Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

INTEGRASI TERNAK DAN PERKEBUNAN

Dosen Pengampu : Ir. R. Edhy Mirwandhono M.Si.

Disusun Oleh :
Jessica Rahmayani Saragih
210306156

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat-Nya penulis bisa menyelesaikan makalah “Integrasi Peternakan dengan
Sektor Palawija,Hortikultura, dan Padi” dengan baik. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah “Integrasi Peternakan dengan Perkebunan” dengan
dosen pengampu Bapak Ir. R. Edhy Mirwandhono M.Si. Tidak lupa penulis
ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini.
Penulis sangat berharap agar makalah ini bermanfaat dan menambah
pengetahuan kepaada semua pihak yang membaca. Penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dan kesalahan dari penulisan makalah ini dikarenakan
keterbatasan dari penulis, oleh karena itu penulis sangat megharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

Medan, 13 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
BAB II................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 5
1.1. Palawija ............................................................................................................... 5
1.1.1 Pengertian .......................................................................................................... 5
1.1.2 Jenis Palawija ..................................................................................................... 5
1.1.3 Manfaat Palawija................................................................................................ 6
1.1.4 Luas Lahan Palawija .......................................................................................... 7
1.1.5 Contoh Integrasi Peternakan dan Palawija......................................................... 8
2.1. Hortikultura ....................................................................................................... 12
2.1.1 Pengertian Hortikultura .................................................................................... 12
2.1.2 Jenis Tanaman Hortikultura ......................................................................... 13
2.1.3 Manfaat Tanaman Hortikultura ................................................................... 15
2.1.4. Limbah Kotoran Ternak .................................................................................. 17
2.1.5 Limbah Hortikultura Sebagai Pakan Ternak .................................................... 18
3.1 Integrasi Perkebunan Kelapa Sawit dengan Peternakan ......................................... 20
3.1.1 Pakan Ternak Sapi Berbahan Limbah Biomassa Kelapa Sawit ....................... 21
3.1.2 Sistem Integrasi Kelapa Sawit – Sapi .............................................................. 22
4.1. Integrasi perkebunan kopi dengan ternak ............................................................. 23
5.1 Integrasi Perkebunan Karet dengan Peternakan................................................ 27
BAB III ............................................................................................................................. 30
PENUTUP ........................................................................................................................ 30
Kesimpulan .................................................................................................................... 30
Saran ............................................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 31

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pertanian sebagai sektor utama dalam perekonomian suatu negara memiliki
peran yang krusial dalam menyediakan pangan, mengatasi kemiskinan, dan
mendukung ketahanan pangan. Namun, pertanian modern dihadapkan pada
berbagai tantangan seperti fluktuasi harga komoditas, perubahan iklim, dan
peningkatan kebutuhan pangan yang terus berkembang. Oleh karena itu, integrasi
antara sektor peternakan dengan sektor palawija, hortikultura, dan padi menjadi
relevan sebagai strategi untuk meningkatkan keberlanjutan dan efisiensi sistem
pertanian.
Integrasi peternakan dengan sektor palawija, hortikultura, dan padi dapat
memberikan kontribusi signifikan terhadap diversifikasi hasil pertanian. Dengan
menggabungkan berbagai sektor ini, petani memiliki kesempatan untuk
memproduksi berbagai jenis hasil yang tidak hanya memperkaya pola makan
masyarakat, tetapi juga memberikan alternatif pendapatan yang stabil bagi petani.
Kombinasi antara peternakan, palawija, hortikultura, dan padi dapat
memberikan manfaat optimal dari sumber daya yang tersedia. Pupuk organik dari
limbah peternakan dapat digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah,
sedangkan kotoran ternak dapat menjadi sumber bahan bakar atau pupuk organik.
Integrasi ini meminimalkan limbah dan menciptakan siklus yang berkelanjutan di
dalam sistem pertanian.
Integrasi antara sektor pertanian memungkinkan adanya sinergi di antara
berbagai elemen sistem pertanian. Contohnya, limbah pertanian dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak, meningkatkan produktivitas peternakan.
Sebaliknya, pupuk dan organik hasil peternakan dapat digunakan untuk
meningkatkan produktivitas tanaman.
Melalui integrasi peternakan dengan sektor palawija, hortikultura, dan padi,
diharapkan petani dapat meningkatkan pendapatan mereka. Dengan memiliki lebih
banyak opsi dalam diversifikasi usaha pertanian, petani memiliki peluang untuk
mendapatkan penghasilan yang lebih stabil dan berkelanjutan.

4
BAB II

PEMBAHASAN
1.1.Palawija
1.1.1 Pengertian
Palawija adalah satu di antara upaya untuk menciptakan
diversifikasi atau keragaman pangan di Indonesia.Selain itu, palawija
sebagai upaya untuk meningkatkan produksi pangan dengan jumlah dan
kualitas yang baik. Tanaman palawija ini biasanya ditanam sebagai
upaya petani untuk menjaga ketahanan pangan di Indonesia. Di samping
itu, biasanya para petani mulai menanam palawija ketika komoditas
utama sedang mengalami penurunan harga.
Dengan begitu, produktivitas pangan di Indonesia bisa tetap terjaga
dan terus berjalan dengan baik. Terlebih lagi, tanaman palawija ini dapat
ditanam dengan mudah pada lahan yang tidak terpakai, seperti lahan
tidur atau lahan yang tidak digarap maupun lahan bekas hutan.
Tanaman palawija ini berguna untuk melakukan rotasi tanaman
pada sistem pertanian yang berkelanjutan. Dengan menanam palawija,
petani dapat memutus siklus hama dan penyakit yang hidup dan kerap
menyebabkan kerugian petani saat musim panen.
1.1.2 Jenis Palawija
Jenis tanaman yang termasuk palawija adalah kacang-kacangan,
umbi-umbian, dan rempah. Jenis palawija kacang-kacangan meliputi
kacang tanah atau kacang kedelai. Menanam palawija jenis ini dapat
membantu proses daur nitrogen alami yang baik untuk lingkungan,
khususnya untuk pertumbuhan tanaman yang lebih baik.
Palawija jenis umbi-umbian dapat berupa kentang atau singkong.
Palawija jenis umbi-umbian ini mempunyai kandungan karbohidrat
yang bisa menjadi pengganti bahan makanan pokok seperti beras. Jenis
tanaman ini dapat digunakan untuk rotasi tanaman ketika kondisi iklim
tidak memungkinkan untuk memproduksi tanaman unggulan seperti
padi.

5
Selain kacang-kacangan dan umbi-umbian, ada jenis tanaman
palawija yang berupa rempah-rempah. Berbagai jenis tanaman rempah
biasanya dijadikan tanaman pengisi lahan kosong guna meningkatkan
produktivitas tanah.
1.1.3 Manfaat Palawija
Manfaat dari tanaman palawija itu sendiri sangatlah banyak dan bisa
bermanfaat bagi semua sektor, salah satunya adlah sektor peternakan.
Berikut merupakan manfaat dari tanaman Palawija :
1. Pakan Ternak:
Kacang kedelai, jagung, kacang hijau, dan kacang tanah merupakan
jenis palawija yang kaya protein. Mereka dapat digunakan sebagai
bahan pakan ternak, terutama untuk unggas dan ternak ruminansia
seperti sapi dan kambing. Protein yang tinggi membantu dalam
pertumbuhan dan produksi ternak.
2. Sumber Energi:
Jagung dan kacang tanah mengandung karbohidrat yang tinggi,
yang dapat digunakan sebagai sumber energi untuk ternak. Energi
ini penting untuk pertumbuhan, reproduksi, dan produksi susu pada
ternak.
3. Diversifikasi Pangan Ternak:
Menanam berbagai jenis palawija dapat memberikan variasi dalam
pakan ternak. Ini penting untuk menghindari ketergantungan pada
satu jenis pakan saja dan membantu memenuhi kebutuhan gizi yang
beragam pada ternak.
4. Pemulihan Tanah:
Beberapa tanaman palawija, seperti kacang tanah dan kacang hijau,
memiliki kemampuan meningkatkan kualitas tanah melalui fiksasi
nitrogen. Hal ini dapat meningkatkan kesuburan tanah dan
mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia.
5. Rotasi Tanaman:
Praktik rotasi tanaman, termasuk palawija dalam sistem pertanian,
dapat membantu meningkatkan produktivitas tanah dan mengurangi

6
risiko serangan hama dan penyakit tertentu yang mempengaruhi
tanaman tertentu.
6. Penghematan Biaya:
Menggunakan tanaman palawija sebagai pakan ternak dapat
membantu mengurangi biaya pengadaan pakan karena palawija
dapat ditanam secara lokal dan dapat tumbuh dengan baik di
berbagai kondisi tanah.
7. Keseimbangan Gizi:
Palawija seperti kacang kedelai mengandung sejumlah nutrisi
penting seperti protein, lemak sehat, dan serat. Pemberian pakan
yang seimbang dapat membantu meningkatkan kesehatan dan
produktivitas ternak.
8. Keberlanjutan Lingkungan:
Beberapa jenis palawija dapat menjadi alternatif yang berkelanjutan
dan ramah lingkungan dalam sistem pertanian dan peternakan.
Praktik pertanian yang berkelanjutan dapat membantu menjaga
keberlanjutan sektor peternakan
1.1.4 Luas Lahan Palawija
Menurut data yang diperoleh dari BPS luas dari lahan palawija ini bisa
dilihat melalui table berikut ini:
Tabel 1. Data Luas Lahan dan Produksi Tanaman Palawija 2018-2019
Jenis Tanaman Luas Lahan dan Produksi Tanaman Palawija
Palawija Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton)
2018 2019 2018 2019
Kedelai 12.0 4.0 17.0 5.0
Kacang Hijau 21.0 5.0 23.0 5.0
Kacang Tanah 66.0 42.0 51.0 30.0
Ubi Jalar 89.0 72.0 657.0 543.0
Jagung 376.0 414.0 1752.0 1504.0
Ubi Kayu 965.0 973.0 26130.0 27088.0
Sumber : BPS dan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan

7
1.1.5 Contoh Integrasi Peternakan dan Palawija
Pemanfaatan limbah tanaman jagung berpotensi untuk mendukung
penerapan sistem integrasi tanaman dan ternak. Pengolahan dan
pemanfaatan limbah kotoran ternak sebagai pupuk organik cair dan
padat dapat menekan pemakaian pupuk anorganik sekaligus
meningkatkan pendapatan petani 29,5% lebih tinggi dibandingkan
tanpa pemakaian pupuk organik. Sehingga dapat mengakselerasikan
proses adopsi teknologi integrasi tanaman dan ternak pada tingkat
petani.
Sistem integrasi tanaman-ternak akan menghasilkan limbah yang
harus dikelola, karena selain mereduksi pencemaran lingkungan, juga
akan memberikan nilai tambah dari limbah tersebut. Limbah tanaman
dapat digunakan sebagai pakan, salah satunya adalah pakan awetan
(silase). Dengan memaksimalkan pengawetan kandungan nutrisi, silase
dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada
musim kemarau .Limbah ternak (kotoran sapi) dapat digunakan sebagai
pupuk atau sumber bahan baku energi alternatif.
Jerami tanaman jagung segar yang selama ini dianggap limbah
ternyata mempunyai nilai gizi hampir mendekati nilai gizi rumput gajah
dan cukup disukai ternak sapi. Selain itu limbah lainnya seperti tongkol
dan kulit buah dapat diolah menjadi bahan hijauan pakan sapi.
Inovasi teknologi integrasi jagung dan mencakup teknologi silase
jagung dan pengolahan serta pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi
untuk pupuk cair dan padat. Limbah berupa kotoran padat dan cair dari
usaha peternakan sapi ini telah berhasil diolah petani untuk kompos dan
pupuk cair urine.
Saat ini, penggunaan pupuk cair urine dan kompos mulai
berkembang secara luas pada tingkat petani untuk tanaman jagung,
kelapa sawit, padi, dan tanaman sayuran. Pemakaian pupuk organik cair
dan padat ini dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi pemakaian
pupuk anorganik, dan diterapkannya sistem usaha pertanian ramah
lingkungan.
Pemanfaatan limbah jagung

8
Limbah tanaman jagung diolah menjadi pakan ternak dengan
menggunakan teknologi pengolahan pakan ternak. Teknologi tersebut
mampu membuat limbah menjadi berkualitas dan bisa disimpan dalam
jangka waktu yang lama. Ada beberapa teknologi pengolahan pakan,
diantaranya pembuatan silase. Pakan silase mampu bertahan cukup
lama tanpa mengalami penurunan kualitas pakan. Limbah jagung yang
digunakan, harus memiliki kadar air sekitar 60 persen sehingga
pengeringan biasanya berlangsung selama 2—3 hari setelah panen.
Proses pembuatan silase harus dilakukan di dalam wadah kedap
udara untuk menghindari terjadinya kontaminasi yang disebabkan oleh
bakteri merugikan, seperti bakteri Clostridium tyrobutyricum. Proses
pembuatan silase berlangsung selama kurang lebih tiga minggu.
Pemanfaatan Urine dan kotoran ternak
Pemanfaatan limbah usaha peternakan terutama kotoran ternak
sebagai pupuk organik dapat dilakukan melalui pemanfaatan kotoran
tersebut sebagai pupuk organik. Penggunaan pupuk kandang (manure)
selain dapat meningkatkan unsur hara pada tanah juga dapat
meningkatkan aktivitas mikrobiologi tanah dan memperbaiki struktur
tanah tersebut.
Kotoran ternak dapat juga dicampur dengan bahan organik lain
untuk mempercepat proses pengomposan serta untuk meningkatkan
kualitas kompos tersebut.
Sedangkan pemanfaatan Urine ternak dari beberapa hasil uji
laboratorium bahwa urine sapi potong kandungan nitrogennya sama
dengan yang ada pada pupuk SP36, yaitu 36 % nitrogen, atau tak beda
jauh dengan kandungan nitrogen pupuk urea, yakni 45 %.
Manfaat pupuk organik cair (biourine) adalah sebagai berikut:
1). Untuk menyuburkan tanaman
2). Untuk menjaga stabilitas unsur hara dalam tanah
3). Untuk mengurangi dampak sampah organik di lingkungan sekitar
4). Untuk membantu revitalisasi produktivitas tanah dan
5). Untuk meningkatkan kualitas produk.

9
Pupuk organik ramah lingkungan yang diolah dari limbah ternak itu
bisa memutus ketergantungan petani terhadap pupuk urea atau pupuk
kimia lainnya.
Hasil pengujian pemakaian pupuk cair urine dengan dosis 15 liter
dalam 100 air dan 1,5 t/ha kompos yang diberikan pada umur 15 dan 45
hari ditambah pupuk anorganik dengan takaran 200 kg urea, 100 kg SP
36, dan 50 kg KCl per hektar mampu meningkatkan produktivitas
jagung hibrida Pioner 27 sebesar 13,6 t per hektar.
Peningkatan produktivitas ini lebih tinggi 17-30% dibandingkan
perlakuan tanpa pemberian pupuk organik . Berkembangnya pemakaian
pupuk organik cair dan padat ini berdampak pada peningkatan
pendapatan peternak sebagai produsen pupuk organik dan sekaligus
meningkatkan pendapatan petani dalam sistem usaha taninya.
Selain itu keuntungan yang bernilai ekonomi dari pengembangan
sistem integrasi jagung dan usaha peternakan sapi tidak hanya
berimplikasi terhadap peningkatan pendapatan petani, tapi juga
menekan pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan. Nilai ekonomis
berangkasan tanaman jagung yang menjadi penerimaan petani akan
menghindari sistem bakar waktu panen.
Potensi limbah pertanian tanaman pangan yang sangat besar, dan
sebagian besar belum dimanfaatkan sebagai pakan ternak, namun
dengan pola sistem integrasi jagung dan sapi dapat menjadi andalan
dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman pangan, ternak,
selain itu limbah pertanian dapat meningkatkan kesuburan tanah karena
kaya akan kandungan bahan organik. Pemanfaatan limbah jagung
sangat efektif dan cukup bernilai gizi karena dipanen pada umur 2-3
bulan.
Ada beberapa istilah lokal indonesia/daerah untuk berbagai macam
limbah tanaman jagung berbasis bahan dasar jagung. Istilah-istilah ini
perlu diketahui agar tidak terjadi kesalahan dalam menyusun
ransum/pakan konsentrat untuk ruminansia, diantaranya yaitu:

10
1. Jerami jagung adalah bagian batang dan daun yang telah
dibiarkan mengering di ladang dan dipanen ketika tongkol
jagung dipetik. Jerami jagung seperti ini banyak diperoleh di
daerah sentra tanaman jagung yang ditujukan untuk
menghasilkan jagung bibit atau jagung untuk keperluan industri
pakan bukan untuk dikonsumsi sebagai sayur (Mariyono dkk.,
2004). Jerami jagung memiliki kandungan untuk protein kasar
6,38%, serat kasar 30,19%, lemak kasar 2,81%, BETN 51,69%,
abu 8,94% dan kandungan TDN 53,12% (Alam, 2010).
2. Kulit buah jagung adalah kulit luar buah jagung yang biasanya
dibuang. Kulit buah jagung manis sangat berpotensi untuk
dijadikan silase karena kadar gulanya cukup tinggi (Anggraeny
dkk., 2005). Hasil Analisa proksimat laboratorium pakan Lolit
Sapi Potong, Grati, Pasuruan menunjukkan bahwa kandungan
nutrisi klobot jagung adalah: bahan kering 42,56%, protein kasar
3,4%, lemak kasar 2,55%, serat kasar 23,318% dan TDN
66,41%.
3. Tongkol jagung/janggel adalah limbah yang diperoleh ketika biji
jagung dirontokkan dari buahnya. Akan diperoleh jagung pipilan
sebagai produk utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol
atau janggel (Rohaeni dkk., 2006).
4. Tebon jagung adalah seluruh tanaman jagung termasuk batang,
daun dan buah jagung muda yang umumnya dipanen pada umur
tanaman 45-65 hari (Soeharsono dan Sudaryanto, 2006).
5. Tepung jagung adalah butiran butiran halus yang berasal dari
jagung kering yang dihancurkan. Data yang dinyatakan oleh
Anggraeny dkk. (2006) hasil samping berupa batang berkisar
antara 55,4-62,3%, daun 22,6-27,4% dan kulit antara 11,9-
16,4%.

11
Proporsi limbah tanaman jagung, kadar protein kasar, dan nilai kecernaan
bahan kering dapat di lihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Proporsi Limbah Tanaman Jagung, Kadar Protein Kasar, dan
Nilai Kecernaan Bahan Kering
Limbah Kadar Proporsi Protein Kecernaan Palatabilitas
Jagung air (%) limbah Kasar BK in vitro
(BK%) (%) (%)
Batang 70-75 50 3,7 51 Rendah
Daun 20-25 20 7,0 58 Tinggi
Tongkol 50-55 20 2,8 60 Rendah
Kulit 45-50 10 2,8 68 Tinggi
Buah
Jagung
Sumber: McCutcheon and Samples (2002); Wilson et al., (2004)

2.1.Hortikultura
2.1.1 Pengertian Hortikultura
Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu terdiri dari kata “hortus”
dan “cultura”. “Hortus” dalam bahasa Yunan memiliki arti tanaman
kebun. Sedangkan “cultura” atau “colere” berarti budidaya.
Jadi, secara sederhana pengertian hortikultura adalah budidaya
tanaman kebun. Secara lebih luas, istilah tersebut mengacu pada
budidaya tanaman kebun dengan teknik yang modern dan meliputi
beberapa cakupan kerja.
Area kerjanya antara lain meliputi pembenihan, pembibitan, kultur
jaringan, memproduksi beragam komoditas tumbuhan, pemberantasan
hama serta penyakit, pemanenan, pengemasan produk, hingga pada
akhirnya pendistribusian secara massal.
Metode pertanian modern ini dilakukan untuk tujuan pemenuhan
kebutuhan pangan hingga obat-obatan. Selain itu, komoditas dari
metode pertanian tersebut juga untuk memenuhi kebutuhan estetika
seperti tanaman hias.

12
Budidaya hortikultura biasanya dilakukan untuk produksi dalam
skala besar. Yakni bertujuan memenuhi permintaan pasar. Pada
umumnya, pemilihan komoditas tanaman didasarkan pada nilai
ekonomis yang tinggi.
Di samping itu, jenis tanamannya juga memiliki peluang atau
potensi pasar cukup besar sehingga menunjang kegiatan ekonomi yang
bersifat komersil. Komoditas tanaman ini juga memiliki potensi
produksi yang terbilang tinggi.
Bukan hanya untuk kebutuhan produksi komersil, tidak sedikit juga
yang melakukan budidaya komoditas hortikultura dalam skala lebih
kecil seperti rumah tangga. Caranya mulai dari menyemai benih,
membuat bibit, perawatan, hingga panen.
Anda dapat memanfaatkan pekarangan atau lahan pribadi untuk
membudidayakan tanaman berupa sayuran dan buah yang nantinya
dapat dikonsumsi sendiri. Dengan demikian, horticulture memberikan
manfaat lebih bagi pembudidayanya.
2.1.2 Jenis Tanaman Hortikultura
Terdapat banyak sekali tumbuhan yang dapat Anda budidayakan
melalui metode pertanian modern ini. Secara umum, jenis komoditas
horticulture dibedakan menjadi 4 jenis. Berikut ini adalah penjelasan
lengkapnya.
1. Tanaman Sayur (Olerikultura)
Sayur-sayuran merupakan salah satu kebutuhan pangan dengan
permintaan tinggi setiap harinya. Sayuran mengandung beragam nutrisi
baik yang diperlukan tubuh untuk meningkatkan kualitas kesehatan.
Sayuran adalah salah satu jenis tumbuhan yang dibudidayakan
dengan metode pertanian modern hortikultura. Melalui metode ini,
petani dapat memproduksi sayuran dalam skala besar sehingga bisa
memenuhi kebutuhan masyarakat secara nasional.
Terdapat dua jenis sayuran yang ditanam dengan cara budidaya ini,
yaitu sayuran musiman dan sayuran tahunan. Sayuran musiman berarti

13
hanya dapat ditanam saat musim tertentu saja. Misalnya sayur kol,
bawang merah, wortel, dan sebagainya.
Sedangkan sayuran tahunan artinya dapat ditanam sepanjang tahun.
Misalnya petai, melinjo, jengkol, dan lain sebagainya. Anda juga dapat
menanam beraneka macam sayuran di pekarangan rumah untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2. Tanaman Buah (Frutikultur)
Buah-buahan juga merupakan jenis komoditas yang dibudidayakan
secara hortikultura. Sama seperti sayuran, beberapa jenis buah-buahan
biasanya juga berbuah pada musim-musim tertentu saja. Misalnya
mangga, rambutan, durian, melon, dan sebagainya.
Selain itu, terdapat juga beberapa jenis buah yang berbuah sepanjang
tahun. Misalnya pisang, nanas, salak, anggur, nangka, belimbing, dan
masih banyak lagi. Tidak ada salahnya mulai menanam buah-buahan di
lingkungan rumah.
3. Tanaman Hias/Bunga (Florikultura)
Tidak hanya buah dan sayuran, contoh tanaman hortikultura juga
meliputi tumbuh-tumbuhan hias atau bunga (florikultura). Tumbuhan
berwarna-warni yang cantik tersebut digunakan sebagai hiasan atau
dekorasi ruangan.
Selain itu, bunga hias juga ditanam untuk mempercantik area
terbuka seperti taman. Ada jenis bunga yang ditanam menggunakan pot
seperti melati, mawar, dahlia, dan sebagainya. Ada juga yang ditanam
menempel pohon seperti anggrek.
4. Tanaman Obat (Biofarmaka)
Budidaya hortikultura juga menghasilkan produk obat atau sering
dikenal dengan tumbuhan herbal. Jika Anda familiar dengan apotek
hidup atau tanaman obat keluarga (toga), maka itulah jenis-jenis
tumbuhannya.
Sejak zaman dahulu, masyarakat Indonesia sudah sering
menggunakan jenis tumbuhan ini untuk beragam kebutuhan. Mulai dari
obat-obatan, kosmetik dan kecantikan, hingga rempah bumbu masakan.

14
Contoh tumbuhan obat atau biofarmaka antara lain serai, lengkuas,
kunyit, jahe, temulawak, brotowali, kayu manis, dan masih banyak lagi.
Manfaatkan lahan sekitar Anda untuk menanam jenis tumbuhan ini.

2.1.3 Manfaat Tanaman Hortikultura


Terdapat beragam manfaat yang bisa diperoleh dari pengaplikasian
budidaya pertanian modern tersebut. Berikut ini adalah 4 fungsi serta
manfaat pentingnya bagi kehidupan.
1. Penyediaan Pangan
Budidaya hortikultura menghasilkan berbagai produk sayuran dan
buah-buahan yang dibutuhkan oleh masyarakat luas. Baik masyarakat
perkotaan maupun pedesaan membutuhkan sayur dan buah untuk
konsumsi sehari-hari.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa metode pertanian modern
ini bermanfaat dalam rangka mengadakan penyediaan pangan. Sehingga
Anda dapat menikmati sayur-mayur untuk lauk-pauk serta buah-buahan
segar.
2. Menunjang Perekonomian
Hortikultura menghasilkan beragam tanaman dalam jumlah besar
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Peluang pasar tersebut
membuat para petani dapat menjual hasil cocok tanam mereka ke target
konsumen yang luas.
Berkat penjualan tersebut, petani memperoleh penghasilan sehingga
mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga. Ini juga bisa
dilakukan dalam skala rumah tangga. Anda bisa berbisnis menjual hasil
tanam kecil-kecilan untuk memperoleh pendapatan tambahan.
3. Fungsi Kesehatan
Komoditas hortikultura berupa tanaman obat (biofarmaka) dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Obat-obatan herbal dinilai memiliki efek samping minimal dan aman
dikonsumsi.

15
Misalnya mengobati batuk dengan kencur, jahe mampu
menghangatkan tubuh, daun jambu biji mengatasi diare, dan
sebagainya. Selain itu, kandungan vitamin, mineral dalam sayur dan
buah juga membuat kita semakin sehat.
4. Fungsi Sosial Budaya
Salah satu jenis tumbuhan yang dibudidayakan melalui hortikultura
yaitu flora atau bunga. Tumbuhan ini memuat fungsi sosial serta budaya
yang dapat diaplikasikan melalui penanaman di taman-taman terbuka
hijau.

Hasil samping tanaman pertanian hortikultura sebenarnya bukan


limbah, tetapi sumberdaya yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Kelemahan yang ada pada potensi tersebut adalah ketidaklaziman untuk
digunakan sebagai bahan pakan oleh masyarakat dan memiliki
kandungan nutrisi rendah (protein dan energi).
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan
limbah pertanian hortikultura sebagai pakan ternak dapat dilakukan
melalui peningkatan kualitas limbah tersebut melalui teknologi
fermentasi, suplementasi atau pembuatan pakan lengkap (complete
feed).
Pada Gambar 2.1. akan memperjelas upaya mengubah limbah (waste)
menjadi sumber daya (resources).

Gambar 2.1. Pendekatan LEISA, mengubah limbah menjadi


sumber daya.

16
Selain itu, penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan pada
tanaman holtikultura dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
kondisi fisik tanah semakin buruk. Sehingga pemberian bahan organik
berupa pupuk kandang pada tanaman holtikultura merupakan salah satu
alternatif yang baik. Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak
sapi dapat memperbaiki sifat fisik tanah karena perbaikan aerasi tanah
dan peningkatan ketersediaan unsur-unsur hara yang terikat dengan
koloid tanah, sehingga juga akan memperbaiki nisbah karbon terhadap
nitrogen dalam tanah.
Membaiknya kondisi fisik tanah dapat diharapkan produksi tanaman
pertanian hortikultura per satuan luas juga akan meningkat, dan pada
saatnya nanti pendapatan petani juga meningkat. Pemanfaatan limbah,
baik itu limbah peternakan (kotoran ternak) maupun limbah pertanian
hortikultura merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat dalam
pengembangan agribisnis yang berkelanjutan,
Pemanfaatan limbah kotoran ternak sebagai sumber energi (biogas),
tidak mengurangi jumlah pupuk organic yang bersumber dari kotoran
ternak. Hal ini karena pada pembuatan biogas kotoran ternak yang
sudah diproses dikembalikan ke kondisi semula, yang diambil hanya
gas metana (CH4) yang digunakan sebagai bahan bakar.
Kotoran ternak yang sudah diproses pada pembuatan biogas
dipindahkan ke tempat lebih kering, dan bila sudah kering dapat
disimpan dalam karung untuk penggunaan selanjutnya sebagai pupuk
yang dibutuhkan oleh pertanian hortikultura. Sedangkan limbah
pertanian hortikultura dapat diolah menjadi pakan ternak, sehingga
dapat mengatasi ketersediaan pakan ternak yang selalu berfluktuasi.
2.1.4. Limbah Kotoran Ternak
Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber pupuk organik sangat
mendukung usaha pertanian tanaman sayuran. Dari sekian banyak
kotoran ternak yang terdapat didaerah sentra produksi ternak banyak
yang belum dimanfaatkan secara optimal, sebagian di antaranya
terbuang begitu saja, sehingga sering merusak lingkungan yang

17
akibatnya akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Satu ekor sapi
dewasa dapat menghasilkan 23,59 kg kotoran tiap harinya. Pupuk
organik yang berasal dari kotoran ternak dapat menghasilkan beberapa
unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman, seperti terlihat pada Tabel
2.2. Di samping menghasilkan unsur hara makro, pupuk kandang juga
menghasilkan sejumlah unsur hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu,
dan Mo. Jadi dapat dikatakan bahwa, pupuk kandang ini dapat dianggap
sebagai pupuk alternatif untuk mempertahankan produksi tanaman.
Tabel 2.2. Kandungan Unsur Hara pada Pupuk Kandang Dari Beberapa
Ternak Jenis Ternak

Sumber: http://www.disnak.jabarprov.go.id/data/arsip/.
2.1.5 Limbah Hortikultura Sebagai Pakan Ternak
Pakan fermentasi merupakan pakan hewan ternak yang terbuat dari
olahan limbah organik yang diberikan kepada hewan ternak setelah
melalui tahap fermentasi. Diversifikasi pemanfaatan limbah yang
berasal dari limbah pertanian menjadi pakan telah mendorong
perkembangan agribisnis ternak ruminansia secara integratif dalam
suatu sistem produksi terpadu dengan pola pertanian melalui daur ulang
biomas yang ramah lingkungan atau dikenal “zero waste production
system”.
Beberapa keunggulan dalam memberikan pakan fermentasi kepada
hewan ternak ruminansia meliputi :
1) Pakan dapat disimpan sesuai kebutuhan
2) Meningkatkan nafsu makan sehingga mempercepat pertumbuhan
ternak
3) Daging hewan ternak menjadi rendah kolesterol dan tidak “prengus”

18
4) Kotoran hewan tidak menimbulkan bau/amoniak
5) Kotoran hewan berkualitas untuk dimanfaatkan menjadi pupuk
Pakan ternak fermentasi limbah pertanian merupakan solusi terbaik
untuk mendorong peternakan di indonesia dan perlu untuk dikembang
kan lebih besar lagi, karena sektor ternak di dalam negeri jumlahnya
masih sangat minim, sedangkan permintaan daging terus meningkat.
Teknik untuk memfermentasi limbah pertanian menjadi pakan
ternak sapi secara umum dikelompokkan menjadi dua yaitu fermentasi
kering dan basah. Biasanya fermentasi basah dapat diperoleh dari
limbah perkebunan seperti, batang pisang (gedebog), batang jagung
yang dipanen muda, kacang tanah , rumput dan limbah pertanian yang
lainnya. Untuk mengolah limbah pertanian dari tanaman hortikultura
dibutuhkan sentuhan teknologi fermentasi.
Teknologi/cara pembuatan pakan ternak dapat dilakukan melalui
pengolahan dengan mesin-mesin skala kecil yang dapat dilaksanakan
pada tingkat kelompok tani.
Prosedur pembuatan pakan ternak yang menggunakan bahan baku
limbah pertanian dan limbah
agroindustri adalah sebagai berikut :
1) Bahan-bahan sumber serat dipotong-potong dengan alat pemotong
(choper) dengan ukuran 0,5-1cm, kemudian dikeringkan dengan
menggunakan pemanasan sinar matahari atau alat-alat pemanas sampai
kadar air 10-12%.
2) Bahan-bahan sumber energi dicampur dalam alat pencampur/mixer
bersama dengan larutan molase sampai merata.
3) Seluruh bahan-bahan tersebut selanjutnya digiling dengan alat
penggilingan (grinding) atau hamer mill dan ditambahkan urea, garam
dapur, dan tepung tulang sampai ukuran partikelnya kecil-kecil dan
tercampur secara merata atau homogen. Apabila telah tercampur, maka
bahan-bahan tersebut dikemas dalam karung yang sudah disiapkan
dengan ukuran berat sesuai dengan yang diinginkan.

19
3.1 Integrasi Perkebunan Kelapa Sawit dengan Peternakan

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis jack.) merupakan tanaman


yang berasal dari kawasan Afrika Barat, yaitu berasal dari negara
Nigeria, namun ada juga yang berpendapat bahwa asal tanaman tersebut
yaitu dari negara di kawasan Amerika Selatan yaitu Brazil.
Karena di daerah Brazil lebih banyak ditemui spesies kelapa sawit
daripada di Negara Nigeria. Tetapi walaupun tanaman kelapa sawit
berasal dari Nigeria dan Brazil, tanaman ini juga dapat tumbuh subur di
Negara lainnya seperti Malaysia, Indonesia, Ghana, Thailand, Papua
Nugini dan lain-lain. Tanaman ini dapat berproduktivitas lebih tinggi
dari negara asalnya (Fauzi Y, dkk., 2012).
Pengembangan kelapa sawit di Indonesia mengalami pertumbuhan
yang cukup pesat sejak tahun 1970 terutama periode 1980-an. Pada
tahun 1980 luas lahan kelapa sawit mencapai 294.560 hektar. Semula
pelaku perkebunan kelapa sawit hanya terdiri atas Perkebunan Besar
Negara (PBN), namun pada tahun yang sama pula dibuka Perkebunan
Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Rakyat (PR) melalui pola PIR
(Perkebunan Inti Rakyat) dan selanjutnya berkembang pola swadaya.
Data terakhir dari Direktorat Jenderal Perkebunan (2012)
menunjukkan luas areal kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2008
adalah seluas 7.363.847 hektar, sedangkan pada tahun 2012 adalah
sebesar 9.074.621 hektar atau mengalami laju pertumbuhan sebesar
23,23% per tahun.
Kelapa sawit menempati urutan kedua sebagai penghasil devisa
negara setelah karet dari 12 komoditas primer perkebunan lainnya.
Menurut data dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian
Pertanian RI, eksport minyak sawit Indonesia pada tahun 2012
mencapai 18.850.800 ton atau senilai 17.601.200 US$. Volume eksport
tersebut mengalami kenaikan sebesar 14,69 % dari tahun 2011 yaitu
sebesar 16.436.000 ton atau senilai 17.261.000 US$.

20
3.1.1 Pakan Ternak Sapi Berbahan Limbah Biomassa Kelapa Sawit
Semakin berkurangnya lahan penggembalaan akibat
pergeseran alih fungsi lahan pertanian ke sektor yang lain
terutama perumahan dan semakin meningkatnya harga pakan
ternak, limbah biomassa kelapa sawit menjadi alternatif yang
menjanjikan sebagai pakan substitusi ternak sapi. Tanaman
kelapa sawit meng-hasilkan produk samping yang dapat
digunakan sebagai bahan pakan ternak sapi yaitu pelepah dan
daun. Menurut Jalaludin et al (1991b) dikutip dari Sitompul
dkk. (2004) bahwa tanaman kelapa sawit menghasilkan 22
pelepah per tahun atau setara dengan 2,2 kg pakan (setelah di-
kupas dan siap disajikan).
Jika diasumsi-kan bahwa jumlah pohon per hektar sebesar
130 pohon, maka dalam satu tahun dapat menghasilkan pakan
sebanyak 6.292 kg per hektar per tahun. Lebih lanjut Jalaludin
et al. (1991) dikutip dari Sitompul dkk. (2004) melaporkan
pengolahan pabrik kelapa sawit setiap 1.000 kg tandan kelapa
sawit segar mampu menghasilkan produk utama yaitu minyak
sawit sebanyak 25% dan hasil sampingan berupa 3,5% bungkil
kelapa sawit, 29,4% lumpur sawit dan 18% serat perasan.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memanfaatkan
limbah biomassa kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak.
Menurut Elisabeth J dan Ginting S. P. (2003) bahwa hasil
samping industri kelapa sawit yang berupa pelepah, lumpur
sawit dan bungkil sawit dapat digunakan sebagai bahan pakan
ternak.
Dengan kombinasi 60% pelepah sawit, lumpur sawit dan
bungkil sawit masing-masing sebesar 18% ditambah dengan
dedak padi 4% yang diberikan se-jumlah 8,6 kg per hari,
diperoleh pertambahan berat badan ratarata (Average Daily
Gain) sebesar 0,58 kg per ekor. Purba A dkk. (2012)
melaporkan bahwa dengan penggunaan pakan lengkap
berbasis biomassa kelapa sawit pada kandungan protein kasar

21
15,93%, 17,52%, 20,03% dan 20,04% (dengan bahan dasar
pelepah, dedak, bungkil, urea, molases, garam dan mineral
yang disajikan dalam bentuk pelet),diperoleh hasil
Pertambahan Berat Bobot Hidup (PBBH) per hari untuk ternak
sapi adalah 0,94 sampai dengan 1.12 kg. Hasil penelitian
menunjukkan persentase karkas sapi yang diperoleh adalah
sebesar 47,5 sampai dengan 49,46%.

3.1.2 Sistem Integrasi Kelapa Sawit – Sapi


Menurut Pasandaran et al. (2005) sistem integrasi tanaman
dengan ternak merupakan suatu sistem dibidang pertanian yang
memiliki keterkaitan erat antara komponen tanaman dan ternak
dalam usaha tani di suatu wilayah. Adanya bentuk hubungan ini
mampu mengkaitkan penggunaan sumberdaya seperti tanaman,
limbah tanaman dan pupuk organik yang dihasilkan oleh ternak.
Hubungan yang dihasilkan adalah hubungan saling
menguntungkan yang artinya ternak memberikan keuntungan
yang tinggi per satuan input tenaga kerja selain memberikan
pupuk bagi tanaman yang pada gilirannya produktivitas tanaman
diharapkan meningkat sehingga dan pada akhirnya pendapatan
dari usahatani yang dikelola akan turut meningkat.
Menurut Direktorat Jenderal Peternakan RI (2011) pada
prinsipnya pengembangan integrasi ternak ke dalam usahatani

22
baik dalam tanaman pangan, tanaman hortikultura maupun
tanaman perkebunan adalah mengusahakan ternak tanpa
mengurangi produktivitas dan aktifitas tanaman. Bahkan
diharapkan dengan adanya integrasi ini dapat meningkatkan
produktivitas tanaman sekaligus produksi ternaknya.
Sehingga integrasi ternak dan tanaman bertujuan tercapainya
sinergi yang saling me-nguntungkan (mutualism sinergicity) yang
pada gilirannya membantu menurunkan cost production.
Beberapa keuntungan pemelihara-an ternak di areal perkebunan
yaitu antara lain :
a. Ternak dapat memanfaatkan hijauan yang tumbuh dibawah
tanaman utama perkebunan, baik melalui peng-gembalaan
maupun dengan cut and carry.
b. Ternak dapat menghasilkan pupuk organic yang dapat
dimanfaatkan tanaman utama sekaligus mengurangi infestasi
gulma.
c. Limbah hasil perkebunan dapat digunakan sebagai sumber
bahan pakan bagi ternak yang berkualitas tinggi.
d. Pada beberapa perkebunan, ternak dimanfaatkan sebagai
sumber tenaga kerja pengangkut hasil-hasil per-kebunan.
e. Produksi ternak yang dipelihara di bawah naungan lebih tinggi
daripada digembalakan di alam terbuka.
f. Hasil dari ternak sebagai tambahan penghasilan bagi pekerja
dan pengusaha perkebunan (Bamu Alim A dan Subowo G, 2005).

4.1. Integrasi perkebunan kopi dengan ternak

Selain produk utama untuk kebutuhan pangan manusia, komoditas


kopi juga menghasilkan produk sampingan berupa kulit buah kopi.
Kulit buah kopi dapat diolah lebih lanjut menghasilkan berbagai jenis
produk minuman dan makanan ternak. Limbah padat hasil pengolahan

23
biji kopi dan kulit kopi masih dapat dimanfaatkan untuk menunjang
industri pupuk organik yang semakin banyak dibutuhkan,
Pengembangan industri hilir ini harus digarap dengan sungguh
sungguh, karena selain dapat meningkatkan kinerja agribisnis
komoditas kopi secara keseluruhan juga dapat berkontribusi positif
terhadap peningkatan mutu lingkungan.

Integrasi tanaman kopi dengan ternak selama ini sudah dilakukan


oleh petani kopi, banyak petani kopi yang memelihara ternak sebagai
penghasilan sampingan, dipelihara di lokasi perkebunan secara intensif,
dengan demikian petani memanfaatkan kotoran ternak dan limbah
sebagai pupuk tambahan untuk tanaman kopi secara langsung tanpa
mengolah menjadi pupuk kompos maupun pupuk cair baik dari hasil
kotoran ternak maupun limbah kopi.
Dengan demikian solusi permasalahan diatas yaitu dengan
menerapakan sistem integrasi ternak sapi dengan tanaman kopi.
Integrasi sapi bali dengan tanaman kopi merupakan salah satu
perkebunan kopi yang berkelanjutan. Sistem ini memerlukan dukungan
agroekosistem padang rumput dalam lanskap perkebunan kopi.
Melalui pengabdian masyarakat dengan menerapkan sistem
mengkombinasikan sapi dengan tanaman kopi, menggunakan konsep
Zero Waste Production System. Menggunakan metode Focus Group

24
Discussion (FGD). Secara garis besar, ada dua isu utama yang perlu
dibenahi, yaitu produksi pertanian untuk peningkatan produksi
pertanian dan ketersediaan pangan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan penguatan
masyarakat melalui pengelolaan pertanian dan peternakan terpadu,
yaitu. limbah pertanian dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan limbah
ternak diolah menjadi pupuk organik dan digunakan untuk kebutuhan
pertanian.
a. Limbah Kulit Kopi
Di Indonesia, perkebunan kopi terdiri dari perkebunan rakyat
dan perkebunan industri sedangkan di Kepulauan Bangka Belitung
sendiri luas perkebunan kopi retalif masih kecil tetapi memiliki
potensi yang besar untuk dikembangkan.
Dengan makin berkembangnya pengolahan kopi baik skala
kecil atau skala industri tentunya akan menghasilkan hasil
sampingan dari pengolahan kopi tersebut yaitu salah satunya adalah
limbah kulit kopi. Dari pengolahan tersebut akan menghasilkan ±
65 % biji kopi dan ± 35 % limbah kulit kopi yang mana limbah kulit
kopi tersebut masih bisa dimanfaatkan salah satunya menjadi
alternative pakan ternak. Kandungan dalam kulit kopi sendiri
memiliki kandungan nutrisi sebagai berikut CP 9,94 %, SK 18,17
%, Lemak 1,97 %, Abu 11,28 %, Ca 0,68 %, P 0,20 %, GE 3306
Kkal dan TDN 50,6 %

25
b. Limbah Daun Kopi
Dalam meningkatkan produktivitas tanaman kopi, beberapa
upaya dilakukan seperti peremajaan tanaman kopi dengan teknik
penyambungan yang menggunakan varietas unggul, melakukan
pemupukan dengan pupuk kompos maupun pupuk kimia, serta
memelihara tanaman kopi dengan mudah.
Salah satu teknik pemeliharaan kopi yang sering dilakukan
adalah pemangkasan, yang terdiri dari pemangkasan bentuk,
pemangkasan pemeliharaan, dan pemangkasan pohon pelindung.
Yang biasanya dilakukan adalah pemangkasan pemeliharaan yaitu
dengan memangkas tunas daun kopi (wiwilan).
Tunas daun kopi yang dipangkas selama ini hanya dibiarkan
begitu saja di bawah pohon. Padahal, petani bisa memanfaatkan
daun kopi ini sebagai pakan ternak. Hal ini tentu akan sangat
membantu para peternak yang susah mencari rumput untuk
memenuhi kebutuhan pakan ternak.
Pada tahun 2015, Balai Penelitian Ternak Bogor menguji
kandungan nutrisi dari daun kopi segar dan yang disilase di
laboratorium. Hasilnya bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

Setelah melihat hasil uji di atas, daun kopi memiliki potensi yang
lumayan besar untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak, jika
dibandingkan dengan kandungan nutrisi rumput gajah yang hanya
berkisar 8-10%. Daun kopi yang segar memiliki kandungan yang
hampir setara dengan leguminosa seperti daun gamal yang
mempunyai kandungan protein 23%.

26
5.1 Integrasi Perkebunan Karet dengan Peternakan
Integrasi antara perkebunan karet dan ternak adalah suatu
pendekatan yang menggabungkan kegiatan perkebunan karet
dan peternakan dalam satu sistem yang saling mendukung
dan menguntungkan. Integrasi ini dapat memberikan manfaat
ekonomi, lingkungan, dan sosial.
Berikut adalah beberapa cara di mana integrasi perkebunan
karet dan ternak dapat dilakukan:
Pemanfaatan Limbah Ternak:
Pupuk karet dapat diperoleh dari limbah ternak, seperti
kotoran hewan. Pupuk ini dapat digunakan untuk
meningkatkan kesuburan tanah di perkebunan karet.
Dengan memanfaatkan kotoran ternak, integrasi ini dapat
membantu mengurangi masalah polusi lingkungan yang
diakibatkan oleh limbah ternak.
Sistem Agroforestri:
Menggabungkan tanaman karet dengan tanaman pakan
ternak atau pohon-pohon lain dalam sistem agroforestri dapat
menciptakan pola penanaman yang lebih beragam dan
berkelanjutan.
Pohon-pohon yang ditanam bersama dapat memberikan
perlindungan terhadap erosi tanah dan menyediakan tempat
berteduh bagi ternak.
Pemanfaatan Lahan Ganda:
Dalam integrasi ini, lahan dapat digunakan secara ganda
untuk perkebunan karet dan sebagai tempat pemeliharaan
ternak.
Pemeliharaan ternak seperti sapi atau kambing dapat
membantu menjaga pertumbuhan rumput, yang dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

27
Siklus Nutrien:
Kotoran ternak mengandung nutrisi yang dapat diperoleh
dan digunakan kembali dalam perkebunan karet. Hal ini dapat
mengurangi kebutuhan akan pupuk kimia.
Ternak juga dapat membantu mengelola gulma dan
menciptakan kondisi tanah yang lebih baik untuk
pertumbuhan karet.
Diversifikasi Pendapatan:
Integrasi ini dapat memberikan pendapatan tambahan bagi
petani, baik dari hasil perkebunan karet maupun dari hasil
ternak.
Diversifikasi pendapatan dapat membuat petani lebih
tangguh terhadap fluktuasi pasar dan risiko tertentu.
Manajemen Air:
Integrasi dapat mencakup manajemen air yang terpadu,
dengan ternak membantu menjaga kelembaban tanah dan
mengurangi risiko kekeringan.
Penting untuk mencatat bahwa integrasi perkebunan karet
dan ternak harus dilakukan dengan hati-hati dan
mempertimbangkan aspek-aspek ekonomi, lingkungan, dan
sosial. Pada 2017, produk biji karet sebanyak 4,1 juta ton,
tetapi yang dimanfaatkan baru 25 persen di antaranya atau 1
juta ton. Potensi pemanfaatan biji karet sebanyak 3,1 juta ton
per tahun untuk menghasilkan tepung biji karet.
Kandungan nutrisi bungkil karet antara lain protein 41,27
persen, lemak 4,73 persen, kadar abu 5,92 persen, dan serat
kasar 5,94 persen. Pada bungkil kedelai, kandungan protein
49,17 persen, lemak 1,65 persen, kadar abu 7,26 persen, dan
serat kasar 3,63 persen.
Tempurung biji karet merupakan limbah yang belum
banyak dimanfaatkan. Salah satu upaya untuk meningkatkan
nilai ekonomi tempurung biji karet adalah diproses menjadi

28
carbon black. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik dari karbon dan mengolah tempurung biji karet
menjadi karbon hitam berbasis nanoserbuk menggunakan
High Energy Milling (HEM).
Carbon black dibuat melalui proses karbonisasi dan
aktivasi dengan larutan H 3 PO 4 , kemudian karbon
dilakukan penghalusan menggunakan HEM. Untuk
mengetahui kualitas karbon, karakteristik karbon aktif diuji
kadar udara, kadar abu, kadar zat penguapan dan kadar
karbon terikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
karakteristik arang aktif memenuhi standar SNI 06-3730-
1995 yaitu kadar air (2,5%), kadar abu (3,5%), kadar zat
penguapan (23,5%) dan kadar karbon terikat (73%). ).
Cangkang biji karet merupakan limbah yang belum banyak
dimanfaatkan. Salah satu upaya untuk meningkatkan nilai
ekonomi cangkang biji karet adalah dengan mengolahnya
menjadi karbon hitam. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik karbon dan mengolah cangkang biji
karet menjadi serbuk nano berbasis karbon hitam
menggunakan High Energy Milling (HEM).
Karbon hitam dibuat melalui proses karbonisasi dan
aktivasi dengan larutan H3PO4, kemudian karbon
dihaluskan menggunakan HEM. Untuk mengetahui kualitas
karbon, dilakukan pengujian karakteristik karbon aktif
terhadap kadar air, kadar abu, zat mudah menguap dan kadar
karbon terikat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik arang
aktif yang memenuhi standar SNI 06-3730-1995 adalah kadar
air (2,5%), kadar abu (3,5%), kadar uap (23,5%) dan kadar
karbon terikat (73%).

29
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Integrasi peternakan dengan sektor palawija, hortikultura, dan padi dapat


memberikan kontribusi signifikan terhadap diversifikasi hasil pertanian. Dengan
menggabungkan berbagai sektor ini, petani memiliki kesempatan untuk
memproduksi berbagai jenis hasil yang tidak hanya memperkaya pola makan
asyarakat, tetapi juga memberikan alternatif pendapatan yang stabil bagi petani.
Pengolahan limbah dari setiap sektor baik pertanian dan peternakan apabila
dilakuakn dengan baik, melalui cara yang benar maka akan menghasikan sesuatu
yang sangat berharga dan bermanfaat untuk banyak sektor. Pemberian limbah
sebagai pakan ternak tidak bisa dilakukan secara langsung dikarenakan kandungan
dari setiap limbah tidak bisa dicerna secara langsung dengan baik oleh ternak, maka
dari itu harus diperhatikan cara pengelolaanya agar memberikan hasil yang baik
dan tidak menjadi sia sia

Saran

Semoga dengan adanya informasi yang terdapat pada makalah ini, dapat
dijadikan sebagai pembelajaran untuk para setiap pembaca agar dapat
menerapkannya secara baik dan efisiensi

30
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, L. dan Septian, D. A. (2011) “Prospek Ekspor Kopi Arabika Organik
Bersertifikat Di Kabupaten Aceh Tengah Export Prospects the Certified
Organic Coffee Arabican at Central Aceh District,” Agrisep, 12(1).
Lehmann (2007) “Bio-energy in the Black,” Front ecology environment, 5): 381-
387.
Lehmann, J., J, G. dan M, R. (2006) “Biochar sequestration interrestrial
ecosystem,” A review, mitigation and adaptation strategies for global
change 11, 403-427.
Moorby, J. M. dan M. D, F. (2021) “Review: New feeds and new feeding systems
in intensive and semi-intensive forage-fed ruminant livestock systems,”
Animal, 15, hal. 100297. doi: 10.1016/J.ANIMAL.2021.100297.
Mukminah, N. et al. (2019) “Inovasi Teknologi Pakan Komplit (Complete Feed)
Sapi Potong Berbasis Limbah Agroindustri Di Kabupaten Subang,” Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(1), hal. 9–17. doi:
10.34128/mediteg.v4i1.45.
Ramon, E., Zain, B. dan Putranto, H. . (2019) “Potensi Dan Strategi Pemanfaatan
Limbah Kulit Kopi Sebagai Pakan Ternak Sapi Potong Di Kabupaten
Rejang Lebong,” (2012), hal. 73–87.
Aysia, Debora A.Y., S. Panjaitan, T.W., Adiputra, Y.R., 2012. “Pembuatan Biogas
dari Kotoran Sapi dengan Metode Taguchi”, Prosiding Seminar Nasional
Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Februari
2012.
Moch. Romli., Basuki, Teger., dkk., 2012. “Sistem Pertanian Terpadu Tebu-Ternak
Mendukung Swasembada Gula dan Daging”. http://pkpp.ristek.go.id/.
Diakses 8 April 2015.
Moch. Romli., Basuki, Teger., dkk., 2012. “Sistem Pertanian Terpadu Tebu-
Ternak Mendukung Swasembada Gula dan Daging”.
http://pkpp.ristek.go.id/. Diakses 8 April 2015.
Putro, Sartono., 2007. “Penerapan Instalasi Sederhana Pengolahan Kotoran Sapi
Menjadi Energi Biogas Di Desa Sugihan Kecamatan Bendosari
Kabupaten Sukoharjo”. WARTA, Vol .10, No. 2, September 2007: 178 –
188

31
32
33

Anda mungkin juga menyukai