Anda di halaman 1dari 20

FLOKULASI DAN KOAGULASI

Dosen Pengampu:

Febri Juita Anggraini, S.T., M.T.

Disusun Oleh:

1. Putri Tamara Oswatum Hazanah (M1D120001)


2. Nabila Sastra Dewi (M1D120003)
3. M.Affarhido Nabawi (M1D120013)
4. Elma Mutmainnah (M1D120014)
5. Gunawan Simanungkalit (M1D120016)
6. Rahmi Yulia Fitri (M1D120018)
7. Putri Ayu Ramadani (M1D120019)
8. Silfa Nabila Aldania R (M1D120037)
9. Tri Marcelia Hijrani (M1D120043)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2022
Kata pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Koagulasi dan Flokulsi” ini
tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Ibu Febri Juita Anggraini, S.T., M.T. pada mata kuliah Unit Operasi.

Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan
juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Febri Juita Anggraini, S.T., M.T.
selaku dosen pengampu mata kuliah Unit Operasi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari, makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 16 Desember 2022

Kelompok Pro-IDE
BAB I

PENDAHULIAN

1.1 Latar Belakang

Sungai merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan manusia. Salah satu manfaat
penting sungai adalah sebagai sumber air yang memenuhi kebutuhan manusia. Misalnya, air
sungai dapat digunakan untuk mencuci, mandi, bahkan dapat dijadikan air minum. Jumlah air
bersih terus berkurang seiring terjadinya pencemaran lingkungan yang di akibatkan oleh
sampah, aktivitas industri (Wibowo dkk., 2018 dan Winarno dkk., 2019) serta kondisi yang
disebabkan oleh alam seperti daerah rawa gambut. Daerah rawa gambut menyebabkan kondisi
air menjadi tercemar. Air gambut memiliki pH yang rendah, tinggi kandungan logam berat,
serta memiliki nilai TSS, TDS, BOD dan COD yang tinggi (Naswir dkk., 2014).

Untuk memenuhi kebutuhan air domestik masyarakat, diperlukan tindakan pengolahan


khusus untuk memenuhi baku mutu air gambut. Ada beberapa contoh pengolahan air, termasuk
pengolahan fisik, kimia dan biologi. Pada perlakuan fisik, metode yang dapat digunakan adalah
filtrasi dan sedimentasi. Dalam bioremediasi, umumnya masalah membunuh mikroorganisme
patogen, terutama dengan menggunakan disinfektan. Pada perlakuan kimiawi, hal ini
dilakukan dengan menambahkan senyawa kimia yang biasa dikenal sebagai koagulan dan
flokulan. Saat ini metode pengolahan air yang paling banyak digunakan adalah metode kimia
dan fisika.

Pada dasarnya air sungai mengandung partikel koloid yang sulit diendapkan karena
pengaruh gravitasi, sehingga ditambahkan koagulan dan flokulan agar partikel koloid dapat
mengendap. Pada umumnya flokulan yang biasa digunakan adalah aluminium sulfat atau biasa
dikenal dengan tawas.

Gambut adalah tanah organik (organik soil) tetapi belum tentu tanah organik merupakan
tanah gambut. Istilah lain untuk lahan gambut juga sering digunakan yaitu rawa gambut yang
terkadang diartikan sebagai lahan basah. Tanah gambut merupakan tanah organik yang terbagi
atas gambut berserat dan gambut tidak berserat. Dalam klasifikasitanah, tanah gambut
dikelompokan ke dalam ordo Histosol atau sebelumnya dinamakan Organosol yang
mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dengan jenis tanah mineral.
Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati
parameter kimia, fisika, biologi seperti uji oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biokimia
(BOD), kebutuhan oksigen kimia (COD), partikel tersuspensi, sulfida, pH, bau rasa dan
kekeruhan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka digunakan koagulan alami untuk
pengolahan air gambut sebagai cara alternatif. Untuk penelitian ini koagulan alami yang
digunakan adalah kacang hijau. Pemilihan kacang hijau sebagai koagulan alami untuk
pengolahan air gambut didasarkan pada kandungan dari kacang hijau.

Kandungan kacang hijau yaitu polisakarida dan tannin merupakan koagulan alami yang
lebih ramah lingkungan bila dibandingkan dengan koagulan organik dan anorganik lainnya
untuk pengolahan air gambut. Dengan pertimbangan lebih ekonomis dan lebih ramah
lingkungan maka dipilih kacang hijau sebagai koagulan untuk pengolahan air gambut.

Bertolak dari hal tersebut di atas, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
menentukan dosis optimum kacang hijau (Leguminosae) sebagai koagulan dalam proses
penurunan turbiditas dalam air gambut. Dengan adanya penelitian ini, diharapakan diperoleh
bahan koagulan pengolahan air gambut yang relatif murah sekaligus menambah nilai
ekonomisnya, dan pada gilirannya menjadi motivasi bagi masyarakat untuk membudidayakan
dan melestarikan fungsinya. dan diharapakan dapat diperoleh suatu inovasi baru untuk
lingkungan sebagai alternatif yang berkualitas yang relatif murah dan sangat aman untuk
manusia dan lingkungannya sehingga masyarakat dapat memanfaatkan dan mengembangkan
fungsi sumber daya alam secara baik.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1) Bagaimana cara menentukan dosis optimum untuk koagulan dan flokulan yang akan
digunakan?
2) Bagaimana menentukan suatu pengaruh koagulan terhadap pengurangan kekeruhan?
3) Bagaimana pengaruh penambahan flokulan pada pengendapan?
4) Bagaimana menentukan pengaruh kacang hijau sebagai koagulan terhadap pH?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut didapatkan tujuan sebagai berikut:
1) Menentukan dosis optimum untuk koagulan dan flokulan yang digunakan .
2) Mengetahui pengaruh koaagulan terhadap pengurangan kekeruhan .
3) Mengetahui pengaruh penambahan flokulan pada pengendapan.
4) Menentukan pengaruh kacang hijau sebagai koagulan terhadap pH.

1.4 Manfaat Penelitian


Dari hasil penelitian ini harapannya ada beberapa manfaat. Penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan terkait kemampuan proses biokoagulasi untuk menjernihkan dari air
gambut. Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi efek negatif yang dihasilakan dari air
gambut yang mengandung asam humat dengan menggunakan proses biokoagulasi dan
gabungan metode Reverse Osmosis biokoagulasi.
BAB II
PEMBAHASAN

Air adalah senyawa yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang berada di bumi, air
memiliki fungsi sebagai penyembuh penyakit bisa di katakan bahwa air merupakan senyawa
netral yang keberadaannya sangat di perhatikan oleh semua jenis makhkuk hidup di muka bumi
ini. Dan semua makhluk di bumi ini sangat tergantung terhadap air yang mana bisa dijadikan
sebagai zat pelarut yang mana berperan penting dalam metabolisme tubuh. Air bersih merupakan
bagian dari ekosistem secara keseluruhan. Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman
yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses
dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan
rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai.

2.1 Air Gambut


Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk
maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi
anaerob atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan
biota pengurai .
Air gambut adalah air permukaan yang banyak dijumpai di daerah lahan gambut atau
dataran rendah terutama di pulau Sumatera terutama di desa Danau Lamo kecamatan Maro Sebo,
Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, air gambut mengandung senyawa zat organik terlarut
yang menyebabkan air menjadi warna coklat dan bersifat asam, sehingga perlu pengolahan khusus
sebelum siap untuk dikonsumsi. Berdasarkan pemenuhan kebutuhan air bersih manusia biasanya
memanfaatkan sumber-sumber air yang berada di sekitar pemukiman baik itu air alam, maupun
setelah mengalami proses pengolahan terlebih dahulu seperti hal nya air gambut dengan
menggunakan metode alat teknologi sederhana yaitu penyaring air gambut menggunakan metode
Reverse Osmosis menjadi air bersih.
Gambut adalah tanah organik (organik soil) tetapi belum tentu tanah organik merupakan
tanah gambut. Istilah lain untuk lahan gambut juga sering digunakanyaitu rawa gambut yang
terkadang diartikan sebagai lahan basah. Tanah gambut merupakantanah organik yang terbagi
atas gambut berserat dan gambut tidak berserat. Dalam klasifikasitanah, tanah gambut
dikelompokan ke dalam ordo Histosol atau sebelumnya dinamakan Organosol yang mempunyai
ciri dan sifat yang berbeda dengan jenis tanah mineral.
2.2 Koagulasi dan Flokulasi
Koagulasi flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk menghilangkan
bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. Dimana partikel-partikel koloid ini
tidak dapat mengendap sendiri dan sulit ditangani oleh perlakuan fisik. Pada proses koagulasi,
koagulan dan air limbah yang akan diolah dicampurkan dalam suatu wadah atau tempat kemudian
dilakukan pengadukan secara cepat agar diperoleh campuran yang merata distribusi koagulannya
sehingga proses pembentukan gumpalan atau flok dapat terjadi secara merata pula.
Koagulasi dan flokulasi diperlukan untuk menghilangkan material limbah berebentuk
suspense atau koloid. Koloid merupakan partikel-pertikel berdiameter sekitar 1 nm (10-7cm)
hingga 0,1 nm (10-8cm). partikel-partikel ini tidak dapat mengendap dalam periode waktu tertentu
dan tidak dapat dihilangkan dengan proses perlakuan fisika biasa.
2.2.1 Koagulasi
Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid padatan tersuspensi
termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. sehingga akan terbentuk flok-flok halus yang
dapat diendapkan, proses pengikatan partikel koloid. Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan
bagian integral dari proses koagulasi. Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan
menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Koagulan yang umum dipakai
adalah alumunium sulfat, feri sulfat, fero sulfat dan PAC.
Umumnya partikel-partikel tersuspensi atau koloid dalam air buangan memperlihatkan efek
Brownian. Permukan partikel-partikel tersebut bermuatan listrik negatif. Partikel-partikel itu
menarik ion-ion positif yang terdapat dalam air dan menolak ion-ion negatif. Ion-ion positif
tersebut kemudian menyelubungi partikelpartikel koloid dan membentuk lapisan rapat bermuatan
didekat permukannya. Lapisan yang terdiri dari ion-ion positif itu disebut dengan lapisan kokoh
(fixed layer). Adanya muatan-muatan pada permukaan partikel koloid tersebut menyebabkan
pembentukan medan elektrostatik di sekitar partikel itu sehingga menimbulkan gaya tolak-
menolak antar partikel. Disamping gaya tolak-menolak akibat muatan negatif pada partikel-
partikel koloid, ada juga gaya tarik manarik antara 2 patikel yang dikenal dengan gaya Van der
Walls. Selama tidak ada hal yang mempengaruhi kesetimbangan muatan-muatan listrik partikel
koloid, gaya tolak menolak yang ada selalu lebih besar dari pada gaya Van der Walls, dan
akibatnya partikel koloid tetap dalam keadaan stabil.
Jika ion-ion atau koloid bermuatan positif (kation) ditambahkan kedalam koloid target
koagulasi, maka kation tersebut akan masuk kedalam lapisan difusi karena tertarik oleh muatan
negatif yang ada permukaan partikel koloid. Hal ini menyebabkan konsentrasi ion-ion dalam
lapisan difusi akan meningkat. Akibatnya, ketebalan lapisan difusi akan berkurang (termampatkan
kearah permukaan partikel). Pemampatan lapisan difusi ini akan mempengaruhi potensial
permukaan partikel koloid, gaya tolak menolak antar partikel serta stabilitas partikel koloid.
Penambahan kation hingga mencapai suatu jumlah tertentu akan merubah besar partikel kesuatu
tingkat dimana gaya tarik menarik Van der Walls antar partikel dapat melampaui gaya tolak
menolak yang ada. Dengan demikian, partikel koloid dapat saling mendekati dan menempel satu
sama lain serta membentuk mikroflok.

Ion-ion atau koloid bermuatan positif (kation) yang ditambahkan untuk meniadakan kestabilan
partikel koloid tersebut dapat dihasilkan dari senyawa organic dan anorganik tertentu yang disebut
koagulan. Zat kimia yang digunakan dalam proses ini meliputi ion-ion metal seperti alumunium
atau besi, yang mana akan terhidrolisa dengan cepat untuk membentuk presipitat yang tidak larut
dan polielektrolit organik alam atau sintetik, yang mana dengan cepat teradsoprsi pada permukaan
partikel koloid, dengan demikian mempercepat laju pembentukan agregat dari partikel koloid.

2.2.2 Flokulasi
Flokulasi merupakan proses pembentukan flok, yang pada dasarnya merupakan
pengelompokan/ aglomerasi antara partikel dengan koagulan (menggunakan proses pengadukan
lambat atau slow mixing), Proses pengikatan partikel koloid oleh flokulan. Pada flokulasi terjadi
proses penggabungan beberapa partikel menjadi flok yang berukuran besar. Partikel yang
berukuran besar akan udah diendapkan.
Agar patikel koloid dapat menggumpal, gaya tolak-menolak elektrostatik antara
partikelnya harus dikurangi dan transportasi partikel harus menghasilkan kontak diantara partikel
yang mengalami destabilisasi. Setelah partikel-partikel koloid mengalami destabilisasi, adalah
penting untuk membawa partikel-partikel tersebut ke dalam suatu kontak antara satu dengan yang
lainnya sehingga dapat menggumpal dan membentuk partikel yang lebih besar yang disebut flok.
Proses kontak ini disebut flokulasi.
2.3 Kacang Hijau (Vigna radiata)
Banyak penelitian yang mengindikasikan bahwa koagulan alami dapat menunjukan
kemampuannya yang terbaik saat digunakan untuk pengolahan air gambut dengan beberapa
macam kontaminan.
Jenis koagulan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah kacang hijau. Kacang hijau
termasuk ke dalam suku suku polong-polongan (Fabaceae). Tanaman kacang hijau jarang
digunakan untuk pengolahan air gambut. Kandungan protein (asam amino) biji kacang hijau cukup
lengkap yang terdiri atas asam amino esensial, yakni isoleusin 6,95%, leucin 12,90%, lysin 7,94%,
methionin 0,84%, Phenylalanin 7,07%, threonin 4,50%, valin 6,23%, dan juga asam amino
nonesensial, yakni alanin 4,15%, arginin 4,44%, asam aspartat 12,10%, asam glutamate 17,00%,
glycin 4,03%, tryptophan 1,35%, dan tyrosin 3,86%.
2.4 Parameter-Parameter
2.4.1 Kekeruhan (Turbidity)
Turbiditas atau kekeruhan di dalam air disebabkan oleh adanya zat yang tersuspensi seperti
lumpur, plangton, zat organik dan zat halus lainya. Turbiditas tidak memiliki hubungan langsung
dengan zat padat tersuspensi, karena turbiditas tergantung dari ukuran dan bentuk butir partikel,
sedangkan zat padat tersuspensi tergantung dengan zat yang tersuspensi tersebut. Ada beberapa
metoda pengukuran turbiditas yatu :
a. Nefelometri
b. Hellige turbiditymetri (kekeruhan silika)
c. Metode visual/candle turbiditymetri (kekeruhan jackson)
d. Metode spektrofotometri.
Metode yang sering dipakai adalah metode nefelometri dengan satuan NTU (Nefelometric
Turbidity Units). Prinsip analisa dengan metode nefelometri ini adalah pengukuran terhadap
intensitas cahaya yang dihamburkan oleh partikel-partikel yang ada di dalam air. Semakin tinggi
intensitas cahaya yang dihamburkan semakin tinggi pula turbidity atau kekeruhannya. Pengukuran
dilakukan dengan membandingkan intensitas cahaya yang dihamburkan oleh sampel dengan
intensitas cahaya yang dihamburkan oleh larutan standar dalam keadaan yang sama. Sebagai
larutan standar untuk penentuan kekeruhan digunakan larutan suspensi polimer formazin. Maka
satuannya juga sering disebut FTU (Formazin Turbidity Units).
Untuk standar kekeruhan pada alat tubiditas di lapangan sebaiknya menggunakan standar
turbiditas yang berbentuk padat, yaitu kaca buram yang sudah distandarisasikan dengan larutan
standar turbiditas.
Gangguan yang dapat terjadi dalam pengukuran turbiditas antara lain:
a) Warna sampel dapat memepengaruhi nilai kekeruhan, karena adanya penyerapan
cahaya sehingga nilai turbiditasnya akan turun.
b) Alat gelas yang buram atau retak mempengaruhi hasil pengukuran.
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah tingkat representatif sampel, terutama pada
sampel yang banyak mengandung zat padat tersuspensi.
pH menunjukan derajat asam-basa suatu cairan, melalui konsentrasi (aktifitas) ion
Hidrogen. Peranan ion hidrogen dalam air dapat mempengaruhi aktifitas manusia, binatang,
nikroorganisme serta proses-proses lainya. Ion hidrogen sangat berperan dalam air, namun tidak
begitu berperan dalam pelarut organik seperti alkohol dan lain-lain. Oleh karena itu, derajat asam
basa hanya dapat diukur di dalam pelarut air.
Ada dua metode pengukuran pH :
a) Metode kolorimetri.
b) Metode potensiometri.
Metode kolorimetri adalah suatu cara pengukuran pH yang menggunakan indikator warna
sebagai alat ukur. Indikator dapat berupa kertas atau serbuk-serbuk indikator. Metode ini sering
dipakai dalam titrasi asam basa, atau alat pengukuran dengan lakmus, kertas pH indikator dan
sebagainya.
Metode potensiometri adalah metode pengukuran pH yang didasarkan atas perbedaan
tegangan pada kedua ujung potensial. Yang dimaksud dengan ujung potensial disini adalah
elektroda (elektroda kerja dan elektroda pembanding).
2.4.2 BOD
BOD atau sering disebut Biological Oxygen Demand merupakan jumlah oksigen terlarut
yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik dalam kondisi
aerobik (Santoso, 2018).Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya,
melainkan hanya mengukur jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mendekomposisi bahan
organik tersebut (Wulandari,2018).Sedangkan COD atau sering disebut Chemical Oxygen
Demand merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik yang
ada didalam air secara kimiawi.
2.4.3 COD
COD atau sering disebut Chemical Oxygen Demand merupakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik yang ada didalam air secara kimiawi. COD adalah
jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1
liter sampel air, dimana pengoksidasi K2,Cr2,O7 digunakan sebagai sumber oksigen. Pengujian
COD pada air limbah memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pengujian BOD yaitu :
Sanggup menguji air limbah industri yang beracun yang tidak dapat diuji dengan BOD karena
bakteri akan matidan waktu pengujian yang lebih singkat, kurang lebih hanya 3 jam
2.4.4 DO (Dissolved Oxygen)
Yang dimaksud dengan DO adalah oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal
dari udara danhasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua mahluk yang
hidup di air sepertiikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk mikroorganisme seperti
bakteri. Agar ikan dapat hidup,air harus mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm
(part per million). Apabila kadaroksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang
kebutuhan oksigen terlarutnya lebihrendah dari 5 ppm akan berkembang.
2.4.5 TSS (Total suspended Solid)
TSS adalah jumlah berat dalam mg/liter kering lumpur yang ada dalam limbah setelah
mengalamipenyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron. Air alam mengandung zat padat
terlarut yangberasal dari mineral dan garam-garam yang terlarut ketika air mengalir di bawah atau
di permukaan tanah. Apabila air dicemari oleh limbah yang berasal dari industri, pertambangan
dan pertanian,kandungan zat padat tersebut akan meningkat. Jumlah zat padat terlarut ini dapat
digunakan sebagaiindikator terjadinya pencemaran air. Selain jumlah, jenis zat pencemar juga
menentukan tingkatpencemaran dan juga berguna untuk penentuan efisiensi unit pengolahan air.
Padatan tersuspensi total (TSS) merupakan residu dari padatan total yang tertahan oleh
saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid.
Material yang termasuk kedalam TSS antara lain bakteri, jamur, ganggang, tanah liat, lumpur,
sulfida, dan logam oksida. Material tersebut merupakan tempat berlangsungnya reaksi heterogen
yang berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal yang dapat menghalangi
kemampuan produksi zat organik pada suatu perairan. Besarnya TSS pada suatu perairan
menunjukkan kondisi sedimentasi dari perairan tersebut.
Dalam mengolah air gambut, dilakukan proses koagulasi flokulasi menggunakan kacang
hijau sebagai koagulan. Pada prosesnya dilakukan proses koagulasi terlebih dahulu dimana dosis
yang ditambahkan divariasikan. Proses selanjutnya dilakukan proses flokulasi serta pengendapan
flok yang terbentuk sehingga kekeruhan air gambut tersebut berkurang.

2.4.6 pH
pH adalah drajat keasaman suatu zat. pH normal adalah 6-8. Tujuan metode pengujian ini
untukmemperoleh drajat keasaman (pH) dalam air dan air limbah dengan menggunakan alat pH
meter. pH menunjukan derajat asam-basa suatu cairan, melalui konsentrasi (aktifitas) ion
Hidrogen. Peranan ion hidrogen dalam air dapat mempengaruhi aktifitas manusia, binatang,
nikroorganisme serta proses-proses lainya. Ion hidrogen sangat berperan dalam air, namun tidak
begitu berperan dalam pelarut organik seperti alkohol dan lain-lain. Oleh karena itu, derajat asam
basa hanya dapat diukur di dalam pelarut air.
2.4.7 Parameter Logam
Spektroskopi penyerapan atom adalah teknik untuk menentukan konsentrasi elemen logam
tertentu dalam sampel. Teknik ini dapat digunakan untuk menganalisa konsentrasi lebih dari 70
jenis logam yang berbeda dalam suatu larutan. beberapa logam yang berbahaya diantaranya : Hg
(merkuri) , Ar (arsen),Cd (kadmium), Pb (timbal).
2.4.8 Total Dissolve Solid (TDS)
TDS digambarkan dengan jumlah zat terlarut dalam Part Per Million (PPM) atau sama
dengan milligram per Liter (mg/L). Kandungan total padatan pada umumnya dalam bentuk
garam anorganik. Total padatan yang terlarut di dalam air berupa natrium klorida, kalsium
bikarbonat, kalsium sulfat dan magnesium bikarbonat. Umumnya apabila terjadi peningkatan
TDS dalam air akan menyebabkan kesadahan dalam air juga meningkat.
Konsentrasi dari TDS yang terionisasi dalam suatu zat cair dapat mempengaruhi
konduktivitas listrik sebuah zat cari. Kandungan TDS dalam air biasanya disebabkan karena
adanya bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh air
buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut air.
zat padat terlarut TDS (total dissolved solid) dalam air dalam jumlah yang melebihi batas
maksimal yang diperbolehkan (1000 mg/L). Padatan yang terlarut di dalam air berupa bahan-bahan
kimia anorganik dan gas-gas yang terlarut. Air yang mengandung jumlah padatan melebihi batas
menyebabkan rasa yang tidak enak, menyebabkan mual, penyebab serangan jantung
(cardiacdisease) dan (tixaemia) pada wanita hamil.
2.5 Diagram Alir Proses

Persiapan alat dan bahan

-kekeruhan
Analisis parameter awal -TDS
sampel air gambut -TSS
-pH

Variasi
Penentuan dosis
dosis :
koagulan dengan Dosis koagulan
2; 2,5; 3; 4
optimum dengan proses optimum kacang
gr koagulasi-flokulasi tanpa hijau
pH optimum penambahan tawas

Variasi Penentuan dosis Dosis koagulan


dosis : koagulan dengan optimum kacang
4 gr optimum dengan proses hijau
pH optimum koagulasi-flokulasi
dengan penambahan
tawas

Analisis parameter air


-kekeruhan
gambut dengan
- TDS
menggunakan kacang
hijau, filtrasi dan RO -pH

Diagram 2.5 Diagram Alir Proses Koagulasi Dan Flokuasi Pada Sampel Air Gambut
Menggunakan Reverse Osmosis

2.6 Tahapan Persiapan

2.6.1. Pengadaan Bahan Koagulan, dan Sampel Air Gambut

Bahan koagulan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah biji kacang hijau.
diblender hingga berbentuk serbuk dan diayak dengan menggunakan ayakan. Sampel yang
digunakan dalam percobaan ini adalah air gambut. Air gambut yang dijadikan sempel berasal
dari air sungai yang terdapat di daerah Desa Danau Lamo, Jambi yang kemudian dibawa ke
labolatorium Jambi Lestari Indonesia untuk dicek parameternya.

2.7 Tahapan Pelaksanaan Percobaan

2.7.1. Sampling

Pada percobaan kali ini sampel yang dipakai adalah sampel air yang berasal dari sampel
air gambut

2.7.1. Prosedur Koagulasi-Flokulasi.

Prosedur koagulasi-flokulasi dilakukan cara mencampurkan kacang hijau yang sudah


diblender/dihaluskan lalu dimasukkan atau dicampurkan kedalam air gambut tersebut dengan
menambahkan 4 gr kacang hijau untuk air gambur 1 liter, lalu ditunggu selama 8 jam untuk air
gambutnya mengendap yang menghasilkan flok-flok hitam dari air gambut tersebut.

2.8 Tahap Analisis

Tahap analisis kekeruhan dan pH dilakukan pada sebelum dan sesudah tahap koagulasi
dan flokulasi, sedangkan analisis TDS dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan tahap koagulasi
dan flokulasi dan sesudah diketahui dosis optimum.
BAB III

HASIL

Pada percobaan ini dilakukan pengolahan air gambut pada air sungai dengan menggunakan
koagulan alami yaitu biji kacang hijau. Dengan penambahan koagulan, partikel-pertikel koloid
dari air gambut tersebut dapat terendapkan sehingga air gambut dapat dijernihkan dan partikel-
partikel yang ada dalam air gambut tersebut dapat berkurang. Alasan penambahan koagulan pada
pengolahan air limbah adalah karena sifat koloid yang sulit mengendap ini akan menjadikan waktu
pengendapan yang sangat lama. Hal ini disebabkan karena adanya gaya van der walls dan
elektrostatik pada koloid, sehingga koloid sangat stabil. Maka dari itu untuk mempercepat partikel-
partikel koloid mengendap maka ditambahkan koagulan.

Tabel 3.Parameter Air Gambut

No. Parameter Nilai Standar Baku Kualitas*)

1. pH 5,9 – 6,1 6,5 - 8,5 Tidak Layak


2. TDS 39 ppm 1000 Mg/L Layak
3. Kekeruhan 33 FAU 25 NTU Tidak Layak
4. Warna 165,96 50 TCU Tidak Layak
Pt.Co
5. Kesadahan 500 mg/L Layak
9,90 mg/L

6. Zat Organik 146,12 10 mg/L Tidak Layak


mg/L
7. Besi (Fe) <0,0833 1 mg/L Layak
mg/L
8. Mangan (Mn) <0,0217 0,5 mg/L Layak
mg/L
*) Permenkes 32 tahun 2017 tentang standar baku mutu kesehatan lingkungan
Proses biokoagulasi memanfaatkan kandungan protein dalam biokoagulan. Protein
merupakan asam amino yang mengandung unsur nitrogen. Karakterisasi protein dalam
biokoagulan dilakukan dengan menggunakan metode Kjedahl.

3.1 Pengaruh kacang hijau sebagai koagulan terhadap pH

Koagulan yang digunakan adalah biji kacang hijau. Biji kacang hijau dapat menjadi
koagulan disebabkan karena pengotor-pengotor atau koloid dari limbah tersebut bermuatan negatif
sedangkan koagulan biji kacang hijau bermuatan positif. Sehingga pada prosesnya akan terjadi
tarik menarik antara koloid dan koagulan karena adanya perbedaan muatan tersebut sehingga
terbentuklah flok-flok yang menyebabkan menurunnya kekeruhan pada air sungai tersebut.
Menurut teori maka semakin banyak jumlah koagulan yang ditambahkan pada air gambut maka
semakin banyak pula partikel-partikel koloid pada limbah air sungai yang akan berikatan dengan
koagulan, sehingga flok yang terbentuk semakin banyak seiring dengan penambahan jumlah
koagulan. Dengan semakin banyaknya flok yang terbentuk maka tinggi endapan akan semakin
besar.

Sedangkan pada pengaruh pH, pH air gambut sebelum dilakukan koagulasi flokulasi
adalah 5,5, sedangkan setelah proses koagulasi flokulasi pH nya adalah sebesar 6,6. Apabila dilihat
sama sekali ada perubahan pH sebelum dan sesudah proses koagulasi flokulasi, artinya
penggunaan koagulan kacang hijau memiliki kemampuan untuk mengembalikan pH ke keadaan
menuju netral.

3.2 Penentuan dosis optimum kacang hijau untuk mengurangi kekeruhan air gambut

Dosis koagulan yang tidak tepat dalam proses koagulasi dapat mengakibatkan restabilisasi
koloid sehingga meninkatkan SVI (Kristianto, 2019). SVI rendah lebih efektif dalam destabilisasi
partikel koloid karena mengandung banyak ion positif sehingga flok yang terbentuk lebih banyak
. Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa secara teoritis sludge mass dengan SVI tiap
koagulan berbanding terbalik. SVI cenderung semakin menurun pada tiap penambahan koagulan
dikarenakan proses destabilisasi partikel belum sempurna sehingga masih banyak partikel terlarut
yang belum terendapkan. Partikel terlarut yang sulit terendapkan perlu dipisahkan dengan teknik
penyaringan dan terhitung sebagai sludge mass. Kemampuan koagulasi tiap koagulan berbeda-
beda tergantung pada sifat koagulan dan dosis yang digunakan. Terdapat tiga jenis proses
koagulasi berdasarkan penambahan biokoagulan yaitu pada saat dosis dibawah titik optimum,
optimum dan berlebih (Choy, 2015). Dosis optimum koagulasi dengan koagulan PAC terjadi pada
4 g, dosis optimum biokoagulan kacang hijau adalah 4 g. Dosis optimum dapat diketahui
berdasarkan jumlah endapan yang terbentuk selama proses koagulasi dan biokoagulasi
berlangsung. Endapan yang terbentuk terhitung sebagai sludge mass. Sludge mass yang besar
menunjukkan banyaknya partikel koloid yang berhasil terendapkan bersama koagulan dan
biokoagulan.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan bahwa didapatkanlah kesimpulan
sebagai berikut :

1. Dosis optimum yang digunakan dalam proses koagulasi degan menggunakan koagulan
kacang hijau sebesar 4 g/ l.
2. Dosis optimum dapat diketahui berdasarkan jumlah endapan yang terbentuk selama proses
koagulasi dan biokoagulasi berlangsung. Endapan yang terbentuk terhitung sebagai sludge
mass. Sludge mass yang besar menunjukkan banyaknya partikel koloid yang berhasil
terendapkan bersama koagulan dan biokoagulan.
3. Penambahan flokulan akan mempengaruhi pengendapan semakin banyak flokulan yang
ditambahkan maka pembentukan flok pada proses pengendapan akan semakin banyak.
4. Apabila dilihat sama sekali ada perubahan pH sebelum dan sesudah proses koagulasi
flokulasi, artinya penggunaan koagulan kacang hijau memiliki kemampuan untuk
mengembalikan pH ke keadaan menuju netral.
DAFTAR PUSTAKA

Adeko, R., Mualim, Octavia, M. (2019). Pengaruh Serbuk Biji Kecipir sebagai Koagulan terhadap
Penurunan Kekeruhan dalam Air Sumur Gali di Kelurahan Rawa Makmur, Journal of
Nursing Public Health. 7 (2). 51-55.

Amani, F dan K. Prawiroredjo. (2016). Alat Ukur Kualitas Air Minum dengan Parameter PH,
Suhu, Tingkat kekeruhan dan Jumlah Padatan terlarut. Jetri, 4(1): 49-62.

Ariati, N.K., Ratnayanti, K. (2017). Skrining Potensi Jenis Biji Polong-Polongan (Famili
fabaceae) dan Biji Labu-Labuan (Famili cucurbitaceae) sebagai Koagulan Alami
Pengganti Tawas. Jurnal Kimia. 11 (1). 15-22.

Choy, S.Y. Prasad, K.N. (2015). A Review on Common Vegetables and Legumes as Promising
Plant Based Natural Coagulant in Water Clarification. International Journal of
Environmental, Science and Technology. 12. 367-390.

Dewi, shinta rosalina. (2012). Koagulasi-flokulasi-sedimentasi-filtrasi

Indriyani. (2008). Proses Pengolahan Limbah Organik Secara Koagulasi dan Flokulasi. Jurnal
Teknologi Lingkungan, 4(2): 125-30.

Marlina, S., & Santoso, A. I. (2022). Pengolahan Air Gambut Menjadi Air Bersih dengan
Teknologi Sederhana di Kecamatan Sabangau Kelurahan Bangkirai Kota Palangka Raya:
Indonesia. Media Ilmiah Teknik Lingkungan (MITL), 7(2).

Nastiti, Y., Daud, S., Herman, S. (2015). Penyisihan Warna Zat Organik dan Kekeruhan Air
Gambut dengan Kombinasi Proses Kogaulasi-Flokulasi menggunakan Koagulan
Alumunium Sulfat dan Membran. Journal of Metals. 2. 1-7.

Naswir, M., Arita, S., Marsi, & Sani. (2014). Activation of Bentonite and Application for Reduction
pH, Color, Organik Substance, and Iron (Fe) in the Peat Water. Science Journal of
Chemistry, 1(5), 74

Samosir, A. (2019). Pengaruh Tawas dan Diatomea (Diatomaceous Earth) dalam Proses
Pengolahan Air Gambut dengan Metode Elektrokoagulasi. Skripsi. Departemen Kimia.
FMIPA. Universitas Sumatera Utara
Wibowo, Y. G. (2019). Managing Sport for Healthy Lifestyle : A Brief Review and Future
Research Directions. Indonesian Journal of Sport Science and Coaching, 1(2), 49–57.

Wibowo, Y. G., & Naswir, M. (2019). A Review of Biochar as a Low - cost Adsorbent for Acid
Mine Drainage Treatment. Prosiding Seminar Nasional Hari Air Dunia 2019, 1–10

Anda mungkin juga menyukai