Anda di halaman 1dari 9

BASIC TO LIGHTING

Bahan Pelatihan Penerangan Buatan


Fakultas Arsitektur dan Desain, Unika Soegijapranata, Semarang, 3 Nop. 2010
Ir. AMS. Darmawan, MBldg

Dalam sajian ini akan diberikan penjelasan umum mengenai dasar pencahayaan
sebagai bagian dari ilmu fisika dan ilmu fisika bangunan.

Gambar 1. Pemandangan Sydney Opera House di siang hari.


Sumber: website sydneyoperahouse

1. Arti Kata

’Lighting’ dalam Bahasa Inggris mempunyai dua artii. Pertama, ’lighting’ adalah
kata benda yang berarti peralatan yang dibutuhkan untuk mengadakan terang,
agar benda-benda dapat terlihat. Kedua, ’lighting’ berarti sumber cahayanya.
’Basic to lighting’ dapat diartikan sebagai dasar-dasar dari pengadaan terang
atau pengetahuan dasar pencahayaan.

Dalam Bahasa Indonesia, dua kata tersebut – terang dan cahaya – saling
melengkapi. Cahaya adalah kata benda, yaitu sesuatu yang membuat terang.
Sedang terang adalah sebuah kata sifat yang menggambarkan suatu keadaan
dimana tidak ada kegelapan karena ada cahaya.

2. Pengetahuan Dasar Pencahayaan

Pencahayaan adalah salah satu aspek atau sub-bidang dari ilmu fisika dan ilmu
fisika bangunan. Seperti halnya pada sub-bidang lainnya, pencahayaan terdiri
dari tiga hal: sumber, media perantara, dan indera/alat penangkap.
i th
Cowie, A.P., “Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English”, 4 Edition, Oxford
University Press, 1989, hal, 722.

1
2.1. Sumber pencahayaan adalah sumber cahaya dan sinar pantulannya.
Sumber pencahayaan alami (’natural lighting’) adalah matahari, sedang sinar
pantulannya antara lain adalah sinar rembulan, terang langit, pantulan awan, dll.

Lampu adalah contoh sumber cahaya buatan manusia (‘artificial lighting’).


Cahaya lampu dapat diperkuat oleh reflektor (atau bidang pantul lainnya) yang
memantulkan cahaya lampu.

Matahari dan lampu adalah sumber cahaya dan sumber terang, sedang benda/
bidang pantul hanya dapat menjadi sumber terang kalau ada sumber cahaya
yang meneranginya. Sumber cahaya dan sumber terang memancarkan
gelombang elektro-magnetik.

2.2. Media perantara penerangan adalah ruang hampa dan fluida tidak pekat
dan tidak berwarna, seperti udara. Gelombang elektro-magnetik cahaya yang
membentur benda akan dipantulkan, dibiaskan atau menembus berdasarkan
sifat benda ybs.

2.3. Selanjutnya gelombang elektro-magnetik cahaya membutuhkan indera mata


atau alat optik untuk dapat menangkapnya dan menghasilkan gambaran dari
cahaya dan terang pantulan benda-benda. Gelombang elektro-magnetik yang
dapat ditangkap oleh indera mata manusia ada di antara 380-800 nanometer (1
nm =10-9m). Pembedaan warna terjadi akibat perbedaan panjang gelombang
elektro-magnetiknya (lihat Gambar 2. Spektrum Gelombang Elektro-magnetik).
Mata manusia paling peka terhadap gelombang cahaya kuning (550 nm).ii

Gambar 2. Spektrum Gelombang Elektro-magnetik


iii
Sumber: McGuinness & Stein, halaman 675

ii
Satwiko, P., “Fisika Bangunan 1” Edisi 1, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2004, hal. 82.
iii
McGuinness, MJ. & Stein B., “Mechanical and Electrical Equipment for Buildings” Edisi 5, John
Wiley and Sons, Inc.,New York, 1971, hal. 675.

2
Pemandangan Sydney Opera House pada Gambar 1 dapat dinikmati karena ada
sinar matahari yang menerangi bumi pada siang hari. Langit nampak berwarna
biru karena memantulkan sinar matahari, sedang atap-atap lengkung Sydney
Opera House juga memantulkan sinar matahari, sehingga nampak putih berkilau.
Pemandangan yang indah ini tertangkap oleh lensa kamera sehingga terjadilah
gambar yang indah seperti tertera di atas.

3. Satuan dan Besaran

Arus cahaya (!) adalah banyaknya cahaya yang dipancarkan (Q = lm =lumen)


per satuan waktu (t = detik). Rumusnya adalah ! = Q/t lumen/det.

Kuat atau Intensitas (sumber) cahaya (= I) diukur dalam satuan lilin atau
candle (=cd). Sebuah sumber cahaya berkekuatan 1 cd mengeluarkan cahaya
ke segala arah dan bila ia ditangkap oleh sebuah bola berjari-jari 1 m dari pusat
cahaya akan menghasilkan arus cahaya sebanyak 12,57 lumen/detik, karena
luas permukaan bola berjari-jari 1 m adalah 12,57 m2. Jadi 1 lumen adalah arus
cahaya dari 1 lilin (kecil) ke 1 m2 bidang bola berjari-jari 1 m (steradian).

Gambar 3. Intensitas Cahaya


Sumber: Satwiko, halaman 84

3
Arus cahaya yang diterima suatu bidang disebut Iluminan. Besarnya iluminan
atau iluminasi diukur dengan lumen per satuan luas permukaannya (lumen/m2 =
lux), dan dinyatakan dengan rumus: E=Q/A lux. Jadi 1 lux adalah iluminasi yang
diterima oleh bidang bola berjari-jari 1 m dan yang bertitik pusat sumber cahaya
berkekuatan 1 lilin (= 1cd). Bila menggunakan satuan lumen/ft2, satuannya
menjadi footcandle (=fc), di mana 1 fc adalah 10,79 lumen/m2 (biasanya
dibulatkan 1 fc=10 lux).

Arus cahaya yang memancar disebut Luminan. Besarnya luminan atau luminasi
diukur dengan lilin per satuan luas permukaannya, dan dinyatakan dengan
rumus: IL=I/A cd/m2.

Gambar 4. Iluminasi dan Luminasi


Sumber: Satwiko, halaman 85
Beberapa contoh luminan/luminasiiv:
- Dinding cerah di kantor yang diterangi dengan baik = 100 cd/m2
- Kertas putih di atas meja yang diterangi dengan baik = 120 cd/m2
- Aspal di siang hari = 1.300 cd/m2
- Lampu neon (fluorescent) = 7 - 8.000 cd/m2
- Lampu pijar 100 W = 50.000 cd/m2
- Matahari = 2.300.000.000 cd/m2

Iluminasi yang dibutuhkan tergantung pada kerumitan kerja visualnya. Semakin


rumit kerja visualnya, makin besar iluminasi yang dibutuhkan.

Kebutuhan iluminasi untuk kegiatan-kegiatan tertentuv:


- Penglihatan biasa = 100 lux
- Kerja kasar dengan detail besar = 200 lux
- Kerja umum dengan detail wajar = 400 lux
- Kerja cukup keras dengan detail kecil
(menggambar, menjahit) = 600 lux
- Kerja keras, lama, detail kecil
(merakit barang halus, menjahit dengan tangan) = 900 lux
- Kerja sangat keras, lama, detail sangat kecil
(memotong batu mulia, tisik halus) = 1.300 – 2.000 lux
- Kerja luar biasa keras, detail sangat kecil
(merakit arloji, membuat instrumen) = 2.000 – 3.000 lux
iv
Prasasto Satwiko, “Fisika Bangunan 1” Edisi 1, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2004, hal. 86.
v
Prasasto Satwiko, “Fisika Bangunan 1” Edisi 1, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2004, hal. 93.

4
4. Kriteria Perencanaan Pencahayaan

Pembahasan berikutnya diarahkan pada penerangan buatan.


Dalam perencanaan pencahayaan, ada lima hal yang perlu diperhatikan:

(i) Kuat Penerangan (Lighting Level)


(ii) Distribusi/Pemerataan Penerangan (Luminance Distribution)
(iii) Perlindungan terhadap Silau (Freedom from Disturbing Glare)
(iv) Sistem Pengarahan/Distribusi Cahaya (Spatial Distribution of Light)
(v) Warna Cahaya dan Penyajian Warna (Light Color and Color Rendering)

4.1. Kuat Penerangan

Luminasi dan iluminasi telah dibahas, namun perencanaan pencahayaan perlu


penghitungan untuk mendapatkan standar penerangan yang dikehendaki.
Standar kuat penerangan menurut Darmasetiawan dan Christian/Puspakesuma
dapat diikuti pada lampiran. Cara penghitungan perencanaan akan dijelaskan
kemudian.

4.2. Pemerataan Penerangan

Penerangan ruang dapat direncanakan menurut kebutuhan kuat penerangan dan


kebutuhan suasana ruang yang mau diciptakan. Penerangan yang merata
memenuhi kebutuhan penerangan di segenap penjuru ruang. Penerangan titik
hanya memenuhi kebutuhan penerangan pada titik tertentu dan memberi
suasana ruang yang berbeda. Ekonomi adalah pertimbangan lain yang patut
diperhatikan, khususnya di era krisis energi saat ini.

4.3. Perlindungan terhadap Silau

Silau dapat berasal dari pencahayaan langsung maupun pantulan. Silau


diakibatkan oleh kuat penerangan yang lebih tinggi dari adaptasi indera
penglihatan. Silau mengakibatkan ketidak-nyamanan, bahkan dapat
mengakibatkan ketidak-mampuan penglihatan untuk waktu tertentu. Karena itu
keadaan yang menyilaukan harus dihindari.

4.4. Sistem Distribusi Cahaya

Sistem distribusi cahaya adalah cara bagaimana cahaya diarahkan menuju


bidang kerja. Ada lima kategori sistem pencahayaan, sebagai berikut:
- Pencahayaan Langsung.
- Pencahayaan Semi Langsung
- Pencahayaan Difus
- Pencahayaan Semi Tidak Langsung
- Pencahayaan Tidak Langsung

5
4.5. Warna Cahaya dan Penyajian Warna

Cahaya lampu mempunyai warna tertentu. Satuan warna cahaya dinyatakan


dalam derajat Kelvin (K). Warna cahaya dapat mengubah penyajian warna benda
atau ruang. Gambar 5 dan 6 menyajikan Sydney Opera House dalam dua warna
perayaan yang berbeda.

Gambar 5. Sydney Opera House dengan warna senja hari


Sumber: Kalender Sydney 2001

Gambar 5. Sydney Opera House dengan warna perayaan


Sumber: Kalender Sydney 2001

6
KEPUSTAKAAN

1. Ardiyanto, A., dkk., “Ilmu Fisika Bangunan” Penerbit Kanisius dan Penerbit
Universitas Soegijapranata, Yogyakarta dan Semarang, 2008.

2. Mangunwijaya, Y.B., ”Pengantar Fisika Bangunan”, Penerbit Djambatan, 2000.

3. Satwiko P., “Fisika Bangunan 1” Edisi 1, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2004.

4. William J.,McGuinness, W.J. & Stein, B., “Mechanical and Electrical Equipment
for Buildings” Edisi 5, John Wiley and Sons, Inc.,New York, 1971.

7
LAMPIRAN

(bersambung)

Sumber: Ardiyanto,A., dkk., “Ilmu Fisika Bangunan” Penerbit Kanisius dan Penerbit Universitas
Soegijapranata, Yogyakarta dan Semarang, 2008, hal. 33-35.

8
9

Anda mungkin juga menyukai