Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang

mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan

sebagainya. Sanitasi lingkungan dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang

ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan standar kondisi

lingkungan yang mendasar yang mempengaruhi kesejahteraan manusia

(Mundiatun & Daryanto, 2018)

Kondisi sanitasi hygiene pada tingkat global yang dilansir oleh World

Health Organization terdapat 2,3 miliar penduduk dunia masih belum

memiliki sanitasi dasar seperti toilet dan jamban, begitupun pada bagian

wilayah Eropa diketahui 62 juta orang tidak memiliki fasilitas sanitasi

yang memadai (WHO, 2015)

Di Indonesia Sekolah Dasar tidak memiliki akses air layak atau bahkan

tidak ada sama sekali sebanyak 31,85%, Sekolah Dasar tidak memiliki

jamban atau kalau pun kondisinya tidak layak sebanyak 12,19%, Sekolah

Dasar yang memiliki tempat cuci tangan sebanyak 65,1% (UNICEF, 2017).

Sekolah Dasar di Sulawesi Selatan yang memiliki air tidak layak

sebanyak 28,68%, sedangkan tidak memiliki jamban sebanyak 11,69%,


Sekolah Dasar yang tidak memiliki tempat cuci tangan sebanyak 30,76%

(UNICEF, 2017)

Tempat-Tempat Umum (TTU) adalah tempat atau sarana umum yang

digunakan untuk kegiatan masyarakat dan diselenggarakan oleh

pemerintah/swasta atau perorangan, antara lain pasar rakyat, sekolah,

fasyankes, terminal, bandara, stasiun, pelabuhan, bioskop, hotel dan tempat

umum lainnya. TTU yang memenuhi syarat kesehatan adalah tempat dan

fasilitas umum minimal sarana pendidikan dan pasar rakyat yang

memenuhi syarat kesehatan. Dari 75 Sekolah Dasar di Kota Palopo sarana

pendidikan yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 73 (97,47%)

(Dinkes Palopo, 2017)

Sanitasi Sekolah merupakan amanat undang-undang, khususnya Undang

Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal 79 menyatakan

“Kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan

hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta

didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan

setinggi-tingginya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas”

(UNICEF, 2017)

Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa

depan yang perlu di jaga, ditingkatkan dan di lindungi kesehatannya,

promosi kesehatan di sekolah menggunakan model holistik meliputi

hubungan antar aspek kesehatan, yaitu fisik, mental, sosial dan lingkungan.
Dalam meningkatkan pengetahuan dan kemampuan anak sekolah tentang

kesehatan dan menunjukkan makna lingkungan sebagai penyumbang

kesehatan anak seperti kondisi fisik sekolah, sanitasi, air bersih, dan

lingkungan bermain (Nugraheni et al., 2018)

Sanitasi lingkungan adalah cara dan usaha individu atau masyarakat

untuk memantau dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang

berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup

manusia, usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk penyehatan lingkungan

fisik antara lain penyediaan air bersih, mencegah terjadinya pencemaran

udara, air dan tanah yang dapat membahayakan serta menimbulkan

kesakitan pada manusia atau masyarakat (Sigit & Indarjo, 2014)

Dari hasil penelitian Rika Anggraini dkk, kondisi sanitasi lingkungan

sekolah (Studi Kasus SD Negeri di Kecamatan Nan Sabaris Kabupaten

Padang Pariaman) diketahui bahwa kondisi sanitasi lingkungan sekolah,

dilihat dari perawatan sarana jamban/toilet yang tidak selalu dalam

keadaan bersih dan berbau, bak penampung air tidak dibersihkan 1 kali

seminggu, bak penampung air yang tidak di kosongkan pada saat libur

panjang dan yang tidak menggunakan desinfektan untuk membersihkan

lantai dan closet/urinior, siswa/siswi yang ikut andil dalam membersihkan

jamban/toilet di sekolah (Anggraini et al., 2019)

Hal ini sejalan dengan penelitian Ahmat Sigit Raharjo dkk, hubungan

antara pengetahuan, sikap, dan ketersediaan fasilitas di sekolah dalam


penerapan phbs membuang sampah pada tempatnya (Studi di Sekolah

Dasar Negeri Banjarsari 02 Kecamatan Gabus Kabupaten Pati ) di ketahui

bahwa adanya hubungan antara pengetahuan dengan penerapan PHBS

membuang sampah pada tempatnya didasarkan pada fakta di lapangan dan

hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden

mempunyai pengetahuan yang baik tentang penerapan PHBS membuang

sampah pada tempatnya (Sigit & Indarjo, 2014)

Berdasarkan latar belakang, belum ada yang meneliti sebelumnya

secara sederhana kondisi di mana sebuah lembaga pendidikan mampu

menciptakan suatu kondisi yang bersih, aman, dan nyaman. Adapun sarana

pendidikan Sekolah Dasar di Kota Palopo Tahun 2017 yang memenuhi

syarat kesehatan sebanyak 73 (97.47%) itu berarti ada masalah terhadap

sanitasi lingkungan sekolah, seharusnya mencapai 100%. Maka perlu di

teliti “Hubungan Fasilitas Sanitasi dengan Kondisi Sanitasi Lingkungan di

Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun 2019”

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu hubungan fasilitas sanitasi

dengan kondisi sanitasi lingkungan di Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun

2019.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan fasilitas dengan kondisi sanitasi

lingkungan di Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun 2019

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan sarana air bersih dengan kondisi

sanitasi lingkungan di Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun 2019

b. Untuk mengetahui hubungan sarana jamban dengan kondisi sanitasi

lingkungan di Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun 2019

c. Untuk mengetahui hubungan saluran pembuangan air limbah dengan

kondisi sanitasi lingkungan di Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun

2019

d. Untuk mengetahui hubungan sarana pembuangan sampah dengan

kondisi sanitasi lingkungan di Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun

2019

e. Untuk mengetahui hubungan tempat cuci tangan dengan kondisi

sanitasi lingkungan di Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun 2019

D. Manfaat
1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk

menambah pengetahuan dan informasi kepada mahasiswa program studi

kesehatan masyarakat tentang hubungan fasilitas sanitasi dengan

kondisi sanitasi lingkungan di Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun 2019

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini maka peneliti dapat mengetahui tentang

hubungan fasilitas sanitasi dengan kondisi sanitasi lingkungan di

Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun 2019 yang dapat digunakan dalam

program pencegahan dan penanggulangan sanitasi lingkungan sekolah

3. Manfaat Institusi

Sebagai bahan masukan untuk Sekolah Dasar agar lebih

meningkatkan fasilitas sanitasi terkait sanitasi lingkungan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Sanitasi Lingkungan

1. Pengertian sanitasi lingkungan

Sanitasi lingkungan adalah suatu lingkungan yang mencakup

pembuangan kotoran, penyediaan air bersih. Sanitasi lingkungan dapat

pula diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan dan

mempertahankan standar kondisi lingkungan yang mendasar yang

mempengaruhi kesejahtraan manusia (Mundiatun & Daryanto, 2018)

Sanitasi lingkungan ialah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan

yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk

mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang

berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan

hidup manusia (Sumantri, 2015)

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitarnya, baik

berupa benda hidup, benda mati, benda nyata, ataupun abstrak,

termasuk manusia lainnya, serta suasana yang terbentuk karena

terjadinya interaksi antar elemen-elemen tersebut (soemirat, 2014)

Secara sederhana sekolah sehat dapat kita artikan sebagai suatu

kondisi dimana sebuah kondisi pendidikan (sekolah) mampu

menciptakan suatu kondisi yang bersih, aman, aman dan reflesentatif

bagi optimalisasi pelaksanaan kegiatan belajar mengajar bagi seluruh


komponen yang ada di lingkungan sekolah. Untuk dapat mewujudkan

konsep sekolah sehat terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan

yaitu ketersediaan sarana prasarana kesehatan sekolah seperti kamar

mandi, sarana pembuangan dan pengelolahan sampah, sarana mencuci

tangan serta sarana prasarana kesehatan sekolah lainnya (Nugraheni et

al., 2018)

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk

menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang

menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang

mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Santi & Bahiij, 2018)

Upaya sanitasi dasar meliputi sarana pembuangan kotoran manusia,

sarana pembuangan sampah, saluran pembuangan air limbah, dan

sarana air bersih (Nugrahani et al., 2016)

2. Prasarana dan sarana lingkungan

Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga

dengan konstruksi yang aman dari kecelakaan (Mundiatun & Daryanto,

2018)

a. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan

vektor penyakit

b. Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan kontruksi jalan

tidak mengganggu kesehatan, kontruksi trotoar tidak membahayakan


pejalan kaki dan penyandang cacat, jembatan harus memiliki pagar

pengaman, lampu penerangan, jalan tidak menyilaukan mata

c. Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang

memenuhi persyaratan kesehatan

d. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus

memenuhi persyaratan kesehatan

e. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi

syarat kesehatan

f. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi,

tempat kerja, tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian, dan lain

sebagainya

g. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya

h. Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi

kontaminasi makanan yang dapat menimbulkan keracunan

B. Tinjauan Umum Tentang Sanitasi Tempat-Tempat Umum

Sanitasi sekolah merupakan salah satu pembinaan dan penilaian pada

keadaan lingkungan fisik, peserta didik dan tenaga pendidikan, serta pada

berbagai kegiatan, manajemen/organisasi serta pengaruh timbal balik

antara sekolah dan masyarakat sejitarnya dalam rangka mencapai tujuan

pendidikan secara optimal. Berikut komponen dan kriteria nilai pada aspek

kesehatan lingkungan sekolah (Santoso, 2015)


1. Kebersihan dan ventilasi ruangan

Kebersihan dan kerapian (Akumulasi dari seluruh ruang yang ada dan

ruang guru, perpustakaan, kantor, dan kelas) sebagai berikut:

a. Ventilasi dan pencahayaan

b. Tempat cuci tangan umum

c. Jumlah WC/kamar mandi:

1) Bak air pada WC/kamar mandi

2) Alat pengambil air/gayung

3) Alat dan bahan pembersih kelas dan WC/kamar mandi

2. Kontruksi bangunan

Adapun kontruksi bangunan pada sanitasi sekolah yaitu:

a. Jarak papan tulis dengan kursi <2.5 m

b. Kepadatan ruang kelas 1.5-1.75 m2/murid

c. Bangunan kokoh, kuat dan tidak berbahaya bagi siswa

3. Pembinaan lingkungan

a. Persyaratan kesehatan air

Semua orang didunia memerlukan air untuk minum, dan

menjaga kebersihan pribadi. Namun biasanya problema-problema

kesehatan yang berkaitan dengan air bersih akibat kurangnya

persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai


tingkat tertentu. Letak sumber air bersih dari septictank (termasuk

PAM) ≥10 meter

b. Tolok ukur kunci

Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit-dikitmya 15

liter per-orang per-hari, volume aliran air dititip sumber sedikitnya

0,125 liter perdetik, jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak

lebih dari 500 meter, 1 (satu) kran air untuk 80-100 orang

c. Kualitas air

Sumber air bersih tersedia dan cukup volumenya untuk anak

sekolah dan petugas sekolah tanpa menyebabkan timbulnya risiko-

risiko besar terhadap kesehatan akibat penyakit-penyakit maupun

pencemaran kimiawi atau radiologis dari penggunaan jangka

pendek.

4. Tempat berjualan makanan

Salah satu usaha pencegahan yang menitiberatkan kegiatan dan

tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari

segala bahaya yang dapat mengganggu atau memasak kesehatan, mulai

dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan,

penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan

minuman tersebut siap untuk dikomsumsikan oleh siswa. Tempat

berjualan bersih, sehat ditata dengan rapid an indah terhindar dari

vektor seperti serangga, lalat dan kuman lainnya.


5. Tersedia tempat sampah di dalam ruangan/di luar ruangan

a. Tempat penampungan sampah sederhana

b. Terbuat dari semen/drum tertutup dan gerobak diangkut langsung

c. Jarak penampungan sampah sementara dari ruang kelas <10 meter

d. Letak penampungan sampah sementara dari sumber air bersih ≥10

meter

6. Saluran pembuangan air limbah

Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam saluran pembuangan air

limbah yaitu:

a. Disemen, tertutup, mengalir lancer

b. Jarak penampungan air limbah dari sumber air bersih ≥ 10 meter

c. Jarak penampungan air limbah dialirkan ke sumur resapan yang

tertutup

7. Kebersihan kerapian dan keindahan halaman

Kebersihan kerapian dan keindahan halaman yang dimaksud seperti:

a. Bersih dan ditata dengan rapih dan indah

b. Tanaman perindang dan tanaman hias ditata dengan rapih

c. Kebun sekolah/apotik hidup beragam, ditata rapi dan bernama

d. Halaman bermain, berolah raga/upacara tersedia memadai dan

bersih

e. Pagar berfungsi, terawatt baik, bersih, serasi dan aman


f. Penerapan kawasan bebas asap rokok di sekolah terlihat dari tidak

ada guru/tamu merokok di sekolah

g. Kegiatan PSN dengan 3M minimal 1 minggu sekali

C. Tinjauan Umum Tentang Fasilitas Sanitasi

1. Sarana air bersih

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan

Kualitas Air menjelaskan, “air bersih adalah air yang digunakan untuk

keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan

dapat diminum apabila telah dimasak (Permenkes, 2017)

Persyaratan sarana air bersih beradasarkan peraturan menteri

kesehatan RI No 416/Menkes/Per/IX/1990

1. Tersedia air bersih 15 liter/hari/orang

2. Kualitas air bersih memenuhi syarat kesehatan yang sesuai dengan

Kep.Men.Kes. No 416 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan

pengawasan kualitas air

3. Jarak sumur/sarana air bersih dengan sumber pencemaran (sarana

pembuangan air limbah, septic tank, tempat pembuangan sampah

akhir, dll) minimal 10 m

Parameter fisik selain penting efeknya terhadap kesehatan, juga

sering berguna di daerah pedesaan di mana tidak tersedia laboratorium,


sehingga tidak dapat dilakukan uji air lengkap kimia, fisika, biologi,

yakni, orang mudah mengetahui kualitas air dari sifat fisiknya saja

seperti bau, keruh, rasa tidak enak, berbusa, dll (soemirat, 2014)

a. Bau

Bau air dapat memberi petunjuk akan kualitas air. Misalnya, bau

amis dapat disebabkan oleh tumbuhan algae yang berlebihan, atau air

terkontaminasi berbagai limbah dan lain-lain. Banyak orang

mengeluhkan bau khlor air PDAM yang digunakan untuk desinfeksi,

terutama mereka yang tidak mengetahuinya, dan sudah terbiasa

minum air sungai, dan air sumur dangkal

b. Jumlah zat padat terlarut (TDS)

TDS (total dissolved solids) biasanya terdiri dari zat organik,

garam anorganik dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka

kesadahan akan naik pula. Selanjutnya, efek TDS ataupun kesadahan

terhadap kesehatan tergantung pada spesies kimia penyebab masalah

tersebut.

c. Kekeruhan

Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik

yang bersifat anorganik ataupun yang organic. Zat anorganik,

biasanya beralaskan lapukan batu dan logam, sedangkan yang

organik dapat berasal dari lapukan tanaman dan/atau hewan,

berbagai limbah seperti buangan domestik, pertanian, dan industry


merupakan sumber kekeruhan. Longsor, banjir juga dapat menambah

kekeruhan yang banyak.

d. Rasa

Air minum biasanya tidak member rasa atau tawar. Air yang tidak

tawar dapat menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat

membahayakan kesehatan. Rasa logam/amis, rasa pahit, asin, dan

sebagainya. Efeknya tergantung pada penyebab timbulnya rasa

tersebut.

e. Suhu

Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak

terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa, yang dapat

membahayakan kesehatan, menghambat reaksi-reaksi biokimia di

dalam saluran/pipa, mikroorganisme pathogen tidak mudah

berkembang biak, dan bila diminum air dapat menghilangkan

dahaga.

f. Warna

Air minum sebaiknya tidak berwarna untuk alas an estetis dan

untuk mencegah keracunan dari berbagai zat kimia maupun

mikroorganisme yang berwarna. Secara alamiah, warna dapat

disebabkan adanya tannin dan asam humat yang terdapat di air rawa

seperti berwarna kuning muda, menyerupai urin, oleh karenanya


orang tidak mau menggunakannya. Selain itu, zat organik ini bila

terkena khlor dapat membentuk senyawa-senyawa khloroform yang

beracun, warna pun dapat berasal dari buangan industri. (soemirat,

2014)

2. Sarana jamban

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

852/MENKES/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total

Berbasis Masyarakat menjelaskan bahwa, “Jamban sehat adalah

fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai

penularan penyakit (PERMENKES, 2008)

Permendiknas No 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan

Prasarana Sekolah/Madrasah Pendidikan menerangkan bahwa, “Jamban

adalah ruang untuk buang air besar dan/atau kecil.” (Permen 24, 2007)

Menurut Permen 24 (2007: 14) tentang SNP Sarana Prasarana

menjelaskan:

Standar jamban SD/MI sebagai berikut:

a. Jamban berfungsi sebagai tempat buang air besar dan/atau kecil.

b. Minimum terdapat 1 unit jamban untuk setiap 60 peserta didik pria,

1 unit jamban untuk setiap 50 peserta didik wanita, dan 1 unit

jamban untuk guru. Jumlah minimum jamban setiap

sekolah/madrasah 3 unit.

c. Luas minimum 1 unit jamban 2 meter persegi.


d. Jamban harus berdinding, beratap, dapat dikunci, dan mudah

dibersihkan.

e. Tersedia air bersih di setiap unit jamban.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1429/MENKES/SK/XII/2006 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Sekolah terkait fasilitas

sanitasi sekolah menjelaskan bahwa:(KEPMENKES, 2006)

Persyaratan toilet sekolah yaitu sebagai berikut:

a. Letak toilet harus terpisah dari kelas, ruang UKS, ruang guru,

perpustakaan, ruang bimbingan dan konseling.

b. Tersedia toilet yang terpisah antara laki-laki dan perempuan.

c. Proporsi jumlah wc/urinoir adalah 1 wc/urinoir untuk 40 siswa dan

1 wc untuk 25 siswi.

d. Toilet harus dalam keadaan bersih.

e. Lantai toilet tidak ada genangan air.

f. Tersedia lubang penghawaan yang langsung berhubungan dengan

udara luar.

g. Bak penampung air harus tidak menjadi perindukan nyamuk

Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan

kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk

dengan leher angsa (cemplung) yang di lengkapi dengan unit


penampungan kotoran air untuk membersihkannya. Adapun jenis-jenis

jamban (Maryunani, 2013)

a. Jamban cemplung adalah jamban yang penampungannya berupa

lubang yang berfungsi menyimpan kotoran/tinja ke dalam tanah dan

mengendapkan kotoran ke dasar lubang untuk jambang cemplung

diharuskan ada penutup agar tidak berbau

b. Jamban tangki septic/leher angsa adalah jamban berbentuk leher

angsa yang penampungannya berupa tangki septic kedap air yang

berfungsi sebagai wadah proses penguraian/dekomposisi kotoran

manusia yang dilengkapi dengan resapan.

3. Saluran pembuangan air limbah

Saluran pembuangan air limbah atau yang sering disingkat dengan

SPAL adalah perlengkapan pengelolaan air limbah berupa saluran

perpipaan maupun yang lainnya yang dapat dipergunakan untuk

membuang air buangan dari sumbernya sampai ke tempat pengelolaan

atau tempat buangan air limbah

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1429/MENKES/SK/XII/2006 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Sekolah menjelaskan

Sarana pembuangan air limbah sekolah adalah sebagai berikut:

a. Tersedia saluran pembuangan air limbah yang terpisah dengan

saluran penuntasan air hujan.


b. Saluran pembuangan air limbah harus terbuat dari bahan kedap air

dan tertutup.

c. Keberadaan SPAL tidak mencemari lingkungan.

d. Tersedia saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat

kesehatan kedap air, tertutup dan airnya dapat mengalir dengan

lancar.

e. Air limbah dibuang melalui tangki septic dan kemudian diresapkan

ke dalam tanah.

f. Pembuangan air limbah dari laboratorium, dapur, dan wc harus

memenuhi syarat kesehatan kedap air, tertutup, dan diberi bak

control pada jarak tertentu supaya mudah dibersihkan bila terjadi

penyumbatan sehingga dapat mengalir dengan lancar

4. Sarana pembuangan sampah

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1429/MENKES/SK/XII/2006 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Sekolah menjelaskan

Standar sarana pembuangan adalah sebagai berikut:

a. Di setiap ruangan harus tersedia tempat sampah yang dilengkapi

dengan tutup.

b. Tersedia tempat pengumpulan sampah sementara (TPS) dari seluruh

ruangan untuk memudahkan pengangkutan atau pemusnahan.


c. Peletakkan tempat pembuangan/pengumpulan sampah sementara

dengan ruang kelas berjarak minimal 10 m.

Sekolah merupakan salah satu tempat penghasil sampah terbesar

selain pasar, rumah tangga, industri dan perkantoran. Karakteristik

sampah dapat dibedakan menjadi beberapa kategori yaitu (Sastrawijaya,

2009)

a. Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya

1) Organik, misalnya: sisa makanan, daun, sayur, dan buah.

2) Anorganik, misalnya: logam, pecah belah, abu, dan lain-lain

b. Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar

1) Mudah terbakar, misalnya: kertas plastic, daun kering, kayu

2) Tidak mudah terbakar, misalnya: kaleng, besi, gelas, dan lain-

lain

c. Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk

1) Mudah membusuk, misalnya: sisa makanan, potongan daging,

dan sebagainya

2) Sulit membusuk, misalnya: plastik, karet, gelang, dan sebagainya

5. Tempat cuci tangan

Cuci tangan adalah salah satu komponen sanitasi dasar. Cuci tangan

yang baik akan menghilangkan kuman yang menempel di tangan

sehingga dapat mencegah penyakit karena tangan merupakan bagian

tubuh yang paling cepat menularkan penyakit. Hand Cleansing adalah


suatu kegiatan yang secara fisik bertujuan untuk menghilangkan

kotoran, material organik atau mikroorganisme (World Health

Organization, 2009)

Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2014 tentang

STBM menjelaskan bahwa cuci tangan pakai sabun adalah perilaku cuci

tangan dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun. Lebih

lanjut dijelaskan sebagai berikut (Permenkes, 2014)

Pilihan sarana cuci tangan pakai sabun tergantung pada kreatifitas

masingmasing, misalnya:

a. Ceret/kendi (khusus untuk cuci tangan) dilengkapi dengan sabun

dan lap (handuk).

b. Ember dengan gayung dilengkapi dengan dan lap bersih (handuk).

c. Jerigen dimodifikasi dipasang kran dilengkapi sabun dan lap bersih

(handuk).

d. Pancuran dilengkapi sabun dan lap bersih (handuk).

e. Westafel dilengkapi sabun dan lap bersih (handuk)

D. Kerangka Konsep

Sarana air bersih


Sarana jamban
Sanitasi Lingkungan
Saluran pembuangan
air limbah

Sarana pembuangan
sampah

Tempat cuci tangan

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen
E. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

Table 2.2
Definisi operasional dan kriteria objektif

No Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur (kriteria Skala
objektif)

Variabel Dependen

1 Sanitasi Salah satu pembinaan Lembar Observasi Sehat : jika skor sekolah Nominal
Lingkungan dan penilaian pada Observasi mencapai 2.262-3.000
keadaan lingkungan Kurang sehat : jika skor
fisik sekolah, peserta sekolah mencapai 785-
didik dan tenaga 2.261
pendidikan, serta pada (Santoso, 2015)
berbagai kegiatan,
manajemen/organisasi
serta pengaruh timbal
balik antara sekolah dan
masyarakat sekitarnya
Variabel Independen

2 Sarana air air yang digunakan Lembar Wawancara Memenuhi syarat : jika Nominal
bersih untuk keperluan sehari- Observasi skor mencapai ≥3
hari yang kualitasnya Tidak memenuhi syarat:
memenuhi syarat jika skor mencapai < 3
kesehatan dan dapat (KEPMENKES, 2006)
diminum apabila telah
dimasak berdasarkan
Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.
416/Menkes/Per/IX/199
0
3 Sarana Fasilitas pembuangan Lembar Wawancara Memenuhi syarat : jika Nominal
jamban tinja yang efektif untuk Observasi skor mencapai ≥ 7
memutus mata rantai Tidak memenuhi syarat:
penularan penyakit jika skor mencapai < 7
berdasarkan Keputusan (KEPMENKES, 2006)
Menteri Kesehatan RI
Nomor
852/MENKES/SK/IX/
2008
4 Saluran Perlengkapan Lembar Wawancara Memenuhi syarat : jika Nominal
pembuangan pengelolaan air limbah Observasi skor mencapai ≥ 6
air limbah berupa saluran Tidak memenuhi syarat:
perpipaan maupun yang jika skor mencapai < 6
lainnya yang dapat di (KEPMENKES, 2006)
pergunakan untuk
membuang air buangan
dari sumbernya sampai
ke tempat pengelolaan
atau tempat buangan air
limbah

5 Sarana Salah satu bentuk Lembar Wawancara Memenuhi syarat : jika Nominal
pembuangan limbah yang terdapat di Observasi skor mencapai ≥ 3
sampah lingkungan, ada dua Tidak memenuhi syarat:
jenis sampah yaitu, jika skor mencapai < 3
sampah organik dan (KEPMENKES, 2006)
sampah anorganik
6 Tempat cuci Suatu kegiatan yang Lembar Wawancara Memenuhi syarat : jika Nominal
tangan secara fisik bertujuan Observasi skor mencapai ≥ 4
untuk menghilangkan Tidak memenuhi syarat:
kotoran, material jika skor mencapai < 4
organik atau (KEPMENKES, 2006)
mikroorganisme
F. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis null (H 0 )

a. Tidak ada hubungan sarana air bersih dengan kondisi sanitasi

lingkungan di Sekolah Dasar kota Palopo Tahun 2019

b. Tidak ada hubungan sarana jamban dengan kondisi sanitasi

lingkungan di Sekolah Dasar kota Palopo Tahun 2019

c. Tidak ada hubungan saluran pembuangan air limbah dengan kondisi

sanitasi lingkungan di Sekolah Dasar kota Palopo Tahun 2019

d. Tidak ada hubungan sarana pembuangan sampah dengan kondisi

sanitasi lingkungan di Sekolah Dasar kota Palopo Tahun 2019

e. Tidak ada hubungan tempat cuci tangan dengan kondisi sanitasi

lingkungan di Sekolah Dasar kota Palopo Tahun 2019


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional

dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui

sejauh mana hubungan sarana air bersih, sarana jamban, saluran

pembuangan air limbah, sarana pembuangan sampah, dan tempat cuci

tangan (variabel independen) sanitasi lingkungan (variabel dependen)

dengan kondisi sanitasi lingkungan di Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun

2019.

B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Sekolah Dasar yang ada di Kota

Palopo Tahun 2019.

No Kecamatan Jumlah Sekolah Dasar

1 Wara Utara 8 sekolah dasar

2 Wara Timur 10 sekolah dasar

3 Wara Selatan 5 sekolah dasar

4 Wara Barat 11 sekolah dasar

5 Wara 12 sekolah dasar


6 Mungkajang 5 sekolah dasar

7 Bara 10 sekolah dasar

8 Tellu Wanua 10 sekolah dasar

9 Sendana 4 sekolah dasar

2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai September di

Sekolah Dasar yang ada di Kota Palopo Tahun 2019.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Pada penelitian ini Populasinya adalah seluruh Sekolah Dasar di

Kota Palopo sebanyak 75 sekolah dasar

2. Sampel

Sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling

yakni seluruh jumlah populasi sebanyak 75 Sekolah Dasar di Kota

Palopo

3. Teknik sampling
Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan total

sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama

dengan populasi.

a. Kriteria Inklusi:

1) Sekolah Dasar yang ada di Kota Palopo Tahun 2019

b. Kriteria Ekslusi

1) Tidak mendapatkan izin dari pihak sekolah untuk dilakukan

pengumpulan data

D. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari sekolah dasar peneliti menggunakan

alat pengumpul data berupa lembar observasi yang terdiri dari karakteristik

sekolah, sanitasi lingkungan sekolah, sarana air bersih, sarana jamban,

saluran pembuangan air limbah, sarana pembuangan sampah, dan tempat

cuci tangan

1. Identitas responden yang meliputi nama sekolah, jumlah guru, jumlah

siswa, dan alamat

2. Observasi sanitasi lingkungan sekolah, menggunakan skala range nilai

10 sampai 100, kemudian total skor yang diperoleh di klasifikasikan

menjadi 2, sehat jika skor sekolah mencapai 2.262-3.000 dan kurang

sehat jika skor sekolah mencapai 785-2.261.

3. Observasi sarana air bersih, menggunakan skala gutman dengan pilihan


ya (skor 1) dan tidak (skor 0), kemudian total skor yang diperoleh di

klasifikasikan menjadi 2, memenuhi syarat jika skor mencapai ≥ 3 dan

tidak memenuhi syarat jika skor < 3

Dari uji validitas dengan menggunakan SPSS bahwa keseluruhan

pertanyaan dari lembar observasi dinyatakan valid dan dapat digunakan

dalam penelitian dengan nilai r table sebesar 0,444 dan dari hasil uji

validitas statistik dengan nilai cronbach’s alpa sebesar 0,977 jadi

reliabilitas lembar observasi sempurna.

4. Observasi sarana jamban, menggunakan skala gutman dengan pilihan

ya (skor 1) dan tidak (skor 0), kemudian total skor yang diperoleh

diklasifikasikan menjadi 2, memenuhi syarat jika skor mencapai ≥ 7

dan tidak memenuhi syarat jika skor mencapai < 7.

Dari uji validitas dengan menggunakan SPSS bahwa keseluruhan

pertanyaan dari lembar observasi dinyatakan valid dan dapat digunakan

dalam penelitian dengan nilai r table sebesar 0,444 dan dari hasil uji

validitas statistik dengan nilai cronbach’s alpa sebesar 0,937 jadi

reliabilitas lembar observasi sempurna.

5. Observasi saluran pembuangan air limbah, menggunakan skala gutman

dengan pilihan ya (skor 1) dan tidak (skor 0), kemudian total skor yang

diperoleh diklasifikasikan menjadi 2, memenuhi syarat jika skor

mencapai ≥ 6 dan tidak memenuhi syarat jika skor mencapai < 6.


Dari uji validitas dengan menggunakan SPSS bahwa keseluruhan

pertanyaan dari lembar observasi dinyatakan valid dan dapat digunakan

dalam penelitian dengan nilai r table sebesar 0,444 dan dari hasil uji

validitas statistik dengan nilai cronbach’s alpa sebesar 0,881 jadi

reliabilitas lembar observasi sempurna.

6. Observasi sarana pembuangan sampah, menggunakan skala gutman

dengan pilihan ya (skor 1) dan tidak (skor 0), kemudian total skor yang

diperoleh diklasifikasikan menjadi 2, memenuhi syarat jika skor

mencapai ≥ 3 dan tidak memenuhi syarat jika skor mencapai < 3.

Dari uji validitas dengan menggunakan SPSS bahwa keseluruhan

pertanyaan dari lembar observasi dinyatakan valid dan dapat digunakan

dalam penelitian dengan nilai r table sebesar 0,444 dan dari hasil uji

validitas statistik dengan nilai cronbach’s alpa sebesar 0,760 jadi

reliabilitas lembar observasi sempurna.

7. Observasi tempat cuci tangan, menggunakan skala gutman dengan

pilihan ya (skor 1) dan tidak (skor 0), kemudian total skor yang

diperoleh diklasifikasikan menjadi 2, memenuhi syarat jika skor

mencapai ≥ 4 dan tidak memenuhi syarat jika skor mencapai < 4.

Dari uji validitas dengan menggunakan SPSS bahwa keseluruhan

pertanyaan dari lembar observasi dinyatakan valid dan dapat digunakan

dalam penelitian dengan nilai r table sebesar 0,444 dan dari hasil uji
validitas statistik dengan nilai cronbach’s alpa sebesar 0,866 jadi

reliabilitas lembar observasi sempurna.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang dikumpulkan

langsung dengan lembar observasi yang berisi nama subjek dan

beberapa gejala serta identitas lainnya dari sasaran pengamatan .

2. Data sekunder

Data sekunder yang digunakan sebagai data pendukung dan

pelengkap dari data primer yang ada relevansinya dengan keperluan

penelitian ini adalah data yang di peroleh dari data sanitasi lingkungan

Sekolah Dasar di Kota Palopo Tahun 2019.

F. Pengolahan Data

Proses pengolahan data ini melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Editing

Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus

dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu.

2. Coding
Setelah semua kuesioner diedit, selanjutnya dilakukan peng

“kodean” atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat

menjadi data angka.

3. Data Entry atau Processing

Jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk “kode”

(Angka atau huruf) dimasukkan kedalam program “software”

computer.

4. Cleaning

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan,

dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi (data

cleaning).

G. Analisi Data

Analisa data diolah dengan system computerisasi menggunakan

program SPSS for windows untuk kemudian dilakukan analisa univariat

dan bivariat.

1. Analisis univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (variabel

independen yaitu sarana air bersih, sarana jamban, saluran


pembuangan air limbah, sarana pembuangan sampah, dan tempat cuci

tangan) dengan (variabel dependen yaitu sanitasi lingkungan sekolah)

di Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun 2019.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan fasilitas

sanitasi sekolah dengan kondisi sanitasi lingkungan sekolah di Sekolah

Dasar Kota Palopo. Penelitian menggunakan derajat kepercayaan 95%

(α:0,05) dimana hipotesis penelitian berdasarkan pada tingkat

signifikan (nilai p) yaitu nilai p Value ≤0,05 maka Hipotesis Null (Ho)

ditolak berarti ada hubungan antara variabel independen dengan

variabel devenden. Bila p Value > 0,05 artinya H 0 diterima yang berarti

tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen dengan menggunakan program SPSS

H. Etika Penelitian

Apabila komite etik penelitian belum dibentuk disuatu institusi, maka

peneliti tetap harus memenuhi etika penulisan, yaitu

1. Menjamin kerahasian sekolah

Salah satu cara untuk menjamin kerahasian sekolah adalah tidak

mencantumkan nama sekolah dalam pengisian instrumen penelitian


maupun penyajian hasil penelitian. Nama sekolah diganti dengan

pemberian kode nomor kode sekolah.

2. Menjamin keamanan sekolah

Keamanan sekolah harus dipenuhi upaya untuk di fokuskan pada

bangunan fisik sekolah, tata letak dan kebijakan prosedur yang ada

untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari dan menyelesaikan masalah

yang mungkin timbul.

3. Bertindak adil

Bertindak adil diterapkan khususnya untuk penelitian eksperimen

yang memberikan perlakuan berbeda pada tiap sekolah, misalnya ada

sekolah yang diberi perlakukan penyuluhan dan ada yang tidak diberi

penyuluhan.

4. Mendapatkan persetujuan dari sekolah

Sekolah tidak dapat dipaksakan untuk menjadi responden dalam

penelitian karena sekolah mempunyai hak dan kebebasan untuk

menentukan sendiri. Peneliti perlu meminta persetujuan dari sekolah

dalam keikut sertaannya menjadi responden. Sebelum meminta

persetujuan dari sekolah, peneliti harus memberikan informasi tentang

tujuan dilakukannya penelitian.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di SD Negeri se-Kota Palopo. Secara

geografis Kota Palopo berada pada koordinat 2º53’15” - 3º04’08”

Lintang Selatan dan 120º03'10" - 120º14'34" Bujur Timur. Adapun

batasan administrasi Kota Palopo terdiri dari : Sebelah Utara berbatasan

dengan Kecamatan Walenrang Kabupaten Luwu, Sebelah Selatan

berbatasan dengan Kecamatam Bua Kabupaten Luwu, Sebelah Timur

berbatasan dengan Teluk Bone dan Sebelah Barat berbatasan dengan

Kecamatan Tondon Nanggala Kabupaten Toraja Utara.

Kota Palopo merupakan salah satu wilayah kota administrasi yang

berada didalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah

258,17 Km 2 dengan 9 (Sembilan) wilayah administrasi kecamatan yang

meliputi Kecamatan Wara Selatan, Kecamatan Sendana, Kecamatan

Wara, Kecamatan Wara Timur, Kecamatan Mungkajang, Kecamatan

Wara Utara, Kecamatan Bara, Kecamatan Telluwanua dan Kecamatan

Wara Barat dengan jumlah 48 kelurahan.


Kondisi topografi Kota Palopo berada pada ketinggian 0 – 1.500

meter dari permukaan laut, dengan bentuk permukaan datar hingga

berbukit dan pegunungan.Tingkat kemiringan lereng wilayah cukup

bervariasi yaitu 0 – 2%, 2 – 15%, 15 – 40% dan kemiringan diatas 40%.

Kondisi topografi (ketinggian dan kemiringan lereng) tersebut

dipengaruhi oleh letak geografis kota yang merupakan daerah pesisir

pada bagian Timur, sedangkan pada bagian barat merupakan daerah

berbukit.

Sebagian besar wilayah Kota Palopo merupakan dataran rendah,

sesuai dengan keberadaannya sebagai daerah yang terletak di pesisir

pantai. sekitar 62,85 % dari luas Kota Palopo merupakan daerah dataran

rendah dengan ketinggian 0–500 m dari permukaan laut, 24,00 %

terletak pada ketinggian 501– 1000 m dan sekitar 14,00 % yang terletak

diatas ketinggian lebih dari 1000 m.

Keadaan permukaan tanah bergunung dan berbukit terutama pada

sebelah Barat yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Toraja

Utara.Daerah dengan kondisi topografi relatif rendah dan berbukit pada

bagian Utara, sedangkan pada bagian timur merupakan daerah pantai

yang membujur dari Utara ke Selatan dengan panjang pantainya kurang

lebih 25 Km. Bagian Selatan berbukit terutama bagian Barat, sedangkan

bagian lainnya merupakan dataran rendah yang datar dan bergelombang.


Ada tiga kecamatan yang sebagian besar daerahnya merupakan

daerah pegunungan yaitu Kecamatan Sendana, Kecamatan Mungkajang

dan Kecamatan Wara Barat, sedangkan enam kecamatan lainnya

sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah. Selanjutnya dari

segi luas nampak bahwa kecamatan terluas adalah Kecamatan Wara

Barat dengan luas 54,13 km2 dan yang tersempit adalah Kecamatan

Wara Utara dengan luas 10,58 km2.

Berdasarkan data BPS Kota Palopo pada akhir Tahun 2012 jumlah

penduduk Kota Palopo sebanyak 152.703 jiwa,(74.870 jiwa laki-laki dan

77.833 jiwa perempuan), dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar

1,20 % per tahun.

Rata-rata kepadatan penduduk Kota Palopo untuk Kecamatan Wara

Selatan 980,11 jiwa/km 2 , Kecamatan Sendana 159,48 jiwa/km 2 ,

Kecamatan Wara Timur 2648,84 jiwa/km 2 , Kecamatan Mungkajang

133,92 jiwa/km 2 , Kecamatan Wara Utara 1885,20 jiwa/km 2 , Kecamatan

Bara 1015,03 jiwa/km 2 , Kecamatan Telluwanua 351,66 jiwa/km 2 dan

Kecamatan Wara Barat 179,31 jiwa/km 2 .Kecamatan yang paling padat

penduduknya adalah kecamatan Wara dan jarang penduduknya adalah

Kecamatan Mungkajang.

Sejalan dengan kebijakan yang akan diambil pemerintah dalam

membangun daerah juga memperhatikan jumlah penduduk, sebaran dan

laju pertumbuhannya, untuk itu perlu dilakukan proyeksi jumlah


penduduk untuk 5 tahun kedepan, dimulai dari tahun 2012 sampai

dengan 2016 Dimana sebagai tahun dasar digunakan tahun 2011

proyeksi dilakukan untuk setiap kecamatan, dengan menggunakan angka

laju pertumbuhan penduduk setiap kecamatan, dan untuk proyeksi

penduduk Kota Palopo didapat dari jumlah total setiap kecamatan.

Proyeksi dilakukan dengan menggunakan metoda bunga berganda, dari

proyeksi yang dilakukan terlihat pada tahun 2016, penduduk Kota

Palopo berjumlah166,398 jiwa dimana jumlah penduduk terbanyak akan

berada di Kecamatan Wara dengan laju pertumbuhan sebesar 2,20 %.

Kota Palopo memiliki 75 Sekolah Dasar Negeri, sekolah tersebut

tersebar di 48 kelurahan di wilayah Kota Palopo.

2. Hasil penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Kota Palopo selama 3

bulan mulai tanggal 14 Juni sampai 13 September 2019. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh Sekolah Dasar yang ada di Kota Palopo.

Besar sampel yang diteliti sebanyak 75 Sekolah Dasar. Berdasarkan

hasil pengolahan data yang didapatkan dari lembar observasi, maka

berikut akan disajikan analisis univariat dan analisis bivariat.

a. Hasil Analisis Univariat


Tujuan analisis ini adalah mendeskripsikan karakteristik sampel

dan variabel yang diteliti menurut jenis data masing-masing ke

dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase sebagai berikut :

1) Sanitasi lingkungan

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam

mengumpulkan data kondisi sanitasi lingkungan sekolah

adalah observasi. Observasi ini dipilih untuk melihat langsung

kondisi sanitasi lingkungan sekolah.

Berikut distribusi frekuensi sanitasi lingkungan sekolah di

sekolah dasar kota palopo

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Sanitasi Lingkungan Di Sekolah Dasar
Kota Palopo Tahun 2019 (N=75)
Sanitasi Lingkungan
Frekuensi (f) Persentase (%)
Sekolah
Sehat 12 16,0
Kurang Sehat 63 84,0
Total 75 100,0
Sumber :Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan dari 75 sekolah dasar,

yang mengalami sanitasi lingkungan sehat sebanyak 12

sekolah dasar (16,0%), yang mengalami sanitasi lingkungan

kurang sehat sebanyak 63 sekolah dasar (84,0%)


2) Sarana Air Bersih

Berikut ini adalah hasil distribusi frekuensi sarana air

bersih di sekolah dasar

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Sarana Air Bersih Di Sekolah Dasar Kota
Palopo Tahun 2019 (N=75)
Sarana Air Bersih Frekuensi (f) Persentase (%)

Memenuhi syarat 64 85,3


Tidak memenuhi syarat 11 14,3
Total 75 100,0
Sumber :Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan dari 75 sekolah dasar,

sarana air bersih yang memenuhi syarat sebanyak 64 sekolah

dasar (85,3%), sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat

sebanyak 11 sekolah dasar (14,3%).

3) Sarana Jamban

Berikut ini adalah hasil distribusi frekuensi sarana jamban

di sekolah dasar kota palopo

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Sarana Jamban Di Sekolah Dasar Kota
Palopo Tahun 2019 (N=75)
Sarana Jamban Frekuensi (f) Persentase (%)
Memenuhi syarat 22 29,3
Tidak memenuhi syarat 53 70,7
Total 75 100,0
Sumber :Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan dari 75 sekolah dasar,

sarana jamban yang memenuhi syarat sebanyak 22 sekolah

dasar (29,3%), sarana jamban yang tidak memenuhi syarat

sebanyak 53 sekolah dasar (70,7%)

4) Saluran Pembuangan Air Limbah

Berikut ini adalah hasil distribusi frekuensi saluran

pembuangan air limbah di sekolah dasar kota palopo

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Saluran Pembuangan Air Limbah Di
Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun 2019 (N=75)
Saluran Pembuangan
Frekuensi (f) Persentase (%)
Air Limbah
Memenuhi syarat 54 72,0
Tidak memenuhi syarat 21 28,0
Total 75 100,0
Sumber :Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan dari 75 sekolah dasar,

saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat

sebanyak 54 sekolah dasar (72,0%), saluran pembuangan air

limbah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 21 sekolah dasar

(28,0%).

5) Sarana Pembuangan Sampah


Berikut hasil distribusi sarana pembuangan sampah di

sekolah dasar kota palopo

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Sarana Pembuangan Sampah Di Sekolah
Dasar Kota Palopo Tahun 2019 (N=75)
Sarana Pembuangan
Frekuensi (f) Persentase (%)
Sampah
Memenuhi syarat 8 10,7
Tidak memenuhi syarat 67 89,3
Total 75 100,0
Sumber :Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan dari 75 sekolah dasar,

sarana pembuangan sampah yang memenuhi syarat sebanyak 8

sekolah dasar (10,7%), sarana pembuangan sampah yang tidak

memenuhi syarat sebanyak 67 sekolah dasar (89,3%).

6) Tempat Cuci Tangan

Berikut ini adalah hasil distribusi frekuensi tempat cuci

tangan di sekolah dasar kota palopo

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Tempat Cuci Tangan Di Sekolah Dasar
Kota Palopo Tahun 2019 (N=75)
Tempat Cuci Tangan Frekuensi (f) Persentase (%)

Memenuhi syarat 2 2,7


Tidak memenuhi syarat 73 97,3
Total 75 100,0
Sumber :Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan dari 75 sekolah dasar,

tempat cuci tangan yang memenuhi syarat sebanyak 2 sekolah


dasar (2,7%), tempat cuci tangan yang tidak memenuhi syarat

sebanyak 73 sekolah dasar (97,3%).

b. Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat terdiri dari atas metode-metode statistik

inferensial yang digunakan untuk menganalisis data dua variabel

penelitian. Penelitian terhadap dua variabel biasanya mempunyai

tujuan untuk mendeskripsikan distribusi data, menguji perbedaan

dan mengukur hubungan antara dua variabel yang diteliti.

1) Hubungan Sarana Air Bersih dengan Kondisi Sanitasi

Lingkungan

Berikut data distribusi frekuensi hubungan sarana air bersih

dengan kondisi sanitasi lingkungan di sekolah dasar kota

palopo.

Tabel 4.7
Hubungan Sarana Air Bersih dengan kondisi Sanitasi Lingkungan di
Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun 2019 (N=75)
Sanitasi Lingkungan
p
Kurang Total
Sarana Air Bersih Sehat Value
Sehat
n % n % N %

Memenuhi syarat 11 17,2 53 82,8 64 100,0


,681
Tidak memenuhi syarat 1 9,1 10 90,9 11 100,0

Sumber : Uji chi-square 2019


Berdasarkan data pada tabel 4.7 diketahui bahwa pada

kelompok sekolah dasar memiliki sarana air bersih yang


memenuhi syarat, terdapat 17,2 % yang memiliki sanitasi

lingkungan sehat, dan 82,8 % memiliki sanitasi lingkungan

kurang sehat. Sedangkan pada kelompok sekolah dasar yang

memiliki sarana air bersih tidak memenuhi syarat, terdapat 9,1

% memiliki sanitasi lingkungan sehat, dan 90,9 % memiliki

sanitasi lingkungan kurang sehat.

Hasil analisis bivariat dengan uji statistik chi-square

diperoleh p Value yaitu ,68. Hal ini menunjukkan bahwa p

Value < ,05 maka H 0 diterima yang berarti bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara Fasilitas sanitasi dengan

kondisi sanitasi lingkungan di Sekolah Dasar Kota Palopo

Tahun 2019.

2) Hubungan Sarana Jamban dengan Kondisi Sanitasi Lingkungan

Berikut hasil distribusi frekuensi hubungan sarana jamban

dengan kondisi Sanitasi Lingkungan Sekolah di Sekolah Dasar

Kota Palopo.

Tabel 4.8
Hubungan Sarana Jamban dengan kondisi Sanitasi Lingkungan Sekolah di
Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun 2019 (N=75)
Sanitasi Lingkungan
p
Kurang Total
Sarana Jamban Sehat Value
Sehat
n % n % N %
Memenuhi syarat 11 50,0 1152 50,0 22 100,0
Tidak memenuhi syarat 1 1,9 98,1 53 100,0 ,000
Sumber : Uji chi-square 2019
Berdasarkan data pada tabel 4.8 diketahui bahwa pada

kelompok sekolah dasar memiliki sarana jamban yang

memenuhi syarat, terdapat 50,0 % yang memiliki sanitasi

lingkungan sehat, dan 50,0 % memiliki sanitasi lingkungan

kurang sehat. Sedangkan pada kelompok sekolah dasar yang

memiliki sarana jamban tidak memenuhi syarat, terdapat 1,9 %

memiliki sanitasi lingkungan sehat, dan 98,1 % memiliki

sanitasi lingkungan kurang sehat.

Hasil analisis bivariat dengan uji statistik chi-square

diperoleh p Value yaitu ,00. Hal ini menunjukkan bahwa p

Value < ,05 maka H 0 ditolak yang berarti bahwa ada hubungan

yang signifikan antara Fasilitas sanitasi dengan kondisi

sanitasi lingkungan di Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun 2019.

3) Hubungan Saluran Pembuangan Air Limbah dengan Kondisi

Sanitasi Lingkungan

Berikut distribusi frekuensi hubungan saluran

pembuangan air limbah dengan kondisi sanitasi lingkungan

sekolah di sekolah dasar kota palopo

Tabel 4.9
Hubungan Saluran Pembuangan Air Limbah dengan kondisi Sanitasi
Lingkungan di Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun 2019 (N=75)
SPAL Sanitasi Lingkungan Total p
Kurang
Sehat Value
Sehat
n % n % N %
Memenuhi syarat 6 11,1 48 88,9 54 100,0
Tidak memenuhi syarat 6 28,6 15 71,4 21 100,0 ,084
Sumber : Uji chi-square 2019
Berdasarkan data pada tabel 4.9 diketahui bahwa pada

kelompok sekolah dasar memiliki saluran pembuangan air

limbah yang memenuhi syarat, terdapat 11,1 % yang memiliki

sanitasi lingkungan sehat, dan 88,9 memiliki sanitasi

lingkungan kurang sehat. Sedangkan pada kelompok sekolah

dasar yang memiliki saluran pembuangan air limbah tidak

memenuhi syarat, terdapat 28,6 memiliki sanitasi lingkungan

sehat, dan 71,4 memiliki sanitasi lingkungan kurang sehat.

Hasil analisis bivariat dengan uji statistik chi-square

diperoleh p Value yaitu ,08. Hal ini menunjukkan bahwa p

Value < ,05 maka H 0 diterima yang berarti bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara Fasilitas sanitasi dengan

kondisi sanitasi lingkungan di Sekolah Dasar Kota Palopo

Tahun 2019

4) Hubungan Sarana Pembuangan Sampah dengan Kondisi

Sanitasi Lingkungan
Berikut distribusi frekuensi hubungan sarana

pembuangan sampah dengan kondisi sanitasi lingkungan

sekolah di sekolah dasar kota palopo

Tabel 4.10
Hubungan Sarana Pembuangan Sampah dengan kondisi Sanitasi
Lingkungan di Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun 2019 (N=75)
Sanitasi Lingkungan
p
Sarana Pembuangan Kurang Total
Sehat Value
sampah Sehat
n % n % N %
Memenuhi syarat 3 37,5 5 62,5 8 100,0 ,111
Tidak memenuhi syarat 9 13,4 58 86,6 67 100,0
Sumber : Uji chi-square 2019

Berdasarkan data pada tabel 4.10 diketahui bahwa pada

kelompok sekolah dasar memiliki sarana pembuangan sampah

yang memenuhi syarat, terdapat 37,5 % yang memiliki sanitasi

lingkungan sehat, dan 62,5 % memiliki sanitasi lingkungan

kurang sehat. Sedangkan pada kelompok sekolah dasar yang

memiliki sarana pembuangan air limbah tidak memenuhi


syarat, terdapat 13,4 % memiliki sanitasi lingkungan sehat, dan

86,6 % memiliki sanitasi lingkungan kurang sehat.

Hasil analisis bivariat dengan uji statistik chi-square

diperoleh p Value yaitu ,11. Hal ini menunjukkan bahwa p

Value < ,05 maka H 0 diterima yang berarti bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara Fasilitas sanitasi dengan

kondisi sanitasi lingkungan di Sekolah Dasar Kota Palopo

Tahun 2019.

5) Hubungan Tempat Cuci Tangan dengan Kondisi Sanitasi

Lingkungan

Berikut distribusi frekuensi hubungan tempat cuci tangan

dengan kondisi sanitasi lingkungan di sekolah dasar kota

palopo.

Tabel 4.11
Hubungan Tempat Cuci Tangan dengan kondisi Sanitasi Lingkungan di
Dasar Kota Palopo Tahun 2019 (N=75)
Sanitasi Lingkungan
Kurang Total p
Tempat Cuci Tangan Sehat
Sehat Value
n % n % N %
Memenuhi syarat 1 50,0 1 50,0 27 100,0
Tidak memenuhi syarat 11 15,1 62 84,9 3 100,0 ,296
Sumber : Uji chi-square 2019

Berdasarkan data pada tabel 4.11 diketahui bahwa pada

kelompok sekolah dasar memiliki tempat cuci tangan yang


memenuhi syarat, terdapat 50,5 % yang memiliki sanitasi

lingkungan sehat, dan 50,5 % memiliki sanitasi lingkungan

kurang sehat. Sedangkan pada kelompok sekolah dasar yang

memiliki tempat cuci tangan tidak memenuhi syarat, terdapat

15,1 % memiliki sanitasi lingkungan sehat, dan 84,9 %

memiliki sanitasi lingkungan kurang sehat.

Hasil analisis bivariat dengan uji statistik chi-square

diperoleh p Value yaitu ,08. Hal ini menunjukkan bahwa p

Value < ,29 maka H 0 diterima yang berarti bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara Fasilitas sanitasi dengan

kondisi sanitasi lingkungan di Sekolah Dasar Kota Palopo

Tahun 2019.

B. Pembahasan

Penelitian tentang hubungan fasilitas sanitasi dengan kondisi sanitasi

lingkungan di sekolah dasar Kota Palopo setelah di olah dengan analisis

univarit dan analisis bivariat selanjutnya akan dibahas secara sistematis

secara berikut:

1. Hubungan sarana air bersih dengan sanitasi lingkungan

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan sarana

air bersih dengan kondisi sanitasi lingkungan di Sekolah Dasar Kota

Palopo Tahun 2019 menunjukkan bahwa nilai p = ,681 karena nilai p


lebih besar (α = ,05) ini berarti tidak ada hubungan sarana air bersih

dengan kondisi sanitasi lingkungan sekolah.

Berdasarkan pengamatan peneliti, dari semua sekolah rata-rata

menggunakan sarana air bersih dari PDAM yang jaraknya jauh dari

lingkungan sekolah yaitu ≥10 m yang tersedia air bersih 15

liter/hari/orang dan air tersebut telah memenuhi syarat parameter fisik

yaitu tidak berwarna, berbau, berasa, dan kekeruhan. Hal ini tidak

mempengaruhi sanitasi lingkungan sekolah sehingga tidak ada hubungan

Pada penelitian ini, syarat kualitas air bersih yang digunakan adalah

parameter fisik yaitu tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau

(PERMENKES No. 416 Tahun 1990).

Penelitian yang dilakukan oleh Arisandi et al., (2015) yang berjudul

gambaran sanitasi Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Poli-polia dan

Kecamatan Ladongi di Kolaka Timur Tahun 2015 menunjukkan bahwa

sanitasi air bersih pada 26 SDN mempunyai 6 Sekolah yang tidak

memenuhi syarat dengan nilai < 375, dan 20 sekolah yang memenuhi

syarat dengan nilai ≥ 375. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara sarana air bersih dengan kondisi

sanitasi lingkungan sekolah (Arisandi et al., 2015)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Andri, (2012) yang berjudul

Studi deskriptif Sarana Sanitasi Dasar pada Sekolah Dasar di Kota

Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau Tahun 2012


menurut hasil observasi yang dilakukan pada 32 Sekolah Dasar di Kota

Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau, seluruh sekolah

dasar memiliki sarana air bersih, bahkan ada sebanyak 11 sekolah yang

memiliki sarana air bersih lebih dari satu, sebagian besar sekolah sudah

memenuhi kualitas sarana air bersih karena pada dasarnya kota

Tembilahan memang memiliki suplai air bersih yang cukup tinggi.

Sehingga tidak terdapat hubungan antara sarana air bersih dengan

kondisi sanitasi lingkungan sekolah (Andri, 2012)

2. Hubungan sarana jamban dengan sanitasi lingkungan sekolah

Pada penelitian ini didapatkan ada hubungan sarana jamban dengan

sanitasi lingkungan di Sekolah Dasar Kota Palopo Tahun 2019

menunjukkan bahwa nila p = ,000. < α = ,05. Karena nilai p lebih kecil

dari (α = ,05) maka H 0 ditolak yang berarti bahwa ada hubungan yang

signifikan antara sarana jamban dengan sanitasi lingkungan di Sekolah

Dasar Kota Palopo Tahun 2019.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, dari semua sekolah rata-rata

memiliki sarana jamban yang terpisah dari ruang kelas, UKS, ruang

guru, laboratorium dan perpustakaan. Di sekolah memiliki jamban yang

tidak terpisah antara laki-laki dan perempuan, tetapi semua sekolah

jamban guru dan siswa terpisah, kondisi jamban di setiap sekolah selalu

dalam keadaan tidak bersih, dan berbau, lantai toilet ada genangan air,

dan memiliki bak penampung air yang bisa menyebabkan adanya jentik
nyamuk. Hal ini dapat dikatakan belum memenuhi syarat dan dapat

mempengaruhi sanitasi lingkungan sekolah sehingga ada hubungan.

Seperti yang terlampir dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1429/MENKES/SK/XII/2006 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Sekolah yaitu proporsi jumlah

jamban, ketersediaan sabun cuci tangan, slogan, kebersihan jamban serta

bak penampung air.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraini et al., (2019) yang

berjudul kondisi sanitasi lingkungan sekolah di SD Negeri di Kecamatan

Nan Sabaris Kabupaten Padang Pariaman Berdasarkan wawancara

mendalam ketersediaan sarana jamban/toilet belum memenuhi syarat,

karena setelah melakukan pengamatan dilapangan diperoleh hasil bahwa

ketersediaan dan keperawatan jamban/toilet belum memenuhi criteria.

Ada hubungan antara sarana jamban antara kondisi sanitasi lingkungan.

Kepada pihak sekolah disarankan agar lebih memperhatikan kebersihan

sanitasi jamban agar lebih terjaga dan siswa yang ada disekolah merasa

nyaman (Anggraini et al., 2019)

3. Hubungan saluran pembuangan air limbah dengan sanitasi lingkungan

sekolah

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan saluran

pembuangan air limbah dengan kondisi sanitasi lingkungan di Sekolah


Dasar Kota Palopo Tahun 2019 menunjukkan bahwa nilai p = ,084

karena nilai p lebih besar (α = ,05) ini berarti tidak ada hubungan

saluran pembuangan air limbah dengan kondisi sanitasi lingkungan

sekolah.

Berdasarkan dari pengamatan peneliti dari, semua sekolah memiliki

saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat kesehatan kedap

air, tertutup dan berjalan lancar. Air limbah juga langsung dialirkan ke

tanah sehingga tidak mencemari lingkungan dari luar. Hal ini dapat

dikatakan tidak ada hubungan antara saluran pembuangan air limbah

dengan kondisi sanitasi lingkungan sekolah.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prasetya, (2012) yang berjudul

Hygiene Dan Fasilitas Sanitasi Rumah Makan Di Wilayah Kota

Gorontalo hasil penelitian, dari 28 responden terdapat 27 (71,0 %) yang

sarana pembuangan air limbahnya sudah dalam kategori baik, sedangkan

sisanya sebesar 11 (47,4 %) responden dalam kategori tidak baik. Hal

ini menunjukkan tidak ada hubungan antara saluran pembuangan air

limbah dengan kondisi sanitasi lingkungan (Prasetya, 2012)

4. Hubungan sarana pembuangan sampah dengan sanitasi lingkungan

sekolah

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan sarana

pembuangan sampah dengan kondisi sanitasi lingkungan di Sekolah

Dasar Kota Palopo Tahun 2019 menunjukkan bahwa nilai p = ,111


karena nilai p lebih besar (α = ,05) ini berarti tidak ada hubungan sarana

pembuangan sampah dengan kondisi sanitasi lingkungan sekolah

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dari semua sekolah rata-rata

tidak memiliki sarana pembuangan sampah di setiap ruangan kelas tetapi

setiap halaman kelas mempunyai tempat pembuangan sampah sementara

dan tempat pembuangan sampah sementara dengan ruang kelas berjarak

≥10 m, dalam setiap sekali seminggu pihak kebersihan melakukan

pemungutan sampah akibatnya tidak ada sampah yang berserakan.

Sehingga tidak mempengaruhi kondisi sanitasi lingkungan sekolah. Hal

ini dikatakan tidak ada hubungan antara sarana pembuangan sampah

dengan kondisi sanitasi lingkungan sekolah

Penelitian yang dilakukan oleh Andri, (2012) yang berjudul Studi

deskriptif Sarana Sanitasi Dasar pada Sekolah Dasar di Kota

Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau Tahun 2012 bahwa

pengolahan sampah dilihat dari pengawasannya Sekolah Dasar Kota

Tembilahan sudah baik 91 %,. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara sarana pembuangan sampah dengan kondisi sanitasi

lingkungan sekolah (Andri, 2012)

5. Hubungan tempat cuci tangan dengan sanitasi lingkungan sekolah

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan tempat

cuci tangan dengan kondisi sanitasi lingkungan di Sekolah Dasar Kota

Palopo Tahun 2019 menunjukkan bahwa nilai p = ,296 karena nilai p


lebih besar (α = ,05) ini berarti tidak ada hubungan sarana atempat cuci

tangan kondisi sanitasi lingkungan sekolah.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, dari semua sekolah memiliki

tempat cuci tangan tetapi lebih banyak tidak memiliki wastafel, tetapi

memiliki saluran tertutup, sarana air bersih dan langsung dialirkan

melalui SPAL. Sehingga tidak mempengaruhi sanitasi lingkungan

sekolah. Hal ini dikatakan tidak ada hubungan tempat cuci tangan

dengan kondisi sanitasi lingkungan

Hasil penelitian Prasetya, (2012) yang berjudul Hygiene Dan

Fasilitas Sanitasi Rumah Makan Di Wilayah Kota Gorontalo bahwa

hasil penelitian terdapat 31 (81,6%) yang sanitasi tempat cuci tangan

dalam kategori baik, sedangkan sisanya sebesar 7 (18,4%) masih dalam

kategori tidak baik. Fasilitas sanitasi dilengkapi dengan air yang

mengalir, bak penampung, mudah dibersihkan dan limbahnya dialirkan

ke saluran pembuangan yang tertutup. Menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara tempat cuci tangan dengan kondisi sanitasi lingkungan

sekolah (Prasetya, 2012)

Menteri Kesehatan Republik Indonesia mengatakan bahwa dalam

rangka meningkatkan kualitas lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat

disekolah guna terwujudnya lingkungan sekolah yang sehat, bersih, dan

nyaman, dan terbebas dari ancaman penyakit perlu dilakukan berbagai


upaya penyelenggaraan kesehatan lingkungan sekolah (KEPMENKES,

2006)

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan yang dijelaskan

pada bab IV mengenai hubungan fasilitas sanitasi dengan sanitasi

lingkungan di Sekolah Dasar Kota Palopo dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Tidak ada hubungan antara sarana air bersih dengan sanitasi lingkungan

di sekolah dasar Kota Palopo Tahun 2019

2. Ada hubungan antara sarana jamban dengan sanitasi lingkungan di

sekolah dasar Kota Palopo Tahun 2019

3. Tidak ada hubungan antara saluran pembuangan air limbah dengan

sanitasi lingkungan di sekolah dasar Kota Palopo Tahun 2019


4. Tidak ada hubungan antara sarana pembuangan sampah dengan sanitasi

lingkungan di sekolah dasar Kota Palopo Tahun 2019

5. Tidak ada hubungan antara tempat cuci tangan dengan sanitasi

lingkungan di sekolah dasar Kota Palopo Tahun 2019

B. Saran

1. Diharapkan kepada pihak sekolah agar menggunakan sarana air bersih

dengan sebaik-baiknya agar kondisi sanitasi lingkungan sekolah lebih

meningkat.

2. Diharapkan kepada kepala sekolah untuk membuat jamban sekolah yang

mana proporsi jumlah wc adalah 1 wc untuk 40 siswa dan 1 wc untuk 25

siswi, dan lebih menjaga kebersihan agar tidak mempengaruhi sanitasi

lingkungan sekolah

3. Melakukan peninjauan terhadap saluran pembuangan air limbah setiap

sebulan sekali agar saluran air limbah lebih terjaga dan tidak dapat

mempengaruhi sanitasi lingkungan sekolah.

4. Diharapkan sekolah dengan memberikan tempat sampah setiap kelas dan

kepada kepala sekolah agar memberi informasi kepada pihak kebersihan

untuk melakukan pengangkutan sampah di TPS setiap 2 kali seminggu

agar sanitasi lingkungan sekolah lebih terjaga.

5. Diharapkan kepada kepala sekolah untuk memberikan wadah/wastafel,

sabun cuci tangan dan lap pengering setiap tempat cuci tangan agar

saluran air lebih terjaga.


DAFTAR PUSTAKA

Andri, R. (2012). Studi deskriptif Sarana Sanitasi Dasar pada Sekolah Dasar di
Kota Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau Tahun 2012.

Anggraini, R., U, I., & Purwaningsih, E. (2019). Kondisi Sanitasi Lingkungan


Sekolah (Studi Kasus SD Negeri di Kecamatan Nan Sabaris Kabupaten
Padang Pariaman). Jurnal Buana, 3(1).

Arisandi, D., Junaid, & Ismail, cece suriani. (2015). Gambaran Sanitasi
Sekolah Dasar Kecamatan Poli-Polia Dan Kecamatan Ladongi Di Kolaka
Timur Tahun 2015. Biomass Chem Eng, 49(23–6), 1–11.

Dinkes Palopo. (2017). Prevalensi Sanitasi Tempat-tempat Umum. palopo.

KEPMENKES. (2006). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 1429 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan
Lingkungan Sekolah. Retrieved from
https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/KEPMENKES_1429_20
06.pdf

Maryunani, A. (2013). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (1st ed.).
Jakarta Timur: CV. Trans Info Media.

Mundiatun, & Daryanto. (2018). Sanitasi Lingkungan (pendidikan lingkungan


hidup) (1st ed.). Yogyakarta: penerbit gava media.

Nugrahani Sidhi, A., Raharjo, M., Astorina Yunita Dewanti Bagian Kesehatan
Lingkungan, N., & Kesehatan Masyarakat, F. (2016). Hubungan Kualitas
Sanitasi Lingkungan Dan Bakteriologis Air Bersih Terhadap Kejadian
Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Adiwerna Kabupaten
Tegal, 4, 2356–3346. Retrieved from
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Nugraheni, H., indarjo, S., & Sofyan. (2018). Buku ajar promosi kesehatan
berbasis sekolah (1st ed.). Yogyakarta: CV BUDI UTAMA. Retrieved
fromhttps://books.google.co.id/books?
id=oJWEDwAAQBAJ&pg=PA5&dq=sanitasi+lingkungan+sekolah&hl=en
&sa=X&ved=0ahUKEwif-
q2t4PfgAhVm_XMBHYDqA8YQ6AEIPTAD#v=onepage&q=sanitasi
lingkungan sekolah&f=false

Permen 24. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia


Nomor 24 TAHUN 2007.

Permenkes. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3


Tahun 2014, 561–565.

Permenkes. (2017). Permenkes No. 416 Tahun 1990 Syarat-syarat dan


Pengawasan Kualitas Air, (416).

PERMENKES. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008, 1–11.

Prasetya, E. (2012). Hygiene Dan Fasilitas Sanitasi Rumah Makan Di Wilayah


Kota Gorontalo. Jurnal Kesehatan Masyarakat FIKK.

Santi, A. U. P., & Bahiij, azmi al. (2018). Kondisi Sanitasi Di Tiga Sekolah
Dasar Negeri Di Daerah Tangerang Selatan. Holistika Jurnal Ilmiah
PGSD, 2(1), 30–36.

Santoso, I. (2015). Infeksi Sanitasi Tempat-Tempat Umum (1st ed.).


Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Sastrawijaya, T. (2009). Pencemaran Lingkungan. (Tresna Sastrawijaya, Ed.)


(2nd ed.). Jakarta: PT RINEKA CIPTA, Jakarta.

Sigit, R., & Indarjo, S. (2014). Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan
Ketersediaan Fasilitas di Sekolah dalam Penerapan PHBS Membuang
Sampah pada Tempatnya. Unnes Journal of Public Health, 3(1), 1–10.
https://doi.org/ijd823 [pii] ET - 2000/01/29

soemirat, juli. (2014). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Sumantri, A. (2015). Kesehatan lingkungan (3rd ed.). Jakarta: Kencana.

UNICEF. (2017). Profil Sanitasi Sekolah. Retrieved from


http://www.ampl.or.id/pdf/unicef/Profil_Sanitasi_Sekolah_Tahun_2017.pd
f

WHO. (2015). World Healt Organization. Retrieved from


https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/sanitation

World Health Organization. (2009). on Hand Hygiene in Health Care : a


Summary First Global Patient Safety Challenge Clean Care is Safer Care.

Anda mungkin juga menyukai