Anda di halaman 1dari 10

Artikel Pentingnya Peranan Pajak dan Nilai Mata Uang dalam Perdagangan

Internasional
(Penulis Artikel : Afista Yunaeni Nataliana)

Abstrak :
Perdagangan internasional telah menjadi salah satu aspek penting dalam perekonomian
global saat ini. Negara-negara di seluruh dunia saling bergantung satu sama lain dalam hal
ekspor dan impor barang dan jasa. Dalam konteks ini, peranan pajak dan nilai mata uang suatu
negara menjadi faktor penting yang memengaruhi keberhasilan perdagangan internasional.
Pajak dan nilai mata uang yang tepat dapat memberikan kontribusi positif terhadap
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas keuangan suatu negara. Artikel ini akan membahas
peranan pajak dan nilai mata uang dalam perdagangan internasional serta dampaknya terhadap
ekonomi global.

I. Peranan Pajak dalam Perdagangan Internasional


Pajak merupakan salah satu instrumen kebijakan yang digunakan oleh pemerintah untuk
mengatur dan mengendalikan perdagangan internasional. Pajak dapat diterapkan pada barang
dan jasa yang diekspor maupun diimpor. Beberapa peranan penting dari pajak dalam
perdagangan internasional antara lain:
1. Sumber Pendapatan Negara
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
bahwa disebutkan pendapatan negara merupkan semua penerimaan yang berasal dari
penerimaan perpajakan, penerimaan non-perpajakan, serta penerimaan hubah dari
dalam dan luar negeri. Dari penjelasannya dapat disimpulkan bahwa sumber
pendapatan negara berasal dari tiga sektor, yaitu pajak, non-pajak, dan hibah. Dari
ketiga sumber ini yang menjadi lambung penerimaan dari kas negara.
Besarnya penerimaan yang diterima suatu negara ditetapkan oleh Kementriaan
Keuangan atas persetujuan presiden yang telah dibahas bersama DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat). Yang mana nantinya akan digunakan untuk mensejahterakan
rakyat sebagai sebuah perwujudan sila kelima, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Sumber pendapatan negara tadi juga akan kembali lagi pada rakyat dalam
bentuk program bantuan atau pembangunan fasilitas umum.
Sumber pendapata suatu negara yang berasal dari pajak dibagi dalam tujuan
sektor, yaitu Pajak Pnghasilan, Pajak Pertambahan Nilai , Pajak Penjualan Barang
Mewah , Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Ekspor, Pajak Perdagangan Internasional,
serta Bea Masuk dan Cukai. Besaran tarif pajak telah ditentukan oleh UndangUndang
Perpajakan yang berlaku. Umumnya pajak mulai dikenakan saat seseorang sudah
memiliki penghasilan dengan besaran tertentu.
Berapa penerimaan pajak Indonesia? Dalam hal ini Pemerintah menargetkan
targetpenerimaan perpajakan dalam APBN 2019 sebesar Rp. 1.77,56 triliun, hingga
Mei 2019, target tersebut baru tercapai 31,48% atau tercatat Rp. 496,65 triliun.
Realisasi penerimaan pajak pada Mei 2019 yang mencapai target tertinggi berasal dari
migas, yakni mencapai 39,83% dari target APBN. 0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Jul Jan Triliun Rupiah 3 Realisasi ini diikuti oleh pajak penghasilan yang mencapai
35,83%, dan non-migas sebesar 35,51% dari target APBN. Sementara itu, realisasi
penerimaan terkecil berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak lainnya
sebesar 10,29%. Realisasi penerimaan perpajakn pada Mei 2019 lebih tinggi Rp.
109,65 triliun dari April 2019 yang mencapai Rp. 387 triliun. Selain itu, jika
dubandingkan dari priode yang sama tahun lalu, realisasi penerimaan Mei 2019 lebih
tinggi sebesar Rp. 12,15 triliun dibandingkan Mei 2018yang mencapai Rp. 484,5
triliun.
Pajak pada barang dan jasa yang diekspor maupun diimpor dapat menjadi
sumber pendapatan negara yang signifikan. Pendapatan dari pajak ini dapat digunakan
untuk membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan ekonomi negara. Dengan
adanya pendapatan yang cukup, pemerintah dapat meningkatkan kualitas infrastruktur
dan layanan publik, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi dan daya saing suatu
negara dalam perdagangan internasional.
Merupakan model sebelumnya dengan memasukkan perdagangan internasional
dengan negara lain. Rest of the World (ROW) di bagian bawah menunjukkan adanya
perdagangan dengan wilayah luar. Struktur ekonomi ROW diasumsikan identik
dengan ekonomi domestik. Masing-masing agen di dalam ekonomi domestik akan
memberikan “pembayaran impor” kepada ROW. Arus pembayaran impor ke ROW
dari rumah tangga swasta ditunjukkan dengan VIPA, dari pemerintah adalah VIGA,
dan dari produsen adalah VIFA. Transisi dari ekonomi tertutup menjadi terbuka
mengakibatkan adanya dua sektor global, yaitu bank global dan perdagangan global.
Bank global di tengah gambar, menghubungkan antara tabungan global (SAVE) dan
investasi barang (REGINV). Perdagangan global dimaksudkan sebagainilai output
pasar (VOM). Gambar 8 menunjukkan model ekonomi riil satu wilayah yang lengkap
dengan perekonomian tertutup. Untuk analisis selanjutnya model ini menjadi model
dasar GTAP.
Adapun sumber pendapatan negara non-pajak terdiri dari keuntungan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), pengelolaan sumber daya alam, pinjaman, barang
sitaan, percetakan uang, atau sumbangan. Berikut ini merupakan contoh pendapatan
negara yang non-pajak:
➢ Sumber penerimaan dari barang-barang yang dikuasai atau milik
Pemerintah. Barang-barang yang dikuasai ini kemudian disewakan
kepada pihak swasta. Kemudian, biaya sewanya akan dimasukkan ke
dalam kas negara sebagai salah satu sumber pendapatan negara
➢ Perusaan yang melakukan monopoli dan oligopoli ekonomi. Seperti
yang disebutkan, salah satu pendapatan negara non-pajak adalah
keuntungan Badan Usaha Milik Negara. Perusahaan negara biasanya
bersifat monopoli dan berskala besar. Keuntungan dari BUMN ini
menjadi pendapatan negara yang disisikan untuk pembiayaan negara itu
sendiri.
➢ Denda yang dijatuhkan untuk kepentingan unun selanjutnya juga
termasuk menjadi pendapatan negara non-pajak. Denda yang dimaksud
adalah hukuman berupa sitaan atau pembayaran yang telah disepakati
besarnya. Untuk barang sitaan biasanya 4 akan dilelang untuk kemudian
hasilnya masuk dalam kas negara.
2. Pengendalian Impor dan Subsidi Ekspor
Melalui pajak, pemerintah dapat menerapkan kebijakan yang mempengaruhi
arus impor dan ekspor suatu negara. Pajak yang tinggi pada barang impor dapat
mengurangi volume impor dan mendorong masyarakat untuk lebih mengkonsumsi
produk dalam negeri. Di sisi lain, pemerintah juga dapat memberikan insentif berupa
subsidi pajak pada barang ekspor, sehingga meningkatkan daya saing produk dalam
negeri di pasar internasional.
Perkembangan ekspor Indonesia terlihat bahwa perkembangan ekspor
Indonesia ke luar negeri didominasi oleh sektormanufaktur sebagai sektor utama
ekspor. Sektor kedua terbesar dalam ekspor Indonesia adalah sektor pertambangan,
meliputi minyak bumi, gas alam, batu bara dan lainnya, sedangkan sektor pertanian
dan lainnya masih belum dapat memberikan kontribusi yang cukup besar dalam ekspor
Indonesia. Gambar 3 menunjukkan bahwa ekspor Indonesia memang secara umum
mengalami tren pertumbuhan yang positif. Hal ini bisa terlihat dari total ekspor
Indonesia pada tahun 2005 yang berkisar sebesar USD 86.995.295.000 naik sebesar
116,46% menjadi USD 188.311.539.000 pada tahun 2012. Namun ada kalanya ekspor
Indonesia mengalami penurunan, yaitu dalam kurun waktu 2005-2012 seperti pada
tahun 2008, 2009, dan tahun 2012. Penurunan ekspor pada tahun 2008 dan 2009
tersebut terjadi akibat dari krisis global pada tahun 2008.
3. Proteksi Industri dalam Negeri
Pajak juga dapat digunakan sebagai instrumen proteksi bagi industri dalam
negeri. Pemerintah dapat memberlakukan pajak tarif tinggi pada barang impor yang
bersaing langsung dengan produk dalam negeri. Langkah ini bertujuan untuk
melindungi industri dalam negeri dari persaingan yang tidak seimbang dengan produk
impor yang lebih murah.
Tarif dapat diartikan juga sebagai pajak yang dikenakan atas barang yang
diangkut dari sebuah wilayah kekuasaan politik satu ke wilayah politik lain,
khususnya pajak atas barang yang diimpor kekuasaan politik satu ke wilayah
politik lain atau tingkat pajak yang dikenakan atas barang tersebut.9Atau diartikan
juga GATT tidak melarang proteksi industri dalam negeri, namun demikian sebagai
salah satu prinsip GATT jika proteksi ini dilakukan maka harus melalui tarif. Salah
satu tujuan pengaturan demikian adalah agar ruang lingkup proteksi tadi menjadi
transparan dan untuk mengurangi distorsi perdagangan yang
ditimbulkannya.10Secara historis perundingan di bidang tarif merupakan bagian yang
paling lama ditangani oleh GATT. Sejak semula, dalam sejarah GATT, pada
setiap putaran perundingan (GATT Rounds of Multilateral Trade Negotiations-
MTN), telah berlangsung upaya menurunkan tingkatbea masuk negara anggota GATT.
Dalam hal penurunan tingkat tarif, sejak berdirinya GATT pada tahun 1947, telah
banyak dicapai kemajuan. Rata-rata tarif untuk hasil manufaktur yang dikenakan
negara-negara maju terhadap produk impor pada Tokyo Round sebesar4,9%,
sedangkan pada 1947 mencapai tingkat sebesar rata-rata 40%. Penurunan tingkat tarif
yang cukup substansial ini dapat dicapai berkat perundingan yang telah dilakukan
dalam GATT selama periode sejak tahun 1947.11Faktor utama yang menyebabkan
sulitnya penurunan tingkat tarif antara lain adalah hal-hal berikut12:
a) Jenis tarif yang belum diturunkan oleh negara-negara maju adalah tarif bagi
produk yang secara politis cukup sensitif, seperti tekstil. Tarif impor
produk semacam ini sulit untuk diturunkan.
b) Negara-negara maju berpendapat bahwa pada masa yang lalu negara
berkembang telah banyak memperoleh special leniency. Oleh karena itu,
kini negara berkembang juga diwajibkan memberikan kontribusi dalam
hak cutsand bindingsatau penurunan tarif yang diterapkansecara mengikat.
c) Pada sebagian negara maju maupun negara berkembang, terdapat produk-
produk yang tingkat tarifnya belum dikenakan binding, sebagai contoh adalah
hasil pertanian. Negara maju maupun negara berkembang pada umumnya
setuju bahwa prevalence of boundtariffsperlu ditingkatkan, namun sulit untuk
mencapai kata sepakat mengenai tingkat tarif yang harus diterapkan

II. Peranan Nilai Mata Uang dalam Perdagangan Internasional


Selain pajak, nilai mata uang juga memiliki peranan penting dalam perdagangan
internasional. Nilai mata uang suatu negara dapat mempengaruhi daya saing produk dalam
negeri di pasar internasional. Beberapa peranan penting dari nilai mata uang dalam
perdagangan internasional antara lain:

1. Pertumbuhan Ekspor
Neraca perdagangan dan nilai tukar berjalan beriringan (comovement) di mana
perubahan pada nilai tukar akan menyebabkan perubahan pada neraca perdagangan, begitu
sebaliknya perubahan neraca perdagangan akan berakibat pada naik/turunnya nilai tukar suatu
negara. Pada Gambar 3 diilustrasikan dampak dari terjadinya apresiasi nilai tukar mata uang
negara eksportir yang menyebabkan harga produk negara tersebut menjadi lebih tinggi.
Peningkatan harga tersebut menyebabkan menurunnya permintaan ekspor dikarenakan pasar
dunia mengharapkan harga yang lebih rendah.
Apresiasi nilai tukar akan memberi dampak harga produk impor menjadi lebih murah
dibandingkan harga sebelum terjadinya apresiasi. Hal ini mengakibatkan permintaan terhadap
barang impor akan semakin tinggi. Sebaliknya, pada saat terjadi depresiasi nilai tukar,
permintaan barang ekspor akan meningkat akibat dari harga barang ekspor yang lebih rendah.
Sedangkan permintaan akan barang impor menjadi menurun karena depresiasi nilai tukar
menyebabkan harga barang impor menjadi lebih tinggi. Secara simultan, perubahan neraca
perdagangan akan mempengaruhi nilai tukar mata uang dalam negeri akibat dari transaksi
ekspor dan impor yang menyebabkan keluar masuknya mata uang
Nilai mata uang yang rendah dapat meningkatkan daya saing produk dalam negeri di
pasar internasional. Dengan nilai mata uang yang rendah, harga produk dalam negeri menjadi
lebih murah dalam mata uang asing, sehingga meningkatkan permintaan ekspor. Hal ini dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi negara melalui peningkatan volume ekspor barang dan jasa.
Penurunan ekspor Indonesia tidak lepas dari krisis yang dialami oleh hampir semua
negara di Eropa dan Amerika. Krisis finansial di Benua Eropa bergerak ke arah yang semakin
tidak menguntungkan. Badai krisis tidak cukup menyerang negara non inti zona euro seperti
Yunani, Portugal, dan Irlandia, tetapi juga mengguncang inti zona Euro termasuk Italia dan
Spanyol karena interkoneksi sistem perekonomian antar negara anggota. Pertumbuhan
ekonomi telah berhenti di Eropa. Kondisi yang sama nyaris terjadi di Amerika Serikat yang
belum sepenuhnya pulih dari krisis utang sejak tahun 2008. Lembaga Capital Economics
memprediksi pertumbuhan ekonomi Amerika hanya 2% pada tahun 2013 (Bisnis Indonesia,
2013). Keadaan yang terjadi di Eropa dan Amerika tentu sangat berdampak bagi ekspor
Indonesia, mengingat kawasan tersebut merupakan pasar tradisional yang menyerap hampir
dari 30% produk tanah air. Gambar 4 memperlihatkan bahwa ekspor Indonesia dari tahun 2005
hingga tahun 2012 terutama ditujukan ke negara-negara ASEAN.
Kemudian negara tujuan lainnya yang merupakan juga target pasar dari barang-barang
ekspor Indonesia adalah negara-negara yang berada di Eropa dan diikuti oleh Amerika, Cina,
dan Australia. Lesunya perekonomian negara tujuan tersebut mengakibatkan negaranegara
tesebut menurunkan permintaan mereka terhadap barang dan jasa dari Indonesia. Penurunan
ini tentunya berdampak kepada turunnya ekspor Indonesia. Terlebih lagi pada tahun 2012
seperti yang telah diuraikan di atas bahwa perekonomian negara-negara Eropa dan Amerika
masih belum bisa mengatasi krisis dan berdampak pada penurunan ekspor Indonesia.
Pada saat inilah negara-negara yang menjadi pasar non tradisional perlu dilirik, seperti
Amerika Latin, Timur Tengah, dan Afrika yang masih menyisakan ruang untuk tumbuh secara
ekonomi sehingga mampu mendorong permintaan produk nusantara. Perlu digarisbawahi
bahwa pada saat memberikan sambutan pada Peresmian Pembukaan Trade Expo Indonesia ke-
27, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan bahwa diversifikasi tujuan
perdagangan merupakan suatu keharusan mengingat masih berlanjutnya ketidakpastian
perekonomian global. Pada kesempatan lain Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan tampaknya
menyadari kemampuan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pasar-pasar non tradisional
belum banyak dilirik, untuk itu perlu dilakukan diversifikasi kepada pasar-pasar tersebut
(Bisnis Indonesia, 2013).
Pendapat yang sama dikemukakan oleh BPS, yang dikutip oleh Detik Finance pada
Senin tanggal 4 Febuari 2013, bahwa terdapat beberapa negara non tradisional yang memiliki
tingkat kebutuhan tinggi terhadap produk Indonesia. Diantara negara-negara non tradisional
yang menjadi potensi besar ekspor produk tanah air diantaranya adalah Belanda, Filipina,
Hongkong, Italia, dan Vietnam. Menurut BPS ada beberapa komoditas favorit asal Indonesia
yang diminati negaranegara tersebut seperti kertas/karton, mesin/peralatan listrik, lemak, dan
minyak hewan/nabati, kopi, teh, rempah-rempah, tembaga, ikan, dan udang, plastik dan barang
dari plastik, mesin, bahan bakar mineral, kendaraan, dan bagiannya (Detik Finance, 2013)
Dalam teori ekonomi makro (macroeconomic theory), hubungan antara ekspor
dengan tingkat pertumbuhan ekonomi atau pendapatan nasional merupakan suatu
persamaan identitas karena ekspor merupakan bagian dari tingkat pendapatan nasional
(Oiconita, 2006). Ditinjau dari sudut pengeluaran, ekspor merupakan salah satu faktor
terpenting dari Gross Nasional Product (GNP), sehingga dengan berubahnya nilai ekspor
maka pendapatan masyarakat secara langsung juga akanmengalami perubahan. Di lain pihak,
tingginya eksporsuatu negara akan menyebabkan perekonomian tersebut akan sangat
sensitive terhadap keguncangan-keguncangan atau fluktuasi yang terjadi di pasaran
internasional maupun di perekonomian dunia (Irham dan Yogi, 2003)
Ekspor merupakan upaya dalam menjalankan penjualan komoditas yang kita miliki
kepada bangsa lain atau negara asing sesuai dengan ketentuan pemerintah dengan
mengharapkan pembayaran dalam valuta asing. Berdasarkan hasil estimasi dan penelitian
terdahulu, hal ini telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa jika ekspor meningkat
maka jumlah cadangan devisa yang dimiliki akan ikut meningakat sehingga persediaan impor
dalam beberapa bulan berikutnya akan tercukupi dan akan memperbesar kemampuan negara
tersebut melakukan transaksi ekonomi. Berkaitan dengan pengaruh ekspor. Impor juga
memiliki pengaruh terhadap cadangan devisa. impor adalah perdagangan dengan cara
memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia. Impor mempunyai sifat yang
berlawanan dengan ekspor. Kalau ekspor dapat dikatakan sebagai faktor “injeksi”, maka impor
justru merupakan “kebocoran” dalam pendapatan nasional. Berdasarkan hasil estimasi, hal ini
telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi nilai impor maka akan
mengurangi persediaan cadangan devisa.
2. Pengendalian Impor
Impor dapat diartikan sebagai pembelian barang dan jasa dari luar negeri ke dalam
negeri dengan perjanjian kerjasama antara 2 negara atau lebih. Impor juga bisa dikatakan
sebagai perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke wilayah Indonesia
dengan memenuhi ketentuan yang berlaku (Hutabarat, 1996:403). Impor adalah proses
transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya
dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau
komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya
membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Impor
adalah bagian penting dari perdagangan internasional. Kegiatan impor dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan rakyat. Produk impor merupakan barangbarang yang tidak dapat
dihasilkan atau negara yang sudah dapat dihasilkan, tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan
rakyat (Ratnasari, 2012).
Sebaliknya, nilai mata uang yang tinggi dapat mengurangi daya beli impor. Dengan
nilai mata uang yang tinggi, harga produk impor menjadi lebih mahal dalam mata uang
domestik, sehingga mengurangi permintaan impor. Hal ini dapat membantu mengendalikan
defisit perdagangan suatu negara dan melindungi industri dalam negeri dari persaingan produk
impor yang lebih murah.
Neraca pembayaran sebuah negara dikatakan surplus apabila terdapat kelebihan
danaperdagangan dan investasi dibandingkan kewajiban-kewajiban yang dibayarkan
kepada negara sedangkan dikatakan defisit apabila impor lebih besar dari pada ekspor.
Keadaan neraca pembayaran yang surplus atau defisit mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi Indonesia.Menurut Thirlwall (1979), neraca pembayaran bertindak sebagai kendala
pada tingkat pertumbuhan output. Kenaikan output domestic karena meningkatnya
impor dapat menyebabkan defisit neraca pembayaran yang memungkinkan penurunan
permintaan atau depresiasi nilai tukar riil. Negara-negara tumbuh lebih cepat dalam
menghadapi elastisitas pendapatan yang lebih tinggi untuk ekspor daripada impor. Hal ini
disebabkan tidak ada negara yang pertumbuhannya lebih cepat daripada tingkat pembayaran
yang harus dibayar karenarasio utang luar negeri terhadap PDB yang besar menyebabkan
keruntuhan kepercayaan internasional dan eksternal.
3. Stabilitas Keuangan
Nilai mata uang yang stabil sangat penting dalam perdagangan internasional.
Ketidakstabilan nilai mata uang dapat mengakibatkan fluktuasi harga yang signifikan dalam
perdagangan internasional. Hal ini dapat mengganggu kepercayaan investor dan menyebabkan
ketidakpastian ekonomi. Oleh karena itu, menjaga stabilitas nilai mata uang menjadi peranan
penting dalam upaya menjaga stabilitas keuangan dan pertumbuhan ekonomi negara. Model
ekonomi tertutup tanpa pajak dan belum ada perdagangan merupakan penyederhanaan dari
dunia nyata, dimana tidak ada depresiasi, pajak dan subsidi. Dalam ekonomi sederhana ini
terdapat tiga agen, yaitu rumah tangga swasta, pemerintah dan produsen. Keterkaitan antar
agen ekonomi dan komponen-komponen permintaan akhir ditunjukkan pada Gambar 6. Bagian
atas terdapat rumah tangga regional.
Pengeluaran rumah tangga berdasarkan pada agregat fungsi utilitas Cobb-Douglas
dimana pengeluaran dialokasikan pada rumah tangga swasta, pemerintah dan tabungan. Arus
pengeluaran rumah tangga swasta disimbolkan sebagai PRIVEXP. Pada bagian tengah
menunjukkan unsur pemerintah. Rumah tangga regional menerima pendapatan yang dihasilkan
oleh pemerintah. Arus pengeluaran pemerintah ditunjukkan oleh simbol GOVEXP. Walaupun
model GTAP tidak menangkap fenomena pasar uang, namun seluruh pendapatan rumah tangga
regional yang tidak habis dibelanjakan oleh pemerintah, rumah tangga swasta dan perusahaan,
dimasukkan di dalam pengeluaran sebagai tabungan. Arus pengeluaran rumah tangga regional
ke dalam tabungan disimbolkan sebagai SAVE. Produsen merupakan pemakai input
intermediate dan faktor endowmentt yang menghasilkan output barang dan jasa. Sumber
pendapatan rumah tangga regional diasumsikan hanya dari “penjualan” faktor endowment
(tenaga kerja, lahan, modal, sumber daya alam) ke perusahaan. Aliran pendapatan ini
digambarkan sebagai VOA (endw) yang diartikan sebagai Nilai Output pada harga di tingkat
agen dari komoditi endowment (Value of Output at Agents’ prices of endowment
commodities).

Kesimpulan:
Pajak dan nilai mata uang memiliki peranan penting dalam perdagangan internasional.
Pajak dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan untuk mengendalikan perdagangan
internasional, sumber pendapatan negara, pengendalian impor dan subsidi ekspor, serta
proteksi industri dalam negeri. Sementara itu, nilai mata uang dapat mempengaruhi daya saing
produk dalam negeri, pertumbuhan ekspor, pengendalian impor, dan stabilitas keuangan. Oleh
karena itu, penting bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang tepat dalam pengaturan
pajak dan nilai mata uang, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan stabilitas
keuangan suatu negara dalam perdagangan internasional.
Berdasarkan pembahasan diatas, terdapat tiga kesimpulan sebagai berikut. Pertama,
ekspor Indonesia dari berbagai sektor dari tahun 2005 sampai tahun 2012 secara keseluruhan
menunjukkan perkembangan tren yang positif, walaupun pada tahun 2008- 2009 serta tahun
2012 menujukkan terjadinya penurunan ekspor Indonesia. Demikian pula halnya dengan
ekspor ke negara tujuan utama ekspor barang dan jasa Indonesia secara keseluruhan
menunjukkan tren positif dengan negara tujuan utama yaitu negara-negara ASEAN, Eropa, dan
Amerika. Namun pada tahun 2008-2009 serta tahun 2012 telah terjadi penurunan ekspor
Indonesia.
Kedua, berdasarkan hasil analisis regresi jangka panjang ternyata nilai tukar memiliki
pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap ekspor Indonesia. Hal ini menunjukkan semakin
kuatnya nilai tukar (apresiasi) akan menyebabkan semakin menurunnya ekspor Indonesia.
Demikian pula halnya dengan PDB yang memiliki pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap ekspor. Hal ini menunjukkan semakin tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia
semakin meningkat kinerja ekspornya.
Ketiga adalah dalam jangka pendek nilai tukar memiliki pengaruh yang negatif dan
signifikan terhadap ekspor Indonesia. Koefisien ECT menghasilkan tanda negatif dan
signifikan yang mengandung arti bahwa konvergensi variabel ekspor untuk menuju
keseimbangan terjadi jika terjadi shock dalam perekonomian. Kajian ini mendukung
pandangan bahwa nilai tukar memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap ekspor
Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan menjaga nilai tukar pada level yang tepat merupakan
kebijakan yang perlu dilakukan agar peningkatan ekspor Indonesia dapat terjadi. Disamping
itu, perlu diciptakan situasi yang kondusif bagi perusahaan pengekspor untuk berproduksi di
Indonesia. Ekspor Indonesia pada negara-negara tujuan tradisional, seperti negara-negara
Eropa dan Amerika, sudah jenuh dan cenderung menurun. Oleh karena itu, perlu dilakukan
diversifikasi pasar ekspor Indonesia ke negara-negara baru atau non tradisional.
Daftar Pustaka

Bisnis Indonesia. (2013, 7 Januari). Ekspor Dibayangi Krisis Eropa. Bank Indonesia. (2013).
Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia. BPS. (2012).
Statistik Ekspor dan Impor. Jakarta: BPS. Carmen, S. and Nicolae. (2011).
The Relationship Between Exchange Rate and Exports in Romania Using a Vector
Autoregressive Model. Anales Universitatis Apulensis Series Oeconomica No.13 (2).
Romania.
Detik Finance. (2013, 13 Februari). 5 Negara Ini Berpotensi Dongkrak Ekspor Indonesia.
Diunduh tanggal 15 Februari 2013 dari (http://finance.detik.com/re
ad/2013/02/04/141430/2160534/4/5- negara-ini-berpotensi-dongkrak-eksporindonesia).
Ekananda, M. (2004). Analisis Pengaruh Volatilitas Nilai Tukar pada Ekspor Komoditi
Manufaktur di Indonesia Penerapan Estimasi dengan Menggunakan Distribusi Lag
Poissons pada Persamaan Non Linier Seemingly Unrelated Regression. Buletin Ekonomi
Moneter dan Perbankan. Jakarta: Bank Indonesia.
Goeltom, M dan M. Suardhani. (1997). Analisa Dampak Intervensi Bank Sentral Dalam
Penerapan EksporImpor di Indonesia.
Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Volume XIV No.1. Goeltom, M.S. (1998).
Manajemen Nilai Tukar di Indonesia dan Permasalahannya. Jakarta: Bank Indonesia. Gujarati,
D.N. (2003). Basic Econometrics, 4th Edition. New York: Mc. Graw-Hills International.
Hall, S. et al. (2010). Exchange Rate Volatility and Export Performance: Do Emerging
Market Economies Resemble Industrial Countries or other Developing Countries.
Economic Modeling.
Huchet-Bourdon, M. and J. Korinek. (2012). Trade Effets of Exchange Rate and their
Volatility: Chilie and New Zeland. OECD Trade Policy Papers No. 136. Koran Tempo.
(2012, 21 Agustus).
Macroeconomics 5th Edition. New York: Worth Publishers. Marilyne Hucher-Bourdon dan
Jane Korinek. (2012).
Trade Effects of Exchange Rate and their Volatility: Chili and New Zealand. OECD Trade
Policy Paper No. 136. OECD Publishing. Metrotvnews. (2013, 15 Februari).
Eskpor Indonesia Terus Melambat di 2013. Diunduh tanggal 15 Febuari 2013 dari
(http://www.metrotvnews.com/ metronews/read/2013/01/03/2/120059/ Ekspor-
Indonesia-Terus-Melambat-di2013).
Omojimite, B.U. and G. Akpokodje. (2010). The Impact of Exchange Rate Reforms on Trade
Performance in Nigeria. Journal Social Sience No. 23(1): 53-62. Nigeria.
Sobri. (2001). Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan Dasar Kebijakannya.Yogyakarta:
BPFE UII. Sukirno, S. (2004).
Susilo, A. (2001). Dampak Ketidakpastian Nilai Tukar Indonesia Terhadap Pertumbuhan
Ekspor Periode 1979- 1988: Suatu Pendekatan Kointegrasi dan Model Koreksi
Kesalahan. Tesis Universitas Indonesia. Jakarta. Widarjono, A. (2007).
Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Ekonisia.
World Bank. (2012).
World Development Indicators. Diunduh 26 Febuari 2013 dari
http://data.worldbank.org/country/ indonesia. Yudhoyono, S.B. (2012).
Transkrip Sambutan Presiden Republik Indonesia Peresmian Pembukaan Trade Expo
Indonesia (TEI) ke-27 dan Pernyataan Penghargaan Primaniyarta JI-Expo Kemayoran 17
Oktober 2012. Diunduh 10 Februari 2013 dari http://www.presidenri.go.id/

Tugas Manajemen Keuangan Internasional


Nama : Afista Yunaeni Nataliana
Nim : 21120031
Dosen : 1. Drs. Budi Wahyono.,M.S.I
2. Bagus Ibnu Utama, S.E.,M.B.A.

Anda mungkin juga menyukai