Makalah Fiqih Mawaris Kel 10
Makalah Fiqih Mawaris Kel 10
Disusun oleh :
Kelompok 10
Briliant Salfadianur Rahmatullah 2221609078
Muhammad Fadhil Faadihilah 2221609048
Muhammad Riski 2221609051
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang suatu apa pun. Tak
lupa pula kami hanturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah SAW. Semoga
syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Devi Kasumawati, M.H. selaku dosen
mata kuliah Fiqih Mawaris. Semoga tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni kami. Kami juga mengucapkan terima
kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik
pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami selaku para penulis usahakan.
Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan
diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan
sebagaimana mestinya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila dalam suatu kasus pembagian warisan, ahli warisnya hanya terdiri dari
ashabul al furud saja, ada tiga kemungkinan yang terjadi yaitu terjadi kelebihan harta,
terjadi kekurangan harta, dan bagian yang diterima ahli waris tepat persis dengan harta
warisan yang dibagi. Jika terjadi pembagian warisan seperti ini disebut dengan masalah
‘adilah . yang terakhir ini tidak menimbulkan persoalan. Oleh karena itu uraian makalah
kami akan difokuskan pada dua masalah yaitu pada kekurangan harta dan kelebihan
harta warisan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Seseorang meninggal dunia ahli warisnya terdiri dari : anak perempuan dan ibu.
Harta warisannya sebesar Rp 12.000.000,- bagian masing-masing adalah:
Jika tidak ditempuh dengan cara radd :
2
Anak perempuan yang semula menerima bagian 6.000.000,- berubah mendapat
bagian Rp 9.000.000,- dan ibu yang semula menerima bagian Rp 2.000.000,-
mendapat bagian Rp 3.000.000,-
2. Harta warisan yang ditinggalkan simati sebesar Rp 8.400.000,- ahli warisnya terdiri
dari istri dan ibu. Bagian masing-masing adalah:
Jika diselesaikan dengan cara radd :
3. Seseorang meninggal dunia, ahli warisnya terdiri dari : ibu dan 2 saudara seibu.
Harta warisan yang ditinggalkan sejumlah Rp 3.600.000,- bagian masing-masing:
Jika diselesaikan dengan cara radd :
3
Ibu yang semula menerima Rp 600.000,- berubah menjadi, mendapat bagian
Rp1.200.000,- dan 2 saudara seibu berubah dari Rp 1.200.000,- menjadi Rp
2.400.000.1
Adapun ayah dan kakek- walaupun keduanya termasuk ashabul furudh dalam
beberapa keadaan, namun mereka berdua tidak boleh menerima radd. Karena bila mana
terdapat ayah atau kakek, maka tidak mungkin terjadi radd dalam masalah itu, karena
waktu itu keduanya menjadi ashobah dan mengambil sisanya.
1
Muhammad Ali As-Shabuni, Ilmu Hukum Waris Menurut Ajaran Islam. (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1388), hlm.
5-7
4
Para pewaris yang tidak boleh menerima radd diantara ashabul furud adalah
suami istri saja. Hal ini disebabkan kekerabatan mereka bukan kekerabatan nasabiyah
tapi kekerabatan sababiyah. Sebab ini telah terputus dengan kematian maka masing-
masing dari suami istri hanya mengambil radhunya saja tanpa tambahan. Adapun sisa
harta maka dia dikembalikan lagi kepada ashabul furudh lainya.2
C. Perbedaan pendapat para ulama dalam menyelesaikan harta yang terdapat sisa
harta
Terhadap penyelesaian masalah dengan cara radd ini, ternyata ada ulama yang
tidak setuju sama sekali sebagian ada yang setuju dengan syarat, dan sebagian lagi
menyatakan dengan tegas menerima. Dibawah ini akan diuraikan perbedaan pendapat
tersebut :
1. Radd atau pengembalian sisa harta warisan bila dilaksanakan hanya terbatas pada
ahli waris nasabiyah. Jadi, ahli waris sababiyah-suami atau isteri-tidak dapat
menerima radd. Demikian pendapat mayoritas (jumhur) ulama. Mula-mula
pendapat ini dikemukakan oleh ali bin abi thalib, kemudian diikuti oleh Abu
Hanifah, Ahmad bin Hanbal, Fuqaha Mutaakhirin dari madzhab syafi’iyah,
malikiyah, syi’ah zaidiyah, dan syi’ah imamiyah. Dasar hukum yang
dipedomaninya adalah :
Firman Allah SWT :
ٰ ٰ ض ُه ام َا او ٰلى ب َب ا ََُ ُ ا
ُ اْل ا َحام َب اع
ِ ض ِف اي ِكت ِب
اّلل ع
ٍ ِ ِ ر واولوا
“Dan orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih
berhak dari pada yang lain dalam kitab Allah.” (QS Al-Anfal : 75)
2
Muhammad Yusuf Musa. Al-Tirkah wa al-Miras fi al islam. (Kairo: Dar Al Ma’rifah, 1988), hlm.11
5
kekerabatan atau hubungan darah. Karena jika sisa harta itu diserahkan kepada bait
al-mal maka kaum muslimin itulah yang akan memanfaatkannya.
Praktek yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketika pada suatu
saat didatangi oleh seorang perempuan yang menanyakan status budak yang baru
saja diserahkan kepada ibunya, dan beberapa hari kemudian ibunya meninggal
dunia. atas pertanyaan itu Nabi SAW menegaskan :
اث
ر َ َو َج َب َأ اج ُرك َو َر َج َع ات إ َل اي َك في ااْل ا
ي
ِ ِ ِ ِ ِ
“kamu pantas menerima pahala, dan budak itu kembali kepadamu dengan jalan
pewarisan.”
Atas dasar penegasan Nabi SAW tersebut dapat dipahami bahwa penyelesaian
pembagian warisan dengan cara radd kepada ahli waris adalah ditunjuk oleh Rosulullah
SAW. sebab kalau saja Nabi SAW menyelesaikannya tidak dengan cara radd, maka
anak perempuan tersebut hanya berhak menerima separohnya saja. Memang dalam hal
ini, tidak ada penjelasan melalui contoh harta lain, tetapi penegasan Rasul bahwa budak
itu kembali kepada anak perempuan itu dengan cara pewarisan itu adalah isyarat yang
cukup tegas, bahwa beliau setuju dengan cara radd.
Jadi atas dasar alasan-alasan diatas, ahli waris yang berhak menerima pengembalian
sisa harta hanyalah ashab al wurud nasabiyah. berikut ini akan diselesaikan contoh
penyelesaian radd menurut mayoritas ulama :
a. Seseorang meninggal dunia ahli warisnya terdiri dari istri, ibu dan saudara seibu.
Harta warisannya sebesar Rp 10.800.000,- bagian masing-masing adalah:
6
b. Seorang meninggal dunia, harta warisan yang ditinggalkan sebesar Rp 4.800.000,-
ahli warisnya terdiri dari suami, saudara perempuan seibu, dan nenek. Bagian
masing-masing :
2 Jumlah Rp 4.800.000,-
2. Radd dapat dilakukan dengan mengembalikan sisa semua harta warisan kepada ahli
waris yang ada, baik ashab al furud nasabiyah maupun sababiyah. Pendapat ini
dikemukakan oleh sahabat ‘Usman bin ‘Affan. Pertimbangannya, logika dan segi
praktis pembagian warisan. Ia mengataklan suami dan istri dalam masalah ‘aul
bagian mereka ikut terkurangi, maka apabila terdapat kelebihan harta, maka sudah
sepantasnya mereka juga diberi hak untuk menerima kelebihan tersebut.
Apabila contoh pada poin (1) menurut pendapat mayoritas ulama. Diselesaikan
menurut pendapat ‘Usman maka dapat dihasilkan pembagian sebagai berikut :
a) Angka asal masalah diturunkan 12 menjadi 9 :
7
Suami 1/2 3 3/5 x Rp 4.800.000,- Rp 2.880.000
Sdr seibu 1/6 1 1/5 x Rp 4.800.000,- Rp 960.000,-
Nenek 1/6 1 1/5 x Rp 4.800.000,- Rp 960.000,-
5 Jumlah Rp 4.800.000,-
3 Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm.32-33
8
Pendapat terakhir cukup praktis dan rasional namun demikian tidak bisa
diberlakukan secara mutlak. Karena apabila pada suatu saat kepentingan kaum
muslimin sangat membutuhkan pendanaan, yang salah satunya harus dipenuhi
misalnya melalui sarana bait al mal, maka kelebihan harta perlu disetor ke bait al
mal. Akan tetapi jika kebutuhan umum hanya bersifat subside saja maka cara radd
untuk mengembalikan sisa harta kepada ahli waris merupakan cara yang lebih
tepat.
b) Nabi Muhammad SAW telah menegaskan bahwa Allah telah menentukan hak-
hak yang dapat diterima oleh seorang ahli waris. Sabda beliau menyatakan :
ه ُ َ َ َ َه ه
اّلل ق ادا اعطى ك هل ِد اي َح ٌّق َحق ُه رواه الترمدي ِإن
“Sesungguhnya Allah SWT telah memberi hak kepada pemegang hak“ (HR
Tirmidzi).
Hadits diatas dikeluarkan setelah turun ayat 14 surat An Nisa. Artinya hadits
tersebut bermaksud untuk menguatkan hujjah ayat tersebut oleh karena itu
9
siapapun ada kewajiban dan perlu memperhatikannya didalam melakukan
pembagian harta warisan.
c) Para ahli waris yang telah menerima bagian tertentu tidak berhak menerima sisa
harta warisan, karena tidak ada jalan untuk memilikinya. Untuk itu, sisa harta
yang ada harus diselesaikan kepada bait al mal. Seperti halnya harta peninggalan
simati yang tidak mempunyai ahli waris sama sekali.
d) Perhitungan pembagian warisan apabila ahli waris terdiri dari Ashab Al-Furudl
yang terjadi kekurangan harta dan penyelesaiannya. Terjadi kekurangan harta
yaitu apabila ahli waris banyak dalam furud al muqaddarah dilaksanakan apa
adanya. oleh karena itu, cara penyelesaiannya adalah bagian yang diterima oleh
masing-masing ahli waris dikurangi secara proporsional menurut besar kecilnya
bagian yang mereka terima. Ini disebut masalah Aul.4
10
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Rad secara harfiyah artinnya mengembalikan, masalah ini terjadi apabila dalam
pembagian warisan terdapat kelebihan harta setelah ahli waris ashab al-furud
memperoleh bagianya. Caranya adalah mengurangi angka masalah sehingga besarnya
sama dengan jumlah bagian yang diterima oleh ahi waris. Mayoritas (jumhur) ulama
berpendapat, sisa harta dikembalikan kepada ahli waris ashab al furud
nasabiyah.Usman bin Affan menyatakan bahwa sisa harta secara mutlaq dikembalikan
kepada semua ahli waris yang ada tanpa membedakan status kekerabatanya. Zaid bin
Tsabit menolak penyelesaian pembagian warisan dengan cara radd secara mutlaq,
menurutnya sisa harta diserahkan kepada bait al mal.
11
DAFTAR PUSTAKA
Ali As-Shabuni, Muhammad. 1388. Ilmu Hukum Waris Menurut Ajaran Islam. Surabaya:
Mutiara Ilmu.
12