Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Neo Konseling

Volume 00 Number 00 20XX


ISSN: Print 1412-XXXX – Online XXXX-XXXX
DOI: 10.24036/xxxxxxxxxxx-x-xx
Received Month DD, 20YY; Revised Month DD, 20YY; Accepted Month DD, 20yy
Avalaible Online: http://neo.ppj.unp.ac.id/index.php/neo

PROSES PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM


Listi Tiyani
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
12111622718@Students.Uin-Suska.ac.id

Abstract
Bakat merupakan sebuah kemampuan yang dimiliki atau dibawa oleh
seseorang sejak ia lahir. Bakat itu dapat terlihat saat mereka mulai
mengasah atau melatihnya, tidak semua orang mempunyai bakat yang
lebih, hanya sebagian dari mereka yang memiliki bakat terpendam.
Anak berbakat pada umum adalah mereka yang karena memiliki
kemampuan-kemampuan yang unggul mampu memberikan prestasi
yang tinggi. Kurikulum berdiferensiasi (differ-rentiation instruction)
sangat tepat di gunakan dalam pembelajaran yang memperhatikan
perbedaan-perbedaan individual anak. Walaupun model pengajaran
ini memperhatikan atau berorientasi pada perbedaan-perbedaan
individual anak, namun tidak berarti pengajaran harus berdasarkan
prinsip satu orang guru dengan satu orang murid.

Keyword: Anak berbakat, Pendidikan dan Kurikulum


berdiferensiasi (Kreativitas)

This is an open access article distributed under the Creative Commons


Attribution License, which permits unrestricted use, distribution, and
reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. ©2017
by author.

PENDAHULUN
Anak berbakat secara umum adalah “mereka yang karena memiliki
kemampuankemampuan yang unggul mampu memberikan prestasi yang tinggi”
(Warnandi, 2008). Anak berbakat memiliki kemampuan yang tinggi di berbagai bidang
seperti akademis, kreativitas, dan task commitment dibanding dengan anak-anak pada
umumnya. Namun keadaaan tersebut belum sepenuhya terlihat pada diri anak berbakat
(Novianti et al., 2014). Undang undang No. 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UUSPN) pasal 8 ayat 2 menyatakan “Warga negara yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan luar biasa behak memperoleh perhatian khusus”. Pasal ini
sangat mempengaruhi sekali karena dalam pasal ini anak berbakat mendapatkan sebuah
dasar landasan hukum.
Selain itu (Warnandi, 2008) menyebutkan layanan pendidikan bagi anak berbakat
sementara ini sifatnya baru sebatas wacana, atau baru dilaksanakan di beberapa sekolah
saja. Akhirnya mungkin saja ada anak berbakat yang potensinya tidak dapat
dikembangkan, atau perkembangannya tidak secara maksimal. Pendidikan anak
berbakat tentunya harus berorientasi pada peserta didik itu sendiri, yaitu selalu
memperhatikan potensi dan karakteristrik yang dimiliki anak tersebut. Kecerdasan

1
Bimbingan Konseling Islam 2

emosional menggambarkan kemampuan seseorang dalam mengendalikan,


menggunakan, atau mengekspresikan emosi dengan suatu cara yang akan menghasilkan
sesuatu yang baik (Volkswagen, 2013).
Di Indonesia, secara kuantitatif anak berbakat akademik (ABA) sangatlah besar. Jika
diasumsikan berdasarkan pendekatan statistik dikaitkan dengan definisi Marland Report
(Piirto, 1994), jumlah anak berbakat sebanyak 3-5% dari populasi. Namun, di antara
mereka pada kenyataannya cenderung belum berprestasi optimal, terlebih-lebih di era
krisis multi dimensional dewasa ini. Di sisi lain arus globalisasi sangat menghendaki
kemampuan kompetitif setiap individu, tak terkecuali bangsa Indonesia. Untuk
mengupayakan bangsa Indonesia di masa depan yang lebih prospektif, maka sangatlah
diperlukan system pendidikan bermutu yang mampu membangun keunggulan
(excellence). Untuk membangun keunggulan tersebut, bangsa Indonesia sangat
bertumpu pada individu-individu berpotensi dan berprestasi cemerlang, yang salah
satunya adalah ABA (Anak & Akademik, n.d.).
PENGERTIAN ANAK BERBAKAT
Batasan anak berbakat secara umum adalah “mereka yang karena memiliki
kemampuan-kemampuan yang unggul mampu memberikan prestasi yang tinggi”.
Istilah yang sering digunakan bagi anak-anak yang memiliki kemampuan-kemampuan
yang unggul atau anak yang tingkat kecerdasannya di atas rata-ratanak normal,
diantaranya adalah; cerdas, cemerlang, superior, supernormal, berbakat, genius, gifted,
gifted and talented, dan super (Warnandi, 2008).
Biasanya seseorang disebut punya bakat apabila orang tersebut menghasilkan karya,
keterampilan, kemampuan, kapasitas dan sebagainya. Bakat (aptitude) diartikan sebagai
kemampuan bawaan yang merupakan potensi (potensial ability) yang masih perlu
dikembangkan atau dilatih. Kemampuan (ability) adalah daya untuk melakukan suatu
tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan menunjukan bahwa
suatu tindakan dapat di laksanakan sekarang, sedangkan bakat memerlukan latihan dan
pendidikan agar suatu tindakan dapat di lakukan di masa yang akan datang (Sutisna,
n.d.).
Anak tersebut secara potensial memiliki hal-hal sebagai berikut (Sutisna, n.d.): 1)
Kecakapan intelektual umum (memiliki intelligensi tinggi); 2) Mempunyai kecakapan
akademik khusus (memiliki kecakapan dalam bidangbidang seperti matematika,
keilmuan, bahasa asing); 3) Kretif dan produktif dalam berpikir (mempunyai
kemampuan yang tinggi untuk menggali penemuan-penemuan baru, mengerjakan setiap
pekerjaan dengan teliti dan sungguh-sungguh atau hanya dengan ide-ide); 4) Cakap
dalam kepemimpinan (mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menggerakkan orang
lain dalam mencapai tujuan bersama).
FILOSOFI PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT
Anak berbakat akademik (ABA) pada hakekatnya secara potensial memiliki
kemampuan yang dibawa sejak lahir (nature) dan mereka mampu berkembang secara
opytimal berdasarkan lingkungan yang bermakna (nurture). Berdasarkan pandangan
pertama, bahwa keberbakatan yang dibawa sejak lahir dapat berwujud kemampuan
inteligensi, bakat akademik atau bakat lainnya. Sebaliknya pandangan kedua, meyakini
bahwa keberbakatan merupakam hasil keseleuruhan dari perbedaan pengalaman
yang ada. Sementara itu pandangan ketiga, meyakini bahwa keberbakatn merupakan
hasil interaksi secara fungsional antara keterununan dan pengalaman yang diperoleh
dari lingkungan (Wahab & Pengantar, 2005).
Listi Tiyani

Bertitik tolak dari pandangan tersebut maka pendidikan memiliki peranan yang sangat
strategis dalam menfasilitasi terjadinya suatu interaksi fungsional antara keberbakatan
yang dibawa sejak lahir dengan penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif, sehingga
mampu mewujudkan prestasi yang optimal. Pendidikan anak berbakat sering menjadi
bahan kontroversi. Dalm pelbgai kasus, kontroversi ini sulit menemukan perspektif
yang beranjak pada kondisi nyata anak berbakat. Sebaliknya, persoalan yang berkaitan
dengan sifat elitisme, biaya pendidikan yang sangat mahal, dan ancaman pada kohesi
sosial menjadi sangat dominan dalam kontroversi itu.
Atas dasar itulah, perspektif pendidikan anak berbakat ini diterbitkan. Selain
memperluas wawasan berkaitan dengan keberbakatan dan pendidikan anak berbakat,
buku ini juga memberikan landasan filosofi, pilihan model, strategi, dan berbagai cara
mengembangkan pendidikan anak berbakat.
KONSEP KEBERBAKATAN
Keberbakatan merupakan interaksi antara kemampuan umum dan atau spesifik,
tingkat tanggung jawab terhadap tugas yang tinggi, dan tingkat kreativitas yang
tinggi(Seligman & Csikszentmihalyi, 2014). Definisi menurut USOE (United States
Office of Education), anak berbakat adalah anak yang dapat membuktikan
kemampuan berprestasinya yang tinggi dalam bidang-bidang seperti intelektual,
kreatif, artistik, kapasitas kepemimpinan atau akademik spesifik dan mereka yang
membutuhkan pelayanan atau aktivitas yang tidak sama dengan yang disediakan di
sekolah sehubungan dengan penemuan kemampuan-kemampuannya, (Churnia, Ifdil
Ifdil, & erwinda, 2018). Sedangkan menurut Depdiknas (2003), anak berbakat adalah
mereka yang oleh psikolog dan atau guru diidentifikasi sebagai peserta didik yang
telah mencapai prestasi memuaskan dan memiliki kemampuan intelektual umum yang
berfungsi pada taraf cerdas, kreativitas yang memadai, dan keterikatan pada tugas
yang tergolong baik.
Sekalipun terdapat keragaman dalam menentukan kriteria lain di luar inteligensi,
namun para pakar pada umumnya sepakat bahwa kreativitas merupakan salah satu
dimensi penting disamping inteligensi. Bahkan Clark yang mengkaji keberbakatan dari
sudut biologis (fungsi belahan otak) sampai pada kesimpulan bahwa kerativitas
merupakan ekspresi tertinggi dari keberbakatan. Pada umumnya orang lebih senang
menggunakan pandangan Renzulli dengan three ring interaction-nya, yaitu pandangan
bahwa keberbakatan dicirikan dengan tiga hal, yaitu (1) pemilikan kemampuan
intelektual di atas rata-rata, (2) kreativitas, dan (3) task commitment. Dikarenakan
memberi arah yang lebih jelas dalam identifikasinya dan mampu membedakan
mereka yang berbakat karena faktor motivasi atau kreativitas, sekalipun kurang
fungsional dalam kepentingan pendidikan karena tidak mampu menjaring mereka
yang secara potensial berbakat tetapi tidak kreatif atau task commitment-nya masih
rendah (Sunardi (UPI), 2008).
PENTINGNYA KONSELING PADA ANAK BERBAKAT
Banyak karakteristik yang dimiliki anak berbakat. Namun, beberapa karakteristik anak
yang menyangkut sensitivitas yang tinggi, idealis, dorongan yang tinggi untuk unggul,
dan rasa keadilan yang sangat tinggi sungguh berkonsekuensi terhadap sejumlah
masalah (Wahab, 2010).

Proses Pendidikan Anak Berbakat Dan Pengembangan Kurikulum 3


Bimbingan Konseling Islam 4

Perlunya konseling bagi ABA juga diperkuat oleh Silverman (1993) melalui
pendapatnya bahwa konseling sangat diperlukan untuk membantu anak berbakat
akademik dalam mengatasi sikap masyarakat, di samping membantu mereka untuk
mencari jalan keluar terhadap sistem pendidikan yang tidak dirancang untuk
mengoptimalkan kemajuannya. Dengan demikian, konselor diharapkan mampu
memberikan bantuan emosional bagi ABA dan guru, bahkan orang tuanya untuk
melakukan modifikasi kurikuler dan strategi layanan konseling sehingga sesuai dengan
potensi dan kebutuhan ABA.
PENGERTIAN KURIKULUM
Kurikulum bukan berasal dari bahasa Indonesia, tetapi berasal dari bahasa Latin yang
kata dasarnya adalah currere, secara harfiah berari lapangan perlombaan lari.
Lapangan tersebut ada batas start dan batas finish. Dalam lapangan pendidikan
pengertian tersebut dijabarkan bahwa bahan belajar sudah ditentukan secara pasti,
dari mana mulai diajarkan dan kapan diakhiri, dan bagaimana cara untuk menguasai
bahan agar dapat mencapai gelar. Dulu kurikulum pernah diartikan sebagai “Rencana
Pelajaran”, yang terbagi menjadi rencana pelajaran minimum dan rencana pelajaran
terurai. Dalam kenyataannya di sekolah rencana pelajaran tersebut tidak semata-
semata hanya membicarakan proses pengajaran saja, bahkan yang dibahas lebih luas
lagi yaitu mengenai masalah pendidikan. Oleh karena itu istilah rencana pelajaran
kiranya kurang kena.
Akibat dari berbagai perkembangan, terutama perkembangan masyarakat dan
kemajuan teknologi, konsep kurikulum selanjutnya juga menerobos pada dimensi
waktu dan tempat. Artinya kurikulum mengambil bahan ajar dan berbagai
pengalaman belajar tidak hanya terbatas pada waktu sekarang saja, tetapi juga
memperhatikan bahan ajar dan berbagai pengalaman belajar pada waktu lampau dan
yang akan datang. Dengan demikian kurikulum itu merupakan program pendidikan
bukan program pengajaran, yaitu program yang direncanakan , diprogramkan, dan
dicanangkan yang berisi berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar baik yang
berasal dari waktu yang lalu, sekarang maupun yang akan datang. Berbagai bahan
tersebut direncanakan secara sistemik, artinya direncanakan dengan memperhatikan
keterlibatan berbagai factor pendidikan secara harmonis.
KARAKTERISTIK UMUM KURIKULUM BERDIFERENSIASI (KREATIVITAS)
Setiap individu yang dilahirkan mempunyai keunikan tersendiri dan satu dengan yang
lainya berbeda beda, baik dalam bakat, minat , kematangan emosi, kepribadiankeadaan
jasmasi dan hubungan sosialnya. Setiap orang memiliki kemapuan berfikir untuk
menemukan dirinya sendiri apakah dengan bakat yang ada akan menciptakan
kreativitasnya atau sebaliknya. Kreativitas menurut kamus besar Bahasa Indonesia
berasal dari kata dasarkreatif, yaitu memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu.
Munandar (2012: 19) berpendapat bahwa kreativitas adalah suatu gaya hidup dan
suatu cara dalam mempersepsikan dunia. Hidup kreatif berarti mengembangkan
segala talenta yang dimiliki, belajar mengoptimalkan kemampuan diri sendiri,
menjajaki gagasan baru, tempat-tempat baru, aktivitas baru, mengembangkan
kepekaan terhadap masalah yang ada disekitar seperti masalah lingkungan, masalah
orang lain, dan masalah kemanusiaan.Mengembangkan talenta yang dimiliki berarti
Listi Tiyani

berusaha menuangkan segala kemampuan yang ada dengan menghasilkan sesuatu


yang positif dan bermanfaat dan terus berusaha mengembangkan agar menjadi lebih
baik lagi.Hal tersebut dapat tercapai apabila kita menyalurkan kemampuan kita secara
optimal.
Pengajaran berdiferensiasi memiliki 4 (empat) karakteristik umum, yaitu:
1) Pengajaran berfokus pada konsep dan prinsip pokok materi pelajaran.
Dalam proses pembelajaran berdiferensiasi, pengajaran harus berfokus pada konsep
atau pokok materi pelajaran sehingga semua siswa dapat mengeksplorasi konsep-
konsep pokok bahan ajar. Siswa yang agak lambat (struggling learners) bisa
memahami dan menggunakan ide- ide dari konsep-konsep yang diajarkan.Sedangkan
bagi para siswa berbakat memperluas pemahaman dan aplikasi konsep pokok
tersebut.
2) Evaluasi kesiapan dan perkembangan belajar siswa diakomodasi ke dalam
kurikulum.
Kesiapan dan perkembangan belajar siswa harus dievaluasi untuk dijadikan sebagai
dasar keputusan penentuan materi serta strategi pembelajaran yang akan diterapkan.
Kapasitas belajar seseorang berbeda dengan orang lain. Oleh karena itu, tidak semua
siswa memerlukan satu kegiatan atau bagian tertentu dari proses pembelajaran
secara sama. Guru perlu terus menerus mengevaluasi kesiapan dan minat siswa
dengan memberikan dukungan bila siswa membutuhkan interaksi dan bimbingan
tambahan, serta memperluas eksplorasi siswa terutama bagi mereka yang sudah siap
untuk mendapatkan pengalaman belajar yang lebih menantang.
3) Ada pengelompokan siswa secara fleksibel.
Dalam pengajaran berdiferen-siasi, siswa berbakat sering belajar dengan banyak pola,
seperti belajar sendiri-sendiri, belajar berpasangan maupun belajar dalam
kelompok.Oleh karena itu, pada saat-saat tertentu siswa dapat diberi kebebas-an
untuk memilih materi pelajaran dengan media pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan mereka masing-masing. Strategi ini memungkinkan siswa untuk belajar
lebih cepat bagi mereka yang mampu.
4) Siswa menjadi penjelajah aktif (active explorer).
Prinsip belajar yang relevan adalah belajar bagaimana belajar (learning how to learn).
Artinya, dikelas target pembelajaran bukan sekadar penguasaan materi, melainkan
siswa harus belajar juga bagaimana belajar (secara mandiri) untuk hal-hal lain. Ini bisa
terjadi apabila dalam kegiatan pembelajaran siswa telah di biasakan untuk berpikir
mandiri, berani berpendapat, dan berani bereksperimen, sehingga siswa tidak merasa
terkekang dan potensi kreativitasnya dapat tumbuh dengan sempurna.

Proses Pendidikan Anak Berbakat Dan Pengembangan Kurikulum 5


Bimbingan Konseling Islam 6

REFERENSI
DIKDASTIKA: Jurnal Ilmiahb Pendidikan Ke-SD-an, 4, No.2, Oktober 2018
SCHOULID: Indonesian Journal of School Cunseling Open Acces
Journal:https://jurnal.iicet.org/index.php/schoulid

Anda mungkin juga menyukai