Anda di halaman 1dari 39

TINJAUAN INDUSTRI

A. Latar Belakang Berdirinya Balitsa


Balai penelitian tanaman dan sayuran ( BALITSA ) bertempat di Desa Cikole Kecamatan
Lembang Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Awal berdirinya tahun 1940, yang masih berada di
bawah naungan Balai Pertaahnian Bogor. Pada tahun 1962, berubah nama menjadi Kebun
Percobaan Holtikultura, cabang dari Lembaga Penelitian Holtikultura Pasar Minggu. Kemudian
padad tahun 1980 berubuah menjadi Balai Holtikultura Lembang. Barulah pada tahun 1995
berubah menjadi Balai Penelitian Tanaman dan Sayuran ( BALITSA ) yang dikenal hingga
sekarang.
Maksud didirikannya Balai Penelitian Tanaman dan Sayuran adalah untuk melakukan
penelitian strategis sayuran berbasis pengolahan Sumber Daya Alam, untuk menumbuhkembangkan
pengelolaan tanaman secara terpadu yang efisien dan aplikatif, dalam rangka membangun sistem dan
usaha agronesia, dan membangun energi kinerja dengan masyarakat agrobisnis sayuran.
Penelitian BALITSA meliputi :
1. Bakteriologi
2. Benih
3. Bio Molekul

4. Entomologi
5. Fisiologi Hasil
6. Fisiologi Tanaman
7. Mikologi
8. Nematologi
9. Tanah dan Pupuk
10. Virologi
Keberadaan Balai Penelitian Tanaman dan Sayuran ( BALITSA ) :

 Desa Cikole,Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat


 Ketinggian tempat : 1250 mdpl
 Jenis tanah : Andosol
 Tipe iklim :B
 Tempratur harian : 19 – 24°C
 Curah hujan :2207.5 / tahun

B. Visi dan Misi BALITSA


Visi
“Menjadi Lembaga Penelitian Sayuran Terkemuka Dalam Mewujudkan Sistem Pertanian -
Bioindustri Berkelanjutan”

Misi
1. Menciptakan, menghasilkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan reknologi
strategis sayuran
2. Melakukan pengembangan jaringan kerjasama nasional dan internasional melalui pola
kemitraan menuju kemendirian penelitian sayuran
3. Melakukan peningkatan kapasitas dan publisitas serta pelayanan prima dalam penelitian
sayuran.

C. Tujuan
menciptakan teknologi tepat guna untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha
agrobisnis sayuran.

D. Tugas Pokok
Melakukan penelitian tanamandan sayuran

E. Fungsi
1. Pelaksanaan penelitian genetika, pemuliaan, pembenihan, dan pemanfaatan plasma nutfah
tanaman sayuran
2. Pelaksanaan penelitian komponen teknologi sistem dan usaha agrobisnis sayuran
3. Pelaksanaan penelitian ekologi, fisiologi, pitopatrologi, entomologi tanaman sayuran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Tujuan dari Kegiatan Praktek Kerja Industri
SMK CHEMICA Bandung merupakan salah satu sekolah kejuaruan di Bandung yang ada di
bawah naungan Dinas Pendidikan Kota Bandung yang bertujuan untuk menciptakan sumber daya
manusia yang siap untuk terjun ke dalam dunia industri.
Untuk menciptakan hal tersebut, sekolah mengadakan hubungan kerja dengan berbagai institusi
pemerintahan dan industri se – Jawa Barat yang terkait alam program bidang SMKCHEMICA
Bandung.
Kegiatan ini dilaksanakan unutk mempersiapkan siswanya dalam menghadapi Praktek Kerja
Industri ( Prakerin ). Beryjuan untuk menambah wawasan siswanya sesuai dengan jurusannya,mencari
pengalaman di dunia industri. Dan juga untuk mempelajari organisasi perusahaan tempat praktek,
yang mencakup :
1. Riwayat Perusahaan ( perkembangan usaha )
2. Struktur organisasi
3. Disiplin kerja pemeliharaan tempat kerja dan lingkungan hidup
Dalam pelaksanaan Praktek Kerja Industri kita diharapkan dapat lebih memahami serta
melaksanakan :
1. Keselamatan kerja
2. Proses kerja / produksi
3. Pemeliharaan dan perawatan alat – alat laboratorium
4. Tata tertib penggunaan peralatan / bahan
Adapun maksud dan tujuan dari Praktek Kerja Industri ini adalah :
1. Media untuk menemukan titik kesesuaian kompetensi antara SMK dengan Instansi /
industri
2. Meningkatkan kemampuan siswa pada bidang knoeledge attitude, dan skill,sesuai
tuntutan Instansi / industri
3. Menyiapkan tenaga kerja yang siap pakai
4. Sebagai input untuk perbaikan kurikulum SMK yang selalu mengadopsi pada kebutuhan
pasar
5. Menjalin antara kerjasama antara SMK CHEMICA Bandung dengan Instansi / Industri

1.2 Manfaat dari Diadakannya Praktek Kerja Industri ( PRAKERIN )


Adapun manfaat yang diadakannya Praktek Kerja Industri ( PRAKERIN ) diantaranya :
1. Siswa mendapatkan pengetahuan yang lebih pada saat melaksanakan Praktek Kerja
Industri dan lebih memahami teori yang telah diajarkan di sekolah
2. Siswa yang telah melaksanakan prakerin lebih siap untuk menghadapi dunia kerja
3. Siswa lebih mengetahui organisasi didunia kerja dan menambah hubungandengan dunia
indutri
4. Siswa dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang belum diajarkan di sekolah
5. Prosedur kerja yang ada di industri dapat diterapkan oleh siswa di sekolah
6. Siswa dapat mengetahui dan memahami peralatan yang lebih canggih dan modern yang
terdapat di industri.
1.3 Pelaksanaan Praktek Kerja Industri ( PRAKERIN )
Kegiatan ini berlangsung selama 6 bulan terhitung dari 4 Juli 2022 hingga 31 Desember 2022
yang bertempat di Laboratorium Fisiologi Hasil di Balai Penelitian Tanaman dan Sayuran
( BALITSA ) Lembang.

1.4 Perumusan Masalah


Laboratorium Fisiologi Hasil BALITSA melakukan beberapa pengujian, diantaranya :
1. Kadar air
2. Kadar abu
3. Kadar karbohidrat
4. Kadar gula total
5. Kekerasan / tekstur
6. Kadar lemak / minyak
7. Kadar protein
8. Kadar vitamin C
9. TSS ( Total Soluble Solid )
10. Keasamaan
11. Kadar pati
12. Kadar serat
13. Viskositas

1.5 Tujuan Penulisan Laporan


Adapun tujuan penulis laporan ini diantaranya :
1. Memantapkan siswa dalam pengembangan dan penerapan pelajaran dari sekolah dan tempat
Praktek Kerja Industri
2. Siswa mampu mencari alternatif lain dalam pemcahan masalah analisis kimia
3. Menambahkan koleksi pustaka di perpustakaan sekolah maupun di industri, sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan, baik bagi penyusun maupun pembaca.
1.6 Struktur Organisasi Balai Penelitian Sayuran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu
pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperature 273,15 K (0ºC). Air merupakan pelarut yang
kuat, melarutkan banyak zat kimia. Zat-zat yang larut dengan baik dalam air (misalnya garam-
garam) disebut sebagai zat-zat “hidrofilik” (pencinta air), dan zat-zat yang tidak mudah
tecampur dengan air (misalnya lemak dan minyak), disebut sebagai zat-zat “hidrofobik” (takut
air) (Wulanriky, 2011).
Meskipun sering diabaikan, air merupakan salah satu unsur penting dalam makanan.
Air sendiri meskipun bukan merupakan sumber nutrien seperti bahan makanan lain, namun
sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimia organisme hidup. Salah satu
pertimbangan penting dalam penentuan lokasi pabrik pengolahan bahan makanan adalah
adanya sumber air yang secara kualitatif memenuhi syarat. Dalam pabrik pengolahan
pangan, air diperlukan untuk berbagai keperluan misalnya : pencucian, pengupasan umbi atau
buah, penentuan kualitas bahan (tenggelam atau mengambang), bahan baku proses, medium
pemanasan atau pendinginan, pembentukan uap, sterilisasi, melarutkan dan mencuci bahan
sisa (Sudarmadji,2003).
Air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam berbagai bentuk :
1. Air bebas, air ini terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular dan pori-pori yang
terdapat pada bahan.
2. Air yang terikat secara lemah, air ini teradsorbsi pada pemukaan kolloid
makromolekuler seperti protein, pektin pati, sellulosa. Selain itu air juga terdispersi
diantara kolloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam
sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas dan dapat
dikristalkan pada proses pembekuan. Ikatan antara air bebas dengan kolloid tersebut merupakan
ikatan hidrogen.
3. Air dalam keadaan terikat kuat, air ini membentuk hidrat. Ikatannya bersifat ionik
sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku meskipun
pada 0ºF.
Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan
bahan makanan misalnya proses mikrobilogis, kimiawi, ensimatik, bahkan oleh aktivitas
serangga perusak (Sudarmadji,2003).
Penentuan kadar air dalambahan pangan dapat dilakukan dalam beberapa metode, yaitu
metode kimia, pengeringanbiasa ( dengan oven biasa ), destilasi, khusus ( kromatografi, nuclear
magnetic resonance / NMR ). Pada praktikum biasanya metode yang digunakan adalah metode
pengeringan dengan oven biasa dan metode destilasi. Kadar air dengan metode oven berprinsip pada
kehilangan bobot pada pemanasan 105°C dianggap sebagai kadar air yang terdapat pada contoh.
Persentase kadar air (wb) pada metode oven dapat diperoleh dengancara wet basis :
% kadar air = ( W akhir – W cawan ) x 100%
W sampel

Dan untuk metode destilasi dapat menggunakan peritungan :


% Kadar air = V air yang tertampung x 100%
W sampel

Setiap bahan biladiletakkan dalam udara terbuka kadar airnya akanmencapai keseimbangan dengan
kelembapan udara disekitarnya. Kadar air bahan ini disebut dengan kadar air seimbang tertentu pula.
Dengan demikian dapat dibuat hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembapan dengan
kelebapan relative.

2.1.1 Air Dalam Bahan Makanan


Menurut derajat keterikatan air, air terikat dapat dibagi atas empat tipe :

Tipe I, adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan
hidrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain
yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat, protein, atau garam. Air tipe ini
tidak dapat membeku pada proses pembekuan, tetapi sebagian air ini dapat dihilangkan dengan
cara pengeringan biasa. Air tipe ini terikat kuat dan sering kali disebut air terikat dalam arti
sebenarnya.
Tipe II, yaitu moleku l-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain,
terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Air jenis ini lebih sukar
dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan aw (water activity).
Bila sebagian air tipe II dihilangkan, pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang
merusak bahan makanan seperti reaksi browning, hidrolisis, atau oksidasi lemak akan
dikurangi. Jika air tipe II dihilangkanseluruhnya, kadar air bahan akan berkisar antara 3 - 7
%, dan kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai, kecuali pada produk-produk yang
dapat mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak jenuh.
Tipe III, adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti
membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe III inilah yang sering kali disebut dengan air
bebas. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan
media bagi reaksi-reaksi kimiawi. seluruhnya, kadar air bahan akan berkisar antara 3 − 7%,
dan kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai, kecuali pada produk-produk yang dapat
mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak jenuh. Apabila air tipe III ini
diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12 −25% dengan aW Selain tipe-tipe air
seperti disebutkan di atas, air dibedakan pula menjadi air ambisi dan air Kristal. Air ambisi
merupakan air yang masuk ke dalam bahan pangan dan akan menyebabkan pengembangan
volume, tetapi air ini tidak merupakan komponen penyusun bahan tersebut. Misalnya air
dengan beras bila dipanaskan akan membentuk nasi, atau pembentukan gel dari bahan pati. Air
kristal adalah air terikat dalam semua bahan, baik pangan maupun nonpangan yang berbentuk
Kristal, seperti gula, garam, CuSO (water activity) kira-kira 0,8 tergantung dari jenis bahan dan
suhu.
Tipe IV, adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni, dengan
sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh (Sudarmadji, 1986; Winarno, 1989). Selain tipe-tipe air
seperti disebutkan di atas, air dibedakan pula menjadi air ambisi dan air Kristal. Air ambisi
merupakan air yang masuk ke dalam bahan pangan dan akan menyebabkan pengembangan
volume, tetapi air ini tidak merupakan komponen penyusun bahan tersebut. Misalnya air
dengan beras bila dipanaskan akan membentuk nasi, atau pembentukan gel dari bahan pati. Air
kristal adalah air terikat dalam semua bahan, baik pangan maupun nonpangan yang berbentuk
Kristal, seperti gula, garam, CuSO₄, dan lain-lain (Winarno, 1989).
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan
terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan a, w, yaitu jumlah air bebas yang dapat
digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme
mempunyai aW minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri aw 0,90; khamir
aw 0,80 - 0,90; kapang aw 0,60 - 0,70. (Winarno, 1989).
Pada bahan makana isotern sorpsi air dapat menggambarkan kandungan air yang dimiliki
bahan tersebut sebagai keadaan kelembapan relatif ruang tempat penyimpanan.
Bentuk isotern ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian, tergantung dari keadaan air dalam
bahan pangan tersebut.
2.1.2 Penentuan kadar air
Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat
bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven
pada suhu 105°C -110°C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum
dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan
panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain pemanasan dilakukan
dalamoven vakum dengan suhu byang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa
pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga
mencapai berat yang konstan.
Untuk bahan dengan kadar gula tinggi, kadar airnya dapat diukur dengan menggunakan
refraktrometer disamping menentukan padatan terlarutnya pula. Dalam hal ini, air dan gula dianggap
sebagai komponen-komponen yang mempengaruhi indeks refraksi.
Penentuan kandungan air dalam bahan makanan dapat dilakukan dengan berbagai cara,
dimana hal ini tergantung dari sifat bahannya. Dalam percobaan, analisa kadar air ditentukan dengan
metode pengeringan (Thermogravimetri). Prinsipnya adalah menguapkan air yang ada dalam bahan
dengan jalan pemanasan, kemudian menimbang bahan tersebut sampai berat konstan yang berarti
semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah, akan tetapi memiliki berbagai
kelemahan Diantaranya ialah:
a. Bahan lain selain air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap. Misalnya
alcohol, asam asetat, minyak aksim, dll.
b. Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap
lain. Contoh: gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi, dsb.
c. Bahan yang mengandung bahan yang mengikat air secara kuat sekali melepaskan airnya
meskipun sudah dipanaskan.
2.2 Abu
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organic dan air. Sisanya
terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga di kenal sebagai zat organic atau kadar abu.
Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah
disebut abu. Meskipun banyak dari elemen-elemen mineral telah jelas diketahui fungsinya pada
makanan ternak, belum banyak penelitian sejenis dilakuakan pada manusia. Karena itu peranan
berbagai unsur mineral bagi manusia masih belum sepenuhnya diketahui.
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan
komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya
dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam
garam yaitu:
1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat., pektat dan lain-lain
2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam
alkali
Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral dapat terbentuk sebagai senyawa yang
kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya
adalah sangat sulit. Oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa pembakaran garam
mineral tersebut yang dikenal dengan pengabuan. Komponen mineral dalam suatu bahan sangat
bervariasi baik macam maupun jumlahnya. Penentuan konsistensi merupakan mineral bahan hasil
pertanian yang dapat dibedakan menjadi dua tahapan yaitu: penentuan individu komponen.
2.2.1 Tujuan Penentuan Kadar Abu Total
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan antara lain :
1 Menentukan baik tidaknya suatu pengolahan. Dalam penggilingan gandum, misalnya
apabila masih banyak katul atau lembaga yang terikut maka tepung gandum tersebut akan memiliki
kadar abu yang tinggi
2. Mengetahui jenis bahan yang digunakan. Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk
memperkirakan kandungan buah yang digunakan dalam marmalade atau jelly. Kandungan abu juga
dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis
3. Penentuan parameter nilai gizi pada bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak
larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.
2.2.2 Cara penentuan kadar abu
Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Pengabuan cara Langsung (Cara Kering).
Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organic pada
suhu tinggi, yaitu sekitar 500°-600° C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal
setelah proses pembakaran tersebut. Mekanisme pengabuan pada percobaan ini adalah pertama-tama
krus porselin dioven selama 1 jam Krus porselin adalah tempat atau wadah yang digunakan dalam
pengabuan, karena penggunaannya luas dan dapat mencapai berat konstan maka dilakukan
pengovenan Kemudian didinginkan selama 30 menit, setelah itu dimasukkan eksikator. Lalu timbang
krus sebagai berat a gram. Setelah itu masukkan bahan (kentang halus) sebanyak 3 gram kedalam krus
dan catat sebagai berat b gram. Kemudian dimasukkan dalam tanur pengabuan sampai warna menjadi
putih keabu-abuan. Pengabuan yang dilakukan didalam muffle dilakukan melalui 2 tahap yaitu:
a. Pemanasan pada suhu 300° C yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi
kandungan bahan yang bersifat volatile dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang.
Pemanasan dilakukan sampai asap habis.
b. Pemanasan pada suhu 800" C yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun
porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada
perubahan suhu yang tiba-tiba
Setelah pengabuan selesai maka dibiarkan dalam tanur selama I hari. Sebelum dilakukan
penimbangan, krus porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan air yang mungkin
terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada bagian atas muffle berlubang
sehingga memungkinkan air masuk, kemudian krus dimasukkan dalam eksikator yang telah
dilengkapi zat penyerap air berupa silica gel. Setelah itu dilakukan penimbangan dan catat sebagai
bera e gram.
Beberapa kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara lansung
Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain:
a Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian, serta
digunakan untuk sample yang relative banyak,
b. Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang tidak
larut dalam asam, dan
c. Tanpa menggunakan reagensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko
akibat penggunaan reagen yang berbahaya Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain:
a. Membutuhkan waktu yang lebih lama,
b. Tanpa penambahan regensia,
c. Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan
d. Adanya kemungkinan kehilangan air karena tinggi
2. Pengabuan cara Tidak Langsung (Cara Basah)
Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam
bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alcohol
ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tunggi. Pemanasan
mengakibatkan gliserol alcohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan
menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat
membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas,
sehingga mempercepat proses pengabuan.
Mekanisme pengabuannya adalah pertama-tama krus porselin dioven selama 1 jam Kemudian
didinginkan selama 30 menit, setelah itu dimasukkan eksikator. Lalu timbang krus sebagai berat a
gram. Setelah itu masukkan bahan (kentang halus) sebanyak 3 gram kedalam krus dan catat sebagai
berat b gram. Kemudian ditambahkan gliserol alcohol 5 ml dan dimasukkan dalam tanur pengabuan
sampai warna menjadi putih keabu-abuan. Setelah terjadi pengabuan, abu yang terbentuk dibiarkan
dalam muffle selama 1 hari Sebelum dilakukan penimbangan, krus porselin dioven terlebih dahulu
dengan tujuan mengeringkan air yang mungkin terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle
dimana pada bagian atas muffle berlubang sehingga memungkinkan air masuk, kemudian krus
dimasukkan dalam eksikator yang telah dilengkapi zat penyerap air berupa silica gel Setelah itu
dilakukan penimbangan dan catat sebagai berat c gram.
Suhu yang tinggi menyebabkan elemen abu yang bersifat volatile seperti Na, S, Cl, K dan P
menguap. Pengabuan juga menyebabkan dekomposisi tertentu seperi K,CO, dan CaCO3. pengeringan
pada metode ini bertujuan untuk mendapatkan berat konstan Sebelum sample dimasukkan dalam krus,
bagian dalam krus dilapisi silica gel agar tidak terjadi pengikisan bagian dalam krus oleh zat asam
yang terkandung dalam sample.
Beberapa kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara tidak langsung
Kelebihan dari cara tidak langsung, meliputi :
a. Waktu yang diperlukan relatif singkat,
b. Suhu yang digunakan relatif rendah,
c. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relative rendah, d. Dengan penambahan
gliserol alkohol dapat mempercepat
pengabuan
e. Penetuan kadar abu lebih baik.
Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung meliputi:
a. Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun,
b. Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya, dan
c. Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan
Penetapan kadar abu pada simplisia meliputi penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu
yang tidak larut dalam asam, penetapan kadar abu yang larut air.
2.2.3 Penetapan Kadar Abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 mL asam klorida encer
(10%) selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui krus kaca
masir atau kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, dipijarkan hingga bobot tetap. timbang
Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
2.2.4 Penetapan Kadar Abu yang larut dalam air
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 ml air selama 5 menit,
dikumpulkan bagian yang tidak larut, disaring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu,
dicuci dengan air panas dan dipijarkan selama 15 menit pada suhu tidak lebih dari 450°C, sampai
bobot tetap, ditimbang Perbedaan bobot sesuai dengan jumlah abu yang larut dalam air. Kadar abu
yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara.

2.3 Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi
sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn pengatur Protein adlaah polimer
dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur umsur
C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.
Protein merupakan suatu polipeptida dengan BM yang sangat bervariasi dari 5000 samapi
lebih dari satu juta karena molekul protein yang besar, protein sangat mudah mengalami perubahan
fisis dan aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat alamiah dari
protein seperti panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif.
Struktur asam amino digambarkan sebagai berikut :

Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H, sedangkan
gugus amina akan menerima ion H", seperti reaksi berikut:

Oleh adanya kedua gugus tersebut asam amino dalam larutan dapat membentuk ion yang
bermuatan positif dan juga bermuatan negatif atau disebut juga ion amfoter (zwitterion). Keadaan ion
ini sangat tergantung pada pH larutan Apabila asam amino dalam air ditambah dengan basa, maka
asam amino akan terdapat dalam bentuk (1) karena konsentrasi ion OH yang tinggi mampu mengikat
ion-ion H+ pada gugus -NH3+.
Sebaliknya bila ditambahkan asam ke dalam larutan asam amino, maka konsentrasi ion H+
yang tinggi mampu berikatan dengan ion –COO- sehingga terbentuk gugus -COOH sehingga asam
amino akan terdapat dalam bentuk (II) (Anna Poedjiadi, 1994).

Dalam suatu sistem elektroforesis yang memiliki elektroda positif dan negatif, asam amino akan
bergerak menuju elektroda yang berlawanan dengan muatan asam amino yang terdapat dalam larutan
Apabila ion asam amino tidak bergerak ke arah negatif maupun positif dalam suatu sistem
elektroforesis maka pH pada saat itu disebut pH isolistrik Pada pH tersebut terdapat keseimbangan
antara bentuk-bentuk asam amino sebagai ion amfoter, anion dan kation
Gugus karboksil pada asam amino dapat dilepas dengan proses dekarboksilasi dan menghasilkan
suatu amina Gugus amino pada asam amino dapat bereaksi dengan asam nitrit dan melepaskan gas
nitrogen yang dapat diukur volumenya Van Slyke menggunakan reaksi ini untuk menentukan gugus
amino bebas pada asam amino, peptida maupun protein.
Pada dasarnya suatu peptida adalah asil-asam amino, karena gugus COOH dan -NH; membentuk
ikatan peptida Peptida didapatkan dari hidrolisis protein yang tidak sempurna. Apabila peptida yang
dihasilkan dihidrolisis lebih lanjut akan dihasilkan asam-asam amino.

Sifat peptida ditentukan oleh gugus -COOH, -NH, dan gugus R. Sifat asam dan basa pada
peptida ditentukan oleh gugus -COOH dan -NH2, namun pada rantai panjang gugus -COOH dan -
NH₂ yang terletak diujung rantai tidak lagi berpengaruh. Suatu peptida juga mempunyai titik isolistrik
seperti pada asam amino. Reaksi biuret merupakan reaksi warna untuk peptida dan protein.
Struktur protein dapat dibagi menjadi empat bentuk, primer, sekunder, tersier dan kuartener
Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer. Susunan tersebut akan
menentukan sifat dasar protein dan bentuk struktur sekunder serta tersier. Bila protein menandung
banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya kelarutannya kurang dalam air dibandingkan
dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofit Protein yang terdapat
dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan, antara lain :
1. Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan
2. Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman
3. Dapat mengalami dekomposisi proteolitik atau pemecahan oleh enzim-enzim
4. Dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhdap struktur sekunder,
tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen Karena itu
denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan
garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Winarno, 1992).
2.3.1. Denaturasi protein
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder,
tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovelen. Karena itu,
denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik, ikatan
garam dan aterbukanya lipatan atau wiru molekul protein.
Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang
ersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam Pelipatan atau
pembakikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan
mengendap Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut
putaran optis larutan protein juga akan meningkat.
Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur
sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan
ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi
karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier
terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti, ikatan hidrogen,
jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami
gangguan Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan kongulasi protein.

a. Denaturasi karena panas


Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar.
Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul
penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut.
Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak
untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam
mencerna protein tersebut.
Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya
menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen
yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan
peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit.

b. Alkohol dapat merusak ikatan hidrogen


Ikatan hidrogen terjadi antara gugus amida dalam struktur sekunder protein Ikatan hidrogen antar
rantai samping terjadi dalam struktur tersier protein dengan kombinasi berbagai asam amino
penyusunnya.

c. Denaturasi karena asam dan basa


Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph isoelektris yaitu ph dimana
protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi
yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan Asam dan basa dapat mengacaukan
jembatan garam dengan adanya muatan ionik. Sebuah tipe reaksi penggantian dobel terjadi sewaktu
ion positif dan negatif di dalam garam berganti pasangan dengan ion positif dan negatif yang berasal
dari asam atau basa yang ditambahkan. Reaksi ini terjadi di dalam sistem pencernaan, saat asam
lambung mengkoagulasi susu yang dikonsumsi.

d. Denaturasi karena logam berat


Garam logam berat mendenaturasi protein sama dengan halnya asam dan basa. Garam logam
berat umumnya mengandung Hg2, Pb, Ag" TI", Cd" dan logam lainnya dengan berat atom yang
besar. Reaksi yang terjadi antara garam logam berat akan mengakibatkan terbentuknya garam protein-
logam yang tidak larut.
Protein akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion logam Pengendapan oleh ion positif
(logam) diperlukan ph larutan diatas pi karena protein bermuatan negatif, pengendapan oleh ion
negatif diperlukan ph larutan dibawah pi karena protein bermuatan positif. Ion ion positif yang dapat
mengendapkan protein adalah, Ag", Ca", Zn", Hg". Fe", Cu" dan Pb", sedangkan ion-ion negatif yang
dapat mengendapkan protein adalah, ion salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan sulfosalisilat.
e. Garam logam berat merusak ikatan disulfida
Logam berat juga merusak ikatan disulfida karena affinitasnya yang tinggi dan kemampuannya
untuk menarik sulfur sehingga mengakibatkan denaturasi protein.
f. Agen pereduksi ikatan disulfida
Ikatan disulfida terbentuk dengan adanya oksidasi gugus sulfhidril pada sistein. Antara rantai
protein yang berbeda yang sama-sama memiliki gugus sulfhidril akan membentuk ikatan disulfida
kovalen yang sangat kuat. Agen pereduksi dapat memutuskan ikatan disulfida, dimana penambahan
atom hidrogen sehingga membentuk gugus tiol; SH.

Protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul protein bagian dalam
yang bersifat hidrofobik akan keluar, sedangkan bagian yang hidrofilik akan terlipat ke dalam
Pelipatan atau pembalikkan terjadi bila larutan protein mendekati pH isoelektris, lalu protein akan
menggumpal dan mengendap Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang dan menjadi
asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat Denaturasi protein dapat
disebabkan oleh panas, pH, bahan kimia, mekanik dan lain-lain.
Protein akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion logam Pengendapan oleh ion positif
(logam) diperlukan ph larutan diatas pi karena protein bermuatan negatif, pengendapan oleh ion
negatif diperlukan ph larutan dibawah pi karena protein bermuatan positif lon-ion positif yang dapat
mengendapkan protein adalah, Ag", Ca", Zn", Hg", Fe", Cu" dan Pb", sedangkan ion-ion negatif yang
dapat mengendapkan protein adalah, ion salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan sulfosalisilat
Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph isoelektris yaitu pH dimana
protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi
yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan.
Pada umumnya kadar protein di dalam bahan p pangan menentukan mutu bahan pangan itu
sendiri. Nilai gizi dari suatu bahan pangan ditentukan bukan saja oleh kadar nutrien yang
dikandungnya, tetapi juga oleh dapat tidaknya nutrien tersebut digunakan oleh tubuh. Salah satu
parameter nilai gizi protein adalah daya cernanya yang didefinisikan sebagai efektivitas absorbsi
protein oleh tubuh. Berdasarkan kandungan asam-asan amino esensialnya, bahan pangan dapat dinilai
apakah bergizi tinggi atau tidak. Bahan pangan bernilai gizi tinggi apabila mengandung asam amino
esensial yang lengkap serta susunannya sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Protein yang mudah dicerna menunjukkan tingginya jumlah asam-asam amino yang dapat diserap
oleh tubuh dan begitu juga sebaliknya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna protein
dalam tubuh adalah kondisi fisik dan kimia bahan. Makin keras bahan, maka akan menurunkan daya
cernanya dalam tubuh karena adanya ikatan kompleks yang terdapat di dalam bahan yang sifatnya
semakin kuat Ikatan ini dapat berupa ikatan antar molekul protein, ikatan protein- fitat, dan sebaginya.
Sedangkan kondisi kimia yaitu adanya senyawa anti gizi seperti tripsin inhibitor dan fitat.
Untuk menentukan kualitas protein dalam bahan makanan dapat dilakukan secara in vitro, yaitu
metode penentuan kulaitas protein secara khemis berdasarkan pada pemecahan protein oleh enzim
proteolitik seperti pepsin, tripsin, khimotripsin, dan aminopeptidase. Analisis ini memberikan
gambaran berlangsungnya proses pencernaan protein di lambung dan usus.
Enzim yang biasa digunakan dalam percobaan adalah enzim pepsin yang merupakan golongan
dari enzim endopeptidase, yang dapat menghidrolisis ikatan-ikatan peptida pada bagian tengah
sepanjang rantai polipeptida dan bekerja optimum pada pH 2 dan stabil pada pH 2-5 Enzim ini
dihasilkan dalam bentuk pepsinogen yang yang belum aktif di dalam getah lambung Pepsin berada
dalam keadaan inaktif sempurna pada keadaan netral dan alkalis Enzim ini bekerja dengan memecah
protein menjadi protcosa dan pepton.
Analisis protein secara in vitro terbagi atas dua metode Metode pertama adalah pepsin digest
residue index (PDR) menggunakan enzim pepsin sebagai penghidrolisis sampel protein. Sedangkan
metode kedua adalah pepsin pancreatin digest index yang menggunakan dua macam enzim yaitu
pepsin dan pancreatin Pada kedua metode tersebut dibandingkan jumlah nitrogen pada sampel dan
pada residu sampel setelah dilakukan hidrolisis oleh enzim.
Peneraan jumlah protein dilakukan dengan menentukan jumlah nitrogen yang dikandung oleh
suatu bahan. N total bahan diukur dengan menggunakan metode mikro-Kjeldahl. Prinsip dari metode
ini adalah oksidasi senyawa organik oleh asam sulfat untuk membentuk CO, dan H₂O serta pelepasan
nitrogen dalam bentuk ammonia yaitu penentuan protein berdasarkan jumlah N.
Dalam penentuan protein seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang
ditentukan. Akan tetapi teknik ini sulit sekali dilakukan mengingat kandungan senyawaan N lain
selain protein dalam bahan juga terikut dalam analisis ini. Jumlah senyawaan N ini biasanya sangat
kecil yang meliputi urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, dan
pirimidin. Oleh karena itu penentuan jumlah N total ini tetap dilakukan untuk mewakili jumlah
protein yang ada. Kadar protein yang ditentukan dengan cara ini biasa disebut sebagai protein
kadar/crude protein (Sudarmadji, 1996). Analisa protein cara kjeldahl pada dasarnya dibagi menjadi
tiga tahapan yaitu proses destruksi, destilasi dan titrasi.
Destruksi yaitu, menghancurkan bahan menjadi komponen sederhana, sehingga nitrogen dalam
bahan terurai dari ikatan organiknya Nitrogen yang terpisah diikat oleh H₂SO, menjadi (NH4)2SO4.
Destilasi yaitu, pengikatan komponen organik tidak hanya kepada nitrogen saja, tetapi juga
terhadap komponen lain, oleh karena itu nitrogen harus diisolasi. Untuk melepaskan nitrogen dalam
larutan hasil destruksi adalah dengan membentuk gas NH3. Pemberian NaOH 40% akan merubah
(NH4)2SO4 menjadi NH,OH. NH,OH bila dipanaskan akan berubah menjadi gas NH, dan air, yang
kemudian dikondensasi. NH, akhirnya ditangkap oleh larutan asam borat 5% membentuk
(NH4)3BO3.
Titrasi yaitu, nitrogen dalam (NH4)3BO3 ditentukan jumlahnya dengan cara dititrasi dengan HCI.
Tabel faktor konversi kadar N menjadi kadar protein berbagai macam bahan :

N Nama Bahan Faktor Konversi


o
1 Bier 6,25
2 Gandum 5,70
3 Roti 6,25
4 Sirup 6,25
5 Serelia (biji-bijian) 6,25
6 Susu kental manis 6.38
7 Ragi (yeast) 6,25
8 Makanan ternak 6,25
9 Buah - buahan 6,25
10 Padi - padian kecuali gandum 6,25
11 Makroni/bakmi 5,70
12 Hasil- hasil ikan 5,70
13 Kacang – kacangan 6,00
14 Teh 6,25
15 Anggur 6,25
16 Beras 5,95

2.4 Serat kasar


Serat (Inggris fiber) adalah suatu jenis bahan berupa potongan potongan komponen yang
membentuk jaringan memanjang yang utuh Contoh serat yang paling sering dijumpai adalah serat
pada kain Material ini sangat penting dalam ilmu Biologi baik hewan maupun tumbuhan sebagai
pengikat dalam tubuh Manusia menggunakan serat dalam banyak hal untuk membuat tali, kain, atau
kertas. Serat dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu serat alami dan serat sintetis (serat buatan
manusia) Serat sintetis dapat diproduksi secara murah dalam jumlah yang besar Namun demikian,
serat alami memiliki berbagai kelebihan khususnya dalam hal kenyamanan
Serat adalah zat non gizi, ada dua jenis serat yaitu serat makanan (dietry fiber) dan serat kasar
(crude fiber) Peran utama dari serat dalam makanan adalah pada kemampuannya mengikat air,
selulosa dan pektin Dengan adanya serat, membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran
pencernaan untuk disekresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan
lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat
diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban.
Istilah dari serat makanan (dietary fiber) harus dibedakan dengan istilah serat kasar (crude fiber)
yang biasa digunakan dalam analisa proksimat bahan pangan. Serat kasar adalah bagian dari pangan
yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam atau basa kuat, bahan-bahan kimia yang digunakan untuk
menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH
3,25%) Serat kasar adalah serat tumbuhan yang tidak larut dalam air.
Metode uji kualitatif yang biasa dipakai untuk menguji serat kasar adalah dengan pereaksi
Schweltzar (kupra ammonium hidroksida), karena selulosa adalah suatu zat yang berwarna putih dan
tidak larut dalam hampir semua pelarut. Pada analisa penentuan serat kasar diperhitungkan banyaknya
zat zat yang tidak larut dalam asam encer atau basa encer dengan kodisi tertentu.
Peran utama dari serat dalam makanan adalah pada kemampuannya mengikat air, selulosa dan
pektin Dengan adanya serat, membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan
untuk disekresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama
tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat dickskresikan keluar
karena gerakan gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban.
Istilah dari serat makanan (dietary fiber) harus dibedakan dengan istilah serat kasar (crude fiber)
yang biasa digunakan dalam analisa proksimat bahan pangan Serat kasar adalah bagian dari pangan
yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat
kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 3,25%) Sedangkan serat
makanan adalah bagian dari bahan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan Mutu
serat dapat dilihat dari komposisi komponen serat makanan, dimana komponen serat makanan terdiri
dari komponen yang larut (Solube Dietary Fiber, SDF), dan komponen yang tidak larut (Insoluble
Dietary Fiber, IDF).
Serat yang tidak larut dalam air ada 3 macam, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Serat
tersebut banyak terdapat pada sayuran, buah buahan dan kacang-kacangan. Sedangkan serat yang
larut dalam air adalah pectin, musilase, dan gum. Serat ini juga banyak terdapat pada buah-buahan,
sayuran, dan sereal. Sedangkan gum banyak terdapat pada akasia.
Ada beberapa metode analisis serat, antara lain metode crude fiber, metode deterjen, metode
enzimatis yang masing-masing mempunyai keuntungan dan kekurangan. Data serat kasar yang
ditentukan secara kimia tidak menunjukan sifat serat secara fisiologis, rentang kesalahan apabila
menggunakan nilai serat kasar sebagai total serat makanan adalah antara 10 500%, kesalahan terbesar
terjadi pada analisis serealia dan terkecil pada kotiledon tanaman.
Metode analisis dengan menggunakan deterjen (Acid Deterjen Fiber, ADF atau Neutral Deterjen
Fiber, NDF) merupakan metode gravimetri yang hanya dapat mengukur komponen serat makanan
yang tidak larut. Adapun untuk mengukur komponen serat yang larut seperti pectin dan gum, harus
menggunakan metode yang lain, selama analisis tersebut komponen serat larut mengalami kehilangan
akibat rusak oleh adanya penggunaan asam sulfat pekat Metode enzimatik yang dikembangkan oleh
Asp, et al (1984) merupakan metode fraksinasi enzimatik, yaitu penggunaan enzim amilase, yang
diikuti oleh penggunaan enzim pepsin pankreatik. Metode ini dapat mengukur kadar serat makanan
total, serat makanan larut dan serat makanan tidak larut secara terpisah.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa adalah :

 Deffating yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam sample menggunakan pelarut
lemak
 Digestion, terdin dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam danpelarutan dengan basa
Kedua macam proses digesti ini dilakukan dalam keadaan tertutup pada suhu terkontrol
(mendidih) dan sedapat mungkin dihilangkan dari pengaruh luar Penyaringan harus segera dilakukan
setelah digestion selesai, karena penundaan penyaringan dapat mengakibatkan lebih rendahnya hasil
analisa karena terjadi perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dipakai untuk bahan yang
mengandung banyak protein sering mengalami kesulitan dalam penyaringan, maka sebaiknya
dilakukan digesti pendahuluan dengan menggunakan enzim.
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan
indeks dan menentukan nilai gizi makanan tersebut. Selain itu, kandungan serat kasar dapat digunakan
untuk mengevaluasi suatu proses pengolahan, misalnya proses penggilingan atau proses pemisahan
antara kulit dan kotiledon, dengan demikian persentase serat dapat dipakai untuk menentukan
kemurniaan bahan atau efisiensi suatu proses.
Sedangkan serat makanan adalah bagian dari bahan yang tidak dapat dihidrolisis olchenzim-enzim
pencernaan Serat makanan adalah serat yang tetap ada dalam kolon atau usus besar setelah proses
pencernaan, baik yang berbentuk serat yang larut dalam air maupun yang tidak larut dalam air.
Mutu serat dapat dilihat dari komposisi komponen serat makanan, dimana komponen serat
makanan terdiri dari komponen yang larut (Solube Dietary Fiber, SDF), dan komponen yang tidak
larut (Insoluble Dietary Fiber, IDF). Serat yang tidak larutdalam air ada 3 macam, yaitu selulosa,
hemiselulosa dan lignin. Serat tersebut banyak terdapat pada sayuran, buah buahan dan kacang-
kacangan. Sedangkan serat yang larutdalam air adalah pectin, musilase, dan gum. Serat ini juga
banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran, dan sereal. Sedangkan gum banyak terdapat pada akasia.
Ada beberapa metode analisis serat, antara lain metode crude fiber, metode deterjen, metode
enzimatis yang masing-masing mempunyai keuntungan dan kekurangan. Data serat kasar yang
ditentukan secara kimia tidak menunjukan sifat serat secara fisiologis, rentang kesalahan apabila
menggunakan nilai serat kasar sebagai total serat makanan adalah antara 10 -500%, kesalahan terbesar
terjadi pada analisis sercalia dan terkecil pada kotiledon tanaman.
Metode analisis dengan menggunakan deterjen (Acid Deterjen Fiber, ADF atau Neutral Deterjen
Fiber, NDF) merupakan metode gravimetri yang hanya dapat mengukur komponen serat makanan
yang tidak larut. Adapun untuk mengukur komponen serat yang larut seperti pektin dan gum, harus
menggunakan metode yang lain, selama analisis tersebut komponen serat larut mengalami kehilangan
akibat rusak oleh adanya penggunaan asam sulfat pekat.
Metode enzimatik yang dikembangkan oleh Asp, et al (1984) merupakan metode fraksinasi
enzimatik, yaitu penggunaan enzim amilase, yang diikuti oleh penggunaan enzim pepsin pankreatik.
Metode ini dapat mengukur kadar serat makanan total, serat makanan larut dan serat makanan tidak
larut secara terpisah. Ternyata dari hasilpenyelidikan memperlihatkan bahwa serat sangat baik untuk
kesehatan yaitu membantu mencegah sembelit, mencegah kanker, mencegah sakit pada usus besar,
membantu menurunkan kadar kolesterol, membantu mengontrol kadar gula dalam darah, mencegah
wasir membantu menurunkan berat badan dan masih banyak lagi. Serat makanan tidak dapat diserap
dalam usus halus dan tidak dapat masuk dalam sirkulasi darah, serat ini akan dibawa oleh usus halus
masuk kedalam usus besar dengan gerakan peristaltik usus Kehadiran serat pada usus besar ini baik
untuk membantu proses - proses yang terjadi di usus besar. Rata-rata negara didunia ini menetapkan
sebanyak 30 gr kebutuhan akan serat setiap harinya.
Serat makanan didefinisikan sebagai sisa-sisa skeletal sel-sel tanaman yang tahan terhadap
hidrolisa oleh enzim-enzim pencernaan manusia. Serat makanan sering juga disebut sebagai
"unavailable carbohydrate" sedangkan yang tergolong sebagai "available carbohydrate" adalah gula,
pati dan dekstrin, karena zat-zat tersebut dapat dihidrolisa dan diabsorpsi manusia, yang kemudian di
dalam tubuh diubah menjadi glukosa dan akhirnya menjadi energi atau disimpan dalam bentuk lemak.
Serat makanan ini terdiri dari dinding sel tanaman yang sebagian besar mengandung 3 macam
polisakarida yaitu sellulosa, zat pektin dan hemisellulosa. Selain itu juga mengandung zat yang bukan
karbohidrat yakni lignin (Piliang dan Djojosocbagio, 2002).
Serat makanan tidak sama pengertiannya dengan serat kasar (crude fiber). Serat kasar adalah
senyawa yang biasa dianalisa di laboratorium, yaitu senyawa yang tidak dapat dihidrolisa oleh asam
atau alkali. Di dalam buku Daftar Komposisi Bahan Makanan, yang dicantumkan adalah kadar serat
kasar bukan kadar serat makanan. Tetapi kadar serat kasar dalam suatu makanan dapat dijadikan
indeks kadar serat makanan, karena umumnya didalam serat kasar ditemukan sebanyak 0,2-0,5 bagian
jumlah serat makanan.
Serat makanan hanya terdapat dalam bahan pangan nabati, dan kadarnya bervariasi menurut jenis
bahan. Kadar serat dalam makanan dapat mengalami perubahan akibat pengolahan yang dilakukan
terhadap bahan asalnya. Sebagai contoh, padi yang digiling menjadi beras putih mempunyai kadar
serat yang lebih rendah daripada pads yang ditumbuk secara tradisionil Oleh karena itu beberapa
waktu yang lalu muncul dedak padi di pasaran yang dikatakan sebagai obat berbagai macam penyakit.
Serat yang berasal dari makanan sesampainya di saluran pencernaan akan mengikat asam empedu
yang sampai ke sana. Sebelum menjalankan tugasnya membantu penyerapan lemak, asam empedu
sudah terikat oleh serat yang kemudian bersama serat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk kotoran
Untuk menggantikan asam empedu yang hilang tersebut, kolesterol dalam tubuh akan dirombak,
sehingga makin banyak serat makin banyak asam empedu yang dibuang, berarti makin banyak
kolesterol yang dikeluarkan dari tubuh, dengan demikian kadar kolesterol dalam tubuh akan menurun.
Lemak dan sterol - sterol lain juga akan lebih banyak dikeluarkan dari tubuh Sehingga serat serat
tersebut dapat mencegah terjadinya penyerapan kembali asam empedu, kolesterol dan lemak.
Serat dapat berperanan menghalangi penyerapan zat-zat gizi lain seperti lemak, karbohidrat dan
protein. Sehingga apabila makanan mengandung kadar serat yang rendah maka hampir semua zat-zat
gizi tersebut dapat diserap oleh tubuh. Di samping itu serat makanan dapat mempercepat rasa
kenyang. Hal ini disebabkan karena orang akan mengunyah lebih lama bila dalam makanan
terkandung kadar serat yang tinggi, sehingga sekresi saliva dan cairan gastrik akan lebih banyak
dikeluarkan, yang kemudian kelebihannya akan masuk ke dalam lambung.
2.4.1 Manfaat Serat Makanan
Serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat
dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di laboratorium. Dengan proses seperti ini dapat
merusak beberapa macam serat yang tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak dapat diketahui
komposisi kimia tiap-tiap bahan yang membentuk dinding sel. Oleh karena itu serat kasar
merendahkan perkiraan jumlah kandungan serat sebesar 80% untuk hemisellulosa, 50-90% untuk
lignin dan 20-50% untuk sellulosa.
Definisi terbaru tentang serat makanan yang diampaikan oleh the American Association of Cereal
Chemist (AACC, 2001) adalah merupakan bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat
analog yang resisten terhadap pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap
atau partial pads usus besar Serat makanan tersebut meliputi pati, polisakharida, oligosakharida, lignin
dan bagian tanaman lainnya.
Beberapa karbohidrat tidak dapat dihidrolisa oleh enzim-enzim pencernaan pada manusia. Sisa
yang tidak dicerna in dikenal dengan diet serat kasar yang kemudian melewati saluran pencernaan dan
dibuang dalam feses.
2.4.2Serat alami
Serat alami meliputi serat yang diproduksi oleh tumbuh-tumbuhan hewan, dan proses geologis.
Serat jenis ini bersifat dapat mengalami pelapukan. Serat alami dapat digolongkan ke dalam :
1. Serat tumbuhan/serat pangan, biasanya tersusun atas selulosa, hemiselulosa, dan kadang-
kadang mengandung pula lignin. Contoh dari serat jenis ini yaitu katun dan kain ramie Serat
tumbuhan digunakan sebagai bahan pembuat kertas dan tekstil Serat tumbuhan juga penting
bagi nutrisi manusia.
2. Serat kayu, berasal dari tumbuhan berkayu.
3. Serat hewan, umumnya tersusun atas protein tertentu. Contoh dari serat hewan yang
dimanfaatkan oleh manusia adalah serat laba-laba (sutra) dan bulu domba (wol)
4. Serat mineral, umumnya dibuat dari asbestos. Saat ini asbestos adalah satu-satunya mineral
yang secara alami terdapat dalam bentuk serat panjang.
2.4.3 Serat sintetis
Serat sintetis atau serat buatan manusia umumnya berasal dari bahan petrokimia. Namun demikian,
ada pula serat sintetis yang dibuat dari selulosa alami seperti rayon.
2.4.4 Serat mineral
Serat mineral meliputi
1. Kaca serat/Fiberglass, dibuat dari kuarsa,
2. Serat logam dapat dibuat dari logam yang duktil seperti [tembaga).
emas, atau perak.
3. Serat karbon
2.4.5 Serat polimer
Serat polimer adalah bagian dan serat sintetis. Serat jenis ini dibuat melalui proses kimia. Bahan yang
umum digunakan untuk membuat serat polimer :
1. Polyamida nilon,
2. PET atau PBT poliester, digunakan untuk membuat botol plastik.
3. Fenol-formaldehid (PF)
4. Serat polivinyl alkohol (PVOH
5. Serat polivinyl khlorida (PVC)
6. Poliolefin (PP dan PE)
7. Polyethylene (PE).
8. Elastomer, digunakan untuk membuat spandex.
9. Poliuretan
2.5 Lemak dan Minyak
2.5.1 Klasifikasi Lemak dan Minyak
1. Berdasarkan waktunya
a. Lemak sederhana (simple lipids)
Ester lemak – alkohol
Contohnya: ester gliserida, lemak, dan malam.
b. Lemak komplek (composite lipids & sphingolipids)
Ester lemak - non alkohol
Contohnya: fosfolipid, glikolipid, aminolipid, lipoprotein.
c. Turunan lemak (derived lipids)
Contohnya asam lemak, gliserol, keton, hormon, vitamin larut lemak, steroid, karotenoid,
aldehid asam lemak, lilin dan hidrokarbon.
2. Berdasarkan kejenuhannya
a. Asam lemak jenuh
Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal pada rantai
hidrokarbonnya. Asam lemak jenuh mempunyai rantai zig-zig yang dapat cocok satu sama lain,
sehingga gaya tarik vanderwalls tinggi, sehingga biasanya berwujud padat. Contohnya ialah: asam
butirat, asam palmitat, asam stearat.
b. Asam lemak tak jenuh
Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung satu ikatan rangkap pada rantai
hidrokarbonnya asam lemak dengan lebih dari satu ikatan dua tidak lazim,terutama terdapat pada
minyak nabati minyak ini disebut poliunsaturat Trigliserida tak jenuh ganda (poli-unsaturat)
cenderung berbentuk minyak Contohnya ialah asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat.
3. Berdasarkan sifat mengering
a. Minyak mengering (drying oil) Minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika kena
oksidasi, dan akan berubah menjadi lapisan tebal bersifat kental dan membentuk sejenis
selaput jika dibiarkan di udara terbuka. Contoh: minyak kacang kedelai, minyakbijikaret
b. Minyak setengah mengering (semi-drying oil) Minyak yang mempunyai daya mengering
yang lebih lambat. Contohnya: minyak biji kapas minyak bunga matahari
c. Minyak tidak mengering (non drying oil) Contohnya: minyak zaitun, minyak buah persik,
minyak kacang, dan minyak sapi.
2.5.2 Sifat – sifat kimia lemak dan minyak
1. Esterifikasi
Proses esterifikasi bertujuan untuk merubah asam-asam lemak bebas dari trigliserida, menjadi
bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut interifikasi serta
penukaran ester (transesterifikasi).
2. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisis, lemak dan minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan
gliserol. Reaksi ini mengakibatkan kerusakan lemak dan minyak. Hal ini terjadi disebabkan adanya
sejumlah air dalam lemak dan minyak. Hal ini terjadi disebabkan adanya sejumlah air dalam lemak
dan minyak tersebut.
3. Penyabunan
Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah larutan basa kepada tngliserida Bila reaksi
penyabunan telah selesai, maka lapisan air yang mengandung gliserol dapat dipisahkan dengan cara
penyulingan.
4. Hidrogenasi
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai karbon asam lemak atau
minyak Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan
disaring Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada derajat kejenuhan.
5. Pembentukan keton
Keton dihasilkan melalui penguraian dengan cara hidrolisa ester.
6. Oksidasi
Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan lemak atau minyak
Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada lemak atau minyak.
2.5.3 Pengujian
Pengujian lemak dan minyak yang umum dilakukan dapat dapat dibedakan menjadi tiga kelompok
berdasarkan tujuannya yaitu,
1. Penentuan sifat fisik dan kimia minyak dan lemak. Data ini dapat diperoleh dari titik cair,
bobot jenis, indeks bias, bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, bilangan
iod, bilangan peroksida, bilangan Polenske, bilangan Krischner, bilangan Reichert-
Meissel, komposisi asam-asam lemak, dan sebagainya.
2. Penentuan kuantitatif, yaitu penentuan kadar lemak dan minyak yang terdapat dalam
bahan mkanan atau bahan pertanian.
3. Penentuan kualitas minyak sebagai bahan makanan, yang berkaitan dengan proses
pengolahannya (ekstraksi) seperti ada tidaknya penjernihan (refining), penghilangan bau
(deodorizing), penghilangan warna (bleaching). Penentuan kualitas minyak ini juga
berkaitan dengan tingkat kemurnian minyak, daya tahannya selama penyimpanan, sifat
gorengnya, baunya maupun rasanya. Parameter yang dapat digunakan untuk menentukan
kualitas ini semua dapat dilihat dari sebearapa besar angka asam lemak bebasnya (free
fatty acid atau FFA), angka peroksida, tingkat ketengikan dan kadar air.
a. Cara Fisika
 Titik cair
Titik cair suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat asam lemak penyusunnya, diantaranya
panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tak jenuh.
Semakin panjang rantai C-nya maka titik cair semakin tinggi. Sebaliknya, semakin banyak ikatan
rangkap, maka titik cair semakin rendah Hal ini disebabkan ikatan rangkap antar molekul asam lemak
tak jenuh tidak lurus sehingga kurang kuat ikatannya. Adapun bentuk trans menyebabkan titik cair
lebih tinggi daripada asam lemak dalam bentuk cis.

 Bobot jenis
Merupakan perbandingan berat suatu volume minyak pada suhu 25 °C dengan berat air pada
volume dan suhu yang sama. Bobot jenis ini dapat diukur menggunakan alat yang dinamakan
piknometer.

 Indeks bias
Pengukuran indeks bias berguna untuk menguji kemurnian minyak atau lemak Semakin panjang
rantai C, semakin banyak ikatan rangkap, dan semakin tinggi suhu berbanding lurus dengan besarnya
indeks bias. Pengukuran indeks bias minyak dilakukan pada suhu 25°C dan lemak pada suhu 40 °C.
Alat yang digunakan untuk mengukur indeks bias ini dinamakan refraktometer.
b. Cara Kimia
 Bilangan asam
Didefiniskan sebagai jumlah KOH (mg) yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas
dalam 1 gram zat. Bilangan asam ini menunjukan banyaknya asam lemak bebas dalam suatu lemak
atau minyak. Penentuannya dilakukan dengan cara titrasi menggunakan KOH-alkohol dengan
ditambahkan indikator pp.

 Bilangan penyabunan
Didefiniskan sebagai jumlah KOH (mg) yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas dan
asam lemak hasil hidrolisis dalam 1 gram zat. Penentuannya dilakukan dengan cara me-refluks
dengan larutan KOH-alkohol selama 30 menit, didinginkan, lalu dititrasi kembali kelebihan KOH
dengan larutan baku HCL.

 Bilangan Ester
Didefiniskan sebagai jumlah KOH (mg) yang diperlukan untuk menyabunkan satu (1) gram zat
Bilangan ester- bilangan penyabunan bilangan asam.

 Bilangan lod
Didefinisikan sebagai jumlah lodium (mg) yang diserap oleh 100 g sampel Bilangan iod ini
menunjukan banyaknya asam-asam lemak tak jenuh baik dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk
ester-nya disebabkan sifat asam lemak tak jenuh yang sangat mudah menyerap iodium.

 Bilangan Peroksida
Didefiniskan sebagai jumlah meq peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg) minyak atau lemak.
Bilangan peroksida ini menunjukan tingkat kerusakan lemak atau minyak.
c. Analaisis Lemak Total
 Ekstraksi menggunakan pelarut non polar dalam suasana asam à dikeringkan à labu
ditimbang Dihitung selisih antara labu kosong dengan labu akhir pengujian
 Kadar Lemak Total = w.awal - w akhir x 100%
w bahan
2.6 Vitamin C
Asam askorbat (vitamin C) banyak diperlukan dalam metabolisme Sumber vitamin C adalah buah
sitrun arbei, semangka, cabai, tomat,apel, jeruk, kol merah, dan sayur-sayuran yang berdaun hijau.
Meskipun telah diketahui sejak tahun 1970-an, bahwa suatu faktor di dalam jeruk mencegah penyakit
sariawan. Faktor tersebut belum diisolasi dan diidentifikasi sampai tahun 1933 ketika C. Glenking dan
Waught di Amerika akhirnya mengisolasi faktor anti sariawan dari sari jeruk. Vitamin C mungkin
merupakan vitamin yang larut dalam air yang paling kurang stabil. Vitamin C tahan terhadap
pembekuan.
2.6.1 Struktur Vitamin C
Struktur vitamin C terdiri dari beberapa unsur-unsur kimia hidrogen, oksigen dan asam yang
disebut dengan struktur kimia asam askorbat. Vitamin ini juga merupakan kelompok vitamin
antioksidan, yang berkemampuan menangkis berbagai radikal bebas yang menyerang tubuh Anda.
Struktur kimia dari vitamin C dapat dengan mudah terurai oleh paparan cahaya, tercampur unsur
logam dalam pengemasannya ataupun penyimpanannya, dan teroksidasi oleh panas Sehingga hal-hal
tersebutlah yang patut Anda hindari dan jaga pada saat menyimpanvitamin C baik dalam bentu
tablet/kapsul maupun vitamin C yang masih terkandung di dalam buah atau sayuran.
2.6.2 Peran Vitamin C
Bila saat ini orang mulai mempertanyakan berapa penentuan kadar vitamin c yang dibutuhkan oleh
tubuh, maka pada awal munculnya vitamin ini sebenarnya berasal dari penelitian yang tak sengaja
dilakukan oleh seorang ilmuwan yang memperoleh penghargaan Nobel dalam ilmu Fisiologi
Kedokteran, yakni Szent Gyorgyi pada tahun 1937.
Vitamin C telah dikenal sebagai penjaga stabilitas imun tubuh terhadap serangan infeksi. Dan
vitamin C ini diketahui sebagai agen atau unsur alam yang mampu mencegah timbulnya penyakit
sariawan adalah sejak tahun 1928 hingga 1932.

2.6.3 Keugunaan Vitamin C


Beberapa kegunaan vitamin C yang telah diketahui sejak awal penemuannya hingga sekarang
adalah sebagai berikut:
1. Menjaga kekebalan (imun) tubuh dari infeksi umum penyakit.
2. Menjaga imunitas terhada penyakit influenza khususnya.
3. Meningkatkan kerja otak dalam kapasitas yang cukup di dalam darah.
4. Menstabilkan struktur colagen yang ada dalam jaringan serabut tubuh manusia.
5. Dalam kadar yang cukup mempertahankan kesolidan tulang rawan, kelembaban kulit, cepat
menyembuhkan perdarahan ringan dan menormalkan patah tulang
6. Sumber energi zat besi yang memadai bagi tubuh
2.6.4 Sumber – sumber Vitamin C
Untuk menetapkan penentuan kadar vitamin c dalam beberapa bahan sebagai sumber vitamin C
ini, perlu Anda ketahui dengan benar. Penentuan kadar vitamin c dalam per 100mg buah buahan
adalah sebagai berikut:

 Buah jeruk, sebesar: 53mg/100gram buahnya.


 Buah kiwi, sebesar 100mg/100gram buahnya
 Buah kelengkeng, sebesar 84mg/100gram buahnya.
 Buah jambu biji, sebesar 183mg/100gram buahnya.
 Buah pepaya, sebesar 62mg/100gram buahnya.
 Buah anggur, sebesar 34mg/100gram buahnya.
 Buah melon, sebesar 42mg/100gram buahnya.
 . Buah mangga, sebesar 28mg/100gram buahnya
 Buah nanas, sebesar 15mg/100gram buahnya.
 Buah pisang, sebesar 9mg/100gram buahnya.
 Buah sukun, sebesar 29mg/100gram buahnya.
 Buah jeruk Mandarin, sebesar : 31mg/100gram buahnya
 Buah alpukat, sebesar 8mg/100gram buahnya
(http://www.anneahira.com/penentuan-kadar-vitamin-c.htm)

Sementara kebutuhan tubuh yang sewajarnya terhadap vitamin C adalah 1000mg asupan vitamin C
dalam sehari sehingga dapat menghitung berapa penentuan kadar vitamin c yang sesungguhnya
dibutuhkan oleh tubuh, dari variabel kandungan vitamin C dalam masing-masing buah-buahan
tersebut.
2.7 Keasamaan
Fungsi keasaman Hammet adalah sebuah pengukuran keasaman yang digunakan untuk larutan
asam kuat yang sangat pekat, meliputi superasam. Dalam larutan seperti itu, pendekatan yang
sederhana seperti persamaan Henderson-Hasselbalch tidak lagi berlaku oleh karena variasi koefisien
keaktifan di larutan yang sangat pekat. Fungsi keasaman Hammet digunakan di bidang-bidang seperti
kimia organik fisik dalam kajian reaksi yang dikatalisasi oleh asam karena beberapa reaksi ini
menggunakan asam yang sangat pekat, atau bahkan asam murni.

Fungsi keasaman Hammett, Ho, digunakan sebagai pengganti pH. la didefinisikan sebagai:

dengan a adalah keaktifan, dan y adalah koefisien keaktifan basa B dan konjugat asamnya BH+. H0
dapat dihitung menggunakan persamaan yang mirip dengan persamaan Henderson-Hasselbalch :

dengan pKBH+ adalah −log(K) untuk disosiasi BH+. Dengan menggunakan basa yang memiliki nilai
pKBH+ yang sangat negatif, skala H0 dapat diperluas sampai dengan nilai yang
negatif. Hammett pertama kali menggunakan sederet anilina dengan gugus penarik-elektron sebagai
basa.
Pada skala ini, asam sulfat murni (18.4 M) mempunyai nilai H0 −12, dan asam
pirosulfat mempunyai nilai H0 ~ −15. Perlu diperhatikan bahwa fungsi keasaman Hammet
menghindari air dalam persamaannya. Ia merupakan perampatan (generalization) skala pH. Dalam
larutan yang encer, nilai pH hampir sama dengan nilai H0. Dengan menggunakan pengukuran
kuantitatif keasaman yang tidak bergantung pada pelarut, implikasi dari efek perataan bisa
dihilangkan, sehingga adalah mungkin untuk secara langsung membandingkan keasaman senyawa-
senyawa yang berbeda. Dengan menggunakan pKa, HF lebih lemah daripada HCl dalam air, tetapi ia
akan menjadi lebih kuar dari HCl dalam asam asetat glasial; namun HF murni "lebih kuat" dari HCl
karena H0 dari HF murni lebih tinggi dari HCl murni.

H0 untuk beberapa asam peka t:

 Asam fluoroantimonat: −31.3


 Asam ajaib: −19.2
 Superasam karborana: −18.0
 Asam florosulfat: −15.1
 Asam triflat: −14.9
 Asam sulfat −12.0
Untuk campuran (misalnya asam yang diencerkan di air), fungsi keasaman bergantung pada
komposisi campuran dan harus ditentukan secara empiris. Grafik H 0 vs fraksi mol dapat ditemukan
pada beberapa literatur.
Walaupun fungsi keasaman Hammet dikenal baik untuk fungsi keasaman, fungsi-fungsi keasaman
lainnya juga telah dikembangkan oleh Arnett, Cox, Katrizky, Yates, dan Stevens.

2.8 Karbohidrat/Pati
2.8.1 Pengertian Karbohidrat
Secara sederhana dapat diartikan bahwa karbohidrat ialah suatu senyawa yang terdiri dari
molekul-molekul karbon (C), hydrogen (H) dan oksigen (O) atau karbon dan hidrat (H2O) sehingga
dinamaka karbo-hidrat Dalam tumbuhan senyawa ini dibentuk melaui proses fotosintesis antara air
(H2O) dengan karbondioksida (CO2) dengan bantuan sinra matahari (UV) menghasilkan senyawa
sakarida dengan rumus (CH2O)n.
2.8.2 Fungsi Karbohidrat
Ada banyak fungsi dari karbohidrat dalam penerapannya di industri pangan, farmasi maupun
dalam kehidupan manusia sehari hari Diantara fungsi dan kegunaan itu ialah :
a. Sebagai sumber kalori atau energi
b. Sebagai bahan pemanis dan pengawet
c. Sebagai bahan pengisi dan pembentu
d. Sebagai bahan penstabil
e. Sebagai sumber flavor (karamel)
f. Sebagai sumber serat
2.8.3 Klasifikasi Karbohidrat
Karbohidrat dapat digolongan menjadi dua (2) macam yaitu karbohidrat sederhana dengan
karbohidrat komplek atau dapat pula menjadi tiga (3) macam, yaitu:
a. Monosakarida (karbohidrat tunggal)
Kelompok monosakarida dibedakan menjadi dua (2) macam, yaitu pentosa yang tersusun dari
lima (5) atom karbon (arabinosa, ribose, xylosa) danheksosa yang tersusun dari enam (6) atom karbon
(fruktosa/levulosa, glukosa, dan galaktosa).
Struktur glukosa dan fruktosa digunakan sebagai dasar untuk membedakan antara gula reduksi
dan gula non reduksi. Penamaan gula reduksi ialah didasarkan pada adanya gugus aldehid (-CHO
pada glukosa dan galaktosa) yang dapat mereduksi larutan Cu₂SO4 membentuk endapan merah bata.
Adapun gula non-reduksi ialah gula yang tidak dapat mereduksi akibat tidak adanya gugus aldehid
seperti pada fruktosa dan sukrosa/dektrosa yang memiliki gugus keton (C=O).
b. Oligosakarida (tersusun dari beberapa monosakarida)
Kelompok ini terdiri dari banyak jenis, seperti disakarida, trisakarida, tetrasakarida, dll Namun
paling banyak dipelajari ialah kelompok disakarida yang terdiri dari maltosa, laktosa dan sukrosa
(dekstrosa) Dua dari jenis disakarida ini termasuk gula reduksi (laktosa dan maltosa) sedangkan
sukrosa (nonreducing) tidak termasuk gula reduksi.
c. Polisakarida (tersusun lebih dari 10 monosakarida)
Kelompok ini terdiri dari tiga (3) jenis yaitu
1. Homopolisakarida.
Yaitu polisakarida yang tersusun atas satu jenis dari monosakarida yang diikat oleh ikatan
glikosida, seperti galactan, mannan, fructosans, dan glucosans (cellulose, dextrin, glycogen,
danstarch/pati).
2. Heteropolisakarida.
3. Polisakarida mengandung N (chitin)
2.8.4 Pengujian Karbohidrat
a. uji kualitatif
Pengujian ini dapat dilakukan dengan dua (2) macam cara, yaitu, pertama menggunakan reaksi
pembentukan warna dan yang kedua menggunakan prinsip kromatografi (TLC/Thin Layer
Cromatograpgy, GC/Gas Cromatography, HPLC/High Performance Liquid Cromatography).
Dikarenakan efisiensi pengujian, pada umumnya untuk pengujian secara kualitatif hanya digunakan
prinsip yang pertama yaitu adanya pembentukan warna sebagai dasar penentuan kandungan
karbohidrat dalam suatu bahan. Sedikitnya ada tujuh (7) macam reaksi pembentukan warna, yaitu:
1. Reaksi Molisch
KH (pentose) +H₂SO, pekat→ furfural→+ a naftol→ warna ungu
KH (heksosa)+ H2SO4 pekat→ HM-furfural → + a naftol → warna ungu
Kedua macam reaksi diatas berlaku umum, baik untuk aldosa (-CHO) maupun karbohidrat kelompok
ketosa (C=O).

2. Reaksi Benedict
KH+camp CuSO, Na-Sitrat, Na,CO, CuO endapan merah bata
3.Reaksi Barfoed
KH+ camp CuSO, dan CH,COOH →Cu₂O endapan merah bata
4.Reaksi Fehling
KH+ camp CuSO,, K-Na-tatrat, NaOH →Cu₂O endapan merah bata
Ketiga reaksi diatas memiliki prinsip yang hampir sama, yaitu menggunakan gugus aldehid pada
gula untuk mereduksi senyawa CuSO, menjadi CuO (enpadan berwarna merah bata) setelah
dipanaskan pada suasana basa (Benedict dan Fehling) atau asam (Barfoed) dengan ditambahkan agen
pengikat (chelating agent) seperti Na-sitrat dan K-Na-tatrat.

5. Reaksi Iodium
KH (poilisakarida) + Iod (12) warna spesifik (biru kehitaman)

6. Reaksi Seliwanoff
KH (ketosa)+ H₂SO, furfural → + resorsinol → warna merah.
KH (aldosa)+ H2SO4 → furfural → + resorsinol→ negatif

7. Reaksi Osazon
Reaksi ini dapat digunakan baik untuk larutan aldosa maupun ketosa, yaitu dengan menambahkan
larutan fenilhidrazin, lalu dipanaskan hingga terbentuk kristal berwarna kuning yang dinamakan
hidrazon (osazon).

b. Uji Kuantitatif
Untuk penetapan kadar karbohidrat dapat dilakukan dengan metode fisika, kimia, enzimatik, dan
kromatografi (tidak dibahas).
1. Metode Fisika
Ada dua (2) macam, yaitu:
a. Berdasarkan indeks bias
Cara ini menggunakan alat yang dinamakan refraktometer, yaitu dengan rumus :

Dimana :
X = % Sukrosa atau gula yang diperoleh
A = berat larutan sampel (g)
B = berat larutan pengencer
C = % Sukrosa dalam camp A dan B dalam tabel
D = % Sukrosa dalam pengencer B

b.Bedasarkan rotasi optis


Cara ini digunakan berdasarkan sifat optis dari gula yang memiliki struktur asimetrs (dapat
memutar bidang polarisasi) sehingga dapat diukur menggunakan alat yang dinamakan polarimeter
atau polarimeter digital (dapat diketahui hasilnya langsung) yang dinamakan sakarimeter.
Menurut hokum Biot, "besarnya rotasi optis tiap individu gula sebanding dengan konsentrasi larutan
dan tebal cairan" sehingga dapat dihitung menggunakan rumus:

dimana:
[a] D20= rotasi jenis pada suhu 20°C menggunakan
D = sinar kuning pada panjang gelombang 589 nm dari lampu Na
A = sudut putar yang diamati C-kadar (dalam g/100 ml)
L = panjang tabung (dm) sehingga C = 100 A
Lx [a] D20
2. Metode kimia
Metode ini didasarkan pada sifat mereduksi gula, seperti glukosa, galaktosa, dan fruktosa
(kecuali sukrosa karena tidak memiliki gugus aldehid). Fruktosa meskipun tidak memiliki gugus
aldehid, namun memiliki gugus alfa hidroksi keton, sehingga tetap dapat bereaksi Dalam metode
kimia ini ada dua (2) macam cara yaitu:
a. Titrasi
Untuk cara yang pertama ini dapat melihat metode yang telah distandarisasi oleh BSN yaitu
pada SNI cara uji makanan dan minuman nomor SNI 01-2892-1992.
b. Spektrofotometri
Adapun untuk cara yang kedua ini menggunakan prinsip reaksi reduksi CuSO, oleh gugus
karbonil pada gula reduksi yang setelah dipanaskan terbentuk endapan kupru oksida (Cu20) kemudian
ditambahkan Na-sitrat dan Na-tatrat serta asam fosfomolibdat sehingga terbentuk suatu komplek
senyawa berwarna biru yang dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm.

3. Metode Enzimatik
Untuk metode enzimatis ini, sangat tepat digunakan untuk penentuan kagar suatu gula secara
individual, disebabkan kerja enzim yang sangat spesifik Contoh enzim yang dapat digunakan ialah
glukosa oksidase dan heksokinase Keduanya digunakan untuk mengukur kadar glukosa.
a. Glukosa oksidase
D- Glukosa + O2 oleh glukosa oksidase → Asam glukonat dan H₂O
H2O2+ O-disianidin oleh enzim peroksidase → 2H₂O + O-disianidin teroksdasi yang berwarna
cokelat (dapat diukur pada  λ 540 nm)
b. Heksokinase
D-Glukosa + ATP oleh heksokinase → Glukosa-6Phospat+ADP
Glukosa-6-Phospat+ NADP+ oleh glukosa-6-phospat dehidrogenase Glukonat-6-Phospat+ NADPH +
H'Adanya NADPH yang dapat berpendar (memiliki gugus kromofor) dapat diukur pada 2 334 nm
dimana Jumlah NADPH yang terbentuk setara dengan jumlah glukosa.

2.9 Gula Total


Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi
perdagangan utama Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula
digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman Gula sederhana,
seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi
yang akan digunakan oleh sel.
2.9.1 Peran dalam metabolisme
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh manusia, yang menyediakan 4 kalori
(17 kilojoule) energi pangan per gram. Pemecahan karbohidrat (misalnya pati) menghasilkan mono-
dan disakarida, terutama glukosa. Melalui glikolisis, glukosa segera terlibat dalam produksi ATP,
pembawa energi sel Di sisi lain, glukosa sangat penting dalam produksi protein dan dalam
metabolisme lipid. Karena pada sistem saraf pusat tidak ada metabolisme lipid, jaringan ini sangat
tergantung pada glukosa.
Glukosa diserap ke dalam peredaran darah melalui saluran pencernaan. Sebagian glukosa ini
kemudian langsung menjadi bahan bakar sel otak, sedangkan yang lainnya menuju hati dan otot, yang
menyimpannya sebagai glikogen ("pati hewan") dan sel lemak, yang menyimpannya sebagai lemak
Glikogen merupakan sumber energi cadangan yang akan dikonversi kembali menjadi glukosa pada
saat dibutuhkan lebih banyak energi. Meskipun lemak simpanan dapat juga menjadi sumber energi
cadangan, lemak tak pernah secara langsung dikonversi menjadi glukosa Fruktosa dan galaktosa, gula
lain yang dihasilkan dari pemecahan karbohidrat, langsung diangkut ke hati, yang mengkonversinya
menjadi glukosa.
2.9.2 Sukrosa

Struktur sukrosa
Sukrosa merupakan suatu disakarida yang dibentuk dari monomer-monomernya yang berupa
unit glukosa dan fruktosa, dengan rumus molekul C12H22O11. Senyawa ini dikenal sebagai sumber
nutrisi serta dibentuk oleh tumbuhan, tidak oleh organisme lain seperti hewan Penambahan sukrosa
dalam media berfungsi sebagai sumber karbon. Sukrosa atau gula dapur diperoleh dari gula tebu atau
gula beet. Unit glukosa dan fruktosa diikat oleh jembatan asetal oksigen dengan orientasi alpha.
Struktur ini mudah dikenali karena mengandung enam cincin glukosa dan lima cincin fruktosa. Proses
fermentasi sukrosa melibatkan mikroorganisme yang dapat memperoleh energi dari substrat sukrosa
dengan melepaskan karbondioksida dan produk samping berupa senyawaan alkohol. Penggunaan
yeast ini dalam proses fermentasi diduga merupakan proses tertua dalam bioteknologi dan sering
disebut dengan zymotechnology.
Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian, terdapat
sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa Sumber-sumber pemanis lain, seperti umbi dahlia,
anggir, atau jagung, juga menghasilkan semacam gula/pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa
Proses untuk menghasilkan gula mencakup tahap ekstrasi (pemerasan) diikuti dengan pemurnian
melalui distilasi (penyulingan)

2.9.3 Macam-macam gula


Gula memiliki macam-macam jenis, diantaranya:
a) Gula merah
b) Gula tebu
c) Gula bit
2.9.4 Gula pereduksi

Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa
penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah
ujung yang mengandung gugus aldehida atau keto bebas. Semua monosakarida (glukosa, fruktosa,
galaktosa) dan disakarida (laktosa,maltosa), kecuali sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk sebagai
gula pereduksi. Umumnya gula pereduksi yang dihasilkan berhubungan erat dengan aktifitas enzim,
dimana semakin tinggi aktifitas enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi yang dihasilkan.
Jumlah gula pereduksi yang dihasilkan selama reaksi diukur dengan menggunakan pereaksi asam
dinitro salisilat dinitrosalycilic acid (DNS) pada panjang gelombang 540 nm Semakin tinggi nilai
absorbansi yang dihasilkan, semakin banyak pula gula pereduksi yang terkandung.
2.9.5 Glukosa
Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan
sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan Glukosa merupakan salah satu hasil utama
fotosintesis dan awal bagi respirasi. Bentuk alami (D glukosa) disebut juga dekstrosa, terutama pada
industri pangan.

Gambaran proyeksi Haworth struktur glukosa (a-D-glukopiranosa)

Glukosa (CH12O6. berat molekul 180.18) adalah heksosa monosakarida yang mengandung
enam atom karbon. Glukosa merupakan aldehida (mengandung gugus -CHO) Lima karbon dan satu
oksigennya membentuk cincin yang disebut "cincin piranosa", bentuk paling stabil untuk aldosa
berkabon enam. Dalam cincin ini, tiap karbon terikat pada gugus samping hidroksil dan hidrogen
kecuali atom kelimanya, yang terikat pada atom karbon keenam di luar cincin, membentuk suatu
gugus CH₂OH Struktur cincin ini berada dalam kesetimbangan dengan bentuk yang lebih reaktif,
yang proporsinya 0.0026% pada pH 7
Glukosa merupakan sumber tenaga yang terdapat di mana mana dalam biologi Kita dapat
menduga alasan mengapa glukosa, dan bukan monosakarida lain seperti fruktosa, begitu banyak
digunakan Glukosa dapat dibentuk dari formaldehida pada keadaan abiotik, sehingga akan mudah
tersedia bagi sistem biokimia primitif Hal yang lebih penting bagi organisme tingkat atas adalah
kecenderungan glukosa, dibandingkan dengan gula beksosa lainnya, yang tidak mudah bereaksi
secara nonspesifik dengan gugus amino suatu protein Reaksi ini (glikosilasi) mereduksi atau bahkan
merusak fungsi berbagai enzim Rendahnya laju glikosilasi ini dikarenakan glukosa yang kebanyakan
berada dalam somer siklik yang kurang reaktif Meski begitu, komplikasi akut seperti diabetes,
kebutaan, gagal nja), dan kerusakan saraf periferal (peripheral neuropathy"), kemungkinan disebabkan
oleh glikosilasi protein.

Dalam respirasi, melalui serangkaian reaksi terkatalisis enzim, glukosa teroksidasi hingga
akhirnya membentuk karbon dioksida dan air, menghasilkan energi, terutama dalam bentuk ATP
Sebelum digunakan, glukosa dipecah dari polisakarida. Glukosa dan fruktosa diikat secara kimiawi
menjadi sukrosa. Pati, selulosa, dan glikogen merupakan polimer glukosa umum polisakarida).
Dekstrosa terbentuk akibat larutan D-glukosa berotasi terpolarisasi cahaya ke kanan. Dalam
kasus yang sama D-fruktosa disebut "levulosa" karena larutan levulosa berotasi terpolarisasi cahaya
ke kiri.
2.9.6 Isomerisme

Glukosa berunah proyeksi Fischer ke proyeksi Haworth.


Gula terdapat dalam dua enantiomer (isomer cermin), D glukosa dan L-glukosa, tapi pada
organisme, yang ditemukan hanya isomer D-isomer Suatu karbohidrat berbentuk D atau L berkaitan
dengan konformasi isomerik pada karbon 5 Jika berada di kanan proyeksi Fischer, maka bentuk
cincinnya adalah snantiomer D, kalau ke kini, maka menjadi enantiomer L. Sangat mudah diingat,
merujuk pada D untuk "dextro", yang merupakan skar bahasa Latin untuk "right" (kanan), sedangkan
L untuk "levo" yang merupakan akar kata "left" (kiri). Struktur cincinnya sendiri dapat terbentuk
melalui dua cara yang berbeda, yang menghasilkan glukosa-a (alfa) jeungt B (beta). Secara struktur,
glukosa-a jeungt -B berbeda pada gugus hidroksil yang terikat pada karbon pertama pada cincinnya.
Bentuk a memiliki gugus hidroksil "di bawah" hidrogennya (sebagaimana molekul ini biasa
digambarkan, seperti terlihat pada gambar di atas), sedangkan bentuk B gugus hidroksilnya berada "di
atas" hidrogennya. Dua bentuk ini terbentuk bergantian sepanjang waktu dalam larutan air, hingga
mencapai nisbah stabil aß 36:64, dalam proses yang disebut mutarotasi yang dapat dipercepat.
2.10 Viskositas
Penetapan kekentalan larutan atau cairan digunakan viskosimeter dan bermacam-macam
viskosimeter antara lain Viskosimeter Oswald, Viskosimeter Stromer, Viskosimeter PVF Brookfield,
dan Viskosimeter "Ubbelohde".
Viskosimeter Oswald menggunakan prinsip kecepatan aliran bahan pada suatu pipa kapiler.
Viskosimeter Stromer menggunakan prinsip gaya tahan cairan terhadap gerakan silinder logam yang
berputar, dan Viskosimeter LVF Brookfield menggunakan prinsip seperti Viskosimeter Stromer.
Satuan dari Viskosimeter adalah sentipose.

2.11 Total Soluble Solid (TSS)


Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam hampa udara terhadap
kecepatan cahaya dalam zat tersebut, atau perbandingan sinus sudut datang terhadap sinus sudut bias.
Harga indeks bias berubah-ubah tergantung pada panjang gelombang cahaya dan suhu
Indeks bias nDt adalah indeks bias terhadap udara yang diukur pada suhu 1 C, menggunakan
sinar natrium Jika tidak dinyatakan lain, gunakan refraktometer Abbe Indeks bias drukur dalam batas
suhu 02 C darisuhu yang dinyatakan pada masing-masing monografi atau jika suhu tidak dinyatakan,
indeks bias diukurpada suhu 20 C+02 C.
2.11.1 Prinsip kerja Refraktometer

Refractometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar konsentrasi bahan terlarut
misalnya: Gula, Garam, Protein dsb. Prinsipkerja dari refractometer sesuai dengan namanya adalah
denganmemanfaatkan refraksi cahaya. Seperti terlihat pada Gambar di bawah inisebuah sedotan yang
dicelupkan ke dalam gelas yang berisi air akanterlihat terbengkok. Pada Gambar kedua sebuah
sedotan dicelupkan kedalam sebuah gelas yang berisi lauran gula. Terlihat sedotan terbengkoklebih
tajam. Fenomena ini terjadi karena adanya refraksi cahaya. Semakintinggi konsentrasi bahan terlarut
(Rapat Jenis Larutan), maka sedotan akan semakin terlihat bengkok secara proporsional. Besarnya
sudut pembengkokan ini disebut Refractivelndex (nD) Refractometer ditemukan oleh Dr Ernst Abbe
scorang ilmuwan dari German padapermulaan abad 20
Adapun prinsip kerja dari refractometer dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Dari gambar dibawah ini terdapat 3 bagian yaitu Sample, Prisma dan Papan Skala Refractive
index prisma jauh lebih besar dibandingkan dengan sample.

2. Jika sample merupakan larutan dengan konsentrasi rendah, maka sudut refraksi akan lebar
dikarenakan perbedaan refraksi dari prisma dan sample besar. Maka pada papan skala sinar
"a" akan jatuh pada skala rendah.
3. Jika sample merupakan larutan pekat / konsentrasi tinggi, maka sudut refraksi kan kecil
karena perbedaan refraksi prisma dan sample kecil. Pada gambar terlihar sinar b" jatuh pada
skala besar.
2.11.2 Hubungan Konsentrasi dengan Indeks Bias
Dari penjelasan di atas jelas bahwa konsentrasi larutan akan berpengaruh secara proporsional
terhadap sudut refraksi. Pada prakteknya Refractometer akan ditera pada skala sesuai dengan
penggunaannya. Sebagai contoh Refractometer yang dipakai untuk mengukur konsentrasi larutan gula
akan ditera pada skala gula. Begitu juga dengan refractometer untuk larutan garam, protein dll.
Konsentrasi bahan terlarut sering dinyatakan dalam satuan Brix(%) yaitu merupakan pronsentasidari
bahan terlarut dalam sample (larutan air). Kadar bahan terlarut merupakan total dari semuabahan
dalam air, termasuk gula, garam, protein, asam dsb. Pada dasarnya Brix(%) dinyatakansebagai jumlah
gram dari cane sugar yang terdapat dalam larutan 100g cane sugar. Jadi pada saatmengukur larutan
gula, Brix(%) harus benar-benar tepat sesuai dengan konsentrasinya. Dengan arti bahwa jika larutan
yang dicari indeks biasnya sama,tpi konsentrasinya berbeda, maka akan diperoleh hubungan bahwa
semakin besar konsentrasi, maka semakin besar pula indeksbiasnya.
2.11.3 Jenis Refraktometer
Ada beberapa jenis refraktometer diantaranya:
1. Refraktometer Abbe
Refraktometer Abbe merupakan alat untuk determinasi secara cepat konsentrasi, kemurnian,
kualitas- kualitas dispersi dari sampel cair, padat dan plastik. Syaratnya hanya bahan yang jernih,
transparan dan Opaque dapat diukur pada sinar yang ditransmisikan dan direfleksikan.
Contoh sampel :

 Larutan alkohol, eter . Minyak wax


 Makanan sari buah, syrup, lar, gula dil Resin: bahan sintetik .
 Kaca optik
 Prinsip pengukuran dengan sinar yang ditransmisikanSinar kasa/sumber sinar prisma sampel
telescope

Refraktometer Abbe:
• Dapat digunakan untuk mengukur bermacam-macam indeks bias suatu larutan
• Dapat juga digunakan untuk mengukur kadar tetapi kita harus membuat kurva standar
• Suatu zat/ larutan kadarnya berbeda maka dapat memberika indeks bias berbeda.
Refraktometer Abbe: mempunyai 2 lubang pengamat Dicari garis batas dan perpotongan
antara hitam dan putih, kemudian dibaca indeks bias pada skala.

Pemeliharaan Refraktometer abbe


1. Setelah dipakai: prisma dibersihkan sampai kering.
2. Perlu ditera/kalibrasi dengan :
a. Lar. Bromonophtalehe yang sudah diketahui indeks biasnya.
b. Prisma
2. Refraktometer tangan ( Hand – Refraktometer)
Indeks bias sudah dikonversikan hinga dapat langsung dibaca kadarnya. Hanya untuk mengukur
kadar zat tertentu saja dan terbatasi jika kadar tidak terbaca misalnya, terlalu pekat maka harus di
encerkan. Hasil akhir dikalikan dengan pengenceran.
a. Macam-macam Hand Refraktometer:
1. Hand Refraktometer brik untuk gula 0-32%
2. Hand Refraktometer salt untuk NaCI 0 -28%
b.Penggunaan Refraktometer:
Larutan yang diukur indeks bias kadar diteteskan pada prisma Refrak Langsung dibaca hasilnya.
Catatan : pada waktu meneteskan, jangan sampai ada gelembung udara.
c. Bagian-bagian Refraktometer:
Mempunyai 1 lubang pengamat. Dibaca skala yang ditunjukan batas biru putih Sebelum ditetesi
zat setelah ditetesi zat/ larutan Terjadinya Pembiasan karena cahaya menembus median yang lebih
rapat indeks bias dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan. Semakin tinggi temperatur atau semakin
rendah tekanan maka kerapatan median semakin kecil.
d.Perawatan Hand Refraktometer:
• Setelah dipaka, bagian prisma dibersihkan sampai kering.
• Perlu ditera dengan aquades, sampai batas biru putih yang menunjukan skala 0. Hal ini
sebaiknya sebelum dipakai ditera dulu.
• Dapat dipakai kapas/ kertas tissue untuk membersihkan prisma.

Anda mungkin juga menyukai