Anda di halaman 1dari 32

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Pola Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat
Kehidupan sosial ekonomi merupakan kegiatan seseorang yang
berhubungan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kehidupan sosial ekonomi membentuk sebuah pola yang saling melengkapi
antara dua sendi kehidupan yaitu sosial dan ekonomi. Sosial adalah keadaan
dimana terdapat kehadiran orang lain. Kehadiran orang lain ini akan terjalin
interaksi sosial yang merupakan bentuk hubungan sosial antara orang yang satu
dengan orang yang lain. Hubungan sosial dapat dilihat dari interaksi dan
komunikasi sehari-hari serta perilaku masyarakat desa itu sendiri. Ekonomi
adalah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi,
pertukaran serta konsumsi barang dan jasa. Sosial ekonomi adalah suatu
kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan pemenuh kebutuhan hidup.
Sosial dan ekonomi termasuk dalam sebuah sistem yang disebut masyarakat.
a. Pengertian Masyarakat
Masyarakat dalam bahasa Inggris yaitu society yang berasal dari
kata Latin socius yang berarti “kawan”. Istilah masyarakat sendiri berasal
dari kata Arab yaitu syaraka berarti ikut serta, berpartisipasi. Masyarakat
adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul” dengan istilah ilmiah
saling “berinteraksi”. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat
kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. J.L. Gillin
dan J.P. Gillin menyatakan bahwa, masyarakat atau society adalah “......
the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes, and
feelings of unity are operative” (Koentjaraningrat, 2002: 146-147).

commit to user

7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Artinya, “masyarakat adalah kelompok terbesar dimana memiliki


kesamaan adat, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan serta peraturan
yang berlaku” (Koentjaraningrat, 2002: 146-147).
Menurut Betrand dalam Wisadirana (2004: 23), masyarakat
merupakan hasil dari suatu periode perubahan budaya dan
akumulasi budaya. Masyarakat bukan sekedar jumlah penduduk
saja melainkan sebagai suatu sistem yang dibentuk dari hubungan
antar masyarakat, sehingga menampilkan suatu realita tertentu
yang mempunyai ciri-ciri tersendiri.
Emile Durkheim dalam Wisadirana (2004: 23) menyebutkan
bahwa, masyarakat merupakan suatu kenyataan yang objektif secara
mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-
anggotanya. Talcott Parsons seorang aliran sosial fungsionalis dalam
Sunarto (2004: 54) merumuskan bahwa, masyarakat adalah suatu sistem
sosial yang swasembada (self subsistent), melebihi masa hidup individu
normal, dan merekrut anggota secara reproduksi biologis serta
melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya. Sedangkan Spencer
dalam Martono (2011: 40) menyatakan bahwa, masyarakat adalah sebuah
organisme. Artinya ada kesamaan antara masyarakat dengan organisme
biologis.
Masyarakat menurut Hurton dan Hunt (1982) sebagai berikut:
a society is a relatively independents, self-perpetuating human
group who occupy territory, share a culture, and have most of
their associations within this group.
Artinya, masyarakat adalah kelompok manusia yang
memperkekalkan diri menempati wilayah, relatif bebas,
berbudaya dan sebagian mereka memiliki perkumpulan dalam
kelompok ini.
Unsur atau ciri masyarakat menurut konsep Hurton dan Hunt
adalah:
1) Kelompok manusia.
2) Sedikit banyak memiliki kebebasan dan bersifat kekal.
3) Menempati suatu kawasan.
4) Memiliki kebudayaan.
5) Memiliki hubungan dalam kelompok yang bersangkutan.
(Elli M. Setiadi dkk, 2012: 82).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Unsur atau ciri dari masyarakat itu terutama terletak pada


kelompok manusia maksudnya, manusia sebagai pelaku membentuk
kelompok-kelompok yang berkumpul menjadi masyarakat. Di dalam
kelompok tersebut juga terdapat kebebasan dan bersifat kekal,
menempati kawasan tertentu, memiliki kebudayaan sebagai hasil karya
masyarakat serta terjalin hubungan di antara anggota kelompok.
Marion Levy merumuskan empat kriteria masyarakat yaitu :
1) Kemampuan bertahan melebihi masa hidup seorang individu.
2) Rekrutmen seluruh atau sebagian anggota melalui reproduksi.
3) Kesetiaan pada suatu “sistem tindakan utama bersama”.
4) Adanya sistem tindakan utama yang bersifat “swasembada”
(Sunarto, 2004: 54).
Dengan demikian, kriteria masyarakat yaitu kemampuan bertahan
melebihi masa hidup seorang individu artinya masyarakat dapat bertahan
hidup lebih lama dibandingkan ketika hidup sendiri atau individu. Karena
masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok yang saling bekerjasama
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan, individu hanya berdiri
sendiri dan tidak ada yang diajak kerjasama untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Anggota masyarakat diperoleh dari reproduksi. Tindakan
masyarakat berdasarkan keputusan bersama atau musyawarah dan sistem
tindakan tersebut bersifat swasembada.
Masyarakat biasanya menempati suatu wilayah untuk tempat
tinggal. Soekanto (2012: 133) menyatakan bahwa, “masyarakat setempat
adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat
hubungan sosial tertentu”. Dasar-dasar masyarakat setempat adalah
lokalitas dan perasaan masyarakat.
Soekanto (2012: 135) mengklasifikasikan masyarakat setempat
menggunakan empat kriteria yang saling berpautan, yaitu :
1) Jumlah penduduk
2) Luas, kekayaan dan kepadatan penduduk daerah pedalaman
3) Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh
masyarakat
4) Organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

Klasifikasi masyarakat setempat yaitu jumlah penduduk


maksudnya, manusia dapat dikategorikan sebagai masyarakat apabila
membentuk suatu kelompok yang terdiri dari banyak orang. Masyarakat
harus memiliki lahan yang luas dengan batas wilayah yang jelas. Lahan
tersebut digunakan untuk tempat tinggal dan untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Masyarakat berfungsi dalam melindungi anggota masyarakat.
Masyarakat juga membentuk organisasi sebagai wadah dalam kegiatan
bermasyarakat dan tempat mengeluarkan pendapat serta aspirasi.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan, masyarakat yaitu :
1) Golongan besar kecil yang terdiri dari beberapa manusia yang
saling mempengaruhi.
2) Obyek yang mandiri dan bebas dari individu-individu yang
menjadi anggotanya.
3) Sebagai sistem sosial.
Artinya dalam masyarakat terdapat kehidupan sosial yang dilihat
sebagai suatu keseluruhan dari unsur-unsur yang saling
berhubungan satu sama lain, saling tergantung dan berada dalam
satu kesatuan.
4) Manusia yang menempati suatu wilayah dan memiliki serta
menghasilkan kebudayaan.
5) Sekelompok individu yang saling berinteraksi, bergaul dan
tinggal bersama di suatu daerah yang memiliki nilai dan norma
sosial untuk mengatur hubungan antar anggota masyarakat.

b. Pengertian Desa dan Kota


1) Pengertian Desa
Desa berasal dari bahasa India “swadesi” yang berarti
tempat asal, tempat tinggal, negeri asal atau tanah leluhur yang
merujuk kepada satu kesatuan hidup dengan satu kesatuan norma,
serta memiliki batas yang jelas. Yulianti & Poernomo (2003: 23)
dalam Pahmy (2010:commit to user
19) menyatakan bahwa, desa merupakan satu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

kesatuan hukum, dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang


berkuasa dan mengadakan pemerintahan sendiri. Sutardjo
Kartohadikusumo dalam Elli M. Setiadi dkk (2011: 838)
mendefinisikan bahwa, desa sebagai suatu kesatuan hukum di mana
bertempat tinggal suatu masyarakat “pemerintahan itu sendiri”.
Roucek dan Warren (1984) mendefinisikan, desa sebagai
bentuk yang diteruskan antara penduduknya dengan lembaga
mereka di wilayah setempat di mana mereka tinggal, yaitu di
ladang-ladang yang berserak dan di kampung yang biasanya
menjadi pusat aktivitas mereka bersama.
Siagian (1983) mendefinisikan, desa sebagai suatu daerah
hukum yang ada sejak beberapa keturunan dan mempunyai
ikatan sosial yang hidup dan tinggal menetap di satu daerah
tertentu dengan adat istiadat yang dijadikan landasan hukum
dan mempunyai seorang pimpinan formil yaitu kepala desa.
Kehidupan masyarakat desa pada umumnya tergantung dari
usaha tani, nelayan, dan sering disertai dengan usaha
kerajinan tangan dan dagang kecil-kecilan. Kegiatan
perekonomian terjalin erat dengan kegiatan-kegiatan sosial
lainnya.
Bintarto memberikan batasan desa sebagai perwujudan atas
kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang
terdapat di situ (suatu daerah) dalam hubungannya dan
pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Akibat letak,
hubungan ekonomi, sosial dan kekerabatan, desa merupakan
kesatuan adat yang sangat erat. Kesamaan pandangan kehidupan
biasanya selalu dijaga untuk mempertahankan solidaritas. Kesatuan
hukum adat di desa dilihat melalui berbagai kegiatan kolektif dan
norma yang dikembangkan. Norma diatur dan dikembangkan oleh
beberapa elit desa yang biasanya merupakan tokoh masyarakat
(Pahmi, 2010: 21-22).
Secara hukum keberadaan desa diatur dalam Undang-
undang No. 32 Tahun 2004 bahwa, “desa adalah kesatuan
commit to user
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, berwenang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,


berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan negara republik Indonesia”
(Elli M. Setiadi dkk, 2011: 864).
Sedangkan menurut PP NO 72 tahun 2005, “desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Ciri-ciri umum desa yang universal sifatnya (1) desa pada
umumnya terletak sangat dekat dengan wilayah usaha tani, (2)
dalam wilayah itu, pertanian merupakan kegiatan ekonomi yang
dominan, (3) karenanya, faktor penguasaan tanah menentukan
corak kehidupan masyarakatnya, (4) tidak seperti di kota yang
sebagian besar penduduknya merupakan pendatang, populasi
penduduk desa lebih bersifat “terganti dari dirinya sendiri”, (5)
kontrol sosial bersifat personal atau pribadi dalam bentuk tatap
muka, dan (6) desa mempunyai ikatan sosial yang relatif lebih ketat
daripada di kota (Ensiklopedia Nasional Indonesia, 2004: 309
dalam Elli M. Setiadi dkk, 2011: 838).
Menurut Yuliati dan Poernomo (1999: 42-45), desa
diklasifikasikan mengacu pada Instruksi Menteri Dalam Negeri No.
11 Tahun 1972.
Jenis Desa di Indonesia :
a) Desa Swadaya
Merupakan desa yang paling terbelakang dengan
budaya kehidupan yang masih tradisional sangat terikat
dengan adat istiadat atau sering disebut desa tradisional. Desa
ini biasanya mempunyai tingkat kesejahteraan yang rendah,
commitserta
sarana yang minim to user
sangat tergantung pada alam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

Ciri-ciri desa swadaya adalah sebagai berikut :


1. Penduduk bermata pencaharian di sektor primer
(bercocok tanam secara tradisional).
2. Produksi desa sangat rendah.
3. Adat istiadat masih mengikat kuat.
4. Pendidikan dan keterampilan rendah.
5. Prasarana masih kurang.
6. Kelembagaan formal dan informal kurang berfungsi
dengan baik.
7. Pembangunan desa menunggu bantuan dari pemerintah
karena swadaya masyarakat masih rendah.
b) Desa Swakarsa
Desa swakarsa telah mengalami perkembangan yang
agak maju dibandingkan dengan desa swadaya. Penduduk
mulai melakukan peralihan mata pencaharian dari primer ke
sektor lainnya. Misalnya, industri.
Ciri-ciri desa swakarsa adalah sebagai berikut :
1. Mata pencaharian penduduk mulai berkembang baik
sektor primer maupun sekunder.
2. Produksi desa masih pada tingkat sedang.
3. Adat istiadat mulai luntur.
4. Kelembagaan formal dan informal mulai berfungsi.
5. Pendidikan dan keterampilan pada tingkat sedang.
6. Fasilitas dan prasarana mulai ada namun tidak lengkap.
7. Swadaya dan gotong royong dalam pembangunan desa
mulai tampak.
c) Desa Swasembada
Merupakan desa yang memiliki kemandirian lebih
dalam segala hal terkait dengan aspek sosial dan ekonominya.
Desa ini mulai berkembang dan maju dengan petani yang
tidak terikat commit to user
pada adat istiadat lagi. Selain itu sarana dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

prasarana telah lengkap meski tidak selengkap di kota serta


perekonomian telah mengarah pada industri dan jasa.
Ciri-ciri desa swasembada adalah sebagai berikut :
1. Mata pencaharian penduduk sebagian besar di sektor jasa
dan perdagangan.
2. Produksi desa tinggi.
3. Adat istiadat tidak mengikat lagi.
4. Kelembagaan sudah dilaksanakan sesuai fungsinya.
5. Pendidikan dan keterampilan telah tinggi (lulus SD,
sekolah lanjutan bahkan telah lulus perguruan tinggi).
6. Prasarana dan sarana baik.
7. Penduduk sudah mempunyai inisiatif sendiri melalui
swadaya dan gotong royong dalam pembangunan desa.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa desa
merupakan suatu daerah yang memiliki kesatuan hukum dan di
dalamnya terdapat norma-norma sosial serta adat istiadat untuk
mengatur perilaku masyarakat. Desa mengandung unsur-unsur
pokok sebagai berikut :
a) Wilayah atau daerah, yang diartikan sebagai tanah yang
meliputi luas, lokasi dan batas-batasnya yang merupakan
lingkungan geografis. Suatu wilayah memiliki kesatuan hukum
yang jelas untuk mengadakan pemerintahan sendiri atau
memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.
b) Terdapat sejumlah penduduk yang menempati suatu wilayah.
Penduduk meliputi jumlah, struktur umur, struktur mata
pencaharian yang sebagian besar bertani, serta
pertumbuhannya.
c) Terdapat tata kehidupan, meliputi corak atau pola-pola tata
pergaulan dan ikatan warga desa. Ikatan sosial dengan adat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

istiadat yang dijadikan landasan hukum untuk mengatur tata


kelakuan atau perilaku penduduk.
d) Terdapat seorang pemimpin.
2) Pengertian Kota
Menurut UU No 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah
menyatakan bahwa, “kawasan perkotaan adalah kawasan yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial dan kegiatan ekonomi”.
Max Weber memberikan pengertian bahwa kota adalah
suatu pemukiman di mana penduduknya lebih
mengutamakan kehidupan perdagangan dan komersial
daripada pertanian. Sedangkan Louis Wirth menyatakan
bahwa kota ialah sebuah pemukiman permanen dengan
individu-individu penghuninya yang heterogen, jumlahnya
relatif luas dan padat, serta menempati areal tanah yang
terbatas (a relatively large, dense, and permanent settlement
of socially heterogenous individuals)(Basundoro, 2012: 15).
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kota
merupakan suatu pemukiman penduduk yang mengutamakan
kehidupan di luar sektor pertanian dan memiliki kepadatan
penduduk. Berdirinya kota berawal dari desa. Desa tersebut
mengalami perkembangan di berbagai sektor kehidupan.
Pemerintahan juga mengalami perubahan dari desa yang dikepalai
seorang kepala desa diganti dengan kelurahan yang dikepalai lurah.
Menurut RPP No 73 Tahun 2005 tentang kelurahan adalah
wilayah kerja lurah sebagai perangkat Daerah Kabupaten/ Kota
dalam wilayah kerja kecamatan.
Dalam masyarakat modern, masyarakat dibagi menjadi dua
yaitu masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat
perkotaan (urban community). Masyarakat pedesaan dan
masyarakat perkotaan ini saling berkaitan dan mempengaruhi
karena kedua masyarakat
commit toini
usermemiliki perbedaan. Masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

pedesaan memiliki hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam,


sistem kehidupan atas dasar sistem kekeluargaan, masyarakat
umumnya bermata pencaharian sebagai petani. Sedangkan
masyarakat perkotaan lebih individual, tidak mempedulikan
lingkungan sekitar. Perbedaan tersebut sebenarnya tidak
mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana
karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa,
pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Pada hakekatnya perbedaan
antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan bersifat
gradual (Soekanto, 2012: 136).
Dalam memahami masyarakat pedesaan dan perkotaan,
tidak dapat dilihat secara keseluruhan dan obyeknya saja. Namun,
dilihat berdasarkan ciri-ciri masyarakat. Soekanto membedakan
kedua masyarakat tersebut dengan ciri-ciri sebagai berikut :
Tabel 2.1 Perbedaan antara Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan
Masyarakat Pedesaan Masyarakat Perkotaan
Warga memiliki hubungan yang lebih Jumlah penduduk tidak tentu
erat
Sistem kehidupan biasanya Bersifat individualistis
berkelompok atas dasar kekeluargaan
Umumnya hidup dari pertanian Pekerjaan lebih bervariasi, lebih tegas
batasannya dan lebih sulit mencari
pekerjaan
Golongan orang tua memegang Perubahan sosial terjadi secara cepat,
peranan penting menimbulkan konflik antara golongan
muda dengan golongan orang tua
Dari sudut pemerintahan, hubungan Interaksi lebih disebabkan faktor
antara penguasa dan rakyat bersifat kepentingan daripada faktor pribadi
informal
Perhatian masyarakat lebih pada Perhatian lebih pada penggunaan
keperluan utama kehidupan kebutuhan hidup yang dikaitkan
dengan masalah prestise
Kehidupan keagamaan lebih kental Kehidupan keagamaan lebih longgar
Banyak urbanisasi ke kota karena ada Banyak migran yang berasal dari
faktor yang menarik dari kota daerah dan berakibat negatif di kota,
yaitu pengangguran, naiknya
kriminalitas, persoalan rumah.
Sumber : Soekanto (2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

Hal yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah kehidupan


sosial ekonomi masyarakat Kelurahan. Sebelum masyarakat Kelurahan
terbentuk, semula diawali dengan persekutuan hidup bersama manusia
dalam suatu kelompok masyarakat primitif yang saling bekerja sama
mencari makan melalui kegiatan berburu, meramu, dan mengumpulkan
berbagai bahan makanan. Persekutuan manusia masa primitif ini hidup
secara berpindah-pindah (nomad). Perpindahan dari suatu tempat ke
tempat lainnya didasari oleh ada tidaknya persediaan bahan makanan di
tempat ini. Akan tetapi, hidup secara nomad dirasa kurang membawa
kenyamanan hidup menyangkut kesulitan mendapatkan bahan makanan
juga faktor keamanan, mengingat persediaan makanan dari alam makin
lama makin sukar didapat, akhirnya mereka menemukan cara mengolah
tanah dan menanam tanaman yang dapat dijadikan sebagai bahan
makanan. Dalam fase inilah persekutuan hidup manusia ini membentuk
perkampungan yang di dalamnya terdapat hubungan di antara mereka.
Salah satu bentuk hubungan ini yaitu membentuk ikatan kekeluargaan,
pola-pola pembagian tanah pertanian dan pola-pola pengerjaannya, dan
adanya kesatuan ekonomis yang memenuhi kebutuhan mereka.
Persekutuan menetap membentuk kelompok masyarakat agraris hingga
membentuk desa. Koentjaraningrat menyebutkan bahwa suatu
masyarakat desa menjadi suatu persekutuan hidup dan kesatuan sosial
didasarkan pada prinsip (1) hubungan kekerabatan, dan (2) hubungan
tempat tinggal dekat (Elli M. Setiadi dkk, 2011: 840-841).

c. Pola Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Sebelum Perluasan


Industri
Masyarakat pedesaan di Indonesia apabila ditinjau dari segi
kehidupan, sangat terikat dengan tanah. Masyarakat pedesaan sebagian
besar bermata pencaharian sebagai petani atau sering disebut dengan
masyarakat agraris. Mereka mengandalkan penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya daricommit to user
sektor pertanian yang disebut kaum tani.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

Mereka mempunyai pandangan hidup yang hampir seragam atau


mempunyai kesamaan pandangan hidup. Orang yang hidup di pedesaan
memiliki keterikatan pribadi dengan tanah dan lingkungan tempat
tinggal, keterikatan kepada desa kelahiran atau komunitas lokal,
menganggap penting ikatan kekeluargaan atau kekerabatan dan keluarga
dijadikan sebagai pusat yang sangat penting bagi anggota keluarga.
Masyarakat bertani untuk mencukupi kebutuhan dalam keluarga
dan hasil pertanian tidak dijual. Usaha-usaha yang dilakukan cenderung
ditujukan untuk sekedar hidup atau memenuhi kebutuhan hidup. Menurut
Wharton, “pertanian subsisten yang murni adalah suatu unit yang dapat
berdiri dan mencukupi diri sendiri dimana produksi dikonsumsi dan tidak
dijual (Rahardjo, 2010: 70-71)”. Artinya masyarakat bekerja hanya
sebatas untuk mencukupi kebutuhan sendiri dan hasil pertanian tidak
dijual. Mereka sudah puas apabila kebutuhan keluarga sudah terpenuhi.
Mereka tidak berusaha untuk meningkatkan hasil pertanian yang dapat
mengubah kehidupan sosial dan ekonomi.
Scoot menggambarkan masyarakat pedesaan dengan
mengungkapkan moral ekonomi petani. Landasan etika
subsistensi atas dasar pertimbangan prinsip safety first (dahulukan
selamat). Etika subsistensi, masyarakat berusaha menghindari
kegagalan yang akan menghancurkan kehidupan mereka dan
bukan berusaha memperoleh keuntungan besar dengan
mengambil resiko (Damsar, 2002: 66-67).
Dalam landasan etika subsistensi ini, masyarakat lebih
mementingkan keselamatan. Mereka menghindari kegagalan yang dapat
merusak hidupnya. Masyarakat pedesaan itu memiliki sifat “nrimo”.
Bagi masyarakat pedesaan memperoleh keuntungan sedikit tidak apa-apa
asalkan selamat daripada memperoleh keuntungan yang melimpah tapi
tidak selamat.
Menurut Wisadirana (2004: 49-50), “masyarakat pedesaan
merupakan masyarakat yang dapat diartikan: (1) Sebagai satu
organisasi dan sistem sosial, yakni suatu masyarakat yang
menunjukkan keteraturan pada kelompok-kelompok sosial. (2)
commit to keluarga,
sebagai suatu masyarakat user artinya masyarakat tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

ditandai oleh adanya saling kenal mengenal diantara anggotanya,


adanya keinginan, memiliki rasa persaudaraan yang tinggi,
memiliki jalinan emosional yang kuat dan saling membantu serta
tolong menolong”.
Pengertian di atas dapat disimpulkan masyarakat pedesaan adalah :
1) Masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai petani.
2) Masyarakat desa masih memegang teguh norma dan adat istiadat
serta jiwa tolong menolong atau solidaritas sangat kuat.
3) Suatu masyarakat yang bersifat homogen, tertib dan tenteram dalam
kehidupan sosialnya, menerima keadaan dan hidup tanpa ada
perselisihan serta menolak segala bentuk pembaharuan, meskipun
dalam kenyataannya anggapan-anggapan tersebut tidak selalu benar.
Masyarakat desa memiliki mata pencaharian sebagai petani.
Namun, saat ini lahan pertanian semakin sempit. Hal ini membuat
masyarakat mencari alternatif lain untuk mata pencahariannya.
Dalam perkembangan yang terjadi saat ini, terutama di negara-
negara industri maju (seperti Amerika Serikat dan beberapa
negara Eropa Barat), semakin terlihat adanya kecenderungan
bahwa desa tidak lagi identik dengan pertanian. Di kawasan ini
kebanyakan desa tidak lagi tergantung kepada sektor pertanian.
Beberapa di antara desa-desa itu ada yang petaninya tinggal
sepersepuluh dari seluruh penduduk desa. Sifat pertaniannyapun
telah bergeser menjadi suatu bisnis modern, dimana pertanian
lebih merupakan sarana untuk mengejar keuntungan dari pada
sebagai suatu cara hidup (Rahardjo, 2010: 127).
Lahan pertanian yang semakin sempit juga terjadi pada
masyarakat Kelurahan Jetis. Mereka, tidak tergantung lagi dengan
penghasilan di sektor pertanian. Mereka mulai bekerja di luar sektor
pertanian. Hal ini terjadi karena adanya industri.

d. Pengertian Industri
Industri berasal dari bahasa latin “industria” yang berarti
ketrampilan dan penuh sumber daya; dengan demikian manusia industrial
merupakan makhluk yang terampil dan penuh sumber daya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

Industri menurut Soekanto (1987: 1) merupakan penerapan cara-


cara yang kompleks dan canggih terhadap produksi itu, yang secara
implisit berarti penggunaan mesin-mesin, dipergunakan untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi.
Menurut Dumairy (1997: 227) istilah industri mempunyai
dua arti. Pertama, dapat berarti himpunan perusahaan-perusahaan
sejenis. Dalam konteks ini sebutan industri tekstil, misalnya,
berarti himpunan atau kelompok perusahaan penghasil tekstil.
Kedua, industri juga dapat pula merujuk ke suatu sektor ekonomi
yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah
bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
Pengertian industri menurut Undang-Undang No. 24
Tahun 2009 tentang kawasan industri, “industri adalah kegiatan
ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai
yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan
rancang bangun dan perekayasaan industri”.
Menurut Lauer (2003: 411) Industrialisasi adalah pembangunan
ekonomi melalui transformasi sumber daya dan kuantitas energi yang
digunakan.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian industri yaitu :
1) Industri merupakan kelompok-kelompok perusahaan yang sejenis.
2) Industri adalah kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah
menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
3) Industri merupakan penerapan cara-cara yang kompleks dan
canggih, menggunakan mesin-mesin.
Manfaat industri menurut Saleh (1986: 5) adalah sebagai berikut :
1) Terciptanya lapangan kerja baru, keberadaan industri akan
menimbulkan usaha-usaha sekitar industri yang dapat menyerap
tenaga kerja.
2) Terpenuhinya kebutuhan masyarakat (sandang, pangan dan
papan).
3) Meningkatkan devisa negara.
4) Dapat meningkatkan pendapatan perkapita.
5) Dapat ikut serta mendukung pembangunan nasional di bidang
ekonomi terutama sektor industri.
Dapat dijelaskan kembali manfaat industri yaitu keberadaan
commit to user
industri menjadikan masyarakat memiliki peluang kerja dan membuka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

lapangan kerja baru untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Masyarakat


yang tadinya tidak bekerja dapat terserap dalam sektor industri. Industri
juga memberi andil yang besar dalam meningkatkan devisa negara.
Dengan perkembangan industri juga semakin meningkatkan pendapatan
perkapita. Selain itu juga dapat mendukung pembangunan nasional.

e. Pola Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Setelah Perluasan


Industri
Keberadaan industri di tengah-tengah kehidupan masyarakat
telah membawa perubahan-perubahan sosial. Perubahan sosial menuju
masyarakat industri tidak dapat dicegah. Proses industrialisasi ini tidak
hanya terjadi di kota-kota besar. Namun, hal ini juga terjadi di desa.
Gunnar Myrdal mengatakan, industrialisasi yang diwujudkan dengan
pendirian pabrik-pabrik besar dan modern dianggap sebagai simbol dari
kemajuan (Rahardjo, 1986: 3). Selain itu, industrialisasi sering dinilai
sebagai „kunci‟ yang bisa membawa masyarakat ke arah kemakmuran,
motor penggerak pembangunan ekonomi. Menurut Kuntowijoyo (1983:
65) dalam Ismanto (2012) menyatakan, dalam masyarakat industri,
masyarakat diorganisasi secara efisien dan mirip sebuah mesin. Proses
rasionalisasi dalam masyarakat yang demikian mempunyai akibat
melonggarnya ikatan-ikatan tradisi yang digantikan peranannya oleh
hubungan-hubungan yang bersifat rasional, legal dan kontraktual
(Ismanto dkk, 2012: 35-37).
Saat ini proses industrialisasi juga terjadi di Kelurahan Jetis. Di
wilayah ini terdapat industri tekstil terbesar di Sukoharjo. Industri tekstil
di Jetis ini sedang melakukan perluasan lahan. Lahan-lahan pertanian
ditimbun dengan tanah dan dibangun industri. Perluasan industri ini
mempengaruhi keadaan sekitarnya.
“Perusahaan multinasional menguatkan perusahaan dengan
menggabungkan teknologi baru, kemunculan pasar di kawasan industri
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

dan tentara bayaran demi keuntungan (Frobel, Heinrichs, Kreye 1980


dalam Bjorn Hettne 2001: 211)”.
Dapat diartikan bahwa, industri akan berusaha untuk maju,
memperluas wilayahnya dan menggunakan teknologi yang canggih. Hal
ini menyebabkan di sekitar industri akan muncul usaha jual-beli.
Misalnya, masyarakat membuka warung makan, menjual pakaian di
depan industri, dan jasa penitipan motor. Usaha tersebut untuk
mendapatkan keuntungan dan memenuhi kebutuhan hidup. Munculnya
usaha-usaha di sekitar industri akan menyebabkan kemacetan lalu lintas.
Oleh karena itu perlu adanya penjaga dan pengaturnya.
Manning Nash dalam Francis Abraham (1991: 38)
mengelompokkan perubahan menjadi tiga kategori:
(1) Perubahan dengan kontak periferi. Termasuk di dalamnya
perluasan pembatasan ekonomi. (2) Perubahan melalui kontak
berperantara. Industri bekerjasama dengan masyarakat desa guna
mengeksploitasi tanah dan sumber daya alam. “Perubahan sosial
ekonomi melalui media (perantara) berarti bahwa perekonomian
primitif atau pedesaan terbentuk karena sesuai dengan
perekonomian internasional tetapi fungsi-fungsi menurut dua
terma acuan, adanya organisasi sosial lokal dan aturan-aturan
pasar dan ekonomi”. (3) Perubahan melalui kontak langsung.
Kontak langsung dapat meliputi kerjasama teknik dan
industrialisasi atau korporasi-korporasi multinasional dan
dominasi politik.
Keberadaan Industri memiliki dampak terhadap aspek sosial
ekonomi masyarakat. Menurut Bintoro Tjokroamidjoyo, industri bukan
hanya mampu menaikkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi,
melainkan juga menimbulkan hal-hal lain pada kehidupan masyarakat
seperti pertambahan penduduk yang cukup tinggi sebagai akibat
datangnya penduduk dari daerah lain yang berfungsi sebagai tenaga kerja
di pabrik, terjadi pola pergeseran ekonomi masyarakat, pergeseran dalam
pola hidup serta masalah-masalah lain (Sutrisna, 2008: 1744).
Perluasan industri menyebabkan lahan pertanian semakin sempit.
Sehingga, masyarakat melakukan transisi transformasi. Mereka beralih
commit
profesi dan mencari usaha lain ditoluar
user
sektor pertanian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

Menurut Sawit dalam Mubyarto (1985: 147-148), “Sesungguhnya


aktivitas nonpertanian bukan merupakan aktivitas baru buat
penduduk pedesaan, khususnya pedesaan Jawa. Keragaman
pekerjaan atau kombinasi pekerjaan di pertanian dan nonpertanian
umum dijumpai di pedesaan, khususnya di pulau Jawa. Alasan
yang melatarbelakangi yaitu kesempatan kerja dan pendapatan
antara lain:
1) Tidak cukupnya pendapatan di usaha tani.
2) Pekerjaan dan pendapatan di usaha tani umumnya musiman,
sehingga diperlukan waktu menunggu yang relatif lama.
3) Usaha tani memiliki banyak resiko dan ketidak pastian.
Beralihnya mata pencaharian masyarakat ke luar sektor pertanian
dilatarbelakangi oleh tidak cukupnya pendapatan dari hasil pertanian.
Maksudnya, pendapatan yang diperoleh masyarakat di sektor pertanian
tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Proses produksi pertanian
secara musiman. Sehingga masyarakat memerlukan waktu menunggu
yang cukup lama. Hal ini berpengaruh pada penggunaan tenaga kerja dan
upah. Permintaan tenaga kerja meningkat pada saat musim (musim tanam
dan musim panen) kemudian permintaan tersebut menurun dengan
drastis. Usaha pertanian pun memiliki banyak resiko seperti gagal panen.
Oleh karena itu, masyarakat memasuki sektor formal dan informal untuk
memenuhi kebutuhan hidup.
1) Sektor formal
Sektor formal merupakan salah satu jenis usaha yang resmi,
terdapat ijin atau berbadan hukum, membutuhkan modal besar,
memiliki aturan atau tata tertib yang jelas, jumlah pekerja
berpendidikan dan memiliki keahlian atau keterampilan,
kompentensi serta jumlah pekerja tetap dan digaji, memiliki
batasan waktu kerja yang jelas dan menggunakan teknologi dalam
usahanya. Contoh: PNS, karyawan pabrik.
2) Sektor informal
Sektor informal merupakan usaha yang tidak memerlukan
ijin dalam melaksanakan kegiatan usaha, modal relatif kecil, tidak
commit
ada aturan yang jelas, sertatotidak
user menggunakan teknologi modern.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

Contoh pedagang, industri kecil atau kerajinan, buruh dan


pekerjaan yang tidak memerlukan pendidikan dan keterampilan
yang tinggi.
Menurut Damsar (2002: 95), ”Pedagang merupakan orang atau
institusi yang memperjualbelikan produk atau barang kepada konsumen
baik secara langsung maupun tidak langsung”. Sedangkan Larasati
Suliantoro Sulaiman dalam Mubyarto (1985: 364) menyatakan, Perajin
adalah orang yang mempunyai kecakapan atau keterampilan dalam
bentuk seni atau kemahiran dalam menggunakan alat perkakas. Tetapi
pekerjaan yang menyangkut kecakapan dalam penguasaan teknis dan
perkakas itu tidak menuntut adanya suatu penciptaan ataupun keaslian.
Apabila masyarakat yang bekerja di sektor informal memiliki
pendidikan dan keterampilan yang tinggi akan lebih baik. Karena saat ini
bekerja di sektor informal juga memerlukan pendidikan dan keterampilan
untuk mengembangkan usahanya tersebut.
Pendidikan menurut UU 20 Tahun 2003 Pasal 1 mengatakan,
“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Bagi masyarakat yang memiliki kehidupan ekonomi yang baik
atau menengah atas dapat mengenyam pendidikan sampai perguruan
tinggi. Namun, bagi masyarakat yang memiliki kehidupan ekonomi
rendah mereka tidak mampu mengenyam pendidikan yang tinggi. Hal ini
disebabkan karena biaya pendidikan yang mahal.
Melalui pendidikan yang dimiliki masyarakat diharapkan
mendapat pekerjaan yang baik dengan penghasilan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup baik kebutuhan primer, sekunder maupun
tersier. Mereka juga mampu memutuskan rantai kemiskinan dan
commit
meningkatkan kehidupan to user
sosial ekonomi masyarakat. Sehingga,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

masyarakat yang ingin bekerja di sektor formal dan informal harus


memiliki pendidikan, keterampilan atau keahlian serta memiliki
kompetensi.
Masyarakat di Kelurahan Jetis memiliki pendidikan rata-rata
tamat SMA dan sederajat. Adapula yang memiliki pendidikan hingga
perguruan tinggi. Masyarakat Jetis memiliki mata pencaharian seperti
PNS, Pedagang, karyawan, petani, buruh, pengrajin dan pekerjaan jasa.
Dari aktivitas ekonominya tersebut, mereka dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Munculnya industri dan perluasan di desa mempengaruhi
kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Banyak masyarakat yang
terserap menjadi karyawan. Selain itu sebagian besar masyarakat
membuka usaha di sekitar industri. Kehidupan sosial ekonomi
masyarakat dapat dilihat dari hubungan sosial antara anggota masyarakat
dan mata pencaharian yang dimiliki. Dari keadaan inilah peneliti dapat
melihat pola kehidupan sosial ekonomi dan strategi bertahan masyarakat
di Kelurahan Jetis.

f. Pola Relasi Sosial Ekonomi Masyarakat


Manusia merupakan makhluk sosial dimana mereka tidak dapat
hidup sendiri. Menurut Aristoteles, manusia merupakan zoon politicon
yaitu makhluk sosial yang menyukai hidup bergolongan atau lebih suka
mencari teman untuk hidup bersama daripada hidup sendiri. Manusia
memerlukan bantuan dari orang lain mulai dari manusia dilahirkan
sampai meninggal dunia. Manusia selalu berinteraksi, berelasi,
berkomunikasi, saling membutuhkan dan saling membantu. Setiap
individu mempunyai keinginan untuk berhubungan dengan orang lain.
Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka sadar
akan kekurangan yang dimiliki dan tidak mungkin semua kebutuhan
hidupnya dapat dipenuhi sendiri. Upaya untuk memenuhi kebutuhan
hidup dapat dilihat dari terbentuknya pola relasi sosial dalam masyarakat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

26

Masyarakat dengan sendirinya akan berelasi atau membentuk hubungan


sosial dengan orang lain.
Menurut Bintarto (1989: 63) bahwa, relasi adalah hubungan
antara dua gejala, dua komponen, dua individu atau lebih yang dapat
menimbulkan pengaruh. Dapat dimaknai relasi sosial itu merupakan
hubungan yang dinamis dalam masyarakat. Relasi menimbulkan
pengaruh timbal balik antara individu dan masyarakat karena relasi
dimulai dari pertemuan dimana masyarakat tersebut saling menyapa,
bersalaman, berbicara, saling mempengaruhi atau bertukar pikiran.
Relasi sosial yang terjalin dalam masyarakat mengakibatkan
terbentuknya solidaritas. Solidaritas di masyarakat sangat diperlukan
untuk menjaga keharmonisan antar kelompok masyarakat dan
membangun desa agar lebih maju. Antara kelompok masyarakat harus
menjalin relasi agar usaha yang dimilikinya dapat terus bertahan dan
berkembang. Oleh karena itu orang akan berelasi dan berinteraksi dalam
kehidupan sosial agar hubungan ekonomi tetap terjalin.
Yulianti & Poernomo (2003: 28) dalam Pahmi (2010: 20)
menyatakan bahwa, masyarakat pedesaan berhubungan antara
satu dengan yang lainnya dengan kunjung mengunjungi pinjam
meminjam alat perlengkapan, bertukar jasa, tolong menolong,
atau ikut serta dalam aktivitas-aktivitas sosial.
Relasi sosial pada masyarakat dapat dilihat dari karakteristik desa.
Desa mempunyai karakteristik tertentu, sejumlah sosiolog seperti
Ferdinand Tonnies, Charles H. Cooley, Emile Durkheim dan tokoh yang
lain cenderung mengacu ke pola-pola pemikiran yang bersifat teoritik,
seperti konsep-konsep dikhotomik (Rahardjo, 2010: 39).
Gambaran yang dikemukakan Roucek dan Warren (1962) dalam
Rahardjo (2010: 40) menyebutkan masyarakat desa memiliki
karakteristik berikut ini:
1) Besarnya peranan kelompok primer;
2) Faktor geografik yang menentukan sebagai dasar pembentukan
commit to user
kelompok atau asosiasi;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

3) Hubungan lebih bersifat intim dan awet;


4) Homogen;
5) Mobilitas sosial rendah;
6) Keluarga lebih di tekankan fungsinya sebagai unit ekonomi;
7) Populasi anak dalam proporsi yang lebih besar.
Ferdinand Tonnies memiliki konsep paguyuban (gemeinschaft)
dan patembayan (gesellschaft). Gemeinschaft untuk masyarakat desa dan
gesellschaft untuk masyarakat kota. Paguyuban (gemeinschaft) adalah
bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat oleh
hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal.
Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang
memang telah dikodratkan. Bentuk paguyuban dapat dijumpai di dalam
keluarga, kelompok kerabatan, rukun tetangga dan lain sebagainya.
Menurut Tonnies bahwa suatu paguyuban mempunyai beberapa
ciri pokok yaitu:
1) Intimate yaitu hubungan yang menyeluruh yang mesra.
2) Private yaitu hubungan yang bersifat pribadi, khusus untuk
beberapa orang saja.
3) Exclusive yaitu hubungan tersebut hanyalah untuk “kita” saja dan
tidak untuk orang-orang lain di luar “kita”.
(Soekanto, 2012: 118)
Patembayan (gesellschaft) merupakan ikatan lahir yang bersifat
pokok untuk jangka waktu yang pendek, bersifat sebagai suatu bentuk
dalam pikiran belaka serta strukturnya bersifat mekanis sebagaimana
dapat diumpamakan dengan mesin. Bentuk patembayan terutama
terdapat di dalam hubungan perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal
balik (Soekanto, 2012: 116-118).
Menurut Charles Horton Cooley memberikan konsep kelompok
primer (primary group) dan kelompok sekunder (secondary group).
Kelompok primer (primary group) adalah kelompok-kelompok yang
ditandai ciri-ciri kenalcommit to userantara anggota-anggotanya serta
mengenal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

28

kerjasama erat yang bersifat pribadi. Sebagai salah satu hasil hubungan
yang erat dan bersifat pribadi tadi adalah peleburan individu-individu ke
dalam kelompok sehingga tujuan individu menjadi tujuan kelompok.
Secara ideal, hubungan primer dianggap sebagai tujuan atau sebagai
suatu nilai sosial yang harus dicapai. Hal ini berarti bahwa hubungan
tersebut harus bersifat sukarela, di mana pihak-pihak yang bersangkutan
benar-benar merasakan adanya suatu kebebasan dalam pelaksanaannya.
Kelompok primer (primary group) dalam konteks masyarakat
dikarakteristikan sebagai masyarakat pedesaan. Sedangkan kelompok
sekunder (secondary group) dapat dikarakteristikan sebagai masyarakat
kota. Cooley tidak menyebutkan secara khusus. Namun, dapat dikatakan
bahwa segala sesuatu pada kelompok primer adalah kebalikan dari
kelompok sekunder. Kelompok sekunder adalah kelompok-kelompok
besar yang terdiri dari banyak orang, yang sifat hubungannya tidak
berdasarkan pengenalan secara pribadi dan juga tidak langgeng
(Soekanto, 2012: 109-116).
Solidaritas sosial juga dapat digunakan untuk membedakan
karakteristik desa dan kota. Solidaritas sosial menurut Durkheim harus
menjadi objek utama dalam menjelaskan realitas sosial (Samuel, 2010).
Seperti Spencer, Durkheim juga melihat masyarakat sebagai sebuah
organisme biologis. Pemikiran Durkheim didasari pada gejala sosial, ia
mengamati perubahan sosial dari masyarakat primitif (tradisional)
menuju masyarakat industri.
Durkheim mengamati bahwa peningkatan sistem pembagian kerja
tersebut berimplikasi pada perubahan tipe solidaritas sosial yang
dikaitkan dengan tingkat pembagian kerja dalam masyarakat. Pada
masyarakat dengan sistem pembagian kerja yang rendah, akan
menghasilkan tipe solidaritas mekanik, sedangkan pada masyarakat
dengan pembagian kerja yang kompleks akan menghasilkan tipe
solidaritas organik (Lauer, 1982; Samuel, 2010). “Solidaritas mekanik
commit to user antara anggota masyarakat dan
terbentuk karena kesamaan-kesamaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

29

solidaritasnya menciptakan hubungan yang bersifat informal.


Sedangakan solidaritas organik terbentuk karena perbedaan-perbedaan
antara anggota masyarakat dan solidaritasnya bersifat formal karena
adanya pembagian kerja atau division of labor (Martono, 2011: 42-44)”.
“Masyarakat desa cenderung memiliki solidaritas sosial yang
kuat. Solidaritas sosial ini didasarkan atas kesamaan menciptakan
hubungan informal, masyarakat bersifat komunal atau “guyub”.
Sehingga masyarakat desa cenderung memiliki solidaritas
mekanik.
Durkheim membagi solidaritas sosial menjadi dua antara lain:
1. Solidaritas Mekanik yaitu solidaritas yang berdasarkan tali
ikatan tradisional.
2. Solidaritas Organik yaitu masyarakat yang berkembang atas
dasar pembagian kerja. (Maliki, 2004: 87)”.
Emile Durkheim memberikan karakteristik desa dan kota dengan
konsepnya tentang solidaritas mekanik dan organik dengan ciri-ciri yaitu:
Tabel 2.2 Karakteristik Masyarakat Desa dan Kota
Masyarakat Desa Masyarakat Kota
(Solidaritas Mekanik) (Solidaritas Organik)
Pembagian kerja rendah Pembagian kerja tinggi;
Kesadaran kolektif kuat Kesadaran kolektif lemah;
Hukum represif dominan Hukum restitutif dominan;
Individualitas rendah; Individualitas tinggi;
Konsensus terhadap pola-pola Konsensus pada nilai-nilai abstrak
normatif itu penting; dan umum itu penting;
Keterlibatan komunitas dalam Badan-badan kontrol sosial yang
menghukum orang yang menghukum orang-orang yang
menyimpang; menyimpang;
Secara relatif saling Saling ketergantungan yang
ketergantungan itu rendah; tinggi;
Bersifat primitif atau pedesaan Bersifat industrial perkotaan
Sumber : Johnson (1986: 188)
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan kembali yaitu
masyarakat desa cenderung memiliki solidaritas mekanik, biasanya
memiliki pembagian kerja rendah, masih terikat satu sama lain atas dasar
kesamaan emosional dan kepercayaan, adanya komitmen moral. Mereka
juga memiliki kesadaran commit
kolektiftoyang
userkuat, cenderung menyukai hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

30

represif karena masing-masing orang sama-sama memiliki moralitas


kolektif yang kuat. Hukuman represif diberlakukan hanya semata-mata
agar pelanggar hukum jera dan mendapat hukuman yang sebanding
dengan pelanggarannya. Pelanggaran terhadap moralitas bersama
tersebut menjadi sesuatu yang sensitif. Masyarakat memiliki emosional,
kepercayaan dan pola normatif yang sama, serta memiliki individualitas
yang rendah. Oleh karena itu sifat individualitas mendapat tekanan yang
besar untuk konformitas.
Merton mengartikan konformitas adalah cara adaptasi individu di
mana perilaku mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat dan
mengikuti cara yang ditentukan masyarakat untuk mencapai tujuan
tersebut (Sunarto, 2004: 185).
Menurut Soekanto (2012: 189) menyatakan bahwa, “Conformity
berarti proses penyesuaian diri dengan masyarakat dengan cara
mengindahkan kaidah dan nilai-nilai masyarakat”. Kaidah timbul
dalam masyarakat karena sebagai pengatur hubungan seseorang
dengan orang lain, atau seseorang dengan masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa konformitas adalah cara adaptasi atau
penyesuaian diri di dalam masyarakat dengan cara melaksanakan nilai
dan norma sosial dalam masyarakat. Dalam masyarakat pedesaan,
homogen dan tradisional, konformitas masyarakat sangat kuat.
Konformitas terdapat pada masyarakat yang secara relatif dan stabil.
Sedangkan masyarakat kota lebih cenderung memiliki
solidaritas organik. Solidaritas organik berkembang atas dasar pembagian
kerja. Pada masyarakat kota atau modern sudah menentukan spesialisasi
posisi dengan batas tugas dan kewenangan yang jelas. Dapat dimaknai
bahwa masyarakat harus memiliki pendidikan dan keterampilan atau
keahlian tertentu. Pembagian kerja ini menimbulkan sifat individual
dalam masyarakat. Solidaritas organik cenderung memiliki model hukum
restitutif. Hukum restitutif maksudnya hukum yang diberlakukan hanya
semata-mata untuk mengembalikan masyarakat pada kondisi semula.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

31

Masyarakat diharuskan tunduk kepada hukum yang disepakati, dan


mereka juga saling ketergantungan.
Relasi ekonomi merupakan hubungan dinamis dalam
masyarakat yang berkaitan dengan mata pencaharian dan perolehan
pandapatan. Perekonomian masyarakat pedesaan dapat dilihat adanya
gejala-gejala upaya pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Pemenuhan
kebutuhan hidup tersebut memiliki suatu pencirian sistem sosial ekonomi
tertentu.
James Scoot dalam bukunya “The Moral Economy of The
Peasant” memaparkan bahwa masyarakat pedesaan (peasant) merupakan
masyarakat yang harmoni dan stabil, desa peasant digambarkan sebagai
desa sosial yang berkepentingan menjaga keberlangsungan hidup
warganya. Peasant dalam kehidupan ekonominya digambarkan sebagai
manusia yang bermentalitas dahulukan selamat. Mendahulukan
keselamatan atau berada diwilayah subsistensi dan upaya menghindari
resiko merupakan ciri umum masyarakat pedesaan.
Foster (1965) mengatakan bahwa kegiatan perekonomian
masyarakat desa tidak produktif, hal ini disebabkan oleh keengganan
untuk bekerja keras. Produktifitas yang dilakukan hanya untuk makan
tetapi tidak untuk menciptakan kesejahteraan. Sementara R. Redfield
menjelaskan bahwa kehidupan masyarakat desa dikenal dengan
masyarakat yang terbelah atau part society (Pahmy, 2010: 28-30).
Dalam penelitian ini, relasi sosial ekonomi yang dibahas adalah
hubungan-hubungan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat di
Kelurahan Jetis, Sukoharjo yang meliputi relasi sosial ekonomi yang
terjalin antara anggota masyarakat, masyarakat dan perangkat desa.
Masyarakat Kelurahan Jetis dulu bermata pencaharian petani yang
memiliki waktu lebih banyak untuk berinteraksi dengan anggota
masyarakat.
Kerukunan, gotong royong, suasana serba informal dan permisif
menjadi semakin lunturcommit to user
seiring dengan meningkatnya penggunaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

32

teknologi modern dan komersialisasi dalam bidang pertanian. Hal ini


disebabkan karena teknologi modern dengan daya efisiensinya yang
tinggi itu hanya memerlukan sedikit tenaga kerja manusia sebagai
pelakunya. Selain itu perluasan industri juga mempersempit lahan
pertanian. Keadaan ini tidak memungkinkan terjadinya gotong royong
dan kerukunan seperti ketika pertanian masih bekerja dengan sistem
tradisional.
Saat ini masyarakat Jetis telah memasuki sektor industri di mana
masyarakat memerlukan waktu yang banyak untuk bekerja dan hal ini
menyebabkan berkurangnya intensitas berkumpul dalam kegiatan
kemasyarakatan. Hubungan-hubungan yang akrab, informal dan permisif
pun menjadi semakin berkurang atau bahkan hilang. Sehingga, pola
kehidupan sosial ekonomi masyarakat mengalami perubahan. Perubahan
sosial ini dianalisis menggunakan analisis Durkheim tentang konsep
solidaritas mekanik dan organik.

2. Strategi Bertahan Masyarakat


Strategi bertahan masyarakat merupakan cara bertahan atau
beradaptasi dengan anggota masyarakat lain di lingkungan tempat tinggalnya.
Strategi yang dimiliki oleh masyarakat baik strategi dalam kehidupan sosial
maupun kehidupan ekonomi. Strategi dalam kehidupan sosial dapat dilakukan
melalui kegiatan kemasyarakatan. Sedangkan strategi kehidupan ekonomi
melalui hubungan di tempat kerja atau aktivitas ekonomi.
Pemenuhan kebutuhan merupakan upaya untuk bertahan hidup bagi
keluarga. Masyarakat menggunakan strategi bertahan untuk mengadaptasikan
diri pada perubahan sosial, ekonomi, dan budaya.
Parsons menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat
paguyuban dengan tingkat solidaritas tinggi yang memiliki lima variabel yaitu
affective, particularism, ascription, self orientation, diffuse. Menurut Parsons,
terdapat fungsi-fungsi atau kebutuhan-kebutuhan tertentu yang dipenuhi oleh
setiap sistem, yang hidup demicommit to user
kelestariannya. Dalam hal ini ada dua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

33

kebutuhan yaitu pertama, kebutuhan sistem internal atau kebutuhan sistem


ketika berhubungan dengan lingkungannya. Kedua, yang berhubungan dengan
pencapaian sasaran atau tujuan serta sarana yang perlu untuk mencapai tujuan
itu.
Menurut Parsons, kehidupan sosial masyarakat dipandang sebagai
suatu sistem sosial. Artinya kehidupan tersebut harus dilihat sebagai suatu
keseluruhan atau totalitas dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling
berhubungan dalam suatu kesatuan (Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2011:
124-125).
Menurut Wirawan (2012: 54), “sistem sosial adalah suatu sistem
tindakan yang terbentuk dari sistem sosial berbagai individu, yang
tumbuh dan berkembang dengan tidak secara kebetulan, tetapi tumbuh
dan berkembang di atas standar penilaian umum atau norma-norma
sosial yang disepakati bersama oleh anggota masyarakat”.

Parson (1951: 5-6) dalam George Ritzer (2008: 124) menyatakan


bahwa, sistem sosial terdiri dari sejumlah aktor-aktor individual yang
saling berinteraksi dalam situasi yang sekurang-kurangnya
mempunyai aspek lingkungan atau fisik, aktor-aktor yang mempunyai
motivasi dalam arti mempunyai kecenderungan untuk
“mengoptimalkan kepuasan”, yang hubungannya dengan situasi
mereka didefinisikan dan dimediasi dalam term sistem simbol
bersama yang terstruktur serta kultural.
Definisi ini menetapkan sistem sosial yaitu aktor, interaksi,
lingkungan, optimalisasi kepuasan, dan kultural.
Parsons merumuskan karakteristik sistem sosial sebagai berikut :
a. Dua orang atau lebih yang saling mempengaruhi.
b. Dalam tindakannya mereka memperhitungkan bagaimana orang lain
bertindak.
c. Kadang-kadang mereka bertindak bersama-sama untuk mengejar
tujuan bersama.
Sistem sosial yang dijelaskan oleh Parson melalui empat Subsistem
yang menjelaskan fungsi-fungsi utama di dalam kehidupan masyarakat yang
sering disingkat dengan skema AGIL. Hal ini digunakan agar masyarakat dapat
commit
bertahan (resistance). AGIL yaitu : to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

34

1) Adaptation (Adaptasi) sebuah sistem harus menyesuaikan diri dengan


lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya.
2) Goal attainment (pencapaian tujuan) sebuah sistem harus
mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
3) Integration (Integrasi) sebuah sistem harus mengatur antar hubungan
yang menjadi komponen.
4) Latency (Latensi atau pemeliharaan pola) sebuah sistem harus
memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki baik motivasi
individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang
motivasi. (Ritzer, 2008: 121)

Teori Parsons digambarkan dalam skema AGIL berikut ini :


L I

Fungsi Pemeliharaan Pola Fungsi Integrasi dilaksanakan


dilaksanakan oleh subsistem oleh komunitas
education kemasyarakatan

Fungsi Adaptasi melalui Fungsi Pencapaian Tujuan


subsistem ekonomi melalui subsistem pemerintah
(politik)

A G
Gambar 2.2 Skema AGIL yang dikembangkan oleh Talcott Parsons
(Sumber : Geoge Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2008: 127)

Menurut Parsons dan Platt (1973), fungsi adaptasi (adaptation) akan


dilaksanakan oleh subsistem ekonomi melalui tenaga kerja, produksi dan
alokasi. Melalui pekerjaan, ekonomi menyesuaikan diri dengan lingkungan
kebutuhan masyarakat. Pemerintah (polity) atau sistem politik melaksanakan
fungsi pencapaian tujuan dengan mengejar tujuan-tujuan kemasyarakatan.
Fungsi integrasi dilaksanakan oleh komunitas kemasyarakatan, dengan cara
mengkoordinasikan berbagai komponen masyarakat. Subsistem fiducary
seperti sekolah, keluarga, akan menangani fungsi pemeliharaan pola (latensi)
commit
dengan menyebarkan kultur (Ritzer, to user
2008: 127-128).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

35

Penelitian ini menggunakan analisis Parsons yang menjelaskan sistem


sosial melalui skema AGIL. Analisis ini dapat menjelaskan strategi bertahan
dalam sebuah masyarakat. Masyarakat Jetis harus memenuhi keempat fungsi
utama (AGIL) kalau ingin tetap bertahan.
Dalam penelitian ini, subsistem ekonominya adalah masyarakat yang
melaksanakan kegiatan ekonomi meliputi produksi, distribusi dan jasa. Fungsi
pelaksanaan tujuan dilaksanakan melalui subsistem pemerintah (politik) dalam
hal ini adalah paguyuban atau organisasi kemasyarakatan. Fungsi integrasi
yang dilaksanakan oleh komunitas kemasyarakatan adalah hukum sosial, nilai,
norma sosial, serta institusi agama yang ada untuk mengatur perilaku, dan
hubungan antara anggota masyarakat. Fungsi latensi akan dilaksanakan oleh
subsitem fiducary. Subsistem fiducary adalah suatu sistem yang berkaitan
dengan sistem kultur atau budaya. Yang termasuk dalam subsitem ini adalah
keluarga, pendidikan dan agama. Melalui keluarga, pendidikan dan agama,
seseorang dapat bersosialisasi dan mempertahankan pola-pola kehidupan yang
ada dalam masyarakat. Namun, yang utama adalah keluarga. Keempat
subsistem ini saling tergantung satu sama lain untuk mewujudkan keutuhan
sistem sosial.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap individu pasti
memiliki hambatan dalam menjalani kehidupannya. Oleh karena itu, individu
selalu berusaha untuk keluar dari hambatannya tersebut. Begitu pula pada
masyarakat Kelurahan Jetis, mereka menerapkan sistem AGIL. Sistem AGIL
digunakan masyarakat untuk keluar dari hambatan atau masalah yang dihadapi
dalam kehidupannya. Sehingga masyarakat memiliki strategi bertahan agar
mereka tetap eksis dan usaha yang dimiliki masyarakat di Kelurahan Jetis
dapat bertahan bahkan berkembang.

B. Hasil Penelitian yang Relevan


Penelitian mengenai pola kehidupan sosial ekonomi dan strategi bertahan
masyarakat sekitar industri, berkaitan dengan penelitian dari Dianita Kartika Sari
mahasiswa Fakultas Keguruan dan commit
IlmutoPendidikan
user Universitas Sebelas Maret
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

36

Surakarta (2010) dengan judul Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pengrajin


Mainan (Studi Kasus Tentang Relasi Sosial dan Strategi Bertahan Masyarakat
Pengrajin Mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri
Tahun 2010). Dalam penelitian ini membahas tentang relasi sosial antara
pengrajin dengan masyarakat sekitar, pengrajin dengan sesama pengrajin,
pengrajin dengan pembeli, dan pengrajin dengan aparat pemerintah serta strategi
bertahan masyarakat pengrajin mainan di Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto,
Kabupaten Wonogiri.
Penelitian ini dibahas dengan menggunakan analisis Durkheim tentang
solidaritas sosial dan Tallcot Parsons dalam skema AGIL. Skema AGIL terdiri
dari pertama, adaptation (adaptasi) melalui adaptasi ekonomi. Kedua, goal
attainment (pencapaian tujuan) melalui paguyuban dan pasar pahing. Ketiga,
integration (integrasi) melalui strategi penjualan. Keempat, latency (latensi atau
pemeliharaan pola) melalui pewarisan budaya dan sarana “edukasi”.
Kesimpulannya adalah terjalin relasi sosial antara pengrajin dengan masyarakat
sekitar, sesama pengrajin, pengrajin dengan pembeli dan aparat pemerintah serta
usaha individu dalam menghadapi hambatan dengan menggunakan empat sistem
dari Parsons yaitu AGIL.
Penelitian ini berkaitan dengan penelitian dari Ririh Rohmatun
mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta (2011) dengan judul Sosial Ekonomi Masyarakat Grenjeng (Studi
Kasus Dampak Keberadaan Pondok Pesantren Al Madinah Pada Kehidupan
Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Grenjeng Kecamatan Nogosari Kabupaten
Boyolali Tahun 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Keberadaan Pondok Pesantren Al Madinah telah memberikan dampak
positif pada kehidupan sosial maupun ekonomi masyarakat antara lain:
a. Dalam kehidupan sosial
Pondok pesantren Al Madinah di desa Grenjeng mampu
menjadikan para orang tua untuk mengajarkan kepada anak-
commit
anaknya akan kebiasaan to userkaitannya dengan religi.
beretika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

37

b. Dalam kehidupan ekonomi


1) Pemberi peluang pekerjaan bagi masyarakat
2) Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan hidup masyarakat
2. Keberadaan Pondok Pesantren Al Madinah pada kehidupan sosial
masyarakat juga sedikit memberikan dampak negatif pada hubungan
sosial masyarakat yang bekerja di lingkungan pondok dalam hubungan
sosial dengan keluarga dan masyarakat. Masyarakat yang dalam
kesehariannya sibuk bekerja di lingkungan pondok banyak waktu yang
tersita untuk keluarga maupun membantu tetangga dalam hajatan.
Penelitian ini juga berkaitan dengan penelitian dari Titis Tri Rahayu
mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta (2012) dengan judul Peran Industri Kecil Konveksi dalam Menyerap
Tenaga Kerja dan Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus Di Desa
Gebang, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen). Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Industri kecil konveksi di Desa Gebang, Kecamatan Masaran, Kabupaten
Sragen memiliki kemampuan menyerap tenaga kerja yang ada di Desa
Gebang, tenaga kerja yang terserap tidak harus berpendidikan tinggi yang
terpenting memiliki keterampilan khususnya menjahit.
2. Industri kecil konveksi di Desa Gebang, Kecamatan Masaran, Kabupaten
Sragen dapat memberikan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Desa
Gebang khususnya di sekitar industri kecil konveksi yaitu dengan
membuka usaha di rumah mereka untuk menambah penghasilan.
Terpenuhinya kebutuhan mereka sehari-hari merupakan ukuran tingkat
kesejahteraaan ekonomi bagi masyarakat Desa Gebang.
3. Dengan adanya industri kecil konveksi memiliki dampak positif yaitu
terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan negatif yaitu
berpotensi konflik antara penduduk asli Gebang dengan pendatang.
Penelitian di atas memberikan gambaran bagi peneliti untuk mengetahui
kerjasama antara anggota masyarakat dalam hubungan sosial yang terjalin dalam
masyarakat dan keadaan ekonomicommit to user
masyarakat serta strategi bertahan masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

38

Sehingga peneliti bisa menjalin interaksi pada saat melakukan penelitian


mengenai pola kehidupan sosial ekonomi dan strategi bertahan masyarakat sekitar
industri.

C. Kerangka Berpikir
Masyarakat Jetis pada awalnya merupakan masyarakat desa yang
bermata pencaharian di sektor pertanian. Mereka bekerja sebagai petani dan buruh
tani. Masyarakat sektor pertanian memiliki sifat solidaritas mekanik. Namun,
berdirinya industri mengakibatkan lahan-lahan pertanian semakin berkurang dan
menyempit. Masyarakat Jetis pun mengalami transformasi mata pencaharian.
Mata pencaharian mereka mulai beralih ke sektor non pertanian. Sehingga, mata
pencaharian masyarakat menjadi beraneka ragam. Hal ini mengakibatkan
pembagian kerja semakin tinggi. Masyarakat semakin sibuk dengan kegiatan
ekonomi dan mereka memiliki solidaritas organik. Keadaan ini mempengaruhi
relasi sosial ekonomi dan strategi bertahan yang dilakukan oleh masyarakat.
Kemudian kedua hal tersebut akan mempengaruhi pola kehidupan sosial ekonomi
masyarakat Jetis.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar berikut:

Pola Kehidupan Sektor Pertanian Transformasi


Sosial Ekonomi memiliki Berdirinya
Mata
Solidaritas Industri Pencaharian
Masyarakat Jetis Mekanik

Relasi Sosial
Ekonomi
Masyarakat Solidaritas
Organik
Strategi Bertahan
Masyarakat

Gambar 2.2 Skema Kerangka Berpikir


commit
Sumber to user2013
: Peneliti,

Anda mungkin juga menyukai