Anda di halaman 1dari 124

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................3

A. Latar Belakang..................................................................................................... 3

B. Identifikasi Masalah............................................................................................. 5

C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik............................7

D. Metode Pengumpulan Data...................................................................................7

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS.............................13

A. Kajian Teoritis................................................................................................... 13

B. Praktik Empiris.................................................................................................. 21

C. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang terkait dengan Penyusunan Norma.................6

D. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada, Serta


Permasalahan di Masyarakat.......................................................................................6
a. Peranan Transportasi.................................................................................................. 7
b. Angkutan Pariwisata................................................................................................... 8

E. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam
Peraturan Daerah Transportasi Angkutan Pariwisata terhadap aspek kehidupan
masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan negara........................18
a. Manajemen Lalu Lintas Pada Transportasi..................................................................19
b. Keterkaitan Pariwisata dan Transportasi.....................................................................20
c. Statistik Pariwisata DIY.............................................................................................. 22
d. Potensi Angkutan Parwisata........................................................................................23

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


TERKAIT............................................................................................29

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945..................................29


1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 ..................29
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ....................30
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan......................32
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.......34

Peraturan Pemerintah (Peraturan Pemerintah)..........................................................36


1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025......................................36
2. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan...............................37
3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.......................38
4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pola Pengembangan Transportasi
Wilayah............................................................................................................................. 39

Peraturan Menteri (Permen)......................................................................................40


5. Peraturan Menteri Perhubungam Nomor 32 Tahun 2016............................................40
6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 117 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan
Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek................................................................................40
7. Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Dan
Kabupaten/Kota................................................................................................................ 41
8. Peraturan Menteri Nomor 118 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa
Khusus.............................................................................................................................. 41

Keputusan Menteri (Kepmen)....................................................................................42


1. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003............................................42

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, YURIDIS, DAN SOSIOLOGIS................42

A. Landasan Filosofis.............................................................................................. 42

B. Landasan Yuridis................................................................................................ 44

C. Landasan Sosiologis........................................................................................... 45

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP


MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH TRANSPORTASI ANGKUTAN
PARIWISATA......................................................................................48

A. Sasaran yang Ingin Diwujudkan dengan Rancangan Peraturan Daerah tentang


Transportasi Angkutan Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta;...............................48

B. Arah Pengaturan Rancangan Peraturan Daerah tentang Transportasi Angkutan


Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta....................................................................48

C. Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Transportasi Angkutan


Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta....................................................................49
1. Ketentuan Umum....................................................................................................... 49
2. Ketentuan Asas dan Tujuan........................................................................................51
3. Materi Pengaturan...................................................................................................... 51

BAB VI PENUTUP................................................................................61

A. Simpulan........................................................................................................... 61

B. Saran................................................................................................................. 61

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................62
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran strategis sektor pariwisata dan manfaatnya bagi perekonomian,
juga disadari oleh Pemerintah Indonesia. Untuk itu pengembangan
pariwisata di Indonesia sangatlah di dukung perkembangannya. Pariwisata
sebagai suatu sektor dapat berkembang secara luas, apabila
dikembangkan sebagai industri yang terintegrasi dengan sektor lain dalam
pembangunan kota antara lain sektor perekonomian dan sektor sosial
serta kebudayaan. Daerah pariwisata apabila dipandang sebagai suatu
sistem antara lain memiliki komponen seperti atraksi dan obyek wisata,
akomodasi, transportasi, infrastruktur, kelembagaan, dan fasilitas
penunjang lainnya. Keseluruhan sistem tersebut nantinya akan saling
menunjang untuk dapat menciptakan sistem kepariwisataan yang kokoh.
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki fungsi dan peran sebagai
Propinsi yang memiliki Daerah Keistimewaan, menjadikan Daerah
Istimewa Yogyakarta merupakan pusat dari pertumbuhan ekonomi daerah
sekitarnya. Selain menjadi pusat aktivitas dan kegiatan lainnya seperti
industri, sosial, maupun kegiatan kebudayaan. Daerah Istimewa
Yogyakarta sebagai Kota Budaya, Pendidikan, Pariwisata dan Seni
berkembang dengan berbagai nilai dan aktivitas diwilayah tersebut
(RPJMD DIY Tahun 2017-2022)1.

1
RPJMD DIY Tahun 2017-2022
Nilai–nilai budaya tersebut hingga saat ini telah berkembang menjadi
sektor pariwisata, disamping memiliki berbagai obyek dan atraksi wisata
yang dapat menjadi suatu nilai tambah yang dapat memacu
perkembangan sektor pariwisata dimasa yang akan datang. Berdasarkan
hal tersebut diperlukan adanya peningkatan kualitas pariwisata yang ada
di Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga sektor kepariwisataan Daerah
Istimewa Yogyakarta dapat berkembang dengan baik. Salah satu aspek
yang dapat dikembangkan dalam meningkatkan kepariwisataan tersebut
antara lain adalah aspek transportasi. Aspek transportasi merupakan
salah satu komponen pendukung sistem pariwisata yang cukup penting
yang dapat mengembangkan moda transportasi dalam menunjang
pelaksanaan pola perjalanan wisata sehingga dapat memberikan gambaran
umum trend pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya.
Aspek transportasi sebagai suatu sistem memiliki tiga komponen besar
yaitu sistem aktivitas, sistem jaringan dan sistem pergerakan. Pariwisata
sebagai suatu sistem aktivitas memerlukan sistem jaringan untuk
mendukung aktivitas yang ada. Sistem jaringan itu dapat berupa jaringan
jalan maupun moda angkutan, sedangkan sistem pergerakan merupakan
interaksi yang muncul dari sistem aktivitas dan sistem jaringan yang ada.
Dalam sistem pariwisata yang ada wisatawan berperan sebagai pelaku
dalam pergerakan wisata. Oleh karena itu dalam mengembangkan jenis
moda angkutan yang ada perlu adanya pengenalan terhadap karakteristik
wisatawan sebagai pelaku pergerakan. Karakteristik tersebut dapat dibagi
kedalam tiga aspek yaitu aspek sosial, aspek psikologis dan aspek
ekonomi.
Aspek ini sangat penting karena akan mempengaruhi preferensi
mereka terhadap pemilihan moda yang ada terutama dari faktor demografi
wisatawan, dari aspek pergerakan wisata yang berkembang dewasa ini di
Daerah Istimewa Yogyakarta masih ada kekurangan untuk mendukung
pelayanan trasnportasi terkadang dapat menyebabkan ketidaknyamanan
dan gangguan dalam berwisata terutama untuk menjangkau obyek dan
daya tarik wisata yang ada. Pergerakan wisata perlu didukung oleh adanya
sistem jaringan yang memadai agar aktivitas yang ada dapat berjalan
dengan lancar. Sistem jaringan di Yogyakarta masih memiliki beberapa
kendala atau hambatan dalam melayani pergerakan wisata yang terjadi.
Wisatawan sebagai pelaku kegiatan wisata secara umum belum banyak
atau jarang menggunakan angkutan umum yang ada secara konstan
dalam berwisata di Yogyakarta. Sehubungan dengan hal tersebut,
memerlukan pengembangkan aspek transportasi khususnya terhadap
pelayanan angkutan yang disediakan.
Pelayanan angkutan pariwisata dan jenis moda angkutan merupakan
salah satu sistem jaringan yang dapat digunakan dalam mendukung
pergerakan wisata yang terjadi khususnya dalam peningkatan
pelayanan dalam berwisata secara keseluruhan. Daerah Istimewa
Yogyakarta memiliki berbagai jenis moda angkutan yang bervariasi. Jenis
moda angkutan umum tersebut selain dapat dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan pergerakan wisata dapat digunakan pula untuk
menambah dayatarik sektor pariwisata secara keseluruhan di Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Berdasarkan gambaran yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta dan
sekitarnya, serta potensi pengembangan tujuan wisata pada saat ini dan
masa yang akan datang diperlukan adanya suatu Naskah Akademis yang
mengkaji tentang angkutan pariwisata, dan nantinya bisa menjadi
Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur tentang Angkutan
Pariwisata.

B. Identifikasi Masalah
Dari tinjuan kondisi saat ini, ke depan Daerah Istimewa Yogyakarta
akan memerlukan sebuah angkutan menuju obyek wisata. Oleh karena itu
diperlukan perencanaan transportasi khusus di bidang pariwisata. Namun
demikian pengembangan angkutan pariwisata di DIY juga harus
memperhatikan minimal yakni:
1) Strategi pengembangan angkutan orang di kawasan tertentu yang
dapat mengembangkan ekonomi masyarakat lokal dengan
mengikutsertakan pemerintah desa atau Badan Usaha Milik Desa.
2) Mengoptimalkan, menguatkan, dan mengembangkan kapasitas
sumber daya manusia di bidang transportasi agar mempunyai jiwa
kepariwisataan.
3) Peran serta masing-masing pihak meliputi pemerintah daerah,
pemerintah kabupaten/kota, pemerintah Desa, masyarakat, dan
dunia usaha terkait Transportasi Angkutan Pariwisata.
4) Penghargaan dan dukungan oleh Pemerintah Daerah terhadap
kontribusi pihak-pihak tertentu terkait Transportasi Angkutan
Pariwisata.

Berpijak pada latar belakang tersebut maka beberapa permasalahan


yang akan dimuat dalam Naskah Akademik ini adalah:
1. Belum dirumuskan pedoman mengenai isu pokok yang terkait dengan
Raperda transportasi angkutan pariwisata dalam penyusunan
rancangan peraturan daerah yang merupakan rangkaian dengan
perencanaan pembangunan yang sudah disusun.Untuk itu perlu
dirumuskan mengenai isu-isu pokok tersusunya Raperda transportasi
angkutan pariwisata agar dapat memastikan bahwa rancangan
peraturan daerah memang betul-betul diimplementasikan dengan
baik.
2. Belum ada panduan atau peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan transportasi angkutan pariwisata secara
menyeluruh atau umum. Peraturan perundang-undangan yang
dimiliki masih satu aspek seperti perundang-undangan yang
berkaitan dengan transportasi,pariwisata sehingga belum bisa
memastikan adanya ketentuan peraturan yang dapat di
implementasikan secara baik
3. Belum adanya rumusan yang jelas mengenai landasan filosofis,
sosiologis dan yuridis dalam penyusunan raperda transportasi
angkutan pariwisata ini. Hal ini secara tidak langsung juga
dipengaruhi oleh beberapa hal-hal mendasar mengenai uraian
regulasi yang mengatur mengenai transportasi angkutan pariwisata
dan kaitanya dengan aspek-aspek yang melekat pada masyarakat
berupa kebutuhan dan perlindungan bagi masyarakat serta
pertimbangannya terhadap pancasila dan UUD 1945.
4. Belum secara terorganisir dan terarahnya pengelolaan dan
pengaturan mengenai transportasi angkutan pariwisata. Serta
beberapa perda yang mengatur mengenai pariwisata yang kurang
secara spesifik menyentuh terhadap aspek transportasi khususnya
angkutan pariwisata.

C. Maksud dan Tujuan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik


Maksud dan tujuan penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai
acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan
Daerah Transportasi Angkutan Pariwisata.

D. Metode
Metode Pengumpulan Data
Penyusunan naskah akademik pada dasarnya merupakan suatu
kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan
naskah akademik ini berupa triangulasi data. Metode triangulasi data ini
mencakup kegiatan studi pustaka melalui berbagai referensi dan sumber-
sumber hukum terkait. Kemudian setelah dilakukan studi pustaka
kemudian dilakukan pengayaan data melalui collecting data sekunder
instansional yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan. Kemudian pada
tahap selanjutnya dilakukan observasi lapangan baik melalui dokumentasi
maupun wawancara.
Dalam penyusunan akademik ini dilakukan penelitian hukum
dengan metode yuridis normatif dari data primer dan data sekunder
sebagai berikut:
a. Data Sekunder
Melakukan studi pustaka yang menelaah terutama bahan hukum
primer yang berupa Peraturan Perundang-undangan dan dokumen hukum
lain seperti Peraturan Menteri Perhubungan, Peraturan Menteri Pariwisata,
Peraturan Daerah Provinsi tentang RIPPARDA DIY Tahun 2012-2025 dan
beberapa sumber regulasi terkait lainnya dimana didalamnya melingkupi
pembangunan destinasi pariwisata, pembangunan pemasaran pariwisata,
pembangunan industri pariwisata dan pembangunan kelembagaan
kepariwisataan.
b. Data Primer
Dalam mengkaji laporan ini juga dilakukan wawancara untuk
verifikasi bahan hukum primer yang ditelaah, adapun responden yang di
wawancara kategori tidak terstruktur. Wawancara yang dilakukan bersifat
indept interview atau wawancara mendalam dengan berbekal adanya
guident pertanyaan untuk responden yang dituju yang meliputi:
a) Pengunjung wisata pada 7 kawasan wisata yang ditetapkan melalui
RIPARDA DIY Tahun 2012-2025 dengan spesifikasi wisatawan
perseorangan maupun wisatawan rombongan baik yang termasuk
pada wisatawan domestik maupun macanegara.
b) Pihak agen wisata

Metode pengambilan sampel pada wawancara ini melalui purposive


sampling menurut Arikunto (2006) dengan definisi berupa teknik
mengambil sampel dengan tidak berdasarkan random, daerah atau strata,
melainkan berdasarkan atas adanya pertimbangan yang berfokus pada
tujuan tertentu. Wawancara terhadap 2 jenis responden ini dilakukan pada
masing-masing di 7 (tujuh) kawasan wisata tersebut. Penetapan kuota
wawancara mendalam ini tidak dibatasi karena didasarkan pada
pemenuhan informasi yang didapatkan hingga mencapai jenuh.
Berdasarkan metode penelitian hukum di atas, langkah-langkah yang
dilakukan dalam penelitian ini antara lain:
1) Pendekatan
Penelitian hukum mengenal beberapa metode pendekatan, yaitu
pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep
(conseptual approach), pendekatan analitis (analytical approach),
pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan historis
(historical approach), pendekatan filsafat (philosophical approach) dan
pendekatan kasus (case approach) Pendekatan yang digunakan dalam
penyusunan naskah akademik ranperda ini adalah pendekatan
perundang-undangan ( statute approach), pendekatan konsep (conseptual
approach), pendekatan analitis (analytical approach) dan pendekatan
filsafat (philosophical approach). Pendekatan perundang-undangan
(statute approach), dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan Transportasi Angkutan Pariwisata
antara lain :
1. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah
Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1955;
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan;
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan
Daerah Istimewa Yogyakarta;
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan
Jalan;
9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor
Umum Tidak Dalam Trayek;
10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 28 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 46
Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang
Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek;
11. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Pendaftaran Usaha Pariwisata;
12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 117 Tahun 2018
Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek;
13. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2012-2025 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perubahan Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan DIY Tahun 2012-2025;
14. Keputusan Gubernur Nomor 193/KEP/2017 tentang Kebijakan
Strategis Pembangunan dan Pengembangan Kepariwisataan Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2018-2025;
15. Keputusan Gubernur Nomor 254/KEP/2018 tentang Peta Jalan
(Road Map) Kebijakan Strategis Pembangunan dan Pengembangan
Kepariwisataan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2019-2025.
Pendekatan konsep hukum (conceptual approach) dilakukan dengan
menelaah konsep-konsep para ahli mengenai kepariwisataan, pengelolaan
pariwisata dan konsep-konsep lain yang terkait. Pendekatan analitis
(analytical approach) adalah suatu pendekatan yang dilakukan dengan
menguraikan aturan hukum yang terkait dengan pembangunan
kepariwsataan sehingga mendapatkan komponen-komponen pengelolaan
pariwisata atau unsur-unsurnya untuk dapat ditetapkan dalam suatu
persoalan tertentu. Pendekatan filsafat (philosophical approach) adalah
pendekatan yang dilakukan dengan menelaah asas-asas yang terkandung
dan/atau melandasi kaidah hukum kepariwisataan.

2) Sumber Bahan Hukum


Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer
dan hukum bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer adalah
segala dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum, dalam hal ini,
bahan hukum primer yang dipergunakan dalam penyusunan naskah
akademik ini terdiri atas:
1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan;
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan
Daerah Istimewa Yogyakarta;
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan
Jalan;
8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor
Umum Tidak Dalam Trayek;
9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 28 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 46
Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang
Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek;
10. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Pendaftaran Usaha Pariwisata;
11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 117 Tahun 2018
Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek;
12. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2012-2025 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perubahan
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan DIY Tahun 2012-
2025;
13. Keputusan Gubernur Nomor 193/KEP/2017 tentang Kebijakan
Strategis Pembangunan dan Pengembangan Kepariwisataan
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2018-2025;
14. Keputusan Gubernur Nomor 254/KEP/2018 tentang Peta Jalan
(Road Map) Kebijakan Strategis Pembangunan dan Pengembangan
Kepariwisataan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2019-2025
Bahan hukum sekunder adalah dokumen atau bahan hukum yang
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperi hasil
penelitian atau karya tulis para ahli hukum yang memiliki relevansi
dengan penelitian ini. Bahan hukum informatif berupa informasi dari
lembaga atau pejabat, baik dari lingkungan Pemerintah DIY maupun
para pihak yang membidangi tentang kepariwisataan. Bahan ini
digunakan sebagai penunjang dan untuk mengkonfirmasi bahan hukum
primer dan sekunder.

3) Pengumpulan Bahan Hukum


Metode pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara:
a. Studi dokumenter dan kepustakaan untuk bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder.
b. Untuk bahan informatif dilakukan dengan studi lapangan yaitu
wawancara terhadap responden yang telah ditetapkan.
4) Analisis
Teknik analisis data yang digunakan yaitu menggunakan ROCCIPI
dengan menggali dan mengidentifikasi permasalahan terkait dengan
berbagai aspek diantaranya yaitu: Rule (Peraturan Perundang-undangan)
Opportunity (Peluang), Capacity (Kapasitas), Communication (Komunikasi),
Interest (Kepentingan), Process (Proses), dan Ideology (Ideologi) yang
terkait dengan suatu peraturan perundang-undangan. Metode ini juga
terkait dengan Sumber Daya Manusia (SDM), Money (Sumber
Pendanaan), Management (Pengelolan Methode (Metode), dan Environment
(Lingkungan) dan RIA (Regulatory Impact Assessment) dengan
mengutamakan pemahaman terhadap segala peraturan dibalik
penyusunan rancangan peraturan yang diusulkan.

Metode Pengolahan Data


Perhitungan Kepadatan Lalu Lintas
Untuk mengetahui kepadatan lalu lintas dilakukan 2 (dua) tahap
perhitungan. Yang pertama adalah metode Traffic Counting yang bertujuan
untuk mengetahui volume kendaraan dan luas kapasitas jalan. Yang kedua
menggunakan rumus perhitungan Kepadatan Lalu Lintas. Untuk
menghitung intensitas kepadatan pada lalu lintas sesuai dengan peraturan
yang berlaku mengacu pada dua hal utama yaitu volume (flow rate) serta
kecepatan rata-rata kendaraan (average speed). Dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
D = Density (Kepadatan) dengan satuan kendaraan/km
F = Flow Rate (Volume) dengan satuan kendaraan/jam
S = Speed (Kecepatan) dengan satuan km/jam
Flow rate dapat diartikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati suatu
titik pada jalan dalam kurun waktu tertentu. Flow rate sendiri dapat
diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut ini :
F = Flow rate (jumlah kendaraan yang melewati satu titik dalam kurun
waktu tertentu (kendaraan/jam)
n = Jumlah kendaraan
t = waktu pengamatan
Dari nilai kepadatan lalu lintas yang telah di dapat dari hasil kompilasi
maka untuk menentukan tipe kepadatan lalu lintas yang terjadi sudah
terdapat peraturan pemerintah berdasarkan klasifikasi kepadatan lalu
lintas yang akan dijelaskan pada gambar di bawah ini :

Pengambilan data yang dilakukan melalui pencatatan volume lalu


lintas dilaksanakan pada saat volume jam sibuk atau volume lalu lintas
terpadat yang terjadi. Cara pengisian formulir penelitian dibagi dalam
interval waktu 15 menit. Untuk arah 1 (menanjak) dilakukan oleh 2 (dua)
surveyor yang mencatat kendaraan dan dua surveyor mencatat arah 2
(menurun). Pencatatan batas waktu yang ditelah ditentukan yaitu per 15
menit, kemudian hasilnya dituangkan kedalam formulir isian. Berikut
gambaran survey arus lalu lintas yang dijelaskan.

Sketsa Survei Arus Lalu Lintas


Berdasarkan sketsa arus lalu lintas diatas diketahui bahwa sedikitnya
ada 4 (empat) surveyor yang melakukan penghitungan pada arah yang
berbeda.

Analisis Hasil Orientasi Lapangan dan Telaah Data Sekunder


Teknik analisis yang digunakan pada penyusunan Naskah Akademik
Transportasi ini berupa pengolahan terhadap data-data primer yang
didapatkan melalui observasi lapangan dan wawancara mendalam
kemudian disamping itu juga dilakukan telaah terhadap berbagai referensi
regulasi dan sumber hukum terkait. Salah satu metode yang digunakan
yaitu menggunakan ROCCIPI dengan menggali dan mengidentifikasi
permasalahan terkait dengan berbagai aspek diantaranya yaitu: Rule
(Peraturan Perundang-undangan) Opportunity (Peluang), Capacity
(Kapasitas), Communication (Komunikasi), Interest (Kepentingan), Process
(Proses), dan Ideology (Ideologi) yang terkait dengan suatu peraturan
perundang-undangan. Metode ini juga terkait dengan Sumber Daya
Manusia (SDM), Money (Sumber Pendanaan), Management (Pengelolan
Methode (Metode), dan Environment (Lingkungan) dan RIA (Regulatory
Impact Assessment) dengan mengutamakan pemahaman terhadap segala
peraturan dibalik penyusunan rancangan peraturan yang diusulkan.
Penggunaan metode ini kemudian dituangkan kedalam bentuk matriks data
empiris sebagai berikut.

Matriks Data Empiris


Matriks data empiris tersebut merupakan rangkuman dari berbagai
jawaban responden yang telah diramu sedemikian rupa dibagi berdasarkan
pada 7 (tujuh) kawasan wisata RIPARDA DIY. Matriks diatas merupakan
hasil pengolahan dari observasi lapangan dan wawancara mendalam yang
dilakukan pada wisatawan maupun agen wisata pada 7 kawasan wisata
tersebut. Berikut contoh kuisioner yang dibagikan kepada wisatawan dan
agen wisata.

Kuisioner Wisatawan
Perseorangan/Rombongan Kuisioner Agen/Travel Wisata

Berdasarkan gambaran kuisioner diatas terbagi kedalam 2 (dua) jenis


responden yaitu wisatawan domestik dan mancanegara baik wisata
perseorangan atau rombongan dan responden pada agen/travel wisata.
Secara lebih jelasnya kuisioner dapat dilihat pada lampiran naskah
akademik ini.

Analisis Statistik Deskriptif


Pada analisis statistik deskriptif ini menggunakan aplikasi SPSS versi
16 untuk membantu perhitungan. Hasil analisis yang didapatkan adalah
untuk melihat berapa persen karakteristik pelaku perjalanan dalam
pemilihanmoda.
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis
Pergerakan lalu lintas timbul karena adanya proses pemenuhan
kebutuhan. Perlu bergerak karena kebutuhan kita tidak bisa dipenuhi di
tempat kita berada. Setiap tata guna lahan atau sistem kegiatan (sistem
mikro yang pertama) mempunyai jenis kegiatan tertentu yang akan
membangkitkan dan akan menarik pergerakan dalam proses pemenuhan
kebutuhan.
Sistem Transportasi adalah gabungan dari beberapa komponen atau
objek yang saling berkaitan. Dalam setiap organisasi, perubahan pada satu
komponen akan memberikan perubahan pada komponen lainya (Tamin,
2008). Sistem Transportasi secara menyeluruh (makro) dapat dipecahkan
menjadi sistem yang lebih kecil (mikro) yang masing-masng saling berkaitan
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar pada gambar berikut ini:

Sumber: Tamin 2008


Suatu pergerakan lalu lintas akan timbul melalui adanya proses
pemenuhan kebutuhan. Setiap tata guna lahan atau sistem kegiatan
(sistem mikro yang pertama) mempunyai jenis kegiatan tertentu yang akan
membangkitkan. Suatu proses pergerakan akan menarik pergerakan-
pergerakan lainnya dalam proses pemenuhan kebutuhan. Usaha untuk
menjamin terwujudnya sistem pergerakan yang aman, nyaman, lancar,
murah, handal, dan sesuai dengan lingkungannya, maka dalam sistem
transportasi makro terdapat sistem mikro tambahan lainnya yang disebut
sistem kelembagaan yang meliputi individu, kelompok, lembaga, dan
instansi pemerintah serta swasta yang terlibat secara langsung maupun
tidak langsung dalam setiap sistem mikro tersebut (Tamin 2008) 2 .
Hubungan dasar antara sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem
pergerakan dapat disatukan dalam beberapa urutan tahapan, yang
biasanya dilakukan secara berurutan sebagai berikut.
a. Aksesibilitas dan mobilitas Ukuran potensial atau kesempatan
untuk melakukan perjalanan. Tahapan ini bersifat lebih abstrak
jika dibandingkan dengan empat tahapan berikut, digunakan
untuk mengalokasikan masalah yang terdapat dalam sistem
transportasi dan mengevaluasi pemecahan alternatif.
b. Pembangkit lalu lintas Bagaimana perjalanan dapat bangkit dari
suatu tata guna lahan atau dapat tertarik ke suatu tata guna
lahan.
c. Sebaran penduduk Bagaimana perjalanan tersebut disebarkan
secara geografis di dalam daerah perkotaan (daerah kajian).
d. Pemilihan moda transportasi Menentukan faktor yang
mempengaruhi pemilihan moda transportasi untuk tujuan
perjalanan tertentu.
e. Pemilihan rute Menentukan faktor yang mempengaruhi pemilihan
rute dari setiap zona asal dan ke setiap zona tujuan.
Perlu diketahui bahwa terdapat hubungan antara waktu tempuh,
kapasitas, dan arus lalulintas − waktu tempuh sangat dipengaruhi oleh
kapasitas rute yang ada dan jumlah arus lalulintas yang menggunakan rute
tersebut.

1.1.1.1.1.1 Sistem Kegiatan


Sistem kegiatan berdasarkan Naskah Akademik yang akan disusun
ini yaitu tata guna lahan atau jenis kegiatan Kepariwisataan yang akan
membangkitkan pergerakan dan akan menarik pergerakan dalam proses
pemenuhan kebutuhan wisatawan. Dalam PP nomor 50 tahun 2011
tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional tahun
2010 – 2025 pasal 14, disebutkan daya tarik wisata meliputi: daya tarik
wisata alam, daya tarik wisata budaya dan daya tarik wisata hasil

2
Tamin, OZ, 2008. Perencanaan,Pemodelan, & Rekayasa Transportasi:Teori, Contoh Soal,
dan Aplikasi. Bandung : Penerbit ITB.
buatan manusia. Spilane, 1987 : 28 membedakan jenis – jenis pariwisata
sebagai berikut3:
a. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (Pleasure Tourism)
Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang – orang yang meninggalkan
tempat tinggalnya untuk berlibur, untuk mencari udara segar yang
baru. Untuk memenuhi kehendak ingin tahunya, untuk mengendorkan
ketegangan sarafnya, untuk melihat sesuatu yang baru, untuk
menikmati keindahan alam, atau bahkan untuk mendapatkan
ketenangan dan kedamaian di daerah luar kota.
b. Pariwisata untuk rekreasi (Recreation Tourism)
Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang – orang yang menghendaki
pemanfaatan hari – hari liburnya untuk beristirahat, untuk memulihkan
kembali kesegaran jasmani dan rohaninya, yang ingin menyegarkan
keletihan dan kelelahannya.
c. Pariwisata untuk kebudayaan (Cultural Tourism)
Jenis pariwisata ini dilakukan karena adanya keinginan untuk
mempelajari adat istiadat, kelembagaan, dan cara hidup rakyat daerah
lain. Selain itu untuk mengunjungi monumen bersejarah, peninggalan
peradaban masa lalu, pusat – pusat kesenian, pusat – pusat
keagamaan, atau untuk ikut serta dalam festival seni musik, teater,
tarian rakyat, dan lain – lain.
d. Pariwisata untuk olahraga (Sports Tourism)
Jenis ini dapat dibagikan dalam dua kategori :
1) Big Sports Event, pariwisata yang dilakukan karena adanya
peristiwa-peristiwa olahraga besar seperti Olympiade Games,
World Cup, dan lain – lain.
2) Sporting Tourism of the Practitioner, yaitu pariwisata olahraga bagi
mereka yang ingin berlatih dan mempraktekan sendiri, seperti
pendakian gunung, olahraga naik kuda, dan lain – lain.
e. Pariwisata untuk urusan usaha dagang (Bussines Tourism)
Perjalanan usaha ini adalah bentuk professional travel atau perjalanan
karena ada kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang tidak
memberikan kepada pelakunya baik pilihan daerah tujuan maupun
pilihan waktu perjalanan.
f. Pariwisata untuk berkonvensi (Convention Tourism)
Konvensi sering dihadiri oleh ratusan dan bahkan ribuan peserta yang
biasanya tinggal beberapa hari di kota atau negara penyelenggara18.

3
Spillane, James J. (1987). Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan Prospeknya. Kanisius
1.1.1.1.1.2 Sistem Pergerakan Lalu Lintas
Mengatur teknik dan manajemen lalulintas (jangka pendek), fasilitas
angkutan umum yang lebih baik (jangka pendek dan menengah), atau
pembangunan jalan (jangka panjang). Meningkatkan kecepatan lalu lintas
dan membuat perjalanan lebih aman dengan menyediakan beberapa sarana
seperti marka, rambu, dan pengaturan persimpangan. Perubahan sistem
transportasi ini akan berdampak baik pada tata guna lahan (dengan
mengubah aksesibilitas dan mobilitas) serta arus lalu lintas.
a. Bangkitan dan tarikan pergerakan
Perencanaan dan permodelan transportasi oleh O.Z Tamin, (1996)
menjelaskan bahwa bangkitan pergerakan adalah tahapan
pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal
dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang
tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona. Pergerakan lalu lintas
merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan
lalu lintas. Bangkitan lalu lintas ini mencakup:
 Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi
 Lalu lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi
Dalam O.Z Tamin 1997 memperlihatkan diagram bangkitan dan tarikan
pada gambar berikut.

Gambar 2.1 Bangkitan dan tarikan pergerakan


Wells, 1975
Hasil dari perhitungan bangkitan dan tarikan pergerakan ini berupa
jumlah kendaraan, orang atau angkutan barang yang melintasi kawasan
pariwisata tersebut. Menghitung jumlah orang atau kendaraan yang keluar
masuk dari jalan raya sekitar destinasi wisata bisa menggunakan traffic
counting. Berkaitan dengan 7 kawasan pariwisata DIY yang jenis kegiatan
atau tata guna lahan wisatanya berbeda mempunyai ciri bangkitan lalu
lintas yang berbeda jumlah arus lalu lintas, jenis lalu lintas pejalan kaki,
motor, mobil dan truk, lalu lintas pada waktu tertentu khusunya kawasan
wisata pada siang atau sore dan hari kerja atau weekend.

3. Sistem Jaringan Prasarana Transportasi


Sistem jaringan merupakan moda transportasi (sarana) dan media
(prasarana/infrastruktur) tempat moda transportasi bergerak. Peningkatan
kapasitas pelayanan prasarana yang ada meliputi pelebaran jalan,
menambah jaringan jalan baru, dan lain-lain. Angkutan (transport) pada
dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang atau barang dari suatu
tempat ketempat lainnya dengan tujuan untuk membantu orang atau
sekelompok orang untuk menjangkau berbagai tempat yang dikehendaki
atau mengirim barang dari tempat asalnya menuju tempat tujuannya
(Warpani,2002).
a) Sistem Jaringan Jalan Raya
b) Sistem Jaringan Kereta Api
c) Sistem Jaringan Terminal Bus dan Kereta Api
d) Sistem Jaringan Bandara
Data kunjungan wisatawan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang di
dominasi oleh wisatawan domestik atau Nusantara menunjukkan adanya
potensi yang sangat menjanjikan bila diadakan angkutan pariwisata karena
terdapat beberapa keuntungan diantara lainya sebagai berikut :
a. Menambah jumlah wisatawan dengan tersedianya angkutan
pariwisata tentunya wisatawan akan dapat merancang kunjungan
berbagai obyek wisata dengan lebih mudah tanpa merepotkan
dengan perencanaan sarana tranportasi yang akan digunakan.
b. Mengurangi kemacetan di daerah tujuan wisata dengan adanya
angkutan pariwisata tentu penggunaan kendaran pribadi akan
berkurang sehingga kemacetan yang terjadi di daerah tujuan wisata
yang semakin berkurang.
c. Mengurangi potensi kecelakan adanya angkutan pariwisata akan
mengurangi jumlah kendaran yang menuju obyek wisata dan tidak
langsung akan mengurangi potensi kecelakan yang mungkin terjadi
d. Menghemat energi secara makro dengan semakin berkurangnya
kendaran energi yang digunakan untuk transportasi juga dapat
dihemat
Kajian bidang transportasi memiliki perbedaan dengan kajian bidang
lain, karena kajian transportasi cukup luas dan beragam. Menurut Tamin
(1997:11) kajian transportasi akan melibatkan kajian multi moda, multi
disiplin, multi sektoral dan multi masalah, berikut penjelasan secara lebih
jelasnya. Multi moda, kajian masalah transportasi selalu melibatkan lebih
dari satu moda transportasi. Hal ini karena obyek dasar dari masalah
transportasi adalah manusia dan/atau barang yang pasti melibatkan
banyak moda transportasi. Apalagi secara geografis, Indonesia merupakan
negara dengan ribuan pulau, sehingga pergerakan dari satu tempat ke
tempat lain tidak akan mungkin hanya melibatkan satu moda saja. Hal ini
sesuai dengan konsep Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) yang
menggunakan konsep sistem integrasi antarmoda.
1. Multi disiplin, kajian masalah transportasi melibatkan banyak
disiplin ilmu karena kajiannya sangat beragam, mulai dari ciri
pergerakan, pengguna jasa, sampai dengan prasarana atau pun
sarana transportasi itu sendiri. Adapun bidang keilmuan yang
dilibatkan diantaranya adalah rekayasa, ekonomi, geografis,
operasi, sosial politik, matematika, informatika dann psikologi.
2. Multi sektoral, yaitu melibatkan banyak lembaga terkait (baik
pemerintah maupun swasta) yang berkepentingan dengan masalah
transportasi. Sebagai contoh dalam kasus terminal bus, maka
lembaga-lembaga yang terkait diantaranya adalah DLLAJ, BPN,
Dinas Tata Kota, Kepolisian, Perusahaan Operator Bus, Dinas
Pendapatan Daerah, dan lainnya.
3. Multi masalah, karena merupakan kajian multi moda, multi
disiplin, dan multi sektoral, maka akan menimbulkan multi
masalah. Permasalahan tersebut sangat beragam dan mempunyai
dimensi yang sangat luas pula, seperti masalah sosial, ekonomi,
operasional, pengguna jasa dan lainnya.
Berikut diagram sistem transportasi secara umum diadopsi dari Hay, 1997.
Gambar 2.2 Sistem Transportasi
Dalam ilmu transportasi, alat pendukung transportasi diistilahkan
dengan sistem transportasi yang di dalamnya mencakup berbagai unsur
(subsistem) berikut:
1. Ruang untuk bergerak (jalan).
1. Tempat awal/akhir pergerakan (terminal).
2. Yang bergerak (alat angkut/kendaraan dalam bentuk apapun)
3. Pengelolaan yang mengkoordinasi ketiga unsur sebelumnya.
Sistem transportasi pada hakikatnya tidak terlepas dari berbagai
permasalahan yang melingkupinya. Kompleksnya permasalahan
transportasi kemudian memunculkan perlunya permodelan transportasi
guna menyederhanakan permasalahan dan memudahkan dalam
pengambilan keputusan. Model menurut Tamin (1997:1) dapat didefinisikan
sebagai bentuk penyederhanaan suatu relita atau dunia yang sebenarnya,
termasuk di antaranya adalah:
1. Model fisik, seperti model arsitek, model teknik sipil, wayang
golek, dan lainnya);
2. Peta dan diagram grafis; dan
3. Model statistika dan matematika (persamaan) yang menerangkan
beberapa aspek fisik, sosial-ekonomi dan model transportasi.
B. Praktik Empiris
Sistem HOHO
Hop on Hop off (HoHo) merupakan sebuah layanan wisata
menggunakan (biasanya) bus bagi wisatawan untuk menikmati tempat
menarik sekaligus keindahan kota dalam rangka pengembangan
pariwisata. Bus ini secara khusus membawa wisatawan keliling
kota, dipandu dari obyek wisata menuju ke obyek wisata lainnya.
Biasanya dilengkapi dengan pemandu wisata yang berguna untuk
menjelaskan lokasi- lokasi yang dilewati, dan berhenti beberapa saat di
tiap-tiap obyek wisata yang dikunjungi.
Pelayanan bus HOHO dilakukan secara regular dan terjadwal
dengan headway yang telah ditentukan dengan pemberhentian pada
tempat-tempat tertentu yang telah disediakan. Moda yang digunakan
dapat berupa bus tingkat dengan bagian atas didesain sedemikian rupa
sehingga penumpang dapat melihat-lihat suasana kota dengan lebih
leluasa. Rute pelayanan melalui lokasi-lokasi yang menarik di dalam kota
seperti obyek wisata, kawasan cagar budaya, pusat bisnis dan
perdagangan.
Berikut beberapa contoh negara yang sudah memiliki bus
angkutan wisata HoHo, antara lain:

- India
Pelayanan bus HoHo di Negara India dibagi dalam dua rute, yaitu
rute hijau dan rute merah, masing-masing rute melakukan perjalanan
yang berbeda. Rute merah menghubungkan 14 lokasi menarik,
sementara rute hijau melakukan kunjungan ke 11 lokasi menarik,
dengan beberapa lokasi kunjungan yang sama. Headway kedua rute
juga berbeda, untuk rute merah interval waktu kendaraan tiap 45 menit,
sementara rute hijau mengambil waktu intervalnya tiap 60 menit.
Gambar 2.3. Rute Bus HOHO India
Tabel 2.1 Pemberhentian Bus HOHO Rute Merah

NO. HOHO Bus Stops First Bus Last Bus


1 HOHO CENTRE , BKS marg 8:30 AM 4:30 PM
2 FEROZ SHAH KOTLA 8:45 AM 4:45 PM
3 RED FORT 9:00 AM 5:00 PM
4 RAJGHAT 9:10 AM 5:10 PM
5 National Gallery of Modern Art 9:25 AM 5:25 PM
6 INDIA GATE 9:30 AM 5:30 PM
7 PURANA QUILA 9:40 AM 5:40 PM
8 HUMAYUN TOMB 9:45 AM 5:45 PM
9 SAFDARJUNG TOMB 10:05 AM 6:05 PM
10 INDIRA GANDHI MUSEUM 10:10 AM 5:10 PM
11 NEHRU MUSEUM 10:15 AM 5:15 PM
12 RASHTRAPATI BHAWAN 10:20 AM 5:20 PM
13 NATIONAL MUSEUM 10:25 AM 5:25 PM
14 JANTAR MANTAR 10:35 AM 5:35 PM
Bus available every 45
mins
Tabel 2.2. Pemberhentian Bus HOHO Rute Hijau

NO. HOHO Bus Stops First Bus Last Bus


1 PRAGATI MAIDAN METRO STN 8:15 AM -
2 INDIA GATE 8:30 AM 4:30 PM
3 National Gallery of Modern Art 8:35 AM 4:35 PM
4 HUMAYUN TOMB 8:45 AM 4:45 PM
5 LAJPAT NAGAR 8:55 AM 4:55 PM
6 NEHRU PLACE METRO STATION 9:05 AM 5:05 PM
7 LOTUS TEMPLE 9:20 AM 5:20 PM
8 SAKET MALL 9:45 AM 5:45 PM
9 MALVIYA NAGAR METRO 9:50 AM 5:50 PM
10 QUTUB
STATIONMINAR 10:00 AM 6:00 PM
11 HAUZKHAS 10:15 AM 6:15 PM
12 DILLIHAAT - INA METRO STATION 10:30 AM 6:30 PM

1
Naskah Akademik
NO. HOHO Bus Stops First Bus Last Bus
13 SAFDARJUNG 5:35 AM 6:35 PM
14 INDIA GATE 10:55 AM 6:55 PM
15 PRAGATI MAIDAN METRO STN - 7:05 PM
Bus available every 60
mins
- Kuala Lumpur
Pelayanan bus HoHo di Kuala Lumpur menggunakan bus tingkat
sehingga penumpang yang bagian atas akan lebih leluasa untuk
menikmati pemandangan kota. Selain menikmati pemandangan di
sepanjang rute layanan, bus juga akan singgah di 22 lokasi seputaran
kota Kuala Lumpur. Rute layanan dimulai dari Petronas-KLCC dan
berakhir pada tempat itu juga. Tiket yang digunakan berlaku selama 24
jam, sehingga selama kurun waktu tersebut pengguna dapat
menggunakan untuk singgah pada lokasi yang diinginkan sesuai rutenya
dan naik kembali menggunakan bus HoHo yang lainnya. Fasilitas wifi
juga tersedia selama perjalanan menggunakan bus ini. Interval antar
kendaraan sekitar 30 menit sekali dengan pelayanan sampai pukul 19.30
waktu setempat untuk mengambil penumpang. Pada beberapa lokasi
persinggahan, bus HoHo ini akan menawarkan kepada penumpang
untuk berhenti selama 15 menit sebelum akhirnya kembali melanjutkan
perjalanannya.

2
Naskah Akademik
Gambar 2.4. Rute Bus HOHO Kuala Lumpur

Penggunaan sistem HoHo di Indonesia khususnya di Yogyakarta


sangat memungkinkan untuk diaplikasikan, memandang DIY merupakan
daerah yang selalu menjadi tujuan wisatawan baik domestic maupun
mancanegara, dan memiliki sangat banyak objek wisata yang tersebar di 5
(lima) kawasan wilayah kabupaten dan kota.
Melihat persebaran objek wisata di DIY, penggunaan sistem HoHo
terlihat cukup efisien, karena dapat menekan angka kemacetan dan
mengurangi kepadatan volume transportasi. Meskipun saat ini sudah ada
Trans Jogja yang beroperasi namun rute dan aksesnya masih terbatasi
hanya di wilayah kota Yogyakarta. Hal ini karena belum adanya pengaturan
rute khusus kawasan pariwisata antar objek wisata di DIY. Serta pelayanan
yang mendukung sarana prasarana aksesibilitas antar kawasan.

3
Naskah Akademik
1.1.1.1.1.3 Entrance DIY
Sebagai tujuan wisata, penataan infrastruktur di Yogyakarta harus
dibuat sedemikian rupa untuk mendukung sektor pariwisata dan menjadi
daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Faktor utama yang menjadi peran vital
masuknya wisatawan yang berkunjung di DIY adalah adanya bandara,
stasiun dan terminal yang menjadi entrance utama wisatawan yang
berkunjung di DIY. Sarana dan prasarana yang memadai yang dimiliki oleh
ketiganya tersebut harus mampu melayani wisatawan baik domestik
maupun mancanegara yang masuk ke DIY.
Selain penyediaan kemudahan mobilitas dari bandara, stasiun,
maupun terminal menuju ke kawasan wisata menggunakan moda
transportasi online, pihak pengelola bandara, stasiun, dan terminal juga
sudah menyediakan sarana transportasi non-online. Sarana transportasi ini
biasanya berupa taxi yang mana sudah melakukan kerjasama dengan pihak
bandara, stasiun, maupun terminal. Pihak-pihak tersebut biasanya sudah
melakukan kerjasama dan melakukan kesepakatan khusus terkait
kebijakan pengambilan tarif bagi pengguna jasa transportasi tersebut. Dari
pihak bandara, stasiun, dan terminal kemudian akan menyediakan tempat
khusus bagi pengunjung yang akan menyewa jasa antar menuju ke lokasi
yang akan dituju, dalam hal ini adalah lokasi wisata. Berikut ini adalah
salah satu ilustrasi yang menggambarkan keberadaan penyedia jasa
transportasi taksi di bandara, stasiun, maupun terminal.

4
Naskah Akademik
Gambar Taksi Stasiun

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, selain menggunakan


transportasi online, pengunjung yang ingin melanjutkan perjalanan menuju
ke tempat wisata di jogja dapat melakukan pemesanan moda transportasi
taksi pada loket/kios yang telah disediakan oleh pihak bandara, stasiun,
dan terminal. Berdasarkan hasil observasi, masing-masing pihak pengelola
transportasi umum massal memiliki kerjasama dengan moda transportasi
lanjutan yang berbeda.
Pihak bandara dan stasiun yang memiliki otoritas dalam penyediaan
moda transportasi sambungan menuju ke wilayah-wilayah tertentu. Salah
satunya berupa Bandara Adisutjipto yang memiliki pelayanan ini,
penggunaan pelayanan taksi ini tidak menggunakan argo namun
pembayaran langsung menuju ke konter dari Rajawali Taxi yang merupakan
taksi resmi bandara ini. Jam operasional dari konter Rajawali Taxi ini mulai
jam 6.00 pagi hingga penerbangan terakhir. Untuk kisaran harga yang
ditawarkan untuk tujuan ke Malioboro seharga Rp 75.000,00, kemudian
untuk tujuan dalam kota mulai dari Rp 45.000,00-Rp 145.000,00
sedangkan untuk tujuan diluar Kota Yogyakarta dikenakan biaya mulai dari
Rp 96.000,00-4.500.000,00 bahkan lebih (http://Yogyes.com/id/). Selain
itu pada area kedatangan di Bandara Adisutjipto juga terdapat konter taksi
plat hitam Taksi plat hitam ini sudah memiliki daftar tarif sendiri. Tarif taksi
plat hitam menuju ke Malioboro seharga Rp 100.000,00, kemudian untuk
5
Naskah Akademik
tujuan ke dalam kota mulai dari Rp 70.000,00-Rp 175.000,00 dan tujuan
untuk diluar Kota Yogyakarta mulai dari Rp 135.000,00-Rp 4.500.000 atau
lebih (http://Yogyes.com/id/). Berikut gambaran dokumentasi dari Konter
Rajawali Taxi di Bandara Adisucipto.

Dokumentasi Konter Taksi Rajawali

Konter taksi plat hitam ini juga dapat ditemui di stasiun contohnya
pada Stasiun Tugu . Konter ini dibawah naungan Koperasi Serba usaha
(KSU) Stasiun Tugu Yogyakarta. Tarif yang dikenakan untuk sekali antar
mulai dari Rp 50.000,00 kemudian untuk harian sebesar Rp 500.000,00
(maksimal 10 jam) dan carter untuk dalam kota minimal 3 jam dengan tarif
Rp 75.000,00 serta carter untuk luar kota minimal 3 jam dengan tariff Rp
100.000,00. Taksi plat hitam ini juga beroperasi 24 jam
(http://Yogyes.com/id/).

Pengaturan dan pengelolaan transportasi sambungan oleh pihak


bandara maupun stasiun kemudian memberikan dampak pada pihak-pihak
swasta lainnya dalam pengoperasian moda transportasi terutama pada
transportasi taksi. Namun dalam hal ini pada tahun 2018 PT Angkasa Pura I
(Persero) menyedikan fasilitas pelayanan taksi di Bandara Adisucipto berupa
Kios K-Reservasi. Pengelola bandara menyediakan 4 (empat) unit mesin Kios
K-Reservasi taksi dan angkutan darat di area pengambilan bagasi Terminal
A kedatangan. Penumpang diberikan kebebasan memilik operator taksi yang
diinginkan dengan tarif yang sesuai dengan tujuan ((http://Adisucipto-
6
Naskah Akademik
airport.co.id/). Penggunaan Kios K-Reservasi ini juga semakin
memepermudah wisatawan dalam memilih moda transportasi ke tujuan
wisata. Hal ini juga yang semakin memperkuat otoritas dari pengelolaan
transportasi sambungan pada pihak bandara maupun stasiun dalam hal
pelayanan transportasi sambungan menuju ke tempat wisata baik melalui
moda transportasi taksi resmi bandara maupun operator taksi lainnya yang
telah tersedia pada konter-konter terdekat. Berikut gambaran dari Kios K-
Reservasi ini.

Dokumentasi Kios K-Reservasi

Meskipun pada penerapan Kios K-Reservasi ini semakin membuka


persaingan yang cukup tinggi terhadap operator-operator taksi lainnya
sehingga wisatawan tidak hanya dapat terpaku pada satu jenis layanan
taksi saja yang telah disediakan oleh bandara atau stasiun namun
wisatawan juga dapat mempertimbangkan harga dari masing-masing
operator taksi menuju ke tempat wisata tujuan. Tersedianya berbagai
bentuk fasilitas pelayanan transportasi sambungan tersebut khususnya
berupa pelayanan taksi semakin memperkuat bahwa manajemen otoritas
didominasi oleh pihak bandara maupun stasiun setempat sehingga dalam
hal pengaturan transportasi angkutan wisata Daerah Istimewa Yogyakarta
yang akan di Perda-kan ini tidak perlu menyentuh hingga tataran tersebut.

Untuk menambah daya tarik wisatawan yang datang ke DIY agar lebih
memilih menggunakan moda transportasi wisata yang telah tersedia baik di
7
Naskah Akademik
bandara, stasiun maupun terminal adalah dengan meningkatkan kualitas
sarana prasana maupun pelayanan. Faktor utama yang selalu menjadi
pertimbangan wisatawan adalah dari segi tarif yang murah serta pelayanan
dan keamanan yang dapat menjamin perjalanan wisatawan. Hal ini tentu
perlu adanya sinergitas baik antara pemerintah daerah sebagai pembuat
kebijakan dengan pihak swasta sebagai pengelola moda angkutan
transportasi untuk meyakinkan maupun memberikan pelayanan dengan
baik bagi wisatawan yang masuk ke DIY untuk dapat
terintegrasi/terhubung dengan langsung dengan mudah menuju destinasi
wisata.
Berikut gambaran dari pola perjalanan wisata dari entrance DIY menuju ke
sarana transportasi seperti terminal, bandara, dan stasiun ke 7 kawasan
destinasi wisata.

8
Naskah Akademik
Wisatawan yang berkunjung menuju ke Provinsi DIY baik melalui
bandara, stasiun maupun terminal yang kemudian akan melanjutkan
perjalanan berikutnya dengan transportasi darat tidak perlu memikirkan
bagaimana nantinya transportasi sambungan menuju ke destinasi-destinasi
wisata yang di inginkan. Tersedianya bentuk moda transportasi yang berada
disekitar bandara, terminal maupun stasiun semakin mempermudah
wisatawan dalam melakukan aktivitas wisatanya. Moda transportasi yang
berada disekitar bandara, stasiun maupun terminal memang beragam
jenisnya namun terdapat salah satu moda transportasi yang kemudian
sudah diatur sedemikian rupa manajemennya dalam upaya pengaturan
ketersediaan moda transportasi yang siap jalan di bandara maupun stasiun.
Adanya bentuk otoritas baik dari pihak bandara maupun pihak stasiun
(BUMN) dalam hal penyediaan dan pengaturan moda transportasi berupa
taxi memberikan pelayanan yang semakin lengkap untuk wisatawan.
Namun hal ini pula yang kemudian menjadi sorotan dalam hal pengaturan
transportasi pada kawasan wisata di DIY dimana dalam hal manajemen
penyediaan moda transportasi sambungan berupa taxi sudah menjadi
otoritas pihak bandara maupun stasiun sehingga tidak perlu lagi adanya
bentuk pengaturan transportasi yang akan dituangkan kedalam raperda ini.

Pelayanan moda transportasi yang menghubungkan antara bandara,


stasiun dan terminal ke tempat kawasan destinasi wisata perlu menjadi
perhatian khusus agar wisatawan yang hendak menikmati beberapa
destinasi wisata di DIY terlayani dengan maksimal, khususnya di 7 (tujuh)
kawasan antar destinasi wisata yang meliputi kawasan Malioboro-Keraton,
kawasan Pegunungan Menoreh, kawasan Prambanan-Ratu Boko, kawasan
Lereng Merapi, Kawasan Karst Gunung Sewu, kawasan Parangtritis-Depok-
Kwaru dan kawasan Kasongan-Tembi-Wukirsari tanpa harus mencari moda
transportasi tambahan yang secara finansial tentu akan lebih mahal.

9
Naskah Akademik
Perkembangan hingga saat ini, moda transportasi di DIY yang berada
baik di bandara, stasiun maupun terminal sudah cukup variatif, ditambah
dengan hadirnya moda transportasi berbasis online yang memudahkan
wisatawan menuju tujuan pemberhentian awal seperti penginapan berupa
hotel, guest house, losmen maupun tempat penginapan lainnya, terlebih ke
tempat destinasi wisata secara langsung. Berikut ini adalah tabel tarif moda
transportasi dengan jenis taksi online menuju 7 destinasi wisata diatas baik
dari bandara, stasiun maupun terminal :

No Jenis Transportasi Asal Tujuan Tarif

10
Naskah Akademik
No Jenis Asal Tujuan Tarif
Transportasi
1 Kawasan Keraton Malioboro + Rp. 91.000,00

2 Kawasan Prambanan-Ratu Boko + Rp. 86.000,00


3 Taksi Online Kawasan Lereng Merapi + Rp. 138.000,00
Bandara Adi Sucipto
4 (Grab, Gojek) Kawasan Karst Gunung Sewu + Rp. 278.000,00
5 Kawasan Parangtritis-Depok-Kwaru + Rp. 228.000,00
6 Kawasan Pegunungan Menoreh + Rp. 361.000,00
7 Kawasan Kasongan-Tembi-Wukirsari + Rp. 125.000,00

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa moda transportasi taksi


online sudah dapat menjangkau 7 kawasan destinasi wisata yang meliputi
kawasan Malioboro-Keraton, kawasan Pegunungan Menoreh, kawasan
Prambanan-Ratu Boko, kawasan Lereng Merapi, Kawasan Karst Gunung
Sewu, kawasan Parangtritis-Depok-Kwaru dan kawasan Kasongan-Tembi-
Wukirsari, baik yang dilalui dari bandara, stasiun maupun terminal di DIY.

No Jenis Asal Tujuan Tarif


Transportasi
1 Taksi Online Stasiun Tugu Kawasan Keraton Malioboro + Rp. 15.000,00
2 (Grab, Gojek) Kawasan Prambanan-Ratu Boko + Rp. 73.000,00
3 Kawasan Lereng Merapi + Rp. 100.000,00
11
Naskah Akademik
4 Kawasan Karst Gunung Sewu + Rp. 183.000,00
5 Kawasan Parangtritis-Depok-Kwaru + Rp. 128.000,00
6 Kawasan Pegunungan Menoreh + Rp. 159.000,00
7 Kawasan Kasongan-Tembi-Wukirsari + Rp. 37.000,00

No Jenis Asal Tujuan Tarif


Transportasi
1 Kawasan Keraton Malioboro + Rp. 29.000,00
2 Kawasan Prambanan-Ratu Boko + Rp. 82.000,00

3 Kawasan Lereng Merapi + Rp. 135.000,00


Taksi Online
4 Terminal Giwangan Kawasan Karst Gunung Sewu + Rp. 165.000,00
(Grab, Gojek)
5 Kawasan Parangtritis-Depok-Kwaru + Rp. 108.000,00
6 Kawasan Pegunungan Menoreh + Rp. 168.000,00

7 Kawasan Kasongan-Tembi-Wukirsari + Rp. 32.000,00

12
Naskah Akademik
Untuk menambah daya tarik wisatawan yang datang ke DIY agar lebih
memilih menggunakan moda transportasi wisata yang telah tersedia baik di
bandara, stasiun maupun terminal adalah dengan meningkatkan kualitas
sarana prasana maupun pelayanan. Faktor utama yang selalu menjadi
pertimbangan wisatawan adalah dari segi tarif yang murah serta pelayanan
dan keamanan yang dapat menjamin perjalanan wisatawan. Hal ini tentu
perlu adanya sinergitas baik antara pemerintah daerah sebagai pembuat
kebijakan dengan pihak swasta sebagai pengelola moda angkutan
transportasi untuk meyakinkan maupun memberikan pelayanan dengan
baik bagi wisatawan yang masuk ke DIY untuk dapat
terintegrasi/terhubung dengan langsung dengan mudah menuju destinasi
wisata.
Pembangunan Yogyakarta International Airport (YIA) di Kulon Progo dan
pembangunan sarana prasarana pendukung lainnya diharapkan mampu
meningkatkan wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang
berkunjung dan menikmati destinasi wisata yang ada di DIY.

1.1.1.1.1.4 Antar Destinasi


Pengembangan dan Peningkatan aksesibilitas melalui stasiun, bandara
dan terminal membuka rute destinasi wisata di masing-masing objek wisata
di DIY, termasuk 7 (tujuh) kawasan yaitu:
a. Kawasan Kraton-Malioboro dan sekitarnya;
b. Kawasan prambanan-Ratu Boko dan sekitarnya;
c. Kawasan Lereng Merapi dan sekitarnya;
d. Kawasan Karst Gunung Sewu dan sekitarnya;
e. Kawasan Parangtritis-Depok-Kwaru dan sekitarnya;
f. Kawasan Pegunungan Menoreh dan sekitarnya;
g. Kawasan Kasongan-Tembi-Wukirsari dan sekitarnya

13
Naskah Akademik
Berikut gambaran dari pola perjalanan wisata antar 7 kawasan destinasi
wisata.

Dari gambar di atas terdapat pola perjalanan wisata pada 7 kawasan


destinasi wisata yang memiliki satu jalur aksesibilitas yang searah, seperti
halnya Kawasan Wisata Karst Gunung Sewu dengan Kawasan Wisata
Kasongan-Tembi-Wukirsari dan Kawasan Wisata Prambanan-Ratu Boko.

Aspek SDM pariwisata juga perlu ditingkatkan kapasitas dan


profesionalisme, terutama dalam menghadapi MEA. Pengelolaan produk
wisata juga perlu sentuhan yang profesional. Akomodasi, hotel dan
penginapan, rumah makan, restoran, cenderamata, marketing / media
komunikasi dan kebutuhan lainnya yang dapat menunjang sarana dan
prasarana pariwisata di DIY.

14
Naskah Akademik
Untuk meningkatkan kekuatan dan meraih peluang serta menjadikan
kelemahan dan tantangan sebagai kekuatan butuh pengelolaan secara
berkesinambungan.
Jaringan Trayek Perkotaan Trans Jogja dalam Peraturan Gubernur
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 16 Tahun 2017 juga memaparkan rute
dan trayek Jaringan Trayek Perkotaan Trans Jogja yang melewati destinasi
wisata yaitu terdapat 3 (tiga) trayek 1A, 2A, dan 3A, untuk rute-rutenya
akan dijelaskan di bawah ini :
1. 1A: Terminal Prambanan -KR Kalasan -Bandara Adisucipto
-Transmart Maguwo -Janti Selatan (bawah fly over Janti) -Ambarukmo
Plaza (hotel Royal Ambarukmo) -Gedung Wanitama (UIN Sunan
Kalijaga/Lippo Plaza) -XXI(LPP) -RS Bethesda(Mall Galeria) -Gondolayu
(Hotel Shantika) -Mangkubumi 1 -Mangkubumi 2 -Malioboro 1 (Hotel
Inna Garuda/Sosrowijayan) -Malioboro 2 (Malioboro Mall)
-Malioboro 3 (Benteng Vredeburg, 0 km, Alun-Alun Utara, Keraton)
-Taman Pintar -Pakualaman -Kusumanegara -Gembiraloka (Gedung
Juang) -JEC -Blok O (RS Hardjolukito) -Janti Utara -Pasar Sambilegi
-Transmart Maguwo -Bandara Adisucipto -Portabel SD Sorogenen
Kalasan -KR Kalasan -Pasar Kalasan -RS Bhayangkara -Terminal
Prambanan
2. 2A: Terminal Condongcatur -Balai Manggung (Kentungan) -Monjali
-Terminal Jombor -Monjali -Karang Jati -SMA 11 -Jl. AM Sangaji
-Pasar Kranggan -Mangkubumi 1 (Tugu Pal Putih) -Mangkubumi 2
-Malioboro 1 (Hotel Inna Garuda/Sosrowijayan) -Malioboro 2
(Malioboro Mall) -Malioboro 3 (Benteng Vredeburg, 0 km, Alun-Alun
Utara, Keraton) -Taman Pintar -Hotel Purawisata (Gondomanan)
-Jogja Tronik -Pojok Benteng (Jokteng) Wetan -XT Square -RSI
Hidayatullah -Kehutanan -Diklat PU -Banguntapan (Jl. Gedongkuning)
-Gembiraloka- SGM-GOR Amongrogo -Mandala Krida -Portable Gayam
-Portable fly over Lempuyangan (Stasiun KA) -Kridosono (SMP 5) -RS

15
Naskah Akademik
Bethesda (Mall Galeria) -RS dr Yap -SMP 1 Yogyakarta -RS Panti Rapih
(Bundaran UGM) -UNY- Sanata Dharma -Santren (Susteran Gejayan)
-Terminal Condong Catur
3. 3A: Terminal Giwangan -Tegalgendu -Lapangan Karang -SMP 9
(Kotagede) -Kehutanan -Banguntapan (Jl.Gedongkuning) -JEC -RS
Hardjolukito (Blok O) -Janti Utara -Transmart Maguwo -Pasar
Sambilegi -Bandara Adisucipto -Lotte Mart (SMK 1 Depok) -Instiper
-Portable Polsek Depok Timur -UPN (AMIKOM) -Hartono Mall
-Terminal Condongcatur -Balai Manggung (Kentungan) -Portable Jl.
Kaliurang -Portable Fak. Biologi UGM -RS Sardjito -KOPMA UGM
-Portable Jl. Cik Di Tiro -Gramedia (Korem) -Kridosono (SMP 5)
-Raminten -Hotel Shantika (Tugu Pal Putih) -Pasar Kranggan- SMP 14
(Samsat) -Jlagran (Barat Stasiun Tugu) -Malioboro 1 (Hotel Inna
Garuda/Sosrowijayan) -Malioboro 2 (Malioboro Mall) -Malioboro 3
(Benteng Vredeburg, 0 km, Alun-Alun Utara, Keraton) -RS PKU (Jl.
Ahmad Dahlan) -Terminal Ngabean -Jokteng Kulon -Plengkung Gading
(Alun-Alun Kidul) -Pojok Benteng (Jokteng) Wetan -Lowanu -Portabel
Universitas NU (UNU) -RS Wirosaban (Nitikan) -Tegalturi -Terminal
Giwangan.

1.1.1.1.1.5 Internal Destinasi


Ketentuan undang-undang yang baru tersebut, menurut (Pasal 1
angka 5 Undang-Undang N0. 74 tahun 2014 Trayek adalah lintasan
Kendaraan Bermotor Umum untuk pelayanan jasa Angkutan orang dengan
mobil Penumpang atau mobil bus yang mempunyai asal dan tujuan
perjalanan tetap, lintasan tetap, dan jenis kendaraan tetap serta berjadwal
atau tidak berjadwal.
Beberapa konsep penting patut diperhatikan dari istilah destinasi
yakni; ruang fisik, produk wisata, wisatawan, perjalanan, batas geografis,
manajemen serta stakeholders pariwisata. Dapat dijelaskan bahwa destinasi
merupakan unsur vital sekaligus penggerak utama bagi wisatawan dalam

16
Naskah Akademik
memutuskan perjalanan dan kunjungan ke suatu daerah atau negara,
konsep destinasi wisata dalam pandangan pelaku kegiatan Ensyclopedia of
Tourism menjelaskan destinasi dapat dikaitkan dengan origin yang
diartikan sebagai tempat yang diperlukan bagi wisatawan untuk
melewatkan waktu di luar kehidupan sehari-harinya. Keberhasilan suatu
destinasi ditentukan oleh: (i) atraksi, (ii) fasilitas, (iii) aksesibilitas, (iv)brand
image serta (v) harga (Gunawan, 2010) 4. Ditegaskan lagi oleh Inskeep (1991)
bahwa hal-hal yang penting untuk dikenali dari komponen destinasi di
antaranya;
a) akses wilayah dan jaringan transportasi internal yang
menghubungkan antar objek, fasilitas dan jasa pelayanan lainnya;
b) tipe dan lokasi atraksi yang terdapat di dalamnya, melingkupi
deskripsi kawasan, lingkungan serta aktifitas terkait lainnya;
c) jumlah, tipe dan lokasi akomodasi berikut dengan fasilitas jasa dan
pelayanan lainnya5.
Menurut Davidson dan Maitland (1997) pengembangan pariwisata di
daerah pada dasarnya berkaitan dengan 3 (tiga) hal pokok yaitu ekonomi,
sosial budaya, dan lingkungan6.. Di sisi lain, Gartner (1996) beranggapan
bahwa pariwisata adalah agen stimulus pembangunan di suatu daerah
karena pariwisata mampu mendukung penciptaan lapangan kerja,
mendatangkan pendapatan, dan meningkatkan pengembangan sarana-
prasarana wilayah, jaringan transportasi, peningkatan jumlah penduduk,
serta memicu masuknya sumber-sumber investasi dari luar daerah 7.

4
Gunawan, Mira. P. 2007. Leisure, Rekreasi, Pariwisata dalam Berbagai Dimensi
Metropolitan. Jurnal : Perencanaan Wilayah dan Kota. Vol 18 No.1, April, hlm. 49-
5
Inskeep, Edward.1991. Tourism Planning And Suistainable Development Approach.
Van Nostrand Reinblod, New York
6
Davidson, R. dan Maitland, R. 1997. Tourism Destinations. Hodder & Stoughton
London
7
Gatner, Wiliam C. (1996). Tourism Development Principles, Processes adan Policies.
USA: Van Nostrand Reinhold
17
Naskah Akademik
Pengembangan dan Peningkatan aksesibilitas melalui stasiun, bandara
dan terminal membuka rute destinasi wisata di masing-masing objek wisata
di DIY, termasuk 7 (tujuh) kawasan yaitu:
h. Kawasan Kraton-Malioboro dan sekitarnya;
i. Kawasan prambanan-Ratu Boko dan sekitarnya;
j. Kawasan Lereng Merapi dan sekitarnya;
k. Kawasan Karst Gunung Sewu dan sekitarnya;
l. Kawasan Parangtritis-Depok-Kwaru dan sekitarnya;
m. Kawasan Pegunungan Menoreh dan sekitarnya;
n. Kawasan Kasongan-Tembi-Wukirsari dan sekitarnya
Berikut gambaran dari pola perjalanan wisata di dalam internal di 7
kawasan destinasi wisata.

Berdasarkan gambaran pola perjalanan di atas pada masing-masing 7


kawasan wisata memiliki pola perjalanan dan tipologi yang berbeda
tergantung pada kondisi geografis pada masing-masing Kawasan Wisata.
Pengembangan destinasi wisata di suatu daerah tidak dapat dipisahkan
dari unsur aksesbilitas. Wisatawan yang berkunjung ke destinasi wisata
18
Naskah Akademik
tentu akan merasa aman dan nyaman dengan adanya moda transportasi
dengan rute trayek yang jelas khususnya menuju tempat destinasi wisata.
Perkembangan moda transportasi yang memiliki rute trayek yang jelas
di DIY baik melalui bandara, stasiun dan terminal menuju pusat kota
maupun beberapa wilayah disekitaran Kota Yogyakarta saat ini salah
satunya adalah adanya moda transportasi berupa Trans Jogja. Beberapa
jalur rute Trans Jogja yang melewati beberapa destinasi wisata seperti
kawasan Kraton-Malioboro dan kawasan Prambanan-Ratu Boko.

Berdasarkan Peraturan Mengenai Jaringan Transportasi per Kabupaten


yang berkaitan dengan 7 (tujuh) kawasan wisata.
1 RTRW Kabupaten Kulon Progo
Untuk salah satu kawasan wisata pengunungan menoreh dan
sekitarnya berada pada daerah administratif kecamatan Samigaluh
dan merupakan kawasan pegunungan/perbukitan yang membentang
di wilayah barat laut, terletak di sisi timur Kabupaten Purworejo, dan
sebagian Kabupaten Magelang.
Pada pasal 13 menjelaskan bahwa jaringan jalan di Kabupaten Kulon
Progo di bagi menjadi 3 (tiga) yaitu jalan nasional, jalan provinsi, dan
jalan kabupaten yang kemudian dikelompokkan berdasarkan fungsi
yaitu jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.
Kecamatan Samigaluh termasuk ke dalam pengembangan jalan
provinsi dikarenakan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Dan
untuk prasarana angkutan jalan Kecamatan Samigaluh memiliki
terminal penumpang tipe C. Selain itu juga di pasal 16 mengenai
jaringan transportasi perkotaan berupa jaringan trayek angkutan
penumpang yang melayani pergerakan penduduk antara perkotaan
Wates dengan ibukota kecamatan, Kecamatan Samigaluh termasuk ke
dalamnya yang dimana trayek angkutan penumpang yang melayani

19
Naskah Akademik
pergerakan penduduk yaitu dari Wates-Sentolo-Nanggulan-Dekso-
Samigaluh.
2 RTRW Kabupaten Bantul
Kawasan wisata Pantai Parangtritis terletak di Desa Parangtritis,
Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Dalam RTRW
Kabupaten Bantul sistem jaringan jalan di Kabupaten Bantul terdiri
dari jaringan jalan arteri primer, jalan kolektor primer, jalan kolektor
sekunder, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Kawasan pantai
Parangtritis termasuk ke dalam jaringan jalan kolektor primer dan
jalan lokal sekunder.
3 RTRW Kabupaten Sleman
Kawasan Lereng Merapi dan sekitarnya berada dalam administrasi
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada
dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Di kabupaten Sleman terdapat
jaringan jalan yaitu jalan bebas hambatan, jalan arteri primer, jalan
kolektor primer, dan jalan lokal. Selain itu juga terdapat terminal di
dekat kawasan lereng merapi dan sekitarnya yang dimana terdapat
terminal tipe B dan terminal tipe C.
4 RTRW Kabupaten Gunung Kidul
Kawasan wisata Karst Gunung Sewu adalah deretan pengunungan
yang terbentang memanjang di sepanjang pantai selatan Kabupaten
Gunung Kidul, Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah, hingga Kabupaten
Tulunggangung Jawa Timur. Khususnya di Kabupaten Gunung Kidul
di dalam RTRW mengatur mengenai jaringan jalan yang dimana
diantaranya jalan kolektor primer, jalan kolektor sekunder, jalan lokal
primer, jalan lokal sekunder, dan jalan lingkungan. Untuk terimanl di
Kabupaten Gunung Kidul terdapat terminal tipe A dan terminal tipe C.
5 RDTR Kota Yogyakarta

20
Naskah Akademik
Kawasan Keraton dan Malioboro terletak di pusat kota Yogyakarta
sehingga akses menuju lokasi kawasan wisata ini sangat mudah
dijangkau dengan berbagai moda transportasi.
Dalam RTRW Kota Yogyakarta sistem jaringan jalan di Kota
Yogyakarta sebagaimana di maksud adalah jalan arteri primer, jalan
arteri sekunder, jalan kolektor sekunder, jalan lokal, dan jalan
lingkungan.

1.1.1.1.1.6 Orientasi Kawasan Destinasi Wisata


Orientasi lapangan yang dilakukan pada beberapa kawasan wisata yang
telah ditentukan berdasarkan RIPARDA DIY terdapat 7 (tujuh) kawasan
wisata dengan beragam daya tarik wisata baik alam maupun buatan. Hasil
orientasi lapangan merujuk pada kondisi eksisting dari masing-masing
kawasan wisata tersebut dengan fokus utama berupa jaringan transportasi
angkutan wisata yang berada di kawasan wisata tersebut. Sebelum
penjelasan dari tiap kawasan wisata tersebut maka ditujukan terlebih
dahulu data-data mengenai kepariwisataan di Daerah Istimewa Yogyakarta
sebagai bahan awal kami dalam melanjutkan kajian pada tiap kawasan
wisata tersebut. Berikut data tabel mengenai jumlah objek wisata dan
pengunjung menurut kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta tahun 2017-2018.

Jumlah Obyek Wisata dan Pengunjung Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi


D.I.Yogyakarta, 2017-2018

2017 2018
Banyak Wisman Wisnus Banyak Wisman Wisnus
Kabupaten/Kota Obyek Obyek
Wisata Wisata

Kulonprogo 16 10.455 1.390 41 44.947 1.924.676


Bantul 53 10.493 9.130.657 47 21.288 8.819.154
Gunungkidul 11 21.067 3.225.929 14 22.759 3.032.525
21
Naskah Akademik
Sleman 46 262.071 6.552.487 61 291.776 7.606.312
Yogyakarta 23 297.695 5.049.608 23 219.332 4.533.019
D.I.Yogyakarta 149 601.781 25.349.012 186 600.102 25.915.686
Sumber: BPS Kabupaten Bantul, 2019

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pada tahun 2017 jumlah


wisatawan mancanegara mencapai 601.781 pengunjung. Sedangkan pada
tahun 2018 tingkat wisatawan mancanegara pada Provinsi DIY mencapai
600102. Berbeda halnya dengan wisatawan nusantara di DIY pada tahun
2017 mencapai 25.349.012 pengunjung yang mengalami jumlah
peningkatan pada tahun 2018 yang mencapai 25.915.686 pengunjung. Pada
tabel berikutnya menjelaskan mengenai jumlah biro perjalanan dan biro
paket wisata di Provinsi DIY sebagai berikut.

Jumlah Biro Perjalanan, Pramuwisata, Restoran, dan Rumah Makan di


Provinsi D.I.Yogyakarta 2017-2018
Uraian Deskripsi 2017 2018

Biro Perjalanan 695 863


Umum/Wisata
1. Biro 570 742
Perjalanan/Wisata
2. Cabang Biro 19 19
Perjalanan/Wisata
3. Agen 106 102
Perjalanan/Perjala
nan Wisata
Pramuwisata 1.221 1.269
Restaurant 1.163
1. Talam Kencana -
2. Talam Gangsa 65
3. Talam Seloka
Rumah Makan 1.225 846
1. Tipe A 31 -

22
Naskah Akademik
Uraian Deskripsi 2017 2018

2. Tipe B 58 -
3. Tipe C 53 -
Sumber: BPS Kabupaten Bantul, 2019

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2017


dan tahun 2018 mengalami jumlah peningkatan biro perjalanan dan biro
wisata. Hal ini diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun-tahun
mendatang melihat perkembangan wisata yang semakin masif apabia
dilakukan pengoptimalan terhadap pelayanan dan manajemen pengelolaan
wisata yang terintegasi terhadap pada kawasan wisata tersebut. Selanjutnya
berkaitan dengan elemen amenitas wisata kemudian berikut ditampilkan
berupa data jumlah usaha dan sarana pariwisata di Provinsi DIY tahun
2018.

Jumlah Usaha dan Sarana Pariwisata di Provinsi D.I. Yogyakarta 2018

Usaha/Sarana Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta D.I.


Yogyakarta
Usaha
Perjalanan
5 85 23 269 180 562
Wisata
Cabang Biro
Perjalanan
- - - 19 - 19
Wisata
Agen
Perjalanan
12 59 - 17 14 102
Wisata
Sarana
Pendukung

1. Pramuwisata 101 78 840 124 126 1.269


2. Gedung
Pertemuan
9 9 51 5 19 93

23
Naskah Akademik
Usaha/Sarana Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta D.I.
Yogyakarta
3. Industri
Kerajian
- 56 54 41 - 151
4. Atraksi
Budaya
54 85 - 320 - 459
5. Desa/Kampu
ng Wisata
10 39 19 41 - 126
Sumber: BPS Kabupaten Bantul, 2019

Berdasarkan tabel jumlah sarana dan prasarana pariwisata di Provinsi


DIY diatas diketahui bahwa pada usaha perjalanan wisata pada Provinsi DIY
mencapai 562 usaha, sedangkan pada sarana pendukung wisata di Provinsi
DIY mencapai 2.098 sarana. Hal ini diperkirakan akan mengalami
peningkatan pada tahun-tahun mendatang melihat perkembangan wisata
yang semakin masif.
Area survey lapangan meliputi seluruh wilayah yang telah ditetapkan
Riparda sebanyak 7 (tujuh) Kawasan DIY yaitu:
 Kawasan Kraton-Malioboro dan sekitarnya
 Kawasan Prambanan-Ratu Boko dan sekitarnya
 Kawasan Lereng Merapi dan sekitarnya
 Kawasan Karst Gunung Sewu dan sekitarnya
 Kawasan Parangtritis-Depok-Kwaru dan sekitarnya
 Kawasan Pengunungan Menoreh dan sekitarnya
 Kawasan Kasongan-Tembi-Wukirsari dan sekitarnya

Kawasan Kraton-Malioboro dan sekitarnya


Kawasan Keraton dan Malioboro sebagai kawasan wisata yang memiliki
peninggalan budaya yang beragam. Sehingga daya tarik dari kawasan ini
salah satunya dari sisi wisata budaya selain wisata belanja dan oleh-oleh.
Kawasan Keraton dan Malioboro ini termasuk kedalam kawasan konservasi,
bangunan yang dimiliki rata-rata memiliki umur yang tua, satu lantai dan
mencerminkan sifat kejawennya. Berikut gambaran dari Kawasan wisata
Keraton-Malioboro dan sekitarnya.
24
Naskah Akademik
Sumber: Dokumentasi, 2019

Gambaran lokasi Kawasan Wisata Keraton diatas memberikan


gambaran jenis wisata yang ditawarkan banyak menyentuh pada wisata
budaya meskipun pada beberapa spot wisata lain yang masih berada
pada kawasan wisata ini juga menyajikan jenis wisata yang beragam
seperti halnya wisata edukasi, wisata belanja dan wisata kuliner.

Kawasan Keraton dan Malioboro terletak di pusat kota Yogyakarta


sehingga akses menuju lokasi kawasan wisata ini sangat mudah
dijangkau dengan berbagai moda transportasi. Kondisi lalu lintasnya
pun terbilang padat khususnya pada hari libur atau weekend. Berikut
gambaran dari kondisi lalu lintas disekitar Kawasan Keraton dan
Malioboro.

Sumber: Dokumentasi, 2019

Berdasarkan gambaran kondisi lalu lintas di sekitar Kawasan


Wisata Keraton dan Malioboro diatas terlihat beberapa kendaraan
pribadi lebih banyak memenuhi area jalanan disekitar kawasan wisata

25
Naskah Akademik
ini. Hal ini dikarenakan untuk moda transportasi seperti bus pariwisata
tidak boleh melintasi area jalan tersebut dan sudah disediakan kantong
parkir untuk moda transportasi bus tersebut pada Kantong Parkir Abu
Bakar Ali, Ngabean dan spot lahan parkir yang berada diseberang Taman
Pintar. Tingkat kepadatan lalu lintas semakin meningkat pada hari libur
sehingga diperlukan adanya bentuk pengaturan dan managemen lalu
lintas yang tepat dalam mengatasi permasalahan ini, salah satunya
melalui penyediaan lahan parkir yang cukup bagi kendaraan pribadi
seperti motor dan mobil.

Kawasan Wisata Keraton dan Malioboro dapat ditempuh


menggunakan berbagai moda transportasi baik kendaraan pribadi
seperti halnya motor dan mobil maupun transportasi yang membawa
rombongan wisatawan seperti bus maupun mini bus yang kemudian
dapat di parkirkan pada beberapa spot lahan parkir yang telah
disediakan. Untuk angkutan wisata pada kawasan wisata ini tersedia
andong, sepeda dan becak yang dapat membantu wisatawan untuk
berkeliling kawasan wisata ini. Berikut gambaran dari salah satu
angkutan wisata di kawasan wisata ini.

Sumber: Dokumentasi, 2019

Angkutan wisata andong banyak ditemui disekitar kawasan wisata ini.


Tarif dari angkutan wisata ini juga terbilang terjangkau pada hari biasa
tarifnya mencapai angka Rp + 20.000-50.000,00 untuk sekedar berkeliling
disekitar kawasan wisata ini. Berbeda halnya dengan hari libur/weekend

26
Naskah Akademik
tarif yang dibayarkan dapat mencapai angka Rp + 100.000,00 bahkan lebih
tergantung pada tujuan wisatawan.
Lahan parkir di Kawasan Wisata Keraton dan Malioboro terbilang
memadai untuk moda transportasi bus, namun untuk moda transportasi
motor dan mobil masih terbilang minim khususnya pada saat hari libur
yang mengalami jumlah lonjakan kendaraan cukup tinggi. Selain itu
kawasan ini juga dilalui oleh rute trayek Trans Jogja sehingga memudahkan
wisatawan dalam memilih moda transportasi untuk berwisata. Jarak dari
tempat parkir baik tempat parkir bus maupun kendaraan pribadi terbilang
cukup dekat dengan destinasi wisata.

Kawasan Prambanan-Ratu Boko dan sekitarnya


Candi Prambanan merupakan salah satu kompleks candi yang terkenal
di Indonesia dan ditetapkan UNESCO sebagai situs warisan dunia pada
tahun 1991 selain Candi Borobudur. Tidak sama dengan Candi Borobudur
yang merupakan candi Buddha, Candi Prambanan adalah sebuah kompleks
candi Hindu. Kompleks Candi Prambanan juga disebut memiliki seribu buah
candi karena adanya cerita rakyat Roro Jonggrang, namun sebenarnya
hanya ada sekitar 240 candi di kompleks tempat wisata ini. Tempat wisata
ini menghadap timur, tetapi terdapat empat pintu masuk di masing-masing
mata angin. Gerbang utama candi ini adalah yang berada di sebelah timur.
Berbeda halnya dengan Candi Ratu Boko dimana situs ini berada di atas
bukit dengan ketinggian 200 mdpl. Bisa dibilang kawasan ini adalah sebuah
kawasan keraton yang cukup lengkap diantara keraton jawa lainnya.
Dimana kompleks bangunan ini cukup lengkap tediri dari pintu gerbang
masuk, pendopo, tempat tinggal, kolam pemandian, dan juga pagar
pelindung. Lokasi dari situs Ratu Boko terletak di Gatak, Bokoharjo,
Prambanan, Sleman. Tiket dapat dibeli terusan saat pembelian tiket Candi
Prambanan dengan tarif Rp+ 30.000- Rp 40.000,00. Sedangkan pembelian
tiket pada lokasi wisatanya langsung dikenakan tarif sebesar Rp +25.000,00.
Berikut gambaran dari lokasi wisata Kawasan Prambanan-Ratu Boko.

27
Naskah Akademik
Sumber: Dokumentasi, 2019

Berdasarkan gambaran kawasan wisata diatas Kawasan Wisata


Prambanan-Ratu Boko menyediakan sebuah kawasan wisata alam dengan
keindahan berupa peninggalan budaya Hindu. Destinasi wisata ini cukup
ramai pengunjung khususnya pada saat hari libur atau weekend sehingga
pengaturan lalu lintasnyapun juga perlu diperhatikan kaitannya dengan
tingkat kepadatan lalu lintas dan ketersediaan lahan parkir.

Tingkat kepadatan lalu lintas disekitar kawasan wisata ini cukup


tinggi khususnya pada hari libur. Kawasan Wisata ini berada di koridor
Jalan Solo dengan status Jalan Provinsi sehingga volume kendaraan cukup
tinggi khususnya pada lalu lalang angkutan barang. Kawasan wisata ini
dapat ditempuh dengan menggunakan berbagai moda transportasi seperti
halnya bus pariwisata, mini bus maupun kendaraan pribadi. Pada kawasan
wisata ini juga disediakan berupa shuttle bus yang dapat mengantarkan
wisatawan dari Candi Prambanan ke Ratu Boko . Berikut gambaran dari
kondisi lalu lintas di Kawasan Prambanan-Ratu Boko pada hari libur.

28
Naskah Akademik
Sumber: Dokumentasi, 2019

Tingkat kepadatan lalu lintas disekitar kawasan wisata ini cukup


padat terlihat pada gambaran dokumentasi diatas khususnya pada
kendaraan pribadi berupa motor dan mobil. Angkutan wisata yang terdapat
di kawasan wisata ini berupa shuttle bus. Pemberian tarif yang dikenakan
untuk shuttle bus ini cukup dengan Rp. 50.000 per orang untuk wisatawan
nusantara dan US Dollar 25 untuk wisatawan mancanegara, mereka
mendapatkan layanan transportasi gratis menuju Candi Ratu Boko. Berikut
gambaran dari shuttle bus dan angkutan transjogja di Kawasan Prambanan-
Ratu Boko.

Sumber: Dokumentasi, 2019

Berdasarkan dokumentasi diatas angkutan transportasi yang


digunakan pada kawasan wisata ini berada dalam trayek yang berupa
shuttle bus yang mampu menampung hingga 6-8 orang. Kawasan Wisata
Prambanan-Ratu Boko ini juga dilewati rute trans jogja sehingga
memudahkan bagi wisatawan yang ingin memilih moda transportasi yang
digunakan.

Kawasan Lereng Merapi dan sekitarnya


Kawasan Lereng Merapi ini memiliki banyak potensi seperti halnya
potensi alam yang menyuguhkan daya tarik wisata yang cukup menarik
seperti Lava Tour yang dikemas
dalam suatu paket wisata. Dengan

29
Naskah Akademik
menggunakan paket wisata ini pengelola kawasan wisata tersebut mampu
mengintegrasikan kegiatan ekonomi dan wisata yang berada di kawasan
tersebut. Gambaran lokasi kawasan wisata yang dimaksud dapat diamati
pada gambar berikut.

Sumber: Dokumentasi, 2019

Berdasarkan dokumentasi diatas kawasan wisata ini menyuguhkan


keindahan alam dan wisata alam berupa jeep adventure yang tentunya
memiliki daya tarik tersendiri. Kawasan wisata ini dapat ditempuh melalui
berbagai moda transportasi baik berupa bus pariwisata maupun kendaraan
pribadi. Namun yang menjadi kekurangan yakni pada ketersediaan lahan
parkir bagi moda transportasi bus yang masih minim. Angkutan wisata
sekaligus menjadi atraksi wisata pada kawasan wisata ini berupa jeep pada
Kawasan Wisata Lava Tour Merapi. Kemudian berbeda halnya dengan
Kawasan Wisata Kaliurang yang memiliki angkutan wisata berupa kereta
kelinci. Berikut gambaran dari angkutan wisata di Kawasan Lereng Merapi.

Sumber: Dokumentasi, 2019

Berdasarkan dokumentasi tersebut memberikan penjelasan mengenai


atraksi wisata yang terdapat di Kawasan Lereng Merapi. Pada kawasan ini
salah satu daya tarik tersendiri melalui transportasi wisata menggunakan

30
Naskah Akademik
mobil jeep dengan alur rute wisata yang cukup ekstrim melewati medan-
medan yang terjal dan berair sehingga daya tarik wisata ini cukup menarik
berbagai wisatawan. Rute perjalanan untuk menuju kawasan wisata ini
cukup terjal hingga membutuhkan moda transportasi yang cukup kuat
untuk menaiki tanjakan menuju ke tempat wisata ini.
Kondisi lahan parkir untuk kawasan wisata ini cukup memadai untuk
moda transportais motor dan mobil namun untuk moda transportasi bus
masih minim. Jarak dari tempat parkir menuju ke destinasi wisata cukup
dekat dan terjangkau. Berikut gambaran dari kondisi tempat parkir pada
Kawasan Wisata Lereng Merapi.

Sumber: Dokumentasi, 2019

Pada kondisi lahan parkir kawasan wisata ini terlihat lebih banyak
dipenuhi oleh jenis kendaraan pribadi seperti halnya mobil dan motor.

Kawasan Karst Gunung Sewu dan sekitarnya


Kawasan Karst Gunung Sewu memiliki topografi karst dengan ciri
khusus berupa ribuan bukit-bukit sisa proses pelarutan. Karst Gunung
Sewu ini dikategorikan sebagai satu kawasan karst di Indonesia dengan
jenis terbuka (bare/nackter karst) yang dicirikan oleh bentukan karst
berupa conical hills yang tidak dijumpai pada kawasan karst lain di dunia
(Adji, 2009). Tipe karst ini disebut sebagai residual cone karst atau karst
tower yang terlihat sebagai dataran planasi dengan kubah-kubah karst di
tengah-tengahnya (Haryono dan Day, 2004, dalam Adji, 2009). Morfologi
karst tower yang terbentuk tersebut merupakan kelanjutan dari
perkembangan karst tipe poligonal (Adji, 2009). Secara lebih rinci, karst di
Gunung Sewu dapat dibedakan menjadi tiga subtipe, yaitu poligonal, labirin,
31
Naskah Akademik
dan tower-cone (Haryono, 2000; Tim Fakultas Geografi, 2002, dalam
Santosa, 2015).
Berikut gambaran dari Kawasan Karst Gunung Sewu.

Berdasarkan dokumentasi tersebut terdapat beberapa keunikan


tersendiri yang menjadi daya tarik wisata pada kawasan wisata ini yaitu
berupa kawasan yang dilingkupi oleh bentang lahan karst yang membentuk
suatu pegunungan. Sistem pergerakan untuk mencapai kawasan wisata ini
melewati akses jalan yang cukup terjal. Moda transportasi yang dapat
digunakan untuk menempuh perjalanan hingga ke destinasi wisata ini
dapat menggunakan bis wisata, travel maupun kendaraan pribadi.

Ekologi dan Budaya Masyarakat Tatanan adat dan istiadat di kawasan


karst terutama Gunungsewu terus dipertahankan secara turun temurun,
antara lain budaya pulung-gantung yang sampai sekarang masih dijumpai
di masyarakat, tradisi nyadran, jathilan, bersih desa1 dan lain sebagainya.
Pemukiman yang tersebar tidak merata di kawasan karst Gunungsewu
merupakan manifestasi dari sistem ekologi karst, karena tidak setiap bagian
wilayah dapat menjadi hunian yang aman dan nyaman. Bahkan lebih dari
itu, tidak semua wilayah dapat mendukung kehidupan berkelanjutan dan
sistem sosial yang ada. Ancaman tekanan pertambahan penduduk terhadap
alam lebih disebabkan oleh faktor “survive”. Keadaan fisik kawasan yang
cenderung keras berhasil mengukir pribadi penduduk asli menjadi pribadi
yang memiliki semangat hidup tinggi, tabah, tekun dan tidak kenal
menyerah terhadap situasi yang ada. Kondisi alam telah memberikan andil

32
Naskah Akademik
dalam membentuk watak dan prilaku sosial bahkan juga konstruksi budaya
yang ada dalam masyarakat (Geerzt, 1976:7).

Sebagian besar masyarakat karst memiliki kecenderungan untuk


hidup dalam komunitas yang eksklusif dan menolak budaya-budaya dari
luar yang dianggap asing (Simanjuntak dkk., tanpa tahun). Mereka percaya
dan memegang teguh budaya lokal yang sudah secara turun temurun
menjadi pegangan hidup mereka sehari-hari. Corak sosial budaya khas
lainnya di kawasan karst adalah kuatnya kepercayaan atas nilai spiritual
yang dimiliki oleh beberapa gua yang disakralkan sebagai tempat bertapa,
antara lain: Gua Langse di Gunungkidul dan Gua Keruk di Wonogiri. Selain
itu Gua Maria di Gunungkidul dan Wonogiri merupakan tempat ziarah umat
Kristiani pada bulan Mei setiap tahunnya (Simanjuntak dkk., tanpa tahun).
Di gua-gua yang dipercayai telah memberikan kontribusi terhadap
kehidupan, biasa masyarakat melakukan ritual-ritual adat secara kolektif
dan berkala. Berdasarkan kajian etnoforestri masyarakat kawasan karst
Gunungsewu, diketahui bahwa pada masa penjajahan, baik masa
penjajahan Belanda maupun masa penjajahan Jepang, keduanya tidak
melakukan eksploitasi hutan di kawasan tersebut. Dengan demikian
ditengarai rusaknya hutan kawasan karst diindikasikan justru dilakukan
oleh kaum pribumi, dan pada akhirnya berimplikasi pada terganggunya
sistem ekologi yang ada di dalamnya. Terjadinya tanah tandus akibat
deforestasi menyebabkan hilangnya fungsi vegetasi sebagai “spon” di dalam
sistem hidrologi karst. Data hasil kajian etnoforestri masyarakat kawasan
karst Gunungsewu, menyebutkan bahwa deforestasi mulai marak terjadi
pada dekade 1960-an. Deforestasi ini dilakukan oleh masyarakat subsisten,
dan akhirnya meninggalkan bukit-bukit gersang. Potret flora kawasan karst
saat ini menunjukkan hadirnya jenis tanaman penghijauan yang
mendominasi hutan kawasan karst, seperti sengon, mahoni, akasia, dan
jati. Sentuhan antropogenik dalam pemulihan hutan/restorasi di kawasan
karst sangat dominan (Lies Rahayu, 2008).

33
Naskah Akademik
Untuk mengunjungi wisata ini tidak ada transportasi umum. Biasanya
para pengunjung menggunakan transportasi pribadi. Lalu lintas di sekitar
wisata Karst Gunung Sewu pada hari-hari libur selalu padat karena
biasanya wisatawan menggunakan transportasi bus rombongan. Selain itu
juga jalan yang terjal dan berkelok-kelok membuat lalu lintas menjadi sering
terjadi kemacetan pada hari-hari libur.

Kawasan Parangtritis-Depok-Kwaru dan sekitarnya


Kawasan wisata Pantai Parangtritis terletak di Desa Parangtritis,
Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Jogjakarta, sekitar 27 km sebelah
selatan Kota Jogjakarta dengan jalan yang relatif datar sehingga sangat
mudah dicapai. Dari arah Kota Yogyakarta terdapat dua jalur yang dapat
dilalui untuk mencapai kawasan ini. Jalur yang pertama adalah jalur lurus
Jogjakarta – Jalan Parangtritis – Kretek – Parangtritis. Jalur ini merupakan
jalur utama yang biasa digunakan wisatawan maupun masyarakat luas
pada umumnya. Jalur yang kedua adalah jalur Jogjakarta – Imogiri – Siluk –
Parangtritis. Jalur ini memang lebih jauh namun menjanjikan panorama
alam yang juga jauh lebih indah dan menakjubkan. Sepanjang perjalanan
naik turun bukit tersebut (jangan khawatir karena jalannya sudah lebar dan
beraspal halus) mata akan dimanjakan dengan areal persawahan yang luas
menghijau, sungai yang mengalir indah, serta deretan bukit karst. Dari atas
bukit, kita akan bisa menyaksikan pemandangan pohon-pohon yang
menghijau dari bukit-bukit di bawahnya. Udara dijamin sangat sejuk dan
segar, terlebih jika Anda pergi pada waktu pagi hari atau sore hari. Selain
itu Anda juga akan melewati lokasi Makam Raja-Raja Imogiri.Pantai
Parangtritis, adalah sebuah pantai di pesisir Samudra Hindia yang terletak
kira-kira 27 kilome ter sebelah selatan kota Yogyakarta.Parangtritis
merupakan objek wisata pantai yang cukup terkenal di Yogyakarta selain
objek pantai lainnya seperti Samas, Depok, Baron, Kukup, Krakal, dan lain-
lain.

34
Naskah Akademik
Wilayah pesisir selatan Jogja terdapat sekitar 13 obyek wisata pantai
yang semuanya memiliki pesona wisata. Namun entah mengapa
Parangtritis yang menempati urutan pertama dalam angka kunjungan
wisata, dibanding pantai-pantai lainnya. Mungkin dikarenakan
Parangtritis mempunyai keunikan pemandangan yang tidak terdapat pada
objek wisata lainnya yaitu selain ombak yang besar juga adanya gunung –
gunung pasir yang tinngi di sekitar pantai, dimana gunung pasir tersebut
biasa disebut gumuk. Kepercayaan masyarakat setempat tentang legenda
Nyi Roro Kidul juga dengan sendirinya melahirkan pesona tersendiri
sehingga mampu menyedot jumlah wisatawan lebih besar dibanding
pantai-pantai lainnya. Gambaran dari kondisi kawasan wisata tersebut
dapat diamati pada dokumentasi berikut.

Berdasarkan dokumentasi diatas pada Kawasan Parangtritis-


Depok-Kwaru memiliki sejumlah atraksi wisata yang cukup menarik
seperti halnya penyewaan ATV untuk mengelilingi disekitar kawasan
wisata tersebut dan adanya bendi atau kuda (delman) yang mengelilingi
disekitar pesisir pantai kawasan wisata tersebut. Untuk moda
transportasi yang dapat digunakan untuk mencapai kawasan wisata
tersebut dapat menggunakan bis dan kendaraan pribadi.

Adanya komplek kerajinan kerang, hotel bertaraf Internasional (Queen


of South), serta penyewaan paralayang, dokar wisata, kuda, dan motor
ATV (All-terrain Vechile), juga para penjual jagung bakar dan jajanan-
jajanan tradisional lainnya di Parangtritis ikut menyemarakkan pariwisata
di wilayah ini. Dipantai Parangtritis juga dapat sedikit naik ke bukit kecil
yang berada di sisi utara Pantai Parangtritis. Di sana banyak tersedia

35
Naskah Akademik
warung-warung kecil yang menawarkan pemandangan pantai yang
menakjubkan dari atas bukit. Sambil menikmati sebutir kelapa muda dan
jajanan ringan khas, Juga dapat merasakan angin pantai yang kencang
berhembus sambil menyaksikan pemandangan sepanjang garis Pantai
Parangtritis yang terlihat semua dari atas bukit tersebut. Jika
menginginkan medan yang lebih menantang dan bisa juga mengungjungi
Bukit Parangndog, yang terletak di sebelah timur Pantai Parangtritis,
pada perbatasan antara Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul.
Di Bukit Parangndog ini, terdapat sebuah tempat yang dikhususkan
untuk olahraga paralayang dan gantole. Untuk mencapai kawasan
tersebut medannya cukup berat dan menantang, namun sesampainya di
atas, semua akan terbayar lunas dengan pemandangan samudera luas
tanpa batas dan tak terhalang apapun, cocok sebagai tempat untuk
menanti matahari tenggelam. Selain itu, Disana juga akan disambut oleh
warung sederhana dengan sapaan Ibu penunggunya yang ramah. Di situ
juga merupakan tempat parkir motor dan mobil. Dengan berjalan kaki
naik ke atas diantara bebatuan kapur, Anda akan mencapai tempat yang
digunakan untuk take off gantole. Untuk mencapai kawasan wisata
Parangtritis tidak ada transportasi umum akan tetapi biasanya wisatawan
menggunakan transportasi pribadi.

Kawasan Pengunungan Menoreh dan sekitarnya


Pegunungan Menoreh yang terdapat pada Kabupaten Kulonprogo
adalah berada pada daerah administratif kecamatan Samigaluh dan
merupakan kawasan pegunungan/perbukitan yang membentang di wilayah
barat laut, terletak di sisi timur Kabupaten Purworejo, dan sebagian
Kabupaten Magelang. Hal ini sekaligus juga menjadi batas alamiah bagi
ketiga kabupaten tersebut. Perbukitan ini bukan bentuk vulkanik melainkan
terbentuk dari karang yang menjadikannya banyak memiliki perbukitan
kapur, memanjang mulai dari wilayah Bagelen ke utara hingga mencapai
sisi barat Kota Magelang. Kecamatan Samigaluh mencakup kawasan

36
Naskah Akademik
Pegunungan Menoreh terbagi dalam 5 desa yaitu Ngargosari, Pagerharjo,
Gerbosari, Sidoharjo, Banjarsari, Kebonharjo dan Purwoharjo. Potensi
perekonomian yang dimiliki oleh Kecamatan Samigaluh sangat banyak
mulai dari pertanian, peternakan, hutan, flora, fauna, industri,
perdagangan, dan potensi pariwisata. Para penduduk kebanyakan berprofesi
sebagai petani di kebun yang dimilikinya sendiri. Berikut gambaran dari
kondisi wisata pada kawasan Wisata Menoreh.

Berdasarkan dokumentasi diatas pada kawasan wisata ini memiliki


daya tarik berupa pemandangan alam yang sejuk dan indah. Rute
perjalanan untuk menempuh kawasan wisata ini juga cukup sulit melewati
alur jalan yang terjal dan menikung sehingga membutuhkan kehati-hatian
dalam mengendarai kendaraan yang digunakan. Moda transportasi yang
digunakan dapat berupa bis wisata maupun kendaraan pribadi.

Kemiringan lereng wilayah Kecamatan Samigaluh bervariasi dari datar


sampai sangat terjal. Dari segi geologi tersusun dari batuan andesit, breksi
andesit, aglomerat, tuf lapili, konglomerat, batu pasir dan batu gamping.
Penggunaan lahannya juga bervariasi seperti kebun, tegalan, permukiman,
sawah dan belukar. Kecamatan Samigaluh memiliki potensi alam yang
sangat baik yang tersebar di desa Ngargosari, Pagerharjo, Gerbosari,
Sidoharjo, Banjarsari, Kebonharjo dan Purwoharjo. Disekitar Kecamatan
Samigaluh juga terdapat beberapa objek wisata sejarah dan religi,
diantaranya adalah Sendangsono yang terletak di Kecamatan Kalibawang di
37
Naskah Akademik
sebelah timur Samigaluh dan juga Candi Borobudur yang terletak di utara
Samigaluh. Potensi objek dan jalur wisata tersebut dapat mempengaruhi
memberi dampak yang baik terhadap Kecamatan Samigaluh apabila
dimanfaatkan dan dikelola sebaik mungkin. Gambar 3.3 Persebaran Objek
Wisata di sekitar Kecamatan Samigaluh (Sumber : https://google.co.id/
Diakses 27 April 2015 pukul 15.40 WIB 40 ).Pusat Edukasi dan Rekreasi
Kopi ini merupakan suatu wadah atau bangunan permanen yang bersifat
publik atau diperuntukkan untuk umum yang mewadahi kegiatan rekreasi
dan edukasi Kopi di Menoreh Kulonprogo. Pemilihan lokasi Pusat Edukasi
dan Rekreasi Kopi di Menoreh Kulonprogo ini harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:

1. Harus sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang diatur dalam


Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) atau dokumen
perencanaan lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah
setempat.
2. Berada di sekitar perkebunan kopi untuk memudahkan proses
percontohan edukasi kopi
3. Lokasi mudah diakses/dicapai dari seluruh kota dengan kendaraan
umum maupun pribadi.
4. Mempunyai persyaratan luasan yang memadai.
5. Lingkungan sekitar merupakan fungsi yang dapat saling mendukung
dengan bangunan yang direncanakan sebagai objek wisata rekreasi
seperti dekat dengan objek wisata.
6. Tidak berjauhan dengan pemukiman warga pelaku sektor kopi
sebagai penunjang interaksi terhadap proses edukasi kopi.
7. Lokasi bukan merupakan kawasan olahan pertanian, daerah bebas
dari banjir, bau, asap, pencemaran air, dan debu.
8. Memiliki iklim yang menunjang untuk lokasi agrowisata tanaman
kopi baik secara ketinggian dari permukaan laut, suhu udara dan
juga kelembaban.

38
Naskah Akademik
Kawasan Kasongan-Tembi-Wukirsari dan sekitarnya
Kabupaten Bantul bisa dikenal salah satunya karena obyek wisata yang
dapat memikat para wisatawan. Obyek-obyek di Kabupaten Bantul
mempunyai potensi obyek wisata yang cukup besar yang meliputi: obyek
wisata alam, wisata budaya/sejarah, pendidikan, taman hiburan, dan sentra
industri kerajinan (handmade). Obyek wisata sentra industri kerajinan di
Kabupaten Bantul merupakan wujud fisik hasil budaya masyarakatnya
dalam memanfaatkan potensi lokal yang ada, baik menurut sumber daya
alam maupun sumber daya manusianya.

Potensi sumber daya di Kabupaten Bantul cukup beragam, oleh


karena itu ragam sentra industri kerajinan yang dihasilkan pun juga turut
beraneka ragam. Sentra industri kerajinan dilakukan oleh sekelompok
masyarakat di titik lokasi tertentu sehingga keberadaannya kemudian
dicanangkan sebagai desa wisata. Sejak tahun 1971-1972, Desa Wisata
Kasongan mengalami kemajuan cukup pesat. Sapto Hudoyo (seorang
seniman besar Yogyakarta) membantu mengembangkan Desa Wisata
Kasongan dengan membina masyarakatnya yang sebagian besar pengrajin
untuk memberikan berbagai sentuhan seni dan komersial bagi desain
kerajinan gerabah sehingga gerabah yang dihasilkan tidak menimbulkan
kesan yang membosankan dan monoton, tetapi dapat memberikan nilai seni
dan nilai ekonomi yang tinggi. Potensi sumberdaya berupa kerajinan-
kerajinan dan sentra industri ini dapat menjadi satu icon atau daya tarik
wisata yang mampu menarik wisatawan atraksi wisata yang ditawarkan.
Berikut merupakan gambaran dari kondisi Kawasan Kasongan-Tembi-
Wukirsari.

39
Naskah Akademik
Salah satu daya tarik wisata yang menjadi branding ke daerah atau
wisata luar yaitu Keramik Kasongan yang dikomersialkan dalam skala besar
oleh Sahid Keramik sekitar tahun 1980-an. Rute perjalanan untuk mencapai
kawasan wisata ini relatif mudah melalui jalan yang datar dan mudah untuk
diakses berbagai moda transportasi darat seperti bis maupun kendaraan
pribadi lainnya.

Hasil kerajinan dari gerabah yang diproduksi oleh Kasongan pada


umumnya berupa guci dengan berbagai motif (burung merak, naga, bunga
mawar dan banyak lainnya), pot berbagai ukuran (dari yang kecil hingga
seukuran bahu orang dewasa), souvenir, pigura, hiasan dinding, perabotan
seperti meja dan kursi, dll. Namun kemudian produknya berkembang
bervariasi meliputi bunga tiruan dari daun pisang, perabotan dari bambu,
topeng-topengan dan masih banyak yang lainnya. Hasil kerajinan tersebut
berkualitas bagus dan telah diekspor ke mancanegara seperti Eropa dan
Amerika. Biasanya desa ini sangat ramai dikunjungi oleh wisatawan yang
berkunjung ke Yogyakarta. Kawasan wisata ini dapat dijadikan kawasan
wisata edukasi. Tempat ini juga cocok didatangi oleh siswa sekolah. Para
wisatawan dapat langsung belajar, bagaimana membuat gerabah yang baik
dan benar. Pada dasarnya, cara pembuatan gerabah dapat dilakukan
dengan cara manual. Biasanya cara seperti ini digunakan untuk membuat
pajangan yang halus,dan memiliki nilai artistic, seperti: guci, pot, atau
jambangan, dan segala benda yang memiliki bentuk silinder.
Pengaturan terhadap moda transportasi di kawasan internal destinasi
wisata DIY, secara lebih detail telah diatur di dalam Rencana Umum
40
Naskah Akademik
Jaringan Transportasi Jalan (RUJTJ) dan retribusinya dan telah menjadi
kewenangan kabupaten dan kota. Hal ini dikuatkan dengan adanya
beberapa regulasi yang mengatur didalamnya. Berikut ini adalah beberapa
regulasi yang mengatur kawasan internal destinasi wisata di DIY:

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 19 Tahun 2015 tentang


Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam


mendukung pembangunan daerah sebagai bagian dari upaya memajukan
kesejahteraan masyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan untuk
memantapkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem


transportasi harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan
keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan
angkutan jalan untuk mendukung pembangunan ekonomi dan
pengembangan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,
kemandirian daerah berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan
keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan
potensi daerah.

Peraturan daerah ini mengatur Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas


dan, Angkutan Jalan, ruang Lalu Lintas, Perlengkapan Jalan, Terminal,
fasilitas parkir umum dan fasilitas pendukung.

Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2019 tentang


Penyelenggaraan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran


masyarakat perlu adanya penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan

41
Naskah Akademik
yang mendukung dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan
masyarakat akan ketersediaan transportasi yang baik, aman, dan nyaman
semakin bertambah, sehingga perlu ada penataan dan regulasi yang dapat
menjamin kepastian hukum di bidang lalu lintas dan angkutan jalan
sebagai bagian dari sistem transportasi.

Peraturan daerah ini mengatur tentang manajemen dan rekayasa lalu


lintas, manajemen kebutuhan lalu lintas, angkutan jalan, sistem informasi
dan komunikasi transportasi dan peran serta masyarakat dalam
transportasi lalu lintas. Dalam peraturan daerah ini juga telah diatur
bagaimana pemerintah Kota Yogyakarta memberikan batasan ruang
terhadap transportasi pariwisata untuk stabilitas lalu lintas, yaitu dengan
menyediakan terminal barang maupun sentral parkir angkutan pariwisata.

Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2016


Tentang Moda Transportasi Tradisional Becak Dan Andong

Di dalam peraturan daerah ini telah diatur diantaranya


penyelenggaraan transportasi tradisional di DIY, pelestarian serta
pengawasan dan pembinaan terhadap keberadaan transportasi tradisional
yang dalam hal ini adalah berupa transportasi becak dan andong hingga
aturan spesifikasi moda transportasi tradisional.

Hal ini juga bertujuan untuk menata dan mengatur penyediaan


fasilitas moda transportasi bagi mereka wisatawan yang berkunjung ke
destinasi-destinasi wisata di DIY.

Berikut ini adalah peta ilustrasi internal destinasi wisata di DIY:

42
Naskah Akademik
Gambar Peta Ilustrasi Internal Destinasi Wisata
Didalam internal kawasan destinasi wisata di DIY tersedia beberapa
atraksi yang menjadi andalan suatu destinasi wisata itu sendiri, seperti
halnya keberadaan atraksi jeep advanture dan kereta kelinci di kawasan
lereng merapi, atraksi berupa ATV, bendi, dan kuda yang bisa dinikmati di
kawasan Pantai Parangtritis hingga kereta mini yang beroperasi di internal
destinasi wisata Candi Prambanan.
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor Pm 108
Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan
Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek telah memberikan kepastian hukum
terhadap aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan, kesetaraan,
keterjangkauan, dan keteraturan serta menampung perkembangan

43
Naskah Akademik
kebutuhan masyarakat dalam penyelenggaraan angkutan umum. Di dalam
regulasi ini juga telah diatur diantaranya:
a. Jenis pelayanan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor
Umum Tidak dalam Trayek;
b. Pengusahaan Angkutan;
c. Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor
Umum Tidak dalam Trayek dengan aplikasi berbasis teknologi
informasi;
d. Pengawasan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum
Tidak dalam Trayek;
e. Peran serta masyarakat; dan
f. Sanksi administratif

Wisatawan baik domestik maupun mancanegara cukup menyambut baik


adanya atraksi berupa moda transportasi tidak dalam trayek seperti halnya
jeep advanture di kawasan Lereng Merapi, terlebih wisatawan mancanegara
yang lebih mengutamakan segi keselamatan dan keamanan serta guarantee.

C. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang terkait dengan Penyusunan


Norma
Relevansi asas-asas materiil pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik dengan pengaturan Angkutan Pariwisata dapat
diuraikan sebagai berikut:

D. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada, Serta


Permasalahan di Masyarakat
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi
di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah
Istimewa Yogyakarta di bagian selatan dibatasi Lautan Indonesia,
sedangkan di bagian timur laut, tenggara, barat dan barat laut dibatasi

44
Naskah Akademik
oleh wilayah provinsi Jawa Tengah. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta
yang terletak antara 70.33’- 80.12’ Lintang Selatan dan 1100.00’ - 1100.50’
Bujur Timur, tercatat memiliki luas 3.185,80 km 2 atau 0,17% dari luas
Indonesia merupakan provinsi terkecil setelah Provinsi DKI Jakarta yang
terdiri dari; Kabupaten Kulonprogo dengan luas 586,27 km 2 (18,40%),
Kabupaten Bantul dengan luas 506,85 km2 (15,91%), Kabupaten
Gunungkidul dengan luas 1.485,36 km2 (46,63%), Kabupaten Sleman
dengan luas 574,82 km2 (18,0 %) dan Kota Yogyakarta dengan luas 32,50
km2 (1,02%) (BPS DIY,2019)8.
Peranan Transportasi
Peranan transportasi dalam mengembangkan dunia pariwisata
sangatlah penting. Bahkan untuk obyek wisata yang sangat bagus dan
menarik, namun tanpa d itunjang dengan aksesibilitas yang memadai tidak
akan mampu pengunjung/wisatawan secara maksimal. Beranjak dari
kondisi yang ada bahwa pariwisata merupakan kegiatan perjalanan yang
tentunya sangat tergantung pada aksesibilitas dan ketersediaan sarana
transportasi. Dengan tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang
memadai akan mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan
yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan perekonomian wilayah.
Selain itu angkutan pariwisata di DIY diperlukan selain untuk
mempermudah aksesibilitas wisatawan, juga dikarenakan hal-hal sebagai
berikut:
a) Pelayanan angkutan umum regular yang nyaman seperti Bus
Trans Jogja saat ini hanya mencangkup wilayah perkotaan
Yogyakarta saja, diperlukan angkutan serupa yang melayani
daerah luar perkotaan Yogyakarta. Misalnya untuk melayani
kunjungan ke objek wisata, karena pelayanan angkutan umum
regular diobyek wisata kurang diminati oleh wisatawan, hal ini
terbukti dengan kondisi pada saat liburan, lokasi akses di sekitar
8
Badan Pusat Statistik Provinsi DIY Tahun 2019

45
Naskah Akademik
obyek wisata macet akibat penggunaan kendaraan pribadi yang
melebihi kapasitas jalan.
b) Bus Trans Jogja masih belum bisa mengatasi permasalahan
kemacetan di Yogyakarta.
c) Pengoperasian Bus Wisata di dalam perkotaan Yogyakarta
salah satunya bertujuan untuk menanggulangi kemacetan didalam
perkotaan Yogyakarta akibat meningkatnya jumlah wisatawan yang
menggunakan kendaraan pribadi.
d) Sementara itu, jaringan jalan yang digunakan untuk perjalanan
wisata sebagian besar merupakan jalan nasional atau jalan provinsi
dengan lebar rata-rata 7 meter. Selain itu, merupakan jalan
kabupaten atau kota yang berdasarkan hasil survai sudah cukup
bagus dan memenuhi syarat untuk dilalui oleh kendaraan bus
sedang. Perlengkapan lainnya adalah lampu penerangan jalan,
marka dan guardrail untuk wilayah yang melalui
lereng/perbukitan.
Permasalahan kondisi jalan pada perjalanan wisata perkotaan, maka
permasalahan yang mendasar adalah kapasitas jalan yang berkurang
dengan adanya parkir dan PKL diruas jalan/trotoar yang kemudian
berdampak pada penurunan kecepatan kendaraan yang melintas akibat
gangguan dari kegiatan parkir dan PKL.
Dilakukan agar rencana angkutan umum wisata bisa dinyatakan
layak secara teknis, ekonomis, finansial, lingkungan, sosial, serta
komersial. Untuk melihat kelayakan teknis operasional, maka pelayanan
angkutan wisata ini dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melihat pada
Keputusan Menteri Perhubungaan Nomor PM 117 Tahun 2018 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek . Dalam peraturan
tersebut disebutkan bahwa Angkutan Pariwisata adalah angkutan dengan
menggunakan mobil bus umum yang dilengkapi dengan tanda-tanda
khusus untuk keperluan pariwisata atau keperluan lain diluar pelayanan

46
Naskah Akademik
angkutan dalam trayek, seperti untuk keperluan keluarga dan sosial
lainnya.
a. Angkutan Pariwisata
Pada Pasal 31 disebutkan bahwa pelayanan angkutan pariwisata
merupakan pelayanan angkutan dari daerah-daerah wisata yang tidak
dibatasi oleh wilayah administratif, atau untuk keperluan lain diluar
pelayanan angkutan dalam trayek, antara lain untuk keperluan keluarga
dan sosial, denganciri-ciri:
a. mengangkut wisatawan atau rombongan;
b. pelayanan angkutan dari dan ke daerah tujuan wisata atau tempat
lainnya;
c. dilayani dengan mobil bus;
d. tidak masuk terminal.
Mobil bus yang dioperasikan untuk keperluan pariwisata atau
keperluan lain diluar pelayanan angkutan dalam trayek sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. dilengkapi label dan sticker yang bertuliskan"PARIWISATA" yang
dilekatkan secara permanen pada kaca depan kiri dan kaca
belakang kanan mobil bus;
b. dilengkapi logo perusahaan, nama perusahaan dan nomor urut
kendaraan yang dilekatkan secara permanen pada dinding kiri dan
kanan mobil bus;
c. dilengkapi tulisan"Angkutan Pariwisata" yang dilekatkan secara
permanen pada dinding kiri dan kanan mobil bus.
e. bentuk tulisan, ukuran dan identitas tanda khusus angkutan
pariwisata
Sehingga dari peraturan tersebut dapat disampaikan bahwa angkutan
pariwisata yang akan direncanakan ini merupakan angkutan umum tidak
dalam trayek untuk mengangkut wisatawan dari dan kedaerah tujuan
wisata yang dilayani dengan mobil bus.

47
Naskah Akademik
Penyelenggaraan angkutan umum pariwisata ini untuk perijinannya
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Dalam hal
operasionalnya diawasi bersama antara Dinas Perhubungan Komunikasi
dan Informatika DIY dengan Dinas Pariwisata DIY. Dalam hal
operasionalnya, pihak Dinas Pariwisata DIY dapat menunjuk GIPI
(Gabungan Industri Pariwisata Indonesia) sebagai pengelola dengan
ketentuan untuk mengikutsertakan pelaku/operatoryang selamain itelah
memberikan pelayanan angkutan umum dengan pola perjalanan dan
kualitas yang hampir-mirip.
Dari sisi ekonomis, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bahwa
kehadiran angkutan umum pariwisata akan memberikan dampak berupa
meningkatnya kunjungan wisatawan keobyek wisata, dari sisi komersial
keberadaaan angkutan ini akan memberikan daya tarik bagi wisatawan
untuk berkunjung ke DIY. Sehingga dengan peningkatan jumlah
wisatawan, pada lokal obyek wisata akan terjadi peningkatan ekonomi
wilayah, selain itu diharapkan bahwa dengan adanya angkutan pariwisata
ini akan memperpanjang waktu tinggal wisatawan diDIY dan semakin
mengukuhkan peran penting DIY dalam dunia pariwisata nasional dan
internasional, sehingga pemasukan dari sektor ini akan semakin
meningkat dengan demikian efek berantai yang ditimbulkan adalah
tumbuhnya perekonomian warga lokal secara langsung atau peningkatan
PDRB dengan Konsep CBT ( Comunity Base Tourism ) dalam hal penyediaan
prasarana pariwisata yang terdistribusi merata seperti rumah makan,
Home Stay, hotel, pusat oleh-oleh dan kerajinan tangan yang tentu saja
akan ikut meningkatkan lapangan usaha dalam memenuhi kebutuhan
wisatawan.
Dari aspek lingkungan,peningkatan kapasitas jalan tetapi tidak
memepengaruhi lingkungan pelayananangkutan pariwisata menggunakan
prasarana jalan yang sudah ada sehingga tidak akan memberikan
perubahan yang berarti terhadap jumlah panjang jalan yang ada terkait

48
Naskah Akademik
dengan pelayanan ini. Diharpkan dengan adanya angkutan wisata ini,
akan mampu mengurangi penggunaan kendaraan pribadi atau sewa tetapi
tidak sesuai dengan aspek dan perundang undangan yang berlaku (dasar
hukum berdasar kapasitas jalan dan peraturan dari dephub perhubungan
dan ripparda DIY yang terbarukan yang selama ini sering digunakan dalam
kunjungan wisatawan ke obyek wisata. Dengan demikian, angkutan
pariwisata ini diharapkan akan ikut mengurangi kemacetan yang terjadi
akibat tidak berimbangnya antara kapasitas jalan dan jumlah kendaraan
pribadi yang melintas. Dampak yang ditimbulkan selanjutnya adalah
pengurangan jumlah emisi gas buang kendaraan bermotor (pribadi),
sehingga akan ikut meningkatkan kualitas lingkungan. Agar lebih
mempermudah minat wisatawan dalam menggunakan angkutan wisataini,
maka diperlukan penyebaran informasi terkait operasional Perjalanan
wisata melalui website yang dapat diakses oleh pengguna atau calon
pengguna.
Pariwisata di Indonesia memiliki keunikan dan keanekaragaman yang
cukup tinggi. Kondisi ini jelas teramati pada persebaran variasi pariwisata
di seluruh provinsi di Indonesia. Hal inilah yang kemudian menjadikan
banyak wisatawan berkunjung untuk menikmati indahnya berbagai wisata
baik wisata alam maupun wisata buatan.
Pariwisata dalam kedudukannya sebagai salah satu pilar
pembangunan nasional semakin menunjukan peran yang sangat penting
sebagai penerimaan devisa, pendapatan daerah, pengembangan wilayah,
ataupun dalam penyerapan investasi dan tenaga kerja di berbagai wilayah
di Indonesia (DIY, 2016) 9. Perkembangan pariwisata DIY menimbulkan
dampak berganda pada kegiatan sub-sektor di luar pariwisata seperti
niaga, transportasi, informasi, komunikasi dan sebagainya. Meskipun
pertumbuhan pariwisata sangat pesat, banyak sektor yang perlu
ditingkatkan kualitasnya, terutama berkaitan dengan kebutuhan
9
DIY, 2016, September 1, Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan DIY, Retrieved
Oktober 25, 2019, from Pemda DIY: www.pemprovjogja.go.id
49
Naskah Akademik
wisatawan salah satunya transportasi. Dengan adanya angkutan khusus
pariwisata, banyak keuntungan yang diperoleh, bukan hanya untuk
wisatawan namun bagi seluruh sektor yang berkaitan. Berikut beberapa
keuntungan yang didapatkan dari adanya angkutan pariwisata:
1. Menambah jumlah wisatawan dengan tersedianya angkutan
pariwisata tentunya wisatawan akan dapat merancang kunjungan
ke berbagai obyek wisata dengan lebih mudah tanpa direpotkan
dengan perencanaan sarana transportasi yang akan digunakan.
Mengurangi kemacetan di daerah tujuan wisata; dengan adanya
angkutan pariwisata regular tentu. Penggunaan kendaraan pribadi
akan berkurang sehingga kemacetan yang terjadi di daerah tujuan
wisata akan semakin berkurang.
2. Mengurangi potensi kecelakaan; adanya angkutan pariwisata
reguler akan mengurangi jumlah kendaraan yang menuju obyek
wisata dan secara tidak langsung akan mengurangi potensi
kecelakaan yang mungkin terjadi.
3. Menghemat biaya wisata; adanya angkutan pariwisata regular
membuat calon wisatawan tidak perlu secara khusus menyewa
kendaraan yang membutuhkan biaya yang lebih mahal.
4. Menghemat energi; secara makro dengan semakin berkurangnya
kendaraan, energi yang digunakan untuk transportasi juga dapat
dihemat.
5. Mengurangi polusi; berkurangnya kendaraan dan pemakaian energi
transportasi juga akan mengurangi polusi yang terjadi akibat
pemakaian kendaraan (Basuki & Setiadi, 2015).

Model angkutan pariwisata DIY perlu direncanakan secara cermat


untuk mendukung terwujudnya daerah ini sebagai daerah tujuan wisata

50
Naskah Akademik
terkemuka di Asia Tenggara dengan mensinergikan angkutan umum yang
sudah ada. Beberapa hal yang dapat diusulkan sebagai model angkutan
pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta adalah:
a. Menggabungkan fungsi wisata dan layanan Trans Jogja yang sudah
ada; dapat diwujudkan dengan memasukkan perjalanan wisata
tersebut menjadi trayek Trans Jogja Khusus Wisata pada area
layanan perkotaan dengan jenis kendaraan dan biaya perjalanan
yang berbeda. Dengan sistem ini tiket yang diberlakukan dapat
menggunakan sistem tiket yang berlaku untuk kurun waktu sehari.

b. Adanya layanan dengan bis atap terbuka khusus untuk wisata


perkotaan, sehingga dapat lebih menarik minat wisatawan dan akan
mengurangi penggunaan kendaraan pribadi untuk tujuan wisata.
c. Bis Angkutan Khusus Pariwisata; dilakukan dengan pengadaan bis
khusus pariwisata untuk jalur-jalur obyek wisata yang potensial
secara teratur. Jalur ini memanfaatkan jejaring pihak perhotelan
dan pihak perusahaan perjalanan. Rute bis ini melalui hotel-hotel
dan memanfaatkan halte bis Trans Jogja menuju lokasi obyek
wisata. Untuk rute bis angkutan khusus pariwisata bisa dilakukan
dengan beberapa alternatif, yaitu: (1) rute tunggal, yang
dimaksudkan untuk perjalanan dari Kota Yogyakarta menuju arah
obyek-obyek wisata potensial dengan tempat perhentian hotel-hotel
dan halte Trans Jogja kemudian menuju lokasi wisata dengan
berhenti di halte khusus pada obyek wisata tujuan, (2) rute
terintegrasi, dimaksudkan untuk perjalanan dari Kota Yogyakarta
menuju ke wilayah daerah tingkat II dan berhenti pada halte
khusus pariwisata di wilayah daerah-daerah tingkat II, kemudian
penumpang berpindah pada halte tersebut dan berganti angkutan
khusus pariwisata dari wilayah daerah tingkat II menuju obyek
wisata.

51
Naskah Akademik
Dalam Perencanaan Penyediaan Akses Transportasi Obyek Wisata di
Daerah Istimewa Yogyakarta (2013), pariwisata merupakan kegiatan
perjalanan yang tentunya sangat bergantung pada aksesibilitas dan
ketersediaan sarana transportasi. Tersedianya sarana dan prasarana
transportasi yang memadai akan mampu meningkatkan jumlah kunjungan
wisatawan yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan perekonomian
wilayah. Dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2009 disebutkan beberapa
usaha pariwisata yaitu meliputi: daya tarik wisata, kawasan pariwisata, jasa
transportasi wisata, jasa perjalanan wisata, jasa makanan dan minuman,
penyediaan akomodasi, penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi,
penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konfrensi dan pameran,
jasa informasi pariwisata, jasa konsultan pariwisata, jasa pramuwisata,
wisata tirta, dan spa. Transportasi menjadi salah satu aspek penting dalam
mendukung kebutuhan wisatawan dalam berwisata.
Perkembangan dari destinasi pariwisata di Indonesia khususnya di
Daerah Istimewa Yogyakarta tidak selamanya mengalami peningkatan baik
pada perkembangan jumlah wisatawan maupun pada aspek lain yang
berhubungan dengan perkembangan pariwisata di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Fluktuasi yang terjadi pada perkembangan pariwisata ini dirasa
wajar terjadi dikarenakan oleh banyak faktor. Salah satunya melalui adanya
faktor penentu keberhasilan dalam pengembangan destinasi wisata tersebut
baik melalui inovasi strategi maupun manajemen perusahaan yang terkelola
dengan baik. Berikut ini skema faktor penentu dalam keberhasilan
pengembangan DIY sebagai destinasi wisata.

52
Naskah Akademik
Faktor Penentu dalam Keberhasilan Pengembangan DIY sebagai
Destinasi Wisata
Sumber: Arahan Pengembangan Kawasan Pariwisata DIY, 2018
Berdasarkan skema diatas secara umum menjelaskan mengenai faktor
penentu dalam keberhasilan pengembangan DIY sebagai destinasi wisata
melalui beberapa aspek yang meliputi: daya tarik wisata, aksesibilitas,
amenitas, pemberdayaan masyarakat, citra, promosi, keterpaduan dan
sinkronisasi serta sumber daya manusia yang memadai. Kesuksesan
perkembangan pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak terlepas dari
adanya peran dukungan fasilitas infrastruktur yang ada di Daerah istimewa
Yogyakarta yang mampu melengkapi pemenuhan kebutuhan pariwisata
secara lebih memadai.
Pada pasal 21 (b) Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2014 tentang
angkutan jalan, angkutan orang untuk keperluan pariwisata termasuk
dalam kategori angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam
trayek. Pengertian Angkutan Pariwisata adalah angkutan dengan
menggunakan mobil bis umum yang dilengkapi dengan tanda-tanda khusus
untuk keperluan pariwisata atau keperluan lain diluar pelayanan angkutan
dalam trayek. Sejalan dengan Visi Pembangunan DIY Tahun 2025, yaitu
mewujudkan DIY sebagai Pusat Pendidikan, Budaya, dan Daerah Tujuan
Wisata Terkemuka di Asia Tenggara dalam lingkungan masyarakat yang

53
Naskah Akademik
maju, mandiri, dan sejahtera yang ditempuh dengan Program
Pengembangan Destinasi Pariwisata, mutlak diperlukan sarana dan
prasarana yang memadai untuk memfasilitasi para wisatawan. Salah
satunya berupa sarana angkutan pariwisata. Angkutan pariwisata yang ada
selama ini belum secara khusus direncanakan dengan baik. Selama ini para
wisatawan hanya mengandalkan angkutan pariwisata yang dibuat dengan
paket-paket wisata oleh biro perjalanan dan travel serta menggunakan
kendaraan carter atau kendaraan pribadi untuk menuju daerah tujuan
wisata yang dikehendaki.
Selain itu pada Peratuan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2017 tentang
keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan disebutkan bahwa pelayanan
angkutan pariwisata merupakan pelayanan angkutan dari dan ke daerah-
daerah wisata yang tidak dibatasi oleh wilayah administratif, atau untuk
keperluan lain di luar pelayanan angkutan dalam trayek, antara lain untuk
keperluan keluarga dan sosial.
Dalam pelaksanaannya juga diterbitkan Peraturan Menteri
Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 46 Tahun 2014, tentang
Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor
Umum Tidak Dalam Trayek, yang juga mengatur persyaratan angkutan
pariwisata. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011
tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun
2010-2025, menyebutkan bahwa arah kebijakan penyediaan dan
pengembangan sarana transportasi meliputi pengembangan dan
peningkatan kemudahan akses dan pergerakan wisatawan menuju destinasi
dan pengembangan dan peningkatan kenyamanan dan keamanan
pergerakan wisatawan menuju destinasi.
Data kunjungan wisatawan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang
didominasi oleh wisatawan domestik atau Nusantara menunjukkan adanya
potensi yang sangat menjanjikan bila diadakan angkutan pariwisata reguler
dan terjadwal karena hal ini dapat menarik lebih banyak wisatawan

54
Naskah Akademik
domestik. Berikut gambarannya dapat diamati pada grafik perkembangan
wisatawan ke DIY tahun 2014-2018.

Grafik Perkembangan Wisatawan ke DIY tahun 2014-2018


Sumber: Statistik Kepariwisataan DIY, 2018
Berdasarkan grafik perkembangan wisatawan diatas diketahui bahwa
pada selama kurun waktu 4 (empat) tahun yaitu dari tahun 2014 hingga
tahun 2018 mengalami peningkatan jumlah wisatawan baik nusantara
maupun mancanegara. Selain data jumlah wisatawan diatas dapat pula
diamati pada tabel berikut perkembangan lama tinggal wisatawan DIY tahun
2013-2017.
Tabel Perkembangan Lama Tinggal Wisatawan DIY tahun 2013-2017

Sumber: Arahan Pengembangan Kawasan Pariwisata DIY, 2018


Berdasarkan tabel perkembangan lama tinggal wisatawan DIY diatas
diketahui bahwa lama tinggal wisatawan baik nusantara maupun

55
Naskah Akademik
mancanegara masih tergolong rendah, perlu adanya inovasi dan kreasi agar
wisatawan tertarik untuk eksplorasi jogja dalam jangka waktu yang lama.
Dalam kerangka pengembangan destinasi pariwisata, terdapat beberapa
masalah utama yang harus dhadapi yaitu 1) perubahan iklim dan bencana
alam; 2) ketersediaan konektivitas dan infrastruktur yang belum optimal; 3)
kesiapan masyarakat disekitar destinasi pariwisata yang belum optimal dan
4) kemudahan investasi yang masih belum optimal. Selain itu permasalahan
juga dihadapi dalam hal promosi pariwisata yang cenderung belum optimal
hal ini dikarenakan pada beberapa alasan yaitu 1) belum adanya acuan riset
pasar yang komprehensif; 2) strategi komunikasi pemasaran yang belum
terpadu; 3) sinergi kemitraan pemasaran yang masih belum optimal; 4)
kegiatan promosi masih berjalan parsial dan 5) citra positif yang masih
belum kuat (Renstra Kemenpar Tahun 2018-2019)10.
E. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur
dalam Peraturan Daerah Transportasi Angkutan Pariwisata terhadap
aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban
keuangan negara
Dewasa ini perkembangan akan teknologi transportasi juga berdampak
bagi kemajuan alat transportasi yang digunakan olehmasyarakat. Berbagai
alat transportasi banyak menjamur di berbagai kota, termasuk juga kota
yogyakarta. berbagai sarana alat trasnportasi seperti bus kota, taxi, delman
atau andong, becak sampai sepeda banyak digunakan oleh masyarakat
untuk melakukan pergerakan atau perpindahan.
Dalam penglolaan transportasi umum tentu saja memiliki kaitan
dengan ilmu administrasi publik, dalam hal kepentingan publik sebagai
tujuan dari kegiatan administrasi Negara/publik. Penglolaan transportasi
umum adalah kepentingan sebagian masyarakat pengguna transportasi
umum terutama di kawasan pariwisata. Kepentingan yang seharusnya
diperjuangkan oleh para administrator publik adalah kepentingan publik.

10
Renstra Kementerian Pariwisata Tahun 2018-2019
56
Naskah Akademik
Kepentingan publik sering di kompetisikan dengan kepentingan –
kepentingan lain dan dalam banyak kesempatan dikorbankan. Hal ini
dapat dilihat dalam pengambilan keputusan tentang apa yang harus
dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, dimana dikerjakan, yang
sering kali tidak sejalan dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
a. Manajemen Lalu Lintas Pada Transportasi
Manajemen lalu lintas meliputi kegiatan perencanaan, pengatuan,
pengawasan dan pengendalian lalu lintas suatu moda transportasi.
Manajemen lalu lintas betujuan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban,
dan kelancaran lalu lintas dan dilakukan antaran lain dengan :
a. Peningkatan kapasitas jalan, persimpangan, dan/atau jaringan jalan.
b. Pemberian prioritas bagi jenis kendaraan atau pemakai jalan
tertentu.
c. Penyesuaian antara permintaan perjalanan dengan tingkat pelayanan
tertentu dengan mempertimbangkan keterpaduan intra dan antar
moda.
d. Penetapan sirkulasi lalu lintas, larangan atau perintah bagi pemakai
jalan. (Zulfiar Sani 2010:38)23 .
Dalam manajemen lalu lintas pada transportasi di bagi menjadi
beberapa kegiatan yaitu perencanaan, pengaturan, pengawasan dan
pengendalian lalu lintas. Jika transportasi merupakan sebuah pergerakan
atau mobilitas manusia dari satu tempat ke tempat yang lain dengan
menggunkan angkutan. Fungsi dari transportasi itu sendiri dapat
menggerakan roda ekonomi dari satu daerah yang telah ada transportasi,
karena kegiatan masyarakat di daerah tersebut sudah lebih berkembang
dari daerah yang tidak atau belum ada sistem lalu lintas.

b. Keterkaitan Pariwisata dan Transportasi


Undang – Undang Nomor 10 tahun 2009 Pasal 1 ayat (4) menjelaskan
bahwa kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan

57
Naskah Akademik
pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul
sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara
wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah,
pemerintah daerah, dan pengusaha. Berdasarkan data statistik dalam
RPJMD DIY perkembangan jumlah wisatawan mancanegara masih tergolong
lambat sehingga implikasinya adalah perlunya daya tarik wisata berkelas
internasional dengan pemasaran efektif,

Dalam ayat (5)11 daya tarik wisata merupakan segala sesuatu


yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa
keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia
yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Disamping
itu, kapasitas pelayanan pariwisata harus ditingkatkan seperti
halnya industri pariwisata dalam ayat (9) 12 menyatakan bahwa
industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling
terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi
pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan
pariwisata.
Goeltom (2007) menyebutkan bahwa transportasi menjadi hal
yang sangat penting dalam pariwisata.Perkembangan pariwisata
dalam negeri menuntut perkembangan bidang perjalanan pula.
Pertumbuhan dan pengembangan pariwisata yang terus-menerus
harus disertai denganpeningkatan kualitas destinasi dengan
menciptakan tuntutan yang lebih baik didalam transportasi 13.
Budiartha (2011), menyatakan bahwa salah satu tantangan
yang utama dalam studi dampakinfrastruktur transportasi adalah
untuk mengidentifikasi kaitan antara infrastrukturtransportasi dan

11
Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Pasal 1 ayat (4)
12
Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Pasal 1 ayat (9)
13
Goeltom, 2007. Transportasi dan Pariwisata. Direktori UPI
58
Naskah Akademik
industri pariwisata dan mengetahui derajat ketergantungan
infrastrukturtransportasi terhadap industri-industri tersebut 14.

Bagaimana suatu rancangan fasilitas transportasi dapat


mendukung peningkatan wisatawan dan akses yang menjadikan
suatu kawasan destinasi yang memiliki daya tarik luar biasa dan
menguntungkan dari segi peningkatan keuangan dapat ditawarkan.
Dalam Perencanaan Penyediaan Akses Transportasi Obyek
Wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta (2013), pariwisata merupakan
kegiatan perjalanan yang tentunya sangat tergantung pada
aksesibilitas dan ketersediaan sarana transportasi. Dengan
tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang memadai akan
mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan yang pada
akhirnya akan mampu meningkatkan perekonomian wilayah.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50
Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Nasional Tahun 2010 – 2025, Arah kebijakan penyediaan dan
pengembangan sarana transportasi meliputi pengembangan dan
peningkatan kemudahan akses dan pergerakan wisatawan menuju
destinasi dan pengembangan dan peningkatan kenyamanan dan
keamanan pergerakan wisatawan menuju destinasi. Kebijakan ini
dilakukan dengan meningkatkan ketersediaan, kecukupan kapasitas
angkut moda transportasi dan mengembangkan keragaman atau
diversifikasi jenis moda transportasi sebagai sarana pergerakan
wisatawan menuju destinasi danpergerakan wisatawan didDestinasi
pariwisata sesuai kebutuhan dan perkembangan pasar. Pembangunan
aksesibilitas pariwisata ini diselenggarakan oleh pemerintah,

14
Budiartha, Nyoman R.M., 2011. Peranan Transportasi Dalam Pariwisata, Studi Kasus :
Pemilihan Daerah Tujuan Wisata (Dtw/Destinasi) Oleh Wisatawan Di Bali, Jurnal Ilmiah
Teknik Sipil Vol. 15, No. 2, Juli 2011.
59
Naskah Akademik
pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, swasta dan masyarakat.

c. Statistik Pariwisata DIY


Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2012-2025, dikatakan bahwa kemajuan dan
kesejahteraan yang makin tinggi telah menjadikan Pariwisata sebagai bagian
pokok dari kebutuhan atau gaya hidup manusia, dan menggerakkan jutaan
manusia untuk mengenal alam dan budaya ke belahan atau kawasan-
kawasan dunia lainnya.
Kedudukan sektor pariwisata sebagai salah satu pilar
pembangunan nasional semakin menunjukkan posisi dan peran yang
sangat penting sejalan dengan perkembangan dan kontribusi yang
diberikan baik dalam penerimaan devisa, pendapatan Daerah,
pengembangan wilayah, maupun dalam penyerapan investasi dan
tenaga kerja di berbagai wilayah di Indonesia. Dinamika dan
tantangan dalam konteks regional dan global, telah menuntut suatu
perencanaan dan pengembangan sektor pariwisata yang memiliki
jangkauan strategis, sistematis, terpadu, dan sekaligus komprehensif
mencakup keseluruhan komponen pembangunan kepariwisataan yang
terkait, baik dari aspek industri pariwisata, destinasi pariwisata,
pemasaran,maupun kelembagaan.
Statistik pertumbuhan kepariwisataan Daerah Istimewa
Yogyakarta dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan
perkembangan yang menggembirakan, hal ini dapat diperlihatkan
dengan pertumbuhan kunjungan wisatawan yang disajikan pada tabel
berikut.
Tabel Pertumbuhan Kunjungan Wisatawan di DIY

60
Naskah Akademik
d. Potensi Angkutan Parwisata
Pelayanan angkutan pariwisata yang ada di wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta saat ini didominasi oleh moda kendaraan pribadi, sedangkan
angkutan pariwisata dengan menggunakan bus merupakan kendaraan
carter yang digunakan oleh rombongan wisatawan. Penggunaan angkutan
umum reguler oleh wisatawan sangat kurang yang salah satu
kemungkinannya adalah tidak adanya pelayanan angkutan umum dalam
melayani trayek menuju obyek wisata yang diaanggap nyaman dan murah
tetapi juga aksebilitas menuju destinasi wisata yang heterogen ( spesifikasi
jalan berdasar carrying capacity dan space capacity / daya dukung jalan
/aksebilitas ).
Perlu diperhatikan aksesibilitas untuk mendukung kegiatan dan
aktivitas wisatawan karena tidak semua lokasi wilayah dapat diperlakukan
sama untuk pengelolaan pariwisata dan mempertimbangkan daya dukung.
Pada tahun 1964, J.A. Wagar memperkenalkan sebuah konsep The
Carrying Capacity of Wild Lands for Recreation sebuah konsep yang dikenal
sebagai Daya Dukung Rekreasi( Recreational Carrying Capacity) yang
merupakan penerapan dari prinsip teori diatas kedalam sebuah kawasan
rekreasi.
Diantara prinsip tersebut adalah : (1) pengkarakteristikan daya dukung
berfungsi sebagai kepemilikan yang melekat pada sebuah lokasi yang dapat
ditentukan, daya dukung bukan merupakan suatu nilai yang tetap, (2) Daya
dukung tergantung pada kebutuhan dan nilai dari manusia dan hanya
dapat ditentukan dalam hubungannya dengan tujuan pengelolaan, (3)
Kebutuhan yang melebihi batas dapat dikurangi dengan melakukan
tindakan pengelolaan seperti zonasi, tindakan persuasif dan pengelolaan
komunitas15.

15
Alan Wagar. (1964). The Carryng Capacity Of Wild Lands For Recreation. Society Forest
Science, Washington D.C
61
Naskah Akademik
Dengan kondisi yang ada saat ini yang terjadi adalah masalah
kemacetan saat musim liburan dimana hal ini justru menimbulkan
ketidaknyamanan bagi wisatawan. Disamping itu ada keengganan
wisatawan domestik lokal untuk menikmati wisata di daerah sendiri saat
liburan dikarenakan masalahkenyamanan dan keamanan dalam perjalanan
menuju obyek wisata. Melihat data kunjungan wisatawan di Daerah
Istimewa Yogyakarta yang didominasi oleh wisatawan domestik/nusantara,
sangatlah potensial apabila diadakan angkutan pariwisata yang dibuat
reguler dan mempunyai jadwal sehingga dapat menarik lebih banyak
wisatawan domestik. Beberapa keuntungan apabila diadakan angkutan
khusus pariwisata secara reguler adalah :
1. Wisatawan bertambah.
Dengan tersedianya angkutan pariwisata tentunya wisatawan akan
dapat merancang kunjungan ke berbagai obyek wisata dengan lebih
mudah tanpa direpotkan dengan perencanaan sarana transportasi
yang akan digunakan. Wisatawan lokal khususnya dan tentunya
juga wisatawan manca negara akan semakin tertarik dengan
memanfaatkan angkutan ini yang mestinya juga menjadi lebih
murah biayanya.
2. Mengurangi kemacetan didaerah tujuan wisata.
Dengan adanya angkutan pariwisata reguler tentunya penggunaan
kendaraan pribadi sedikit banyak akan berkurang, sehingga
kemacetan yang terjadi di daerah tujuan wisata akan semakin
berkurang.
3. Mengurangi potensi kecelakaan.
Dengan adanya angkutan pariwisata reguler akan mengurangi
jumlah kendaraanyang menuju obyek wisata, secara tidak langsung
tentunya mengurangi potensikecelakaan yang mungkin terjadi.
4. Menghemat biaya wisata.

62
Naskah Akademik
Dengan adanya angkutan pariwisata reguler tentunya calon
wisatawan tidak perlusecara khusus untuk mengadakan/menyewa
kendaraan yang membutuhkan biaya yang lebih mahal.
5. Penghematan energi.
Secara makro dengan semakin berkurangnya kendaraan, pemakaian
energi untuk transportasi juga dapat dihemat.
6. Mengurangi polusi.
Dengan berkurangnya kendaraan dan pemakaian energi transportasi
juga akan mengurangi polusi yang terjadi akibat pemakaian
kendaraan.
Perencanaan angkutan umum wisata bisa dinyatakan layak secara
teknis, ekonomis,finansial, lingkungan, sosial, serta komersial. Untuk
melihat kelayakan teknis operasional, maka pelayanan angkutan wisata ini
dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melihat pada Peraturan Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor PM 117 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan
angkutan orang tidak dalam trayek. Dalam peraturan tersebut disebutkan
bahwa Angkutan Pariwisata adalah angkutan dengan menggunakan mobil
bus umum yang dilengkapi dengan tanda-tanda khusus untuk keperluan
pariwisata atau keperluan lain diluar pelayanan angkutan dalam trayek,
seperti untuk keperluan keluarga dan sosial lainnya.
Selain itu pada Pasal 31 disebutkan bahwa pelayanan angkutan
pariwisata merupakan pelayanan angkutan dari dan ke daerah-daerah
wisata yang tidak dibatasi oleh wilayah administratif, atau untuk keperluan
lain diluar pelayanan angkutan dalam trayek, antara lain untuk keperluan
keluarga dan sosial. Hal ini juga didukung dengan adanya Peraturan
Pemerintah Nomer 74 tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. Dalam
pelaksanaannya juga diterbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik
Indonesia Nomor PM 46 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Minimal
Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek,

63
Naskah Akademik
dimana didalamnya juga mengatur tentang persyaratan angkutan
pariwisata.
Dalam Perencanaan Penyediaan Akses Transportasi Obyek Wisata di
Daerah Istimewa Yogyakarta (2013), dari sisi ekonomis bahwa kehadiran
angkutan umum pariwisata akan memberikan dampak berupa
meningkatnya kunjungan wisatawan ke obyek wisata, dari sisi komersial
keberadaaan angkutan ini akan memberikan daya tarik bagi wisatawan
untuk berkunjung ke DIY. Sehingga dengan peningkatan jumlah wisatawan,
pada lokal obyek wisata akan terjadi peningkatan ekonomi wilayah, selain
itu diharapkan bahwa dengan adanya angkutan pariwisata ini akan
memperpanjang waktu tinggal wisatawan di DIY dan semakin mengukuhkan
peran penting DIY dalam dunia pariwisata nasional dan internasional,
sehingga pemasukan dari sektor ini akan semakin meningkat dengan
demikian efek berantai yang ditimbulkan adalah tumbuhnya perekonomian
warga dalam hal penyediaan prasarana pariwisata yang terdistribusi merata
seperti rumah makan, hotel,pusat oleh-oleh dan kerajinan tangan yang
tentu saja akan ikut meningkatkan lapangan usaha dalam memenuhi
kebutuhan wisatawan.
Model Angkutan Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta perlu
direncanakan secara cermat untuk mendukung mewujudkan DIY sebagai
daerah tujuan wisata terkemuka di Asia Tenggara dengan mensinergikan
angkutan umum yang sudah ada. Beberapa hal yang bisa diusulkan sebagai
model angkutan pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta adalah:
1. Menggabungkan fungsi wisata dan layanan Trans Jogja yang sudah
ada. Dapat diwujudkan dengan memasukkan perjalanan wisata
tersebut menjadi trayek Trans Jogja Khusus Wisata pada area layanan
perkotaan dengan jenis kendaraan dan biaya perjalanan yang berbeda.
Dengan sistem ini, maka tiket yang diberlakukan dapat menggunakan
sistem tiket yang berlaku untuk kurun waktu sehari.

64
Naskah Akademik
2. Adanya layanan dengan bus atap terbuka khusus untuk wisata
perkotaan, sehingga dapat lebih menarik minat wisatawan, sehingga
akan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi untuk tujuan wisata.
3. Bus Angkutan Khusus Pariwisata.
Dilakukan dengan pengadaan bus khusus pariwisata untuk jalur-jalur
obyek wisata yang potensial yang teratur. Jalur ini dengan
memanfaatkan jejaring pihak perhotelan dan pihak tour travel. Rute
diawali melalui hotel-hotel dan juga memanfaatkan halte dari Trans
Jogja menuju lokasi obyek wisata. Untuk rute busangkutan khusus
pariwisata bisa dilakukan dengan beberapa alternatif, yaitu :
1) Rute tunggal, dimaksudkan adalah perjalanan dari Kota
Yogyakarta menuju arah obyek-obyek wisata potensial dengan
tempat perhentian hotel-hotel, halte Trans Jogja baru menuju arah
lokasi wisata dengan berhenti di halte khusus pada obyek wisata
tujuan.
2) Rute terintegrasi, dimaksudkan adalah perjalanan dari Kota
Yogyakarta menuju ke wilayah daerah tingkat II dan berhenti pada
halte khusus pariwisata diwilayah daerah daerah tingkat II
kemudian penumpang berpindah pada halte tersebut dan
digantikan dengan angkutan khusus pariwisata dari wilayah
daerah tingkat II menuju obyek wisata.

65
Naskah Akademik
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


2 Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Undang-Undang Dasar 1945 pasca-amandemen mengatur mengenai
pemerintahan daerah, yaitu dalam Bab VI Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal
18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18
untuk diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Selanjutnya Pasal 18 ayat
(2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah Kota, dan kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan.” Pasal ini menjadi dasar konstitusional
bagi daerah (dalam hal ini DIY) untuk melaksanakan otonomi daerah, yaitu
mengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri, yang diwujudkan dengan
membentuk peraturan daerah. Otonomi yang diserahkan kepada
pemerintah provinsi adalah sebagaimana diatur selanjutnya pada Pasal 18
ayat (5), yaitu, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
urusan pemerintah pusat.” Keleluasaan pemerintah provinsi untuk
melaksanakan otonomi daerah yang seluas-luasnya tersebut ditunjang
dengan ketentuan Pasal 18 ayat (6) yang menyatakan, “Pemerintahan
daerah berhak menetapkan peratur-an daerah dan peraturan-peraturan lain
untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”. Dengan demikian
jelas bahwa secara konstitusional Pemerintah DIY mempunyai kewenangan
untuk melaksanakan otonomi daerah yang seluas-luasnya dan tugas
pembantuan dengan hak untuk menetapkan peraturan daerah.

66
Naskah Akademik
3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang
wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
1) Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan;
2) Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam
dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya
manusia; dan;
3) Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak
negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan
penataan ruang sebagai mana diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang ini,
meliputi:
a. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis
kabupaten/kota.
b. Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
c. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
d. Kerja sama penataan ruang antar kabupaten/ kota.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, rencana tata ruang wilayah
provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota mencakup ruang
darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi.
Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang
wilayah provinsi.
b. Pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang.
c. Rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Rencana tata ruang wilayah kabupaten, ditinjau kembali 1 (satu) kali
dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang

67
Naskah Akademik
berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial
negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan
dengan Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau
kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Rencana tata ruang
wilayah kabupaten ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten.
Berkaitan dengan pengertian kebijaksanaan, pemerintah dalam
membuat keputusan yang berkaitan dengan kebijaksanaan pembangunan
daerah (otonom) tentu akan mengandung beberapa konsekuensi, baik positif
maupun negatif. Prinsip dasar yang harus dipegang teguh oleh pembuat
kebijaksanaan dalam mengeluarkan produk negara adalah bahwa
kebijaksanaan tersebut harus menyentuh kepentingan dan kebutuhan
rakyat secara adil, berdampak positif dan diterima oleh masyarakat dengan
baik. Ada tiga hal penting yang harus dipatuhi dalam merumuskan
kebijaksanaan otonomi, yaitu:
a. Kebijaksanaan otonomi harus berpedoman pada ketentuan yang ada.
b. Kebijaksanaan otonomi harus berorientasi pada kepentingan umum
pada masa depan. Orientasi ini harus mempunyai sasaran program
yang jelas dan terarah sehingga deviasi atas tujuan dapat
diminimalkan.
c. Kebijaksanaan otonomi harus berorientasi pada strategi pemecahan
masalah yang terbaik. Untuk itu, perlu dipertimbangkan hubungan-
hubungan baik yang melatarbelakangi kebijaksanaan itu maupun
dampak yang dapat ditimbulkan oleh kebijaksanaan tersebut 30
Dari pertimbangan-pertimbangan di atas, maka dalam menentukan
kebijaksanaan otonomi kepada daerah minimum ada ukuran pendekatan-
pendekatan yang dapat digunakan. Pendekatan tersebut antara lain :
a. tujuan otonomi daerah;
b. sasaran otonomi daerah; dan
c. makna otonomi daerah dalam pemerintahan3116
16 30
Widjaya HW. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakart. PT. Raja Grafindo Persada. 2002. Hal. 3
68
Naskah Akademik
Peraturan Daerah sebagai salah satu peraturan perundang-
undangan tingkat daerah, dibuat untuk menyelenggarakan pemerintahan
daerah. Pemerintahan Daerah adalah satuan pemerintahan teritorial
tingkat lebih rendah yang berhak mengatur dan mengurus urusan rumah
tangga sendiri. Urusan rumah tangga daerah bisa bersumber dari otonomi
daerah dan bisa pula berasal dari tugas pembantuan (medebewind).
Sistem otonomi yang diberlakukan sekarang berdasarkan UU No 23
Tahun 2014 dan perubahannya adalah otonomi seluas-luasnya. Atas dasar
itu, UU No. 23 Tahun 2014 memberikan kewenangan otonomi kepada
Daerah Kabupaten/Kota yang (hanya) didasarkan pada asas desentralisasi
dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Kewenangan
otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
pemerintahan yang mencakup kewenangan di bidang politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, serta kewenagan bidang
lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan
Bab I Pasal 1 dinyatakan bahwa Kepariwisataan adalah keseluruhan
kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta
multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan
negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesame
wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha. Pembangunan
adalah suatu proses perubahan kearah yang lebih baik yang di dalamnya
meliputi upaya-upaya perencanaan, implementasi dan pengendalian,dalam
rangka penciptaan nilai tambah sesuai yang dikehendaki. Pembangunan
kepariwisataan diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan
kepariwisataan dengan memperhatikan keaneka ragaman, keunikan, dan
kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata.
Pembangunan kepariwisataan nasional meliputi:

31
Op.Cit. Manan Bagir. Hal. 136

69
Naskah Akademik
a. Destinasi Pariwisata
b. Pemasaran Pariwisata
c. Industri Pariwisata
d. Kelembagaan Kepariwisataan
Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam
satu atau lebih wilayah administrative yang di dalamnya terdapat Daya
Tarik Wisata, Fasilitas Umum, Fasilitas Pariwisata, aksesibilitas,serta
masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya
Kepariwisataan. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki
keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keaneka ragaman kekayaan
alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan
kunjungan wisatawan. Aksesibilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana
dan prasarana transportasi yang mendukung pergerakan wisatawan dari
wilayah asal wisatawan ke Destinasi Pariwisata maupun pergerakan di
dalam wilayah Destinasi Pariwisata dalam kaitan dengan motivasi
kunjungan wisata.
Prasarana Umum adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan
yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan
berfungsi sebagaimana semestinya. Fasilitas Umum adalah sarana
pelayanan dasar fisik suatu lingkungan yang diperuntukkan bagi
masyarakat umum dalam melakukan aktifitas kehidupan keseharian.
Fasilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana yang secara khusus 16
ditujukan untuk mendukung penciptaan kemudahan, kenyamanan,
keselamatan wisatawan dalam melakukan kunjungan ke Destinasi
Pariwisata. Pemasaran Pariwisata adalah serangkaian proses untuk
menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan produk wisata dan
mengelola relasi dengan wisatawan untuk mengembangkan kepariwisataan
dan seluruh pemangku kepentingannya. Industri Pariwisata adalah
kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan
barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam

70
Naskah Akademik
penyelenggaraan pariwisata. Kelembagaan kepariwisataan adalah kesatuan
unsur beserta jaringannya yang dikembangkan secara terorganisasi,
meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat, sumber
daya manusia, regulasi dan mekanisme operasional, yang secara
berkesinambungan guna menghasilkan perubahan ke arah pencapaian
tujuan di bidang Kepariwisataan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan pasal 8
menyebutkan bahwa Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan
rencana induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana
induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk pembangunan
kepariwisataan provinsi, dan rencana induk pembangunan kepariwisataan
kabupaten/kota. Rencana induk pembangunan kepariwisataan
kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota.
Penyusunan rencana induk pembangunan kepariwisataan dilakukan
dengan melibatkan pemangku kepentingan. Rencana induk pembangunan
kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi perencanaan
pembangunan industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran, dan
kelembagaan kepariwisataan.
5 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
Pada pasal 148 Jaringan Trayek dan kebutuhan Kendaraan Bermotor
Umum ditetapkan oleh :
- Menteri bertanggung jawab di bidang sarana prasarana lalu lintas dan
angkutan jalan untuk jaringan trayek dan kebutuhan kendaraan
bermotor umum antarkota antarpropvinsi dan perkotaan yang melampaui
batas 1 (satu) provinsi.
- Gubernur untuk Jaringan trayek dan Kebutuhan Kendaraan Bermotor
Umum dan antarkota dalam provinsi dan perkotaan yang melampaui
batas 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi setelah mendapat

71
Naskah Akademik
persetujuan dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
prasarana lalu lintas dan angkutan jalan; dan
- Bupati/walikota untuk jaringan trayek dan kebutuhan kendaraan
bermotor umum perkotaan dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota
setelah mendapat persetujuan dari menteri yang bertanggung jawab di
bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.Sebagai
bagian dari system transportasi nasional, lalu lintas dan angkutan jalan
harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan
keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan angkutan jalan
dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas
penyelenggaraan negara.
Dalam rangka penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, telah
dibentuk UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (selanjutnya disingkat UU tentang LLAJ) yang di
dalamnya mengatur beberapa ketentuan yang di antaranya adalah terkait
dengan tujuan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan,
pembagian kewenangan antara instansi pemerintah dan pemerintah
daerah, pengaturan terhadap hal-hal yang bersifat teknis operasional lalu
lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, serta
upaya pembinaan, pencegahan, pengaturan, dan penegakkan hukum.
Dalam UU tentang LLAJ disebutkan bahwa ada tiga tujuan
diselenggarakannya Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu: a.
terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman,
selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk
mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu
menjunjung tinggi martabat bangsa; b. terwujudnya etika berlalu lintas
dan budaya bangsa; dan c. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian
hukum bagi masyarakat. UU LLAJ, dijelaskan bahwa angkutan

72
Naskah Akademik
merupakan perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke
tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.
Berdasarkan definisi tersebut, Sholawati mendefinisikan angkutan jalan
sebagai perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ketempat
lain dengan menggunakan ruang lalu lintas jalan.
Dalam Pasal 1 UU LLAJ, juga didefinisikan mengenai kendaraan, yaitu
sebagai suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan
bermotor dan kendaraan tidak bermotor. Kendaraan bermotor
didefinisikan sebagai kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik
berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. Sedangkan
kendaraan tidak bermotor merupakan kendaraan yang digerakkan oleh
tenaga orang atau hewan. Dalam Pasal 47 ayat (2) UU LLAJ, dijelaskan
bahwa yang termasuk jenis kendaraan bermotor antara lain sepeda
motor, mobil penumpang, mobil bus, mobil barang, dan kendaraan
khusus.
Peraturan Pemerintah (Peraturan Pemerintah)
5.1.1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011
Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional
Tahun 2010-2025
Menyebutkan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional
yang selanjutnya disebut dengan RIPPARNAS adalah dokumen perencanaan
pembangunan kepariwisataan nasional untuk periode15 (lima belas) tahun
terhitung sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2025. RIPPARNAS
menjadi pedoman penyusunan Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Provinsi. RIPPARNAS dan Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Provinsi menjadi pedoman penyusunan Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten/Kota. Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Daerah Kabupaten yang selanjutnya disebut
dengan RIPPARDA Kabupaten adalah dokumen perencanaan pembangunan

73
Naskah Akademik
kepariwisataan daerah untuk periode 10 (lima belas) tahun terhitung sejak
tahun 2015 sampai dengan tahun 2025.
5.1.2 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan
Peraturan pemerintah no. 55 tahun 2012 tentang kendaraan dalam
pasal 1 angka 5 dan juga dijelaskan pasal 1 angka 7 peraturan pemerintah
no. 55 tahun 2012 tentang kendaraan. Pengangkutan berasal dari kata
dasar “angkut” yang berarti angkat dan bawa, muat dan bawa atau
kirimkan. Mengangkut artinya mengangkat dan membawa, memuat dan
membawa atau mengirimkan. Pengangkutan artinya pengangkatan dan
pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau
orang, barang atau orang yang diangkut. Jadi, dalam pengertian
pengangkutan itu tersimpul suatu proses kegiatan atau gerakan dari satu
tempat ke tempat lain.35 mobil barang adalah Kendaraan Bermotor yang
digunakan untuk angkutan barang. Mobil barang lebih populer dikenal
sebagai truk yang berasal dari bahasa Inggris Truck atau prahoto ayang
berasal dari bahasa Belanda vrachtauto. Dalam bentuk kecil disebut pick-up.
Adapun jenis-jenis mobil barang: 1. Truk barang umum, merupakan truk
yang digunakan untuk mengangkut segala jenis barang, baik yang dikemas
ataupun tanpa kemasan dalam bentuk curah, namun penggunaan yang
truk yang diperuntukkan untuk satu jenis barang saja. 2. Truk tangki
adalah truk yang dirancang untuk mengangkut muatan berbentuk cair atau
gas.
Untuk meningkatkan kestabilan dalam transportasi cairan dalam
tangki, tangki dibagi dalam beberapa kompartemen yang dipisahkan dengan
sekat-sekat. 3. Mobil box adalah kendaraan angkutan barang antaran yang
biasanya digunakan untuk mengangkut barang antaran (delivery van) yang
dimasukkan dalam suatu box yang terbuat dari baja ataupun dari
aluminium. Dengan box ini barang akan terlindungi dari hujan dan angin
dan disamping itu juga melindungi barang dari tangan-tangan jahil. Ada
pula truk box yang dilengkapi dengan pendingin yang digunakan untuk

74
Naskah Akademik
mengangkut barang yang mudah busuk atau rusak karena suhu seperti
untuk angkutan es, daging, ikan, sayuran dan buah-buahan. Mobil peti
kemas disebut juga truk kontainer adalah kendaraan pengangkut peti
kemas terdiri dari kendaraan penarik (tractor head) dan kereta tempelan
dimana peti kemas ditempatkan. Trend angkutan barang dengan peti kemas
meningkat dengan cepat karena intermodalitynya yang tinggi sehingga
mempermudah bongkar-muat/handling dari barang yang mengakibatkan
biaya angkutan secara keseluruhan menurun dengan drastis. Disamping itu
keamanan dari barang juga lebih tinggi.
5.1.3 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan
Jalan
PP N0. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan, KM 35 Tahun 2003
tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan
Umum dan KM. 69 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan
Barang,” Penerbitan Surat Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor
UM.302/1/21/PHB/2015 tertanggal 9 November 2015 diklasifikasikan
“Penting” ini ditembuskan kepada tujuh pihak yakni Menteri Koordinator
bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Menteri Koordinator bidang
Perekonomian; Gubernur seluruh Indonesia; Kapolda seluruh Indonesia;
Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri; Direktur Jenderal Hubungan Darat;
Ketua Umum DPP Organda. Sikap Kementrian Perhubungan tersebut
didasarkan pernyataan Menteri Perhubungan Tahun 2014-2019 mengingat
mengenai penjelasan belum memadainya transportasi yang tersedia untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, lanjut Jonan menyatakan bahwa
mengingat belum memadainya transportasi yang tersedia untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Surat Menteri Perhubungan Republik Indonesia
Nomor UM.302/1/21/PHB/2015 sebenarnya bukan merupakan peraturan
perundang-undangan, melainkan hanya perintah yang bersifat melarang
(imperative) suatu perbuatan atau keadaan tertentu, yang dalam hal ini
adalah pemanfaatan kendaraan bermotor bukan angkutan umum (sepeda

75
Naskah Akademik
motor, mobil penumpang dan mobil barang) dengan sistem layanan
transportasi online untuk mengangkut orang dan/atau barang dengan
memungut bayaran, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 secara jelas telah memberikan definisi
atau pengertian jelas memberikan kriteria kendaraan bermotor yang dapat
dijadikan sebagai angkutan umum.
5.1.4 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pola
Pengembangan Transportasi Wilayah
Pasal 16 yang menyebutkan transportasi tradisional meliputi
becak,gerobak dan andong. Berikut definisi becak dan andong:
a. Becak adalah kendaran seperti sepeda roda tiga becak adaah salah
satu jenis kendaraan tidak bermotor yang digerakkan oleh tenaga
manusia kemunculan becak di Yogyakarta dimulai sebelum adanya
Perang Dunia II. Beberapa tahun setelah dikemukkan,becak ini dapat
diterima dengan baik sebagai alat transportasi,yaitu sebagai alat
transportasi antar karesidenan(Kabupaten) dan tempat kerja di Kota.
Pelayanan transportasi yang diberikan oleh becak dapat berupa
mengantar penumpang (orang) maupun barang. Tarif yang diminta
untuk sekali pelayanan belum ditentukan standarnya. Tariff
ditentukan berdasarkan jarak dan banyaknya muatan yang
ditentukan melalui proses tawar-menawar. Transportasi ini masih
sangat banyak dijumpai di Kota Yogyakarta dan digunakan sebagai
sarana angkutan orang maupun angkutan barang,pelestarian dan
pemberdayaan telah dilakukan oleh pemerintah. Sehingga becak
semakin baik dan akan terjaga keberadaanya yang diharapkan juga
dapat menjadi ikon kota Yogyakarta dan menjadi pendukung
pariwisata.
b. Andong merupakan kendaran tradisional di Yogyakarta berbentuk
kereta,beroda empat,ditarik kuda dan dikendalikan oleh pengemudi
yang disebut dikusir. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 tentang

76
Naskah Akademik
moda transportasi tradisional becak dan andong. Sehingga
perlindungan dan pelestarian terhadap angkutan tradisional ini dapat
dilaksanakan dengan baik,trasnportasi ini juga dapat membantu
pariwisata Kota Yogyakarta sebagai sarana angkutan untuk berwisata
yaiu dapat digunakan untuk berkunjung ke tempat wisata di
lingkungan Kota Yogyakarta seperti berkunjung ke pusat oleh-oleh
,pusat pembuatan bakpia ,Keraton Yogyakarta ,tamansari dank e
temapt wisata lainnya.
Peraturan Menteri (Permen)
1.5 Peraturan Menteri Perhubungam Nomor 32 Tahun 2016
Menteri Perhubungan telah mengakomodir tentang Penyelenggaraan
Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek,
yang kemudian disempurnakan kembali melalui Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017, serta terakhir melalui Peraturan
Menteri Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang
dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek (Pemenhub No 108
Tahun 2017).
5.1.6 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 117 Tahun 2018
Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek
Pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa Angkutan orang untuk keperluan
pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c merupakan
pelayanan Angkutan yang disediakan untuk keperluan kegiatan wisata. Dan
dalam ayat (2) mengamanatkan tentang standarisasi atau ketentuan
pelayanan Angkutan Orang untuk Keperluan Pariwisata sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi pelayanan sebagai berikut:
a) mengangkut wisatawan;
b) pelayanan Angkutan dari dan ke daerah tujuan wisata;
c) tidak masuk terminal;
d) pembayaran tarif berdasarkan waktu penggunaan kendaraan sesuai
dengan perjanjian antara Pengguna Jasa dan perusahaan Angkutan;

77
Naskah Akademik
e) tidak boleh digunakan selain keperluan wisata;
f) tidak terjadwal; dan
g) wajib memenuhi Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan.
Selain standar pelayanan transportasi, Pasal 32 juga mengamanatkan
bahwa kendaraan yang dipergunakan untuk pelayanan angkutan orang
untuk keperluan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (1)
harus memenuhi persyaratan yakni kelengkapan fasilitas keperluan wisata,
kelengkapan tanda khusus tulisan pariwisata dan kelengkapan mobil bus
umum berdasarkan ukuran.
5.1.7 Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2016 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Provinsi Dan Kabupaten/Kota
Dalam pedoman ini, strategi pengembangan fasilitas pariwisata provinsi
memuat (a) strategi pengembangan fasilitas transportasi wisata yang
menghubungkan destinasi pariwisata provinsi, (b) strategi pengembangan
fasilitas transportasi wisata yang menghubungkan KKP dan KSP Provinsi.
Demikian juga fasilitas pendukung pariwisata memuat (a) strategi
peningkatan kualitas pelayanan bandara, terminal antarkota, stasiun kereta
api, dan pelabuhan, (b) strategi peningkatan kualitas pelayanan angkutan
umum darat, laut, sungai, udara, antarkota.
5.1.8 Peraturan Menteri Nomor 118 Tahun 2018 Tentang
Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus
Pasal 3 ayat (1) menyatakan kriteri angkutan harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. Wilayah operasi berada didalam kawasan perkotaan, dan dari dan ke
bandar udara, pelabuhan, atau simpul transportasi lainnya.
b. Tidak terjadwal
c. Pelayanan dari pintu ke pintu
d. Tujuan perjalanan ditentukan oleh pengguna jasa

78
Naskah Akademik
e. Besaran tariff angkutan tercantum pada aplikasi berbasis teknologi
informasi
f. Memenuhi standar pelayanan minimal
g. Pemesanan dilakukan melalui aplikasi berbasis teknologi informasi

Keputusan Menteri (Kepmen)


Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003
Penyelenggaraan angkutan wisata telah diatur dalam Keputusan
Menteri tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Pasal 1 ayat (15)
menyatakan bahwa angkutan pariwisata adalah angkutan dengan
menggunakan mobil bus umum yang dilengkapi dengan tanda – tanda
khusus untuk keperluan pariwisata atau keperluan lain di luar pelayanan
angkutan dalam trayek, seperti untuk keperluan keluarga dan sosial
lainnnya.

BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, YURIDIS, DAN SOSIOLOGIS
A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan daerah yang dibentuk memperhatikan
pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum yang meliputi suasana
kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila
dan Pembukaan UUD 1945. Implementasi Pancasila sebagai sumber dari
segala sumber hukum negara menjadikan segala aktifitas kehidupan
berbangsa dan bernegara harus berdasarkan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila. Tidak terkecuali, dalam menunjang aksesibilitas
wisatawan untuk menggunakan fasilitas lalu lintas dan menggunakan
transportasi angkutan pariwisata. Hal ini dikarenakan transportasi
angkutan pariwisata mempunyai peran strategis dalam mendukung
pembangunan dan integrasi destinasi wisata sebagai bagian dari upaya

79
Naskah Akademik
memajukan kesejahteraan umum serta melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia sebagaimana diamanatkan
oleh Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Adapun yang menjadi landasan
filosofis dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Tentang
Transportasi Angkutan Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta ini adalah:
a. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Kehadiran peraturan daerah yang mengatur transportasi angkutan
pariwisata ini diharapkan dapat mempercepat pembangunan
kepariwisataan di Provinsi DIY sebagai destinasi wisata terkemuka.
Apabila adanya peningkatan layanan angkutan pariwisata yang baik
dan memadai maka secara tidak langsung akan memicu wisatawan
untuk melakukan kunjunga di DIY. Kunjungan wisatawan baik
Mancanegara dan Nusantara akan menciptakan multiplier effect atau
dampak ganda bagi perekonomian Provinsi DIY yang akan berujung
pada kesejahteraan masyarakat.
b. Meningkatkan ekonomi wilayah
Peranan sektor pariwisata semakin penting sejalan dengan
perkembangan dan kontribusi yang diberikan sektor pariwisata
melalui penerimaan devisa, pendapatan daerah, pengembangan
wilayah, maupun dalam penyerapan investasi dan tenaga kerja serta
pengembangan usaha. Melalui mekanisme tarikan dan dorongan
terhadap sektor ekonomi lain yang terkait dengan sektor pariwisata,
seperti hotel dan restoran, angkutan, industri kerajinan dan lain-
lain. Melalui multiplier effect-nya, pariwisata dapat dan mampu
mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
c. Meningkatkan aksesibilitas dan konektivitas antar destinasi wisata
Aksesibilitas merupakan fungsi utama dasar angkutan pariwisata,
untuk mengakses lokasi yang merupakan tujuan utama, maka
wisatawan akan menggunakan moda transportasi. Hubungan
keduanya sangat dipengaruhi oleh dua elemen yakni kemudahan

80
Naskah Akademik
mengakses tujuan dan kualitas layanan transportasi harus
memenuhi harapan pengguna seperti tingkat kenyamanan,
keamanan, frekuensi, efisiensi dan keadilan.
d. Mengangkat citra pariwisata dan budaya
Kelengkapan angkutan pariwisata di suatu wilayah yang
memudahkan wisatawan untuk mencapai destinasi wisatanya akan
sangat mempengaruhi persepsi wisatawan terhadap wilayah tersebut.
Dan melihat visi dan misi Dinas Perhubungan DIY yaitu
“Terwujudnya transportasi berkelanjutan dan terintegrasi yang
mendukung pariwisata, pendidikan dan budaya” serta
“Meningkatkan sarana dan prasarana transportasi yang
berkelanjutan dan terintegrasi dalam upaya meningkatkan pelayanan
publik di DIY”. Oleh karena itu, pengaturan transportasi angkutan
pariwisata yang dituangkan dalam peraturan daerah ini akan
membantu pemerintah atau lembaga menguatkan promosi pariwisata
DIY dalam mencapai destinasi pariwisata terkemuka.

B. Landasan Yuridis
Peraturan perundang-undangan harus mempunyai landasan hukum
atau dasar hukum yang terdapat dalam ketentuan yang lebih tinggi.
Landasan yuridis adalah landasan hukum yang pertama adalah
kewenangan membuat aturan, yang kedua adalah materi peraturan
perundang-undangan yang harus dibuat. Landasan yuridis dari segi
kewenangandapat dilihat dari segi kewenangan yang dilihat dari apakah ada
kewenangan seorang pejabat atau badan yang mempunyai dasar hukum
yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan sangat diperlukan.
Berikut landasan yuridis dalam penyusunan Rancangan Peraturan
Daerah tentang RPI DIY Tahun 2018-2035 adalah:
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;

81
Naskah Akademik
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah
Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950
Nomor 3) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Jo.
Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa
Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor
43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 827);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679).
4. Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1950 tentang Pemberlakukan
Undang – Undang nomor 2, 3, 10 dan 11 Tahun 1950 (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 58);
5. Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 125);
C. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa Perda diperlukan dalam upaya memenuhi
kebutuhan dan perlindungan masyarakat. Landasan sosiologis memuat
suatu tinjauan terhadap gejala-gejala sosialekonomi-politik yang
berkembang di masyarakat, yang mendorong perlu dibuatnya Naskah

82
Naskah Akademik
Akademik. Landasan sosiologis juga memuat analisis kecenderungan
sosiologis-futuristik tentang sejauhmana tingkah laku sosial itu sejalan
dengan arah dan tujuan pembangunan hukum yang ingin dicapai.
Landasan sosiologis mensyaratkan setiap norma hukum yang
dituangkan dalam Perda harus mencerminkan tuntutan kebutuhan
masyarakat sendiri akan norma hukum yang sesuai dengan realitas
kesadaran hukum masyarakat. Karena itu, dalam konsideran, harus
dirumuskan dengan baik pertimbanganpertimbangan yang bersifat empiris,
sehingga suatu gagasan normatif yang dituangkan dalam Perda benar-benar
didasarkan atas kenyataan yang hidup dalam kesadaran hukum
masyarakat. Dengan demikian, norma hukum yang tertuang dalam Perda
kelak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya di tengah-tengah
masyarakat hukum yang diaturnya.
Secara sosiologi, hukum berfungsi untuk menciptakan, memelihara dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup, selain juga berfungsi sebagai
sarana untuk memperlancar proses interaksi (law as a facilitation of human
interaction). Di tinjau dari aspek sosial maka penyelenggaraan perhubungan
mempunyai peran penting untuk mewujudkan sasaran pembangunan
seperti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan
ekonomi, dan perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari aspek sosial budaya, keberadaan sarana transportasi membuka
cakrawala masyarakat yang dapat menjadi wahana perubahan sosial, hal ini
karena sarana transportasi mempunyai nilai yang potensial sebagai ruang
publik.
Kebebasan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
daerah diwujudkan dengan adanya kewenangan daerah untuk membuat
regulasi (Peraturan Daerah). Kebebasan pembentukan regulasi tersebut
harus dapat mencerminkan keadilan bagi semua lapisan masyarakat. Oleh
karena itu para pembuat peraturan perundang-undangan hendaknya dapat
melahirkan undang-undang yang dapat mencerminkan keadilan bagi semua

83
Naskah Akademik
individu, perundang-undangan hendaknya dapat memberikan kebahagiaan
yang terbesar bagi sebagian besar masyarakat (the greatest happiness for the
greatest number.
Mencermati bagaimana pesatnya perkembangan sektor pariwisata
khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak lepas dari adanya peran-
peran pendukung dari berbagai leading sector salah satunya yaitu moda
transportasi pariwisata yang kini kemudian banyak orang lebih mengenal
pada angkutan pariwisata. Moda transportasi pariwisata ini lambat laun
juga perlu adanya bentuk-bentuk penyesuaian terhadap perkembangan
zaman sehingga berbagai tampilan dan model yang ditawarkn tetap menarik
bagi wisatawan. Selain itu rekayasa skenario jaringan lalu lintas khusus
angkutan pariwisata juga perlu dilakukan dalam upaya pengembangan
pelayanan fasilitas wisata. Untuk itulah dalam penyelenggaraan manajemen
transportasi wisata kiranya tidak dapat mengenyampingkan faktor
sosiologis kemasyarakatan terutama menyangkut pada himpunan kaidah
dari segala tingkatan berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam
kehidupan masyarakat. Ini dikarenakan hukum bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan pokok seluruh masyarakat.

84
Naskah Akademik
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN PERATURAN DAERAH TRANSPORTASI ANGKUTAN
PARIWISATA

A. Sasaran yang Ingin Diwujudkan dengan Rancangan Peraturan Daerah


tentang Transportasi Angkutan Pariwisata Daerah Istimewa
Yogyakarta;
1) Mewujudkan pengembangan angkutan orang di 7 (tujuh) kawasan di
DIY berdasarkan RIPPARDA DIY yang mana dapat mengembangkan
ekonomi masyarakat lokal:
a. Moda transportasi dari entrance DIY menuju destinasi wisata;
b. Moda transportasi antar destinasi wisata;
c. Moda transportasi internal dalam kawasan destinasi wisata.
2) Mengoptimalkan, menguatkan, dan mengembangkan kapasitas
sumber daya manusia di bidang transportasi agar mempunyai jiwa
kepariwisataan.
3) Mengharapkan peran serta masing-masing pihak meliputi pemerintah
daerah, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah Desa, masyarakat,
dan dunia usaha terkait Transportasi Angkutan Pariwisata.
4) Adanya penghargaan dan dukungan oleh Pemerintah Daerah terhadap
kontribusi pihak-pihak tertentu terkait Transportasi Angkutan
Pariwisata
B. Arah Pengaturan Rancangan Peraturan Daerah tentang Transportasi
Angkutan Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta
Sesuai dengan sistem konstitusi seperti yang dijelaskan dalam
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Dasar adalah
bentuk peraturan perundang-undangan yang tertinggi, yang menjadi dasar

85
Naskah Akademik
dan sumber bagi semua peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
tingkatannya.
1. Subyek hukum
Subyek hukum peraturan daerah tentang rencana pembangunan
industri adalah:
a. Pemerintah daerah;
Pemerintah daerah adalah seluruh Perangkat Daerah Pemerintah
Daerah DIY yang secara khusus bertanggungjawab kepada
Gubernur.
b. Swasta
Pihak swasta adalah selaku pengguna maupun penyelenggara
transportasi pariwisata.
c. Masyarakat.
Masyarakat adalah seluruh pengguna angkutan transportasi yang
tidak berada di jalur trayek di Daerah Istimewa Yogyakarta yang
meliputi 7 (tujuh) kawasan.
2. Obyek hukum
Obyek hukum peraturan daerah tentang rencana pembangunan
industri ini adalah:
a. Moda transportasi.
b. Destinasi wisata
3. Arah Pengaturan
a. Mengembangkan rute trayek transjogja yang menghubungkan
antar kawasan di 7 (tujuh) destinasi wisata;
b. Mewujudkan jaringan transportasi wisata yang lebih tertata dan
nyaman bagi wisatawan;
c. Menumbuhkan potensi pariwisata di daerah mengacu pada tujuan
pembangunan Rencana Induk Pariwisata Daerah (RIPPARDA),
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Daerah Istimewa

86
Naskah Akademik
Yogyakarta, yang telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 1
Tahun 2019;
C. Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Transportasi
Angkutan Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta
6 Ketentuan Umum
Bagian ini membahas tentang ketentuan-ketentuan dan pengertian-
pengertian yang bersifat umum dari substansi peraturan tentang
Transportasi Angkutan Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ketentuan Umum berdasarkan UU 12/2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundangundangan berisikan:
a. Batasan pengertian atau definisi.
b. Singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan pengertian
atau definisi.
c. Hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau
beberapa pasal berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan
asas, maksud, dan tujuan tanpa dirumuskan tersendiri dalam pasal
atau bab.
Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah kata
atau istilah yang digunakan berulang-ulang di dalam pasal atau
beberapa pasal selanjutnya. Namun, jika suatu kata atau istilah hanya
digunakan satu kali, namun kata atau istilah itu diperlukan
pengertiannya untuk suatu bab, bagian atau paragraph tertentu, kata
atau istilah itu diberi definisi. Rumusan batasan pengertian harus sama
dengan rumusan batasan yang terdapat dalam peraturan yang lebih
tinggi dari yang dilaksanakan tersebut karena batasan pengertian,
singkatan atau akronim berfungsi untuk menjelaskan makna suatu kata
atau istilah maka batasan pengertian, singkatan atau akronim tidak
perlu diberi penjelasan dan karena itu harus dirumuskan dengan
lengkap dan jelas sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda.
Urutan penempatan kata dalam ketentuan umum:

87
Naskah Akademik
a. Yang mengatur tentang lingkup umum ditempatkan lebih dulu dari
yang berlingkup khusus.
b. Yang terdapat lebih dulu didalam materi pokok yang diatur
ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu.
c. Yang mempunyai kaitan dengan pengertian diatasnya diletakkan
berdekatan secara berurutan.

7 Ketentuan Asas dan Tujuan


Asas dan tujuan peraturan perundangan yang akan dibuat berupa nilai-
nilai dasar yang akan mengilhami norma pengaturan selanjutnya.
Ketentuan asas terinternalisasi dalam pasal-pasal yang ada dalam
Rancangan Peraturan Daerah tentang Transportasi Angkutan Pariwisata
Daerah Istimewa Yogyakarta dilaksanakan berdasarkan asas:
a. Asas Hukum;
b. Asas Keadilan;
c. Asas Keseimbangan, Keserasian Dan Keselarasan;
d. Asas Proposionalitas;
e. Asas Profesionalitas;
f. Asas Partisipasi;
g. Asas Keterbukaan;
h. Asas Akuntabilitas;
i. Asas Legalitas; dan
j. Asas Pelayanan Publik.
Adapun tujuan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang:
a. Menyusun landasan ilmiah, memberikan arah dan menetapkan
ruang lingkup bagi penyusunan draf Raperda tentang Transportasi
Angkutan Pariwisata.
b. Menyusun konsep (draft) rancangan Peraturan Daerah tentang
Transportasi Angkutan Pariwisata.
8 Materi Pengaturan
Materi pengaturan Rancangan Peraturan Daerah tentang Transportasi
Angkutan Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta

88
Naskah Akademik
BAB I Ketentuan Umum, Asas, Tujuan, Dan Ruang Lingkup.
Dalam ketentuan umum dibahas tentang ketentuan-ketentuan dan
pengertian-pengertian yang bersifat umum dari substansi Peraturan
Daerah. Pengertian-pengertian tersebut meliputi:
1) Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan
pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang
muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta
interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama
wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
2) Daerah Tujuan Pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi
Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau
lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat Daya Tarik
Wisata, Fasilitas Umum, Fasilitas Pariwisata, aksesibilitas, serta
masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya
Kepariwisataan.
3) Aksesibilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana dan prasarana
transportasi yang mendukung pergerakan wisatawan dari wilayah
asal wisatawan ke Destinasi Pariwisata maupun pergerakan di
dalam wilayah Destinasi Pariwisata dalam kaitan dengan
motivasi kunjungan wisata.
4) Fasilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana yang secara khusus
ditujukan untuk mendukung penciptaan kemudahan,
kenyamanan, keselamatan wisatawan dalam melakukan
kunjungan ke Destinasi Pariwisata
5) Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya disingkat DIY
adalah daerah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

89
Naskah Akademik
6) Pemerintah Daerah DIY yang selanjutnya disebut Pemerintah
Daerah adalah Gubernur DIY dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.

Dalam asas transportasi angkutan pariwisata Daerah Istimewa


Yogyakarta dibahas asas yang meliputi kepentingan nasional;
pendayagunaan kearifan lokal; keberdayagunaan dan
keberhasilgunaan; lestari; berkelanjutan; keterpaduan, partisipatif,
pelindungan kepentingan umum.
ASAS HUKUM
Kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. Berdasarkan asas
ini materi muatan peraturan daerah tentang pengembangan Angkutan
Pariwisata di DIY tidak berisi ketentuan-ketentuan yang bersifat
membedakan berdasarkan latar belakang antara lain agama, suku, ras,
golongan, gender, atau status sosial. Inti dari kesamaan adalah
keadilan, yang menjamin perlakuan yang sama, sesuai hak dan
kewajibannya.

ASAS KEADILAN
Peraturan Daerah tentang pengembangan Angkutan Pariwisata di
DIY harus mencerminkan keadilan secara proposional bagi setiap warga
masyarakat tanpa kecuali. Tuntutan keadilan mempunyai dua arti,
dalam arti formal keadilan menuntut bahwa hukum berlaku umum.
Dalam arti materiil dituntut agar hukum sesuai dengan cita-cita
keadilan dalam masyarakat. Demikian pula dalam penyusunan norma
hukum pengembangan Angkutan Pariwisata di DIY dimaksudkan
untuk berlaku umum. Agar mendapatkan rumusan norma hukum
tentang pengembangan Angkutan Pariwisata sesuai dengan aspirasi
keadilan yang berkembang dalam masyarakat, maka harus diadakan
konsultasi publik.Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan kepastian
hukum adalah kepastian hukum dalam arti kepastian orientasi. Ini

90
Naskah Akademik
berarti norma hukum pengembangan Angkutan Pariwisata di DIY harus
sedemikian jelas sehingga masyarakat dan pemerintah daerah serta
hakim dapat berpedoman padanya, terutama masyarakat dapat dengan
jelas mengetahui hak dan kewajiban dalam kaitannya dengan
pengembangan Angkutan Pariwisata di DIY, termasuk norma hukum
tentang sanksi atas pelanggarannya tidak boleh berlaku surut.

ASAS KESIMBANGAN,KESERASIAN, DAN KESELARASAN


Dalam konteks penyusunan norma hukum pengembangan
Angkutan Pariwisata di DIY harus ada keseimbangan beban dan
manfaat, atau kewajiban dengan hak yang didapatkannya. Juga harus
ada keseimbangan antara sanksi antara aparatur dan masyarakat
ketika melakukan kelalaian atau pelanggaran.

ASAS PROPOSIONALITAS
Asas Proposionalitas juga merupakan bagian dari AAUPB Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 1999 mendefinisikannya sebagai asas yang
mengutamaan kesimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara
negara. Dengan demikian,penyusunan program pembentukan Perda
harus dilakukan secara proposional. Asas ini mengutamakan
keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.
Penerapan asas ini dalam penyusunan Propemda mencakup a. taat
atau konsisten dalam penyusunan kebijakan; b. memenuhi kesamaan
dalam perlakuan terhadap segenap warga negara atau untuk
menghindari tindakan yang sewenang-wenangnya; c. menjalankan
prinsip ketindakberpihakan yang mewajibkan badan atau pejabat
pemerintah dalam menetapkan atau melakukan keputusan atau
tindakan dengan mempertimbangka kepentingan para pihak secara
keseluruhan dan tidak deskriminatif. Asas ini juga mengandung makna
mengutamakan kesimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara
negara.

91
Naskah Akademik
ASAS PROFESIONALITAS
AAUPB yang lain sebagaimana disebutkan dalam Undnag-Undnag
Nomor 28 Tahun 1999 adalah asas profesionalitas. Berdasarkan UU
yang dimaksud,asas profesionalitas asas yang mengutamakan keahlian
berdasarkan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Berdasarkan asas tersebut,penyusunan program
pembentukan perda harus dilakukan oleh pihak dengan cara yang
profesional. Asas ini juga mengandung makna keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku,pengguanan berwewenang bagi pejabat pemerintah dalam
mengekuarkan keputusan atau tindakan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dengan menerapkan prinsip penyelenggaraan pemerintah
yang baik.
Berdasarkan penjelasan pasal 58 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,asas ini mengandung makna
mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

ASAS PARTISIPASI
Asas ini mengandung makna mengutamakan kesempatan
masyarakat yang berperan serta dalam proses penyusunan
Propemperda dan peraturan perundang-undangan sesuai ketentuan
hukum positif, dengan memenuhi hak warga dalam memberikan
masukkansecara lisan atau tertulis yang dapat dilakukan melalui : a)
rapat dengar pendapat umum; b) kunjungan kerja; c) sosialisasi; d)
seminar dan diskusi.

ASAS KETERBUKAAN
Sebagai bagian dari AAUPB asas keterbukaan menurut undang-
undang Nomor 28 Tahun 1999 adalah asas yang membuka diri
terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang
92
Naskah Akademik
benar,jujur dan tidak deskriminatif tentang penyelenggaraan negara
dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi,golongan,dan rahasia negara. Dalam negara hukum modern
prinsip keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan
hal yang sangat penting dan harus diwujudkan. Selain karena prinsip
negara hukum, semangat keterbukaan merupakan salah satu ciri khas
dari negara demokrasi. Asas ini juga mengandung makna melayani
masyarakat untuk mendapatkan akses dan diperoleh informasi yang
benar,jujur dan tidak deskriminatif dalam penyelengaraan
pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
asasi pribadi,golongan maupun rahasia negara.
Di dalam penyusunan Propemperda diterapkan keterbukaan pada
proses perencanaan ,penyusunan ,pembahasan ,pengesahan atau
penetapan dan pengundangannya. Semua pihak berkepentingan dan
seluruh warga dari semua lapisan masyarakat mempunyai kesempatan
yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dan dapat ikut
mengawal dan mengikuti kepentingan mereka dalam proses
penyusunan rencana program pembentukan peraturan perundang-
undangan, sampai pada tahap penetapan Propemperda. Sedangkan
Proses pembentukan Peraturan Daerah ini harus menjamin partisipasi
masyarakat, dalam artian masyarakat dijamin haknya untuk
memberikan masukan, baik tertulis maupun lisan, serta kewajiban
Pemerintah Daerah untuk menjamin masukan tersebut telah
dipertimbangkan relevansinya. Untuk terselenggaranya partisipasi
masyarakat itu, maka terlebih dahulu Pemerintah Daerah memberikan
informasi tentang proses pembentukan Peraturan daerah tentang
Angkutan Pariwisata di DIY.

ASAS AKUNTABILITAS
Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun
1999, asas akuntabilitas yang juga merupakan AAUPB adalah asas

93
Naskah Akademik
yang menentukkan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sesuai dengan asas tersebut, penyusunan program
pembentukan perda harus dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dengan baik pula.
Asas ini juga mengandung makna bahwa menentukkan setiap
tindakan atau keputusan yang dilakukan dalam kegiatan penyusuanan
Propemperda,termasuk pengelolaan keuangan kegiatan yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada Negara atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan sesuai peraturan perundangan. Berdasarkan penjelasan
pasal 58 Undang-Undang Nomor Tahun 23 Tahun 2014 Pemerintah
Daerah,asas akuntabilitas mengandung makna bahwa setiap kegiatan
atau hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan
peraturan.

ASAS LEGALITAS
Sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 5 huruf a Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah, yang
dimaksud dengan “asas legalitas” adalah bahwa penyelenggaraan
administrasi pemerintah mengedepankan dasar hukum dari sebuah
keputusan atau tindakan yang dibuat oleh Badan atau Pejabat
Pemerintah. Asas ini juga mengandung makna untuk taat terhadap
semua yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan dan
hukum yang ditunjukkan untuk kepentingan masyarakat dan dibuat
oleh lembaga yang berwenang. Dengan demikian,jelas bahwa
penyusunan program pembentukan Perda harus dilakukan dengan
dasar hukum yang jelas.
94
Naskah Akademik
ASAS PELAYANAN PUBLIK
Bahwa pelayanan publik dilakukan tiada lain untuk memberikan
kepuasan bagi pengguna jasa, Karena itu penyelenggaraannya
secaraniscaya membutuhkan asas-asas pelayananya. Dengan kata lain,
dalammemberikan pelayanan publik, instansi penyedia pelayanan
publik harus memperhatikan asas pelayanan publik.
Asas-asas pelayanan publik menurut Winarsih (2005:19-20) dalam
Iwan Satibi (2012:47) sebagai berikut:
1. Transparansi, Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh
semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai
serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas. Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional. Sesuai dengan kondisi dan kemampuan memberi dan
penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi
dan efektivitas.
4. Partisipatif. Mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak. Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan
suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.
6. Keseimbangan hak dan kewajiban. Pemberi dan penerima pelayanan
publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Berdasarkan pengertian di atas, maka pelayanan publik akan


berkualias apabila memenuhi asas-asas diantaranya: transparansi,
akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak, dan
keseimbangan hak dan kewajiban.

95
Naskah Akademik
Selanjutnya dalam tujuan Transportasi Angkutan Pariwisata
Daerah Istimewa Yogyakarta dengan berdasarkan pada tujuan
pembentukan Peraturan Daerah ini untuk:
a. Mempermudah akses bagi wisatawan baik domestik maupun asing
untuk menuju suatu lokasi wisata tersebut.
b. Menentukan jenis moda angkutan umum wisata yang paling
sesuai dan terpadu baik dalam kontek pergerakan transportasi
intra maupun antar wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sementara ruang lingkup pengaturan Rancangan Peraturan
Daerah tentang Pelestarian Batik Daerah Istimewa Yogyakarta ini
meliputi:
a. Entrance DIY
b. Antar Destinasi
BAB II Transportasi Pariwisata
Dalam bab ini diatur tentang klasifikasi dan pelayanan transportasi
khususnya untuk pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta
BAB III Destinasi Wisata
Dalam bab ini diatur tentang cakupan 7 (tujuh) kawasan wisata yang
tersebar di seluruh wilayah DIY, Penentuan 7 (tujuh) kawasan tersebut
berdasarkan RIPPARDA DIY yang mana bertujuan untuk dapat
mengembangkan ekonomi masyarakat lokal.
BAB IV Kebijakan Angkutan Pariwisata
Dalam bab ini diatur tentang kebijakan yang akan diatur di dalam
rancangan peraturan daerah tentang angkutan transportasi pariwisata
meliputi: penyediaan dan pengembangan sarana transportasi pariwisata.
BAB VIII Tugas dan Wewenang
Dalam bab ini diatur tentang tugas dan wewenang pihak-pihak yang
terkait dengan proses pelestarian Batik Daerah Istimewa Yogyakarta. Pihak-
pihak tersebut meliputi Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, Balai Batik dan pihak
lain yang terkait.

96
Naskah Akademik
BAB X Ketentuan Peralihan.
Ketentuan peralihan memuat penyesuaian pengaturan tindakan
hukum atau hubungan hukum yang sudah ada, berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang lama terhadap peraturan
perundang-undangan yang baru, yang bertujuan untuk:
a) Menghindari terjadinya kekosongan hukum;
b) Menjamin kepastian hukum;
c) Memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak
perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d) Mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara
BAB X Ketentuan Penutup.
Ketentuan Penutup ditempatkan dalam bab terakhir. Pada
umumnya Ketentuan Penutup memuat ketentuan mengenai:
a. penunjukan organ atau alat kelengkapan yang melaksanakan
Peraturan Perundang-undangan;
b. nama singkat Peraturan Perundang-undangan;
c. status Peraturan Perundang-undangan yang sudah ada; dan saat
mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan

97
Naskah Akademik
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran

98
Naskah Akademik
DAFTAR PUSTAKA

Alan Wagar. (1964). The Carryng Capacity Of Wild Lands For Recreation.
Society Forest Science, Washington D.C

Badan Pusat Statistik Provinsi DIY Tahun 2019

Budiartha, Nyoman R.M., 2011. Peranan Transportasi Dalam Pariwisata,


Studi Kasus : Pemilihan Daerah Tujuan Wisata (Dtw/Destinasi) Oleh
Wisatawan Di Bali, Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol. 15, No. 2, Juli 2011.

Davidson, R. dan Maitland, R. 1997. Tourism Destinations. Hodder &


Stoughton London

DIY, 2016, September 1, Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan DIY,


Retrieved Oktober 25, 2019, from Pemda DIY: www.pemprovjogja.go.id

Gatner, Wiliam C. (1996). Tourism Development Principles, Processes adan


Policies. USA: Van Nostrand Reinhold

Gunawan, Mira. P. 2007. Leisure, Rekreasi, Pariwisata dalam Berbagai


Dimensi Metropolitan. Jurnal : Perencanaan Wilayah dan Kota. Vol 18 No.1,
April, hlm. 49

Goeltom, 2007. Transportasi dan Pariwisata. Direktori UPI

Inskeep, Edward.1991. Tourism Planning And Suistainable Development


Approach. Van Nostrand Reinblod, New York

Op.Cit. Manan Bagir. Hal. 136

99
Naskah Akademik
Renstra Kementerian Pariwisata Tahun 2018-2019

RPJMD DIY Tahun 2017-2022

Spillane, James J. (1987). Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan Prospeknya.


Kanisius

Tamin, OZ, 2008. Perencanaan,Pemodelan, & Rekayasa Transportasi:Teori,


Contoh Soal, dan Aplikasi. Bandung : Penerbit ITB.

Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Pasal 1


ayat (4)

Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Pasal 1


ayat (9)

Widjaya HW. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakart. PT. Raja Grafindo Persada.
2002. Hal. 3

100
Naskah Akademik

Anda mungkin juga menyukai