Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KIMIA POLIMER

“POLI(VINIL ALKOHOL)”

DISUSUN OLEH:

Vizny Grace Irene Damanik

2208729

Dosen Pengampu: H. Budiman Anwar, S.Si., M.Si.

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak-
Nya lah kami selaku penulis bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Adapun maksud dan tujuan penulis membuat makalah ini, adalah untuk memenuhi salah
satu tugas dari mata kuliah kimia polimer, dan juga untuk menambah wawasan mengenai
senyawa polimer.

Dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini tentu saja penulis mengakui bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi, teori, dan sistematika
penulisannya. Maka dari itu karena belum luasnya wawasan kami, kami sangat terbantu bila
pembaca memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun dan dapat menyempurnakan
makalah ini dari segi manapun.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua baik
untuk hari ini dan untuk masa yang akan datang.

Bandung, 25 Mei 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pengembangan PVA dewasa ini merupakan subyek komersial yang penting


karena pemanfaatannya sebagai wound dressing dengan cakupan yang relatif luas.
Cakupan tersebut antara lain untuk membantu dalam bidang pertanian.
Dalam sektor pertanian, pupuk menjadi salah satu hal yang sangat diperlukan
untuk melengkapi nutrisi dan pertumbuhan tanaman. Setiap tanaman memiliki
kebutuhan dan kemampuan menyerap nutrisi yang berbeda. Namun, sistem pemupukan
yang dilakukan oleh petani di Indonesia sering kali kurang memperhatikan jumlah dan
dosis pupuk yang dianjurkan. Dalam program manajemen kesuburan tanah yang baik,
terdapat lima faktor yang memengaruhi keberhasilan pemupukan agar tanaman dapat
tumbuh dengan optimal. Dalam istilah pemupukan hal tersebut dinamakan lima tepat
pemupukan, yaitu tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu, tepat tempat, dan tepat cara.
Nutrisi utama yang dibutuhkan oleh tanaman adalah nitrogen (N), fosfor (P), dan
kalium (K). Pasokan tidak memadai dari setiap nutrisi selama pertumbuhan tanaman
akan memiliki dampak negatif pada kemampuan reproduksi, pertumbuhan, dan hasil
tanaman (Firmansyah, 2017).
Masalah utama dalam pembangunan pertanian, yaitu (1) pencemaran lingkungan
yang disebabkan oleh penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan dalam praktek
pertanian, akibatnya tidak hanya menyebabkan penurunan kualitas air dan tanah, tetapi
juga inefisiensi biaya produksi; (2) berkurangnya lahan akibat industrialisasi,
urbanisasi, dan degradasi lahan akibat banjir besar (3) kurangnya pasokan irigasi untuk
pertanian karena tidak memadainya instalasi air serta dampak perubahan iklim global;
dan (4) pelepasan nutrisi tanaman yang tidak terkendali karena curah hujan yang tinggi.
Adapula masalah khusus dalam pertanian, tanaman tidak dapat menyerap semua garam
terlarut total dalam pupuk dengan waktu yang sangat singkat. Dengan demikian,
sebagian besar nutrisi dari pupuk hilang ke lingkungan sekitar di mana mereka
menyebabkan pencemaran lingkungan yang serius selain kerugian ekonomi untuk
pertanian.
Controlled Release Fertilizer (CRF) memiliki peran penting dalam industri
pertanian berkelanjutan. Pada umumnya, matriks yang sering digunakan dalam CRF
ialah hidrogel, mengingat hidrogel merupakan salah satu polimer hidrofilik yang
berbentuk jaringan berikatan silang, dan memiliki kemampuan swelling atau daya serap
yang tinggi. CRF dapat meningkatkan ketersediaan nutrisi karena pelepasan nutrisi
yang terkontrol ke dalam media “pengikat” selama proses fiksasi di dalam tanah serta
memasok nutrisi dalam bentuk yang disukai oleh tanaman, dengan cara itu efek sinergis
antara nutrisi dalam CRF ditingkatkan. Sifat hidrofilik pada hidrogel disebabkan karena
adanya pengaruh dari keberadaan gugus -OH, -COOH 2, dan SO3H. Sedangkan
ketidaklarutan dalam air dan kemampuan mempertahankan bentuknya dipengaruhi oleh
struktur tiga dimensi hidrogel yang dapat menahan air dan mengatur derajat struktural
dan elastisitas (Madhavi, 2016).
Selain itu, polimer sintetik yang larut dalam air karena gugus hidroksilnya
adalah Poli (Vinil Alkohol)/PVA. PVA umumnya diproduksi oleh polimerisasi radikal
bebas dan hidrolisis PVA selanjutnya menghasilkan distribusi berat molekul yang
cukup luas. PVA mudah terdegradasi di lingkungan, dimana degrabilitas sangat
bergantung pada jumlah gugus hidroksil (Hendrawan, 2016).
Menurut Rahmawati (2011), membran merupakan lapisan tipis yang digunakan
untuk memisahkan dua fasa dan berfungsi sebagai penahan selektif terhadap
perpindahan suatu bahan. Pada umumnya, membran selalu dilibatkan sebagai media
untuk transfer massa pada proses permeasi. Permeasi merupakan proses perpindahan
massa di mana molekul ditransfer melalui polimer dari lingkungan eksterior ke
lingkungan interior, atau sebaliknya dengan proses difusi.
Wang (2021) telah melakukan sintesis hidrogel menggunakan PVA dan boraks.
PVA atau polivinil alkohol merupakan polimer hidrofilik yang umunya dimanfaatkan
sebagai bahan biomaterial karena bersifat non toksik, non karsinogenik, memiliki
biokompatibilitas dan sifat hidrofilisitas yang tinggi. Namun pada kenyataannya,
tingginya sifat hidrofilisitas pada PVA menyebabkan tingkat kestabilannya dalam air
menjadi rendah, sehingga salah satu cara untuk meningkatkan kestabilannya yaitu
dengan membentuk ikatan silang dan memodifikasi PVA dengan polimer lain. Pada
penelitiannya, Wang (2021) menambahkan boraks sebagai crosslinker untuk
membentuk ikatan silang dengan PVA agar hidrogel yang dihasilkan memiliki
kestabilan yang tinggi di dalam air. Selain itu, PVA dan boraks dipilih sebagai bahan
utama karena tidak diperlukannya asam dalam proses pengikatan silang, sehingga akan
lebih aman untuk di aplikasikan pada lingkungan.
Berdasarkan hal diatas, penulis akan menjelaskan mengenai PVA yang sangat
berperan dalam bidang pertanian, khususnya dalam pembuatan hidrogel.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana sifat dan karakteristik polivinil alkohol?
2. Bagaimana polimerisasi polivinil alkohol dan kegunaannya?
3. Bagaimana hubungan PVA dengan hidrogel-Borat?

1.3 Tujuan penulisan


1. Mengetahui sifat dan karakteristik polivinil alkohol
2. Mengetahui polimerisasi polivinil alkohol dan kegunaannya
3. Mengetahui hubungan PVA dengan hidrogel-Borat
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Polivinil Alkohol (PVA)

Polivinil alkohol dikembangkan sejak tahun 1924 oleh Herman dkk. sebagai
sebuah serat sintetik yang memiliki sifat mekanik yang baik. PVA berasal dari bahan
mentah yaitu “vinylon” yang memiliki kekuatan yang tinggi, serat sintetik dengan high
modulus. Tidak hanya itu, PVA berfungsi sebagai material film dan resin acetal, tekstil,
sebagai bahan perekat, sebagai stabilizer dalam polimerisasi polivinil klorida (PVC),
dan pengikat anorganik, dll. Sejak diketahui bahwa PVA memiliki biokompabilitas
yang sangat baik, ia telah memberikan harapan besar untuk menjadi bahan biomaterial.
Polivinil alkohol (PVA) merupakan salah satu polimer yang larut dalam air dan
memiliki kemampuan membentuk serat yang baik, biokompatibel, memiliki ketahanan
kimia serta bersifat biodegradable. PVA dapat membentuk gel dengan berbagai pelarut
yang digunakan. Salah satu pemanfaatan dari bahan polimer hidrofilik yaitu polivinil
alkohol dan polivinil pirolidin yang merupakan suatu bahan biomaterial karena memliki
sifat non-toksik, non-karsinogenik dan memiliki biokompatibilitas yang tinggi
(Shalumon, 2010).
PVA memiliki struktur kimia yang sederhana dengan gugus hidroksil yang tidak
beraturan. Monomernya yaitu vinil alkohol tidak berada dalam bentuk stabil, tetapi
berada dalam keadaan tautomer dengan setaldehida. PVA memiliki sifat hidrofilik
karena adanya gugus fungsi –OH yang berinteraksi dengan molekul air melalui ikatan
hidrogel. PVA dapat larut dalam air dengan bantuan panas yaitu pada suhu >90 oC
(Perwitasari, 2012). PVA memiliki karakteristik yang baik sebagai bahan hidrogel
untuk diaplikasikan sebagai controlled release fertilizer (CRF), dimana memiliki
swelling ratio, dan release behaviour yang tinggi. Penambahan konsentrasi PVA dapat
meningkatkan kekuatan hidrogel yang terbentuk sehingga dapat mengurangi laju
pelepasan pupuk (Jamnongkan dan Kaewpiriron, 2010).

2.2 Struktur dan Karakteristik PVA


Polivinil alkohol atau PVA dengan rumus kimia [(C 2H4OH)n) merupakan
polimer sintetik yang diproduksi melalui hidrolisis dari polivinil asetat. PVA bersifat
nontoksik dan larut dalam air dengan bantuan panas yaitu pada temperatur diatas
90°C sehingga banyak digunakan dalam bidang medis maupun farmasi. Selain itu,
PVA juga umum digunakan sebagai membran karena sifatnya yang hidrofilik. Pada
suhu kamar PVA berwujud padat, melunak jika dipanaskan, kemudian akan elastis
seperti karet dan mengkristal dalam prosesnya. Berat molekul PVA adalah 85.000-
146.000, mempunyai transisi gelas (Tg) sebesar 85°C, transisi leleh (Tm) sebesar
228-256 (°C) (Perry, 1997). PVA memiliki film yang sangat baik, pengemulsi dan
sifat perekat, tahan terhadap minyak, lemak dan pelarut, tidak berbau, memiliki
kekuatan tarik yang tinggi dan fleksibel. Selain dapat terlarut dalam air, Polivinil
alkohol juga dapat larut dalam etanol, namun tidak larut dalam pelarut organik. PVA
banyak digunakan karena sifatnya yang lentur dan dapat membentuk ikatan hidrogen
dengan molekul kitosan, selain itu PVA juga mudah diuraikan secara alami
(biodegradable) pada kondisi yang sesuai. PVA komersial biasanya merupakan
campuran dari beberapa tipe stereoregular yang berbeda (isotaktik, ataktik, dan
sindiotaktik). PVA dengan derajat hidrolisis 98.5% atau lebih dapat dilarutkan dalam
air pada suhu 70°C. Rumus struktur poli(vinil alkohol) dengan kopolimer vinil asetat
dijabarkan pada gambar 2.1.

Gambar Error! No text of specified style in document..1 Stuktur Kimia Vinil Alkohol

PVA dihasilkan dari polimerisasi vinil asetat menjadi polivinil asetat (PVAc),
kemudian diikuti dengan hidrolisis PVAc menjadi PVA. Kualitas PVA yang baik secara
komersial ditentukan oleh derajat hidrolisis yang tinggi, yaitu di atas 98,5%. Derajat
hidrolisis dan kandungan asetat dalam polimer sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat
kimianya, seperti kelarutan dan kristalinitas PVA. Derajat hidrolisis berpengaruh
terhadap kelarutan PVA dalam air, semakin tinggi derajat hidrolisisnya maka
kelarutannya akan semakin rendah (Hassan and Peppas, 2000).
Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi derajat hidrolisis
PVA maka kelarutannya akan semakin rendah (Finch, 1973).

Gambar Error! No text of specified style in document..2 Grafik fungsi


kelarutan terhadap derajat hidrolisis pada temperatur 20º dan 40ºC.

Seiring dengan semakin tumbuhnya kesadaran akan polimer hijau yang ramah
terhadap lingkungan, penggunaan polivinil alkohol menjadi semakin meningkat dan
menjanjikan. Berikut adalah tabek sifat fisik PVA.
Tabel Error! No text of specified style in document..1 Sifat Fisik PVA

Karakter Nilai
Densitas 1,19 – 1.31 g/cm3
Titik Leleh 180-240 ºC
Titik Didih 228 ºC
Suhu Penguraian 180 ºC

PVA dapat disintesis dengan berbagai metode, tetapi yang paling banyak
digunakan adalah dengan polimerisasi radikal bebas dari vinil asetat yang membentuk
produk antara, kemudian diikuti dengan hidrolisis gugus asetat menggunakan basa kuat
yang disertai keberadaan metanol. Proses sintesis PVA ditunjukkan pada gambar 2.3
Gambar 2.3 Proses Sintesis PVA (Marin, dkk., 2014)
Hidrolisis gugus asetat menghasilkan pergantian secara parsial ataupun total
gugus ester dari vinil asetat oleh gugus hidroksil dari metanol. PVA kemudian
dipresipitasi, dicuci dan dikeringkan. Sifat fisikokimia PVA yang dihasilkan tergantung
pada panjang rantai polimer (derajat polimerisasi) dan laju hidrolisis bahan induk yaitu
polivinil asetat. Sifat fisik dan fungsional PVA dipengaruhi oleh kondisi reaksi dan
derajat hidrolisis polivinil asetat (Marin, dkk., 2014).
Modifikasi baik secara fisika maupun kimia dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan dan sifat mekanik dari PVA. Modifikasi fisika berfokus pada penataan
ulang molekul dan pembentukan kristal PVA dengan cara menambahkan komposit,
yaitu campuran homogen dengan gaya interaksi yang dihasilkan berasal diantara dua
atau lebih material berbeda pada level partikel yang berguna untuk meningkatkan sifat
fisikokimia. Contoh komposit yang dapat digunakan adalah gelatin, asam poliaktik,
amilum, yang menunjukkan peningkatan dalam hal biodegradabilitas dan daya tahan.
Sedangkan modifikasi kimia dilakukan dengan penambahan crosslinker. Reaktivitas
yang tinggi dari PVA dengan pelarut merupakan hal yang dimanfaatkan untuk
melakukan reaksi karena senyawa-senyawa yang bereaksi dengan gugus hidroksil pada
PVA dapat berfungsi sebagai crosslinker (Gultom, 2018).

2.3 Proses pembuatan


2.3.1 Berdasarkan Bahan Baku yang digunakan
Dalam pembuatan PVA dikenal 2 macam metode pembuatan berdasarkan perbedaan
bahan bakunya, yaitu :

1. Pembuatan PVA menggunakan bahan baku Vynyl Acetate Monomer(VAM) dan


methanol
PVA dibuat dengan cara melakukan polimerisasi terhadap VAM menjadi
polivinil asetat. dengan menggunakan metode polimerisasi emulsi. Proses
polimerisasi emulsi melibatkan monomer, air, surfaktan, inisiator, dan buffer.
Benzoyl peroxide biasanya digunakan sebagai inisiator dalam polimerisasi emulsi
karena mudah larut dalam air. Larutan buffer seringkali ditambahkan ke dalam
reaksi polimerisasi emulsi untuk menstabilkan pH karena hidrolisis vinil asetat
bersifat sensitive terhadap pH, selain itu inisiator juga terdekomposisi pada pH
tertentu. Chain transfer agent juga ditambahkan untuk mengontrol berat molekul
dari polivinil asetat yang dihasilkan. Proses polimerisasi emulsi dapat dilakukan
dengan cara memasukkan semua bahan yang dibutuhkan ke reaktor, kemudian
memanaskan sistem, dan mengaduk campuran sampai reaksi selesai terjadi. Pada
saat reaksi berlangsung, temperatur 60-80 oC dimana reaksi dikontrol dengan
menggunakan sistem pendingin. Penambahan monomer dilakukan secara kontinyu
ke dalam reaktor selama 4-5 jam waktu reaksi untuk menghasilkan polivinil asetat
dalam partikel yang lebih kecil dan dispersi yang lebih stabil. Konversi dalam
polimerisasi ini terjadi hingga 70-80% (Kominami,1966). Berikut struktur kimia
pembentukan polivinil llkohol dari VAM (Gambar 2.4):

Gambar 2.4 Pembentukan Polivinil Alkohol dari VAM (Cecelia K. Haweel & Saad)

2. Pembuatan PVA menggunakan bahan baku Polyviynil Acetate dan Methanol.


Pembentukan Poli(vinil alkohol) berbahan baku polivinil asetat dan methanol
lebih memiliki proses reaksi yang lebih singkat, karena tidak perlu menggunakan
reaksi polimerisasi. Hal ini lebih menguntungkan dari segi ekonomis dan memiliki
14 waktu reaksi yang lebih singkat. Mekanisme reaksi menggunakan polivil setat
dapat dilihat pada gambar 2.4.
2.3.2 Berdasarkan Katalis yang digunakan
1. Alkaline Catalyst (Katalis Basa)
Proses pembuatan Polivinil alkohol menggunakan katalis alkaline (basa) memiliki ciri
khusus yaitu sensitif terhadap air dan dapat menaikkan angka viskositas. Jenis katalis
ini diantaranya natrium atau potassium hidroksida, metoksida atau etoksida.

2. Acid catalyst (Katalis Asam)


Proses alkoholisis dengan menggunakan katalis acid (asam). Yang membedakan
dengan proses pertama yaitu proses ini tidak sensitif terhadap air dan tidak menaikkan
angka viskositas larutan produk. Jenis katalis ini dapat berupa asam sulfat dan asam
asetat.

3. Reaksi-reaksi
Berdasarkan reaksi yang terjadi:
(C4H6O2)2 (l) + 2CH3OH (l) → (C2H4O)2 (s) + 2 CH3COOCH3
(Polivinil Asetat) (Metanol) (Poli(vinil alkohol)) (Metil Asetat)
1) Proses Hidrolisis Karakteristik reaksi hidrolisis adalah menggunakan air
sebagai reaktannya pada suhu ruangan dengan mengikuti persamaan reaksi
pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Reaksi Hidrolisis Pembentukan Polivinil Alkohol

Polivinil asetat ditambahkan 8-10% mol NaOH per mol polivinil asetat (20%
berat air), Methanol untuk mengurangi konsentrasi NaOH ke bawah 10%
dengan temperatur hidrolisis 40-45°C dan waktu reaksi 20-90 menit.
kemudian dikeringkan dalam ruang hampa oven semalam di 60-70°C. Pada
skala industri, metode esterifikasi lebih disukai daripada metode hidrolisis
karena distribusi gugus fungsional alkohol pada rantai produk PVA lebih
teratur sehingga molekul polimer lebih stabil. Oleh karena itu produk
Poli(vinil alkohol) yang dihasilkan memiliki derajat hidrolisis yang rendah
(35%). Selain itu, reaksi hidrolisis jarang digunakan untuk memproduksi PVA
karena laju reaksinya lebih lambat dibandingkan dengan proses
transesterifikasi (Markley. 1994).
2) Reaksi Alkoholis/Transesterifikasi
Proses transesterfikasi adalah proses dimana sejumlah kecil asam atau basa
ditambahkan sebagai katalis untuk mengubah ester. Reaksi transesterifikasi
antara poli(vinil asetat) dengan basa alkohol menghasilkan PVA dan aldehid
terjadi menurut persamaan pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Proses Tranesterifikasi Polivinil Alkohol Asetat (PVAc) menjadi


Polivinil Alkohol

Katalis yang umum digunakan pada reaksi di atas adalah NaOH


maupun KOH ataupun jenis katalis lainnya baik katalis asam atau basa.
Derajat hidrolisis dapat diatur dengan penyesuaian waktu reaksi, konsentrasi
katalis, dan suhu reaksi. Suhu pada reaksi alkoholis berkisar antara 55°C-85°C
dengan waktu reaksi 20-90 menit. Umumnya produk PVA adalah kopolimer
dari poli(vinil alkohol) dan poli(vinil asetat) dengan kandungan poli(vinil
asetat) berkisar antara 0-30%. Produk PVA biasanya dikelompokkan
berdasarkan derajat hidrolisisnya, yaitu perbandingan antara gugus alkohol
(OH) terhadap jumlah gugus fungsional secara keseluruhan. PVA yang
terhidrolisis sempurna artinya tidak lagi memiliki gugus asetat (OCOCH 3)
pada rantainya. Berikut ini tabel perbandingan proses pembuatan PVA (Tabel
2.2):
Tabel 2.2 Perbandingan proses pembuatan PVA

Jenis Proses
No Item
Hidrolisis Alkoholis

Vynil Asetat Vynil Asetat

1 Bahan Baku Monomer/Polivinil asetat Monomer/Polivinil asetat

emulsi, air emulsi, methanol

87 % - 89 % (terhidrolisis 90 % - 99 % (terhidrolisis
2 Konversi
sebagian) seluruhnya)

Reaksi eksotermis, orde 2, Reaksi eksotermis, orde


Kondisi suhu reaksi 40-45oC, 2, suhu reaksi 55-85oC,
3
Operasi waktu reaksi 90 menit, waktu reaksi 20-30
P=1 atm menit, P=1 atm

1 reaktor, 1 dryer, 2 1 reaktor, 1 dryer, 2


Peralatan
4 kolom destilasi, 1 kolom destilasi, 1
Utama
ekstruder pelletizer ekstruder pelletizer

Katalitas asam atau basa


Bahan Katalitas asam atau basa
5 cair, air pencuci,
Penunjang cair, air pencuci, steam
methanol, steam

2.3.3 Pemilihan Proses


1) Berdasarkan Bahan Baku
Dari bahan baku yang tertera dalam tabel 2.2, bahan baku yang digunakan
dalam perancangan pabrik poli(vinil alkohol) adalah Polivinil asetat dengan
pertimbangan sebagai berikut :
a) Lebih ekonomis. Dimana harga vinil asetat monomer $ 1/kg,
sedangkan harga polivinil asetat $ 0,5/kg.
b) Kemudahan proses yang berlangsung, jika menggunakan Vinil Asetat
akan memakan waktu lebih banyak dalam mempolimerisasikannya
menjadi polivinil asetat.

2) Berdasarkan Katalis
Pemilihan katalis sangat bergantung pada kondisi proses dan viskositas
produk. Dalam
perancangan pabrik polivinil alkohol ini menggunakan katalis asam dengan
pertimbangan :
a) Tidak sensitif terhadap air, karena dalam proses pembuatan polivinil
alkohol menggunakan air
b) Tidak menaikkan angka viskositas

3) Berdasarkan Reaksi dan Kondisi Proses


Dari kedua proses pada tabel 2.2, yang akan digunakan dalam perancangan
pabrik polivinil alkohol adalah proses alkoholis dengan pertimbangan :
a) Waktu reaksi yang lebih singkat karena suhu reaksi lebih tinggi
b) Konversi polivinil alkohol yang dihasilkan pada proses alkoholis lebih
tinggi dibandingkan proses hidrolisis.

2.3.3.4 Uraian Singkat Proses Pembuatan PVA


Proses yang digunakan adalah proses kontinyu, dimana bahan baku polivinil
asetat dengan methanol diumpankan bersama dengan katalis asam sulfat menuju
reaktor. Reaktor dioperasikan pada suhu 70°C pada tekanan atmosferis. Produk
keluaran reaktor dilakukan proses pemisahan sisa reaksi methanol dan produk
samping metal asetat. Dimana produk poli(vinil alkohol) diumpankan ke dryer untuk
proses pengeringan. Dan produk samping metal asetat dipisahkan melalui menara
destilasi. Secara garis besar proses pembuatan polivinil alkohol dari polivinil asetat
dan metanol dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1. Tahap persiapan bahan baku
2. Tahap reaksi di dalam reaktor
3. Tahap pemurnian produk
1. Tahap Persiapan Bahan Baku
Bahan baku polivinil asetat disimpan dalam keadaan cair pada kondisi P= 1
atm dan T= 32°C menggunakan tangki silinderis tegak dengan tutup conical (ST-
02) dialirkan dengan pompa (P-02) bersamaan dengan produk vaporizer (VP-02)
sebagai recycle. Kemudian dilewatkan vaporizer (VP-01) yang berfungsi
menaikkan suhu sebelum masuk reaktor sebesar 70 oC dan diumpankan menuju
reaktor.
Bahan baku metanol disimpan dalam keadaan cair pada kondisi P= 1 atm dan
T= 32°C menggunakan tangki silinder tegak dengan tutup conical (ST-02)
dialirkan dengan pompa (P-01) menuju vaporizer (VP-01) yang berfungsi untuk
menaikkan suhu dan mengubah fasa metanol menjadi uap sebelum masuk reaktor
sebesar 70°C. Pada awal operasi diumpankan H 2SO4 dari tangki pada kondisi fase
cair sebagai katalis dengan suhu lingkungan menuju reaktor (R-01).

2. Tahap Reaksi di dalam Reaktor


Reaktor difungsikan untuk mereaksikan metanol dan polivinil asetat menjadi
poli(vinil alkohol) dengan menggunakan katalis asam sulfat. Reaksi dilakukan
dalam RATB dengan orde 2 yang berlangsung pada fase cair-cair, kondisi operasi
isothermal, suhu 70°C, tekanan 1 atm, dengan sifat reaksi eksotermis, irreversible.
Sehingga untuk menjaga suhu reaksi dialirkan air pendingin dalam koil. Produk
keluaran reaktor dialirkan dengan pompa (P-04) dan pompa (P-05) menuju unit
pemurnian produk. Reaksi pembentukan polivinil alkohol:

Gambar 2.7 Proses Alkoholis Polivinil Asetat Menjadi Polivinil Alkohol

3. Tahap Pemurnian Produk


Produk keluaran reaktor yang menguap yaitu metil asetat dan metanol di
bawah suhu 70°C dialirkan ke Menara destilasi (MD-01). Menara Destilasi
berfungsi untuk memisahkan metanol dan metil asetat yang menjadi uap selama
proses dalam reaktor kemudian di kondensasi ddalam condensor (CD-03). Suhu
menara destilasi adalah 58°C .Metil asetat merupakan produk atas menara
destilasi dan produk bawah adalah mentanol. Kemudian metil asetat dikondensasi
dalam condensor (CD-01) ditampung dalam accumulator (AC-01) dan disimpan
dalam tangki produk samping. Sedangkan metanol diumpankan dengan pompa (P-
07) untuk di recycle menuju reaktor. Produk reaktor berupa slurry dicentrifuge
(CF- 01). Centrifuge berfungsi untuk memisahkan produk padatan dengan sisa
reaksi dan pelarut, dimana filtrat akan dialirkan dengan pompa (P-06) menuju
vaporizer (VP-02) sedangkan produk padatan diangkut dengan screw conveyor
(SC-03) dan diumpankan menuju rotary dryer (RD-01).
Rotary dyer berfungsi untuk mengeringkan produk poli(vinil alkohol) dengan
media pengering udara, udara diperoleh dari lingkungan, dilewatkan filter (F-01),
untuk menyaring kotoran yang terikut dan dialirkan dengan blower (BL-01). Dari
blower kemudian dilewatkan heat exchanger (HE-04) yang berfungsi untuk
menaikkan suhu udara sampai 150°C dan digunakan sebagai media pengering
pada rotary dyer. Di dalam rotary dyer (RD-01) akan terjadi proses kontak antara
padatan basah dengan udara, maka akan terjadi proses humidifikasi, yang
menyebabkan kandungan cairan teruapkan dan padatan basah menjadi kering.
Produk rotary dyer diumpankan ke Rotary Cooler (RC-01) untuk menurunkan
suhu produk kemudian diangkut dengan screw conveyor (SC-01) menuju
pengantongan produk.
Filtrat akan dialirkan dengan pompa (P-06) menuju vaporizer (VP-02), air
akan menguap karena suhu dalam vaporizer adal 100 0C dan menjadi limbah
kemudian asam sulfat beserta polivinit asetat di recycle ke reaktor

2.3.4 Aplikasi PVA


Polivinil alkohol dihasilkan dari hidrolisis sempurna atau sebagian dari Vinyl
Acetate Monomer (VAM) dengan ratio berkisar antara 87% - 99%. Polivinil asetat
adalah suatu polimer karet sintetis. Polivinil asetat dibuat dari monomernya, vinil
asetat (vinyl acetate monomer). Senyawa ini ditemukan di Jerman oleh Dr. Flitz
Klatte pada 1912.
Polivinil alkohol merupakan bahan yang tepat sebagai bahan pengemulsian dan
adhesi. Polivinil alkohol juga tahan terhadap minyak pelumas dan pelarut tanpa bau
dan tidak beracun. Polivinil alkohol kuat dan fleksibel, merupakan pelarut cepat,
memiliki titik lebur 230°C dan pada suhu 180-190°C akan terhidrolisis sempurna atau
sebagian.
Beberapa kegunaan polivinil alkohol antara lain:
1) Sebagai bahan percetakan
2) Bahan textil
3) Merekatkan dan mempertebal bahan pada cat latex, hairspray, shampo dan
lem.
4) Sebagai larutan yang digunakan untuk packing
5) Sebagai penguat fiber 6
6) Untuk membuat PCB
7) Digunakan dengan polivinil asetat untuk membuat lem elmers.
8) Injeksi cetakan suatu wadah yang dapat larut untuk melepaskan deterjen dan
agrikimia
9) Perekatan kertas dengan boric acid dalam pipa spiral dan produksi padatan
berbentuk papan
10) Menebalkan dan memodifikasi lem PVA
11) Untuk membuat hidrogel
12) Penghalang masuknya CO2 dalam botol PET (polietilen tereflalat)
13) Wadah yang mengandung deterjen untuk laundry
14) Agen sizing tekstil, paper coating, release liner.

2.3.5 Hubungan PVA Dengan Hidrogel-Borat

Polivinil alkol banyak digunakan dalam bidang pertanian. Misalnya dalam


pembuatan hidrogel sebagai media pupuk untuk tumbuhan. PVA atau polivinil alkohol
merupakan polimer hidrofilik yang umunya dimanfaatkan sebagai bahan biomaterial
karena bersifat non toksik, non karsinogenik, memiliki biokompatibilitas dan sifat
hidrofilisitas yang tinggi. Namun pada kenyataannya, tingginya sifat hidrofilisitas pada
PVA menyebabkan tingkat kestabilannya dalam air menjadi rendah, sehingga salah satu
cara untuk meningkatkan kestabilannya yaitu dengan membentuk ikatan silang dan
memodifikasi PVA dengan polimer lain dengan menambahkan boraks sebagai
crosslinker untuk membentuk ikatan silang dengan PVA agar hidrogel yang dihasilkan
memiliki kestabilan yang tinggi di dalam air. Selain itu, PVA dan boraks dipilih sebagai
bahan utama karena tidak diperlukannya asam dalam proses pengikatan silang, sehingga
akan lebih aman untuk di aplikasikan pada lingkungan.
Reaksi ikat silang (cross-link) merupakan suatu proses kimia yang
menghubungkan antara rantai polimer satu dengan yang lainnya melalui ikatan
kovalen atau ionik. Ikatan silang secara kimia terjadi ketika adanya ikatan kovalen
antar polimer, sedangkan ikatan fisik terjadi ketika adanya ikatan ion antar polimer.
Interaksi kimia dan fisik antar polimer mencegah terjadinya pelarutan atau rusaknya
struktur hidrogel sebelum digunakan. Modifikasi komposisi hidrogel dengan
memadukan crosslinker menjadikannya sumber yang cocok untuk terbentuknya
ikatan kimia maupun fisik (Akhtar, 2016).

Pemilihan crosslinker yang akan digunakan harus memperhatikan kereaktifan


gugus kimia yang dimiliki agen pengikat silang dan molekul yang akan digabungkan.
Crosslinker yang digunakan berdasarkan pada sifat-sifat tertentu seperti permeabilitas
membran, gugus fungsi yang menjadi target dan kereaktifannya, panjang lengan atau
molekul, dan kekuatan ikatan terhadap molekul (Hendrawan, dkk., 2016).

Boraks atau biasa disebut asam borat memiliki nama lain sodium tetraborat dipilih
sebagai crosslinker karena dapat berikatan silang dengan PVA membentuk ikatan
silang PVA-borat, konsentrasinya pada jaringan hidrogel memainkan peran penting
dalam pembentukan struktur. Interaksi elektrostatis antara ikatan silang mempengaruhi
pembentukan kompleks polimer pengikat silang dari hidrogel. Hal ini juga memainkan
peran penting pada sifat hidrogel yang terbentuk seperti swelling ratio gel dan
pemisahan fase yang bisa memengaruhi dalam pengaplikasiannya seperti pada obat.
Pada konsentrasi yang tepat, boraks terdisosiasi menjadi asam borat dan ion borat
dengan persamaan sebagai berikut:

Na2B4O7 + 7H2O → 2 B(OH)3 + 2B(OH)4- + 2Na+

B(OH)3 + 2H2O ⇌ B(OH)4- + H3O+

Pada proses crosslinking, ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu borat
mengikat silang PVA membentuk kompleksasi di-diol yang terbentuk antara dua unit
rantai PVA dan satu ion borat, atau borat akan berinteraksi dengan PVA melalui ikatan
hidrogen yang mengarah pada ikatan fisik. Gambar 2.8 merupakan kemungkinan
mekanisme reaksi pembentukan hidrogel PVA-borat.
Gambar 2.8 (a) Reaksi PVA-borat membentuk kompleksasi di-diol; (b) Reaksi PVA-
borat melalui ikatan hidrogen (Park, dkk., 2005; Uttam dan Stish, 2009).

BAB III
PENUTUP

Seiring dengan semakin tumbuhnya kesadaran akan polimer hijau yang ramah
terhadap lingkungan, penggunaan polivinil alkohol) menjadi semakin meningkat dan
menjanjikan. Salah satu pemanfaatan PVA sebagai crosslinker untuk pembuatan
hidrogel-borat. Untuk meningkatkan kestabilannya yaitu dengan membentuk ikatan
silang dan memodifikasi PVA dengan polimer lain dengan menambahkan boraks
sebagai crosslinker untuk membentuk ikatan silang dengan PVA agar hidrogel yang
dihasilkan memiliki kestabilan yang tinggi di dalam air. Selain itu, PVA dan boraks
dipilih sebagai bahan utama karena tidak diperlukannya asam dalam proses pengikatan
silang, sehingga akan lebih aman untuk di aplikasikan pada lingkungan.
Pemanfaatan PVA sebagai polimer untuk pembuatan hidrogel karna memiliki
karakteristik yang baik sebagai bahan hidrogel untuk diaplikasikan sebagai controlled
release fertilizer (CRF), dimana memiliki swelling ratio, dan release behaviour yang
tinggi. Penambahan konsentrasi PVA dapat meningkatkan kekuatan hidrogel yang
terbentuk sehingga dapat mengurangi laju pelepasan pupuk.

Anda mungkin juga menyukai