“POLI(VINIL ALKOHOL)”
DISUSUN OLEH:
2208729
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak-
Nya lah kami selaku penulis bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun maksud dan tujuan penulis membuat makalah ini, adalah untuk memenuhi salah
satu tugas dari mata kuliah kimia polimer, dan juga untuk menambah wawasan mengenai
senyawa polimer.
Dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini tentu saja penulis mengakui bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi, teori, dan sistematika
penulisannya. Maka dari itu karena belum luasnya wawasan kami, kami sangat terbantu bila
pembaca memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun dan dapat menyempurnakan
makalah ini dari segi manapun.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua baik
untuk hari ini dan untuk masa yang akan datang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Polivinil alkohol dikembangkan sejak tahun 1924 oleh Herman dkk. sebagai
sebuah serat sintetik yang memiliki sifat mekanik yang baik. PVA berasal dari bahan
mentah yaitu “vinylon” yang memiliki kekuatan yang tinggi, serat sintetik dengan high
modulus. Tidak hanya itu, PVA berfungsi sebagai material film dan resin acetal, tekstil,
sebagai bahan perekat, sebagai stabilizer dalam polimerisasi polivinil klorida (PVC),
dan pengikat anorganik, dll. Sejak diketahui bahwa PVA memiliki biokompabilitas
yang sangat baik, ia telah memberikan harapan besar untuk menjadi bahan biomaterial.
Polivinil alkohol (PVA) merupakan salah satu polimer yang larut dalam air dan
memiliki kemampuan membentuk serat yang baik, biokompatibel, memiliki ketahanan
kimia serta bersifat biodegradable. PVA dapat membentuk gel dengan berbagai pelarut
yang digunakan. Salah satu pemanfaatan dari bahan polimer hidrofilik yaitu polivinil
alkohol dan polivinil pirolidin yang merupakan suatu bahan biomaterial karena memliki
sifat non-toksik, non-karsinogenik dan memiliki biokompatibilitas yang tinggi
(Shalumon, 2010).
PVA memiliki struktur kimia yang sederhana dengan gugus hidroksil yang tidak
beraturan. Monomernya yaitu vinil alkohol tidak berada dalam bentuk stabil, tetapi
berada dalam keadaan tautomer dengan setaldehida. PVA memiliki sifat hidrofilik
karena adanya gugus fungsi –OH yang berinteraksi dengan molekul air melalui ikatan
hidrogel. PVA dapat larut dalam air dengan bantuan panas yaitu pada suhu >90 oC
(Perwitasari, 2012). PVA memiliki karakteristik yang baik sebagai bahan hidrogel
untuk diaplikasikan sebagai controlled release fertilizer (CRF), dimana memiliki
swelling ratio, dan release behaviour yang tinggi. Penambahan konsentrasi PVA dapat
meningkatkan kekuatan hidrogel yang terbentuk sehingga dapat mengurangi laju
pelepasan pupuk (Jamnongkan dan Kaewpiriron, 2010).
Gambar Error! No text of specified style in document..1 Stuktur Kimia Vinil Alkohol
PVA dihasilkan dari polimerisasi vinil asetat menjadi polivinil asetat (PVAc),
kemudian diikuti dengan hidrolisis PVAc menjadi PVA. Kualitas PVA yang baik secara
komersial ditentukan oleh derajat hidrolisis yang tinggi, yaitu di atas 98,5%. Derajat
hidrolisis dan kandungan asetat dalam polimer sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat
kimianya, seperti kelarutan dan kristalinitas PVA. Derajat hidrolisis berpengaruh
terhadap kelarutan PVA dalam air, semakin tinggi derajat hidrolisisnya maka
kelarutannya akan semakin rendah (Hassan and Peppas, 2000).
Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi derajat hidrolisis
PVA maka kelarutannya akan semakin rendah (Finch, 1973).
Seiring dengan semakin tumbuhnya kesadaran akan polimer hijau yang ramah
terhadap lingkungan, penggunaan polivinil alkohol menjadi semakin meningkat dan
menjanjikan. Berikut adalah tabek sifat fisik PVA.
Tabel Error! No text of specified style in document..1 Sifat Fisik PVA
Karakter Nilai
Densitas 1,19 – 1.31 g/cm3
Titik Leleh 180-240 ºC
Titik Didih 228 ºC
Suhu Penguraian 180 ºC
PVA dapat disintesis dengan berbagai metode, tetapi yang paling banyak
digunakan adalah dengan polimerisasi radikal bebas dari vinil asetat yang membentuk
produk antara, kemudian diikuti dengan hidrolisis gugus asetat menggunakan basa kuat
yang disertai keberadaan metanol. Proses sintesis PVA ditunjukkan pada gambar 2.3
Gambar 2.3 Proses Sintesis PVA (Marin, dkk., 2014)
Hidrolisis gugus asetat menghasilkan pergantian secara parsial ataupun total
gugus ester dari vinil asetat oleh gugus hidroksil dari metanol. PVA kemudian
dipresipitasi, dicuci dan dikeringkan. Sifat fisikokimia PVA yang dihasilkan tergantung
pada panjang rantai polimer (derajat polimerisasi) dan laju hidrolisis bahan induk yaitu
polivinil asetat. Sifat fisik dan fungsional PVA dipengaruhi oleh kondisi reaksi dan
derajat hidrolisis polivinil asetat (Marin, dkk., 2014).
Modifikasi baik secara fisika maupun kimia dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan dan sifat mekanik dari PVA. Modifikasi fisika berfokus pada penataan
ulang molekul dan pembentukan kristal PVA dengan cara menambahkan komposit,
yaitu campuran homogen dengan gaya interaksi yang dihasilkan berasal diantara dua
atau lebih material berbeda pada level partikel yang berguna untuk meningkatkan sifat
fisikokimia. Contoh komposit yang dapat digunakan adalah gelatin, asam poliaktik,
amilum, yang menunjukkan peningkatan dalam hal biodegradabilitas dan daya tahan.
Sedangkan modifikasi kimia dilakukan dengan penambahan crosslinker. Reaktivitas
yang tinggi dari PVA dengan pelarut merupakan hal yang dimanfaatkan untuk
melakukan reaksi karena senyawa-senyawa yang bereaksi dengan gugus hidroksil pada
PVA dapat berfungsi sebagai crosslinker (Gultom, 2018).
Gambar 2.4 Pembentukan Polivinil Alkohol dari VAM (Cecelia K. Haweel & Saad)
3. Reaksi-reaksi
Berdasarkan reaksi yang terjadi:
(C4H6O2)2 (l) + 2CH3OH (l) → (C2H4O)2 (s) + 2 CH3COOCH3
(Polivinil Asetat) (Metanol) (Poli(vinil alkohol)) (Metil Asetat)
1) Proses Hidrolisis Karakteristik reaksi hidrolisis adalah menggunakan air
sebagai reaktannya pada suhu ruangan dengan mengikuti persamaan reaksi
pada gambar 2.5.
Polivinil asetat ditambahkan 8-10% mol NaOH per mol polivinil asetat (20%
berat air), Methanol untuk mengurangi konsentrasi NaOH ke bawah 10%
dengan temperatur hidrolisis 40-45°C dan waktu reaksi 20-90 menit.
kemudian dikeringkan dalam ruang hampa oven semalam di 60-70°C. Pada
skala industri, metode esterifikasi lebih disukai daripada metode hidrolisis
karena distribusi gugus fungsional alkohol pada rantai produk PVA lebih
teratur sehingga molekul polimer lebih stabil. Oleh karena itu produk
Poli(vinil alkohol) yang dihasilkan memiliki derajat hidrolisis yang rendah
(35%). Selain itu, reaksi hidrolisis jarang digunakan untuk memproduksi PVA
karena laju reaksinya lebih lambat dibandingkan dengan proses
transesterifikasi (Markley. 1994).
2) Reaksi Alkoholis/Transesterifikasi
Proses transesterfikasi adalah proses dimana sejumlah kecil asam atau basa
ditambahkan sebagai katalis untuk mengubah ester. Reaksi transesterifikasi
antara poli(vinil asetat) dengan basa alkohol menghasilkan PVA dan aldehid
terjadi menurut persamaan pada gambar 2.6.
Jenis Proses
No Item
Hidrolisis Alkoholis
87 % - 89 % (terhidrolisis 90 % - 99 % (terhidrolisis
2 Konversi
sebagian) seluruhnya)
2) Berdasarkan Katalis
Pemilihan katalis sangat bergantung pada kondisi proses dan viskositas
produk. Dalam
perancangan pabrik polivinil alkohol ini menggunakan katalis asam dengan
pertimbangan :
a) Tidak sensitif terhadap air, karena dalam proses pembuatan polivinil
alkohol menggunakan air
b) Tidak menaikkan angka viskositas
Boraks atau biasa disebut asam borat memiliki nama lain sodium tetraborat dipilih
sebagai crosslinker karena dapat berikatan silang dengan PVA membentuk ikatan
silang PVA-borat, konsentrasinya pada jaringan hidrogel memainkan peran penting
dalam pembentukan struktur. Interaksi elektrostatis antara ikatan silang mempengaruhi
pembentukan kompleks polimer pengikat silang dari hidrogel. Hal ini juga memainkan
peran penting pada sifat hidrogel yang terbentuk seperti swelling ratio gel dan
pemisahan fase yang bisa memengaruhi dalam pengaplikasiannya seperti pada obat.
Pada konsentrasi yang tepat, boraks terdisosiasi menjadi asam borat dan ion borat
dengan persamaan sebagai berikut:
Pada proses crosslinking, ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu borat
mengikat silang PVA membentuk kompleksasi di-diol yang terbentuk antara dua unit
rantai PVA dan satu ion borat, atau borat akan berinteraksi dengan PVA melalui ikatan
hidrogen yang mengarah pada ikatan fisik. Gambar 2.8 merupakan kemungkinan
mekanisme reaksi pembentukan hidrogel PVA-borat.
Gambar 2.8 (a) Reaksi PVA-borat membentuk kompleksasi di-diol; (b) Reaksi PVA-
borat melalui ikatan hidrogen (Park, dkk., 2005; Uttam dan Stish, 2009).
BAB III
PENUTUP
Seiring dengan semakin tumbuhnya kesadaran akan polimer hijau yang ramah
terhadap lingkungan, penggunaan polivinil alkohol) menjadi semakin meningkat dan
menjanjikan. Salah satu pemanfaatan PVA sebagai crosslinker untuk pembuatan
hidrogel-borat. Untuk meningkatkan kestabilannya yaitu dengan membentuk ikatan
silang dan memodifikasi PVA dengan polimer lain dengan menambahkan boraks
sebagai crosslinker untuk membentuk ikatan silang dengan PVA agar hidrogel yang
dihasilkan memiliki kestabilan yang tinggi di dalam air. Selain itu, PVA dan boraks
dipilih sebagai bahan utama karena tidak diperlukannya asam dalam proses pengikatan
silang, sehingga akan lebih aman untuk di aplikasikan pada lingkungan.
Pemanfaatan PVA sebagai polimer untuk pembuatan hidrogel karna memiliki
karakteristik yang baik sebagai bahan hidrogel untuk diaplikasikan sebagai controlled
release fertilizer (CRF), dimana memiliki swelling ratio, dan release behaviour yang
tinggi. Penambahan konsentrasi PVA dapat meningkatkan kekuatan hidrogel yang
terbentuk sehingga dapat mengurangi laju pelepasan pupuk.