Anda di halaman 1dari 12

Asupan Halalan Thayiban untuk ibu dan Balita,

Tindakan Preventif Keluarga Cegah Stunting Informasi


pada anak
Rabu, 21 Desember 2022 08:43 WIB RENCANA STRATEGIS TA
2020 - 2024 Kantor
Kementerian Agama Kab.
SHARE THIS ON: Tangerang

Asupan Halalan Thayiban untuk ibu dan Balita; Tindakan Evaluasi SAKIP 2022 Kantor
Preventif Keluarga Cegah Stunting pada anak Kementerian Agama Kab.
Tangerang
Oleh : Muhamad Andriyani, S.H.I
Laporan Capaian Kinerja
Penghulu KUA Sukadiri Kabupaten Tangerang Triwulan II Tahun 2023 Kantor
Kementerian Agama Kab.
1. Pendahuluan Tangerang

Stunting masih menjadi masalah gizi utama yang dihadapi


Laporan Capaian Kinerja
Indonesia. Berdasarkan data hasil Riset Kesehatan Dasar
Triwulan III Tahun 2023
(Riskesdas) tahun 2018, angka stunting di Indonesia
Kantor Kementerian Agama
sebesar 30,8% (Nur Oktia, 2). Stunting merupakan kondisi
Kab. Tangerang
kekurangan gizi pada balita yang disebabkan oleh banyak
faktor. Stunting menyebabkan pertumbuhan anak menjadi
LAPORAN AKUNTABILITAS
terhambat dan tidak sesuai dengan standar pertumbuhan
KINERJA INSTANSI
yang harusnya dicapai oleh anak pada usianya. Hal ini
PEMERINTAH TAHUN 2022
tentunya dapat menghambat upaya pembangunan
Kantor Kementerian Agama
nasional, karena dalam mewujudkan cita-cita bangsa,
Kab. Tangerang
dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang sehat
berkualitas, dan stunting bisa menjadi batu sandungan
bagi kita semua dalam mewujudkan hal ini. Gallery
Ada banyak hal yang menjadi faktor penyebab terjadinya
stunting. Salah satu faktor utama penyebab stunting ialah
minimnya asupan nutrisi yang baik dan sehat pada balita
dan ibu hamil maupun menyusui. Kurangnya pemberian ASI
dan pemberian MP-ASI yang terlalu dini dapat
meningkatkan risiko terjadinya stunting terutama pada
awal kehidupan (Adair dan Guilkey, 1997). Berdasarkan
hal ini, kita dapat menilai bahwa salah satu faktor utama
penyebab stunting ialah kurangnya asupan gizi yang baik
dan seimbang pada ibu dan anak. Hal ini menjadi ironi bila
kita mengingat kondisi bangsa kita yang dipenuhi dengan
kekayaan hayati, baik dari sektor pertanian, peternakan
ataupun kelautan yang didalamnya terdapat jutaan
sumber pangan yang halal dan baik dengan kadar gizi -
tinggi.

Terkait hal ini, Al-Quran sudah memberi tuntunan pada


kita agar hanya mengkonsumsi makanan halal dan baik.
Begitu pula asupan yang kita berikan pada keluarga kita,
harus merupakan asupan yang halal dan baik. Ada 4 ayat
dalam Al-Quran yang berkaitan dengan hal ini, yaitu Surat
Al-Baqarah ayat 168, Al-Ma'idah ayat 88, Al-Anfal ayat
69 dan Surat An-Nahl ayat 114. Mengkonsumsi asupan
halal dan baik bukan hanya menyehatkan, tetapi juga
mencegah hadirnya penyakit, termasuk stunting. Apabila
ibu hamil, ibu menyusui dan balita dapat mengkonsumsi
asupan yang halal dan baik, yang sudah tersedia
melimpah di bumi Allah, khususnya di negara kita ini, maka
jumlah kasus stunting pun dapat menurun dan
pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dapat
berjalan maksimal.

Berdasarkan uraian di atas, penulis terdorong untuk


menjabarkan konsep asupan halalan thayiban dalam Al-
Quran dengan mengajukan beberapa pertanyaan, yaitu: 1.
Bagaimanakah stunting bisa terjadi? 2. Bagaimanakah
asupan yang halal dan baik itu? 3. Bagaimana mencegah
stunting dengan asupan halal dan baik? Dengan
menjawab 3 pertanyaan tersebut, penulis berharap dapat
mengajak pembaca untuk menjaga asupan yang kita
berikan pada keluarga kita agar terhindar dari stunting.
Juga dalam rangka mendukung pemerintah menurunkan
angka stunting di Indonesia.

2. Stunting dan Pencegahannya

Salah satu tantangan dalam meningkatkan kualitas SDM


Indonesia adalah adanya stunting. Stunting adalah
indikator kekurangan gizi kronis dalam periode 1000 hari
pertama kehidupan seseorang. Hal ini mengancam
kualitas sumber daya manusia Indonesia (Liem, 2019: 1).
Menurut Kinanti, Stunting adalah masalah kurang gizi
kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang
dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan gizi (Kinanti, 3).
Sedangkan menurut Nur Oktia, Stunting didefinisikan
sebagai kondisi status gizi balita yang memiliki panjang
atau tinggi badan yang tergolong kurang jika
dibandingkan dengan umur. Pengukuran dilakukan
menggunakan standar pertumbuhan anak dari WHO, yaitu
dengan interpretasi stunting jika lebih dari minus dua
standar deviasi median. Balita stunting dapat disebabkan
oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu
saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan
gizi pada bayi (2020: 2). Akibat yang ditimbulkan dari
masalah gizi, yaitu adanya hambatan dalam proses
tumbuh kembang, baik fisik maupun mentalnya (Emma,
2012: 30).

Berdasarkan hasil PSG tahun 2015, prevalensi balita


pendek di Indonesia adalah 29%. Angka ini mengalami
penurunan pada tahun 2016 menjadi 27,5%. Namun
prevalensi balita pendek kembali meningkat menjadi
29,6% pada tahun 2017 (Kinanti, 2020: 4). Hal ini
seharusnya menjadi alarm bagi kita untuk cermat melihat
akar masalah stunting ini. Salah satu penelitian dilakukan
di Kabupaten Demak yang merupakan bagian dari provinsi
Jawa Tengah, Indonesia, menunjukkan bahwa salah satu
faktor risiko stunting di wilayah ini adalah asupan
makanan anak (Nur Oktia, 2020: 4).

Dalam artikel berjudul Persepsi Sosial Tentang Stunting di


Kabupaten Tangerang, Liem dkk. Menjelaskan:

Menyikapi kondisi ini, pemerintah Indonesia sudah


menggagas aneka upaya. Berbagai program
dikembangkan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah
gizi balita, antara lain Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(Germas) (Kementerian Kesehatan), Program Keluarga
Harapan (PKH) (Kementerian Sosial), Program Akses
Universal Air Minum dan Sanitasi 2019 untuk menyediakan
sarana air minum dan sanitasi kepada 100% penduduk
Indonesia, yang dikoordinasikan oleh Kementerian
Pekerjaan Umum. Kolaborasi antar lintas kementerian dan
lembaga untuk mengendalikan program-program terkait
intervensi stunting dipimpin oleh Bappenas, melalui Forum
Scaling Up Nutrition (SUN) yang melibatkan pihak-pihak
yang memegang peranan penting dan berpengaruh
terhadap status gizi anak berusia dini. Sedikitnya empat
kementerian bekerja sama meluncurkan Gerakan 1000 hari
pertama kehidupan yang bertujuan untuk mengurangi
masalah gizi dengan menyasar ibu hamil selama 270 hari
masa kehamilan dan anak berusia 0 – 24 bulan (2019: 2).

Program-program tersebut diharapkan dapat menurunkan


angka stunting di Indonesia. Pelaksanaan program
pencegahan stunting diharapkan melibatkan seluruh
masyarakat, namun istilah stunting belum dikenal secara
luas; terlebih faktor risiko dan dampaknya (Liem, 2019: 2).
Sayangnya, ada beberapa kendala dalam pelaksanaan
program-program tersebut, diantaranya ialah
ketidaktahuan masyarakat tentang penyakit ini. Alih-alih,
mengenali gejala dan penanganannya, masyarakat justru
banyak yang belum mengenal istilah stunting sendiri.
Menurut Liem dkk. Istilah stunting sebenarnya tidak begitu
popular di masyarakat. Istilah stunting belum banyak
dikenal oleh masyarakat awam (2019: 4). Masyarakat
lebih mengenal istilah cebol atau kuntring untuk
menunjukan anak-anak yang pertumbuhanya terhambat,
atau lambat dan tidak secepat teman-teman seusianya.
Selain kurangnya pengetahuan terkait istilah stunting,
masyarakat masih belum memahami bahwa
terhambatnya pertumbuhan merupakan penyakit yang
harus dicegah dan diantisipasi sedini mungkin.

Pencegahan stunting dapat dilakukan bila masyarakat


sudah mengenal faktor penyebab stunting. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kejadian stunting secara
langsung dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan kurangnya
asupan gizi secara kualitas maupun kuantitas (Arini, 2020:
1). Asupan gizi yang diperlukan balita diantaranya ASI dan
MP-ASI. ASI memiliki banyak manfaat, misalnya
meningkatkan imunitas anak terhadap penyakit, infeksi
telinga, menurunkan frekuensi diare, konstipasi kronis dan
lain sebagainya (Henningham dan McGregor, 2009).
Kurangnya pemberian ASI dan pemberian MP-ASI yang
terlalu dini dapat meningkatkan risiko terjadinya stunting
terutama pada awal kehidupan (Adair dan Guilkey, 1997).

Besarnya pengaruh ASI eksklusif terhadap status gizi anak


membuat WHO merekomendasikan agar menerapkan
intervensi peningkatan pemberian ASI selama 6 bulan
pertama sebagai salah satu langkah untuk mencapai WHO
Global Nutrition Targets 2025 mengenai penurunan jumlah
stunting pada anak di bawah lima tahun (WHO, 2014).
balita yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif selama 6
bulan pertama lebih tinggi pada kelompok balita stunting
(88,2%) dibandingkan dengan kelompok balita normal
(61,8%) (Khoirun, 2015: 4). Kualitas ASI juga tentunya
harus diperhatikan dengan memastikan bahwa asupan
yang dikonsumsi ibu menyusui adalah asupan yang halal,
baik dan bergizi.

3. Asupan Halalan Thayiban

Kata halal dan thayyib berasal dari Bahasa Arab. Secara


etimologi, kata halal bermakna diddul haroom (antonim
daripada haram). Kata halal sendiri merupakan bentuk
mashdar dari kata halla - yahillu yang artinya bertahalul
atau keluar dari ihram (Munawwir, 1997: 291). Kata halal
juga menunjukan kebolehan melakukan, Kata halal juga
menunjukan kebolehan suatu perbuatan. Sedangkan kata
thayyib berasal dari kata Thaaba - Yatiibu yang artinya
lezat, manis, bagus, baik atau sembuh (Munnawwir, 1997:
874).

Kata halal dan thayyib di dalam Al-Quran, bersanding


dalam 4 ayat dan semunya membahas terkait perintah
mengkonsumsi asupan yang halal dan baik sebagaimana
tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 168:

‫َی ٰۤـَأ ُّی َه ا ٱلَّناُس ُكُلو۟ا ِم َّم ا ِف ی ٱَأۡلۡر ِض َح َلٰـ اࣰل َط ِّی ࣰبا َو اَل َت َّت ِب ُع و۟ا ُخ ُط َوٰ ⁠ِت ٱلَّش ۡی َط ٰـ ِۚن ِإ َّن ُه ۥ َلُكۡم َع ُد ࣱّو‬
‫ُّم ِب یٌن‬

Artinya : Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang


halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu
musuh yang nyata bagimu (Q.s. Al-Baqarah: 168).

Dalam Tafsir Al-Quran Tematik, Kesehatan dalam


Perspektif Al-Quran. Yang diterbitkan oleh Lajnah
Pentashih Al-Quran pada tahun 2009, disebutkan bahwa
ayat 168 surat Al-Baqarah tersebut di atas menerangkan
bahwa Allah subhanahu wa taala menyuruh manusia untuk
makan makanan yang halal dan tayyib (kemenag, 2009:
268). Dalam tafsir Al-Misbah, Quraish Shihab menjelaskan
bahwa ajakan ayat di atas ditunjukan bukan hanya kepada
orang-orang beriman tetapi untuk seluruh manusia seperti
terbaca di atas. Hal ini menunjukan bahwa bumi disiapkan
Allah untuk seluruh manusia, mukmin atau kafir (2017:
456). Anjuran mengkonsumsi makanan halal ini tentunya
bertujuan demi kebaikan diri manusia, karena Allah yang
menciptakan manusia, maka Allah-lah yang paling
mengetahui apa yang layak dan yang tidak layak
dikonsumsi.

Lebih jauh lagi, Quraish Shihab memaparkan, perlu


digarisbawahi bahwa perintah ini ditujukan Kepada
seluruh manusia, percaya kepada Allah atau tidak.
Seakan-akan Allah berfirman: Wahai orang-orang kafir,
makanlah yang halal, bertindaklah sesuai dengan hukum,
karena itu bermanfaat untuk kalian dalam kehidupan dunia
kalian (2017: 457). Perintah ini berlaku universal karena
diawali dengan lafadz Yaa Ayyuhannas, dan perintah ini
berkaitan dengan kesehatan manusia sendiri, baik
beriman kepada Allah ataupun tidak.

Menurut Quraish Shihab, makanan halal adalah makanan


yang tidak haram, yakni memakanya tidak dilarang oleh
agama (2017: 456). Makanan yang haram, telah banyak
disebutkan dalam Al-Quran seperti pada surat Al-Maidah
ayat 3. Selain daripada yang tergolong haram, dapat kita
kategorikan sebagai makanan halal. Perhatian Al-Quran
terhadap makanan sedemikian besar, sampai-sampai
menurut pakar tafsir Ibrahim bin Umar Al-Biqai, "Telah
menjadi kebiasaan Allah dalam Al-Quran bahwa Dia
menyebut diri-Nya sebagai Yang Maha Esa, serta
membuktikan hal tersebut melalui uraian tentang ciptaan-
Nya kemudian memerintahkan untuk makan" (Shihab,
1996: 137).

Selain dalam surat Al-Baqarah ayat 168, perintah


mengkonsumsi makanan yang halal dan baik juga
terdapat dalam Surat Al-Ma'idah ayat 88:

‫َو ُكُلو۟ا ِم َّم ا َر َز َق ُكُم ٱُهَّلل َح َلٰـ اࣰل َط ِّی ࣰبۚا َو ٱَّتُق و۟ا ٱَهَّلل ٱَّلِذ ۤی َأ نُت م ِب ِه ۦ ُم ۡؤ ِم ُنون‬

Artinya: Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah


kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan
bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-
Nya. (Qs. Al-Ma'idah: 88)

Al-Anfal ayat 69:


‫َف ُكُلو۟ا ِم َّم ا َغ ِنۡم ُت ۡم َح َلٰـ اࣰل َط ِّی ࣰبۚا َو ٱَّتُق و۟ا ٱَۚهَّلل ِإ َّن ٱَهَّلل َغ ُف وࣱر َّر ِح یࣱم‬

Artinya: Maka, makanlah dari sebagian rampasan perang


yang telah kamu peroleh itu, sebagai makanan yang halal
lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Qs. Al-Anfal: 69)

Dan Surat An-Nahl ayat 114:

‫َف ُكُلو۟ا ِم َّم ا َر َز َق ُكُم ٱُهَّلل َح َلٰـ اࣰل َط ِّی ࣰبا َو ٱۡش ُكُر و۟ا ِنۡع َم َت ٱِهَّلل ِإ ن ُكنُت ۡم ِإ َّی اُه َت ۡع ُب ُد وَن‬

Artinya: Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki


yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah
nikmat Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.
(Qs. An-Nahl: 114)

Ayat-ayat diatas menunjukan bahwa selain untuk menjaga


keseimbangan kondisi tubuh dan menjaga kesehatan,
mengkonsumsi makanan halal juga menunjukan
penghambaan dan ketakwaan manusia kepada Allah.

Ada banyak makanan halal yang dapat kita konsumsi


seperti makanan yang berasal dari laut. Dalam surat Al-
Maidah ayat 96, Allah berfirman:

‫ِح َّل َلُكْم َص ْي ُد اْلَب ْح ِر َو َط َع اُم ٗه َم َت اًع ا َّلُكْم َو ِل لَّس َّي اَرِة ۚ َو ُح ِّر َم َع َلْي ُكْم َص ْي ُد اْلَب ِّر َم ا ُد ْم ُت ْم‬
‫ُح ُر ًم اۗ َو اَّتُق وا َهّٰللا اَّلِذ ْٓي ِا َلْي ِه ُت ْح َش ُر ْو َن‬

Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan (yang


berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu,
dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan
diharamkan atasmu (menangkap) hewan darat, selama
kamu sedang ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang
kepada-Nya kamu akan dikumpulkan (kembali) (Q.s. Al-
Maidah: 96)

M. Quraish Shihab, Dalam karyanya Wawasan Al-Quran,


menjelaskan: "Buruan laut" maksudnya adalah binatang
yang diperoleh dengan jalan usaha seperti mengail,
memukat, dan sebagainya, baik dari laut, sungai, danau,
kolam, dan lain-lain. Sedang kata "makanan yang berasal
dari laut" adalah ikan dan semacamnya yang mudah
diperoleh dengan mudah karena telah mati sehingga
mengapung (1996: 141). Selain daripada binatang laut,
makanan halal juga dapat kita peroleh dari binatang darat
yang tidak tergolong binatang haram. Adapun jenis-jenis
hewan yang haram dikonsumsi dijelaskan dalam surat Al-
Maidah ayat 3 dan 90, surat Al-Baqarah ayat 173, dan
surat Al-An'am ayat 145. Allah Swt. berfirman:

‫ُح ِّر َم ْت َع َلْي ُكُم اْلَم ْي َت ُة َو الَّد ُم َو َلْح ُم اْلِخ ْن ِز ْي ِر َو َم ٓا ُا ِه َّل ِل َغ ْي ِر ِهّٰللا ِب ٖه َو اْلُم ْن َخ ِن َق ُة َو اْلَم ْو ُق ْو َذ ُة‬
‫َو اْلُم َت َر ِّد َي ُة َو الَّن ِط ْي َح ُة َو َم ٓا َا َكَل الَّس ُب ُع ِا اَّل َم ا َذ َّكْي ُت ْۗم َو َم ا ُذ ِب َح َع َلى الُّنُص ِب َو َا ْن‬
‫َت ْس َت ْق ِس ُم ْو ا ِب اَاْلْز اَل ِۗم ٰذ ِل ُكْم ِف ْس ٌۗق َاْلَي ْو َم َي ِٕىَس اَّلِذ ْي َن َكَف ُر ْو ا ِم ْن ِد ْي ِن ُكْم َف اَل َتْخ َش ْو ُه ْم‬
‫َو اْخ َش ْو ِۗن َاْلَي ْو َم َا ْكَم ْلُت َلُكْم ِد ْي َن ُكْم َو َا ْت َم ْم ُت َع َلْي ُكْم ِنْع َم ِت َو َرِض ْي ُت َلُكُم اِاْل ْس اَل َم ِد ْي ًن ۗا‬
‫ْي‬
‫َف َم ِن اْض ُط َّر ِف ْي َم ْخ َم َص ٍة َغ ْي َر ُم َت َج اِنٍف ِاِّل ْث ٍۙم َف ِا َّن َهّٰللا َغ ُف ْو ٌر َّر ِح ْي ٌم‬

Artinya Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,


daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan
atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang
jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas,
kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan
pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan
pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah),
(karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-
orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada
mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah
Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku
cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam
sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena
lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh,
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (Q.s. Al-
Maidah: 3)

Banyak analisis yang dikemukakan oleh ulama dan


ilmuwan tentang sebab-sebab diharamkanya apa yang
dikemukakan oleh ayat ini. Bangkai misalnya, diharamkan
kareana kematiannya dikhawatirkan akibat penyakit yang
diidapnya sehingga memakannya dapat menularkan
kuman penyakit ini (Shihab, 2017: 22). Begitupula dengan
yang halal dan baik, mereka diperbolehkan untuk
dikonsumsi tentunya karena kandungan nutrisi yang
bermanfaat bagi manusia. Misalnya daging sapi, ikan,
atau ayam yang mengandung protein hewani, atau
sayuran, kacang-kacangan dan buah-buahan yang
mengandung protein nabati, serat dan vitamin.

Dari pemaparan diatas. Dapat dipahami bahwa Islam


menjaga kesehatan umatnya melalui hadits dan ayat yang
memerintahkan untuk menjaga kebersihan, membentuk
pola hidup sehat dan teratur, serta menjaga pola makan,
yaitu dengan hanya memakan yang halal dan baik, tidak
berlebihan serta tidak berboros-borosan. Hal ini tentunya
berlaku bagi siapapun yang ingin menjaga kesehatan
dirinya, maupun keluarganya, termasuk ibu hamil dan
menyusui serta balita.

4. Mencegah Stunting Dengan Asupan Halal Dan Baik

Pencegahan stunting melalui konsumsi asupan halalan


thayiban tentunya bisa menjadi solusi untuk memperbaiki
perkembangan SDM Indonesia. Terlebih bila kita
mengingat bahwa mayoritas masyarakat Indonesia tidak
mengenal istilah stunting dan seluk beluknya. Di sisi lain,
masyarakat tentunya sepakat bahwa asupan halalan
thayiban untuk ibu hamil, menyusui serta balita sangat
baik bagi tumbuh kembang anak dan menjadi upaya
dalam menghindari penyakit gizi seperti stunting.

Untuk mewujudkan pencegahan hal ini, perlu adanya


upaya bersama dari semu kalangan yang terlibat.
Beberapa langkah yang dapat ditempuh diantaranya:
Pertama, Pemerintah harus memastikan pangan yang
beredar di pasaraan adalah pangan yang halal dan baik.
Selain itu, pemerintah juga harus terus menjalankan
program pengentasan stunting lainya. Kedua, Orang tua
harus memperdalam pengetahuan tentang penyakit yang
dapat diderita anak, terutama yang berkaitan dengan
gizi. Ketidaktahuan orang tua dapat memperbesar potensi
terjadinya stunting. Ketiga, Ibu yang sedang hamil harus
mengkonsumsi makanan yang berkualitas. Kehamilan
yang tidak dibarengi dengan konsumsi makanan yang baik
akan menjadikan kehamilan yang lemah, beresiko dan
bahkan bisa berakibat buruk terhadap janin (Lamadhah,
2010: 59). Keempat, Praktisi dan tenaga kesehatan harus
terus mengedukasi masyarakat agar bisa memilih
makanan yang tepat bagi ibu hamil, menyusui dan balita.

Dengan menjalankan empat langkah tadi, asupan bagi ibu


hamil dan menyusui tentu dapat lebih terjaga sehingga
faktor penyebab stunting dapat diminimalisir. Dan juga
pengembangan sumber daya manusia Indonesia dapat
berjalan lebih optimal.

5. Penutup
Stunting merupakan kondisi kurangnya asupan gizi pada
anak pertumbuhan tidak optimal atau tidak mencapai
standar pertumbuhan yang seharusnya. Kondisi ini dapat
menghambat pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM)
Indonesia. Ada banyak faktor yang dapat menjadi
penyebab terjadinya stunting diantaranya ialah kurang
atau buruknya kualitas asupan gizi untuk ibu hamil dan
menyusui serta balita. Padahal hal ini sangat menentukan
keberhasilan pertumbuhan anak.

Dalam Al-Quran, manusia diperintahkan untuk


mengkonsumsi asupan yang halal dan baik, juga dilarang
untuk mengkonsumsi pangan yang diharamkan karena
dihawatirkan dapat memberi dampak buruk bagi yang
mengkonsumsinya. Begitupula dengan pangan yang halal
dan baik, ada kemaslahatan berupa gizi seimbang serta
kesehatan di dalamnya.

Untuk mewujudkan pencegahan hal ini, perlu adanya


upaya bersama dari semua kalangan yang terlibat.
Beberapa langkah yang dapat ditempuh diantaranya:
Pertama, Pemerintah harus memastikan pangan yang
beredar di pasaraan adalah pangan yang halal dan baik.
Kedua, Orang tua harus memperdalam pengetahuan
tentang penyakit yang dapat diderita anak. Ketiga, Ibu
yang sedang hamil harus mengkonsumsi makanan yang
berkualitas. Keempat, Praktisi dan tenaga kesehatan
harus terus mengedukasi masyarakat agar bisa memilih
makanan yang tepat bagi ibu hamil, menyusui dan balita.

Daftar Pustaka

Al-Quran dan Terjemahanya, Shafra'. Solo, Tiga Serangkai


Pustaka Mandiri: 2013.

Hayati, Arini, dkk. "Faktor-Faktor yang Memengaruhi


Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan".
Universitas Tanjungpura.

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran Badan Litbang dan


Diklat Departemen Agama RI. Tafsir Al-Quran Tematik,
Kesehatan dalam Perspektif Al-Quran. Jakarta: 2009.
Lamadhah, Dr. Athif. Buku Pintar Kehamilan dan
Melahirkan, Sebuah Panduan Praktis.. Diva Press,
Yogyakarta: 2010.

Liem S., dkk. "Persepsi Sosial Tentang Stunting di


Kabupaten Tangerang", Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 18
No 1, Juni 2019

Munawir, A. Warson. Al-Munawwir, Kamus Arab –


Indonesia. Surabaya, Pustaka Progresif: 1997.

Ni'mah, Khoirun & Nadhiroh, St. Rahayu. "Faktor Yang


Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita".
Media Gizi Indonesia, Vol. 10, No. 1 Januari–Juni 2015.

Nirmalasari, Nur Oktia. "Stunting Pada Anak: Penyebab


dan Faktor Risiko Stunting di Indonesia". Qawwam :
Journal For Gender Mainstreaming, Vol. 14, No. 1 (2020),
Hal. 19-28.

Pandi, Dra. Emma & Wirakusumah, M.Sc.. Panduan


Lengkap Makanan Balita. Penebar Plus, Jakarta: 2012.

Rahmadhita, Kinanti. "Permasalahan Stunting dan


Pencegahannya". Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada,
Vol 11, No, 1, Juni 2020.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah, Kesan, Pesan dan


Keserasian Al-Quran. Volume 1. Tangerang Selatan,
Lentera Hati: 2017.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah, Kesan, Pesan dan


Keserasian Al-Quran. Volume 3. Tangerang Selatan,
Lentera Hati: 2017.

Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'I


atas Pelbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, Jakarta:
1996.
MENU

TAUTAN

KONTAK

Jln. H. Somawinata No.3 Pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang, Tigaraksa - 15720

Telp. / Fax. #
Email: kabtangerang@kemenag.go.id

© 2022 Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tangerang

Anda mungkin juga menyukai