Internasional
(Penulis Artikel : Afista Yunaeni Nataliana)
Abstrak :
Perdagangan internasional telah menjadi salah satu aspek penting dalam perekonomian
global saat ini. Negara-negara di seluruh dunia saling bergantung satu sama lain dalam hal
ekspor dan impor barang dan jasa. Dalam konteks ini, peranan pajak dan nilai mata uang suatu
negara menjadi faktor penting yang memengaruhi keberhasilan perdagangan internasional.
Pajak dan nilai mata uang yang tepat dapat memberikan kontribusi positif terhadap
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas keuangan suatu negara. Artikel ini akan membahas
peranan pajak dan nilai mata uang dalam perdagangan internasional serta dampaknya terhadap
ekonomi global.
1. Pertumbuhan Ekspor
Neraca perdagangan dan nilai tukar berjalan beriringan (comovement) di mana
perubahan pada nilai tukar akan menyebabkan perubahan pada neraca perdagangan, begitu
sebaliknya perubahan neraca perdagangan akan berakibat pada naik/turunnya nilai tukar suatu
negara. Pada Gambar 3 diilustrasikan dampak dari terjadinya apresiasi nilai tukar mata uang
negara eksportir yang menyebabkan harga produk negara tersebut menjadi lebih tinggi.
Peningkatan harga tersebut menyebabkan menurunnya permintaan ekspor dikarenakan pasar
dunia mengharapkan harga yang lebih rendah.
Apresiasi nilai tukar akan memberi dampak harga produk impor menjadi lebih murah
dibandingkan harga sebelum terjadinya apresiasi. Hal ini mengakibatkan permintaan terhadap
barang impor akan semakin tinggi. Sebaliknya, pada saat terjadi depresiasi nilai tukar,
permintaan barang ekspor akan meningkat akibat dari harga barang ekspor yang lebih rendah.
Sedangkan permintaan akan barang impor menjadi menurun karena depresiasi nilai tukar
menyebabkan harga barang impor menjadi lebih tinggi. Secara simultan, perubahan neraca
perdagangan akan mempengaruhi nilai tukar mata uang dalam negeri akibat dari transaksi
ekspor dan impor yang menyebabkan keluar masuknya mata uang
Nilai mata uang yang rendah dapat meningkatkan daya saing produk dalam negeri di
pasar internasional. Dengan nilai mata uang yang rendah, harga produk dalam negeri menjadi
lebih murah dalam mata uang asing, sehingga meningkatkan permintaan ekspor. Hal ini dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi negara melalui peningkatan volume ekspor barang dan jasa.
Penurunan ekspor Indonesia tidak lepas dari krisis yang dialami oleh hampir semua
negara di Eropa dan Amerika. Krisis finansial di Benua Eropa bergerak ke arah yang semakin
tidak menguntungkan. Badai krisis tidak cukup menyerang negara non inti zona euro seperti
Yunani, Portugal, dan Irlandia, tetapi juga mengguncang inti zona Euro termasuk Italia dan
Spanyol karena interkoneksi sistem perekonomian antar negara anggota. Pertumbuhan
ekonomi telah berhenti di Eropa. Kondisi yang sama nyaris terjadi di Amerika Serikat yang
belum sepenuhnya pulih dari krisis utang sejak tahun 2008. Lembaga Capital Economics
memprediksi pertumbuhan ekonomi Amerika hanya 2% pada tahun 2013 (Bisnis Indonesia,
2013). Keadaan yang terjadi di Eropa dan Amerika tentu sangat berdampak bagi ekspor
Indonesia, mengingat kawasan tersebut merupakan pasar tradisional yang menyerap hampir
dari 30% produk tanah air. Gambar 4 memperlihatkan bahwa ekspor Indonesia dari tahun 2005
hingga tahun 2012 terutama ditujukan ke negara-negara ASEAN.
Kemudian negara tujuan lainnya yang merupakan juga target pasar dari barang-barang
ekspor Indonesia adalah negara-negara yang berada di Eropa dan diikuti oleh Amerika, Cina,
dan Australia. Lesunya perekonomian negara tujuan tersebut mengakibatkan negaranegara
tesebut menurunkan permintaan mereka terhadap barang dan jasa dari Indonesia. Penurunan
ini tentunya berdampak kepada turunnya ekspor Indonesia. Terlebih lagi pada tahun 2012
seperti yang telah diuraikan di atas bahwa perekonomian negara-negara Eropa dan Amerika
masih belum bisa mengatasi krisis dan berdampak pada penurunan ekspor Indonesia.
Pada saat inilah negara-negara yang menjadi pasar non tradisional perlu dilirik, seperti
Amerika Latin, Timur Tengah, dan Afrika yang masih menyisakan ruang untuk tumbuh secara
ekonomi sehingga mampu mendorong permintaan produk nusantara. Perlu digarisbawahi
bahwa pada saat memberikan sambutan pada Peresmian Pembukaan Trade Expo Indonesia ke-
27, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan bahwa diversifikasi tujuan
perdagangan merupakan suatu keharusan mengingat masih berlanjutnya ketidakpastian
perekonomian global. Pada kesempatan lain Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan tampaknya
menyadari kemampuan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pasar-pasar non tradisional
belum banyak dilirik, untuk itu perlu dilakukan diversifikasi kepada pasar-pasar tersebut
(Bisnis Indonesia, 2013).
Pendapat yang sama dikemukakan oleh BPS, yang dikutip oleh Detik Finance pada
Senin tanggal 4 Febuari 2013, bahwa terdapat beberapa negara non tradisional yang memiliki
tingkat kebutuhan tinggi terhadap produk Indonesia. Diantara negara-negara non tradisional
yang menjadi potensi besar ekspor produk tanah air diantaranya adalah Belanda, Filipina,
Hongkong, Italia, dan Vietnam. Menurut BPS ada beberapa komoditas favorit asal Indonesia
yang diminati negaranegara tersebut seperti kertas/karton, mesin/peralatan listrik, lemak, dan
minyak hewan/nabati, kopi, teh, rempah-rempah, tembaga, ikan, dan udang, plastik dan barang
dari plastik, mesin, bahan bakar mineral, kendaraan, dan bagiannya (Detik Finance, 2013)
Dalam teori ekonomi makro (macroeconomic theory), hubungan antara ekspor
dengan tingkat pertumbuhan ekonomi atau pendapatan nasional merupakan suatu
persamaan identitas karena ekspor merupakan bagian dari tingkat pendapatan nasional
(Oiconita, 2006). Ditinjau dari sudut pengeluaran, ekspor merupakan salah satu faktor
terpenting dari Gross Nasional Product (GNP), sehingga dengan berubahnya nilai ekspor
maka pendapatan masyarakat secara langsung juga akanmengalami perubahan. Di lain pihak,
tingginya eksporsuatu negara akan menyebabkan perekonomian tersebut akan sangat
sensitive terhadap keguncangan-keguncangan atau fluktuasi yang terjadi di pasaran
internasional maupun di perekonomian dunia (Irham dan Yogi, 2003)
Ekspor merupakan upaya dalam menjalankan penjualan komoditas yang kita miliki
kepada bangsa lain atau negara asing sesuai dengan ketentuan pemerintah dengan
mengharapkan pembayaran dalam valuta asing. Berdasarkan hasil estimasi dan penelitian
terdahulu, hal ini telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa jika ekspor meningkat
maka jumlah cadangan devisa yang dimiliki akan ikut meningakat sehingga persediaan impor
dalam beberapa bulan berikutnya akan tercukupi dan akan memperbesar kemampuan negara
tersebut melakukan transaksi ekonomi. Berkaitan dengan pengaruh ekspor. Impor juga
memiliki pengaruh terhadap cadangan devisa. impor adalah perdagangan dengan cara
memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia. Impor mempunyai sifat yang
berlawanan dengan ekspor. Kalau ekspor dapat dikatakan sebagai faktor “injeksi”, maka impor
justru merupakan “kebocoran” dalam pendapatan nasional. Berdasarkan hasil estimasi, hal ini
telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi nilai impor maka akan
mengurangi persediaan cadangan devisa.
2. Pengendalian Impor
Impor dapat diartikan sebagai pembelian barang dan jasa dari luar negeri ke dalam
negeri dengan perjanjian kerjasama antara 2 negara atau lebih. Impor juga bisa dikatakan
sebagai perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke wilayah Indonesia
dengan memenuhi ketentuan yang berlaku (Hutabarat, 1996:403). Impor adalah proses
transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya
dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau
komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya
membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Impor
adalah bagian penting dari perdagangan internasional. Kegiatan impor dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan rakyat. Produk impor merupakan barangbarang yang tidak dapat
dihasilkan atau negara yang sudah dapat dihasilkan, tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan
rakyat (Ratnasari, 2012).
Sebaliknya, nilai mata uang yang tinggi dapat mengurangi daya beli impor. Dengan
nilai mata uang yang tinggi, harga produk impor menjadi lebih mahal dalam mata uang
domestik, sehingga mengurangi permintaan impor. Hal ini dapat membantu mengendalikan
defisit perdagangan suatu negara dan melindungi industri dalam negeri dari persaingan produk
impor yang lebih murah.
Neraca pembayaran sebuah negara dikatakan surplus apabila terdapat kelebihan
danaperdagangan dan investasi dibandingkan kewajiban-kewajiban yang dibayarkan
kepada negara sedangkan dikatakan defisit apabila impor lebih besar dari pada ekspor.
Keadaan neraca pembayaran yang surplus atau defisit mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi Indonesia.Menurut Thirlwall (1979), neraca pembayaran bertindak sebagai kendala
pada tingkat pertumbuhan output. Kenaikan output domestic karena meningkatnya
impor dapat menyebabkan defisit neraca pembayaran yang memungkinkan penurunan
permintaan atau depresiasi nilai tukar riil. Negara-negara tumbuh lebih cepat dalam
menghadapi elastisitas pendapatan yang lebih tinggi untuk ekspor daripada impor. Hal ini
disebabkan tidak ada negara yang pertumbuhannya lebih cepat daripada tingkat pembayaran
yang harus dibayar karenarasio utang luar negeri terhadap PDB yang besar menyebabkan
keruntuhan kepercayaan internasional dan eksternal.
3. Stabilitas Keuangan
Nilai mata uang yang stabil sangat penting dalam perdagangan internasional.
Ketidakstabilan nilai mata uang dapat mengakibatkan fluktuasi harga yang signifikan dalam
perdagangan internasional. Hal ini dapat mengganggu kepercayaan investor dan menyebabkan
ketidakpastian ekonomi. Oleh karena itu, menjaga stabilitas nilai mata uang menjadi peranan
penting dalam upaya menjaga stabilitas keuangan dan pertumbuhan ekonomi negara. Model
ekonomi tertutup tanpa pajak dan belum ada perdagangan merupakan penyederhanaan dari
dunia nyata, dimana tidak ada depresiasi, pajak dan subsidi. Dalam ekonomi sederhana ini
terdapat tiga agen, yaitu rumah tangga swasta, pemerintah dan produsen. Keterkaitan antar
agen ekonomi dan komponen-komponen permintaan akhir ditunjukkan pada Gambar 6. Bagian
atas terdapat rumah tangga regional.
Pengeluaran rumah tangga berdasarkan pada agregat fungsi utilitas Cobb-Douglas
dimana pengeluaran dialokasikan pada rumah tangga swasta, pemerintah dan tabungan. Arus
pengeluaran rumah tangga swasta disimbolkan sebagai PRIVEXP. Pada bagian tengah
menunjukkan unsur pemerintah. Rumah tangga regional menerima pendapatan yang dihasilkan
oleh pemerintah. Arus pengeluaran pemerintah ditunjukkan oleh simbol GOVEXP. Walaupun
model GTAP tidak menangkap fenomena pasar uang, namun seluruh pendapatan rumah tangga
regional yang tidak habis dibelanjakan oleh pemerintah, rumah tangga swasta dan perusahaan,
dimasukkan di dalam pengeluaran sebagai tabungan. Arus pengeluaran rumah tangga regional
ke dalam tabungan disimbolkan sebagai SAVE. Produsen merupakan pemakai input
intermediate dan faktor endowmentt yang menghasilkan output barang dan jasa. Sumber
pendapatan rumah tangga regional diasumsikan hanya dari “penjualan” faktor endowment
(tenaga kerja, lahan, modal, sumber daya alam) ke perusahaan. Aliran pendapatan ini
digambarkan sebagai VOA (endw) yang diartikan sebagai Nilai Output pada harga di tingkat
agen dari komoditi endowment (Value of Output at Agents’ prices of endowment
commodities).
Kesimpulan:
Pajak dan nilai mata uang memiliki peranan penting dalam perdagangan internasional.
Pajak dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan untuk mengendalikan perdagangan
internasional, sumber pendapatan negara, pengendalian impor dan subsidi ekspor, serta
proteksi industri dalam negeri. Sementara itu, nilai mata uang dapat mempengaruhi daya saing
produk dalam negeri, pertumbuhan ekspor, pengendalian impor, dan stabilitas keuangan. Oleh
karena itu, penting bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang tepat dalam pengaturan
pajak dan nilai mata uang, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan stabilitas
keuangan suatu negara dalam perdagangan internasional.
Berdasarkan pembahasan diatas, terdapat tiga kesimpulan sebagai berikut. Pertama,
ekspor Indonesia dari berbagai sektor dari tahun 2005 sampai tahun 2012 secara keseluruhan
menunjukkan perkembangan tren yang positif, walaupun pada tahun 2008- 2009 serta tahun
2012 menujukkan terjadinya penurunan ekspor Indonesia. Demikian pula halnya dengan
ekspor ke negara tujuan utama ekspor barang dan jasa Indonesia secara keseluruhan
menunjukkan tren positif dengan negara tujuan utama yaitu negara-negara ASEAN, Eropa, dan
Amerika. Namun pada tahun 2008-2009 serta tahun 2012 telah terjadi penurunan ekspor
Indonesia.
Kedua, berdasarkan hasil analisis regresi jangka panjang ternyata nilai tukar memiliki
pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap ekspor Indonesia. Hal ini menunjukkan semakin
kuatnya nilai tukar (apresiasi) akan menyebabkan semakin menurunnya ekspor Indonesia.
Demikian pula halnya dengan PDB yang memiliki pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap ekspor. Hal ini menunjukkan semakin tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia
semakin meningkat kinerja ekspornya.
Ketiga adalah dalam jangka pendek nilai tukar memiliki pengaruh yang negatif dan
signifikan terhadap ekspor Indonesia. Koefisien ECT menghasilkan tanda negatif dan
signifikan yang mengandung arti bahwa konvergensi variabel ekspor untuk menuju
keseimbangan terjadi jika terjadi shock dalam perekonomian. Kajian ini mendukung
pandangan bahwa nilai tukar memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap ekspor
Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan menjaga nilai tukar pada level yang tepat merupakan
kebijakan yang perlu dilakukan agar peningkatan ekspor Indonesia dapat terjadi. Disamping
itu, perlu diciptakan situasi yang kondusif bagi perusahaan pengekspor untuk berproduksi di
Indonesia. Ekspor Indonesia pada negara-negara tujuan tradisional, seperti negara-negara
Eropa dan Amerika, sudah jenuh dan cenderung menurun. Oleh karena itu, perlu dilakukan
diversifikasi pasar ekspor Indonesia ke negara-negara baru atau non tradisional.
Daftar Pustaka
Bisnis Indonesia. (2013, 7 Januari). Ekspor Dibayangi Krisis Eropa. Bank Indonesia. (2013).
Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia. BPS. (2012).
Statistik Ekspor dan Impor. Jakarta: BPS. Carmen, S. and Nicolae. (2011).
The Relationship Between Exchange Rate and Exports in Romania Using a Vector
Autoregressive Model. Anales Universitatis Apulensis Series Oeconomica No.13 (2).
Romania.
Detik Finance. (2013, 13 Februari). 5 Negara Ini Berpotensi Dongkrak Ekspor Indonesia.
Diunduh tanggal 15 Februari 2013 dari (http://finance.detik.com/re
ad/2013/02/04/141430/2160534/4/5- negara-ini-berpotensi-dongkrak-eksporindonesia).
Ekananda, M. (2004). Analisis Pengaruh Volatilitas Nilai Tukar pada Ekspor Komoditi
Manufaktur di Indonesia Penerapan Estimasi dengan Menggunakan Distribusi Lag
Poissons pada Persamaan Non Linier Seemingly Unrelated Regression. Buletin Ekonomi
Moneter dan Perbankan. Jakarta: Bank Indonesia.
Goeltom, M dan M. Suardhani. (1997). Analisa Dampak Intervensi Bank Sentral Dalam
Penerapan EksporImpor di Indonesia.
Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Volume XIV No.1. Goeltom, M.S. (1998).
Manajemen Nilai Tukar di Indonesia dan Permasalahannya. Jakarta: Bank Indonesia. Gujarati,
D.N. (2003). Basic Econometrics, 4th Edition. New York: Mc. Graw-Hills International.
Hall, S. et al. (2010). Exchange Rate Volatility and Export Performance: Do Emerging
Market Economies Resemble Industrial Countries or other Developing Countries.
Economic Modeling.
Huchet-Bourdon, M. and J. Korinek. (2012). Trade Effets of Exchange Rate and their
Volatility: Chilie and New Zeland. OECD Trade Policy Papers No. 136. Koran Tempo.
(2012, 21 Agustus).
Macroeconomics 5th Edition. New York: Worth Publishers. Marilyne Hucher-Bourdon dan
Jane Korinek. (2012).
Trade Effects of Exchange Rate and their Volatility: Chili and New Zealand. OECD Trade
Policy Paper No. 136. OECD Publishing. Metrotvnews. (2013, 15 Februari).
Eskpor Indonesia Terus Melambat di 2013. Diunduh tanggal 15 Febuari 2013 dari
(http://www.metrotvnews.com/ metronews/read/2013/01/03/2/120059/ Ekspor-
Indonesia-Terus-Melambat-di2013).
Omojimite, B.U. and G. Akpokodje. (2010). The Impact of Exchange Rate Reforms on Trade
Performance in Nigeria. Journal Social Sience No. 23(1): 53-62. Nigeria.
Sobri. (2001). Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan Dasar Kebijakannya.Yogyakarta:
BPFE UII. Sukirno, S. (2004).
Susilo, A. (2001). Dampak Ketidakpastian Nilai Tukar Indonesia Terhadap Pertumbuhan
Ekspor Periode 1979- 1988: Suatu Pendekatan Kointegrasi dan Model Koreksi
Kesalahan. Tesis Universitas Indonesia. Jakarta. Widarjono, A. (2007).
Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Ekonisia.
World Bank. (2012).
World Development Indicators. Diunduh 26 Febuari 2013 dari
http://data.worldbank.org/country/ indonesia. Yudhoyono, S.B. (2012).
Transkrip Sambutan Presiden Republik Indonesia Peresmian Pembukaan Trade Expo
Indonesia (TEI) ke-27 dan Pernyataan Penghargaan Primaniyarta JI-Expo Kemayoran 17
Oktober 2012. Diunduh 10 Februari 2013 dari http://www.presidenri.go.id/