Anda di halaman 1dari 37

PENGEMBANGAN WISATA PANTAI LAWATA DALAM

PENGEMBANGAN WILAYAH DI KOTA BIMA

LAPORAN PENELITIAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas wajib mata kuliah
Metodologi Penelitian

Oleh :
Muh. Rafly Jusuf Ramdhani
2020D1C021

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2022
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................2
BAB I ...............................................................................................................3
PENDAHULUAN...............................................................................3
1.1 Latar Belakang...............................................................................4
1.2 Identifikasi Masalah.......................................................................6
1.3 Rumusan Masalah..........................................................................6
1.4 Tujuan Penelitian...........................................................................7
1.5 Manfaat Penelitian.........................................................................7
1.6 Ruang Lingkup..............................................................................7
1.7 Sistematika Penulisan....................................................................8
1.8 Kerangka Berpikir..........................................................................8
BAB II..............................................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................9
2.1 Terminologi Judul..........................................................................9
2.2 Tinjauan Teori................................................................................9
2.3 Tinjauan Kebijakan........................................................................26
2.4 Penelitian Terdahulu......................................................................27
BAB II..............................................................................................................29
METODELOGI PENELITIAN........................................................29
3.1 Lokasi Penelitian............................................................................29
3.2 Sumber Data..................................................................................29
3.3 Jenis Penelitian..............................................................................29
3.4 Variabel Penelitian.........................................................................30
3.5 Populasi dan Sampel......................................................................31
3.6 Metode Pengumpulan Data............................................................31
3.7 Teknik Analisis Data.....................................................................33
3.8 Tahapan Penelitian.........................................................................34
3.9 Design Survey................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................37

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pariwisata merupakan salah satu kegiatan industri pelayanan dan jasa
yang menjadi andalan Indonesia dalam rangka meningkatkan devisa negara
disektor non migas. Adanya krisis ekonomi, sektor pariwisata diharapkan
menjadi sumber pertumbuhan yang paling cepat, dikarenakan infrastruktur
kepariwisataan tidaklah mengalami kerusakan, hanya saja faktor keamanan
yang menyebabkan wisatawan mancanegara mengurungkan kepergiannya ke
Indonesia (Hakim, 2012). Walaupun penghasilan seringkali lebih dikaitkan
dengan jumlah wisatawan mancanegara, karena menghasilkan devisa, namun
wisatawan nusantara sangat mempengaruhi kegiatan kepariwisataan, termasuk
hotel, restoran maupun industri cinderamata. Selain menghasilkan pendapatan
bagi negara, pengembangan obyek wisata juga untuk menciptakan lapangan
kerja baru (Darmasih, 2020).
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 yang menjadi landasan
berlangsungnya sistem desentralisasi, pelaksanaan desentralisasi dan otonomi
daerah berlangsung sejak 1 Januari 2001 yang dilaksanakan di seluruh daerah
di Indonesia. Dengan adanya otonomi daerah pemerintah pusat harus
memberikan pembagian kekuasaan kepada daerah untuk mengelola sumber
daya sehingga ada tanggung jawab dari pemerintah daerah untuk
mengelolanya secara efisien dan efektif yang nantinya akan menjadi sumber
daerah dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah untuk memenuhi
kebutuhannya (Mahardika, 2018). Hakekat otonomi daerah adalah adanya hak
penuh untuk mengurus dan melaksanakan sendiri apa yang menjadi bagian
atau kewenangannya, oleh sebab itu otonomi daerah yang ideal adalah
membutuhkan keleluasaan dalam segala hal. Dengan begitu maka daerah
berkewajiban untuk mengelola potensi daerah dalam rangka pencapaian tujuan
peletakan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah tersebut
(Ginting,2014).
Sebagai sebuah kota yang baru terbentuk di Provinsi Nusa Tenggara
Barat, Bima awalnya merupakan kota administratif. Terbentuk pada tanggal

3
10 April 2002 melalui Undang-undang tentang Kota Bima Nomor 13 Tahun
2002 , Kota Bima juga merupakan salah satu daerah yang diberikan
wewenang oleh pemerintah pusat untuk mengelola dan memanfaatkan sumber
daya daerahnya sendiri.
Konsekuensi yang besar ditanggung pemerintah Kota Bima dalam
menjalankan fungsi pemerintahannya, fungsi pemerintahan itu antara lain
fungsi pelayanan masyarakat (public service function), fungsi pelaksanaan
pembangunan (development function), dan fungsi perlindungan kepada
masyarakat (protective function) (Widjojanto, 2016). Untuk melaksanakan
ketiga fungsi pemerintahan tersebut tentunya memerlukan dana yang tidak
sedikit, dalam situasi ini daerah pasti berusaha menggali dan memajukan
potensi yang ada dalam daerahnya guna memakmurkan daerah dan
masyarakat setempat mengingat saat ini sudah menjadi otoritas daerah itu
untuk mengatur dan membangun daerahnya.
Pemerintah Daerah Kota Bima dihadapkan dengan dua masalah
sekaligus, yang pertama adalah kenyataan bahwa pembiayaan untuk
menjalankan pemerintahan agar dapat melaksanakan fungsinya dengan baik
sangat besar, di sisi lain daerah tersebut merupakan daerah yang minim
sumber daya alam (Imaduddin, 2017). Sehingga pemerintah daerah dalam hal
ini pemerintah Kota Bima harus dapat mengembangkan sumber daya yang ada
dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Bima. Untuk
merealisasikan tujuan tersebut banyak usaha yang dilakukan oleh Pemerintah
Kota Bima dalam mengembangkan sektor-sektor unggulan yang mampu 4
memberikan kontribusi besar bagi kesejahteraan warga masyarakat di Kota
Bima. Salah satu yang dikembangkan oleh pemerintah adalah sektor
pariwisata dimana salah satunya adalah obyek wisata alam (Adnan, 2022).
Dari banyaknya wisata alam di Bima, ada beberapa obyek daya tarik wisata
yang cukup dikenal dan diperkenalkan sebagai obyek daya tarik wisata alam
Kota Bima salah satunya adalah Pantai Lawata.
Pantai Lawata merupakan salah satu kawasan wisata alam pantai yang
terdapat di Kota Bima dan sudah sejak tahun 1961 Pantai Lawata menjadi
sebuah obyek wisata atau tempat piknik bagi masyarakat Bima (Imaduddin,

4
2017). Pantai Lawata terletak di Kelurahan Sambinae dengan jarak 5 km dari
pusat Pemerintahan kota Bima. Di Pantai Lawata terdapat bukit-bukit kecil
yang memiliki dua buah gua kecil, dengan panorama alam yang indah serta
pantainya sangat jernih sebagai tempat yang bagus untuk olahraga air atau
sebagai tempat permandian air laut. Lawata ibarat sebuah gerbang selamat
datang, memberi isyarat bahwa perjalanan akan segera memasuki Kota Bima.
Panjang pantai kira-kira setengah kilometer yang dikelilingi perbukitan yang
indah. Di bawah bukit berbatu terdapat 6 sebuah goa peninggalan Jepang.
Dahulu tempat ini merupakan tempat peristrahatan bagi para bangsawan Bima
dan kemudian menjadi tempat rekreasi andalan masyarakat yang selalu ramai
dikunjungi (Syamsudin, 2017).
Pemerintah Kota Bima terus membenahi Pantai Lawata untuk menjadi
salah satu obyek wisata pantai andalan di kota Bima dengan membangun
berbagai sarana dan prasarana wisata seperti rumah makan terapung,
perlengkapan berenang, panggung hiburan rakyat serta sederetan penataan
lainnya (Syuryati, 2021). Sarana pariwisata Lawata Beach Hotel Restaurant
and Swimming Pool telah dibangun sejak dulu. Tempat ini dulu menjadi hotel
yang selalu ramai dikunjungi wisatawan baik wisatawan nusantara maupun
mancanegara. Pantai Lawata adalah pantai yang dikelola oleh pemerintah
Kota Bima dan bekerjasama dengan pihak ketiga. Namun setelah kontrak
kerja sama pemerintah Kota Bima dan pihak ketiga diputuskan sekarang
keberadaan sarana dan prasarana pariwisata tersebut sangat memprihatinkan
karena sudah ditinggalkan oleh pengelolanya. Bangunan yang rusak dan tidak
terawat tersebut memberikan kesan kumuh bagi Pantai Lawata yang sangat
indah.
Pantai Lawata adalah pantai yang dikelola oleh pemerintah Kota Bima
dan bekerjasama dengan pihak ketiga. Namun setelah kontrak kerja sama
pemerintah Kota Bima dan pihak ketiga diputuskan sekarang keberadaan
sarana dan prasarana pariwisata tersebut sangat memprihatinkan karena sudah
ditinggalkan oleh pengelolanya. Bangunan yang rusak dan tidak terawat
tersebut memberikan kesan kumuh bagi Pantai Lawata yang sangat indah.
Menurut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bima, Pantai Lawata kini

5
sudah dibuatkan master plan dan sudah ada investor baru yang akan
membangun berbagai sarana pariwisata di sana. Bangunan bekas hotel akan
dipugar menjadi tempat rekreasi yang menarik dan nyaman bagi pengunjung.
Fasilitas pariwisata yang ada di Pantai Lawata berupa shelter dan
panggung hiburan yang akan menampilkan berbagai macam hiburan dan
kesenian rakyat. Di areal sekitar Pantai Lawata, di atas bukit yang menghadap
ke arah pantai juga telah dibangun rumah makan dan tempat lesehan yang
menyajikan berbagai makanan daerah Bima (Nurmelani, 2008). Pemandangan
Pantai Lawata menarik untuk dikembangkan. Pantai yang asri dengan airnya
yang tenang sangat cocok untuk olah raga air.
Panorama keindahan Teluk Bima yang tenang terlihat jelas jika berdiri
di atas bukit Pantai Lawata. Memandang ke arah barat daya terlihat Pulau
Kambing dan Pelabuhan Bima. Di sebelah utara, hamparan pohon kelapa dari
perkebunan penduduk, bukit yang menjulang, dan keindahan taman kota Ama
Hami menambah daya tarik Pantai Lawata. Tempat ini sangat ideal untuk
dikembangkan wisata bahari karena air lautnya tenang. Jenis atraksi yang bisa
dikembangkan antara lain memancing, menyelam, berperahu, berselancar, dan
berlayar menuju Pulau Kambing, Desa Kolo, dan Wadu Pa,a (batu pahat yang
menjadi situs peninggalan pemujaan agama Budha di Desa Sowa Kabupaten
Bima).
1.2 Identifikasi Masalah
Dari beberapa uraian yang dikemukakan pada latar belakang, maka dapat
diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :
1. Terdapat mobilitas sosial masyarakat sekitar, dimana masyarakat banyak
yang bekerja atau berjualan di kawasan Wisata Pantai Lawata
2. Kurangnya infrastruktur pendukung Wisata Pantai Lawata
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang telah dibatasi, maka rumusan masalah
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana daya tarik wisata yang ada di Objek Wisata Pantai Lawata
dalam pengembangan pariwisata di Kota Bima?

6
2. Bagaimana pengembangan Objek Wisata Pantai Lawata dalam
pengembangan wilayah di Kota Bima?
1.4 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui daya tarik wisata yang ada di Objek Wisata Pantai
Lawata dalam pengembangan pariwisata di Kota Bima.
2. Untuk mengetahui pengembangan Objek Wisata Pantai Lawata dalam
pengembangan wilayah di Kota Bima.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan membawa manfaat yang secara
umum yaitu:
1. Sebagai ilmu pengetahuan dalam rangka pengembangan dan penyelesaian
berbagai masalah kepariwisataan.
2. Sebagai bahan bacaan, referensi maupun penelitian lebih lanjut bagi
mahasiswa ataupun pihak lain yang tertarik pada penelitian tentang
pengembangan wisata.
1.6 Ruang Lingkup
1.6.1 Lingkup Wilayah
Pantai lawata terletak di kelurahan sambinae Kecamatan Mpunda,
dengan jarak 5 km dari pusat Balai Kota Bima. Pantai lawata memiliki
bukit kecil dengan dua buah gua kecil, panorama alam yang indah dan
pantai yang sangat jernih cocok untuk olahraga air dan berenang.
Pantai ini memiliki panjang sekitar 0,5 km. Adapun batas-batasnya
adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kelurahan Sadia


Sebelah Timur : Kelurahan Mpanggi
Sebelah Selatan : Kelurahan Wadu Mbolo
Sebelah Barat : Teluk Bima
1.6.2 Lingkup Materi
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan dari penelitian
ini, maka lingkup pembahasan dalam ppenelitian ini dibatasi pada

7
bentuk pengembangan Objek Wisata Pantai Lawata terhadap
pengembangan wilayah di Kota Bima.
1.7 Sistematika Penulisan
Secara garis besar pembahasan pada penelitian ini terbagi dalam
beberapa bagian, antara lain :
BAB I Pendahuluan, menguraikan latar belakang, identifikasi masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat, ruang lingkup,
sistematika penulisan dan kerangka berpikir
BAB II Tinjauan Pustaka, menjelaskan mengenai pariwisata dan
pengembangan wilayah, potensi wisata,
BAB III Metode Penelitian, menguraikan tentang lokasi dan waktu
penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, variabel
penelitian, metode analisis data yang digunakan.
1.8 Kerangka Berpikir

Pengembangan Objek
Wisata Pantai Lawata

Daya Tarik Objek Bentuk Pengembangan


Wisata Pantai Lawata Objek Wisata Pantai
Lawata

Atraksi Aksesibilitas Amenitas Ancillary Ekonomi

Lingkungan

Masyarakat

Pengembangan Wisata
Pantai Lawata Dalam
Pengembangan
Wilayah Di Kota Bima

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terminologi Judul
Penelitian ini berjudul Pengembangan Wisata Pantai Lawata Dalam
Pengembangan Wilayah Di Kota Bima dengan terminologi sebagai berikut:

Pengembangan : Adalah proses mengembangkan sesuat (KBBI)


Wisata : Adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi
tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan
pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata
yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara (Surur,
2020)
Pantai : batas pertemuan darat dan laut
yaitu batas pasang surur air laut.(Sugandi, 2011)
Wilayah : Wilayah merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek
fungsional (KBBI)
2.2 Tinjauan Teori
2.2.1 Pengertian Pariwisata
Istilah pariwisata (tourism) baru muncul di masyarakat kira-kira
pada abad ke-18, khususnya sesudah Revolusi Industri di Inggris.
Istilah pariwisata berasal dari dilaksanakannya kegiatan wisata (tour),
yaitu suatu aktivitas perubahan tempat tinggal sementara dari
seseorang, diluar tempat tinggal dengan suatu alasan apa pun selain
melakukan kegiatan yang bisa menghasilkan upah atau gaji. Pariwisata
adalah aktivitas, pelayanan dan produk hasil industri pariwisata yang
mampu menciptakan pengalaman perjalanan bagi wisatawan (Muljadi,
2009:7).
Pariwisata merupakan salah satu dasar kebutuhan manusia.
Sebagai kebutuhan dasar manusia, pariwisata akan memenuhi
kebutuhan manusia untuk berlibur dan berekreasi, kebutuhan

9
pendidikan dan penelitian, kebutuhan keagamaan, kebutuhan kesehatan
jasmani dan ruhani, minat terhadap kebudayaan dan kesenian,
kepentingan keamanan, kepentingan politik, dan hal-hal yang bersifat
komersialisasi yang membantu kehidupan ekonomi masyarakat.
Pariwisata dilakukan baik secara individual, keluarga, kelompok, dan
paguyuban organisasi sosial.
Arti pariwisata belum banyak diungkapkan oleh para ahli bahasa
dan pariwisata Indonesia. Kata pariwisata berasal dari dua suku kata
yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali dan berputar-
putar, sedangkan wisata berarti perjalanan atau berpergian. Jadi
pariwisata berarti perjalanan atau berpergian yang dilakukan secara
berkali-kali atau berkeliling. Pariwisata adalah padanan bahasa
Indonesia untuk istilah tourism dalam bahasa Inggris (Muljadi, 2009:8).
Selain itu, Hunziker dan Kraft mendefenisikan pariwisata
sebagai keseluruhan hubungan dan gejala-gejala yang timbul dari
adanya orang asing dan perjalannya itu tidak bertempat inggal menetap
dan tidak ada hubungan dengan kegiatan untuk mencari nafkah.
Menurut Instruksi Presiden Nomor 19 Tahun 1969 kepariwisataan
adalah merupakan kegiatan jasa yang memanfaatkan kekayaan alam
dan lingkungan hidup yang khas, seperti hasil budaya, peninggalan
sejarah, pemandangan alam yang indah dan iklim yang nyaman
(Muljadi, 2009:9).
Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang
Kepariwisataan, pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan wisata termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta
usaha-usaha yang terkait dibidang ini.
Sedangkan pengertian pariwisata menurut Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2009 adalah berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.
Menurut E. Guyer-Freuler (Suwandi, 2006:34) bahwasanya
pariwisata dalam arti modern adalah merupakan gejala zaman sekarang

10
yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa,
penilaian yang sadar dan menumbuh terhadap keindahan alam,
kesenangan dan kenikmatan alam semesta, dan pada khususnya
disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas
dalam masyarakat sebagai hasil perkembangan perniagaan, industri dan
perdagangan serta penyempurnaan alat-alat pengangkutan. Menurut
Hunziker dan Krapf bahwa pariwisata adalah sejumlah hubungan-
hubungan dan gejala-gejala yang dihasilkan dari tinggalnya orang-
orang asing, asalkan tinggalnya mereka itu tidak menyebabkan
timbulnya tempat tinggal serta usaha-usaha yang bersifat sementara
atau permanen sebagai usaha mencari kerja penuh.
Suwantoro (Anastasia, 2014:34) mendefinisikan istilah
pariwisata, yaitu suatu perubahan tempat tinggal sementara seseorang
diluar tempat tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk
melakukan kegiatan yang menghasilkan upah. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih
dengan tujuan antara lain untuk mendapatkan kenikmatan dan
memenuhi hasrat ingin mengetahui sesuatu. Dapat juga karena
kepentingan yang berhubungan dengan kegiatan olahraga untuk
kesehatan, konvensi, keagamaan, dan keperluan usaha lainnya.
Sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh setiap daerah, maka
timbul lah berbagai bentuk dan jenis pariwisata yang dapat digunakan
untuk keperluan perencanaan dan pengembangan pariwisata suatu
daerah. Bentuk pariwisata (Suwandi, 2006:36) dibagi menjadi 5
kategori yaitu menurut asal wisatawan, menurut akibatnya terhadap
neraca pembayaran, menurut jangka waktu, menurut jumlah wisatawan
dan alat angkut yang digunakan.
1. Menurut asal wisatawan
Terdiri dari dua, yaitu pariwisata domestik dan pariwisata
internasional. Pariwisata domestik adalah wisatawan yang pindah
tempat sementara di dalam lingkungan wilayah negerinya sendiri,

11
sedangkan pariwisata internasional adalah wisatawan yang datang
dari luar negeri.

2. Menurut akibatnya terhadap neraca pembayaran


Terbagi menjadi dua, yaitu pariwisata aktif dan pariwisata
pasif. Pariwisata aktif adalah wisatawan yang datang dari luar
negeri ke suatu tujuan wisata, sedangkan pariwisata pasif adalah
wisatawan yang keluar dari negerinya sehingga ia memberikan
dampak terhadap neraca pembayaran.
3. Menurut jangka waktu
Terdiri dari dua, yaitu pariwisata jangka pendek dan
pariwisata jangka panjang. Waktu yang digunakan untuk mengukur
lamanya ia tinggal di tempat atau negara yang bersangkutan
tergantung pada ketentuan masing- masing negara.
4. Menurut jumlah wisatawan
Terdiri dari pariwisata tunggal dan pariwisata rombongan.
Pariwisata tunggal adalah wisatawan yang datang sendiri ke obyek
atau suatu tempat, sedangkan pariwisata rombongan adalah
pariwisata yang dilakukan secara bersama-sama.
5. Menurut alat angkut yang digunakan
Dilihat dari segi alat angkut yang digunakan oleh wisatawan,
maka kategori ini dibagi menjadi pariwisata laut, kereta api dan
mobil.
Ditinjau dari segi ekonomi, pembagian kategori bentuk-bentuk
pariwisata dengan istilah-istilah tersebut sangat penting, karena
klasifikasi tersebut akan berguna untuk menyusun statistik
kepariwisataan dan untuk perhitungan pendapatan industri pariwisata.
Selain berdasarkan bentuk, pariwisata perlu diklasifikasikan
berdasarkan jenisnya. Hal ini diperlukan untuk menyusun data- data
penelitian dan peninjauan yang lebih akurat di bidang pariwisata,
sehingga pembangunan pariwisata dapat dilakukan secara optimal.
Suwandi (2006:37) mengemukakan jenis-jenis pariwisata yang terbagi

12
menjadi pariwisata budaya, kesehatan, olah raga, komersial, industri,
politik, konvensi, sosial, pertanian, maritim (bahari), cagar alam, buru,
pilgrim, wisata bulan madu dan wisata petualangan.
1. Wisata Budaya
Wisata budaya yaitu perjalanan yang dilakukan atas dasar
keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan
jalan mengadakan kunjungan atau peninjauan ke tempat lain atau
ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kabiasaan dan adat
istiadat, cara hidup, budaya dan seni di daerah tujuan wisata. Jenis
wisata ini paling populer di Indonesia karena wisatawan yang
datang dari luar negeri ke Indonesia ingin mengetahui
kebudayaan, kesenian, adat istiadat dan kehidupan seni Indonesia.
2. Wisata Kesehatan
Wisata kesehatan yaitu perjalanan wisatawan dengan
tujuan untuk menukar keadaan dan lingkungan tempat sehari-hari
di mana ia tinggal demi kepentingan beristirahat secara jasmani
dan rohani dengan mengunjungi tempat peristirahatan seperti
mata air panas yang dapat menyembuhkan, ke suatu tempat yang
beriklim menyehatkan dan sebagainya.
3. Wisata Olahraga
Wisata olahraga yaitu perjalanan yang dilakukan dengan
tujuan berolah raga, mengikuti atau menyaksikan pesta olahraga
ke suatu negara misalnya Asian Games, Olympiade, berburu,
memancing, berenang dan sebagainya.
4. Wisata Komersial
Wisata komersial yaitu perjalanan yang dilakukan dengan
maksud untuk mengunjungi pameran-pameran dan pekan raya
yang bersifat komersial seperti pameran industri, pameran dagang
dan sebagainya. 5) Wisata Industri Wisata industri yaitu
perjalanan yang dilakukan ke suatu daerah perindustrian dengan
tujuan untuk mengadakan penelitian atau peninjauan.
5. Wisata Politik

13
Wisata politik yaitu perjalanan yang dilakukan untuk
mengunjungi atau mengambil bagian aktif dalam kegiatan politik
seperti ulang tahun 33 perayaan 17 Agustus di Jakarta, perayaan
10 Oktober di Moskow, maupun kegiatan politik seperti
konferensi, musyawarah, kongres atau konvensi politik yang
selalu disertai dengan darma wisata.
6. Wisata Konvensi
Wisata konvensi yaitu perjalanan yang dilakukan untuk
mengikuti suatu pertemuan seperti konferensi, musyawarah,
konvensi dan lain-lain baik yang bersifat nasional maupun
internasional.
7. Wisata Sosial
Wisata sosial yaitu pengorganisasian suatu perjalanan
murah serta mudah untuk memberi kesempatan kepada golongan
masyarakat ekonomi lemah untuk mengadakan perjalanan seperti
kaum buruh, pemuda, pelajar, mahasiswa dan sebagainya.
8. Wisata Pertanian
Wisata pertanian yaitu perjalanan ke suatu proyek-proyek
pertanian, perkebunan, ladang pembibitan dan sebagainya untuk
tujuan studi maupun rekreasi.
9. Wisata Maritim (bahari)
Jenis wisata ini banyak dikaitkan dengan kegiatan olah raga
air seperti memancing, berlayar, menyelam dan sebagainya untuk
memperoleh suatu kesenangan. Jenis wisata ini disebut juga
dengan wisata tirta.
10. Wisata Cagar Alam
Wisata cagar alam yaitu perjalanan yang dilakukan ke
tempat cagar alam, taman lindung, hutan di daerah pegunungan
dan sebagainya yang kelestariannya dilindungi oleh undang-
undang. Jenis wisata ini banyak dikaitkan dengan kegemaran
akan keindahan alam, kesegaran udara pegunungan, keajaiban

14
hidup binatang maupun tumbuhan yang jarang terdapat di tempat
lain.
11. Wisata Buru
Wisata buru yaitu jenis wisata yang dilakukan di suatu
daerah atau hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh
pemerintah.

12. Wisata Pilgrim


Wisata pilgrim yaitu jenis wisata yang dikaitkan dengan
agama, sejarah, adat istiadat dan kepercayaan umat atau
kelompok masyarakat seperti kunjungan ke tempat-tempat suci,
keramat, makam-makam yang diagungkan, tempattempat yang
mengandung legenda dan sebagainya.
13. Wisata Bulan Madu
Wisata bulan madu yaitu suatu penyelenggaraan perjalanan
bagi pasangan pengantin baru dengan fasilitas khusus.
14. Wisata petualangan
Dikenal dengan istilah Adventure Tourism, seperti masuk
hutan yang tadinya belum pernah dijelajahi yang penuh dengan
binatang buas, mendaki tebing yang sangat terjal, terjun ke dalam
sungai yang sangat curam dan sebagainya.
Jenis-jenis pariwisata tersebut bisa bertambah, tergantung pada
kondisi dan situasi perkembangan dunia kepariwisataan di suatu
daerah. Hal ini berkaitan dengan kreativitas para ahli profesional
yang berkecimpung 35 dalam industri pariwisata. Semakin kreatif
dan banyak gagasan yang dimiliki, maka semakin bertambah pula
bentuk dan jenis wisata yang dapat diciptakan bagi kemajuan
industri pariwisata.
2.2.2 Pengertian Pengembangan
Pengembangan adalah suatu strategi yang digunakan untuk
memajukan, memperbaiki, dan meningkatkan kondisi suatu objek
wisata dan daya tarik sehingga dapat dikunjungi oleh para wisatawan

15
dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar ataupun
pemerintah (Suryanti, 2021). Dengan adanya pengembangan objek
wisata tersebut, diharapkan taraf hidup masyarakat meningkat.
Pengembangan suatu tempat wisata melalui penyediaan fasilitas
insfrastruktur hendaknya memperhatikan berbagai aspek seperti aspek
budaya, sejarah dan ekonomi daerah objek wisata. Sedangkan menurut
Yoeti (2008), pengembangan adalah usaha atau cara untuk memajukan
serta mengembangkan sesuatu yang sudah ada.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pengembangan adalah sebuah kegiatan dalam rangka menata dan
memajukan suatu objek wisata untuk dikembangkan menjadi lebih baik
dan lebih layak. Pengembangan objek wisata alam sangat erat kaitannya
dengan peningkatan sumber daya alam dalam konteks pembangunan
ekonomi, sehingga sering melibatkan aspek kawasan hutan, pemerintah
daerah, aspek masyarakat, dan pihak swasta di dalam suatu sistem tata
ruang wilayah.
Pengembangan sebuah pariwisata sebaiknya memperhatikan
prinsip dasar pengembangan. Idealnya pengembangan suatu pariwisata
berlandaskan pada 4 prinsip dasar sebagai berikut (Yoeti, 2006)
pertama adalah keberlangsungan ekologi, yaitu sebuah pengembangan
pariwisata harus mampu menjamin adanya pemeliharaan danproteksi
sumber-sumber. Kedua,keberlangsungan kehidupan dan budaya, yaitu
bahwa pengembangan pariwisata harus mampu meningkatkan peran
masyarakat dalam pengawasan tata kehidupan melalui nilai-nilai yang
telah diciptakan dan dianut bersama sebagai identitas dan kemandirian.
Ketiga keberlangsungan ekonomi, yaitu bahwa pengembangan
pariwisata harus menjamin adanya kesempatan bagi semua pihak untuk
terlibat dalam kegiatan ekonomi melalui suatu kompetisi yang ketat.
Keempat, memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat
setempat melalui pemberian kesempatan kepada mereka untuk terlibat
dalam pengembangan kepariwisataan.

16
Dalam pengembangan objek wisata alam tentunya terdapat
beberapa kendala, seringkali kendala pengembangan tersebut berkaitan
erat dengan instrumen kebijakan dalam pemanfaatan dan
pengembangan fungsi kawasan untuk mendukung potensi objek wisata
alam, efektivitas fungsi dan peran objek wisata alam ditinjau dari aspek
kerjasama intansi terkait, kapasitas institusi dan kemampuan SDM
dalam pengelolaan objek wisata alam kawasan hutan, dan mekanisme
peran serta masyarakat dala pengembangan pariwisata alam. oleh sebab
itu untuk mengatasai kendala tersebut diperlukan adanya beberapa
elemen dalam proses pembangunan objek wisata.
2.2.2 Pariwisata Dalam Pengembangan
Wilayah Dalam era otonomi daerah, dimana daerah memiliki
kewenangan dalam merencanakan dan menyelenggarakan
pembangunan maka diperlukan suatu model pembangunan yang sesuai
dengan kebutuhan, kapasitas serta karakteristik wilayah masing -
masing, sehingga diperlukan upaya untuk menggali potensi daerah
sebagai dasar dalam perumusan strategi pembangunan. Menurut Tantra
(2014) dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan
diperlukan sebuah kerangka teoritik, yaitu paradigma berpikir yang
memperhatikan ruang secara realistik. Ruang tidak berarti fisik, tetapi
juga lingkungan sosial budaya dalam arti luas. Pola dasar pembangunan
yang memperhatikan ruang (fisik dan non fisik) secara holistik yaitu
ruang sebagai kesatuan wilayah administratif, ekonomi, historis dan
empiris. Dengan demikian pola pembangunan dirumuskan berdasarkan
kondisi dan potensi lingkungan dan manusianya.
Pengembangan pariwisata merupakan bagian dari
pengembangan wilayah. Pendekatan pengembangan pariwisata dengan
mendasarkan pada pandangan keruangan, maka pengembangan
pariwisata dapat dilaksanakan diantaranya dengan beberapa teori
pengembangan wilayah seperti dengan teori kutub pertumbuhan atau
dengan konsep tempat sentral (Christaller). Teori kutub pertumbuhan
dari Christaller dapat dioperasikan atas dasar tiga konsep dasar yakni:

17
1. konsep leading industry,
2. konsep polarization,
3. konsep spread effects.
Konsep leading industry mendasarkan pemikiran bahwa obyek
wisata yang dijadikan sebagai leading industry adalah obyek wisata
yang mempunyai potensi tinggi sehingga dengan potensi yang dimiliki
dapat mempengaruhi perkembangan obyek-obyek wisata kecil di
sekitarnya.
Konsep polarisasi mendasarkan pemikiran, bahwa suatu obyek
wisata dapat berkembang kalau masing-masing obyek wisata dapat
berkembang kalau masingmasing obyek wisata tersebut mempunyai
identitas yang khas. Artinya perlu adanya diversifikasi produk-produk
wisata. Konsep spread effects didasarkan pada pemikiran, bahwa obyek
wisata yang potensial perlu dilengkapi sarana-prasarana agar dapat
memacu pertumbuhan perekonomian daerah tempat obyek wisata.
Pengembangan destinasi wisata dalam kerangka pembangunan
daerah memiliki hubungan yang erat dengan pertumbuhan ekonomi
dalam tataran makro, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam
tataran mikro. Sehingga pengembangan pariwisata daerah haruslah juga
memperhitungkan keuntungan dan manfaat bagi banyak pihak, terutama
masyarakat lokal. Pengembangan pariwisata yang baik dapat
mendorong terbukanya peluang kerja, pengembangan produk
lokal,serta kesempatan pendidikan dan pelatihan masyarakat. Secara
harafiah pengembangan diartikan sebagai proses atau cara.
Pengembangan sebagai suatu proses, cara, perbuatan mengembangkan
sesuatu menjadi lebih baik, maju sempurna dan berguna, sehingga
pengembangan merupakan suatu proses/aktivitas memajukan sesuatu
yang dianggap perlu untuk ditata sedemikian rupa dengan meremajakan
atau memelihara yang sudah berkembang agar menjadi menarik dan
lebih berkembang (KBBI).
Pariwisata dikatakan sebagai katalisator dalam pembangunan,
karena dampak yang diberikannya terhadap kehidupan perekonomian di

18
negara yang dikunjungi wisatawan. Kedatangan wisatawan
mancanegara (foreign tourists) pada suatu Daerah Tujuan Wisata
(DTW) telah memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi
penduduk setempat, di mana pariwisata itu dikembangkan (Yoeti,
2008). Menurut Yoeti (2008), dilihat dari kacamata ekonomi makro,
jelas pariwisata memberikan dampak positif, karena sebagai suatu
industri:
1. Dapat menciptakan kesempatan berusaha. Dengan datangnya
wisatawan, perlu pelayanan untuk menyediakan kebutuhan (need),
keinginan (want) dan harapan (expectation) wisatawan yang terdiri
berbagai kebangsaan dan tingkah lakunya.
2. Dapat meningkatkan kesempatan kerja (employments). Bayangkan
saja, bila sebuah hotel dibangun dengan kamar sebanyak 400 kamar,
paling sedikit diperlukan karyawan 600 orang dengan ratio 1: 1,5.
3. Dapat meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat
pemerataan pendapatan masyarakat, sebagai akibat multiplier effect
yang terjadi dari pengeluaran wisatawan yang relatif cukup besar
itu.
4. Dapat meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi
daerah. Seperti kita ketahui tiap wisatawan berbelanja selalu
dikenakan pajak sebesar 10 persen sesuai Peraturan Pemerintah
yang berlaku.
5. Dapat meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic
Bruto (GDB).
6. Dapat mendorong peningkatan investasi dari sektor industri
pariwisata dan sektor ekonomi lainnya.
Menurut Suwantoro (2002) pengembangan adalah memajukan
dan memperbaiki atau meningkatkan sesuatu yang sudah ada. Dengan
demikian pengembangan pariwisata dapat diartikan sebagai sebuah
proses untuk mengembangkan destinasi, kawasan serta usaha pariwisata
menjadi lebih baik sehingga dapat memberikan manfaat bagi banyak
pihak, terutama bagi masyarakat. Grady dalam Suwantoro (2002)

19
menjelaskan bahwa kriteria pengembangan pariwisata haruslah selalu
melibatkan masyarakat lokal sehingga pengembangan yang dilakukan
memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat.
Pengembangan juga harus diarahkan agar tidak merusak nilai –
nilai dalam masyarakat, serta minimalisasi dampak melalui penyesuaian
program dengan kapasitas sosial masyarakat. Kriteria tersebut sejalan
dengan konsep dasar pariwisata berbasis masyarakat (communitybased
tourism) serta pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable
tourismdevelopment). Hal yang sama juga tertuang dalam kebijakan
pemerintah tentang kepariwisataan. Dalam Undang – Undang nomor 10
tahun 2009 disebutkan bahwa prinsip dasar pengembangan pariwisata
agar berkelanjutan yaitu:
1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
2. Meningkatkan kesejahteraan rakyat,
3. Menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, serta
melestarikan alam lingkungan dan budaya.
Menurut Spillane (1989), dampak pariwisata terhadap
suatuwilayah adalah cukup kompleks. Untuk itu pengembangan
pariwisata harus mempertimbangkan hal- hal sebagai berikut:
1. Perencanaan pengembangan pariwisata harus menyeluruh, sehingga
semua segi pengembangan pariwisata memperhitungkan pula
untung rugi apabila dibanding dengan pembangunan sektor lain.
Keuntungan yang diharapkan biasanya adalah membuka
kesempatan kerja, pendapatan masyarakat, menambah devisa
negara, merangsang pertumbuhan kebudayaan asli Indonesia dan
menunjang gerak pembangunan daerah. Sedangkan kerugian antara
lain lingkungan menjadi rusak, pariwisata beralih ke tangan asing,
pencarian benda-benda kuno, berubahnya tujuan kesenian rakyat
dan upacara adat tradisional, timbulnya industri seks, dan lain-lain.
2. Pengembangan pariwisata harus diintegrasi kedalam pola dan
program pembangunan semesta ekonomi, fisik dan sosial suatu
Negara.

20
3. Pengembangan pariwisata dapat membawa kesejahteraan ekonomi
yang tersebar luas dalam masyarakat.Dari berbagai penjelasan,
maka dapat dilihat hubungan dalam memberikan konsep secara
operasional tentang pengembangan pariwisata. Pengembangan
pariwisata yang dimaksud dalam pengembangan wisata pantai di
Kota Bima merupakan sebuah proses untuk mengarahkan kegiatan
pariwisata menjadi lebih baik, dengan berorientasi pada
keberlanjutan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat, sehingga
kegiatan pariwisata dapat memberikan manfaat bagi sumber daya
yang terkait di dalamnya.
4. Pengembangan pariwisata harus sadar “lingkungan”. Dalam
pelaksanaannya harus memperhatikan ekosistem dan menjaga
kelestarian lingkungan yang telah ada.
5. Pengembangan pariwisata dapat mengarahkan perubahan-perubahan
sosial yang positif.
6. Penentuan tata cara pelaksanaan harus disusun sejelas-jelasnya
dengan pencatatan (monitoring) terus menerus mengenai pengaruh
pariwisata terhadap suatu masyarakat dan lingkungan kehidupan
masyarakat.
Menurut Mill dalam bukunya yang berjudul “The Tourism,
International Business” (2000, p.168-169), menyatakan bahwa :
“pariwisata dapat memberikan keuntungan bagi wisatawan maupun
komunitas tuan rumah dan dapat menaikkan taraf hidup melalui
keuntungan secara ekonomi yang dibawa ke kawasan tersebut” Bila
dilakukan dengan benar dan tepat maka pariwisata dapat
memaksimalkan keuntungan dan dapat meminimalkan permasalahan.
Penduduk setempat mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya
pengembangan obyek wisata, karena penduduk setempat mau tidak mau
terlibat langsung dalam aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan
kepariwisataan di daerah tersebut, misalnya bertindak sebagai tuan
rumah yang ramah, penyelanggara atraksi wisata dan budaya khusus
(tarian adat, upacara-upacara agama, ritual, dan lain-lain), produsen

21
cindera mata yang memiliki ke khasan dari obyek tersebut dan turut
menjaga keamanan lingkungan sekitar sehingga membuat wisatawan
yakin, tenang, aman selama mereka berada di obyek wisata tersebut.
Akan tetapi apabila suatu obyek wisata tidak dikembangkan atau
ditangani dengan baik atau tidak direncanakan dengan matang, dapat
menyebabkan kerusakan baik secara lingkungan maupun dampak-
dampak negatif terhadap ekonomi maupun sosial.
Perlu dikemukakan juga bahwa dalam melihat dampak sosial
budaya pariwisata terhadap masyarakat setempat, masyarakat tidak
dapat dipandang sebagai suatu yang internally tottaly integrated enity,
melainkan harus juga dilihat segmen- segmen yang ada, atau melihat
berbagai interest groups, karena dampak terhadap kelompok sosial yang
satu belum tentu sama bahkan bisa bertolak belakang dengan dampak
terhadap kelompok sosial yang lain. Demikian juga mengenai penilaian
tentang positif dan negatif, sangat sulit digeneralisasi untuk suatu
masyarakat, karena penilaian positif atau negatif tersebut sudah
merupakan penilaian yang mengandung nilai (value judgement),
sedangkan nilai tersebut tidak selalu sama bagi segenap kelompok
masyarakat. Artinya, dampak positif ataupun negatif masih perlu
dipertanyakan, “positif untuk siapa dan negatif untuk siapa?” (Pitana,
1999).
2.2.3 Daya Tarik Wisata
Suwarno (2002) mengatakan bahwa daya tarik wisata adalah sesuatu
yang harus ada, karena daya tarik merupakan unsur utama produk
pariwisata seperti diungkapkan. Menurut Undang Undang No 10 tahun
2009 Tentang Kepariwisataan menyatakan bahwa daerah tujuan
pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata adalah kawasan
geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang
di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas
pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan
melengkapi terwujudnya kepariwisataan.

22
Daya Tarik Wisata menurut Undang Undang No 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,
keindahan, dan 28 nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam,
budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan
kunjungan.
Cooper dan Wanhil (1995) menjelaskan bahwa daerah tujuan wisata
harus didukung empat komponen utama yang dikenal dengan istilah 4A
yaitu: Atraction atau atraksi adalah objek atau daya tarik wisata yang
dimiliki oleh suatu lokasi. Atraksi yang menarik kedatangan wisatawan
ada tiga yaitu potensi alam, wisata budaya dan wisata buatan.
1. Amenities atau fasilitas
Merupakan fasilitas-fasilitas yang menunjang kegiatan
pariwisata di daerah tujuan wisata seperti akomodasi atau usaha
penginapan, restoran atau usaha makanan dan minuman serta
fasilitas umum seperti toilet, toko oleh-oleh dan lainnya.
2. Accessibility atau aksesibilitas
Merupakan kemudahan untuk bergerak bagi wisatawan,
mulai dari kemudahan jalan menuju objek wisata hingga
kemudahan mencari objek wisata tersebut.
3. Ancillary service atau pelayanan tambahan
Merupakan pelayanan yang menunjang kegiatan pariwisata
seperti adanya kelompok sadar wisata atau lembaga swasta untuk
mengelola pengembangan wisata di suatu daerah tujuan wisata,
adanya TIC (Tourist Information Center) yang memberikan
informasi kepada wisatawan baik berupa brosur, buku, peta dan lain
sebagainya serta adanya pemandu wisata yang kompeten di
bidangnya.
2.2.4 Pendekatan Dalam Pengembangan Pariwisata
Begitu pula halnya di bidang pariwisata, strategi awal adalah
pelaksanaan pengembangan dengan fokus kepariwisataan, perencanaan
merupakan faktor yang perlu dilakukan dan dipertimbangkan.

23
Menurut Inskeep (1991: 29), terdapat beberapa pendekatan yang
menjadi pertimbangan dalam melakukan perencanaan pariwisata,
diantaranya :
1. Continous Incremental, dan Flexible Approach, dimana
perencanaan dilihat sebagai proses yang akan terus berlangsung
didasarkan pada kebutuhan dengan memonitor feed back yang ada.
2. System Approach, dimana pariwisata dipandang sebagai hubungan
sistem dan perlu direncanakan seperti dengan tehnik analisa sistem.
3. Comprehensive Approach, berhubungan dengan pendekatan sistem
diatas, dimana semua aspek dari pengembangan pariwisata
termasuk didalamnya institusi elemen dan lingkungan serta
implikasi sosial ekonomi, sebagai pendekatan holistik.
4. Integrated Approach, berhubungan dengan pendekatan sistem dan
keseluruhan dimana pariwisata direncanakan dan dikembangkan
sebagai sistem dan keseluruhan sistem yang terintegrasi dalam
seluruh rencana dan total bentuk pengembangan pada area.
5. Environmental and sustainable development approach, pariwisata
direncanakan, dikembangkan, dan dimanajemeni dalam cara dimana
sumber daya alam dan budaya tidak mengalami penurunan kualitas
dan diharapkan tetap dapat lestari sehingga analisa daya dukung
lingkungan perlu diterapkan pada pendekatan ini.
6. Community Approach, pendekatan yang didukung dan dikemukakan
juga oleh Peter Murphy (1991) menekankan pada pentingnya
memaksimalkan keterlibatan masyarakat lokal dalam perencanaan
dan proses pengambilan keputusan pariwisata, untuk dapat
meningkatkan yang diinginkan dan kemungkinan, perlu
memaksimalkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan
manajemen yang dilaksanakan dalam pariwisata dan manfaatnya
terhadap sosial ekonomi.
7. Implementable Approach, kebijakan pengembangan pariwisata,
rencana, dan rekomendasi diformulasikan menjadi realistis dan
dapat diterapkan, dengan tehnik yang digunakan adalah tehnik

24
implementasi termasuk pengembangan, program aksi atau strategi,
khususnya dalam mengidentifikasi dan mengadopsi.
8. Application of systematic planning approach, pendekatan ini
diaplikasikan dalam perencanaan pariwisata berdasarkan logika dari
aktivitas.
Perkembangan pariwisata di suatu negara atau suatu daerah akan
meningkat terus dikarenakan jumlah penduduk yang bertambah dari
waktu ke waktu terutama jumlah penduduk kelompok umur remaja dan
muda semakin tinggi, meningkatnya pendapatan perkapita sehingga
meningkatkan kemampuan daya beli yang lebih tinggi, dan
kemajuankemajuan dalam bidang transportasi membuat prospek
pariwisata ke depan sangat menjanjikan bahkan memberikan peluang
besar bagi perkembangan pariwisata (Soedjarwo, 1978). Ditinjau pada
daerah tujuan wisata yang merupakan tempat di mana segala kegiatan
pariwisata dilakukan dengan tersedianya segala fasilitas dan atraksi
wisata untuk wisatawan. Suatu daerah tujuan wisata hendaknya
memenuhi beberapa syarat, yaitu :
a. sesuatu yang dapat dilihat,
b. sesuatu yang dapat dilakukan,
c. sesuatu yang dapat dibeli (Yoeti, 1988).
Menurut Suwantoro (1997), pembangunan suatu obyek wisata
harus dirancang dengan bersumber pada potensi daya tarik yang
dimiliki obyek tersebut dengan mengacu pada kriteria keberhasilan
pengembangan yang meliputi :
1. Kelayakan Finansial : Studi kelayakan ini menyangkut perhitungan
secara komersial dari pembangunan obyek wisata tersebut. Hal ini
berkaitan dengan sifat dasar industri pariwisata, yakni sifat mencari
keuntungan.
2. Kelayakan Sosial Ekonomi Regional : Studi kelayakan ini untuk
melihat dampak sosial ekonomi regional yang ditimbulkan dari
investasi pembangunan obyek wisata.

25
3. Kelayakan Teknis : Studi kelayakan ini menyangkut pembangunan
obyek wisata yang harus dapat dipertanggungjawabkan dengan
melihat daya dukung yang ada.
4. Kelayakan Lingkungan : Studi kelayakan ini berdasarkan analisis
dampak lingkungan yang dijadikan sebagai acuan kegiatan
pembangunan suatu obyek wisata.
Menurut IUOTO (International Union of Official Travel
Organization) yang dikutip oleh Spillane (1993), pariwisata mestinya
dikembangkan oleh setiap negara karena 8 alasan utama seperti berikut
ini :
1. Pariwisata sebagai faktor pemicu bagi perkembangan ekonomi
nasional maupun internasional.
2. Pemicu kemakmuran melalui perkembangan komunikasi,
transportasi, akomodasi, jasa-jasa pelayanan lainnya.
3. Perhatian khusus terhadap pelestarian budaya, nilai-nilai sosial agar
bernilai ekonomi.
4. Pemerataan kesejahteraan yang diakibatkan oleh adanya konsumsi
wisatawan pada sebuah destinasi.
5. Penghasil devisa.
6. Pemicu perdagangan internasional.
7. Pemicu pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan
profesi pariwisata maupun lembaga yang khusus yang membentuk
jiwa hospitality yang handal dan santun, dan
8. Pangsa pasar bagi produk lokal sehingga aneka ragam produk terus
berkembang, seiring dinamika sosial ekonomi pada daerah suatu
destinasi.
2.3 Tinjauan Kebijakan
2.3.1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan
Undang-undang republik indonesia tentang kepariwisataan.
Penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan berdasarkan asas
manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata,
perikehidupan dalam keseimbangan, dan kepercayaan pada diri sendiri.

26
2.3.2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009
 Pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong
pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta
mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal,
nasional, dan global. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990
tentang Kepariwisataan tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan
perkembangan kepariwisataan sehingga perlu diganti, dengan
membentuk Undang-Undang tentang Kepariwisataan yang baru.
 Dasar hukum undang-undang ini adalah:
Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

 Dalam Undang-undang ini diatur tentang :


Hak dan kewajiban masyarakat, wisatawan, pelaku usaha,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pembangunan kepariwisataan
yang komprehensif dan berkelanjutan, koordinasi lintas sektor,
pengaturan kawasan strategis, pemberdayaan usaha mikro, kecil,
dan menengah di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata, badan
promosi pariwisata, asosiasi kepariwisataan, standardisasi usaha,
dan kompetensi pekerja pariwisata, serta pemberdayaan pekerja
pariwisata melalui pelatihan sumber daya manusia.
2.4 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Metode Hasil


1 Shobaril Analisis potensi Observasi lapangan Mengkaji obyek wisata
Yuliadi (2011) pengembangan obyek didukunng dengan alam yang dapat menjadi
wisata alam di data sekunder wisata unggulan dan
kabupaten Kendal faktor-faktor yang
menyebabkan kurangnya
pengunjung obyek wisata
alam di Kabupaten

27
Cilacap.
2 Choiri3n Nisak Identifikasi potensi Analisis data Mengkaji potensi internal
(2012 pantai untuk sekunder, survey: dan eksternal dari
pengembangan sensus, kuesioner, masingmasing obyek
pariwisata pantai di indepth, interview wisata pantai sehingga
kabupaten Bantul dengan key person. memberikan usulan
arahan pengembangan
masingmasing obyek
wisata bagi Pemda .
3 Wardana Potensi dan Strategi Analisis data Hasil penelitian
(2017) Pengembangan sekunder, dan primer menunjukkan bahwa
Pariwisata di Dinas Pariwisata
Kabupaten Pesisir memiliki strategi untuk
Barat mengembangkan potensi
pariwisata yang
dianalisis melalui unsur
6M, yaitu: man, money,
material, method, market,
machine (namun unsur
ini tidak terdeskripsikan)

28
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Pantai Lawata yang berada di
Kelurahan Sambinae, Kecamatan Mpunda Kota Bima. Penelitian ini
dilakukan selama 2 (dua) bulan yakni antara bulan Desember – Januari.
Lokasi penelitian ditentukan dengan pertimbangan bahwa kawasan
tersebut memiliki potensi pengembangan wisata pantai yang apabila
dikembangkan dapat menjadi destinasi wisata unggulan di Kota Bima.
3.2 Sumber Data
3.2.1 Data Primer
diperoleh melalui observasi lapangan yaitu suatu teknik penyaringan
data melalui pengamatan langsung pada obyek penelitian.
Mengamati keadaan sebenarnya tanpa usaha yang disengaja untuk
mempengaruhi, mengatur dan memanipulasinya. Dalam observasi
ini dilakukan pengamatan dan pendokumentasian objek Pantai,
Fasilitas, dan lain-lain ke lokasi objek wisata Pantai Lawata di Kota
Bima.
3.2.2 Data Sekunder
Data Sekunder dengan observasi pada instansi terkait dengan yaitu
salah satu teknik penyaringan data melalui instansi terkait guna
mengetahui data kuantitatif objek penelitian, jenis data yang
dimaksud meliputi :
1. Kondisi fisik Obyek.
2. Data demografi, mencakup masalah kependudukan.
3. Data ekonomi, mencakup beberapa sektor yang erat kaitannya
dengan kegiatan pariwisata.
4. Data sosial budaya, mencakup adat istiadat yang berlaku dalam
masyarakat.
3.3 Jenis Penelitian
Menurut Sugiyono (2011), metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang bersifat post positivisme, digunakan untuk meneliti

29
pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya eksperimen) dimana
peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data
dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan data
dengan trianggulasi (gabungan), analisis data yang bersifat induktif atau
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
Metode survey deskriptif adalah suatu model penelitian yang
mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner
sebagai pengumpulan data dan informasi dikumpulkan dari responden
dengan menggunakan kuesioner. Dan penelitian deskriptif menggunakan
penelitian yang dimaksud untuk mengumpulkan infomasi mengenai status
suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya saat
penelitian dilakukan.
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
Metode Penelitian kualitatif, yang dimana peneliti ingin mengetahui
bagaimana Pengembangan Wisata Pantai Lawata Sebagai Dalam
Pengembangan wilayah di Kota Bima. Dengan demikian, melalui
penelitian kualitatif peneliti berusaha untuk menggambarkan permasalahan
yang ada.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek
pengamatan penelitian. Variabel penelitian itu meliputi faktor-faktor yang
berperan dalam peristiwa atau gejala yang kan diteliti. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dependen variabel
danindependen variabel. Dependen variabel adalah tipe variabel yang
dijelaskan ataudipengaruhi oleh variabel bebas, sedangkan independen
variabel adalah tipe variabel yangmenjelaskan atau mempengaruhi
variabel yang lain (Nur Indriantoro dan Bambang Supomo,1999).
Dependen variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengembangan wilayah di Kota Bima sedangkan independen variabelnya
adalahpengembangan wisata pantai Lawata . Variabel dan Indikator
penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini

30
Tabel 3.1
Variabel dan Indikator Penelitian
Variabel Indikator
Jalan
Jaringan Air Bersih
Infrastruktur
Telekomunikasi
Listrik
PDRB
Perekonomian Peluang Usaha
Pendapatan Masyarakat
Pengembangan Destinasi wisata
Regulasi
Pengembangan pemasaran wisata

3.5 Populasi Dan Sampel


3.5.1 Populasi
Dalam metode penelitian, populasi digunakan untuk
menyebutkan sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian.
Oleh karenanya, populasi penelitian merupakan keseluruhan
(universal) dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan,
tumbuhan, gejala, nilai-nilai peristiwa sikap hidup dan sebagainya.
Sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penlitian.
Dalam penelitian ini peniliti memilih populasi yaitu seluruh populasi
masyarakat yang tinggal atau berada di sekitar lokasi penelitian.
3.5.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Jadi, dalam penelitian ini
menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling pada
masyarakat dengan metode slovin pada populasi masyarakat di desa
yang menjadi lokasi penelitian karena jumlahnya sangat banyak.
3.6 Metode Pengumpulan Data

31
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua macam teknik
pengumpulan data menurut klasifikasi jenis dan sumbernya, yaitu:
1. Teknik Pengumpulan Data Primer
Teknik pengumpulan data primer yaitu data yang diperoleh
melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk
mencari informasi yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang
diteliti. Teknik dilakukan melalui:
a. Teknik interview (wawancara)
Yaitu pedoman teknik penulisan karya ilmiah dengan cara
wawancara mendalam untuk mendapat informasi yang lengkap
dan mendalam dari informan. Penelitian ini dilakukan ini
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan
terbuka terhadap informan atau pihak yang berhubungan yang
berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah yang
yang berhubungan dengan penelitian, komunikasi, sumberdaya,
disposisi dan struktuk birokrasi.
b. Teknik Observasi
Adalah pedoman teknik penulisan karya tulisan ilmiah
dengan cara mengamati secara langsung terhadap objek
penelitian kemudian mencatat segala gejala-gejala yang
ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang
diperlukan sebagai acuan yang berkaitan dengan permasalahan
peneliti, Dalam penelitian ini mengamati variabel komunikasi,
sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi.
c. Teknik Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan teknik pengumpulan
data yang dilakukan melalui teknik dokumentasi yang dapat
mendukung data primer. Metode dokumentasi dapat dilakukan
dengan menggunakan instrument sebagai berikut: pedoman
dokumentasi merupakan merupakan alat pengumpulan data
melalui dokumen-dokumen untuk memperoleh catata-catatan

32
atau dokumen yang ada di lokasi peneliti atau sumber-sumber
lain yang relevan dengan objek penelitian.

3.7 Teknik Analisis Data


Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan.
Sebelum menjelaskan macam-macam teknik analisia data, maka dapat
dijelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian analisis data.
Analisis data adalah proses menyusun secara sistematis yang
diperoleh dari wawancara, catatan dan lapangan, dan dokumentasi, dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam
unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola memilih mana yang
penting dan yang dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
difahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2014).
Teknik analisis data mempunyai prinsip yaitu untuk mengolah data
dan menganalisis data yang terkumpul data yang sistematis, teratur,
terstruktur, dan mempunyai makna. Aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai
tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu:
a. Reduksi data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,
untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama
peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak,
kompleks yang rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data
melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, meneliti hal-
hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, di cari tema
dan polannya.
b. Tampilan data
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan
dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,
flowchart, dan sejenisnnya yang paling sering digunakan untuk
menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang

33
bersifat naranif. Dalam hal ini peneliti akan menyajikan data dalam
bentuk teks, untuk memperjelas hasil penelitian maka dapat dibantu
dengan mencantumkan table dan gambar.
c. Gambar Kesimpulan/Verivasi
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat
menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi
mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah
dan rumusan masalah dalam penelitian masih bersifat sementara dan
berkembang setelah peneliti berada di lapangan. Kesimpulan dalam
penelitian kualitatif adalah temuan baru yang sebelumnya belum
pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek
yang sebelumnya remang-remang atau gelap sehingga setekah di teliti
menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif. Hipotesis
atau teori.
3.8 Tahapan Penelitian
Berikut merupakan bagan dari kerangka penelitian yang dilakukan :

Identifikasi masalah
Merumuskan masalah

Kajian Pustaka

Data Primer
Pengumpulan Data
Data Sekunder

Pengolahan Data

Analisis

34
3.9 Design Survey

Metode Teknik
Tujuan Variabel Sub variable Sumber Data Pengumpulan Output
Analisis
Data
Pengembangan
Wisata Pantai
Untuk mengetahui daya
Lawata Dalam
tarik wisata yang ada di
 Atraksi Deskriptif Pengembangan
Objek Wisata Pantai Data Primer
 Aksesibilitas  Observasi Kualitatif Wilayah Di Kota
Lawata dalam Daya Tarik dan sekunder
 Amenitas  Wawancara Bima
pengembangan
 Ancilliary  Dokumentasi
pariwisata di Kota
Bima.

Untuk mengetahui Infrastruktur  Jalan Data Primer Deskriptif


pengembangan Objek  Jaringan Air dan sekunder  Observasi Kualitatif
Wisata Pantai Lawata Bersih  Wawancara
dalam pengembangan  Telekomunikasi

35
 Listrik
 PDRB
 Peluang Usaha
Perekonomian
 Pendapatan
wilayah di Kota Bima Masyarakat  Dokumentasi
 Pengembangan
Destinasi Wisata
Investasi
 Pengembangan
Pemasaran Wisata

36
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, A., Nasrullah, N., & Sanusi, G. (2022). TANGGUNG JAWAB SOSIAL
PERUSAHAAN DI KOTA BIMA. SANGAJI: Jurnal Pemikiran Syariah
dan Hukum, 6(1), 71-87.
Darmatasia, F., Irawan, B., & Apriani, F. (2020). UPAYA PENGEMBANGAN
PARIWISATA DALAM RANGKA MENINGKATKAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) OLEH DINAS
KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA DI KABUPATEN BULUNGAN
PROVINSI KALIMANTAN UTARA.
Ginting, D. (2014). Konsepsi Otonomi Daerah Sebagai Alternatif Pilihan Dari
Tuntutan Bentuk Negara Federal Di Indonesia. Jurnal Wawasan
Yuridika, 25(2), 345-356.
Hakim, L., & Malik, I. (2012). Strategi Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan
Agrowisata Di Kabupaten Bantaeng. Otoritas: Jurnal Ilmu
Pemerintahan, 2(2).
Imaduddin, R. (2017). Pengembangan Wisata Pantai Lawata dalam
Pengembangan Wilayah di Kota Bima (Doctoral dissertation, Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar).
Mahardika, M. G., & Suseno, H. (2018). Optimalisasi Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa. Jurnal Transformative, 4(1), 57-67.
Nurmelani, R. (2008). Strategi pengembangan obyek wisata Goa Kreo sebagai
Daerah tujuan wisata di Kota Semarang.
Syamsudin, S., & Junaidin, J. (2017). ANALISIS KEBIJAKAN
PENGEMBANGAN KOTA BIMA SEBAGAI KOTA TEPIAN AIR
(WATER FRONT CITY). Jurnal Ilmiah Administrasi Negara, 14(3).
Suryanti, S. (2021). STUDI TENTANG PENGEMBANGAN WISATA PANTAI
LAWATA SEBAGAI OBYEK WISATA UNGGULAN DI KOTA
BIMA (Doctoral dissertation, Universitas_Muhammadiyah_Mataram).
Surur, F. (2020). Wisata Halal: Konsep dan Aplikasi.
Sugandi, D. (2011). Pengelolaan Sumberdaya Pantai. Jurnal Geografi Gea, 11(1).
Widjojanto, B. (2016). Negara Hukum, Korupsi dan Hak Asasi Manusia: Suatu
Kajian Awal. Jurnal Hukum Prioris, 3(1), 27-45.

37

Anda mungkin juga menyukai