Anda di halaman 1dari 38

REVIEW JURNAL

TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI


“SOLUBILISASI MISELAR”

DISUSUN OLEH:

Hilda Mayangsari
(21340103)
C/Reguler

Dosen: Nurul Akhatik, Dra., M.Si

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Solubilisasi
Miselar” dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih
kepada Ibu Nurul Akhatik, Dra., M.Si selaku Dosen mata kuliah Teknologi Sediaan Farmasi
Institut Sains dan Teknologi Nasional yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai teori Solubilisasi Miselar.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Sabtu, 18 Desember 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Bentuk sediaan farmasi berupa cairan, masih mempunyai kelebihan antara lain: mudah
pemakaiannya terutama pada anak-anak, relatif lebih cepat diabsorpsi sehingga obat yang
dikandung cepat berefek. Bentuk sediaan farmasi cair, bisa berupa larutan, emulsi, suspensi,
mikroemulsi dan solubilisasi.
Solubilisasi miseler atau solubilisasi merupakan suatu cara untuk melarutkan bahan-
bahan yang secara normal tidak larut atau sedikit larut dengan pertolongan suatu substansi
amfifil yang disebut surfaktan. Solubilisasi miseler mempunyai sifat yang stabil secara
termodinamika.
Surfaktan yang sering dipergunakan untuk sediaan farmasi adalah yang nonionik.
Surfaktan nonionik yang sering dipergunakan dalam pembuatan sediaan farmasi baik berupa cair
atau padat yang dimaksudkan untuk pemakaian oral adamh derivat sorbitan. Derivat sorbitan
dapat berupa ester sorbitan asam lemah dapat pula merupakan ester sorbitan polietilenoksida.
Kemampuannya melarutkan bahan-bahan yang tidak larut sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti: hidrofili, jenis rantai lipofil, zat tambahan, temperatur dan sebagainya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi surfaktan, jenis rantai lipofil dan
hidrofili terhadap kelarutan sulfadiazina dan viskositas dari larutan yang dihasilkannya.
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu misolubilisasi miselar ?
2. Apa saja metode kelarutan suatu obat?
3. Bagaimana pengaruh penambahan solubilisasi miselar pada penelitian tersebut ?
I.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui misolubilisasi miselar
2. Untuk mengetahui metode kelarutan suatu obat
3. Untuk mengetahui pengaruh penambahan solubilisasi miselar pada penelitian tersebut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Surfaktan.
Surfaktan dapat berfungsi bermacam-macam dan ini tergantung dari nilai HLB-nya. HLB
mempunyai hubungan langsung dengan kelarutan surfaktan itu sendiri. Dengan sendirinya suatu
surfaktan yang mempunyai nilai HLB yang rendah akan mempunyai tendensi larut ke dalam
minyak dan surfaktan yang mempunyai nilai HLB yang tinggi akan mempunyai tendensi ke arah
larut dalam air.
Para pemakai surfaktan akan dengan cepat mengetahui hubungan antara kelarutan suatu
surfaktan dan sifat-sifatnya. Misal untuk pembuatan emulsi minyak dalam air atau untuk
melarutkan zat-zat yang tidak larut dalam air atau untuk mendapatkan aksi detergen, maka
dipergunakan surfa.ktan yang larut dalam air.
Dengan pengalaman tertentu, dapat dipergunakan fungsi surfaktan yang diinginkan
berdasarkan nilai HLB, yaitu:
HLB 4 - 6 Emulgator W/0

HLB 1 - 9 Pembasah

HLB 8 - 18 Emulgator 0/W

HLB 13 - 15 Deterjen

HLB 10 - 18 Pelarut

Surfaktan adalah suatu substansi amfifil di mana terdapat bagian hidrofil dan bagian
lipofil sekaligus dalam molekulnya. Karena adanya struktur tersebut surfaktan mempunyai sifat
teradsorpsi pada antarmuka terutama pada antarmuka gas-cairan, cairan-cairan atau cairan-
padatan di mana terbentuk lapisan monomolekuler. Keseimbangan antara pola yang satu dengan
pola lainnya dalam molekulnya menimbulkan sifatnya sebagai: pembasah, pengemulsi,
tensoaktif, detergent dan sebagainya.

Di antara sifat-sifatnya sebagai tensoaktif tersebut, ada yang sangat menarik untuk
diutarakan yaitu mulai suatu konsentrasi tertentu dalam air zat tersebut mampu membentuk
agregat yang disebut misel, yang merupakan penggabungan dari monomer-monomer surfaktan.
Konsentrasi ini disebut konsentrasi kritik misel (CMC = Critical Micelle Concentration).
Fenomena ini juga diartikan sebagai suatu konsentrasi pada saat dimana terjadi perubahan yang
mendadak dari sifat-sifat kimia fisika larutan (Reber, 1975). CMC suatu surfaktan dapat
ditentukan dengan berbagai cara: tegangan permukaan.
Surfaktan menurut hasil ionisasinya dalam pelarut dibagi menjadi: surfaktan ionik
(kationik dan anionik), serta surfaktan nonionik. Surfaktan nonionik dalam larutan tidak
memberikan ion, kelarutannya dalam air dikarenakan adanya bagian dalam molekulnya yang
mempunyai afinitas yang kuat terhadap pelarut. Dalam bidang farmasi surfaktan nonionik ini
banyak digunakan karena mempunyai keuntungan antara lain: stabilitas kimianya terhadap asam,
basa dan garam, stabilitas fisika dan tidak toksis (Denoel, 1971). Tween dan Span adalah derivat
sorbitan yang hidrofilinya tergantung adanya rantai polietilenoksida. Panjang rantai hidrokarbon,
panjang etilenoksida dan temperatur merupakan faktor yang sangat mempengaruhi solubi lisasi
(Mitsui, 1968).
II.2 Solubilisasi.misel
Solubilisasi misel adalah suatu fenomena solubilisasi yang dalam pembuatannya
ditambahkan suatu zat amfifil atau sur£aktan, yang dapat membentuk misel dalam pelarut yang
digunakan dan dengan konsentrasi yang digunakan (Puisieux, 1975). Solubilisasi misel hanya
terbentuk setelah surfaktan melampauhi konsentrasi tertentu (CMC) dan mulai dengan misel
tersebut zat yang tidak larut seperti sulfadiazina disisipkan ke dalam misel. Larutan yang
diperoleh dengan cara ini secara termodinamika sangat stabil. Dengan demikian jumlah zat yang
dilarutkan akan sangat dipengaruhi oleh jumlahnya misel yang ada dalam larutan.
Bila dalam solubilisasi tersebut dipergunakan surfaktan nonionik misalnya derivat
polietilenoksida, maka kelarutannya banyak dipengaruhi oleh tingkatnya hubungan antara
molekul air dan polietilenoksida yang disebut hidroksonium. Energi dari hidroksonium ini sangat
lemah dan akan menjadi tidak cukup bila temperatur dinaikkan. Kenaikan temperatur akan
merusak secara progresif rantai hidroksonium tersebut, sehingga menyebabkan penurunan ke
larutan surfaktan tersebut sampai menjadi tidak larut pada suatu temperatur yang di tandai
dengan adanya kekeruhan dalam larutan. Temperatur tersebut disebut titik keruh dan fenomena
ini bersifat reversible, jika temperatunya diturunkan, maka pada temperatur dekat dengan titik
keruh tersebut larutan akan menjadi jernih kembali.
II.3 Pelarutan zat-zat yang tidak larut dalam misel.
Solubilisasi akan terjadi apabila CMC telah tercapai, dan zat-zat yang tidak larut akan
diselipkan ke dalam misel-misel yang ada. Zat-zat yang tidak larut akan diselipkan dengan cara
yang tidak sama di dalam misel tergatung dari polaritasnya. Ada 4 kemungkinan yang bisa
terjadi (Nakagawa, 1967).
1. Penyelipan yang mendalam dari molekul zat yang tidak larut ke dalam bagian
hidrokarbon dari misel. Ini terjadi bila zat yang dilarutkan adalah zat yang nonpolar,
misalnya hidrokarbon alifatik.
2. Penyelipan yang kurang mendalam dari molekul zat yang tidak larut di dalam misel.
Molekul-molekul tersebut akan terarahkan, bagian nonpolar akan berada dalam daerah
lipofilik dari misel sedangkan bagian polar terdapat dalam daerah hidrofilik. Ini terjadi
bila yang dilarutkan adalah zat-zat yang polar.
3. Adsorpsi dari molekul-molekul yang tidak larut pada permukaan misel. Ini terjadi untuk
zat-zat yang sekaligus tidak larut dalam air maupun dalam hidrokarbon.
4. Penyelipan molekul zat yang tak larut hanya dalam bagian polietilenoksida dari misel, ini
jika surfaktan yang dipergunakan dari derivat polietilenoksida.
II.4 Kesetimbangan Hidrofilik-Lipofilik
Surfaktan non-ionik mempunyai karakteristik yang disebut HLB (Hydrophile-Lipophile
Balance) yaitu kesetimbangan antara gugusan hidrofilikdan lipofilik dalam molekulnya. Dalam
skala HLB, harga 7 dianggap sebagai harga di mana molekul mempunyai afinitas yang sama
untuk fase air dan fase minyak, artinya benar-benar berada dalam keadaan setimbang. Produk
yang mempunyai harga HLB di atas 7 bersifat lebih hidrofilik. Ssedangkan yang mempunyai
harga HLB di bawah 7 bersifat lebih lipofilik. Solubilisasi misel banyak dipengaruhi oleh harga
HLB dari surfaktan yang dipergunakan. Untuk surfaktan yang terdiri dari ester asam lemah dan
poliol, yang mudah disabunkan.
II.5 Viskositas
Larutan misel dalam air merupakan suatu larutan koloidal dan misel sendiri bila diartikan
sebagai makromolekul atau suatu polimer. Jika surfaktan berada dalam jumlah yang sangat kecil
dalam larutan, molekulnya belum membentuk misel. Setelah harga CMC dilampauhi, molekul
surfaktan tersebut membentuk misel. Misel-misel yang ada terdispersi dalam larutan dan di
antara mereka tidak ada interaksi. Jika Konsentrasi surfaktan dinaikkan, maka viskositas larutan
akan naik sebanding dengan konsentrasi surfaktan. Selama ini larutan masih bersifat newton.
Jika konsentrasi surfaktan dinaikkan lagi, maka partikel-partikel tersebut akan saling
berinteraksi karena saling bersinggungan. Mulai saat tersebut larutan tidak lagi bersifat newton
tetapi telah berubah menjadi bersifat non-newton entah berupa pseudoplastik, plastik atau
dilatan.
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Review Jurnal
1. Jurnal 1
Pada jurnal 1 berjudul “Pengaruh Penambahan Propilenglikol, Tween 80, Tween 20 dan
PEG 400 Terhadap Kelarutan Furosemide”
Penambahan pensolubilisasi dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegagan
permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan
wlaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini
maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi ini disebut Critical Micelle
Concentration (CMC).
Nilai tegangan permukaan dan titik CMC pada Tween 80, PEG 400 dan propilenglikol,
Tween 20 adalah:
Tabel 1. Nilai Tegangan Permukaan dan titik CMC PEG 400 dan Tween 80

Tabel 2. Nilai Tegangan Permukaan dan titik CMC Tween 20 dan Propilenglikol
Hasil pengukuran tegangan permukaan dengan menggunakan alat Tensiometer Du Nouy,
pada tween 80 dan PEG 400 yang diukur dari konsentrasi 0,13 – 0,22% dengan titik CMC pada
konsentrasi 0,19% untuk PEG 400 dan 0,20% untuk tween 80. Sedangkan pada tween 20 dan
propilenglikol diukur dari konsentrasi 1 – 10% dengan titik CMC pada keduanya yaitu 6%.
Berdasarkan hal tersebut maka titik CMC yang dicapai tidak akan meningkatkan
kelarutan dari zat terlarut meskipun konsentrasi pensolubilisasi dinaikan. Hal ini menunjukan
tidak terjadi peningkatan kadar pada furosemide, dikarenakan misel yang terbentuk tidak mampu
membantu dengan titik CMC pada konsentrasi 6%.
Berdasarkan hasil Penetapan Panjang Gelombang Furosemide dan persamaan regresinya
mka didapatkan kurva kalibrasi dari furosemide y= 0,52550x + 0,15342 ; r = 0,99957.

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Kadar Furosemide dengan penambahan PEG 400 dan Tween
80

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Kadar Furosemide dengan penambahan Tween 20 dan


Propilenglikol

Berdasarkan table 3 dan 4 terjadi peningkatan pelarutan furosemide dalam air dengan
bantuan pensolubilisasi yang berbeda pada masing-masing senyawa. Pada tween 80 dan tween
20 dapat menurunkan tegangan permukaan dan dengan medium furosemide sekaligus
membentuk misel sehingga molekul furosemide terbawa oleh misel larut kedalam medium.
PEG 400 dan Propilenglikol adalah salah satu jenis bahan pembawa yang sering
digunakan sebagai bahan tambahan suatu formulasi untuk meningkatkan kelarutan furosemide
yang sukar larut.
2. Jurnal 2
Pada jurnal 2 berjudul “Solubilsasi Parasetamol dengan Ryoto® Sugar Ester dan
Propilenglikol.
Penentuan lamanya pengadukan parasetamol dalam pelarut dilakukan dengan
menggunakan pelarut campur air-propilen glikol, tujuannya untuk memperoleh lamanya waktu
pengadukan agar didapat larutan jenuh parasetamol.
Lama pengadukan yang diperoleh untuk melarutkan parasetamol dalam pelarut campur
air-propilen glikol ini adalah 15,6 menit. Titik ini didapat dengan membuat dua persamaan garis
lurus yang saling berpotongan (Gambar 1)

Untuk penentuan nilai CMC surfaktan Ryoto® sugar ester digunakan metode tegangan
permukaan. Pada metode tegangan permukaan digunakan metode cincin dengan menggunakan
alat Du-nouy tensiometer.
Metode ini berdasarkan dimana tegangan permukaan akan turun secara cepat sesuai
dengan peningkatan konsentrasi surfaktan Ryoto® sugar ester sampai pada titik CMC, dari titik
ini sampai peningkatan konsentrasi selanjutnya tegangan permukaan tidak akan turun lagi.
Hal ini dapat dilihat pada gambar 2 kurva mula-mula turun secara cepat kemudian
berjalan sejajar sumbu x. Dari kurva yang diperoleh kemudian dibuat dua garis lurus sehingga
didapat harga CMC yang sesuai dengan titik potong kedua garis tersebut. Setelah tercapainya
titik CMC tegangan permukaan tidak akan berubah lagi dan terus berjalan sejajar sumbu x.
Proses pembentukan misel berjalan dengan sangat cepat sehingga pada awalnya tidak saja
molekul-molekul surfaktan yang berada di dalam sistem yang beragregasi tetapi juga molekul-
molekul surfaktan yang berada di permukaan sistem, sehingga untuk sementara ada daerah di
permukaan yang tidak ditempati oleh molekul surfaktan sehingga tegangan permukaan kembali
naik, setelah posisi ini ditempati lagi maka tidak akan ada lagi penurunan tegangan permukaan.
Nilai CMC surfaktan Ryoto® sugar ester diperoleh pada konsentrasi surfaktan 0,006
mg/ml. Angka ini diperoleh dengan membuat kurva hubugan antara konsentrasi dan tegangan
permukaan sehingga didapat dua persamaan garis lurus yang berpotongan pada titik CMC
(gambar 2).
Dapat terlihat dari kadar parasetamol terlarut dalam sediaan pada konsentrasi surfaktan
dititik CMC 0,006 mg/ml dan sedikit diatas titik CMC 0,007 mg/ml berturut-turut adalah 1,899
g/100 ml dan 1,985 g/100 ml (formula 3 dan 4) lebih besar dibandingkan dengan sediaan dengan
konsentrasi surfaktan dibawah titik CMC 0,005 mg/ml yaitu 1,839 g/ 100 ml (formula 2).
Penambahan kosolven propilen glikol juga dapat meningkatkan konsentrasi zat terlarut
dalam sediaan. Hal ini dapat terlihat dari kadar yang diperoleh pada formula 5, 6 dan 7 dengan
propilen glikol sebagai kosolven lebih besar dibandingkan dengan formula 2, 3 dan 4 tanpa
propilen glikol. Dimana kadar parasetamol terlarut pada formula 5, 6 dan 7 berturut-turut adalah
1,846 g, 1,934 g dan 1,992 g dalam 100 ml, sedangkan pada formula 2, 3 dan 4 adalah 1, 839 g,
1,899 g dan 1,985 g dalam 100 ml.
3. Jurnal 3
Pada jurnal 3 berjudul “Metode Peningkatan Kecepatan Disolusi Dikombinasi Dengan
penambahan Surfaktan”.
Pada review tulisan ilmiah ini akan fokus terhadap modifikasi fisik dan kimia yang akan
dibandingkan dengan modifikasi fisik dan kimia dikombinasi dengan penambahan surfaktan.
Penambahan surfaktan mampu mengatasi kekurangan masing –masing modifikasi dengan
mekanisme penurunan tegangan permukaan, pembentukan misel, pengurangan sudut kontak, dan
peningkatan pembasahan.
Metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kecepatan disolusi adalah
pembentukan garam, pembentukan prodrug, penurunan ukuran partikel (mikrokristalisasi) Co-
Grinding, modifikasi kristal, solubilisasi miselar dan pembentukan kompleks, modifikasi kristal,
solubilisasi miselar dan pembentukan kompleks, dispersi padat. Akan tetapi, terdapat kelemahan
dari beberapa metode yang membutuhkan eksipien lain yaitu surfaktan dalam desain sediaan
obat tersebut. Hasil penelitian melaporkan bawah beberapa metode peningkatan kecepatan
disolusi yang apabila dikombinasi dengan surfaktan mempu menghasilkan jumlah obat yang
terdisolusi lebih besar dibandingkan tanpa surfaktan dan menjadikan sediaan lebih stabil, terlihat
pada tabel 1.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan pada makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Furosemide dengan penambahan pensolubilisasi (Tween 80, PEG 400, Tween 20,dan
Propilen Glikol terjadi peningkatan kelarutan dalam air dibawah titik CMC.
2. Penambahan surfaktan Ryoto® sugar ester dan kosolven propilen glikol dapat
meningkatkan kelarutan parasetamol.
3. Laju absorbsi obat oral sangat tergantung kecepatan disolusi zat aktif dari bentuk
sediaanya. Apabila laju disolusi obat yang rendah maka diperlukan dosis yang lebih besar
untuk mencapai dosis terapetik, oleh karena itu modifikasi menjadi pilihan efektif dalam
meningkatkan disolusi yaitu dengan metode fisika, kimia, dan teknik lain. Tetapi,
beberapa metode memiliki kekurangan seperti mikrokristal (penurunan ukuran partikel)
dapat menimbulkan efek elektrostatistik, aglomerasi dan distribusi obat yang tidak
homogen. Metode lain seperti dispersi padat yang kurang praktis untuk bahan obat yang
memiliki dosis relatif besar (≥100 mg). Metode self-emulsfying kurang efektif dalam
menghasilkan bentuk serbuk. Penambahan surfaktan mampu mengatasi kekurangan
masing- masing modifikasi dengan mekanisme penurunan tegangan permukaan,
pembentukan misel, pengurangan sudut kontak, dan peningkatan pembasahan. Oleh
karena itu, penambahan surfaktan dalam memodifikasi sediaan obat dapat meningkatan
disolusi obat agar tercapat efek terapetik yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Denoel, A., 1971, Preparation dermatologiques. Pharmacie Ga lenique, Tome V, Press. Univ.
Liege, Liege.

Mitsui, T., Machida, Y., 1969, Solubilization experiments on a three-component system of


liquide paraffin-water non ionic surfactant, J. Ioc. Cosmet. Chemist., USA, 20, p. 199-
213

Nakagawa, T., 1967, Solubilisation. In : Schick M.J., Non ionic surfactan, Vol. I, Marcel Dekker.
Inc., New York, p. 558-603.

Puisieux, F., Cava, G., 1975, La solubilisation et ses ape plications en pharmacie, 14 Coll.
Pharm. Indust., Gent.

Reber, I.A., Schott, H., 1975, Colloidal dispersion, Remington's Pharm. Sci., 15th. ed., Mack
Publ. Co., Easton, Pa.
Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 1(2), 132-139
ARTIKEL PENELITIAN

Solubilsasi Parasetamol dengan Ryoto® Sugar Ester dan


Propilen glikol
Solubilization of Paracetamol With Ryoto® Sugar Esther and Propylene glycol

Deni Noviza, Nine Febriyanti & Salman Umar

Keywords: ABSTRACT: Paracetamol was an active ingredient, which is poorly soluble in


parasetamol, water. Absorption of poorly soluble or slightly soluble in water is influenced
ryoto® , by the rate of dissolution. Solubilization is an alternative to improve drug
sugar ester, solubility in water with the addition of surfactant. The addition of Ryoto® sugar
propylenglikol, ester surfactant and propylene glycol cosolvent conducted to determine the
solubilization. concentration of Ryoto® sugar ester and prophylene glycol that increase the
solubility and stability of the dosage form. Solubilization of Paracetamol with
the addition of Ryoto® sugar ester without propylene glycol and combinations
Ryoto® sugar ester and propylene glycol at a concentration below the CMC point
(Critical Micell Concentration), at the point of CMC, and above the CMC points
in a row is 0.005 mg/ml, 0.006 mg/ml, and 0.007 mg/ml with 10% propylene
glycol. The highest solubility of Paracetamol achieved in the formula 7 with a
combination of the addition Ryoto® sugar ester (0.007 mg/ml) and propylene
glycol (10%) by the recovery percentage of 99.6%, and the combination is also
obtained the best preparation stability which is not occur the color change in the
preparations during storage at room temperature and place protected from direct
sunlight for a month. The addition of Ryoto® sugar ester surfactant and propylene
glycol increase the solubility and stability of the solubilization of Paracetamol
preparations.

Kata Kunci: ABSTRAK: Parasetamol merupakan obat yang agak sukar larut dalam
parasetamol, air. Absorbsi obat sukar larut atau agak sukar larut dalam air dipengaruhi
Ryoto®, oleh laju pelarutan. Solubilisasi merupakan alternatif untuk meningkatkan
sugar ester, kelarutan obat dalam air dengan penambahan surfaktan. Penambahan
propilen glikol, surfaktan Ryoto® sugar ester dan kosolven propilen glikol dilakukan untuk
solubilisasi. menentukan konsentrasi Ryoto® sugar ester dan prolilen glikol yang dapat
meningkatan kelarutan dan stabilitas sediaan. Solubilisasi parasetamol
dengan penambahan Ryoto® sugar ester tanpa propilen glikol dan
kombinasi penambahan Ryoto® sugar ester dan propilen glikol pada
konsentrasi dibawah titik CMC (Critical Micell Concentration), pada titik
CMC dan diatas titik CMC berturut-turut adalah 0,005 mg/ml, 0,006 mg/
ml dan 0,007 mg/ml dengan 10% propilen glikol. Kelarutan parasetamol
tertinggi dicapai pada formula 7 dengan kombinasi penambahan Ryoto®
sugar ester (0,007 mg/ml) dan propilen glikol (10%) yaitu dengan
persentase perolehan kembali 99,6%, serta pada kombinasi ini juga
diperoleh stabilitas sediaan yang paling bagus yaitu tidak terjadinya
perubahan warna pada sediaan selama penyimpanan pada suhu kamar
dan ditempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung selama satu
bulan. Penambahan surfaktan Ryoto® sugar ester dan propilen glikol dapat
meningkatkan kelarutan dan stabilitas sediaan solubilisasi parasetamol.

Fakultas Farmasi, Universitas Andalas

Korespondensi:
Deni Noviza
(deninoviza@ffarmasi.unand.ac.id )

132 Jurnal Sains Farmasi & Klinis (e-ISSN: 2442-5435) | Vol. 01 No. 02 | Mei 2015
Solubilsasi Parasetamol dengan Ryoto® Sugar Ester dan Propilen glikol | Noviza, dkk.

PENDAHULUAN Sugar ester merupakan surfaktan non-


ionik yang terdiri dari sukrosa sebagai gugus
Parasetamol atau asetaminofen atau hidrofilik dan asam lemak sebagai gugus
N-asetil-para-aminofenol adalah obat lipofilik (8). Sugar ester tidak berasa, tidak
analgesik dan antipiretik yang populer berbau, non-toksik dan dapat digunakan
digunakan. Parasetamol tergolong obat yang sebagai eksipien dalam obat-obatan dan
agak sukar larut dalam air, kelarutannya kosmetik karena tidak mengiritasi mata dan
dalam air 1:70 (1). Sediaan parasetamol kulit (9). Berdasarkan variasi dari tipe atau
dapat dijumpai dalam bentuk kapsul dan jumlah gugus asam lemaknya sugar ester
kaplet karena kelarutannya sangat kecil. mempunyai rentang HLB yang luas yaitu
Suatu obat harus mempunyai kelarutan 1-16, sehingga penggunaannya luas antara
dalam air agar manjur secara terapi lain sebagai pensolubilisasi (10,11).
sehingga obat masuk ke sistem sirkulasi Kosolven adalah pelarut yang
dan menghasilkan efek terapeutik. Untuk ditambahkan dalam suatu sistem untuk
obat-obat yang akan dibuat dalam sediaan membantu melarutkan atau meningkatkan
berbentuk larutan harus diperhatikan stabilitas dari suatu zat. Dimana penggunaan
kelarutannya karena dapat mempengaruhi kosolven dapat mempengaruhi polaritas
absorbsinya. Penambahan surfaktan dan sistem yang dapat ditunjukkan dengan
pelarut atau kosolven merupakan salah satu pengubahan tetapan dielektriknya (3,12).
upaya peningkatan kelarutan suatu obat Pada penelitian ini dilakukan kombinasi
yang mempunyai kelarutan kecil atau praktis penambahan surfaktan Ryoto® sugar
tidak larut dalam air (2,3). ester dan kosolven propilen glikol dalam
Solubilisasi adalah suatu bentuk sediaan upaya peningkatan kelarutan parasetamol
yang berupa cairan atau semi padat, dalam sediaan solubilisasi. Kombinasi
®
jernih dan bersifat isotrop yang terdiri dari penambahan surfaktan Ryoto sugar ester
inkorporasi atau larutan di dalam air suatu dan kosolven propilen glikol diharapkan
zat yang tidak larut atau sedikit larut dalam dapat meningkatkan kelarutan parasetamol
air dengan bantuan suatu surfaktan (4,5,). dan dapat diketahui konsentrasi kombinasi
Surfaktan mampu berperan dalam surfaktan dan kosolven yang dapat
solubilisasi (Ansel, 1989). Salah satu sifat memberikan kelarutan optimal terhadap
pentingnya adalah kemampuan untuk parasetamol, sehingga hal ini dapat
meningkatkan kelarutan bahan yang tidak meningkatkan absorpsi parasetamol dalam
larut atau sedikit larut dalam medium bentuk sediaan cair yaitu solubilisasi.
dispersi. Surfaktan pada konsentrasi rendah Selain itu, kombinasi ini diharapkan dapat
menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan stabilitas sediaan solubilisasi
menaikkan laju kelarutan obat (6). Sedangkan parasetamol karena dengan adanya pelarut
pada kadar yang lebih tinggi surfaktan akan air dapat mempercepat perubahan stabilitas
berkumpul membentuk agregat yang disebut dari sediaan obat, diantaranya organoleptis
misel (7). (bentuk, bau dan rasa), pH, viskositas dan
bobot jenis sediaan.

Jurnal Sains Farmasi & Klinis (e-ISSN: 2442-5435) | Vol. 01 No. 02 | Mei 2015 133
Solubilsasi Parasetamol dengan Ryoto® Sugar Ester dan Propilen glikol | Noviza, dkk.

METODE PENELITIAN dalam labu ukur 25 ml sehingga diperoleh


konsentrasi larutan 0,8 mg/ml, kemudian
Alat dan Bahan larutan ini dipipet 0,1 ml lalu diencerkan
Alat yang digunakan adalah timbangan dalam labu ukur 25 ml sehingga diperoleh
®
analitik (Shimadzu AUX220 ), AB15 pH meter konsentrasi larutan 3,2 µg/ml. Serapan
®
(Accumet Basic ), piknometer, viskometer parasetamol diukur pada panjang gelombang
Hoepler (Haake®), spektrofotometri UV- serapan maksimum dengan spektrofotometer
Visibel (Shimadzu® model UV-Vis 1700), UV-Vis. Demikian selanjutnya untuk lama
tensiometer Du-nouy CSC dan alat-alat pengadukan 10, 15, 20, 25 dan 30 menit.
gelas laboratorium.
Bahan yang digunakan adalah Penentuan Nilai CMC Ryoto® Sugar Ester
parasetamol, Ryoto® sugar ester, propilen dalam Air dengan Metode Tegangan
glikol dan air suling. Permukaan
Larutan Ryoto® sugar ester dibuat dalam
Cara kerja air dengan konsentrasi 0,001-0,01 mg/ml,
kemudian diukur tegangan permukaannya
Penentuan Waktu Larut Parasetamol dengan alat Du-nouy tensiometer dengan
dalam Pelarut Campur Air-Propilen glikol pengulangan masing-masing konsentrasi
(90:10) sebanyak 5 kali. Dari harga tegangan
Parasetamol sebanyak 2 g, dilarutkan permukaan yang didapat, dibuat kurva
dalam 100 ml pelarut campur dengan hubungan antara konsentrasi dengan
komposisi 90% air dan 10% propilen glikol, tegangan permukaan sehingga didapat dua
kemudian diaduk dengan menggunakan persamaan garis lurus yang berpotongan
magnetik stirer. Setelah 5 menit pengadukan pada titik CMC.
dihentikan. Larutan dipipet sebanyak 5 ml
dan diganti dengan air suling sebanyak 5 ml. Solubilisasi Parasetamol
Larutan yang dipipet ini disaring dan hasil Parasetamol sebanyak 2 g dilarutkan
penyaringan dipipet 1 ml lalu diencerkan dalam 100 ml campuran air-propilen glikol

Tabel 1. Formula Sediaan

Formula
No. Bahan
1 2 3 4 5 6 7

1 Parasetamol (g) 2 2 2 2 2 2 2
2 Propilen glikol (ml) 10 - - - 10 10 10
3 Ryoto® sugar - 0,005 0,006* 0,007 0,005 0,006* 0,007
ester (mg/ml)
4 Aquadest 100 100 100 100 100 100 100
sampai (ml)

Keterangan:
* : Nilai CMC surfaktan

134 Jurnal Sains Farmasi & Klinis (e-ISSN: 2442-5435) | Vol. 01 No. 02 | Mei 2015
Solubilsasi Parasetamol dengan Ryoto® Sugar Ester dan Propilen glikol | Noviza, dkk.

(formula 1), 2 g parasetamol juga dilarutkan Evaluasi Sediaan Solubilisasi


®
dalam 100 ml campuran Ryoto sugar Evaluasi sediaan solubilisasi
ester dan air (formula 2, 3 dan 4) dan 2 g dilakukan sebelum penyimpanan dan
parasetamol dilarutkan dalam campuran seteleah penyimpanan selama satu bulan
®
Ryoto sugar ester, propilen glikol dan air pada temperatur kamar, dalam ruangan
(formula 5, 6 dan 7), kemudian masing- tertutup dan gelap meliputi: organoleptis
masing formula diaduk dengan magnetik (1), kejernihan (4), pemeriksaan pH (1),
stirer sesuai dengan waktu yang ditentukan. pemeriksaan bobot Jenis (1), pemeriksaan
viskositas (5), penentuan kadar parasetamol
Penentuan Kelarutan Parasetamol dalam sediaan setelah penyimpanan selama
Sebanyak 1 ml larutan dipipet dan satu bulan.
diencerkan dengan pelarut campur air-
propilen glikol (formula 1, 5, 6 dan 7) dan HASIL DAN DISKUSI
dengan pelarut air (formula 2, 3 dan 4) dalam
labu ukur 50 ml, dari larutan tersebut dipipet Penentuan lamanya pengadukan
sebanyak 0,5 ml dan diencerkan dengan parasetamol dalam pelarut dilakukan dengan
pelarut campur air-propilen glikol (formula 1, menggunakan pelarut campur air-propilen
5, 6 dan 7) dan dengan pelarut air (formula glikol, tujuannya untuk memperoleh lamanya
2, 3 dan 4) dalam labu ukur 25 ml, kemudian waktu pengadukan agar didapat larutan
diukur serapannya pada panjang gelombang jenuh parasetamol sehingga tidak ada lagi
serapan maksimum masing-masing yaitu pengaruh pengadukan terhadap kelarutan
panjang gelombang serapan maksimum parasetamol. Lama pengadukan yang
parasetamol dalam pelarut campur air- diperoleh untuk melarutkan parasetamol
propilen glikol (formula 1, 5, 6 dan 7) dan dalam pelarut campur air-propilen glikol ini
panjang gelombang serapan maksimum adalah 15,6 menit. Titik ini didapat dengan
parasetamol dalam pelarut air (formula 2, 3 membuat dua persamaan garis lurus yang
dan 4). saling berpotongan (Gambar 1).
Untuk penentuan nilai CMC surfaktan

Gambar 1. Hubungan Antara Lama Pengadukan terhadap Serapan

Jurnal Sains Farmasi & Klinis (e-ISSN: 2442-5435) | Vol. 01 No. 02 | Mei 2015 135
Solubilsasi Parasetamol dengan Ryoto® Sugar Ester dan Propilen glikol | Noviza, dkk.

Ryoto® sugar ester digunakan metode berada di dalam sistem yang beragregasi
tegangan permukaan. Pada metode tetapi juga molekul-molekul surfaktan yang
tegangan permukaan digunakan metode berada di permukaan sistem, sehingga
cincin dengan menggunakan alat Du-nouy untuk sementara ada daerah di permukaan
tensiometer. Prinsip kerja alat ini adalah gaya yang tidak ditempati oleh molekul surfaktan
yang diperlukan untuk melepas cincin platina sehingga tegangan permukaan kembali
iridium yang tercelup pada permukaan atau naik, setelah posisi ini ditempati lagi maka
antar pemukaan sebanding dengan tegangan tidak akan ada lagi penurunan tegangan
permukaan atau tegangan antar muka (6). permukaan (6).
Metode ini berdasarkan dimana tegangan Nilai CMC surfaktan Ryoto® sugar ester
permukaan akan turun secara cepat sesuai diperoleh pada konsentrasi surfaktan 0,006
dengan peningkatan konsentrasi surfaktan mg/ml. Angka ini diperoleh dengan membuat
®
Ryoto sugar ester sampai pada titik CMC, kurva hubugan antara konsentrasi dan
dari titik ini sampai peningkatan konsentrasi tegangan permukaan sehingga didapat dua
selanjutnya tegangan permukaan tidak akan persamaan garis lurus yang berpotongan
turun lagi (10,13). pada titik CMC (gambar 2). Penambahan
Hal ini dapat dilihat pada gambar 2 kurva surfaktan pada konsentrasi surfaktan dititik
mula-mula turun secara cepat kemudian CMC dan sedikit diatas titik CMC dapat
berjalan sejajar sumbu x. Dari kurva yang meningkatkan kelarutan dari sediaan (6,12).
diperoleh kemudian dibuat dua garis lurus Hal ini dapat terlihat dari kadar parasetamol
sehingga didapat harga CMC yang sesuai terlarut dalam sediaan pada konsentrasi
dengan titik potong kedua garis tersebut. surfaktan dititik CMC 0,006 mg/ml dan sedikit
Setelah tercapainya titik CMC tegangan diatas titik CMC 0,007 mg/ml berturut-turut
permukaan tidak akan berubah lagi dan adalah 1,899 g/100 ml dan 1,985 g/100 ml
terus berjalan sejajar sumbu x. Proses (formula 3 dan 4) lebih besar dibandingkan
pemmbentukan misel berjalan dengan dengan sediaan dengan konsentrasi
sangat cepat sehingga pada awalnya surfaktan dibawah titik CMC 0,005 mg/ml
tidak saja molekul-molekul surfaktan yang yaitu 1,839 g/ 100 ml (formula 2).

Gambar 2. Etanol meniran selama enam hari

136 Jurnal Sains Farmasi & Klinis (e-ISSN: 2442-5435) | Vol. 01 No. 02 | Mei 2015
Solubilsasi Parasetamol dengan Ryoto® Sugar Ester dan Propilen glikol | Noviza, dkk.

Penambahan kosolven propilen glikol terlihat dari perubahan warna yang terjadi,
juga dapat meningkatkan konsentrasi zat dimana formula sediaan yang mengandung
terlarut dalam sediaan. Hal ini dapat terlihat kosolven propilen glikol menunjukkan
dari kadar yang diperoleh pada formula perubahan warna yang tidak terlalu pekat
5, 6 dan 7 dengan propilen glikol sebagai (formula 5 dan 6) dibandingkan dengan
kosolven lebih besar dibandingkan dengan formula sediaan yang tidak mengandung
formula 2, 3 dan 4 tanpa propilen glikol. kosolven propilen glikol (formula 2, 3 dan
Dimana kadar parasetamol terlarut pada 4), sedangkan stabilitas sediaan yang paling
formula 5, 6 dan 7 berturut-turut adalah bagus ditunjukkan oleh formula sediaan
1,846 g, 1,934 g dan 1,992 g dalam 100 ml, yang mengandung kosolven propilen glikol
sedangkan pada formula 2, 3 dan 4 adalah dan surfaktan Ryoto® sugar ester dengan
1, 839 g, 1,899 g dan 1,985 g dalam 100 ml. konsentrasi diatas titik CMC (formula 7).
Setelah penyimpanan selama satu Hasil uji statistik untuk kelarutan masing-
bulan diperoleh hasil terjadi penurunan masing formula sediaan parasetamol
konsentrasi zat terlarut dari larutan. Selain sebelum penyimpanan dan setelah
itu terjadi perubahan warna larutan menjadi penyimpanan selama satu dengan metoda
agak kecoklatan. Hal ini mungkin disebabkan anova satu arah diperoleh nilai signifikan <
karena terjadinya reaksi kimia selama 0,05 dan F hitung > F tabel sehingga dapat
penyimpanan sediaan. Hasil yang diperoleh disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
menunjukkan peningkatan stabilitas signifikan dari masing-masing kombinasi
terhadap formula sediaan yang mengandung surfaktan Ryoto® sugar ester dan kosolven
kosolven propilen glikol. Hal ini dapat propilen glikol. Uji statistik anova satu arah

Tabel 2. Evaluasi dari Solubilisasi Parasetamol

Formula pH Bobot jenis Viskositas Kelarutan Pemerian


(g/ml) (cp) Parasetamol
(g/100ml)

I II I II I II I II I II

1 6,69 6,55 1,094 1,084 4,413 4,114 1,745 1,716 Berkabut Bening
2 6,57 6,57 1,096 1,086 4,138 3,996 1,839 1,634 Berkabut Berwarna
3 6,62 6,40 1,096 1,086 4,156 3,946 1,899 1,557 Berkabut Berwarna
4 6,64 6,60 1,096 1,086 3,940 3,920 1,985 1,565 Bening Berwarna
5 6,58 6,45 1,102 1,091 3,865 3,790 1,846 1,813 Bening Berwarna
6 6,53 6,50 1,103 1,102 3,740 3,637 1,934 1,905 Bening Berwarna
7 6,54 6,50 1,102 1,100 3,695 3,569 1,992 1,972 Bening Bening

Keterangan :
I: Sebelum Penyimpanan
II: Setelah Penyimpanan selama 30 hari

Jurnal Sains Farmasi & Klinis (e-ISSN: 2442-5435) | Vol. 01 No. 02 | Mei 2015 137
Solubilsasi Parasetamol dengan Ryoto® Sugar Ester dan Propilen glikol | Noviza, dkk.

dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk sesudah penyimpanan selama satu bulan
melihat pada formula berapakah yang sangat erat dan benar-benar berhubungan
memberikan pengaruh paling optimal. secara nyata dan t hitung = 4,864 dengan
Evaluasi sediaan terhadap kelarutan, Sig. 0,003 (< 0,05) berarti Ho ditolak, atau
pH, bobot jenis dan viskositas dibandingkan bobot jenis sediaan sebelum dan sesudah
sebelum dan sesudah penyimpanan penyimpanan selama satu bulan berbeda.
selama satu bulan dengan uji t dua sampel Uji terhadap viskositas sediaan diperoleh
berpasangan. Uji terhadap kelarutan sediaan hasil korelasi antara kedua variabel, yang
diperoleh hasil korelasi antara kedua menghasilkan angka 0,952 dengan nilai Sig.
variabel yaitu 0,210 dengan nilai Sig. 0,651 0,001 (< 0,05) dan t hitung = 4,002 dengan
(> 0,05) berarti korelasi kelarutan sediaan Sig. 0,007 (< 0,05) berarti Ho ditolak, atau
sebelum dan sesudah penyimpanan selama viskositas sediaan sebelum dan sesudah
satu bulan tidak erat dan benar-benar tidak penyimpanan selama satu bulan berbeda.
berhubungan secara nyata. Uji terhadap Jadi, kelarutan dan pH sediaan sebelum dan
pH sediaan diperoleh hasil korelasi antara sesudah penyimpanan selama satu bulan
kedua variabel, yang menghasilkan angka stabil, sedangkan bobot jenis dan viskositas
0,237 dengan nilai Sig. 0,609 (> 0,05) berarti sediaan tidak stabil.
korelasi pH sediaan sebelum dan sesudah
penyimpanan selama satu bulan tidak KESIMPULAN
erat dan benar-benar tidak berhubungan
secara nyata. Uji terhadap bobot jenis Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa
sediaan diperoleh hasil korelasi antara penambahan surfaktan Ryoto® sugar
kedua variabel, yang menghasilkan angka ester dan kosolven propilen glikol dapat
0,932 dengan nilai Sig. 0,002 (<0,05) berarti meningkatkan kelarutan parasetamol.
korelasi bobot jenis sediaan sebelum dan

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik 4. Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig,


Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia J. L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
(Edisi IV). Jakarta: Dirjen POM Industri, (3rd ed). Penerjemah: S.
Departemen Kesehatan Republik Suyatmi. Jakarta: Universitas Indonesia
Indonesia. Press.
2. Ansel, H. C. 1989. Pengantar 5. Voight, R. 1994. Buku Pelajaran
Bentuk Sediaan Farmasi (Edisi IV). Teknologi Farmasi (Edisi V).
Penerjemah: F. Ibrahim. Jakarta: Penerjemah: Soedani Noerono.
Universitas Indonesia Press. Yogyakarta: Gadjah mada University
3. Swarbrick, J. & Boylan, J. C. 1996. Press.
Encyclopedia of Pharmaceutical 6. Martin, A. N, J.Swarbick dan A.
Technology, Volume 14. New York: Cammarata. 1993. Farmasi Fisik
Marcel Dekker 2 (Edisi III). Penerjemah: Yoshita.

138 Jurnal Sains Farmasi & Klinis (e-ISSN: 2442-5435) | Vol. 01 No. 02 | Mei 2015
Solubilsasi Parasetamol dengan Ryoto® Sugar Ester dan Propilen glikol | Noviza, dkk.

Jakarta: Unversitas Indonesia Press. 11. De Schaefer, C.R., de Ruiz Holgado,


7. Shargel L., Wu Pong, S., & Yu, A.B. C. M. E.F., Arancibia, E. L. 2002. Solubility
1999. Apllied Biopharmaceutics and Parameters, Hydrophile-Lipophile
Pharmacokinetics (5 th Ed). Singapore: Balance, and solubility in Sucrose
MC. Graw and Hill. Derivative Surfactants Obtained by
8. Baker, I. J. A., Matthews, B., Suares, H., GLC. J. Arg. Chem. Soc-Vol. 90-N° 4/6,
Krodkiewska, I., Furlong, N., Franz, G. 55-63.
Drummond, C. J. 2000. Sugar fatty acid 12. Halim, A., Hosiana, V., Elvita, L. 1997.
ester surfactant: Structure and ultimate Pengaruh Pemakaian Propilen glikol
aerobic biodegradability. J. Surfactants dan NaCl terhadap Solubilisasi Kofein
Detergents, 3, 1-13. dalam Larutan Air-Brij 35, J. Sains. Tek.
9. Mitsubishi-Kagaku Food Corporation. Far., 2, 64 – 72.
1982. Ryoto Sugar Ester Technical 13. Lin, C. M., Geng-pei Chang, Heng-
Information, Nonionic Surfactant/ kwong Tsao, Yu-jaene Sheng. 2011.
Sucrose Fatty Acid Ester/Food Additive. Physics Solubilization Mechanism
10. Garti N., Aseri A., Faunn M. 2000. of Vesicles by Surfactants: Effect of
Nonionic Sucroce Ester Microemulsions Hydrophobicity. J Chem Phys, 135(4)
for Food Applications. Part 1. Colloids 045102.
Surf. A., 164, 27-38.

Jurnal Sains Farmasi & Klinis (e-ISSN: 2442-5435) | Vol. 01 No. 02 | Mei 2015 139
Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) 2019; 5 (1): 84 – 92
ISSN : 2442-8744 (electronic)
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Galenika/index
DOI : 10.22487/j24428744.2019.v5.i1.12360

Review: Metode Peningkatan Kecepatan Disolusi Dikombinasi Dengan


Penambahan Surfaktan
(Review: The Different Methods of Enhancing Dissolution Rate by the Present of
Surfactant)

Reynelda Juliani Sagala

Prodi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta 14440,
Indonesia
Article Info:
Received: 15 March 2019
ABSTRACT
in revised form: 28 March 2019
Accepted: 31 March 2019 Dissolutionand solubility rates are very important parameters in designing a
Available Online: 31 March 2019 pharmaceutical dosage form, especially for oral drug administration. Oral
drugs that have low dissolution rates often require high doses loading to
Keywords:
Dissolution Rate improve the absorption and effectiveness in order to achieve therapeutic
Solubility Rate concentration. The increasing of drug dose is a less safe alternative solution,
Surfactant therefore researchers have developed physics, chemistry, and other
Therapeutic Effect modification in order to increase dissolution rate. These methods such as
Corresponding Author: salt formation, prodrug formation, particle size reduction (micro-
Reynelda Juliani Sagala crystallization), co-grinding, crystal modification, micellar solubilization and
Prodi Farmasi, FKIK, complex formation, solid dispersion and self emulsifying. This review paper
Universitas Katolik Atma Jaya will focus on different methods that will be compared with the present of
Jakarta, 14440, Indonesia
Mobile : (+62) 82168116846 surfactant in these methods. The present of surfactants was able to overcome
Email: the limitation of each methods with a mechanism for reducing surface
reynelda.juliani@atmajaya.ac.id tension, micellar formation, reducing contact angle and increasing of wetting
behaviour. Therefore, the present of surfactant in modification of drug
dosage form could be considered to increase dissolution rate in order to
achieve therapeutic effect.

Copyright © 2019 JFG-UNTAD


This open access article is distributed under a Creative Commons Attribution (CC-BY-NC-SA) 4.0 International license.

How to cite (APA 6th Style):


Sagala, R. J., (2019). Review: Metode Peningkatan Kecepatan Disolusi Dikombinasi Dengan Penambahan Surfaktan. Jurnal
Farmasi Galenika : Galenika Journal of Pharmacy, 5 (1), 84-92. doi:10.22487/j24428744.2019.v5.i1.12360.

84
Sagala, R. J./Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) 2019; 5 (1): 84-92

ABSTRAK

Kecepatan disolusi dan kelarutan merupakan parameter yang perlu ditentukandalam mendesain suatu sediaan
farmasi khususnya obat peroral. Obat oral yang memiliki kecepatan disolusi yang rendah sering membutuhkan
dosis yang tinggi untuk memperbaiki absorbsi dan efektivitas obat yang rendah agar mencapai konsentrasi
terapeutik. Pengatasan dengan peningkatan dosis obat merupakan alternatif solusi yang kurang aman sehingga
peneliti telah banyak melakukan modifikasi fisika, kimia, dan teknik lainnya untuk meningkatkan kecepatan
disolusi. Metode peningkatan kecepatan disolusi seperti pembentukan garam, pembentukan prodrug, penurunan
ukuran partikel (mikro-kristalisasi) Co-Grinding, modifikasi kristal, solubilisasi miselar dan pembentukan
kompleks, dispersi padat, self emulsifying. Pada review tulisan ilmiah ini akan fokus terhadap modifikasi fisik
dan kimia yang akan dibandingkan dengan modifikasi fisik dan kimia dikombinasi dengan penambahan
surfaktan. Penambahan surfaktan mampu mengatasi kekurangan masing –masing modifikasi dengan mekanisme
penurunan tegangan permukaan, pembentukan misel, pengurangan sudut kontak, dan peningkatan pembasahan.
Oleh karena itu, penambahan surfaktan dalam memodifikasi sediaan obat dapat meningkatan disolusi obat agar
tercapat efek terapetik yang diinginkan.

Kata Kunci : Kecepatan Disolusi; Kecepatan Kelarutan; Surfaktan; Efek Terapetik

PENDAHULUAN dari bentuk sediaan akan lebih cepat, sebaliknya


sediaan yang kecepatan disolusinya rendah maka
Sediaan farmasi dengan pemberian oral untuk kecepatan disolusi zat aktif dari bentuk sediaan akan
mencapai konsentrasi terapeutik dipengaruhi oleh lebih lambat, sehingga laju absorbsi obat lebih lambat
kecepatan disolusi dan ketersediaan hayati. dan menghasilkan bioavailabilitas yang rendah
Pemberian obat secara oral adalah rute pemberian (Abdou, 1989). Obat oral yang memiliki kecepatan
obat yang paling banyak digunakan karena disolusi yang rendah sering membutuhkan dosis yang
kemudahan pemberiannya. Obat generik yang tinggi untuk memperbaiki absorbsi dan efektivitas
beredar di Indonesia banyak dalam bentuk sediaan obat yang rendah agar mencapai konsentrasi
oral dan mendorong perusahaan obat untuk terapeutik(Kusumo & Mita, n.d.). Pengatasan dengan
memproduksi obat oral yang bioekivalen. Tetapi, peningkatan dosis obat merupakan alternatif solusi
terdapat hambatan utama yaitu obat yang termasuk yang kurang aman sehingga peneliti telah banyak
Biopharmaceutics Classification System (BCS) kelas melakukan modifikasi fisika, kimia, dan teknik
II (kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi) lainnya untuk meningkatkan kecepatan disolusi.
memiliki bioavailibilitas oral yang rendah karena
kelarutan obat yang rendah dalam cairan
Disintegrasi Deagregasi
gastrointestinal menyebabkan menunjukkan bahwa
absorpsi gastrointestinal yang rendah pula Sediaan Granul Partikel
(Lindenberg, Kopp, & Dressman, 2004).
Bioavabilitas sediaan oral tergantung pada beberapa K3 Proses
faktor termasuk kelarutan dalam air, permeabilitas K1 K2
Disolusi
obat, tingkat disolusi, dan metabolisme jalur
pertama(Ima et al., 2017)
Obat larut dalam Proses
Kecepatan disolusi dan kelarutan merupakan Absorbsi
parameter yang sangat penting dalam mendesain Ka
suatu sediaan farmasi khususnya obat peroral. Sesuai
diagram alir pada gambar 1, suatu sediaan sebelum
diabsorbsi di dalam darah, cairan tubuh lain, dan Obat di dalam darah, cairan
jaringan. Kelarutan obat merupakan proses awal yang tubuh lain, dan jaringan
terjadi dalam cairan pencernaan sebelum bahan obat
diabsorbsi di tempat absorbsi obat (k1,k2,k3),
kemudian (Cartensen, 1977). Sediaan yang tingkat Gambar 1. Skema disintegrasi dan disolusi (Wagner, 1971)
kelarutannya tinggi maka kecepatan disolusi zat aktif

85
Sagala, R. J./Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) 2019; 5 (1): 84-92

Modifikasi fisik berupa pengecilan ukuran partikel Sedangkan pada kadar yang lebih tinggi surfaktan
(mikronisasi & nanosuspensi), Ko-kristal, dispersi akan berkumpul membentuk agregat yang disebut
padat (campuran eutektik dan pelarutan), teknik misel (Shargel, Wu Pong, & Yu, 1999) sehingga
kriogenik. Modifikasi Kimia (Pembentukan garam, surfaktan mampu untuk meningkatkan kelarutan zat
penggunaan buffer, perubahan pH, penggunaan aktif obat yang rendah.
adjuvant/surfaktan, penggunaan kosolven,
hydrotrophy, dan Supercritical Fluid Process, METODE PENELITIAN
pembentukan self-emulsifying(Singh et al., 2008).
Pada ulasan ilmiah ini, penulis mencari sumber
Pada review tulisan ilmiah ini akan fokus terhadap informasi dan data primer dari internet dengan
modifikasi fisik dan kimia yang akan dibandingkan menggunakan mesin pencari secara online sejumlah
dengan modifikasi fisik dan kimia dikombinasi jurnal internasional dan nasional. Penelusuran
dengan penambahan surfaktan. Penambahan dilakukan secara manual pada daftar pustaka yang
surfaktan pada formulasi tablet menjadi salah satu relevan sehingga didapatkan sumber pencarian lain
modifikasi zat aktif obat untuk meningkatkan seperti menggunakan e-book atau e-journal.
kelarutannya yang rendah dalam air. Mekanisme Pencarian menggunakan kata kunci: disolusi;
surfaktan dalam meningkatkan kelarutan dengan kelarutan; dissolution; solubility; bioavailibiltas;
mengurangi tegangan antar muka, menurunkan sudut surfaktan; dispersi padat; self-emulsifying. Hal-hal
kontak, dan meningkatkan pembasahan dengan yang dipertimbangkan dalam kriteria inklusi dalam
terjadinya pemindahan fase udara pada permukaan pengambilan jurnal sebagai bahan review yang
dan menggantikannya dengan suatu fase cair (Martin, digunakan adalah membandingkan ada atau tidaknya
Swarbick, & A, 1993).Mekanisme surfaktan dalam penggunaan surfaktan yang dikombinasi dengan
menurunkan tegangan antarmuka antaraobat dan metode modifikasi fisika dan kimia dari sediaan obat
medium memfasilitasi untuk terbentuknya misel yang dalam perannya meningkatkan kelarutan dan disolusi
membawa molekul obat yang telah larut dalam obat. Kriteria eksklusi yang digunakan adalah metode
medium. (Martin et al., 1993) peningkatan kecepatan disolusi yang tidak
menggunakan surfaktan
Metode dispersi padat merupakan modifkasi bahan
obat dengan pendispersian bahan obat yang sukar HASIL DAN PEMBAHASAN
larut dalam air ke dalam suatu pembawa yang mudah
larut sehingga akan mengurangi ukuran partikel, atau Kecepatan disolusi merupakan parameter yang
menentukan kecepatan absorbsi obat di tempat
diusahakan terbentuknya polimorf yang lebih mudah
absorbsi obat yang diinginkan. Beberapa metode
larut (Sharma & Jain, 2010). Self-emulsifying adalah
campuran minyak dan surfaktan, yang dapat yang dapat digunakan untuk meningkatkan kecepatan
beremulsi secara spontan untuk menghasilkan disolusi adalah pembentukan garam, pembentukan
prodrug, penurunan ukuran partikel (mikro-
partikel emulsi minyak dalam air saat kontak dengan
kristalisasi) Co-Grinding, modifikasi kristal,
fase air dibawah pengaruh pengadukan (Patil,
Praveen, Rani, & Paradakar, 2005) solubilisasi miselar dan pembentukan kompleks,
modifikasi kristal, solubilisasi miselar dan
Misel akan terbentuk pada penggunaan konsentrasi pembentukan kompleks, dispersi padat. Akan tetapi,
surfaktan yang lebih tinggi yang akan berkumpul terdapat kelemahan dari beberapa metode yang
membentuk agregat pada Critical Micelle membutuhkan eksipien lain yaitu surfaktan dalam
Concentration (CMC) (Gambar 2). Tempat absorbsi desain sediaan obat tersebut. Hasil penelitian
obat, surfaktan dan membran mengandung komponen melaporkan bawah beberapa metode peningkatan
penyusun yang sama sehingga diasumsikan surfaktan kecepatan disolusi yang apabila dikombinasi dengan
mempu berinteraksi kompleks dengan obat tertentu. surfaktan mempu menghasilkan jumlah obat yang
(Attwood & Florence, 1985); (Sudjaswadi, 1991). terdisolusi lebih besar dibandingkan tanpa surfaktan
Kenaikan konsentrasi surfaktan, tegangan permukaan dan menjadikan sediaan lebih stabil, terlihat pada
menurun namun ketika telah mencapai CMC maka tabel 1.
tegangan permukaan akan selalu tetap meskipun
konsentrasi surfaktan ditambah (Martin et al., 1993).

86
Sagala, R. J./Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) 2019; 5 (1): 84-92

Tabel 1. Metode Peningkatan Kecepatan Disolusi dan Keberadaan Surfaktan dalam Modifikasi Metode tersebut

Metode Parameter Obat Jumlah Obat yang Referensi


Peningkatan Terdisolusi
Kecepatan
Disolusi
Pembentukan 1. Ibuprofen Setelah menit ke-10: (Hadisoewignyo,
garam 2. Natrium Ibuprofen 1. 32% 2009)
2. 72%
Pembentukan 1. Karbamazepin Setelah menit ke-30: (Isadiartuti,
prodrug 2. Prodrug-Karbamazepin-Gli 1. 31.40% 2015)
3. Prodrug-Karbamazepin-Ala 2. 62.98%
4. Prodrug-Karbamazepin-Lis 3. 101.83%
5. Campuran fisik-Karbamazepin-Gli 4. 85.04%
6. Campuran fisik-Karbamazepin-Ala 5. 55.71%
7. Campuran fisik-Karbamazepin-Lis 6. 51.94%
7. 68.82%
Penurunan 1. Ketoprofen Setelah menit ke-60: (Hilaliyati, Ben,
ukuran 2. Campuran Fisik Ketoprofen + 1. 44.376% & Zaini, 2017)
partikel HPMC (1:1) 2. 52.788%
(mikro- 3. Ketoprofen + HPMC (1:1) 3. 68.114%
kristalisasi) 4. Ketoprofen + HPMC (1:2) 4. 61.076%
Co-Grinding 5. Ketoprofen + HPMC (2:1) 5. 88.612%
Modifikasi 1. Pirimetamin (PIR) Kelarutan Pirimetamin (Peratiwi et al.,
kristal 2. Ko-Kristal PIR-FUM (mg/ml): 2018)
1. Air: 0.045
Dapar pH 1.2: 0.978
Dapar pH 4.5: 2.187 Dapar
pH 6.8:
0.063
Kelarutan Ko-kristal PIR-
FUM (mg/ml):
2. Air: 0.945
Dapar pH 1.2: 1.014 (mg/ml)
Air Dapar pH 4.5: 0.636
Air Dapar pH 6.8:
0.904

Solubilisasi 1. Fenilbutazon Setelah 60 menit: (Agustin,


miselar dan . Kompleks inklusi Fenilbutazon dengan 1. 92.115% Lestari, &
pembentukan β-siklodekstrin rasio molar 1:1 2. 102.228% Halim, 2015)
kompleks . Kompleks inklusi Fenilbutazon dengan 3. 102.195%
β-siklodekstrin rasio molar 2:1 4. 103.747%
. Kompleks inklusi Fenilbutazon dengan
β-siklodekstrin rasio molar 1:2

87
Sagala, R. J./Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) 2019; 5 (1): 84-92

Dispersi padat 1. Ibuprofen-PVP K90 (1:0.125) Setelah 45 menit: (Retnowati &


2. Ibuprofen-PVP K90 (1:0.25) 1. 54.89% Setyawan, 2010)
3. Ibuprofen-PVP (1:0.5) 2. 44.03%
3. 51.76%

Dispersi Padat 1. Dispersi Padat Ketoprofen-PEG 4000 1. 56.9% (Alatas, 2006)


+ Surfaktan dalam 5 menit 2. 29.1%
2. Campuran Fisik Ketoprofen-PEG 4000 3. 72.1%
3. Dispersi Padat Ketoprofen-PEG 4000- 4. 56.3%
Natrium lauril sulfat selama 5 menit
. Campuran Fisik Ketoprofen-PEG 4000-
Natrium lauril sulfat
Penambahan 1. Piroxicam-0% PS 80 Setelah 15 menit (Suhesti, 2009)
surfaktan 2. Piroxicam-1% PS 80 1. 59.51%
3. Piroxicam-3% PS 80 2. 64.31%
4. Piroxicam-5% PS 80 3. 78.43%
4. 84.12%

1. Piroxicam-Tween 1.0% Tetapan Permeabilitas Semu (Karim,


2. Piroxicam-Tween 1.5% (Papp) Zulkarnain, &
3. Piroxicam-Tween 2.0% 1. 0.2591 Kusumawida,
4. Piroxicam-PEG 400 1.0% 2. 0.3939 2008)
5. Piroxicam-PEG 400 1.5% 3. 0.3514
6. Piroxicam-PEG 400 2.0% 4. 0.3866
5. 0.2280
6. 1.0546
1. Ketoprofen-SLS 0% Setelah 30 menit (Pratama,
2. Ketoprofen-SLS 0.5% 1. 14.641% Siswanto, &
3. Ketoprofen-SLS 1% 2. 29.668% Suparman,
4. Ketoprofen-SLS 1.5% 3. 32.063% 2012)
4. 35.814%
Mikrokristal 1. Kristal Nifedipin-NLS 1% Setelah 120 menit : (Wikarsa &
dan 2. Kristal Nifedipin-NLS 3% (Surfaktakn NLS): Samaria, 2012)
penambahan 3. Kristal Nifedipin-NLS 5% 1. 36.74%
surfaktan 4. Kristal Nifedipin-PLX 1% 2. 31.29%
5. Kristal Nifedipin-PLX 3% 3. 39.45%
6. Kristal Nifedipin-PLX 5% Surfaktan PLX:
4. 37.34%
5. 42.67%
6. 36.60%

Self 1. Gliklazid-SLS 1:0.25 Setelah 15 menit : (Anonim, 2013)


Emulsifying + 2. Gliklazid-SLS 1:0.5 1. 56.9%
surfaktan 3. Gliklazid-SLS 1:2 2. 71.18%
4. Gliklazid-SLS 1:4 3. 80.59%
4. 107.57%

88
Sagala, R. J./Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) 2019; 5 (1): 84-92

Surfaktan sebanyak 1.5% menghasilkan tablet dengan


kecepatan disolusi yang paling baik setelah 30 menit.
Struktur surfaktan yang menyebabkan adanya afinitas Penambahan eksipien surfaktan atau polimer (Tween
tertentu baik terhadap zat polar maupun nonpolar, atau PEG 400 ) memiliki kemampuan yang serupa
dominan hidrofilik, dominan lipofilik, atau berada dalam meningkatkan laju disolusi Piroxicam.
tepat diantara keduanya. Hal ini menyebabkan zat ini
diadsorpsi pada antarmuka cair/gas, cair/cair, dan Sediaan Obat +Mikrokristal (Penurunan Ukuran
cair/padat yang akan mengurangi tegangan Partikel)+Polimer+Surfaktan
permukaan atau tegangan antarmuka (Martin et al.,
1993). Jenis surfaktan dibagi berdasarkan muatannya Modifikasi ukuran partikel merupakan cara yang
yaitu surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan paling banyak digunakan dalam meningkatkan
nonionik. Surfaktan nonionik yaitu surfaktan dengan kecepatan disolusi, hal ini sesuai dengan persamaan
alkil yang tidak bermuatan. Jenis surfaktan ini yang Noyes dan Whitney (1897) yang menyatakan bahwa
banyak digunakan dalam bidang farmasi contohnya kecepatan disolusi merupakan suatu ukuran yang
polisorbat 80 dengan mekanisme penurunan tegangan menentukan banyaknya suatu zat terlarut dalam
antarmuka antara obat dan medium sekaligus pelarut tertentu setiap satuan waktu. Ukuran yang
membentuk misel yang membawa molekul obat agar dimaksud merupakan pengurangan ukuran partikel
larut dalam medium (Gambar 2). Oleh karena itu, yang baisanya dilakukan dengan mikronisasi.
jenis surfaktan ini banyak digunakan karena dapat Modifikasi dengan pengecilan ukuran partikel cukup
dapat mempercepat waktu hancur dan disolusi tablet sering dilakukan di industri karena biaya produksi
(Martin et al., 1993). yang lebih rendah, cepat dan mudah dilakukan untuk
scale-up. Tetapi, metode ini memiliki kekurangan
yang dapat menimbulkan efek elektrostatistik dan
distribusi ukuran partikel yang lebar (Chaumeil,
1998). Pemberian energi yang besar dalam proses
pengecilan menimbulkan kerusakan kristal yang
menyebabkan ketidakstabilan termodinamika kristal
(Parrot, 1990). Perubahan sebagian bentuk amorf
menjadi bentuk kristal pada permukaan merupakan
sifat dari bentuk metode pengecilan ukuran partikel.
Perubahan lain seperti aliran, aglomerasi, distribusi
Gambar 2. Pembentukan misel saat kadar surfaktan diatas partikel yang lebar juga dapat mempengaruhi
konsentrasi CMC formulasi. Oleh karena itu, hal ini dapat diatasi
dengan penambahan surfaktan yang berperan dalam
Sediaan Obat + Surfaktan pembentukan mikrokristal melalui pengendapan
antisolvent. Penelitian terhadap laju disolusi kristal
Surfaktan memiliki kemampuan untuk menurunkan
Nifedipin yang ditambah dengan surfaktan NLS dan
tegangan permukaan, sebagai bahan pembasah, bahan
PLX. Surfaktan ini sebagai stabilisator yang
pengemulsi atau emulsifying agent dan bahan pelarut
mencegah terbentuknya aglomerat melalui
atau solubilizing agent (Ansel, 1989). Obat dengan
pembentukan lapisan permukaan mikrokristal
kelarutan rendah dapat diatasi dengan penambahan
nifedipin yang terbentuk dan meningkatkan
eksipien yang dapat meningkatkan kecepatan disolusi
pembasahan kristal (Rasenack & Müller, 2004).
tablet yaitu surfaktan, seperti pada penelitian
penggunaan polisorbat 80 yang merupakan surfaktan Sediaan Obat + Dispersi Padat + Surfaktan
non ionik dapat meningktakan laju disolusi
paraetamol dan penambahannya sebanyak 3% Istilah sistem dispersi padat didefenisikan sebagai
menghasilkan tablet dengan laju disolusi yang paling dispersi lebih dari satu senyawa obat dalam matriks
baik (Najib, 2010). Peningkatan laju disolusi tablet inert yang dibentuk dalam keadaan padat dengan
piroxicam juga dilaporkan dengan penambahan metode pelarutan, pelelehan atau gabungan keduanya
polisorbat 80 sebanyak 5% menghasilkan nilai laju (PVP disolusi surktn). Teknik dispersi padat
disolusi yang tertinggi. Penelitian yang sama dengan meningkatkan solubilisasi, pembasahan, mengecilkan
penggunaan SLS yang dapat meningkatkan ukuran partikel, dan menghambat terjadinya
kecepatan disolusi ketoprofen dan penambahan kristalisasi bahan obat. Penggunaan polimer dalam

89
Sagala, R. J./Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) 2019; 5 (1): 84-92

teknik dispersi padat kurang praktis untuk bahan obat Penambahan surfaktan mampu mengatasi kekurangan
yang memiliki dosis relatif besar (≥100 mg) karena masing- masing modifikasi dengan mekanisme
peningkatan laju disolusi sangat dipengaruhi oleh penurunan tegangan permukaan, pembentukan misel,
jumlah polimer, sehingga akan membutuhkan pengurangan sudut kontak, dan peningkatan
polimer dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu pembasahan. Oleh karena itu, penambahan surfaktan
masalah ini dapat diatasi dengan pembentukan sistem dalam memodifikasi sediaan obat dapat meningkatan
terner dengan penambahan surfaktan yang dapat disolusi obat agar tercapat efek terapetik yang
mengurangi penggunaan polimer dan meningkatkan diinginkan.
laju disolusi.(Hartono, n.d.)
DAFTAR PUSTAKA
Penelitian oleh Fikri (2006), kelarutan ketoprofen
ditingkatkan dengan penambahan PEG 4000 dan Abdou, H . (1989). Dissolution, Bioavailability and
dengan atau tanpa penambahan surfaktan. Hasil Bioequivalence. Easton: Mack Publishing
penelitiannya menunjukkan bahwa sistem dispersi Comp.
padat ketoprofen-PEG 4000-SLS memiliki laju
disolusi yang lebih baik daripada sistem dispersi Agustin, R., Lestari, F. I., & Halim, A. (2015).
padat ketoprofen-PEG 4000. Penelitian dengan ABSTRAK Fenilbutazon merupakan obat Anti
penambahan SLS sebagai surfaktan dalam formulasi Inflamasi Non Steroid (NSAID) dan
tablet ketoprofen dengan variasi konsentrasi (SLS) diklasifikasikan dalam kelas II dari. Kartika-
dapat meningkatkan kelarutan ketoprofen. Jurnal Ilmiah Farmasi, 3(1), 14–19.

Sediaan Obat Self-emulsifying+ Surfaktan Alatas, F. (2006). Pengaruh konsentrasi PEG 4000
terhadap laju disolusi ketoprofen dalam sistem
Pengadukan minyak dan surfaktan yang membentuk dispersi padat ketoprofen-PEG 4000, 17(2),
emulsi spontan yang menghasilkan partikel emulsi 57–62.
minyak dalam air saat kontak dengan fase air(Patil et Anonim. (2013). Pengembangan Sistem
al., 2005). Dalam bidang formulasi teknologi sediaan Penghantaran Obat Solid Self-Emulsifying
padat seperti pembuatan tablet, granul, dan pellet Mikropartikel Gliklazid untuk Meningkatkan
self-emulsifying metode ini menjadi pilihan yang Disolusi. Majalah Ilmu Kefarmasian, 8(1), 48–
perli dipertimbangkan dalam pengubahan bentuk cair 57.
self-emulsifying menjadi bentuk padat/serbuk (solid
self-emulsifying).Pembuatan sediaan mikropartikel Ansel, H. . (1989). Pengantar Bentuk Sediaan
self-emulsifying dengan menggunakan surfaktan Farmasi. Jakarta: UI Press.
dapat menurunkan ukuran partikel derajat
kristalinitas serta meningkatkan kelarutan dan Attwood, D., & Florence, A. . (1985). Surfactan
kecepatan disolusi obat. System (I). London, New York: Chapman and
Hall.
KESIMPULAN
Cartensen, J. (1977). Pharmaceutics of Solids Dosage
Laju absorbsi obat oral sangat tergantung kecepatan and Solid dosage Form. A Wiley Interscience
disolusi zat aktif dari bentuk sediaanya. Apabila laju Publication John, (New York:John Wiley and
disolusi obat yang rendah maka diperlukan dosis Sons), 133–135, 154–159, 216–218.
yang lebih besar untuk mencapai dosis terapetik, oleh
karena itu modifikasi menjadi pilihan efektif dalam Chaumeil, J. (1998). Micronization: A Method of
meningkatkan disolusi yaitu dengan metode fisika, Improving The Bioavailability of Poorly
kimia, dan teknik lain. Tetapi, beberapa metode Soluble Drugs. Meth.Find. Exp. Clin.
memiliki kekurangan seperti mikrokristal (penurunan Pharmacol, 20, 211–215.
ukuran partikel) dapat menimbulkan efek
elektrostatistik, aglomerasi dan distribusi obat yang Hadisoewignyo, L. (2009). Pembuatan garam
tidak homogen. Metode lain seperti dispersi padat ibuprofen dan aplikasinya dalam sediaan tablet
yang kurang praktis untuk bahan obat yang memiliki dosage form, 20(3), 141–150.
dosis relatif besar (≥100 mg). Metode self-emulsfying Hartono, E. P. (n.d.). Skripsi Pengaruh Poloxamer
kurang efektif dalam menghasilkan bentuk serbuk.

90
Sagala, R. J./Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) 2019; 5 (1): 84-92

188 terhadap Disolusi Alopurinol dalam (2005). Bioavailability Assessment of


Dispersi Padat Alopurinol-PVP K-30- Ketoprofen Incorporated in Gelled Self-
Poloxamer 188. Universitas Airlangga. Emulsifying Formulation. A. Technical Note.
AAPS, 1, E9–E13.
Hilaliyati, N., Ben, E. S., & Zaini, E. (2017).
Peningkatan Laju Disolusi Ketoprofen dengan Peratiwi, R. P., Alatas, F., Wahyuni, F., Sugandi, R.,
Teknik Co-grinding Menggunakan Polimer Ratih, H., & Hermanto, F. (2018). Pengaruh
Hidroksipropil Metilselulosa E6. Jurnal Sains Pembentukan Ko-Kristal Pirimetamin-Asam
Farmasi & Klinis, 3(May), 193–201. Fumarat terhadap Kelarutan dan Laju
Disolusinya. Kartika-Jurnal Ilmiah Farmasi,
Ima, A., Patihul, D., Studi, P., Apoteker, P., Farmasi, 4(1)(June 2016), 31–36.
F., & Padjadjaran, U. (2017). Artikel Tinjauan:
Teknik Meningkatkan Kelarutan Obat. Pratama, A. W., Siswanto, A., & Suparman. (2012).
Farmaka, 15, 49–57. Pengaruh Penambahan Sodium Lauril Sulfat
(SLS) sebagai Surfaktan terhadap Sifat Fisik
Isadiartuti, D. (2015). Disertasi Pembentukan dan Uji Disolusi Tablet Ketoprofen.
Prodrug Karbamazepin-Asam Amino sebagai Pharmacy, 09(03), 11–22.
Upaya Memperbaiki Sifat Fisikokimia dan
Bioavailabilitas Karbamazepin. Universitas Rasenack, N., & Müller, B. W. (2004). Micron‐Size
Airlangga. Drug Particles: Common and Novel
Micronization Techniques. Pharmaceutical
Karim, A., Zulkarnain, A. K., & Kusumawida, A. Development and Technology, 9(1), 1–13.
(2008). Pengaruh penambahan tween 80 dan
poli- etilen glikol 400 terhadap absorpsi Retnowati, D., & Setyawan, D. (2010). Peningkatan
piroksikam melalui lumen usus in situ The Disolusi Ibuprofen dengan Sistem Dispersi
influence of tween 80 and polyethylen glycol Padat Ibuprofen-PVP, (April).
400 on piroxicam absorption from rat intestinal
lumen in situ, 19(1), 25–31. Shargel, L., Wu Pong, S., & Yu, A. B. . (1999).
Applied Biopharmaceutics and
Kusumo, N. N., & Mita, S. R. (n.d.). Review: Pharmacokinetics (5th ed.). Singapore:
Pengaruh Natural Binder pada Hasil Granulasi Mc.Graw and Hill.
Parasetamol. Farmaka, Suplemen V, 228–235.
Sharma, A., & Jain, C. (2010). Preparation and
Lindenberg, M., Kopp, S., & Dressman, J. B. (2004). characterization of solid dispersions of
Classification of orally administered drugs on carvedilol with PVP K30. Research in
the World Health Organization Model list of Pharmaceutical Sciences, 5(1), 49–56.
Essential Medicines according to the
biopharmaceutics classification system, 58, Singh, A., Chaurasiya, A., Singh, M., Upadhyay, S.,
265–278. Mukherjee, R., & Khar, K. (2008). Exemestane
Loaded Self-Microemulsifying Drug Delivery
Martin, A., Swarbick, J., & A, C. (1993). Farmasi System (SMEDDS). Development and
Fisik 2 (Edisi III). Jakarta: UI Press. Optimization. AAPS9, 2, 628–634.

Najib, A. (2010). Studi Komparasi Terhadap Laju Sudjaswadi, R. (1991). Tween 80 dan Stabilitas
Disolusi Tablet Parasetamol dengan Asetosal. Majalah Farmasi Indonesia, 2, 28–
Penambahan Polisorbat 80. Universitas 34.
Muslim Indonesia, Makassar.
Suhesti, T. S. (2009). Optimasi formula sediaan tablet
Parrot, E. (1990). Comminution. In: Swarbrick, J., piroksikam menggunakan bahan flowlac ,
Boylan, J.C. (Eds). In Encyclopedia of avicel dan compritol secara Simplex Lattice
Pharmaceutical Technology (Vol 3, p. pp.101- Design Optimization of piroxicam tablet
121). Marcel Decker, New York. formula using flowlac , 20(3), 156–162.

Patil, P., Praveen, S., Rani, R., & Paradakar, A. Wagner, J. . (1971). Biopharmaceutics and Relevant

91
Sagala, R. J./Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) 2019; 5 (1): 84-92

Pharmacokinetics (Edisi I). Hamilton: Drug


Intellegen Publication.

Wikarsa, S., & Samaria, F. (2012). Peningkatan


Disolusi Nifedipin dari Mikrokristalnya yang
Dibuat Melalui Pengendapan Antisolvent
dengan Keberadaan Poloxamer 188 atau
Natrium Lauril Sulfat, XXXVII(3), 110–115.

92

Anda mungkin juga menyukai