukan observasi akan menentukan bagaimana kita akan bersikap dan menanggapi anak dan membantu kita u
Jenis Alat Bantu Selama Konseling Kta
• Gunakan boneka puppet untuk berinteraksi dengan anak. Ajak anak untuk
Boneka puppet berbicara dan bercerita pada boneka puppet bukan pada anda, mulailah
(usia 2-5 tahun) dengan cerita lucu, kegiatan sehari-hari kemudian baru menanyakan
tentang permasalahan anak.
Boneka • Penggunaan boneka misalnya untuk membantu anak menunjukkan bagian tubuh yang mengalami
tubuh kekerasan. Jika anak belum jelas mengatakan dirinya menga lami kekerasan, hendaknya dihindari
manusia (6- meminta anak menunjukkan dampak kekerasan. Biarkan anak untuk memainkan boneka dengan
caranya sendiri. Hindari mengajurkannya menunjukkan permainan tertentu dengan bonekanya,
12 tahun) seperti mengatakan, “tunjukkan dong sama ibu bagaimana kamu dipukuli”. Hal ini cenderung
membuat anak menjadi tertutup.
Penggunaan Alat Bantu
Hindari penggunaan alat bantu yang terlalu menarik: penuh warna, bersuara, rumit, detail
Hentikan penggunaan alat
bantu ketika alat bantu
mengganggu proses
konseling
• Ukur kemampuan diri sendiri, apakah konselor • Tangani dulu yang lebih mendesak atau diperkirakan akan
mampu mengatasi situasi yang akan dihadapi mengganggu proses. Misalnya pengantar atau keluarga
bersama dampingan tersebut yang sangat banyak bicara
• Selalu bina rapport untuk menjalin rasa percaya dan • Setelah kondisi emosi cukup tenang, baru masuk ke
aman fakta-fakta. Gunakan bahasa sopan/hormat dan
• Jelaskan peran sebagai petugas kesehatan dan batas-batas menenangkan, misalnya : “Maaf sebelumnya. Saya bisa
(hal-hal yang dicakup dari layanan, yang tidak dicakup, melihat bahwa ibu masih sangat sedih akibat peristiwa
aturan Puskesmas, dll) yang terjadi. Namun, terpaksa saya harus bertanya detil
untuk kelengkapan berkas….”
• Jelaskan batas/kondisi pertemuan
• Catat atau rekam dengan tidak mengganggu proses
• Dengarkan keluhan. Bila diperlukan, anggarkan cukup percakapan
waktu untuk tangani aspek-aspek emosional terlebih
dahulu • Tidak menangani yang bukan kompetensi dan
lakukan rujukan bila diperlukan
• Sesuai kebutuhan, jelaskan kembali posisi dan
keterbatasan instansi, situasi nyata layanan secara
bersahabat sekaligus tegas
Menghadapi Situasi Konseling Yang Sulit
Mudah tersinggung, menyalahkan,
Terkesandan
berbohong
selalu menolak/mementahkan
memberikan keterangan
usulan
berubah-ubah/berbicara
pihak lain tidak konsisten/berubah-ubah, terkesan ‘manipulatif’
Gelisah, banyak bicara, dan sulit untuk disela
Terus-menerus menangis :
Dengan menjadi pendengar yang baik Sikap bersahabat tapi tegas sama dengan nomor 2, ditambah dengan: Sediakan waktu yang cukup bagi korban untuk mene
Melakukan penguatan positif Jelaskan batas-batas dan aturan Jelaskan pentingnya niat baik dari semua pihak
Menjadi
untuk pendengar
dapat menyelesaikan
yang baik tanpa
masalah
banyak berharap
Identifikasi sejauh mana membahayakan diriFokus
atau perlu
padadirujuk
mendengarkan dan minimalkan tanggapan/usulan meminta kesepakatan kerjasama,
Identifikasi
hak dan
kemungkinan
kewajiban korban
kerjasama
dandengan
petugaspekerja
keseha
Sabar dalam menghadapi ketidakstabilan korban
Menghadapi Situasi Konseling Yang Sulit
gantung dan labil sehingga menuntut pendamping memberi
Tidak
perhatian
mau cerita,
penuhmenolak Menghadapi
untuk kerjasama
keluarga korban yang dominan,
Melakukanberlebihan,
tindakan yang
dan mengganggu
tidak lazim, tidak sinkron, menunjukan waham maup
Sikap bersahabat Tingkatkan rapport yang sudah terbangun Cek apakah rapport sudah terbangun Upayakan informasi dari pihak- pihak terdekat, terma
Alokasikan waktu cukup bagi subjek untuk tenangkan
Jelaskan perlunya
diri mendapat info langsung dari
Alokasikann
korban waktu cukup bagi keluarga/pihak Jika
lain
memungkinkan,
untuk ungkapkan
segera
keluhan
dirujuk ke psikiater
Menjadi pendengar yang baik tanpa banyak berharap
Tunjukkanakan
sikap
solusi
bersahabat sekaligus tegas Jelaskan perlunya mendapat info langsung dari korban. Kemudian dengan sopan, persilahkan pen
Tangani sisi emosi Sikap bersahabat sekaligus tegas
Jelaskan keterbatasan peran
Kapan Saat Merujuk ke Tenaga Profesional?
Menangis yang tak terkendaliMasalah dengan tidur (terlalu banyak atau terlalu sedikit)
Depresi Kecemasan Kemarahan
Ketakutan atau
ancaman untuk
membahayakan diri
sendiri atau orang
lain Menarik diri sama
sekali dari
Ketidakmampuan lingkungan/orang
untuk mengurus
kebersihan diri lain, tidak
menunjukkan
respons emosional
Sering
menceritakan
berulang-ulang Keresahan yang
kejadian traumatis sangat nyata terlihat
PENUGASAN BERMAIN PERAN
Skenario 1/ Kasus 1
Kekerasan pada Perempuan Dewasa
Korban adalah ibu rumah tangga, usia 28 tahun, menikah dan mempunyai 2 orang anak. Datang ke
Puskesmas dengan keluhan: Jantung berdebar, sesak nafas, lemas, seperti mau pingsan, hal ini
sudah 5 kali terjadi sehingga pasien tidak berani keluar rumah, takut mati mendadak, keluhan akan
bertambah bila suami ada di rumah.
Korban riwayat kekerasan yang dilakukan oleh suami dengan melihat jejak anamnesis pada
status pasien.
Skenario 2/ Kasus 2
Kekerasan pada Anak
Korban adalah anak lali-laki siswa SD kelas 3, usia 9 tahun, mempunyai adik 1 orang.
Datang ke puskesmas diantar oleh ibunya dengan keluhan dalam 2 bulan terakhir anak
nafsu makan menurun, tidur malam gelisah dan suka mengigau, malas pergi ke sekolah,
prestasi belajar menurun, ia seringkali melamun, dan tidak mengerjakan tugas (PR).
Lakukan pemeriksaan jiwa dengan metode 2 menit dan berikan konseling kepada pasien. Apa
yang perlu dilakukan selanjutnya??
TERIMA KASIH