Anda di halaman 1dari 39

MATERI INTI 3 - POKOK BAHASAN 3

TATA LAKSANA PSIKOSOSIAL KORBAN KTP/A


TERMASUK TPPO

DIREKTORAT KESEHATAN USIA PRODUKTIF DAN


LANJUT USIA

ToT Pelayanan Kesehatan bagi Korban KtP/A dan TPPO


Depok, 29 Agustus 2022
TUJUAN PEMBELAJARAN

UMUM
• Setelah mengikuti materi, peserta mampu melakukan tata laksana korban KtP/A terrmasuk TPPO

KHUSUS
• Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
1. Melakukan tatalaksana penanganan medis korban KtP/A
2. Membuat Visum et Repertum (VeR) sesuai dengan aspek medikolegal dalam penanganan kasus KtP/A dan Rape
kit, sesuai dengan kompetensi dan kewenangan
3. Melakukan tata laksana psikososial korban KtP/A
Tata Laksana Psikososial Korban Ktp/A Termasuk TPPO

Sub Pokok Bahasan 1

Pemeriksaan Psikologis/Kesehatan Jiwa

Sub Pokok Bahasan 2

Penatalaksanaan kondisi psikologis dan kesehatan jiwa terhadap Perempuan dan Anak korban kekera

Sub Pokok Bahasan 3

Perawatan Kesehatan Mental


Dampak Psikologis Yang Timbul Akibat Kekerasan

Rasa takut pada banyak hal seperti


takut akan reaksi keluarga maupun Reaksi emosional lain seperti
teman-teman, takut orang lain syok, rasa tidak percaya, marah,
tidak akan mempercayai malu, menyalahkan diri sendiri,
keterangannya, takut terhadap kacau, bingung, histeris.
pelaku.

Gangguan emosional ini dapat


memunculkan masalah sulit tidur,
hilang nafsu makan, mimpi buruk,
selalu ingat peristiwa kekerasan.
Perilaku yang Bisa Menjadi Indikator
Terjadinya Kekerasan pada
Seseorang

• Tidak mampu memusatkan perhatian, atau


• Tegang, tampak serba bingung dan panik, mata
mengalihkan tatapan muka
melihat kesana kemari
• Salah tingkah
• Memperlihatkan marah dan kebencian
• Sering salah ucap dalam berbicara
• Sering menangis, sedih dan putus asa, menjadi
• Penampilan tidak rapi/tidak terurus dibandingkan sensitif dan mudah salah sangka
biasanya
• Cenderung merasa salah
• Sering melamun dan sulit atau tidak mau bicara
• Mudah curiga pada orang lain
• Cemas, grogi serba canggung
• Memberikan informasi yang tidak konsisten
1. Pemeriksaan Psikologis/Kesehatan Jiwa

Anamnesis/wawancara psikiatrik

Pemeriksaan psikiatrik

Diagnosis psikiatrik
Anamnesis (Wawancara Psikiatrik)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam wawancara psikiatrik pada korban KtP/A:
• Menjadi pendengar yang baik selama berkomunikasi dan bersifat fleksibel sewaktu berkomunikasi dengan
pasien.
• Menjadi pendengar aktif dan mampu berempati

• Jika memungkinkan maka proses wawancara direkam baik secara audio atau video.

• Hindari mengulang-ulang pertanyaan yang sama atau memberi beberapa pertanyaan sekaligus

• Hindari pertanyaan yang menggiring atau mengarahkan jawaban tertentu

• Ulangi pertanyaan dengan berbeda untuk menilai konsistensi jawaban

• Ulangi jawaban untuk meyakinkan bahwa pemeriksa mengerti apa yang dikemukakan korban.
Sekaligus untuk mencegah kebohongan
• Jangan memberikan pertanyaan yang menambah trauma
Pemeriksaan Jiwa Metode 2 Menit

Prosedur pemeriksaan pasien dewasa(18


tahun keatas):
• Tanyakan keluhan utama pasien, catat pada status dengan
menggunakan bahasa pasien
• Golongkan keluhan tersebut apakah termasuk: keluhan fisik murni
(F1); keluhan fisik disertai keluhan mental emosional (F2); keluhan
• Tahap I (2 menit pertama): psiko-somatik (PS); atau keluhan mental-emosional (ME), dan beri
dilakukan Anamnesis oleh kode
Dokter dan atau Perawat. • Bila keluhan utama termasuk PS atau ME, lanjutkan dengan
Dibuat diagnosis kerja pertanyaan (aktif)

• Tahap II (2 menit kedua): Prosedur pemeriksaan pada pasien anak dan remaja (dibawah 18 tahun):
Penegakan diagnosis dan Tanyakan keluhan utama pada anak/pengantar, catat pada status
terapi oleh Dokter Keluhan fisik murni (F1); keluhan fisik disertai keluhan mental emosional (F2); keluhan ps
Selalu ditanyakan adanya keluhan Mental-emosional dan status perkembangan anak
• Tahap III (2 menit ketiga):
follow up oleh Dokter
1
0
Pemeriksaan dan Diagnosis Kesehatan Jiwa
Tips Wawancara Pada Anak
• Apa yang kamu
Tanyakan pertanyaan rasakan?
terbuka dan konkrit • Apa yang kamu
yang saling berkaitan lihat?
• Apa yang kamu
Dalam melakukan cium?
wawancara usahakan untuk
Menjaga privasi dan membantu pasien agar
kerahasiaan ia mampu mengingat
suatu kejadian

Gunakan bahasa yang


mudah dimengerti
oleh anak, jangan
Jika perlu dapat gunakan bahasa yang
digunakan pertanyaan jarang digunakan atau
tertutup tidak populer

Usahakan menggunakan Gunakan nama


kata-kata konkrit dalam panggilan daripada
mengajukan pertanyaan nama resminya
Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Melakukan
Wawancara Psikiatrik pada Anak:

• Menggunakan cara dan teknik yang tepat, sesuai • Hindari mengulang-ulang pertanyaan yang sama
dengan tingkat perkembangan anak. Sebagai atau bertanya sekaligus.
contoh, ada anak yang merasa nyaman untuk
berkomunikasi dengan pemeriksa jika hanya • Hindari pertanyaan yang bersifat sugesti atau yang
didampingi oleh boneka/mainan kesayangannya. akan mengarahkan pasien pada satu jawaban tertentu.
Disamping itu perlu diingat bahwa tidak semua anak • Ulangi pernyataan anak dalam usaha untuk
mampu berkomunikasi verbal dengan lancar pada waktu meyakinkan anak bahwa pemeriksa mengerti apa yang
pemeriksaan, sebagian anak mungkin membutuhkan dikemukakannya.
media gambar atau bermain dalam usaha untuk
• Jika memungkinkan lakukan wawancara pada anak tanpa
membentuk relasi yang optimal dengan pemeriksa.
didampingi oleh orang tuanya. Pada anak yang masih
• Mampu mendeteksi kata-kata kunci dan tema- kecil dapat dipertimbangkan untuk didampingi anggota
tema pikiran yang tidak disadari anak. keluarga dekat lainnya (bukan orang tua).
• Frekuensi wawancara dilakukan seminimal
mungkin (2-3 kali) untuk mencegah timbulnya
konfabulasi pada anak.
Hal Penting Selama Anamnesis

Pada anak, perhatikan dan gunakan tips wawancara pada anak yang sudah dipelajari sebelumnya Menjaga

privasi dan kerahasiaan

Pastikan korban dalam keadaan aman dan nyaman

Hargai perbedaan individu

Menghormati pilihan dan keputusan korban sendiri

Korban perlu membuat keputusan sekaligus bertanggungjawab atas pilihan yang diambilnya Peka

terhadap latar belakang dan kondisi korban

Empati
2. Penatalaksanaan Kondisi Psikologis Dan Kesehatan
Jiwa Terhadap Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan

• Masalah kesehatan jiwa yang banyak dialami oleh korban kekerasan baik perempuan dan anak adalah reaksi stres
akut, gangguan stres pasca trauma, depresi, gangguan anxietas dan gangguan psikotik akut.
• Yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan:

Informasikan kepada
(lihat buku saku penatalaksanaan kegawatdaruratan
keluarga bahwa pasien psikiatri bagi tenaga kesehatan di FKTP dan panduan
Atasi gangguan fisik menderita stres dan butuh Atasi keadaan kedaruratan psikiatrik
praktek klinis permenkes No.5 tahun 2014)
sesuai keadaan ditemani oleh orang yang
dekat dengan pasien
Bila tindak kekerasan terjadi dalam
Konseling Perkawinan keluarga/rumah tangga, dimana pelakunya adalah
Beri kesempatan pasien Konseling Keluarga
untuk ventilasi dan
(bagi korban perempuan orang yang dekat dengan pasien (suami terhadap
yang dilakukan oleh isteri, orang-tua terhadap anak, paman terhadap
katarsis emosional suami)
keponakan, atau lainnya), maka petugas
kesehatan sebaiknya melakukan pemeriksaan dan
penanganan terhadap pelakunya (apabila tidak
sedang menjalani proses hukum) untuk mencegah
Terapi Sosial kekerasan berulang.
3. Perawatan Kesehatan Mental

Diskusi kelompok antar


Dukungan psikososial dan korban dengan para kelompok
sosial termasuk konseling pendukung (support group)
merupakan komponen dapat dilakukan apabila
esensial perawatan medis terdapat indikasi perlunya
korban kekerasan seksual terapi jenis ini pada korban.

Berikan terapi hanya pada


kasus-kasus tertentu, saat Rujuk korban ke psikiater atau
distress akut berat membuat profesional terlatih dalam
fungsi (misal kemampuan kesehatan jiwa untuk penilaian
bicara hilang dalam 24 jam) ulang esok harinya. Jika tidak
menjadi terganggu, maka jika ada tenaga professional dan
kondisi fisik korban stabil keluhan berlanjut, dosis dapat
berikan diazepam 5 mg atau 10 diulang dan dilakukan evaluasi
mg, diminum saat akan tidur harian.
malam tidak lebih dari 3 hari.
LATIHAN KASUS

• Ny. T, 45 tahun, datang ke dokter dengan keluhan sering sakit kepala,


mudah lelah, nyeri otot dan nyeri punggung sejak 1 bulan terakhir
• Tidur lebih banyak dari biasanya, mudah jatuh tidur, terbangun dini hari
dengan rasa lelah yang sangat • Gejala apa saja yang
ditemukan?
• Akhir-akhir ini Ny. T semakin mengalami kesulitan untuk menjalankan
• Keterangan tambahan
aktivitas yang selama ini Ia lakukan (membersihkan rumah,
apakah yang diperlukan?
menyiapkan makanan, mencuci pakaian).
• Kemungkinan diagnosis?
• Ia tidak mampu untuk bangun dan menyiapkan kebutuhan anak- anak • Apa yang harus dilakukan
di pagi hari. Tetangganya juga melaporkan bahwa Ny. T seringkali selanjutnya?
mudah tersinggung dan sangat mudah marah.
• Hubungan dengan suaminya kurang baik, suaminya sering melakukan
kekerasan verbal, kata2 yang menyakitkan hati, pernah 2 kali melakukan
kekerasan fisik
KONSELING PADA
KASUS KTP/A TERMASUK
TPPO
• Langkah-langkah penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan/anak dikenal dengan istilah ‘’RADAR’’ dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi atau terlatih :

Recognize • Kenali kemungkinan kekerasan

• Tanyakan secara langsung dan


Ask & Listen
dengarkan dengan empati

Discuss Options • Bicarakan berbagai pilihannya

Asses danger • Nilai Kemungkinan adanya bahaya

• Rujuk ke lembaga atau kelompok


Refer to other groups that could provide assistance
yang bisa membantu
KONSELING

DEFINISI
• Konseling adalah suatu proses memberi bantuan, untuk mengembangkan kemampuan dan potensinya sehingga
dalam kehidupannya sehari-hari ia dapat berfungsi dengan baik dengan belajar untuk mengatasi kesulitan dan
memecahkan masalahnya secara efektif. Konseling dapat dilakukan secara perorangan, berpasangan, keluarga atau
kelompok.

TUJUAN
• Membantu korban mengatasi perasaan negatif atau yang menyakitkan yang dimilikinya

• Membantu korban mengenali dan menerima dirinya sendiri (baik itu berupa potensi atau sumber daya
serta keterbatasan yang dimilikinya
• Membantu korban untuk lebih mengenali masalah yang dialaminya.
TUGAS KONSELOR

• Membantu korban menyadari permasalahan yang dihadapi dan bersama-sama dengan korban,
konselor memecah permasalahan menjadi beberapa masalah yang sederhana sehingga dapat
ditangani satu per satu dan menentukan prioritas masalah yang akan ditangani terlebih dahulu.
• Memfasilitasi korban menemukan alternatif pemecahan masalah, termasuk memberi
informasi dan membantu korban menelaah konsekuensi dari setiap alternatif
• Membangun kemampuan untuk mengambil keputusan yang bijaksana dan realistis
• Membimbing korban melaksanakan atau menerapkan keputusannya dengan cara:
• Membantu korban membuat rencana tindakan yang akan dilakukannya

• Memberi semangat dan dukungan pada korban untuk melaksanakan rencananya


• Membantu korban melakukan evaluasi hasil pelaksanaannya.
PRINSIP KONSELING (1)

Fokus kepada korban,


spesifik atas kebutuhan,
masalah, dan lingkungan
korban

Percakapannya dua
Rahasia, aman dan arah, timbal balik,
dapat dipercaya kerjasama dan saling
menghargai

Membutuhkan keterampilan tertentu:


komunikasi interpersonal,
mendengarkan, bertanya, dan Ada tujuan yang jelas
fasilitasi pengambilan keputusan. dan terstruktur

Memperhatikan
karakteristik korban dan Membangun kemandirian
kemungkinan pengaruh dan menumbuhkan
lingkungan sosial budaya tanggungjawab pada diri
serta kesiapannya untuk korban
berubah
PRINSIP KONSELING (2)

• Memahami isu KtP/A

• Mengenali tugas, tanggung jawab dan kewenangannya


• Mengenali bias/prasangka dalam diri sendiri yang dapat mempengaruhi pola pikir, perasaan, serta tingkahlaku kita
ketika menghadapi korban. Dengan mengenali bias, kita menjadi tahu keterbatasan diri sehingga dapat mengubah
pandangan yang keliru tersebut. Bias dapat berupa bias yang positif, dan bias negatif.
• Contoh bias positif adalah semua dokter pandai, pemuka agama pasti santun dan alim, perempuan pasti sopan dan
lemah lembut, anak-anak itu lucu, dll.
• Contoh bias negatif anak yang kotor adalah anak yang nakal, perempuan emosional, orang tua kolot, dll.
• Menyiapkan ruangan dan alat bantu yang bisa menjaga kerahasiaan dan memberikan rasa aman bagi korban.
Sediakan ruangan yang tertutup dan terhindar dari kebisingan
• Peralatan penunujang yang perlu disediakan sekurang-kurangnya adalah satu buah meja, dua buah kursi atau lebih,
alat tulis, tisu, air minum, informasi lembaga rujukan, lembar balik atau leaflet terkait KDRT, kekerasan seksual,
IMS, dll.
LANGKAH-LANGKAH DALAM KONSELING

Tahap membina raport (hubungan antara petugas dan korban) dan rasa
percaya

Tahap mendengarkan untuk menggali permasalahan

Tahap informasi/pemberian rujukan/pengambilan keputusan

Tahap akhir/kesepakatan

Tahap pencatatan
TEKNIK KONSELING PADA ANAK

Persiapan

Jalin Hubungan
Bertanya
Persiapan

Berkomunikasi dengan perujuk (dokter, petugas kesehatan lain, orang yang mendampingi anak dsb) tentang
dugaan masalah anak

Pelajari identitas diri anak (usia, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan) akan mempengaruhi cara kita
berinteraksi

Persiapkan alat bantu jika diperlukan

Siapkan ruang konseling, ruangan tidak perlu banyak mainan atau berwarna-warni karena akan
mengganggu konsentrasi anak tetapi cukup terang dan alas duduk yang nyaman

Satu petugas kesehatan untuk satu anak

Pekalah dengan kehadiran pendamping anak/pengasuh/orang yang merujuk karena bisa bermanfaat (membuat anak
merasa aman) tetapi juga bisa membuat anak tertutup
Jalin Hubungan

• Hubungan yang baik akan menentukan apakah kita mampu melakukan skrining dan
membantu anak lebih lanjut.
• Sikap petugas kesehatan yang dibutuhkan:
• Hangat, senang berinteraksi/bermain dengan anak
• Perlihatkan ketertarikan, memiliki humor namun peka dengan situasi yang
dihadapi
• Empati
• Peka, berkomunikasi sesuai dengan tahap perkembangan anak
• Memberikan pujian dan dukungan, tidak menyalahkan
Teknik Bertanya Sesuai Usia Anak
Periode Teknik bertanya yang Hindari
perkembangan baik
Balita 3-5 tahun  Duduk sejajar anak (dikarpet atau  Membuat pertanyaan yang rumit
kursi kecil) “habis dipukulin apa kamu pergi?
 Pertanyaan singkat dan pertanyaan Kemana? Ada tidak yang
terbuka “setelah kamu dipukul apa menemani?”
yang kamu lakukan?”  Menggunakan pertanyaan tertutup
 Gunakan kata bantu “lalu…” “oo “kamu dipukul?”
jadi begitu, terus…”  Mengungkapkan asumsi kita karena
 Gunakan alat bantu mis. Poster anak akan mempercayai cerita kita
ekspresi wajah untuk menjelaskan sebagai kenyataan, semata-mata karena
perasaan belum mampu membedakan kenyataan
 Gunakan alat bantu lain misal dan fantasi “ibu tahu kamu dipukul
boneka puppet, gambar sama bapak kamu kan? Ini nih, ada biru-
biru kamu pasti dicubit sampai kayak
begini”
Teknik Bertanya Sesuai Usia Anak
Periode Teknik bertanya yang baik Hindari
perkembangan

Anak usia SD  Berikan waktu yang lebih lama untuk menjalin hubungan.  Menilai atau menyalahkan
6-12 tahun  Mulailah dengan membicarakan hal-hal yang akrab “pantesan kamu dipukul,
(acara tv, tokoh idola, mainan kesukaan) nakal sih”
 Dengarkan dengan empati  Hindari pertanyaan yang
 Biarkan anak yang memulai dan memimpin pembicaraan sifatnya fakta-fakta terlalu
 Jika anak sulit untuk bercerita berikan pertanyaan yang banyak
menyediakan pilihan jawaban “mmm…jadi kamu dibawa ke  Hindari kontak mata terus
tempat yang kamu tidak kenal. Berapa orang yang membawa menerus
kamu? Satu orang? Dua orang? Tiga orang? Ulang pertanyaan  Hindari pertanyaan yang
atau ganti dengan kata-kata baru jika anak tidak menjawab abstrak “menurut kamu ada
 Ungkapkan kembali perasaan yang dikatakan oleh anak hikmahnya ngga kamu
“jadi kamu merasa marah karena teman kamu meninju kamu” mengalami peristiwa ini?”
 Hindari pertanyaan
‘kenapa?’ “kenapa kamu
tidak kabur?”
Teknik Bertanya Sesuai Usia Anak

Periode Teknik bertanya yang Hindari


perkembangan baik

Remaja  Berikan waktu yang lebih untuk menjelaskan  Hindari menasehati “kamu
13-18 tahun kerahasiaan pembicaraan, biarkan anak betul-betul seharusnya lebih banyak
mengerti dan merasa yakin bergaul dengan temen-
 Tunjukkan sikap respek dengan mendengarkan pendapat teman kamu supaya tidak
remaja “menurut kamu apa yang membuat mereka dibully”
memukul kamu?”
 Tanya pendapat mereka apa alternatif solusi bagi
permasalahan mereka
 Identifikasi kecenderungan untuk bunuh diri
Apa yang Harus Dilihat? Observasi Anak

Kondisi fisik: tinggi dan berat apakah sesuai usia? Bagaimana tampilan kesehatannya secara umum? Ke aktifan selama pertemuan

Ekspresi wajah: emosi/mood mudah berubah/stabil

Cara ia menjalin hubungan dengan anda dan orang lain: menarik diri, cepat akrab tetapi merasa aneh, reaksi orang lain yang bertem

Tanda-tanda kecemasan: perilaku agresif, gerakan tubuh berulang (menggoyang-goyangkan kaki)

Kepekaan dalam melakukan observasi akan menentukan bagaimana kita akan bersikap dan menanggapi anak dan membantu kita u
Jenis Alat Bantu Selama Konseling Kta

• Biarkan anak menggambar bebas, meminta anak untuk menceritakan


Menggambar gambar tersebut. Gunakan gambar untuk bertanya tentang permasalahan
anak. Hindari untuk meminta anak menggambar dengan tema yang kita
(usia 6-12 tahun) inginkan misalnya “gambarlah pengalaman yang membuat kamu takut”.

• Gunakan boneka puppet untuk berinteraksi dengan anak. Ajak anak untuk
Boneka puppet berbicara dan bercerita pada boneka puppet bukan pada anda, mulailah
(usia 2-5 tahun) dengan cerita lucu, kegiatan sehari-hari kemudian baru menanyakan
tentang permasalahan anak.

Boneka • Penggunaan boneka misalnya untuk membantu anak menunjukkan bagian tubuh yang mengalami
tubuh kekerasan. Jika anak belum jelas mengatakan dirinya menga lami kekerasan, hendaknya dihindari
manusia (6- meminta anak menunjukkan dampak kekerasan. Biarkan anak untuk memainkan boneka dengan
caranya sendiri. Hindari mengajurkannya menunjukkan permainan tertentu dengan bonekanya,
12 tahun) seperti mengatakan, “tunjukkan dong sama ibu bagaimana kamu dipukuli”. Hal ini cenderung
membuat anak menjadi tertutup.
Penggunaan Alat Bantu

Hindari penggunaan alat bantu yang terlalu menarik: penuh warna, bersuara, rumit, detail
Hentikan penggunaan alat
bantu ketika alat bantu
mengganggu proses
konseling

Singkirkan alat bantu yang tidak digunakan dari pandangan anak


Pastikan alat bantu
sesuai dengan usia anak
Prinsip Umum Penanganan Situasi Konseling yang Sulit

• Ukur kemampuan diri sendiri, apakah konselor • Tangani dulu yang lebih mendesak atau diperkirakan akan
mampu mengatasi situasi yang akan dihadapi mengganggu proses. Misalnya pengantar atau keluarga
bersama dampingan tersebut yang sangat banyak bicara
• Selalu bina rapport untuk menjalin rasa percaya dan • Setelah kondisi emosi cukup tenang, baru masuk ke
aman fakta-fakta. Gunakan bahasa sopan/hormat dan
• Jelaskan peran sebagai petugas kesehatan dan batas-batas menenangkan, misalnya : “Maaf sebelumnya. Saya bisa
(hal-hal yang dicakup dari layanan, yang tidak dicakup, melihat bahwa ibu masih sangat sedih akibat peristiwa
aturan Puskesmas, dll) yang terjadi. Namun, terpaksa saya harus bertanya detil
untuk kelengkapan berkas….”
• Jelaskan batas/kondisi pertemuan
• Catat atau rekam dengan tidak mengganggu proses
• Dengarkan keluhan. Bila diperlukan, anggarkan cukup percakapan
waktu untuk tangani aspek-aspek emosional terlebih
dahulu • Tidak menangani yang bukan kompetensi dan
lakukan rujukan bila diperlukan
• Sesuai kebutuhan, jelaskan kembali posisi dan
keterbatasan instansi, situasi nyata layanan secara
bersahabat sekaligus tegas
Menghadapi Situasi Konseling Yang Sulit
Mudah tersinggung, menyalahkan,
Terkesandan
berbohong
selalu menolak/mementahkan
memberikan keterangan
usulan
berubah-ubah/berbicara
pihak lain tidak konsisten/berubah-ubah, terkesan ‘manipulatif’
Gelisah, banyak bicara, dan sulit untuk disela
Terus-menerus menangis :

Dengan menjadi pendengar yang baik Sikap bersahabat tapi tegas sama dengan nomor 2, ditambah dengan: Sediakan waktu yang cukup bagi korban untuk mene
Melakukan penguatan positif Jelaskan batas-batas dan aturan Jelaskan pentingnya niat baik dari semua pihak
Menjadi
untuk pendengar
dapat menyelesaikan
yang baik tanpa
masalah
banyak berharap
Identifikasi sejauh mana membahayakan diriFokus
atau perlu
padadirujuk
mendengarkan dan minimalkan tanggapan/usulan meminta kesepakatan kerjasama,
Identifikasi
hak dan
kemungkinan
kewajiban korban
kerjasama
dandengan
petugaspekerja
keseha
Sabar dalam menghadapi ketidakstabilan korban
Menghadapi Situasi Konseling Yang Sulit
gantung dan labil sehingga menuntut pendamping memberi
Tidak
perhatian
mau cerita,
penuhmenolak Menghadapi
untuk kerjasama
keluarga korban yang dominan,
Melakukanberlebihan,
tindakan yang
dan mengganggu
tidak lazim, tidak sinkron, menunjukan waham maup

Sikap bersahabat Tingkatkan rapport yang sudah terbangun Cek apakah rapport sudah terbangun Upayakan informasi dari pihak- pihak terdekat, terma
Alokasikan waktu cukup bagi subjek untuk tenangkan
Jelaskan perlunya
diri mendapat info langsung dari
Alokasikann
korban waktu cukup bagi keluarga/pihak Jika
lain
memungkinkan,
untuk ungkapkan
segera
keluhan
dirujuk ke psikiater
Menjadi pendengar yang baik tanpa banyak berharap
Tunjukkanakan
sikap
solusi
bersahabat sekaligus tegas Jelaskan perlunya mendapat info langsung dari korban. Kemudian dengan sopan, persilahkan pen
Tangani sisi emosi Sikap bersahabat sekaligus tegas
Jelaskan keterbatasan peran
Kapan Saat Merujuk ke Tenaga Profesional?

Menangis yang tak terkendaliMasalah dengan tidur (terlalu banyak atau terlalu sedikit)
Depresi Kecemasan Kemarahan

g berhubungan dengan stress seperti : sakit perut, sakit kepala


Ketidakmampuan melupakanSecara kejadian
berlebihan
traumatisterpaku pada
Emosi
pemikiran
yang menumpul
tertentu Pemikiran atau rencana-rencan

Mengalami ketergantungan atau kelekatan pada oranglain secara berlebihan


Sangat mudah terkejut
Mimpi-mimpi buruk
Sangat Dianjurkan Dan Harus Segera Dirujuk

Ketakutan atau
ancaman untuk
membahayakan diri
sendiri atau orang
lain Menarik diri sama
sekali dari
Ketidakmampuan lingkungan/orang
untuk mengurus
kebersihan diri lain, tidak
menunjukkan
respons emosional

Rasa putus asa


Aktivitas yang yang
tidak terkendali menghancurkan
diri sendiri

Sering
menceritakan
berulang-ulang Keresahan yang
kejadian traumatis sangat nyata terlihat
PENUGASAN BERMAIN PERAN

Skenario 1/ Kasus 1
Kekerasan pada Perempuan Dewasa
Korban adalah ibu rumah tangga, usia 28 tahun, menikah dan mempunyai 2 orang anak. Datang ke
Puskesmas dengan keluhan: Jantung berdebar, sesak nafas, lemas, seperti mau pingsan, hal ini
sudah 5 kali terjadi sehingga pasien tidak berani keluar rumah, takut mati mendadak, keluhan akan
bertambah bila suami ada di rumah.
Korban riwayat kekerasan yang dilakukan oleh suami dengan melihat jejak anamnesis pada
status pasien.

Sudah berulang kali ke Puskesmas, tapi tidak ada perbaikan.


Lakukan pemeriksaan jiwa dengan metode 2 menit dan berikan konseling kepada pasien. Apa
yang perlu dilakukan selanjutnya?
PENUGASAN BERMAIN PERAN

Skenario 2/ Kasus 2
Kekerasan pada Anak
Korban adalah anak lali-laki siswa SD kelas 3, usia 9 tahun, mempunyai adik 1 orang.
Datang ke puskesmas diantar oleh ibunya dengan keluhan dalam 2 bulan terakhir anak
nafsu makan menurun, tidur malam gelisah dan suka mengigau, malas pergi ke sekolah,
prestasi belajar menurun, ia seringkali melamun, dan tidak mengerjakan tugas (PR).

Lakukan pemeriksaan jiwa dengan metode 2 menit dan berikan konseling kepada pasien. Apa
yang perlu dilakukan selanjutnya??
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai