1. Profesi adalah suatu keahlian (skill) dan kewenangan dalam suatu jabatan tertentu yang mensyaratkan
kompetensi (pengetahuan, sikap dan keterampilan) tertentu secara khusus yang diperoleh dari
pendidikan akademis yang intensif.
2. Beberapa istilah yang berkaitan dengan tema Profesi:
a. Profesi: Jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para anggotanya;
b. Profesional: menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi. Kedua,
penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya.
c. Profesionalisme: sebuah komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan
profesional-nya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam
melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya;
d. Profesionalitas: sebutan terhadap kualitas sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya
serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan tugas-tugasnya;
e. Profesionalisasi: proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para anggota profesi dalam
mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai anggota suatu profesi.
3. Syarat-syarat Profesi:
a. Menurut Syafrudin Nurdin:
1) Panggilan hidup yang sepenuh waktu;
2) Pengetahuan dan kecakapan atau keahlian;
3) Kebakuan yang universal;
4) Pengabdian;
5) Kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif;
6) Otonomi;
7) Kode etik;
8) Klien;
9) Berperilaku pamong;
10)Bertanggung jawab, dan lain sebagainya.
b. Menurut Ahmad Tafsir:
1) Harus memiliki suatu keahlian yang khusus;
2) Harus diambil sebagai pemenuhan panggilan hidup;
3) Memiliki teori-teori yang baku secara universal;
4) Profesi adalah diperuntukkan bagi masyarakat;
5) Harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostic dan kompetensi aplikatif;
6) Pemegang profesi memegang otonomi dalam melakukan profesinya;
7) Profesi memiliki kode etik;
8) Profesi miliki klien yang jelas;
9) Profesi memiliki organisasi profesi;
10) Profesi mengenali hubungan profesinya dengan bidang-bidang lain.
c. Menurut UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 7 ayat 1:
1) Memiliki bakat, minat, panggilan, dan idealisme;
2) Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
3) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
4) Memiliki ikatan kesejawatan dan kode etik profesi;
5) Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
7) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesi berkelanjutan;
8) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan keprofesionalan;
9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan keprofesian.
4. Urgensi Profesionalisme dalam Kehidupan adalah munculnya etos kerja yang unggul (exellence) karena
seseorang yang memiliki sikap profesional akan terus memotivasi dirinya untuk terus berkembang
menjadi tenaga profesional sesuai dengan bidang profesinya yang juga akan berdampak pada
meningkatnya martabat dan peran orang tersebut. Perwujudan dari sikap profesional adalah:
a. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal;
b. Meningkatkan dan memelihara citra profesi;
c. Memanfaatkan setiap kesempatan pengembangan profesional;
d. Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi;
e. Memiliki kebanggaan terhadap profesinya
1. Profesionalisme guru PAI: gambaran suatu “keadaan” derajat keprofesian setiap guru PAI untuk
bangkit menggapai sikap, pengetahuan, dan keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya
dalam pembelajaran bidang studi PAI.
2. Tingkatan kualifikasi profesional guru:
a. Capability: memiliki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan serta sikap yang lebih mantap dan
memadai sehingga mampu mengelola proses pemelajaran secara efektif;
b. Inovator: memiliki komitmen terhadap upaya perubahan dan reformasi;
c. Developer: memiliki visi dan misi keguruan yang mantap dan luas perspektifnya (pandangan jauh ke
depan).
3. Standard kualifikasi guru PAI dalam semua jenjang adalah D-IV atau S-1 program studi yang sesuai
dengan bidang/jenis mata pelajaran yang dibinanya. Regulasi aturan tersebut adalah UU Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, juga Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007, Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, dan Permenag Nomor 16/2010.
4. Kompetensi Guru PAI
a. Pengertian Kompetensi: kemampuan seseorang yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang dapat diwujudkan dalam hasil kerja nyata yang bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.
b. Macam-Macam Kompetensi Guru PAI
1) Kompetensi Pedagogik: kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil
belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasi-kan berbagai potensi yang
dimilikinya;
2) Kompetensi Kepribadian, kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif, berakhlak mulia dan berwibawa, dan dapat menjadi teladan bagi siswa;
3) Kompetensi Sosial: kemampuan yang harus dimiliki guru untuk berkomunikasi dan bergaul
secara aktif dengan siswa, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali siswa, dan
masyarakat sekitar
4) Kompetensi Profesional: penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang harus
dikuasai guru mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi
keilmuan yang menaungi materi, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuan.
Menurut KMA 211/2011 bab IV huruf B nomor 2 Ada 2 tambahan dari 4 (empat) di atas, yaitu: Kompetensi
Spritual dan Kompetensi Leadership
1. Pengertian Kode Etik: sistem peraturan dan prinsip yang telah diterima oleh masyarakat atau kelas
atau sekelompok orang.
2. Pengertian Kode Etik Profesi: suatu sistem peraturan atau perangkat prinsip-prinsip keprilakuan yang
telah diterima oleh kelompok orang-orang yang tergabung dalam himpunan organisasi keprofesian
tertentu.
3. Tujuan Kode Etik Profesi: untuk menjamin agar tugas pekerjaan keprofesian itu terwujud sebagaimana
mestinya dan kepentingan semua pihak terlindungi sebagaimana layaknya.
4. Kode Etik Profesi Keguruan: suatu sistem peraturan atau perangkat prinsip-prinsip keprilakuan yang
telah diterima oleh kelompok orang-orang yang tergabung dalam himpunan organisasi profesi
keguruan;
5. Keguruan: suatu jabatan profesional karena pelaksanaannya menuntut keahlian tertentu melalui
pendidikan formal yang khusus serta rasa tanggung jawabtertentu dan para pelaksananya.
6. Keterbatan Kode Etik:
a. beberapa isu tidak dapat diselesaikan dengan kode etik;
b. ada beberapa kesulitan dalam menerapkan kode etik;
c. kadang-kadang timbul konflik dalam lingkup kode etik;
d. ada beberapa isu legal dan etika yang tidak dapat tergarap oleh kode etik;
e. ada beberapa hal yang dapat diterima dalam waktu atau tempat tertentu, mungkin tidak cocok
dalam waktu atau tempat lain;
f. kadang-kadang ada konflik antara kode etik dan ketentuan hukum;
g. kode etik sulit untuk menjangkau lintas budaya;
h. kode etik sulit untuk menembus berbagai situasi.
7. Etos Kerja dan Profesionalisme Guru PAI: kata “etos” bersumber dan pengertian yang sama dengan
etika, yaitu sumber-sumber nilai yang dijadikan rujukan dalam pemilihan dan keputusan perilaku.
Maka Etos kerja lebih merujuk kepada kualitas kepribadian pekerjaan yang tercermin melalui unjuk
kerja secara utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya. (Profesionalisme sudah dibahas pada KB 1)
8. Kode Etik Guru Indonesia: melaksanakan semua amanat yang termaktub dalam AD/ART PGRI, 1994:
a. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
berjiwa Pancasila;
b. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
c. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan
dan pembinaan;
d. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-
mengajar;
e. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk
membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan;
f. Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan meningkatkan mutu dan martabat
profesinya;
g. Guru memelihara hubungan profesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial;
h. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana
perjuangan dan pengabdian;
i. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Selain 2 (dua) faktor di atas, ada juga faktor yang mempengaruhi, yaitu:
1. Faktor kematangan tiap organ (fisik maupun psikis);
2. Faktor Keterbukaan;
3. Faktor Bakat dan Minat;
4. Faktor Kebebasan.
Maka dengan mengacu pada perkataan Imam Ghazali “berilah pelajaran kepada anak didik sesuai
dengan tingkat kemampuan mereka”. Atas dasar pemikiran bahwa anak didik memiliki tingkatan-
tingkatan kematangan dalam berfikir, maka setiap pendidik seyogyanya mempertimbangkan metode
mana yang tepat diaplikasikan sesuai dengan tingkat berfikir anak didik.
Beberapa metode yang bisa dilakukan oleh pendidik untuk mengembangkan proses kognitifnya
bisa dilihat dalam modul halaman 12-13. Dan metode yang bisa dilakukan oleh pendidik untuk
mengembangkan proses kognisinya bisa dilihat dalam modul halaman 13-14.
Tema yang menjadi bahasan pokok dalam KB 3 ini adalah emosi, sosial dan spritual. Bahwa emosi
merupakan makhluk Allah SWT yang diberikan kepada manusia untuk merespon sesuatu yang datang
kepadanya, misalnya perlakukan baik akan ada respon bahagia, perlakuan buruk akan ada respon sedih
dan lain sebagainya. Lalu kenapa emosi penting untuk dibahas? Apakah ada implikasi pada pembelajaran?
Bagaimana emosi berdampak pada sosial dan spiritual seseorang? Beragam pertanyaan tentang emosi
sangatlah banyak. Dan untuk itu akan dibahas dari yang paling mendasar tentang emosi.
F. Pengertian Emosi
Dalam World Book Dictionary (2015), emosi didefinisikan sebagai “berbagai perasaan yang kuat”.
Perasaan benci, takut, marah, cinta, senang, dan kesedihan. Macam-macam perasaan tersebut adalah
gambaran dari emosi.
Disamping itu, juga banyak tokoh yang memberikan pengertian emosi, baik tokoh dalam negeri
maupun luar negeri. Seperti Goleman (1995) menyatakan bahwa “emosi merujuk pada suatu perasaan
atau pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serangkaian kecenderungan untuk
bertindak. Menurut Soendjoyo (2002), emosi merupakan dasar dari perkembangan kepribadian dan
sosial. Syamsuddin (2000) mengemukakan bahwa “emosi merupakan suatu suasana yang kompleks (a
complex feeling state) dan getaran jiwa (stind up state)”.
Selain itu masih banyak definisi dari para tokoh, namun dari semua pandangan tersebut, bahwa
emosi merupakan suatu keadaan yang kompleks, dapat berupa perasaan, ataupun getaran jiwa yang
ditandai oleh perubahan biologis yang muncul menyertai terjadinya suatu perilaku.
Syamsuddin, 2000 meringkas 5 (lima) mekanisme di atas menjadi 3 (tiga) variabel, yaitu:
1. Variabel Stimulus, merupakan rangsangan yang menimbulkan emosi;
2. Variabel Organik, merupakan perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi saat mengalami emosi;
dan
3. Variabel Respon, merupakan pola sambutan ekspresif atas terjadinya pengalaman emosi.
Nurmalitasari, 2015 menyatakan bahwa perkembangan sosial emosianal anak memiliki
keterkaitan dengan aspek perkembangan lainnya, baik fisik maupun mental. Emosi juga mempengaruhi
kegiatan mental seperti konsentrasi, pengingatan, penalaran. Mungkin anak akan menghasilkan
prestasi di bawah kemampuan intelektualnya, apabila emosinya terganggu, sedangkan secara
psikologis efek dari tekanan emosi akan berpengaruh pada sikap, minat, dan dampak psikologis
lainnya. Dari sini menjadi jelas, bahwa karakteristik perkembangan emosional sangat dipengaruhi oleh
perkembangan fisik dan mental.
Perkembangan sosial sudah mulai dibentuk sejak bayi, dan itu merupakan pondasi yang terus
berlanjut hingga usia lanjut usia. Jika tugas psikososial tidak tuntas di fase yang ditentukan maka itulah
yang menjadi sumber masalah gangguan dalam perkembangan sosial. Erik Erikson, seorang tokoh
psikologi merumuskan teori perkembangan sosial dengan: “sepanjang sejarah hidup manusia, setiap
orang mengalami tahapan perkembangan dari bayi sampai dengan usia lanjut”. Teori tersebut
kemudian memunculkan 8 tahap perkembangan, yaitu:
1. Trust vs Mistrust (usia 0-1 tahun);
2. Autonomy vs Shame (usia 2-3 tahun);
3. Inisiative vs Guilt (usia 4-5 tahun);
4. Indusstry vs Inferiority (usia 6-11 tahun);
5. Ego-identity vs Role on fusion (usia 12-18/20 tahun);
6. Intimacy vs Isolation (usia 18/19-30 tahun);
7. Generation vs Stagnation (usia 31-60 tahun);
8. Ego Integrity vs putus asa (usia >60 tahun).
Adapun perkembangan spiritual keagamaan dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu: pertama, the fairy
tale stage (tingkat dongeng), dimulai 3-6 tahun. Kedua, the realistic stage (tingkat kenyataan), dimulai
7-12 tahun. Ketiga, the individual stage, terjadi pada usia remaja dimana pada masa ini situasi jiwa
mendukung untuk mampu berfikir abstrak dan kesensitifan emosinya.
Mengacu pada 8 tahapan perkembangan sosial Erikson, James Fowler merumus 7 tahapan
perkembangan agama dengan theory of faith (teori tentang keimanan), yaitu:
1. Tahap prima faith (usia 0-2 tahun);
2. Tahap intuitive-projective (usia 2-7 tahun);
3. Tahap mythic-literal faith (usia 7-11 tahun);
4. Tahap synthetic conventional faith (usia 12-akhir masa remaja /awal masa dewasa);
5. Tahap individuative-reflective faith (usia 19 tahun / awal usia dewasa);
6. Tahap conjunctive-faith (usia 30 tahun - masa dewasa akhir);
7. Tahap universalizing faith (usia lanjut)
J. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi, Sosial dan Spiritual Peserta Didik
1. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
a. Pengaruh Keadaan Individu Sendiri;
b. Konflik-konflik dalam proses perkembangan;
c. Faktor lingkungan;
Selain cacat fisik yang memang jadi faktor utama dalam pengaruh keadaan individu sendiri
(diktum a), ada faktor lain juga yang mempengaruhi, yaitu peran kematangan dan peran belajar.
K. Implikasi Perkembangan Emosi, Sosial dan Spiritual Peserta Didik Dalam Pembelajaran
Setiap peserta didik memiliki emosi yang beragam. Sehingga Golemen (1995) berpendapat bahwa
untuk meningkatkan kecerdasan emosi bisa dilakukan dengan berbagai macam cara. Salah satunya
dengan belajar mengembangkan kesadaran diri, belajar mengambil keputusan pribadi, belajar
mengelola perasaan, belajar menangani stress, belajar berempati, belajar berkomunikasi, belajar
membuka diri, belajar mengembangkan pemahaman, belajar menerima diri sendiri, belajar
mengembangkan tanggung jawab pribadi, belajar mengembangkan ketegasan, mempelajari dinamika
kelompok, serta belajar menyelesaikan konflik.
Beberapa langkah yang bisa diterapkan dalam rangka mengembangkan emosi anak didik adalah:
1. Guru dan orang tua tidak boleh membuat jarak sosial, tapi harus lebih dekat dengan anak didik;
2. Guru atau orang tua harus terampil dalam mengobservasi berbagai karakter emosi dan perilaku
sosial anak, terutama yang diekspresikan melalui tampilan fisik, mental, dan psikologis;
3. Guru dan orang tua harus memiliki kemampuan dan keterampilan dalam merekam, mencatat, dan
membuat prediksi tentang perbuatan apa yang akan menyertai peserta didik.
Beberapa langkah yang bisa diterapkan dalam rangka mengembangkan emosi anak didik adalah:
1. Mengajarkan keterampilan-keterampilan sosial dan strategi pemecahan masalah sosial;
2. Menggunakan strategi pembelajaran kooperatif;
3. Memberikan label perilaku yang pantas;
4. Meminta siswa untuk memikirkan dampak dari perilaku-perilaku yang mereka miliki;
5. Mengembangkan program mediasi teman sebaya;
Beberapa langkah yang bisa diterapkan dalam rangka mengembangkan spiritual anak didik adalah:
1. Menjadikan pendidikan wahana kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, tidak
hanya bersifat teoretis;
2. Membantu peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan spiritual
parenting;
3. Materi yang disampaikan guru dalam kelas adalah materi yang secara langsung dapat
menyentuh permasalahan keagamaan yang dialami peserta didik;
4. Menanamkan nilai-nilai Islam yang terkait dengan masalah ibadah dilakukan dengan
memaparkan hikmah yang terkandung dari sebuah pelaksanaan ibadah;
Kurikulum 2013 (K-13) adalah kurikulum yang menjadi acuan pelaksanaan pembelajaran di
sekolah/madrasah, dari mulai tingkat pendidikan dasar sampai tingkat pendidikan menengah. Kebijakan
tentang kurikulum 2013 ini tercantum dalam dokumen regulasi Permendikbud No. 81A tahun 2013 yang
diperbaharui dengan Permendikbud No. 104 tahun 2014 tentang Pembelajaran.
Kurikulum 2013 berorientasi kepada usaha-usaha menyiapkan lahirnya Generasi Emas Indonesia
2045, yaitu peserta didik yang memiliki kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan setelah
mempelajari suatu muatan pembelajaran, menamatkan suatu program, atau menyelesaikan satuan
pendidikan tertentu.
Jadi, karakteristika k-13 fokus pada potensi peserta didik agar memiliki kemampuan sebagai pribadi
yang kreatif, produktif, inovatif serta mampu berkontrbusi pada masyarakat, berbangsa, bernegara dan
berperadaban dunia. Selanjutnya, sesuai dengan Permendikbud No. 54 tentAng standart Kompetensi
Lulusan adalah:
1. Sikap, yaitu memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia,
berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
2. Pengetahuan, yaitu memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif
dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban.
3. Keterampilan, yaitu memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah
abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri.
Berdasarkan PP No. 32 Tahun 2013, Kompetensi Inti (KI) merupakan tingkat kemampuan untuk
mencapai standar kompetensi lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas.
Artinya ia merupakan operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki peserta didik pada
setiap tingkat kelas atau program yang menjadi dasar pengembangan KD. KI mencakup sikap (spiritual
dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang
seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills. KI berfungsi sebagai pengintegrasi muatan
pembelajaran, mata pelajaran atau program dalam mencapai SKL sebagai wujud dari prinsip keterkaitan
dan kesinambungan.
Kompetensi Dasar (KD) merupakan kemampuan dan materi pembelajaran minimal yang harus
dicapai peserta didik untuk suatu mata pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan yang mengacu
pada kompetensi inti. Kompetensi Dasar bisa dipahami juga sebagai sejumlah kemampuan minimal baik
sikap, pengetahuan, maupun keterampilan yang harus dikuasai peserta didik pada suatu mata pelajaran
tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator pencapaian kompetensi. Rumusan KI dan KD tertuang
dalam: Permendibud RI Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran
Pada Kurikulum 2013 Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Berikut ini adalah contoh
rumusan KI-KD untuk kelas VI SD/MI bidang studi PAI.
Langkah-Langkah Pembelajaran
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
3. Penilaian
1. Nama kurikulum menjadi Kurikulum 2013 Edisi Revisi yang berlaku secara Nasional;
2. Penilaian sikap KI 1 dan KI 2 sudah ditiadakan di setiap mata pelajaran, kecuali hanya pada penilaian
bidang studi PAI dan PPKN;
3. Jika ada 2 nilai praktik dalam 1 KD , maka yang diambil adalah nilai yang tertinggi. Penghitungan nilai
ketrampilan dalam 1 KD ditotal (praktek, produk, portofolio) dan diambil nilai rata2. untuk
pengetahuan, bobot penilaian harian, dan penilaian akhir semester itu sama;
4. Pendekatan scientific 5M bukanlah satu-satunya metode saat mengajar dan apabila digunakan maka
susunannya tidak harus berurutan;
5. Silabus kurtilas edisi revisi lebih ramping hanya 3 kolom, yaitu KD, materi pembelajaran, dan
kegiatan pembelajaran;
6. Perubahan terminologi ulangan harian menjadi penilaian harian, Ujian Akhir Semester (UAS)
menjadi Penilaian Akhir Semester untuk semester 1 dan Penilaian Akhir Tahun untuk semester 2.
Kegiatan Ujian Tengah Semester (UTS) sudah tidak ada lagi karena langsung ke penilaian akhir
semester;
7. Dalam RPP yang dicatumkan adalah Tujuan, proses Pembelajaran, dan penilaian, materi dan metode
pembelajaran tidak perlu disebutkan, tetapi cukup dibuat dalam bentuk lampiran berikut dengan
rubrik penilaian (jika ada);
8. Skala penilaian menjadi 1-100. Penilaian sikap diberikan dalam bentuk predikat dan deskripsi;
9. Tes remedial diberikan untuk siswa yang nilainya kurang, setelah diberikan pembelajaran ulang. Nilai
Remedial adalah nilai yang dicantumkan dalam hasil belajar.
1. Formasi Huruf U
Formasi ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Para peserta didik dapat melihat guru
dan/atau melihat media visual dengan mudah dan mereka dapat saling berhadapan
langsung satu dengan yang lain. Susunan ini ideal untuk membagi bahan pelajaran
kepada peserta didik secara cepat karena guru dapat masuk ke huruf U dan berjalan
ke berbagai arah dengan seperangkat materi.
2. Formasi Lingkaran
Para peserta didik duduk pada sebuah lingkaran tanpa meja atau kursi untuk melakukan
interaksi berhadap-hadapan secara langsung. Sebuah lingkaran ideal untuk diskusi
kelompok penuh.
3. Susunan Chevron (V)
Sebuah susunan ruang kelas tradisional tidak memungkinkan untuk melakukan belajar
aktif. Jika terdapat banyak peserta didik (tiga puluh atau lebih) dan hanya tersedia
beberapa meja, barangkali guru perlu menyusun peserta didik dalam bentuk ruang
kelas. Susunan V mengurangi jarak antara para peserta didik, pandangan lebih baik
dan lebih memungkinkan untuk melihat peserta didik lain daripada baris lurus. Dalam
susunan ini, tempat paling bagus ada pada pusat tanpa jalan tengah.
4. Kelas Tradisional
Format atau setting kelas ini banyak digunakan di lembaga pendidikan manapun karena
paling mudah dan sederhana. Tetapi secara psikologis, bila digunakan sepanjang masa
tanpa variasi format lain akan berpengaruh terhadap gape psikologis peserta didik
seperti merasa minder, takut dan tidak terbuka dengan teman, karena sesama peserta
didik tidak pernah saling berhadapan (face to face) dan hanya melihat punggung
temannya sepanjang tahun dalam belajar.
2. Arthur Combs
❖ Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang
sering digunakan dan belajar terjadi bila mempunyai arti
bagi individu.
3. Abraham Maslow
• Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan
tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang
paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang
paling tinggi (aktualisasi diri).
3. Mediasi
Mediasi merupakan tanda-tanda atau lambang-lambang
yang digunakan seseorang untuk memahami sesuatu di
luar pemahamannya
Ada dua jenis mediasi yang dapat mempengaruhi
pembelajaran yaitu,
(1) tema mediasi semiotik
(2) scoffalding
1. Pengukuran
1. Definisi Pengukuran
Pengukuran adalah suatu proses untuk menentukan kuantitas dari suatu obyek.
mengukur adalah memberikan angka pada fakta yang diukur yang diwujudkan dalam bentuk
simbol angka atau bilangan yang ditujukan kepada sesuatu atau objek yang diukur.
Pensekoran adalah suatu proses mengubah jawaban instrumen mejadi angka-angka yang
merupakan data kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item (butir) dalam instrumen.
Pengukuran dalam proses belajar mengajar adalah kegiatan pengukuran yang diarahkan untuk
melihat potensi atau kemampuan, baik kemampuan dasar maupun kemampuan sebagai hasil
belajar (achievement) yang dimiliki oleh siswa
2. Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan seperangkat aturan yang diperlukan untuk mengkuantifikasi
data pengukuran
Skala pengukuran dibagi menjadi empat macam, yaitu:
1. Skala nominal, yaitu skala yang bersifat kategorikal, jenis datanya hanya menunjukkan
perbedaan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya
2. Skala ordinal ,merupakan hasil pengelompokan data dalam bentuk urutan atau jenjang,
3. Skala interval yaitu skala yang mempunyai jarak yang sama antara satu data dengan data
yang lain
4. Skala rasio, yaitu menunjukan adanya tingkatan atribut, mempunyai jarak yang sama
antara satu angka dengan angka yang lainnya, dan memiliki harga 0 mutlak
3. Tes
Tes adalah alat ukur yang disusun secara sistematis, digunakan dalam rangka kegiatan
pengukuran.
Jenis Jenis tes
o Penggolangan tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan peserta
didik yaitu: tes seleksi, tes awal, tes akhir, tes diagnostik, tes formatif
o Tes ditinjau dari bidang psikologi yaitu tes intelegensi, tes prestasi belajar, tes bakat, tes
kepribadian
o Tes berdasarkan jumlah peserta didik yaitu : tes kelompok dan tes perorangan
o Tes berdasarkan penyusunannya yaitu : tes baku dan tes buatan guru Tes ditinjau dari
waktu yaitu : tes kemampuan (power test) dan tes kecepatan (speed tes)
o tes ditinjau dari segi responnya, yaitu verbal test dan nonverbal test.
o Tes ditinjau dari segi cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawabannya,
yaitu tes tertulis dan tes lisan dan tes perbuatan
o Tes ditinjau dari segi cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawabannya yaitu:
1. Tes Tertulis ,ada dua bentuk, yaitu bentuk uraian (essay) dan bentuk objektif (objective)
a. Tes Uraian,
karakteristiknya
1. Berbentuk pertanyaan menghendaki jawaban berupa uraian atau paparan kalimat
yg panjang .
2. Menuntut testee utk memberikan penjelasan, komentar, penafsiran
3. Jumlah butir terbatas berkisar 5-10
4. Butir soal tes uraian itu diawali dengan kata-kata jelaskan, mengapa, bagaimana
atau kata-kata lain yg serupa
Keunggulannya
1. penyusunan dan pelaksanaan dapat dilakukan mudah dan cepat
2. dapat mengetahui tingkat kedalaman dan penguasaan materi tsetee,
3. testee termotivasi untuk berani mengungkapkan pendapatnya
Kelemahannya
1. Kurang mencakup dan mewakili isi materi
2. Pengoreksian sulit dan memerlukan lama.
3. Cenderung subyektif dalam penskoran
4. pengkoreksian sulit diserahkan ke orang lain.
5. validitas dan reliabilitas tes rendah.
Petunjuk operasional dalam penyusunan tes uraian
1. Butir soal mencakup ide pokok
2. Susunan kalimat soal berlainan dengan yang ada dalam buku
3. Dibuat kunci jawabannya dan pedoman penilaiannya
4. Pertanyaan-pertanyaan dibuat variasi
5. Kalimat soal disusun secara ringkas, padat dan jelas
6. Ada pedoman cara mengerjakan soal
b. Tes Obyektif
Yaitu: tes hasil belajar yg terdiri dari butir-butir soal yg dapat dijawab testee
(peserta tes) dgn jalan memilih salah satu (atau lebih) diantara beberapa
kemungkinan jawaban yang dipasangkan pada masing- masing items.
Keunggulannya:
1. lebih representatif mewakili materi
2. memungkinkan menjadi lebih obyektif
3. pengoreksian dapat dibantu orang atau dengan jasa komputer
4. butir soal lebih mudah dianalisis
kelemahannya:
1. enyusunnya lebih sulit
2. kurang dapat mengukur proses berfikir yg tinggi
3. testee (peserta tes) terbuka untuk spekulasi dalam menjawab soal
4. mebuka kesempatan testee bekerja sama
2. Tes lisan, digunakan untuk mengukur aspek yang berkaitan dengan kemampuan
komunikasi (communication skill)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tes lisan agar tidak terjadi
subyektifitas :
1. Persiapkan instrumen (tes) beserta kunci jawabannya
2. Segera laksanakan scoring pada setiap jawaban testee
3. Diukur berapa persen (%), jawaban benar.
4. Guru fokus mempertahankan situasi evaluasi
3. Tes perbuatan yaitu tes yang menuntut respon atau jawaban peserta didik dalam
bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan dan testee (peserta didik) diminta untuk
melakukan kegiatan.
2. Penilaian
1. Definisi Penilaian
penilaian adalah proses memberikan atau menentukan bentuk kualitatif kepada atribut atau
karakteristik seseorang rangka menafsirkan hasil pengukuran sehingga sehingga tampak jelas
posisi atau keadaannya
Arti nilai adalah angka atau huruf yang melambangkan seberapa jauh atau seberapa besar
kemampuan yang telah ditunjukan oleh siswa terhadap materi atau bahan yang di teskan
sesuai dengan indikator yang telah ditentukan
2. Pendekatan Penilaian
assessment of learning (penilaian akhir pembelajaran), assessment for learning (penilaian untuk
pembelajaran), assessment as learning (penilaian sebagai pembelajaran)
3. Acuan Penilaian
1. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penentuan nilai menggunakan standar mutlak atau mengacu dada kriterium/patokan
Tujuan penilaian acuan patokan adalah untuk mengukur secara pasti tujuan atau kompetensi
yang ditetapkan sebagai kriteria keberhasilannya
3. Evaluasi Pembelajaran
1. Definisi Evaluasi Pembelajaran
Berasal dari kata evaluation yang diartikan suatu tindakan atau usatu proses untuk
menentukan nilai dari sesuatu yang berakhir dengan mengambil suatu keputusan.
Evaluasi pembelajaran adalah kegiatan atau proses untuk menentukan sampai sejauh mana
kegiatan pembelajaran telah mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Evaluasi diartikan pula sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari
hal-hal yang berkaiatan dengan kegiatan pembelajaran.
2. Tujuan Evaluasi
a. Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan, mengenai taraf perkembangan siswa
b. Untuk mengetahui tingkat efektifitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunaka
c. Memotivasi siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya
d. Untuk mencari faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidak berhasilan peserta didik
3. Fungsi Evaluasi
Untuk mengukur perkembangan siswa
Untuk menunjang penyusunan rencana pembeljaran berikutnya
Untuk memperbaiki pelajaran yang ada
Memenuhi kebutuhabpsikologis didaktik dan administratif
c. Ranah Psikomotorik yang meliputi: Persepsi (perception), Kesiapan (set), Gerakan terbiasa
(mechanical response), Gerakan kompleks (complex response), Penyesuaian polagerakan
(adjusment), Kreativitas (creativity).
Dalam kurikulum 2013, menggunakan penilaian authentik dalam mengukur perkembangan belajar atau
hasil belajar siswa. Oleh karena itu, seorang pendidik harus benar-benar memahami tentang konsep
penilaian authentik dan bagaimana penerapannya dalam proses pembelajaran.
Berikut ini adalah resume dari materi Modul Evaluasi Pembelajaran, KB 2 yang membahas tentang
Konsep dan Penerapan Penilaian Authentik.
Makna authentik adalah kondisi nyata atau keadaan sesungguhnya yang berkaitan dengan
kemampuan peserta didik.
Soal HOTS mengukur dimensi metakognitif, tidak sekadar mengukur dimensi faktual, konseptual,
atau prosedural saja.
c. Tingkatan Kognitif
Anderson & Krathwohl (2001) mengklasifikasikan dimensi proses berpikir sebagai berikut:
1) HOTS (Higher Order Thinking Skills)
Mengkreasi, mengevaluasi, menganalisis
2) MOTS (Middle Order Thinking Skills)
Mengaplikasi, memahami
3) LOTS (Lower Order Thinking Skills)
Mengetahui
b. Penilaian Afektif
Pada kompetensi sikap, terdapat penilaian utama dan penunjang.
Penilaian utama diperoleh dari observasi harian yang ditulis di dalam jurnal harian.
Penilaian penunjang berasal dari penilaian diri dan penilaian antar teman, yang hasilnya
dapat dijadikan alat konfirmasi dari hasil penialian sikap oleh pendidik.
Teknik penilaian yang digunakan dapat dengan observasi melalui wawancara, catatan anekdot
(anecdotal record), catatan kejadian tertentu (incidental record) sebagai unsur utama penilaian.
c. Penilaian Keterampilan
Penilaian keterampilan mencakup aspek transfer knowledge, critical thinking dan creativity serta
problem solving
Sudah dibahas sebelumnya bahwa prinsip-prinsip evaluasi adalah valid. Valid, berarti penilaian
harus mampu mengukur kompetensi hasil belajar sesuai dengan indikator yang sudah ditetapkan
sehingga penilaian tersebut tepat sasaran, sesuai dengan apa yang hendak diukur dari suatu content (isi)
atau konstruk dari suatu instrumen.
Dalam kegiatan belajar 3 ini akan mengurai penyusunan, pengembangan dan pengolahan
instrumen tes hasil belajar sebagai bagian dari langkai untuk mencapai validitas dan reliabelitas evaluasi
dalam pembelajaran.
Diketahui:
S : Sekor yang sedang dicari
R : Right (jumlah jawaban betul)
Contoh:
Tes dengan jumlah soal sebanyak 50 butir dan banyaknya jawaban yang benar ada 30.
Maka sekor yang didapat adalah 30.
Rumusnya:
S = R
Contoh:
Tes bentuk jawaban singkat dengan jumlah soal sebanyak 50 butir. Banyaknya jawaban yang
benar ada 28. Maka skor yang dicapai adalah 28.
c. Tes obyektif bentuk matching, fill in, dan completion, perhitungan skor akhirnya pada
umumnya tidak memperhitungkan sistem denda
Dalam tes obyektif soal ada yang menggunakan bobot sebagaimana contoh soal obyektif
dengan bobot dapat diamati dalam tabel berikut ini :
d. Tes Uraian
Pada umumnya tes uraian menggunakan sistem bobot (weight) yang diberikan untuk setiap
butir soal, atas dasar taraf kesukarannya, atau atas dasar banyak sedikitnya unsur yang harus
terdapat dalam jawaban.
Rumusnya:
Tes uraian yang mempunyai lima butir soal, dan penyusun soal menetapkan bahwa kelima
butir soal tersebut mempunyai taraf kesukaran yang sama dan unsur-unsur yang terdapat
pada setiap butir soal dibuat sama banyaknya. Setiap butir soal diberi skor 10, dan apabila ada
siswa (testee) menjawab secara lengkap dengan betul masing-masing butir diberi skor 10,
jika betul separoh diberi skor 5, dan seterusnya. Total skor yang dicapai siswa adalah jumlah
dari skor pada tiap-tiap butir soal. Misalnya Ghozali, soal nomor 1 memperoleh skor 7, soal
nomor 2 memperoleh 5, soal nomor 3 memperoleh 4, soal nomor 4 memperoleh 10, dan soal
nomor 5 memperoleh 4. Maka skor yang dicapai Ghozali adalah 7 + 5 + 4 + 10 + 4 = 30. Maka
Nilai yang diperoleh peserta didik jika betul semua, adalah :
Rumusnya:
Nilai = Sekor Sesungguhnya X 100
Sekor Maksimum Ideal
Kesimpulan:
Pengolahan tes hasil belajar, ada pengolahan penilaian pada tes tertulis dan pengolahan penilaian
kinerja. Pengolah penilaian tes tertulis yaitu pada soal obyektif dan soal subyektif (uraian), pada soal
obyektif ada yang sistem denda dan bukan denda, dan terdapat juga pembobotan pada butir soal
instrumen selain pada tes uraian ada pembobotan pula pada tes obyektif, yang digunakan sesuai dengan
kebutuhan dan tujuan evaluasi. Selanjutnya pengolahan penilaian kinerja, dengan mensekor dan menilai
dari hasil amatan terhadap performance atau hasil kerja peserta didik berdasarkan penilaian acuan
kriteria atau patokan.
Berdasarkan hasil penilaian terhadap peserta didik, hasil tes dapat digunakan untuk mendapatkan
informasi tentang kemampuan peserta didik, dan akhirnya dapat diketahui perkembangan peserta didik
dari waktu ke waktu. Kemudian hasil penilaian dapat dipergunakan pula sebagai bahan evaluasi diri bagi
guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, dengan memperbaiki perencanaan dan pelaksanaan
pembelajarannya. Selain itu hasil penilaian dapat memberikan gambaran tentang tingkat keberhasilan
pendidikan pada satuan pendidikan.
Melalui hasil penilaian maka dapat diketahui apakah peserta didik telah mencapai kriteria
ketuntasan minimal (KKM) atau belum, dengan demikian agar dapat ditindaklanjuti dengan program
remedial bagi peserta didik yang belum mencapai KKM, sedang bagi siswa yang telah mencapai KKM
maka mendapatkan program pengayaan.
Jelasnya apa itu program remedial dan program pengayaan, dapat diuraikan sebagai berikut.
A. Program Remedial
Bagi peserta didik yang belum mencapai KKM, maka diberlakukan untuknya program remedial.
Pembelajaran remedial merupakan kebutuhan atau hak peserta didik, dan pendidik berusaha
membantu kesulitan belajar dihadapi siswa. Dalam pembelajaran remedial digunakan metode yang
bervariasi sesuai dengan kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, selain itu media yang
digunakan agar dapat dipersiapkan dengan baik agar peserta menjadi lebih mudah memahai dari KD
yang dianggap sulit dipahami.
berikut beberapa hal yang berkaitan dengan program remedial:
1. Pelaksanaan Program Remedial
Program remedial dapat dilaksanakan melalui bimbingan secara perorangan bila ada beberapa
peserta didik yang mengalami kesulitan yang berbeda-beda sehingga memerlukan bimbingan
secara individual. Bimbingan yang diberikan disesuaikan dengan tingkat kesulitan yang dialami
oleh peserta didik.
Pemberian bimbingan secara kelompok bila terdapat beberapa peserta didik mengalami
kesulitan yang sama. Pemberian pembelajaran ulang apabila sebagian besar atau semua peserta
didik mengalami kesulitan, pembelajaran dilakukan dengan metode dan media yang berbeda
menyesuaikan gaya belajar peserta didik. Guru perlu memberikan penjelasan kembali dengan
menggunakan metode dan/atau media yang lebih tepat.
Pelaksanaan pembelajaran remedial dilakukan di luar jam pelajaran. Hal ini dilakukan agar hak
peserta didik yang sudah tuntas untuk mengikuti pembelajaran tidak terganggu. Oleh karena itu
pembelajaran remedial dapat dilakukan sebelum pembelajaran pertama dimulai, setelah
pembelajaran selesai, atau pada selang waktu tertentu yang tidak menggangu kegiatan
pembelajaran peserta didik yang lain disesuaikan dengan kondisi sekolah.
B. Program Pengayaan
Program pengayaan adalah pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik yang telah
mencapai dan/atau melampaui KKM. Mereka adalah peserta didik yang lebih cepat dari pada teman-
teman sekelasnya dalam menguasai bahan pelajaran yang diberikan kepadanya atau dapat dikatakan
mereka adalah peserta didik yang dapat cepat dalam menyelesaikan tugas belajarnya, sehingga
diperlukan treatmen atau perlakuan tambahan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilannya.
Fokus pengayaan adalah pendalaman dan perluasan dari kompetensi yang dipelajari. Pengayaan
biasanya diberikan segera setelah peserta didik diketahui telah mencapai KKM berdasarkan hasil
penilaian harian. Pembelajaran pengayaan biasanya hanya diberikan satu kali, tidak berulangkali.
Pembelajaran pengayaan umumnya tidak diakhiri dengan penilaian. Jadi dalam hal ini berbeda
perlakuannya dengan remedial.
Langkah-langkah sistematis dalam mengidentifikasi kelebihan kemampuan siswa dan
memberikan treatment pembelajaran pengayaan adalah sebagai berikut:
1. Belajar Kelompok;
2. Belajar Mandiri;
3. Pembelajaran Berbasis Tema;
4. Pemadatan Kurikulum.