Anda di halaman 1dari 13

MOTIVASI KARYAWAN

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Manajemen yang diampu oleh
Ibu Vida Maria Ulfa, M.M

Disusun oleh:
Kelompok 6
Desyana Eka Putri (1860402233197)

Fasha Sahda Nirmala Dewi (1860402233198)


Yufanda Fareza (1860402233199)
Anis Tasya Munawaroh (1860402233200)
Rima Dyah Nur Islami (1860402233201)

Rizkia Maftuhil Ilmi (1860402233202)

PROGAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH


TULUNGAGUNG

OKTOBER 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami ucapkan kepada Allah SWT atas ridha dan rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul 'Motivasi Karyawan'. Tidak
lupa, kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Vida Maria Ulfa, M.M yang telah
membimbing dan membantu kami dalam proses penyusunan makalah ini. Ucapan terima
kasih juga kami sampaikan kepada teman-teman yang telah membantu baik secara moral
maupun material sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini akan menjelaskan tentang teori awal tentang motivasi, teori-teori
kontemporer mengenai motivasi dan isu-isu motivasi terkini. Penulis menyadari bahwa masih
ada kekurangan dan kesalahan dalam makalah yang disusun. Oleh karena itu penulis mohon
maaf atas kesalahan tersebut. Kritik dan saran dari pembaca senantiasa ditunggu oleh penulis
guna meningkatkan makalah ke depannya.

Tulungagung, 13 Oktober 2023


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Awal Tentang Motivasi

Motivasi mengacu pada proses di mana usaha seseorang diberi energi,


diarahkan, dan berkelanjutan menuju tercapainya suatu tujuan. Definisi ini memiliki
tiga elemen kunci: energi, arah, dan ketekunan.

Kita mulai dengan melihat empat teori awal motivasi: teori hierarki kebutuhan
Maslow, Teori X dan Teori Y McGregor, teori dua faktor Herzberg, dan teori tiga
kebutuhan McClelland. Meskipun telah dikembangkan penjelasan yang lebih valid
tentang motivasi, teori-teori awal ini penting karena merupakan dasar dari teori-teori
motivasi kontemporer yang dikembangkan dan karena masih banyak manajer yang
menggunakannya.

1. Teori Hierarki Kebutuhan dari Maslow


Teori motivasi yang paling terkenal mungkin adalah teori hierarki kebutuhan
(hierarchy of needs theory) dari Abraham Maslow. Maslow adalah seorang psikolog
yang menyatakan bahwa dalam setiap orang terdapat sebuah hierarki dari lima
kebutuhan:
 Kebutuhan fisiologis (physiological needs): kebutuhan seseorang akan makanan,
minuman, tempat berteduh, seks, dan kebutuhan fisik lainnya.
 Kebutuhan keamanan (safety needs): kebutuhan seseorang akan keamanan dan
perlindungan dari kejahatan fisik dan emosional, serta jaminan bahwa kebutuhan
fisik akan terus dipenuhi.
 Kebutuhan sosial (social needs): Kebutuhan seseorang akan kasih sayang, rasa
memiliki, penerimaan, dan persahabatan.
 Kebutuhan penghargaan (esteem needs): Kebutuhan seseorang akan faktor-faktor
penghargaan internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi, serta faktor-faktor
perdagangan eksternal, seperti status, pengakuan, dan perhatian.
 Kebutuhan aktualisasi-diri (self-actualization needs): Kebutuhan seseorang akan
pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri; dorongan untuk
mampu menjadi apa yang diinginkan.
2. Teori X dan teori Y McGregor
Douglas McGregor terkenal karena mengajukan dua asumsi tentang sifat manusia
yaitu, Teori X dan Teori Y. Teori X adalah pandangan negatif orang-orang yang
mengasumsikan bahwa para pekerja memiliki sedikit ambisi, tidak menyukai
pekerjaan, ingin menghindari tanggung jawab, dan perlu dikendalikan dengan ketat
agar dapat bekerja secara efektif. Teori Y adalah pandangan positif yang
mengasumsikan bahwa karyawan menikmati pekerjaan, mencari dan menerima
tanggung jawab, dan mempraktikkan pengarahan diri. McGregor percaya bahwa
asumsi Teori Y harus menjadi panduan praktik manajemen dan menyatakan bahwa
partisipasi dalam pengambilan keputusan, pekerjaan yang menantang dan penuh
tanggung jawab serta hubungan kelompok yang baik akan memaksimalkan motivasi
karyawan.
3. Teori dua-faktor/two factor theory
Teori dua-faktor/two factor theory dari Frederick Herzberg (disebut juga teori
motivasi- higiene/motivation-hygiene theory) mengusulkan bahwa laktor-faktor
intrinsik terkait dengan kepuasan kerja, sedangkan faktor-faktor ekstrinsik
berhubungan dengan ketidakpuasan kerja.Herzberg ingin mengetahui ketika seseorang
merasa sangat nyaman (puas) atau tidak nyaman (tidak puas) dengan pekerjaan
mereka. Selain itu, Herzberg yakin data menunjukkan baliwa lawan dari kepuasan
bukanlah. ketidakpuasan, seperti yang selama ini diyakini. Menghilangkan
karakteristik tidak menaskan dari suatu pekerjaan belum tentu membuat pekerjaan itu
lebih memuaskan (atau memotivasi). Herzberg percaya bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan kepuasan kerja terpisah dan berbeda dari faktor-faktor yang
ketidakpuasan kerja. Oleh karena itu, para manajer yang berusaha untuk
menghilangkan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan kerja bisa mencegah
orang-orang menjadi tidak puas tetapi belum tentu bisa memotivasi mereka. Ia
menyebut faktor-faktor ekstrinsik yang menyebabkan ketidakpuasan kerja sebagai
faktor-faktor higiene (hygiene factors). Herzberg menyarankan untuk menekankan
motivator, faktor-faktor intrinsik yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri.
Popularitas teori dua faktor meluas pada pertengahan tahun 1960-an hingga awal
tahun 1980-an, walaupun terdapat kritik tentang metodologi dan prosedur Herzberg.
4. Teori Tiga-Kebutuhan
David McClelland dan rekan-rekannya mengusulkan teori tiga-kebutuhan (three-
needs theory), yang mengatakan bahwa terdapat tiga kebutuhan yang diperoleh (bukan
bawaan) yang merupakan motivator utama dalam pekerjaan. Ketiga kebutuhan itu
adalah kebutuhan akan prestasi/nAch (need for achievement), yang merupakan
pendorong untuk sukses dan unggul dalam kaitannya dengan serangkaian standar,
kebutuhan akan kekuasaan/ nPow (need for power), yang merupakan kebutuhan untuk
membuat orang lain berperilaku dengan cara di mana mereka tidak akan bersikap
sebaliknya; dan kebutuhan akan afiliasi/nAff (need for affiliation) yang merupakan
keinginan atas hubungan antarpribadi yang akrab dan dekat. Dari ketiga kebutuhan ini,
kebutuhan akan prestasi adalah yang telah diteliti paling banyak.
Orang dengan kebutuhan akan prestasi yang tinggi berjuang untuk pencapaian
prestasi pribadi alih-alih jabatan dan penghargaan. Mereka berkeinginan untuk
melakukan sesuatu yang lebih baik atau lebih efisien daripada sebelumnya. Mereka
lebih memilih pekerjaan yang menawarkan tanggung jawab pribadi untuk menemukan
solusi terhadap masalah- masalah, di mana mereka dapat menerima umpan balik yang
cepat dan jelas tentang kinerja mereka untuk mengatakan apakah kinerjanya
meningkat, dan di mana mereka dapat menetapkan tujuan yang cukup menantang.
Orang dengan pencapaian yang tinggi menghindari tugas yang mereka anggap sangat
mudah atau sangat sulit. Selain itu, seseorang dengan kebutuhan akan prestasi yang
tinggi tidak serta-merta membuatnya menjadi seorang manajer yang baik, terutama
dalam organisasi yang besar. Hal ini karena seseorang dengan kebutuhan akan prestasi
yang tinggi fokus pada prestasinya sendiri sementara manajer yang baik menekankan
untuk membantu orang lain dalam mencapai tujuan mereka." McClelland
menunjukkan bahwa karyawan dapat dilatih untuk menumbuhkan kebutuhan akan
prestasinya dengan berada dalam situasi di mana mereka memiliki tanggung jawab
pribadi, umpan balik, dan risiko yang moderat.
B. Teori-Teori Kontemporer Mengenai Motivasi
Teori-teori yang kita lihat pada bagian ini merupakan penjelasan terkini
tentang motivasi karyawan. Meskipun teori-teori ini mungkin tidak begitu dikenal
seperti teori-teori lain yang baru saja dibicarakan, teori-teori ini didukung oleh
penelitian. Pendekatan-pendekatan motivasi kontemporer ini adalah teori penetapan
tujuan, teori penguatan, teori desain pekerjaan, teori keadilan, dan teori harapan.
1. Teori Penetapan Tujuan
Terdapat penelitan substansial yang mendukung teori penetapan tujuan, yang
menyatakan bahwa tujuan yang spesifik meningkatkan kinerja, dan Ketika menerima
tujuan yang sulit kinerjanya lebih tinggi daripada tujuan yang mudah.
Bukanlah suatu kontradiksi di mana teori penetapan tujuan mengatakan bahwa
motivasi dimaksimalkan oleh tujuan yang sulitsedangkan motivasi prestasi (dari teori
tiga kebutuhan) dirangsang oleh tujuan yang cukup menantang. Pertama, teori
penetapan tujuan berhubungan dengan orang-orang secara umum, sementara
kesimpulan dari motivasi prestasi didasarkan pada orang-orang yang memiliki nAch
yang tinggi mengingat bahwa tidak lebih dari 10 hingga 20 persen orang Amerika
Utara memiliki keinginan berprestasi yang tinggi (proporsi yang kemungkinan lebih
kecil lagi di negara dunia ketiga)tujuan yang salit masih direkomendasikan bagi
mayoritas karyawan. Kedua, kesimpulan dari teori penetapan tujuan berlaku untuk
orang-orang yang menerima dan berkomitmen pada tujuan Tujuan-tujuan yang sulit
akan menghasilkan kinerja yang lebih tinggi hanya jika tujuan-tujuan itu diterima.
Selanjutnya, apakah karyawan akan berusaha lebih keras jika mereka memiliki
kesempatan untuk berpartisipasi dalam penetapan tujuan? Tidak selalu. Dalam
beberapa kasus, penetapan tujuan yang partisipatif menghasilkan kinerja yang bagus;
dalam kasus lain, individu melaksanakan yang terbaik ketika manajer yang
menetapkan tujuan. Namun, partisipasi mungkin lebih disukai dalam penetapan tujuan
ketika para karyawan menolak tantangan-tantangan yang sulit.
Terdapat tiga kemungkinan yang mempengaruhi hubungan kinerja dengan tujuan:
a. Teori penetapan tujuan mengasumsikan bahwa seorang individu berkomitmen
terhadap suatu tujuan. Komitmen mungkin didapat Ketika tujuan-tujuan itu
dipublikasikan, Ketika seorang individu memiliki lokus kendali internal, dan
Ketika tujuan ditetapkan oleh diri sendiri alih-alih ditugaskan.
b. Efikasi diri (self-efficacy) mengacu pada keyakinan individu bahwa la mampu
melaksanakan sebuah tugas. Semakin tinggi efikasi diri anda, semakin anda yakin
terhadap kemampuan yang dimiliki agar berhasil melaksanakan tugas.jadi, dalam
situasi situasi yang sulit, kita menemukan bahwa orang-orang dengan efikasi diri
yang rendah kemungkinan akan mengurangi usaha mereka atau menyerah sama
sekali, sedangkan mereka dengan efikasi diri yang tinggi akan berusaha lebih keras
untuk menguasai tantangan. Di samping itu, individu dengan efikasi diri yang
tinggi sepertinya menanggapi umpan balik yang negatif dengan peningkatan usaha
dan motivasi, sedangkan mereka yang memiliki efikasi diri rendah cenderung akan
mengurangi usaha mereka ketika diberikan umpan balik negatif.
c. Nilai dari teori penetapan tujuan bergantung pada budaya nasional. Teori ini
diadaptasi cukup baik di negara-negara Amerika Utara karena ide utamanya
sejalan cukup baik dengan budaya-budaya mereka. Teori ini menganggap bahwa
bawahan akan cukup independen (bukan skor yang tinggi pada jarak kekuasaan),
bahwa orang-orang akan mencari tujuan-tujuan yang menantang (rendah dalam
menghindari ketidakpastian), dan bahwa kinerja dianggap penting oleh para
manajer dan bawahan (tinggi dalam ketegasan). Jangan berharap penetapan tujuan
akan menghasilkan kinerja karyawan yang lebih tinggi di negara-negara di mana
karakteristik budayanya tidak seperti ini.
2. Teori Penguatan
Teori penguatan (reinforcement theory) meyebutkan bahwaa perilaku adalah
fungsi dari konsekuensui-konsekuensinya. Konsekuensi yang segera mengikuti
perilaku dan meningkatka probabilitas di mana perilaku akan diulang disebut
penguat (reinforcery). Teori penguatan mengabaikan faktor-faktor seperti tujuan,
ekspektasi, dan kebutuhan Sebaliknya, teori ini hanya berfokus pada apa yang
terjadi pada seseorang ketika ia melakukan sesuatu. Menggunakan teori penguatan,
para manajer dapat mempengaruhi perilaku karyawan dengan menggunakan
penguat positif dalam tindakan-tindakan yang membantu organisasi mencapai
tujuannya. Dan para manajer harus mengabaikan, bukan menghukum, perilaku
yang tidak diinginkan. Meskipun hukuman menghilangkan perilaku yang tidak
diinginkan lebih cepat daripada nonpenguatan, sering kali efeknya bersifat
sementara, dan mungkin ada etek samping yang tidak menyenangkan, termasuk
perilaku disfungsional seperti konflik di tempat kerja, ketidakhadiran, dan
perputaran karyawan. Meskipun penguatan merupakan pengaruh yang penting
terhadap perilaku kerja, ini bukanlah satu-satunya penjelasan untuk perbedaan
dalam motivasi karyawan.
3. Teori Keadilan
Teori keadilan (equity theory), yang dikembangkan oleh J. Stacey Adams,
menyatakan bahwa para karyawan mengaitkan apa yang mereka dapatkan (hasil)
dari suatu pekerjaan dengan apa yang mereka berikan (input) ke dalamnya,
kemudian membandingkan rasio input-hasil mereka dengan rasio input-hasil orang
lain yang relevan (Peraga 16-7). Jika seorang karyawan merasa rasionya sudah
wajar dibandingkan dengan rasio orang lain yang relevan, tidak ada masalah.
Namun, jika rasionya tidak wajar maka ia melihat dirinya sebagai kurang dihargai
ataupun terlalu dihargai. Ketika ketidak wajaran munculpara karyawan berusaha
untuk melakukan sesuatu tentangnya. Hasilnya mungkin berupa produktivitas yang
lebih rendah atau tinggi, kualitas hasil yang meningkat atau berkurang,
ketidakhadiran yang meningkat, atau pengunduran diri.
Teori keadilan fokus pada keadilan distributif (distributive justice), yang
merupakan keadilan yang dirasakan terhadap jumlah dan alokasi imbalan di antara
individu-individu. Penelitian terbaru difokuskan untuk melihat isu-isu tentang
keadilan prosedural (procedural justice), yang merupakan keadilan yang dirasakan
terhadap proses yang digunakan untuk menentukan distribusi imbalan. Penelitian
ini menunjukkan bahwa keadilan distributif memiliki pengaruh yang lebih besar
pada kepuasan karyawan daripada keadilan prosedural, sementara keadilan
prosedural cenderung mempengaruhi komitmen organisasi karyawan, kepercayaan
pada atasannya, dan niat untuk berhenti bekerja. Para karyawan yang sudah
memiliki peningkatan persepsi tentang keadilan prosedural cenderung melihat
atasan dan organisasi mereka secara positif bahkan ketika mereka tidak puas
terhadap pembayaran upah, promosidan hasil pribadi lainnya.
4. Teori ekspektasi
Teori ekspektasi merupakan teori dari victor vroom yang menyatakan bahwa
individu cenderung bertindak dengan cara tertentu yang berdasar pada harapan
bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan pada daya tarik dari
hasil itu bagi individu tersebut. teori ini mencakup tiga variabel yaitu:
a. Ekspektasi atau tautan usaha kinerja adalah probabilitas yang dirasakan oleh
individu bahwa mengerahkan sejumlah usaha akan menghasilkan tingkatan
kinerja tertentu.
b. Instrumentalitas atau tautan kinerja imbalan adalah tingkat di mana individu
percaya bahwa memberikan kinerja pada tingkat tertentu adalah alat yang
dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
c. Valensi atau daya tarik imbalan adalah pentingnya individu menempatkan
hasil atau imbalan potensial yang dapat dicapai dari satu pekerjaan valensi
mempertimbangkan baik tujuan maupun kebutuhan individu.
C. Isu-Isu Motivasi Terkini
Memahami dan meramalkan motivasi karyawan adalah salah satu bidang yang
paling popular dalam penelitian manajemen. Kami telah mengenalkan anda pada
beberapa teori motivasi. Namun, bahkan studi tentang motivasi karyawan saat ini
dipengaruhi oleh beberapa isu di tempat kerja yang signifikan, memotivasi kelompok
kerja yang unik, dan merancang program imbalan yang tepat.
1. Motivasi dalam Keadaan Ekonomi yang Menantang
Resesi ekonomi terakhir cukup sulit bagi banyak organisasi terutama ketika
menyangkut ke karyawan mereka PHK, anggaran ketat, kenaikan gaji minimal atau
tidak sama sekali, pemotongan tunjangan, tidak ada bonus, jam kerja yang panjang
guna melakukan pekerjaan karyawan. kondisi memburuk maka kepercayaan dan
karyawan optimisme dan keterlibatan kerja akan ikut anjlok dalam kondisi ekonomi
yang tidak menentu manajer harus kreatif dalam menjaga agar upaya karyawan
mereka berenergi terarah dan berkelanjutan untuk mencapai tujuan. cara untuk
memotivasi karyawan yaitu dengan tidak melihatkan uang atau dengan cara yang
relatif murah sehingga mereka mengandalkan tindakan seperti mengadakan
pertemuan dengan karyawan untuk menjaga terbukanya jalur komunikasi dan untuk
mendapatkan masukan dari mereka tentang isu-isu: menetapkan tujuan bersama
seperti memelihara layanan pelanggan yang sangat baik agar semua orang tetap
fokus, menciptakan nuansa kemasyarakatan sehingga karyawan bisa melihat bahwa
manajer peduli tentang mereka dan pekerjaannya, memberikan kesempatan kepada
karyawan untuk terus belajar dan tumbuh.

2. Mengelola Tantangan Motivasi Lintas-Budaya


Sebagian besar teori teori motivasi saat ini dikembangkan di Amerika
serikat,oleh orang Amerika dan tentang Amerika.
Hierarki kebutuhan Maslow berpendapat bahwa orang memulai dari tingkat
fisiologis dan kemudian bergerak naik secara berurutan. Hierarki ini, jika pun ada
aplikasinya, sejalan dengan budaya Amerika. Di negara-negara seperti Jepang,
Yunani, dan Meksiko, di mana terdapat karakteristik yang kuat dalam menghindari
ketidakpastian, kebutuhan keamanan akan berada di tingkat paling dasar dari hierarki
kebutuhan. Negara-negara yang memberikan skor tinggi pada karakteristik
pengasuhan-seperti Denmark, Swedia, Norwegia, Belanda, dan Finlandia-akan
menempatkan kebutuhan sosial di tingkatan dasar. Kami juga memprediksi,
misalnya, bahwa kerja kelompok akan lebih mampu memotivasi ketika budaya
negara memberikan skor tinggi pada kriteria pengasuhan.
Konsep motivasi lain yang jelas-jelas memiliki bias Amerika adalah kebutuhan
akan prestasi. Pandangan bahwa kebutuhan akan prestasi yang tinggi bertindak
sebagai motivator internal mensyaratkan dua karakteristik budaya-kesediaan untuk
menerima tingkat risiko yang moderat (yang mengecualikan negara-negara dengan
karakteristik menghindari ketidakpastian yang kuat) dan kepedulian terhadap kinerja
(yang berlaku hampir luar biasa pada negara-negara dengan karakteristik pencapaian
yang kuat). Kombinasi ini ditemukan di negara-negara Anglo-Amerika seperti
Amerika Serikat. Kanada, dan Inggris 65 Di sisi lain, karakteristik ini relatif tidak
ada di negara-negara seperti Cile dan Portugal.
Terlepas dari perbedaan-perbedaan limas-budaya ini dalam motivasi, ada
beberapa konsistensi lintas-budaya. Dalam sebuah penelitian terbaru dari karyawan
di 13 negara, motivator teratas meliputi (diperingkat dari nomor satu ke bawah):
diperlakukan secara hormat; keseimbangan kehidupan-kerja; jenis pekerjaan yang
dilakukan; kualitas orang yang bekerja bersama dan kualitas kepemimpinan
organisasi (peringkatnya berimbang); gaji pokok; bekerja di dalam lingkungan di
mana pelayanan yang baik dapat diberikan kepada orang lain: potensi kurier jangka
panjang: pengaturan kerja yang licksibel, kesempatan pembelajaran dan
perkembangan dengan tunjangan (peringkatnya berimbang); kesempatan promosi;
dan pembayaran insentif atau bonus.69 Dalam penelitian-penelitian lain telah
menunjukkan bahwa keinginan terhadap pekerjaan yang menarik tampaknya penting
untuk hampir semua pekerja, apapun budaya nasional mereka Sebagai contoh adalah
para karyawan di Belgia Inggris, Israel, dan Amerika Serikat yang menempatkan
"pekerjaan yang menarik” pada urutan pertama dari 11 tujuan kerja lainnya.

3. Memotivasi Kelompok Kerja yang Unik


DX Deloitte karyawan diperbolehkan untuk "dial up" (meningkatkan) atau "dial
down" (menurunkan) tanggung jawab pekerjaan mereka sesuai tujuan pribadi dan
profesional. Program perusahaan yang disebut Mass Carreer Customization
(Kustomisasi Karier Massal) ini telah menjadi begitu populer di kalangan karyawan!
Selama 12 bulan pertama setelah digirkannya, kepuasan karyawan terhadap
"kecocokan karier/hidup secara keseluruhan" naik 25 persen. Selain itu, jumlah
karyawan berkinerja tinggi yang tetap bekerja dengan Deloste telah meningkat.
Memotivasi para karyawan tidak pernah mudah! Karyawan masuk ke dalam
organisasi dengan kebutuhan, kepribadian, keterampilan, kemampuan, minat, dan
bakat yang berbeda. Mereka memiliki harapan yang berbeda terhadap pemberi kerja
dan pandangan yang berbeda tentang apa yang bisa diharapkan oleh pemberi kerja
terhadap mereka. Apa yang diinginkan para karyawan dari pekerjaan mereka sangat
bervariasi. Sebagai contoh, beberapa karyawan sudah cukup puas dengan
kepentingan dan pencapaian pribadi mereka dan hanya ingin gaji mingguannya-tidak
lebih. Mereka tidak tertarik membuat pekerjaan mereka lebih menantang atau
menarik atau untuk "memenangkan" lomba kinerja. Karyawan lainnya mengedeh
banyak kemasan alam pekerjaan mereka dan termotivasi untuk mengerahkan usaha
tingkat tinggi. Mengingat perbedaan-perbedaan ini, bagaimana para manajer dapat
memotivasi kelompok karyawan yang unik di tempat kerja saat ini dengan efektif?
Salah satunya adalah dengan memahami kebutuhan motivasi dari kelompok-
kelompok.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

Anda mungkin juga menyukai