Anda di halaman 1dari 56

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMPRES

HANGAT DAN KOMPRES DINGIN TERHADAP


PENURUNAN SKALA NYERI PEMASANGAN INFUS USIA
TODLER DI RAWAT INAP RS PURI CINERE DEPOK

Dibuat untuk memenuhi persyaratan penyelesaian


tugas akhir pada Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan

OLEH :
DIKA RATNA HAPSARI
11222218

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
2023

i
PROPOSAL PENELITIAN

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMPRES


HANGAT DAN KOMPRES DINGIN TERHADAP
PENURUNAN SKALA NYERI PEMASANGAN INFUS USIA
TODLER DI RAWAT INAP RS PURI CINERE DEPOK

Dibuat untuk memenuhi persyaratan penyelesaian


tugas akhir pada program studi S1 keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan

Oleh
DIKA RATNA HAPSARI
NIM : 11222218

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PETRAMEDIKA
2023

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Penelitian dengan Judul :


Perbandingan Efektifitas Pemberian Kompres Hangat dan Kompres Dingin
terhadap Penurunan Skala Nyeri Pemasangan Infus Usia Todler di Rawat
Inap RS Puri Cinere Depok

Laporan hasil penelitian ini telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan di


hadapan Tim Penguji Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Keperawatan PERTAMEDIKA

Telah mendapatkan persetujuan untuk dilaksanakan


Jakarta, …….. Oktober 2023

Menyetujui,
Pembimbing Skripsi,
Elly Junaliyah.,S.Kep.,M.Kep
NIP.

Mengetahui,
Ka. Prodi S1 Keperawatan

…………………..

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan hasil penelitian dengan judul “Perbandingan Efektifitas Pemberian


Kompres Hangat dan Kompres Dingin terhadap Penurunan Skala Nyeri
Pemasangan Infus Usia Todler di Rawat Inap RS Puri Cinere Depok”, ini
telah diajukan dan dinyatakan lulus dalam ujian sidang dihadapan Tim Penguji
pada tanggal …..Oktober 2023.

Penguji I,

…………….

Penguji II,

……………….

Penguji III,

……………

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA


S1 KEPERAWATAN
2023

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Karunianya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian yang
berjudul “Perbandingan Efektifitas Pemberian Kompres Hangat dan Kompres
Dingin terhadap Penurunan Skala Nyeri Pemasangan Infus Usia Todler di Rawat
Inap RS Puri Cinere Depok “
Penelitian ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir mata ajar Skripsi pada Program
Studi S1 Keperawatan – Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
PERTAMEDIKA.Peneliti menyadari banyak pihak yang turut membantu sejak
awal penyusunan sampai selesainya penelitian ini. Pada kesempatan ini peneliti
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Drg. Mira Dyah Utami, MARS, selaku Direktur Utama PERTAMEDIKA/IHC
dan Pembina Yayasan Pendidikan PERTAMEDIKA.
2. Dr. Asep Saefudin., SH., MM., CHRP., CHRA, selaku Ketua Pengurus
Yayasan Pendidikan PERTAMEDIKA.
3. Ns. Maryati, S.Sos., S.Kep., MARS, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan PERTAMEDIKA
4. Dr. Lenny Rosbi Rimbun, SKp., M.Si., M.Kep, selaku Wakil Ketua I Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA.
5. Sri Sumartini, SE., MM, selaku Wakil Ketua II Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
PERTAMEDIKA.
6. Achirman, SKM., M.Kep, selaku Wakil Ketua III Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan PERTAMEDIKA.
7. Wasijati, S.Kp., M.Si., M.Kep, selaku Kepala Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA
8. Elly Junaliyah S.Kep.,M.Kep selaku Pembimbing Skripsi yang dengan
kesabaran dan kebaikannya telah membimbing peneliti selama proses penelitian
ini.
9. Dr. Carolina Kawinda, selaku Direktur Rumah Sakit Puri Cinere tempat
penelitian.
10. Para dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA.
11. Suami dan anakku tercinta atas doa dan dukungannya selama ini, sehingga
laporan penelitian /skripsi ini dapat selesai sesuai dengan waktunya.
12. Orang tua saya yang selalu mendukung dan mendoakan saya dalam
melakukan penelitian ini, sehingga laporan penelitian ini dapat selesai sesuai
dengan waktunya.

v
13. Para responden atas keikutsertaan dan kerjasamanya, sehingga laporan
penelitian ini dapat selesai sesuai dengan waktunya.

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….ii

LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………….iii

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………..iv

KATA PENGANTAR……………………………………………………………v

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..vii

DAFTAR TABEL………………………………………………………………..ix

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………..x

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………..xi

DAFTAR BAGAN……………………………………………………………...xii

BAB I : PENDAHULUAN……………………………………………...13

A. Latar Belakang Masalah………………………………………………….13


B. Perumusan Masalah………………………………………………………16
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………………17
D. Manfaat Penelitian………………………………………………………..17

BAB II : TINJAUAN KEPUSTAKAAN………………………………...19

A. Teori dan Konsep Terkait………………………………………………...19


B. Penelitian Terkait………………………………………………………...36
C. Kerangka Teori…………………………………………………………...39

BAB III : KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI


OPERASIONAL…………………………………………………………………40

A. Kerangka Konsep………………………………………………………...40
B. Definisi Operasional……………………………………………………...41
C. Hipotesis…………………………………………………………………42.

BAB IV : METODE PENELITIAN………………………………………43

A. Desain Penelitian…………………………………………………………43
B. Populasi dan Sampel……………………………………………………..44
C. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………………45
D. Etika Penelitian…………………………………………………………..45
E. Alat Pengumpulan Data…………………………………………………45

vii
F. Prosedur Pengumpulan Data……………………………………………46
G. Pengolahan dan Analisis Data………………………………………….47

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………50

LAMPIRAN………………………………………………………………….58

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skala FLACC (Face, Leg, Activity, Cry, Consolability)…………….21

Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional…………………………………………..40

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Visual Analog Scale (VAS) ……………………………….. 20

Gambar 2.2 Numeric Rating Scale (NRS)………………………………...21

Gambar 2.3 Wong Baker Rating Scale (WBRS)………………………… 22

Gambar 2.4 Memorial Pain Assesment Card ……………………………. 23

Gambar 2.5 Sensitisasi Perifer…………………………………………… 25

Gambar 2.6 Sensitisasi Sentral…………………………………………… 25

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Format Penjelasan Penelitian…………………………………….52

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden………………………..53

xi
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori……………………………………………………38

Bagan 3.1 Bagan Kerangka Konsep…………………………………………..39

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masa toddler merupakan masa yang penting bagi seorang anak karena
pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada masa balita akan
mempengaruhi dan menentukan tumbuh kembang anak selanjutnya (Prasma,
et.al., 2021). Anak usia toddler merupakan anak dengan usia 1-3 tahun,
dimana mereka sangat rentan terkena penyakit dimana bisa disebabkan oleh
faktor kebersihan lingkungan, asupan gizi yang kurang, dan dimana
diperberat dengan imunitas yang belum maksimal yang menyebabkan anak
akan lebih mudah menderita penyakit. Anak yang mengalami sakit
memerlukan pengobatan baik rawat jalan atau rawat inap di rumah sakit
(hospitalisasi) untuk proses penyembuhannya. (Wong, 2012 dalam Laksmi,
Suryati, dan Yanti., 2018).

Hasil survey UNICEF (United Nations Children’s Fund) pada tahun 2012
menyatakan 84% anak menjalani hospitalisasi sedangkan data World Health
Organization (WHO) pada tahun 2011 menunjukkan jumlah anak yang
menjalani hospitalisasi sebanyak 152 juta anak (Suwarti & Imelda, 2022).
Menurut data Profil Anak Indonesia tahun 2020, sebanyak 40.47% anak di
Indonesia dirawat di rumah sakit. Sedangkan di Provinsi Jawa Barat
hospitalisasi anak sebesar 3,4% dari jumlah penduduk, jumlah ini lebih tinggi
dari angka nasional yaitu 2,3% (Kesehatan RI, 2013 dalam Suwarti & Imelda,
2022).

Krisis pertama yang dialami oleh anak saat sakit adalah hospitalisasi.
Hospitalisasi adalah sebuah proses terapi dan perawatan di rumah sakit
sampai kondisi kembali pulih. Hospitalisasi adalah sebuah pengalaman yang
mengancam dimana ketika anak mengalami hospitalisasi banyak stressor
yang akan dihadapi salah satunya yaitu stressor nyeri akibat mendapatkan
terapi intravena yakni pemasangan infus (Vianti, 2020). Prosedur
pemasangan infus merupakan prosedur invasif yang dilakukan saat perawatan
anak di rumah sakit, dimana tindakan ini dilakukan dengan memasukkan
jarum ke pembuluh darah anak yang akan menimbulkan rasa nyeri
(Burnsnader, 2014 dalam Boediarsih, Irawan, dan Kustriyanti, 2021).
Pemasangan infus ini sering dilakukan pada anak yang mengalami dehidrasi,

xiii
memerlukan pemeriksaan laboratorium, sebelum tranfusi darah, pra dan pasca
bedah sesuai program pengobatan, memasukkan obat melalui intravena serta
pasien yang tidak bisa makan dan minum melalui mulut (Ely, et all., 2021).

Nyeri adalah rasa tidak nyaman yang jika tidak diatasi bisa mengganggu
aktivitas anak sehingga anak akan kesulitan untuk berinteraksi dengan orang
lain, karena anak akan terfokus dengan rasa sakit yang ia rasakan (Wong,
2012 dalam Boediarsih, Irawan, dan Kustriyanti, 2021). Nyeri yang dirasakan
dan tidak teratasi akan menimbulkan dampak negatif seperti nyeri yang
menetap, perubahan sikap serta perubahan perilaku. Nyeri apabila tidak
diatasi akan menyebabkan anak menjadi tidak kooperatif dan sering kali
menolak prosedur tindakan seperti minum obat yang nantinya akan
memperlambat proses penyembuhan (Immawati, dkk., 2022). Konsep
atraumatic care ini bisa digunakan oleh perawat untuk meminimalisir
stressor psikologi dan fisik yang dirasakan oleh anak (Ely, et all., 2021).

Manajemen penanganan yang tepat oleh perawat sangat dibutuhkan untuk


mengurangi rasa nyeri. Manajemen nyeri yang dapat dilakukan dengan dua
cara yakni farmakologi dan non farmakologi. Manajemen farmakologi yaitu
manajemen yang menggunakan obat-obatan untuk mengurangi rasa nyeri
seperti penggunaan emla krim dimana kandungan dari krim ini adalah
lidocaine 2,5% dan prilocaine 2,5%. Penggunaan emla krim ini dirasa kurang
efektif, karena penggunaan emla cream ini akan menambah beban biaya
perawatan bagi pasien. Manajemen non farmakologi yang bisa digunakan
untuk mengurangi rasa nyeri adalah pemberian kompres dingin, kompres
hangat, teknik relaksasi, hypnosis, imajinasi terbimbing, distraksi, terapi
music dan massage. Salah satu penerapan prinsip atraumatic care adalah
meminimalkan rasa nyeri yang bisa dilakukan dengan pemberian kompres
dingin dan kompres hangat (Sarfika, dkk., 2015 dalam Immawati, dkk.,
2022).

Kompres dingin merupakan terapi non farmakologi yang tepat diberikan


sebelum dilakukan pemasangan infus, dimana kompres dingin bisa
memberikan efek anastesi lokal pada luka tusuk akibat pemasangan infus.
Kompres dingin menggunakan es memperlambat konduksi serabut saraf
perifer dan menurunkan pelepasan mediator nyeri dan nosiseptor sehingga
menimbulkan efek anastesi kulit yang relatif lebih cepat (waterhouse, 2013

xiv
dalam Immawati, dkk., 2022). Pemberian kompres dingin ini dilakukan pada
saat anak pemasangan infus, dimana perawat meletakkkan kompres dingin
dibagian pergelangan tangan yang akan dilakukan infus dan berikan kompres
selama 5-10 menit (Immawati, dkk., 2022). Penelitian yang dilakukan oleh
Akriansyah & Raden (2021) dengan judul Pengaruh Cool Pack (Kompres
Dingin) terhadap Nyeri Saat Pemasangan Infus Pada Anak di Rumah Sakit,
menunjukkan hasil nilai P value 0.000.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Laksmi, Suryati, dan Yanti (2018) dengan
judul Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Tingkat Nyeri Saat Pemasangan
Infus Pada Anak Usia Sekolah di RSUD Sanjiwani Gianyar menunjukkan
hasil p value 0.000. Suwarni pada tahun 2018 melakukan penelitian di RSUD
dr.H. Soewondo Kendal tentang Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Tingkat
Nyeri Saat Pemasangan Infus Pada Anak Usia 4-12 tahun mendapatkan hasil
nilai signifikan p value = 0.000 ≤ 0.05 maka artinya Ho ditolak dan Ha di
terima yang artinya ada pengaruh kompres dingin terhadap tingkat nyeri saat
pemasangan infus pada anak usia 4-12 tahun di ruang Dahlia RSUD dr. H
Soewondo Kendal.

Terapi non farmakologi lainnya yang bisa digunakan untuk mengurangi nyeri
pemasangan infus yakni kompres hangat. Kompres hangat merupakan
tindakan untuk menurunkan nyeri dengan memberikan energi panas melalui
proses konduksi, dimana panas tersebut dapat menyebabkan vasodilatasi
(pelebaran pembuluh darah) sehingga menambah pemasukan oksigen, nutrisi,
leukosit darah yang menuju ke jaringan tubuh. Akibat positif yang
ditimbulkan adalah memperkecil inflamasi, menurunkan kekakuan nyeri otot
(Jayanti, 2013 dalam Ariga dan Gulo, 2020).

Penelitian yang dilakukan oleh Ariga dan Gulo (2020) tentang Pengaruh
Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Derajat Nyeri pada
Penderita Flebitis menunjukkan bahwa hasil uji analisa dalam penelitian ini
menggunakan metode Wilcoxon dimana nilai Z = -2,546 dan nilai p value =
0.011, dimana dapat disimpulkan bahwa pemberian terapi kompres dapat
menurunkan derajat nyeri pada penderita flebitis. Supriadi (2021) melakukan
penelitian tentang perbandingan Contrast Water Therapy dan kompres Dingin
terhadap Derajat Flebitis Pasien yang di Infus menunjukkan bahwa kedua

xv
intervensi efektif untuk menurunkan flebitis, namun contrast water therapy
lebih efektif dibandingkan dengan kompres dingin.

Ruang Aster adala ruang rawat inap yang diperuntukkan untuk anak yang
berada di RS Puri Cinere, dimana pasien anak di ruang Aster selama rentang
waktu Juli - September 2023 yaitu sebanyak 452 anak, dengan usia toddler
adalah 135 anak. Rata-rata perbulan pasien toddler yang di rawat inap
sejumlah 45 anak. Studi pendahuluan didapatkan bahwa di RS Puri Cinere.
Dalam sehari perawat Aster bisa melakukan pemasangan infus 3-4 kali,
dengan respon toddler saat dilakukan terapi intravena yang sangat bermacam-
macam seperti menangis, berteriak dan marah-marah akibat dilakukan
pemasangan infus. Perawat Aster saat melakukan tindakan pemasangan infus,
perawat sudah menggunakan emla cream dan kompres dingin sebelum
pemasangan, namun belum pernah menggunakan kompres hangat untuk
menurunkan intensitas nyeri akibat pemasangan infus. Oleh karena itu
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait Perbandingan Efektivitas
Pemberian Kompres Hangat dan Kompres Dingin terhadap Penurunan Skala
Nyeri saat Pemasangan Infus Usia Todler di Rawat Inap RS Puri Cinere
Depok.

B. Perumusan Masalah
Saat anak harus menjalani hospitalisasi, anak akan mendapatkan terapi
intravena melalui tindakan pemasangan infus yang akan menyebabkan anak
akan merasakan rasa sakit saat dilakukan pemasangan terapi intravena
tersebut. Terapi intravena ini sangat diperlukan untuk memberikan terapi
cairan dan terapi obat selama dilakukan perawatan di rumah sakit. Jika terapi
intravena ini tidak dilakukan, maka akan menyebabkan tertundanya proses
rehidrasi cairan atau bahkan pemberian obat. Nyeri yang dirasakan akibat
pemasangan terapi intravena tersebut akan menimbulkan rasa yang tidak
nyaman yang membuat anak akan lebih tidak kooperatif dan lebih rewel.
Penanganan yang dilakukan bisa dari segi farmakologi dan non farmakologi.
Terapi farmakologi yang sudah dilakukan oleh perawat yang dengan
mengoleskan emla cream, namun hal ini dirasa kurang efektif karena harga
emla cream yang lumayan mahal dan akan menambah beban biaya kepada
pasien. Agar tidak menambah bebab biaya, terapi non farmakologi bisa
digunakan sebagai upaya penanganan nyeri yang dirasakan oleh anak. Terapi

xvi
non farmakologi yang bisa digunakan untuk mengurangi rasa nyeri tersebut
adalah kompres hangat dan kompres dingin.

Studi pendahuluan yang dilakukan menunjukkan hasil bahwa rata-rata pasien


usia toddler per bulan di ruang Aster RS Puri Cinere adalah sebesar 45 anak,
dimana setiap harinya perawat melakukan hamper 3-4 kali tindakangan
pemasangan infus. Penanganan dengan kompres dingin dan emla krim sudah
dilakukan kepada pasien yanag tidak kooperatif, namun untuk penanganan
dengan kompres hangat belum pernah dilakukan di ruang Aster Rs Puri
Cinere. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terakit
Perbandingan Efektivitas Pemberian Kompres Hangat dan Kompres Dingin
terhadap Penurunan Skala Nyeri saat Pemasangan Infus Usia Todler di Ruang
Aster RS Puri Cinere Depok.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan
antara efektivitas antara kompres hangat dan kompres dingin terhadap
penurunan skala nyeri anak usia toddler pada saat pemasangan infus di
Ruang Aster RS Puri Cinere Depok
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitrian ini adalah
a. Mengidentifikasi karakteristik responden (usia dan jenis kelamin)
b. Menganalisa pengaruh kompres hangat terhadap penurunan skala
nyeri anak usia toddler pada saat pemasangan infus di Ruang Aster
RS Puri Cinere Depok
c. Menganalisa pengaruh kompres dingin terhadap penurunan skala
nyeri anak usia toddler pada saat pemasangan infus di Ruang Aster
RS Puri Cinere Depok
d. Menganalisis perbandingan efektivitas kompres hangat dan kompres
dingin terhadap penurunan skala nyeri anak usia toddler pada saat
pemasangan infus di Ruang Aster RS Puri Cinere Depok
D. Manfaat Penelitian
Penelitian tentang perbandingan efektivitas kompres hangat dan kompres
dingin terhadap penurunan skala nyeri anak usia toddler pada saat
pemasangan infus di Ruang Aster RS Puri Cinere Depok, dapat bermanfaat
untuk :
1. Pelayanan Keperawatan

xvii
Sebagai informasi agar perawat mampu melakukan dan menerapkan
prinsip atraumatic care pada anak saat pemasangan infus dengan
menggunakan kompres hangat dan kompres dingin untuk menurunkan
nyeri yang dirasakan oleh anak

2. Perkembangan Ilmu Keperawatan


Untuk penelitian selanjutnya hasil penelitian dapat digunakan sebagai
masukan untuk melakukan penanganan nyeri pada saat pemasangan infus
serta diharapkan melakukan penelitian intervensi lainnya yang bisa
digunakan untuk mengurangi nyeri pada saat pemasangan infus.

xviii
xix
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritik
1. Nyeri
a. Pengertian
Nyeri adalah sesuatu hal yang bersifat subjektif, tidak ada
dua orang sekalipun yang mengalami kesamaan rasa nyeri, dan
tidak ada dua kejadian menyakitkan yang mengakibatkan respon atau
perasaan yang sama pada individu (Potter & Perry, 2010 dalam
Bawole, Rahmaya & Etika., 2022). Nyeri adalah suatu pengalaman
sensori dan emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan yang actual dan potensial ataupun suatu keadaan
yang menggambarkan terjadinya suatu kerusakan (Bawole, Rahmaya
& Etika., 2022).
b. Klasifikasi Nyeri
Secara umum nyeri terbagi menjadi dua yaitu :
1) Nyeri Akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang berlangsung sampai dengan 6
bulan, dimana biasanya diawali dengan timbul tiba-tiba dan
umumnya berkaitan dengan cidera fisik. Nyeri akut
mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi. Salah
satu nyeri akut yangterjadi adalh nyeri pasca pembedahan (Meliala
& Suryamiharja, 2007 dalam Bahruddin, 2018).
2) Nyeri Kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri konstan atau intermitten yang
menetap sepanjang suatu periode waktu. . Nyeri kronik ini juga
sering di definisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam
bulan atau lebih (Meliala & Suryamiharja, 2007 dalam Bahruddin,
2018).
Menurut Sulistyo (2013) dalam Bahruddin (2018) nyeri berdasarkan
lokasinya dibagi menjadi :
1) Nyeri Perifer
a. Nyeri superfisial, yaitu nyeri yang muncul akibat rangsangan
pada kulit dan mukosa

20
21

b. Nyeri visceral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi


dari reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium dan toraks
c. Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang
jauh dari penyebab nyeri
2) Nyeri Sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang
otak dan thalamus.
3) Nyeri Psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya, dengan kata lain
nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita itu sendiri.
c. Penilaian Nyeri
Penilaian nyeri merupakan hal yang penting untuk mengetahui
intensitas dan menentukan terapi yang efektif. Saat ini nyeri telah
ditetapkan sebagai tanda vital kelima yang bertujuan untuk
meningkatkan kepedulian akan rasa nyeri dan diharapkan dapat
memperbaiki tatalaksana nyeri akut. Intensitas nyeri sebaiknya harus
dinilai sedini mungkin dan sangat diperlukan komunikasi yang baik
dengan pasien (Nakamura, 2021). Penilaian dan pengukuran derajat
nyeri sangatlah penting dalam proses diagnosis penyebab nyeri.
Dengan penilaian dan pengukuran derajat nyeri dapat dilakukan
tata laksana nyeri yang tepat, evaluasi serta perubahan tata laksana
sesuai dengan respon pasien. Nyeri harus diperiksa dalam suatu faktor
fisiologis, psikologis serta lingkungan. Penilaian nyeri meliputi:
(Nakamura, 2021)
1) Anamnesis umum
2) Pemeriksaan fisik
3) Anamnesis spesifik nyeri dan evaluasi ketidakmampuan yang
ditimbulkan nyeri seperti lokasi nyeri, keadaan yang
berhubungan dengan timbulnya nyeri, karakter nyeri, intensitas
nyeri, gejala yang menyertai, efek nyeri terhadap aktivitas,
tatalaksana yang sudah didapat, riwayat penyakit yang relevan
dengan rasa nyeri dan faktor lain yang akan mempengaruhi
tatalaksana pasien

Untuk dapat melakukan pengkajian nyeri yang tepat sesuai dengan


kondisi pasien maka perawat harus tahu tentang metode skala
pengukuran nyeri yang tentu saja berbeda penggunaannya
22

sesuai kebutuhan kondisi pasien. Skala pengukuran nyeri


terbagi menjadi:

a. Uni-dimensional
Uni-dimensional hanya mengukur intensitas nyeri, cocok
(appropriate) untuk nyeri akut, biasa digunakan untuk
outcome pemberian analgetik yang meliputi : Visual Analog
Scale (VAS), Verbal Rating Scale (VRS), Numeric Rating
Scale (NRS), Wong Baker Pain Rating Scale.
b. Multi-dimensional
Multi-dimensional mengukur intensitas dan afektif (un-
pleasatness) nyeri, diaplikasikan untuk nyeri kronis, dapat
dipakai untuk outcome assessment klinis yang meliputi : McGill
Pain Questionnare (MPQ), The Brief Pain Inventory (BPI),
Memorial Pain Assesment Card. Untuk pasien bayi 0 –1 tahun
Neonatal Infant Pain Scale (NIPS), untuk anak –anak usia <
3 tahun atau anak dengan ganggua kognitif atau pasien anak
yang tidak dapat dinilai dengan skala lain
menggunankan Face, Legs, Activity, Cry, and Concolability
(FLACC), serta untuk pasien dengan perawatan intensif
menggunakan Comfort Scale.

Pengukuran nyeri dengan VAS (Visual Analog Scale) dilakukan


dengan cara mengukur nyeri yang dirasakan terhadap responden
VAS ini menampilkan bentuk skala nyeri dari tidak ada nyeri
sama sekali, nyeri sedikit ringan, nyeri ringan, nyeri agak berat,
nyeri berat dan nyeri yang tidak tertahankan. Secara operasional
VAS umumnya berupa sebuah garis horizontal atau vertikal,
Panjang 10 centimeter. Pasien harus menandai garis yang terdapat
dalam alat ukur dengan merasakan seberapa nyeri yang dirasakan
pasien saat ini (Saphna et all, 2023).

Gambar 2.1 Visual Analog Scale (VAS)


23

Numeric Rating Scale (NRS) adalah penilaian yang menggunakan


angka 0 sampai 10. Penilaian nyeri dilakukan dengan cara
meminta pasien memberikan tanda pada angka dimana nyeri
dirasakan pasien. Dengan interpretasi skala nyeri, sebagai berikut:
(Kasih, 2023)

Gambar 2.2 Numeric Rating Scale (NRS)

Skala FLACC (Face, Leg, Activity, Cry, Consolability)


merupakan alat pengkajian nyeri yang dapat digunakan pada
pasien yang secara non verbal yang tidak dapat melaporkan
nyerinya (Suwarni, 2018).

Skor
Kategori 0 1 2
Muka Tidak ada Wajah Sering dahi
ekspresi atau cemberut, tidak
senyuman dahi konstan,
tertentu, tidak mengkerut, rahang
mencari menyendiri menegang,
perhatian dagu gemetar
Kaki Tidak ada Gelisah dan Resah
posisi atau menegang menendang
rileks
Aktivitas Berbaring, Menggeliat, Menekuk,
posisi normal, menaikkan kaku atau
mudah punggung menghendak
bergerak dan maju,
menegang
Menangis Tidak Merintih atau Menangis
menangis merengek, keras, sedu
kadang- sedan, sering
kadang mengeluh
mengeluh
Hiburan Rileks Kadang- Kesulitan
kadang hati untuk
tentram menghibur
dengan atau
sentuhan, kenyamanan
memeluk,
berbicara
untuk
mengalihkan
perhatian
24

Total Skor (1-10)


Tabel 2.1 Skala FLACC (Face, Leg, Activity, Cry, Consolability)

Intensitas nyeri dibedakan menjadi lima dengan menggunakan


skala numeric yaitu :
a. 0 = tidak nyeri
b. 1-2 = Nyeri ringan
c. 3-5 = Nyeri sedang
d. 6-7 = Nyeri berat
e. 8-10 = Nyeri yang tidak tertahankan

Wong Baker Pain rating Scale

Instrumen ini digunakan pada pasien dewasa dan anak usia > 3 tahun
yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka
(Mardana, 2018).

Gambar 2.3 Wong Baker Pain Rating Scale

 McGill Pain Questionnare (MPQ) (Terlampir)

Terdiri dari empat bagian: (1) gambar nyeri, (2) indeks nyeri (PRI),
(3) pertanyaanpertanyaan mengenai nyeri terdahulu dan lokasinya;
dan (4) indeks intensitas nyeri yang dialami saat ini. PRI terdiri dari
78 kata sifat/ajektif, yang dibagi ke dalam 20 kelompok. Setiap set
mengandung sekitar 6 kata yang menggambarkan kualitas nyeri yang
makin meningkat. Kelompok 1 sampai 10 menggambarkan kualitas
sensorik nyeri (misalnya, waktu/temporal, lokasi/spatial,
suhu/thermal). Kelompok 11 sampai 15 menggambarkan kualitas
efektif nyeri (misalnya stres, takut, sifat-sifat otonom). Kelompok 16
menggambarkan dimensi evaluasi dan kelompok 17 sampai 20 untuk
keterangan lain-lain dan mencakup kata-kata spesifi k untuk kondisi
tertentu. Penilaian menggunakan angka diberikan untuk setiap kata
sifat dan kemudian dengan menjumlahkan semua angka berdasarkan
pilihan kata pasien maka akan diperoleh angka total (PRI(T)).
25

 The Brief Pain Inventory (BPI) (terlampir)

Adalah kuesioner medis yang digunakan untuk menilai nyeri.


Awalnya digunakan untuk mengassess nyeri kanker, namun sudah
divalidasi juga untuk assessment nyeri kronik

 Memorial Pain Assesment Card

Merupakan instrumen yang cukup valid untuk evaluasi efektivitas dan


pengobatan nyeri kronis secara subjektif. Terdiri atas 4 komponen
penilaian tentang nyeri meliputi intensitas nyeri, deskripsi nyeri,
pengurangan nyeri dan mood

Gambar 2.4 Memorial Pain Assesment Card

d. Mekanisme Nyeri
Pengalaman nyeri merupakan proses kompleks yang melibatkan
aktivasi beberapa jalur pensinyalan saraf di dalam sistem saraf perifer
dan sistem saraf pusat Kontrol nyeri terjadi dari pusat yang lebih
tinggi yiatu sistem saraf pusat (Steeds, 2016 dalam Jamal, Teuku &
Eka., 2022). Sistem saraf perifer terdiri dari saraf dan ganglia yang
terletak di luar otak dan sumsum tulang belakang yang terutama
berfungsi untuk menghubungkan sistem saraf pusat ke organ dan
anggota tubuh lainnya. Di sisi lain, sistem saraf pusat terdiri dari
sumsum tulang belakang dan otak yang terutama bertanggung jawab
untuk mengintegrasikan dan menafsirkan informasi yang dikirim
dari sistem saraf perifer dan kemudian mengkoordinasikan semua
aktivitas di tubuh sebelum mengirimkan respons ke organ efektor
(Yam et al, 2018).
26

Aktivasi nosiseptor perifer pada kulit sebagai respons terhadap


rangsangan, seperti panas, cedera atau tekanan mekanis akan
menyebabkan pelepasan mediator kimia di tempat cedera (sensitisasi
perifer). Nyeri atau inflamasi yang persisten kemudian
menyebabkan aktivasi dan rangsangan berulang pada nosiseptor
serat-C aferen yang kemudian memicu pelepasan neurotransmitter
glutamat di sinaps kornu dorsalis (sensitisasi sentral). Hal ini
disertai dengan pelepasan substansi P, BDNF dan neurokinin
yang menyebabkan depolarisasi persisten pada membran sel.
Selain itu, aktivasi reseptor AMPA atau NMDA oleh glutamat
akan merangsang mikroglia dan selanjutnya menginduksi pelepasan
enzim siklooksigenase 1 dan 2, oksida nitrat dan mediator
proinflamasi lainnya (TNF-α, IL-1, IL-6) (Emril et al., 2018).

Sensitisasi perifer ditandai dengan sensitivitas abnormal nosiseptor


aferen terhadap rangsangan berbahaya. Nosiseptor pada kulit dan
jaringan yang lebih dalam terkadang menjadi sangat sensitif terhadap
rangsangan berbahaya yang intens dengan adanya peradangan. Hal ini
selanjutnya akan menurunkan ambang aktivasi nosiseptor menjadi
rangsangan yang biasanya tidak berbahaya atau kurang
menyakitkan, disertai dengan peningkatan derajat atau besarnya
respons. Selain itu, sensitisasi ekstrim dapat menyebabkan aktivasi
nosiseptor tidur atau diam, yang pada saat eksitasi akan meningkat
respon nyeri berlipat ganda (Dureja et al., 2017 dalam Jamal, Teuku &
Eka., 2022).

Sinyal nyeri aferen dari nosiseptor perifer menuju neuron tulang


belakang kadang-kadang dapat mengaktifkan mekanoseptor ambang
rendah di dorsal horn sehingga memperkuat respons saraf pusat
terhadap rangsangan berbahaya. Fenomena perubahan sensitivitas sel
saraf ini pada tingkat neuron orde kedua dikenal sebagai sensitisasi
sentral. Sensitisasi sentral terlibat dalam transisi nyeri akut ke nyeri
degeneratif kronis. Inflamasi dan cedera pada saraf tepi dapat
merubah keampuhan sinaps dan dapat menginduksi terjadinya
sensitisasi sentral pada neuron kornu dorsalis dan dipertimbangkan
sebagai mekanisme penting yang mendasari induksi dan berlanjutnya
nyeri kronis (Emril et al., 2018)..
27

Gambar 2.5 Sensitisasi Perifer

Gambar 2.6 Sensitisasi Sentral

e. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri


Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Sudjito (2018) adalah
1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus
mengkaji respon nyeri anak. Pada orang dewasa kadang
melaporkan nyeri jika sudah mengalami kerusakan fungsi. Pada
pasien lansia cenderung memendam nyeri yang dialami
2. Jenis Kelamin
Laki-laki dan wanita tidak berbeda secara siginifikan dalam
merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (contoh
tidak pantas jika laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh
nyeri)
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka
berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut
kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima
28

karena melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada


nyeri.
4. Makna Nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap
nyeri dan bagaimana mengatasinya
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri
dapat mempengaruhi persepsi nyeri.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa
menyebabkan seseorang cemas
7. Pengalaman Masa Lalu
Sesorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri di masa lampau,
dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah
mengatasi nyerinya.
8. Pola Koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi
nyeri dan sebaliknya
9. Dukungan keluarga atau sosial
Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung kepada
anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan
dan perlindungan
f. Dampak Nyeri
Nyeri yang tidak segera diatasi akan menyebabkan berbagai macam
dampak pada anak diantaranya : (Tadio & Katz, 2003 dalam
Trimawati & Mona, 2018)
1. Dampak Akut
Nyeri yang tidak ditangani akan menimbulkan dampak jangka
pendek yaitu perubahan perilaku (tangisan, wajah meringis dan
menarik anggota tubuh), meningkatkan denyut jantung, tekanan
darah dan desaturasi oksigen
2. Dampak Jangka Panjang
Dampak jangka panjang terhadap nyeri yang tidak mendapat
penanganan yang tepat akan menyebabkan kecemasan, trauma pda
jarum dan phobia.
29

g. Manajemen Nyeri
Manajemen nyeri merupakan kebutuhan dasar yang harus didapatkan
oleh anak saat menjalani hospitalisasi. Tujuan adanya manajemen
nyeri adalah mengurangi rasa nyeri yang dirasakan, meningkatkan
fungsi bagian tubuh yang sakit dan meningkatkan kualitas hidup.
Manajemen nyeri dapat dilakukan dengan dua cara yaitu farmakologi
dan non farmakologi (Faisol, 2022).
1. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi menghilangkan nyeri dengan pemberian obat-
obatan pereda nyeri. Terdapat tiga jenis analgesik yaitu :
a. Non-narkotik dan anti inflamasi non-steroid (NSAID): dapat
digunakan untuk nyeri ringan hingga sedang. Obat ini tidak
menimbulkan depresi pernapasan.
b. Analgesik narkotik atau opioid: diperuntukkan nyeri sedang
hingga berat, misalnya pasca operasi. Efek samping obat ini -
menimbulkan depresi pernapasan, efek sedasi,
konstipasi, mual, dan muntah.
c. Obat tambahan atau adjuvant (koanalgesik): obat dalam jenis
sedatif, anti cemas, dan pelemas otot. Obat ini dapat
meningkatkan kontrol nyeri dan menghilangkan gejala
penyertanya. Obat golongan NSAID, golongan kortikosteroid
sintetik, golongan opioid memiliki onset sekitar 10 menit
dengan maksimum analgesik tercapai dalam 1-2 jam. Durasi
kerja sekitar 6-8 jam
2. Terapi Non-Farmakologi
Manajemen nyeri non farmakologi ada beberapa tindakan yang
bisa dilakukan secara mandiri oleh perawat : (Faisol, 2022)
a. Stimulasi dan Masase
Kutaneus Masase merupakan stimulasi kutaneus tubuh secara
umum yang dipusatkan pada punggung dan tubuh. Masase
dapat mengurangi nyeri karena membuat pasien lebih nyaman
akibat relaksasi otot.
b. Kompres Dingin dan Hangat
Kompres dingin menurunkan produksi prostaglandin
sehingga reseptor nyeri lebih tahan terhadap rangsang nyeri
dan menghambat proses inflamasi. Kompres hangat
berdampak pada peningkatan aliran darah sehingga
30

menurunkan nyeri dan mempercepat penyembuhan. Kedua


kompres ini digunakan secara hati-hati agar tidak terjadi
cedera.
c. Transcutaneus Electric Nerve Stimulation (TENS) TENS dapat
digunakan untuk nyeri akut dan nyeri kronis. TENS dipasang
di kulit menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar,
atau mendengung pada area nyeri. Unit TENS dijalankan
menggunakan baterai dan dipasangi elektroda.
d. Distraksi Pasien akan dialihkan fokus perhatiannya agar tidak
memperhatikan sensasi nyeri. Individu yang tidak
menghiraukan nyeri akan lebih tidak terganggu dan tahan
menghadapi rasa nyeri. Penelitian Fadli (2017) memaparkan
bahwa ada pengaruh distraksi pendengaran terhadap intensitas
nyeri pada klien fraktur. Terdapat penurunan skor nyeri setelah
diberikan terapi distraksi pendengaran.
e. Teknik Relaksasi Relaksasi dapat berupa napas dalam dengan
cara menarik dan menghembuskan napas secara teratur. Teknik
ini dapat menurunkan ketegangan otot yang menunjang rasa
nyeri. Penelitian Aini (2018) menunjukkan ada pengaruh
teknik relaksasi napas dalam terhadap penurunan nyeri pada
pasien fraktur.
f. Imajinasi Terbimbing Pasien akan dibimbing dan diarahkan
untuk menggunakan imajinasi yang positif. Dikombinasi
dengan relaksasi dan menggunakan suatu gambaran
kenyamanan dapat mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
g. Terapi Musik
Pengaruh signifikan pemberian musik instrumental terhadap
penurunan skala nyeri pasien pra operasi fraktur. Musik
instrumental dapat memberikan ketenangan pada pasien.
Pemberian musik dapat mengalihkan perhatian pasien dan
menurunkan tingkat nyeri yang dialami

2.Kompres Hangat dan Kompres Dingin

a. Kompres Hangat
1. Pengertian
Kompres hangat merupakan salah satu terapi modalitas dalam
intervensi keperawatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan
31

rasa nyaman. Kompres hangat ini sangat efektif dilakukan untuk


mengurangi nyeri (Hannan et al., 2019).
2. Manfaat Kompres
Menurut Kozier (2009) dalam Isnawati (2018) kompres hangat
digunakan secara luas dalam pengobatan karena memiliki efek
manfaat yang besar. Adapun manfaat efek kompres hangat adalah
efek fisik, efek kimia, dan efek biologis.
a. Efek Fisik
Panas dapat menyebabkan zat cair,padat dan gas mengalami
pemuaian ke segala arah
b. Efek Kimia
Menurunnya reaksi kimia tubuh seiring dengan menurunnya
temperature tubuh. Ppermeabilitas membrane sel akan meningkat
sesuai dengan peningkatan suhu, pada jaringan akan terjadi
peningkatan metabolism seiring dengan peningkatan pertukaran
zat kimia tubuh dengan cairan tubuh
c. Efek Biologis
Panas dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang
mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Secara fisiologis
respon tubuh terhadap panas yaitu menyebabkan pembuluh darah
menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot,
meningkatkan metabolism jaringan dan meningkatkan
permeabilitas kapiler. Respon dari panas inilah yang digunakan
untuk keperluan terapi pada berbagai kondisi dan keadaan yang
terjadi dalam tubuh. Panas menyebabkan vasodilatasi maksimum
dalam waktu 15-20 menit, dimana melakukan kompres lebih dari
20 menit akan mengakibatkan kongesti jaringan dan klien akan
beresiko mengalami luka bakar karena pembuluh darah yang
berkontriksi tidak mampu membuang panas secara adekuat
melalui sirkulasi darah
3. Prosedur Kompres Hangat
Langkah-langkah pemberian kompres hangat adalah sebagai berikut :
a. Persiapan alat dan bahan
1) Kassa atau kain yang dapat menyerap air
2) Air hangat dengan suhu 40°C
b. Tahap Kerja
1) Cuci tangan
32

2) Jelaskan pada orang tua pasien prosedur yang akan dilakukan


3) Ukur suhu air dengan thermometer
4) Rendam kassa atau kain dengan air
5) Tempelkan kassa atau kain pada lokasi pemasangan infus
yang sudah ditentukan selama 5-10 menit
6) Kaji nyeri saat setelah dilakukan pemasangan infus
4. Mekanisme Kerja Kompres Hangat
Kompres hangat dianjurkan untuk menurunkan nyeri karena dapat
meredakan nyeri, meningkatkan relaksasi otot, meningkatkan
sirkulasi, meningkatkan relaksasi psikologis dan memberi rasa
nyaman. Pada tahap fisiologis kompres hangat menurunkan nyeri
lewat transmisi dimana sensasi hangat pada pemberian kompres dapat
menghambat pengeluaran mediator inflamasi seperti sitokinin pro
inflamasi, kemokin, yang dapat menurunkan sensitivitas nosiseptor
yang akan meningkatkan rasa ambang pada rasa nyeri sehingga
terjadilah penurunan nyeri (Isnawati, 2018). Penelitian yang
dilakukan oleh Wulansari et al., (2022) tentang Perbandingan
Intervensi Keperawatan Kompres Hangat, Kompres Dingin dan
Pemberian Simplisia Serbuk Aloe Vera Terhadap Pengurangan Nyeri
pada Kasus Phlebitis menunjukkan bahwa ketiga intervensi ini secara
signifikan dapat mengurangi rasa nyeri. Namun diantara ketiganya
tidak ada yang menunjukkan secara signifikan intervensi yang paling
efektif.
b. Kompres Dingin
1. Pengertian
Kompres dingin merupakan terapi non farmakologi yang cocok
diberikan sebelum dilakukan pemasangan infus. Dingin akan
menimbulkan mati rasa sebelum rasa nyeri timbul. Kompres dingin
dapat menimbulkan efek anastesi lokal pada luka tusuk akibat
pemasangan infus (Potter & Perry, 2013 dalam Akriansyah & Raden,
2021). Kompres dingin merupakan suatu tindakan pemeliharaan suhu
tubuh yang dilakukan dengan menggunakan es balok dengan ukuran
kecil dengan tujuan untuk mengebalkan rasa sakit dan menghentikan
perdarahan (Asmadi, 2008 dalam Fatriansasi, 2019).
2. Prosedur Kompres (Kozier & Erb, 2009 dalam Suwarni, 2018)
a. Cuci tangan
33

b. Mengkaji vena yang akan dilakukan pungsi (tindakan


pemasangan infus)
c. Memberikan kompres dingin kering dengan menggunakan cold
pack selama 3 menit pada vena yang sudah dikaji
d. Memberitahu anak untuk tidak melepas kompresnya
e. Melepaskan kompres dingin sebelum prosedur
f. Melakukan prosedur pungsi vena (tindakan pemasangan infus)
3. Mekanisme Kerja Kompres Dingin
Kompres dingin menggunakan es memperlambat konduksi serabut
saraf perifer dan menurunkan pelepasan mediator nyeri dan
nosiseptor sehingga menimbulkan efek anastesi kulit yang relatif
cepat (Waterhouse, 2013 dalam Akriansyah & Raden, 2021).
Kompres dingin akan membuat baal daerah yang dikompres dengan
memperlambat transmisi dari impuls-impuls lainnya melalui neuron
sensorik. Kompres dingin juga dapat mengurangi pembengkakan dan
menyejukkan bagi kulit (Panjaitan et al., 2020). Kompres dapat
merangsang serat saraf yang menutup gerbang sehingga transmisi
impuls nyeri ke medulla spinalis dan otak dapat dihambat yang pada
akhirnya akan membuat nyeri berkurang (Biges, 2019).
3. Pemasangan Infus
a. Pengertian
Pemasangan infus atau terapi intravena adalah proses memasukkan
jarum IV catheter ke dalam pembuluh darah vena yang
disambungkan dengan selang infus dan dialirkan cairan infus
(Rosyidi, 2013 dama Suwarni, 2019). Terapi intravena adalah terapi
medis yang dilakukan secara invasive dengan menggunakan metode
yang efektif untuk mensuplai cairan, elektrolit, nutrisi dan obat
melalui pembuluh darah (Potter & Perry, 2010 dalam Suwarni, 2018)
b. Tujuan Pemasangan Infus
Tujuan terapi intravena yaitu :
1) Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung
air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat
di pertahankan secara adekuat melalui oral
2) Memperbaiki keseimbangan asam-basa
3) Memperbaiki volume komponen darah
4) Memberi jalan masuk untuk pemberian obat-obatan ke dalam
tubuh
34

5) Memberikan nutrisi pada saat system pencernaan mengalami


gangguan (Hidayat, 2008 dalam Suwarni, 2018)
c. Indikasi Pemberian Terapi Intravena
Menurut Potter & Perry (2010) dalam Suwarni (2018) indikasi pada
pemberian terapi intravena yakni pemberian obat-obatan seperti
antibiotik. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau tidak
dapat menelan obat. Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan
pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual
(dibawah lidah), subkutan (dibawah kulit) dan intra muscular
(disuntikkan di otot).
d. Kontraindikasi Pemberian Terapi Intravena
Kontraindikasi pada pemberian terapi intravena yaitu : (Potter &
Perry, 2010 dalam Suwarni, 2018)
1) Inflamasi dan infeksi di lokasi pemasangan infus
2) Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil
yang aliran darahnya lambat(misalnya pembuluh vena di tungkai
dan kaki
3) Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini
akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri vena pada
tindakan hemodialysis
e. Lokasi Pemasangan Infus
Daerah tempat infus yang memungkinkan adalah permukaan dorsal
tangan (vena superfisial dorsalis, vena basilica, vena sefalika).
Lengan bagian dalam (vena basalika, vena sefalika, vena kubital
median, vena median lengan bawah, vena radialis) dan permukaan
dorsal (vena safena magna, ramusdorsalis). Tempat insersi atau
pungsi vena yang umum digunakan adalah tangan dan lengan.
Namun vena-vena superfisial di kaki dapat digunakan jika klien
dalam kondisi tidak memungkinkan dipasang di daerah tangan.
Apabila memungkinkan, semua klien sebaiknya menggunakan
ekstremitas yang tidak dominan (Potter & Perry, 2010 dalam
Suwarni, 2018)
f. Komplikasi Pemasangan Infus
Terapi intravena diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka
waktu yang alama akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
komplikasi yaitu :
1) Phlebitis
35

Phlebitis merupakan infeksi nosocomial yang muncul sekurang-


kurangnya 3x24 jam dan kejadian phlebitis menjadi indikator
mutu pelayanan minimal rumah sakit dengan kejadian ≤ 1, 5%
(Kementrian Kesehatan RI, 2015 dalam Susiyanti et al., 2022).
Phlebitis menempati peringkat pertama infeksi nosokomial di
Indonesia dibandingkan infeksi lainnya yaitu sebanyak 16.435
kejadian phlebitis dari 588.328 pasien beresiko di Rumah Sakit
Umum di Indonesia atau lebih kurang 2,8% dan sebanyak 293
kejadian phlebitis dari 18.800 pasien yang beresiko di rumah sakit
khusus atau swasta di Indonesia pada tahun 2006 atau < 1,5%
(Kementerian Kesehatan RI, 2018)
2) Iritasi Vena / nyeri
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama di infus, kemerahan
pada kulit diatas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan
dengan pH tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang tinggi.
3) Hematoma
Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di
sekitar area insersi.
4) Trombosis
Thrombosis ditanadai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada
vena dan aliran infus berhenti
5) Spasme Vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di
sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka
maksimal (Hinlay, 2013 dalam Suwarni, 2018)
4. Toddler
a. Pengertian
Usia toddler merupakan masa golden period/periode keemasan bagi
kecerdasan anak, termasuk juga perkembangan anak (Loeziana, 2015
dalam Hiqma, Zainal & Baitus, 2023). Anak usia toddler merupakan
anak yang berada di rentang usia 12 bulan sampai dengan 36 bulan
(Soetjiningsih & Ranuh, 2017 dalam Hiqma, Zainal & Baitus, 2023).
Anak usia toddler adalah anak yang berada pada usia 1 sampai
dengan 3 tahun (Wong, 2012 dalam Hiqma, Zainal & Baitus, 2023).
Pada masa toddler perkembangan anak merupakan periode yang
pneting.
36

Hal ini terjadi karena suatu perkembangan dasar berjalan cepat


sehingga dapat mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak
seterusnya. Selain itu masa toddler juga memerlukan rangsangan atau
stimulasi agar potensi anak dapat berkembang secara optimal sesuai
tahap perkembangan (Azizah & Rahmawati, 2019).Masa toddler ini
seorang anak mulai belajar menentukan arah perkembangan dirinya,
suatu fase yang mendasari derajat kesehatan, perkembangan
emosional, derajat pendidikan, kepercayaan diri, kemampuan
bersosialisasi serta kemampuan diri seorang anak dimasa mendatang.
Interaksi antara anak dan orang tua dalam proses ini sangat
bermanfaat bagi proses perkembangan anak secara keseluruhan
(Yunita & Dadan, 2021).
b. Masalah Kesehatan Pada Usia Toddler
Masalah tumbuh kembang pada anak usia dibawah lima tahun di
dunia menurut WHO pada 2018, secara global ada 149 juta anak di
bawah usia lima tahun mengalami stunting, 49 juta wasting dan 40
juta kelebihan berat badan. Sebesar 22% dari semua anak di bawah 5
tahun mengalami stunting pada tahun 2018, sebanyak 17 juta anak-
anak di bawah lima tahun terpengaruh oleh wasting dalam bentuknya
yang parah pada tahun 2018, sebesar 45% peningkatan jumlah anak
yang kelebihan berat badan di bawah 5 tahun di Afrika dan 33% di
Asia, sejak tahun 2000. Masalah tumbuh kembang yang terjadi di
Indonesia Berdasarkan hasil pelayanan Stimulasi Deteksi dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) pada 500 anak dari
lima Wilayah DKI Jakarta, ditemukan, 57 anak (11,9%) mengalami
kelainan tumbuh kembang (Prasma, et. All, 2021).

Berdasarkan hasil Riskesdas 2018, mengungkapkan bahwa masalah


tumbuh kembang pada balita antara lain persentase balita dengan gizi
kurang dan buruk di tahun 2018 adalah sebesar 17,7%, hal ini
menunjukkan bahwa angka gizi kurang dan buruk berhasil diatasi
dari yang sebelumnya yaitu sebesar 19,6% di tahun 2013. Hasil
Riskesdas juga mengungkapkan bahwa persentase status gizi balita
sangat pendek dan pendek di Indonesia adalah sebesar 30,8%, namun
demikian belum memenuhi target RJPMN 2019 (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah tahun 2019) yang menunjukkan
bahwa persentase status gizi sangat balita pendek dan pendek harus
37

ditekan hingga mencapai 28%. Balita yang mendapatkan PMT


(Pemberian Makanan Tambahan) sebesar 59%, balita yang
mendapatkan program PMT sebesar 41%, padahal PMT sangat
berpengaruh terhadap status gizi dan pertumbuhan bagi balita
(Prasma, et. All, 2021).
c. Tumbuh Kembang Toddler
Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat
kemajuan dalam perkembangan motorik (gerak kasar dan gerak
halus) serta fungsi ekskresi. Periode penting dalam tumbuh kembang
anak adalah pada masa balita. Pertumbuhan dasar yang berlangsung
pada masa balita akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan
anak selanjutnya. Setelah lahir terutama pada 3 tahun pertama
kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih
berlangsung; dan terjadi pertumbuhan serabut serabut syaraf dan
cabang-cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak yang
kompleks. Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel
syaraf ini akan sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari
kemampuan belajar berjalan, mengenal huruf, hingga bersosialisasi.
Pada masa balita, perkembangan kemampuan bicara dan bahasa,
kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan
sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya.
Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak juga
dibentuk pada masa ini, sehingga setiap kelalnan/penyimpangan
sekecll apapun apablla tidak dideteksl apalagi tidak ditangani dengan
baik, akan mengurangi kualitas sumber daya manusia dikemudian
hari (Kemenkes RI, 2018).

B. Penelitian Terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Fatriansasri (2019) tentang Pengaruh
Kompres Dingin Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pemasangan Infus
Pada Anak Pra Sekolah, penelitian ini menggunakan quasi
experimental dengan pendekatan posttest only control design, dengan
menggunakan uji Mann Whitney pada analisis bivariatnya. Responden
pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dimana
responden adalah adalah seluruh anak usia pra sekolah di IGD RS
Bhayangkara Palembang, yang berjumlah 30 orang
responden. Kelompok penelitian ini terbagi menjadi 2 kelompok yaitu 15
38

orang responden kelompok intervensi dan 15 orang responden pada


kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompres dingin
berpengaruh pada penurunan nyeri dengan nilai P value 0.00 .
2. Penelitian yang dilakukan oleh Akriansyah & Raden (2021) tentang
Pengaruh Cool Pack (Kompres Dingin) Terhadap Nyeri Saat
Pemasangan Infus Pada Anak di Rumah Sakit, penelitian ini
menggunakan quasy experiment dengan pendekatan two group posttest
design dimana total responden 15 anak kelompok intervensi dan 15 anak
kelompok kontrol. Cara intervensi yang dilakukan adalah Cool Pack
(kompres dingin ) digunakan sebelum dilakukan pemasangan infus pada
area yangakan di pasang infus dengan menggunakan ice gel dengan
ukuran sedang yang sudah dibekukan selama 8 jam,diletakkan bagian
pergelangan tangan yang akan diinfus untuk mengalihkan perhatian nyeri
pada anak saat pemasangan infus selama 5-10 menit. Semua responden
diberikan kompres dingin sebelum di pasang infus. Hasil menunjukkan
terdapat pengaruh cool pack pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol dengann nilai P value 0.00.
3. Penelitian yang dilakukan Prameswari, Khalimatus & Indah (2023)
dengan judul The Effectiveness of Warm and Cold Compress Before
Infusion To reduce Pain in Children Aged 1-6 Years, penelitian ini
menggunakan metode Quasi Experimental Design with a Post test only
non equivalent control group type. Metode pengambilan sampel dengan
non probability sampling dengan total sampel 30 anak. Hasil penelitian
menujukkan bahwa kompres hangat dan kompres dingin bisa digunakan
untuk menurunkan nyeri pada anak, namun kompres dingin lebih efektif
dibandingkan dengan kompres hangat.
4. Penelitian yang dilakukan aku Widyaningsih & Aini (2018) tentang
Perbandingan Efektifitas Penggunaan Emla dan Kompres Dingin
Terhdaap Tingkat Nyeri Anak Usia Sekolah Saat Tindakan Pungsi Vena
di Ruang Dahlia RSUD H Soewondo Kendal, penelitian ini
menggunakan metode quasi experiment post test only design, dimana
terdapat 2 kelompok yang diberi perlakuan berbeda. Total responden
yang digunakan yakni sebesar 25 anak. Hasil menunjukkan bahwa hasil
Penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat nyeri antara
kelompok EMLA dankelompok kompres dingin (P=0,894). Tidak ada
perbedaan tingkat nyeri antara kelompok EMLA dan kelompok
kompres dingin di Ruang Dahlia RSUD H Soewondo Kendal
39

5. Penelitian yang Agustiningrum, Mira & Praba tahun 2019 tentang


Efektifitas Kompres Hangat dan Kompres Dingin terhadap Tingkat Nyeri
Balita Pasca Outbreak Response Immunization (ORI), penelitian ini
menggunakan metode Pra Eksperimental post test only desain, dimana
total sampel 66 balita. Teknik sampling yang digunakan adalah
purposive sampling. Hasil menunjukkan dari efektifitas kompres hangat
dan kompres dingin pada Balita usia 1-3 tahun adalah kompres dingin
lebih efektif dibandingkan dengan kompres hangat dikarenakan nilai
mean pada kelompok kompres hangat sebesar 41,59 sedangkan pada
kelompok kompres dingin 25,4. Berdasarkan hasil uji statistic Mann-
Whitney test pada kelompok kompres hangat dan kompres dingin, maka
didapatkan hasil nilai p value adalah 0,001 (p value <0,05)
40

C. Kerangka Teori

Anak sakit dan


membutuhkan
perawatan /
hospitalisasi

Anak diberikan

Terapi intravena

Akan menyebabkan

Luka tusuk

Melepas mediator inflamasi

Kerusakan jaringan Jika tidak


segera
ditangani
1. Nyeri menetap
Nyeri
2. Tidak kooperatif
3. Trauma
4. Perubahan sikap
Manajemen Farmakologi Manajemen Non dan perilaku
Farmakologi

Penggunaan Emla
Cream
Kompres Hangat Kompres Dingin

Memperlambat Menurunkan
konduksi pelepasan Menghambat
serabut saraf mediator pengeluaran
perifer nyeri & mediator inflamasi
nosiseptor

Menimbulkan
efek anastesi
di kulit

Penurunan Intensitas Nyeri

Sumber : Emril et al (2018), Isnawati (2018), Biges (2019), Immawati et al, (2022)
41

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL & HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep
yang satu dengan yang lainnya dari masalah yang akan diteliti. Kerangka
konsep yang baik harus berasal dari literature dan teori yang ada atau
digunakan oleh peneliti. Sehingga kerangka konsep akan mengarah atau
membimbing peneliti, serta digunakan sebagai panduan dalam menganalisa
dan intervensi (Heryana, 2020). Kerangka penelitian ini mengacu pada tujuan
penelitian yaitu Perbandingan Efektivitas Pemberian Kompres Hangat dan
Kompres Dingin Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pemasangan Infus Usia
Todler di Rawat Inap RS Puri Cinere Depok. Kerangka konsep penelitian ini
menjelaskan tentang variabel-variabel yang dapat diukur dalam penelitian ini.
Variabel tersebut diantaranya :
1. Variabel Terikat (Dependen Variabel)
Variabel ini disebut variabel output, kriteria dan konsekuen. Variabel
terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena
adanya pengaruh variabel bebas (Jiwantoro, 2017 dalam Suryani, 2018).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penurunan nyeri pada anak
usia toddler.
2. Variabel Bebas (Independen Variabel)
Variabel ini sering disebut stimulus atau prediktor. Variabel ini
merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel dependen (Jiwantoro, 2017 dalam
Suryani, 2018). Variabel bebas pada penelitian ini yakni pemberian
kompres hangat dan kompres dingin pada anak usia toddler yang
dilakukan tindakan pemasangan infus.

Variabel Independen Variabel Dependen

Intervensi
Kompres Hangat Penurunan Skala
Nyeri Pemasangan
Infus Todler
Intervensi
Kompres Dingin
42

3.1 Bagan Kerangka Konsep

B. Definisi Operasional
Definisi Operasional adalah sebuah istilah yang biasa digunakan untuk
memonitor atau untuk mengukur setiap variabel yang harus diidentifikasi
secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga
memungkinkan peneliti untuk melakukan pengukuran secara cermat
(Nursalam, 2015 dalam Masdiyanti, 2023). Definisi operasional bukan hanya
menjelaskan arti variabel namun juga aktivitas-aktivitas yang harus
dijalankan untuk mengukur variabel-variabel tersebut, atau menjelaskan
bagaimana variabel tersebut diamati dan diukur. Definisi operasional harus
menjelaskan secara spesifik sehingga berdasarkan definisi ini, peneliti yang
akan mereplikasi studi dapat dengan mudah mengkonstruksikan teknik-teknik
pengukuran yang sama (Heryana, 2020).

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Penelitian Operasional
Pemberian Pemberian Observasi Lembar 0 = tidak Nominal
kompres kompres dingin (check list) observasi diberi
dingin diberikan 5 Menggunak dan intervensi
menit sebelum an cold stopwatch 1 = diberi
dilakukan pack gel kompres
pemasangan dingin
tindakan infus. sebelum
Jika tidak berhasil tindakan
prosedur invasif
pemasangan infus,
pemberian
kompres dingin
diberikan kembali
seperti semula
Pemberian Pemberian Observasi Lembar 0 = tidak Nominal
Kompres kompres hangat (Checklist) observasi diberi
hangat dilakukan 5 menit menggunak dan intervensi
sebelum tindakan an hot pack stopwatch 1 = diberi
pemasangan infus. gel kompres
Jika tidak dingin
berhasil, makan sebelum
lakukan kembali tindakan
dengan dilakukan invasif
kompres seperti
sebelumnya
Penurunan Penurunan Skala Observasi Lembar 0= Tidak Ordinal
Skala Nyeri yang dengan observasi nyeri
Nyeri dirasakan oleh menggunak FLACC 1-3 = Nyeri
anak akibat an FLACC ringan
tindakan 4-6 = Nyeri
43

pemasangan infus sedang


7-10 = Nyeri
berat
3.1 Tabel Definisi Operasional

C. Hipotesis
Uji hipotesis adalah metode pengambilan keputusan yang berdasarkan pada
analisis data. Analisis data ini berasal dari percobaan yang terkontrol atau
observasi yang bersifat tidak terkontrol. Sehingga uji hipotesis sering disebut
dengan “Konfirmasi Analisis Data” (Heryana, 2020). Hipotesis ini mengacu
pada penelitian Perbandingan Efektivitas Pemberian Kompres Hangat dan
Kompres Dingin Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pemasangan Infus Usia
Todler di Rawat Inap RS Puri Cinere Depok. Hipotesis yang diajukan adalam
penelitian ini adalah :
Ha :
1. Ada pengaruh kompres dingin terhadap penurunan skala nyeri
pemasangan infus usia toddler di rawat inap RS Puri Cinere Depok
2. Ada pengaruh kompres hangat terhadap penurunan skala nyeri
pemasangan infus usia toddler di rawat inap RS Puri Cinere Depok
3. Ada perbedaan penurunan skala nyeri antara kelompok intervensi
kompres hangat dan kelompok intervensi kompres dingin.

Ho :

1. Tidak ada pengaruh kompres dingin terhadap penurunan skala nyeri


pemasangan infus usia toddler di rawat inap RS Puri Cinere Depok
2. Tidak ada pengaruh kompres hangat terhadap penurunan skala nyeri
pemasangan infus usia toddler di rawat inap RS Puri Cinere Depok
3. Tidak ada perbedaan penurunan skala nyeri antara kelompok intervensi
kompres hangat dan kelompok intervensi kompres dingin.
44

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan proses penelitian. Desain penelitian bertujuan
untuk memberi pegangan yang jelas dan terstruktur kepada peneliti dalam
melakukan penelitiannya. Desain penelitian juga diartikan sebagai kerangka
atau perincian prosedur kerja yang akan dilakukan pada waktu meneliti,
sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran dan arah mana yang akan
dilakukan dalam melaksanakan penelitian tersebut, serta memberikan
gambaran jika penelitian itu telah terjadi atau selesai penelitian tersebut
diberlakukan (Sina, 2022).

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode Quasi


Experiment Design menggunakan pendekatan rancangan penelitian Posttest
Only With Control Group yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
hubungan sebab akibat dengan pembagian 2 kelompok yaitu 1 kelompok
kompres dingin dan 1 kelompok kompres hangat. Pada kedua kelompok ini
akan diberikan inform consent terlebih dahulu, lalu diberikan kompres baik
hangat atau dingin dan selanjutnya dilakukan pemasangan infus dan di
observasi intensitas nyerinya. Penelitian ini akan menganalisa pengaruh
pemberian terapi kompres hangat dan kompres dingin terhadap penurunan
nyeri pada anak usia toddler yang telah dilakukan pemasangan infus di RS
Puri Cinere Depok. Selain itu, penelitian ini juga membandingkan perbedaan
rata-rata nilai post test antara kelompok kompres hangat dan kelompok
kompres dingin.
K1 I1 P1
K2 I2 P2
Keterangan :
K1 : Kelompok 1
K2 : Kelompok 2
I1 : Intervensi (Kompres Dingin)
45

I2 : Intervensi (Kompres Hangat)


P1 : Pengukuran setelah dilakukan intervensi (post test)
P2 : Pengukuran setelah dilakukan intervensi (post test)
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang teridri atas objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian dapat ditarik kesimpulannya (Sina,
2022). Populasi dalam penelitian ini yakni anak usia toddler yang
dilakukan perawatan di ruang Aster RS Puri Cinere Depok yang
berjumlah 135 anak (Juli-September 2023) dengan rata2 perbulan 45
anak.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi yang secara nyata diteliti dan ditarik kesimpulan (Sina, 2022).
Sampel pada penelitian ini yakni anak usia toddler (1-3 tahun) yang
dilakukan rawat inap di RS Puri Cinere. Penelitian ini menggunakan
rumus Slovin untuk perhitungan sampelnya. Rumus slovin dapat
dirumuskan :
N
n = (1+ Ne 2)

Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Total Populasi
E = Tingkat kesalahan dalam pengambilan sampel (0,05)

n = 45
¿¿

45
=
(1+ 45 x 0.0025)

45
= (1+0.1125 )

45
= (1.1125)

= 40,44 40 responden
46

Untuk mengantisipasi hilangnya unit intervensi maka dilakukan korelasi


dengan drop out 10% x n

Adapun perhitungan drop out adalah sebagai berikut :

Drop out sampel = 10 % x n

= 10% x 40

=4

Jadi total sampel yang digunakan adalah 44 anak, dimana dibagi menjadi
dua kelompok yaitu 22 responden di kelompok kompres hangat, dan 22
responden di kelompok kompres dingin.

3. Teknik Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel adalah langkah pertama dan aspek terpenting dari
keseluruhan proses analisis (Kou, 2011 dalam Firmansyah & Dede,
2022). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling dimana responden dipilih berdasarkan kriteria tertentu.
Kriteria Inklusi yakni :
a. Pasien usia toddler 12-36 bulan
b. Anak yang dilakukan tindakan pemasangan infus
c. Anak mampu berkomunikasi secara verbal dan non verbal
d. Anak tidak alergi dengan suhu dingin dan panas
e. Orang tua pasien bersedia untuk anaknya menjadi responden
penelitian
Kriteria Ekslusi :
a. Orang tua pasien tidak bersedia anaknya menjadi responden penelitian
b. Anak mengalami penurunan kesadaran
C. Tempat Penelitian
Penelitian ini diadakan di ruang rawat inap Aster di RS Puri Cinere Depok
D. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan November-Desember 2023
E. Etika Penelitian
Penelitian keperawatan dalam kegiatannya tidak akan terlepas dari hubungan
atau relasi antara pihak-pihak yang berkepentingan, sekurang-kurangnya
antara kedua belah pihak, yakni pihak peneliti dengan pihak subjek yang
diteliti dan tidak dipungkiri bahwa penelitian memiliki resiko
ketidaknyamanan pada subjek penelitian. Tujuan etik penelitian adalah untuk
47

memastikan bahwa penelitian yang melibatkan manusia atau hewan sebagai


subyek penelitian memenuhi empat unsur bioetik yaitu :
1. Beneficience
Penelitian memberikan manfaat bagi subyek
2. Nonmalefficient
Memastikan bahwa peneliti tidak melakukan tindakan atau intervensi
yang akan merugikan subyek penelitian

3. Respek
Penelitian menghargai subyek sebagai manusia seperti tidak adanya unsur
paksaan dalam pengumpulan data
4. Adil
Peneliti tidak membeda-bedakan antara subyek yang satu dengan yang
lainnya atau tidak ada diskriminasi (Heryana, 2020)
Etika yang perlu di perhatikan pada saat penelitian menurut Alimul (2003)
dalam Suryani (2018) adalah :
1. Informed Consent (lembar persetujuan)
Informed Consent merupakan lembar persetujuan antara peneliti dengan
responden. Peneliti akan memberikan lembar persetujuan kepada
responden. Tujuan pemberian lembar persetujuan ini adalah agar subyek
mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui dampak yang
ditimbulkan dari penelitian.
2. Anonomity (tanpa nama)
Anonomity merupakan etika dalam penelitian keperawatan dimana
peneliti tidak akan memberi nama responden pada lembar alat ukur.
Peneliti hanya akan menuliskan kode pada lembar pengumpul data.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Peneliti menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi maupun
masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang dikumpulkan akan
dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang
dilaporkan pada hasil penelitian.
F. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti untuk
mengobservasi, mengukur atau menilai sebuah fenomena (Dharma, 2011
dalam Suryani, 2018). Instrumen yang digunakan peneliti adalah :
48

a) Untuk mengukur suhu air mengguanakan thermometer air, stopwatch


dan lembar observasi.
b) Instrumen yang digunakaan untuk penilaian nyeri yang diguanakan
adalah Face, Legs, Activity, Cry & Consolability Scale (FLACC)
2. Uji Coba Instrumen Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2018) tentang Perbandingan
Validitas FLACC Scale dan NIPS dalam Penilaian Nyeri Akut Pada
Infant menunjukkan pada analisis validitas konkuren menunjukkan Skala
FLACC dan NIPS mempunyai korelasi positif yang hampir sama kuatnya
terhadap standar emas (r=,578 : r=,557). Skala FLACC juga memiliki
sensitivitas 100% dan spesifisitas 44%, hampir sama dengan NIPS
(sensitivitas 100%, spesifisitas 50%). Pada analisis kurva ROC diperoleh
Area under the Curve (AUC) untuk skala Skala FLACC (89,6%) juga
sama dengan nilai AUC pada NIPS (88,9%). Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa alat ukur nyeri menggunakan Skala FLACC dan
NIPS mempunyai derajat validitas yang secara statistik sama baik dalam
menilai nyeri akut bayi sehingga diharapkan dapat menjadi acuan dalam
penilaian nyeri pada bayi.
G. Prosedur Pengumpulan Data
1. Persiapan Prosedur Administrasi
a) Penulis membuat surat pengantar permohonan izin dari Stikes
Pertamedika untuk diajukan ke tempat penelitian
b) Penulis mengajukan izin pada Direktur RS Puri Cinere Depok dan
Kabid Bidang Keperawatan
2. Prosedur Teknis
a) Peneliti setelah mendapatkan izin dari yang berwenang, peneliti
langsung mengidentifikasi responden yang sesuai dengan kriteria
inklusi yang ada
b) Peneliti menjelaskan kepada calon responden terkait tujuan penelitian
dan meminta kesediannya untuk menjadi responden. Jika setuju, maka
responden menandatangai informed consent
c) Melakukan kompres hangat dan kompres dingin pada masing-masing
kelompok, dimana kompres diberikan kurang lebih selama 5-10
menit.
d) Setelah itu, dilakukan pemasangan infus pada pasien
e) Dan dilakukan observasi skala nyeri pada pasien dengan
menggunakan instrument FLACC
49

f) Dokumentasikan penilaian lalu dilakukan analisa data.


H. Prosedur Pengolahan Data
Notoatmodjo (2011) dalam Suryani (2018) mengemukakan bahwa
pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui serangkaian tahapan
yaitu :
1. Editing
Editing adalah kegiatan untuk pengecekana dan perbaikan isian formulir
atau kuesioner. Editing data dilakukan untuk memastikan bahwa data
yang telah diperoleh, meliputi : kebenaran tentang pengisian dan
kelengkapan jawaban lembar pengkajian.
2. Coding
Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data
angka dan bilangan
3. Processing
Processing merupakan suatu proses memasukkan data ke dalam computer
untuk sleanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan program
statistic dalam computer.
4. Cleaning
Cleaning merupakan pembersihan data, dilihat apakah variabel data sudah
benar atau belum.
I. Teknik Analisis Data
1. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan sebuah uji yang digunakan untuk mengetahui
apakah sebaran data berdistribusi normal atau tidak. Terdapat banyak
metode yang dapat digunakan untuk pengujian normalitas data serta
metode tersebut tentunya memiliki hasil keputusan yang berbeda-beda.
Uji Kolmogorov-Smirnov biasa digunakan untuk memutuskan jika
sampel berasal dari populasi dengan distribusi spesifik atau tertentu. Uji
ini membandingkan serangkaian data pada sampel terhadap distribusi
normal serangkaian nilai dengan mean dan standar deviasi yang sama
(Sintia, et all., 2022).
2. Univariat
Analisis univariat jika jumlah variabel yang dianalisis hanya satu macam.
Pengertian satu macam disini bukan jumlahnya hanya 1 tetapi yang
dimaksud adalah jenis variabelnya hanya 1 macam (tidak ada variabel
dependen dan independen). Analisis univariat menggunakan metode
statistik deskriptif untuk menggambarkan parameter dari masing-masing
50

variabel. Parameter tersebut antara lain nilai tengah (mean, median,


modus), dan nilai dispersi (varians, standar deviasi, range). Beberapa
peneliti juga menggunakan uji statistik 1 sampel/kelompok untuk
mengetahui normalitas data (nilai p-value), estimasi parameter/interval,
homogenitas, dan sebagainya (Heryana, 2020).
3. Bivariat
Analisis bivariat dilakukan jika variabel yang dianalisis terdiri dari dua
macam yaitu dependen dan independen. Biasanya digunakan pada desain
penelitian korelasi, asosiasi, dan eksperimen 2 kelompok. Analisis ini
bertujuan menguji hipotesis penelitian yang diajukan peneliti. Uji statistik
yang dipakai tergantung pada jenis datanya apakah kategorik atau
numerik. Lalu apakah data tersebut berpasangan (dependen) atau tidak
berpasangan (independen). Misalnya: uji chi-square dipakai jika jenis
data variabel dependen dan independen sama-sama kategorik. Selain
melakukan uji korelasi, dalam analisis bivariat yang bersifat
epidemiologis dilakukan perhitungan risiko terhadap kasus/masalah
kesehatan. Misalnya: menghitung odds ratio, relative risk, dan prevalence
odds ratio (Heryana, 2020).
51

DAFTAR PUSTAKA

Akriansyah, Mareta & Raden Surahmat. (2021). Pengaruh Coll Pack (Kompres
Dingin) Terhadap Nyeri Saat Pemasangan Infus Pada Anak di Rumah Sakit.
Jurnal Kesehatan Medika Saintika Volume 12 Nomor 2 : 178-183.
Ariga, Fajar Amanah., & Krisman Yanto Gulo. (2020). Pengaruh Pemberian
Kompres Hangat Terhadap Penurunan Derajat Nyeri Pada Penderita Flebitis.
Jurnal Ilmu Keperawatan Vol. 8 No. 1 : hal 97-105.
Azizah, N., & rahmawati, D., (2019), Perkembangan Anak Usia 3–4 Tahun
Berdasarkan Peran Orangtua Di Paud Juwita Harapan Sidoarjo. Journal Of
Issues In Midwifery 1(3), 30-40.
Bawole,Ellen, Rahmaya Nova Handayani & Etika Dewi Cahyaningrum. (2022).
Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Skala Pengukuran Nyeri di RSUD
Tagulandang Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Inovasi Penelitian Vol 3 No 7.
Hal : 6843-6848.
Biges, R. (2019). Pengaruh Pemberian Kompres Air Hangatterhadap Pengurangan
Rasa Nyeri Pada Ibu Bersalin Di Puskesmas Pekkabata. Bina Generasi :
Jurnal Kesehatan, 10(1): Hal 1–14.

Boediarsih., Adi Irawan & Dwi Kustriyanti. (2021). Cold Compress Using Ice Gel
Effectively Reduces Pain Intensity in School Age Children (6-12 Years)
During Infusion Procedures. Jendela Nursing Journal Volume 5 Number 1 :
31-38.
Faisol. (2022). Manajemen Nyeri. Diakses dari
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1052/manajemen-nyeri pada tanggal
11 November 2023 pukul 10:30 WIB.
Fatriansari.(2019). Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Penurunan Skala Nyeri
Pemasangan Infus Pada Anak Pra-Sekolah. Jurnal Ilmiah Multi Science
Kesehatan Volume 11 : Hal 44-52.
52

Hannan, Mujib, et all.(2019). Pengaruh Terapi Kompres Hangat Terhadap


Penurunan Nyeri Sendi Osteoarthritis Pada Lansia di Posyandu Lansia
Puskesmas Pandian Sumenep. Jurnal Kesehatan Wiraraja Medika Volume 9
No 1 : Hal 1-10.
Heryana, Ade. (2020). Analisis Data Penelitian Kuantitatif. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/342476833_Analisis_Data_Peneliti
an_Kuantitatif pada tanggal 10 November 2023 Pukul 12:23 WIB
Hiqma,Faiqotul, Zainal Munir, & Baitus Sholehah.(2023). Pengaruh Tingkat
Pengetahuan Ibu Berkarier dan Tidak Berkarier Terhadap Tumbuh Kembang
Anak Pda Usia Todler. Jurnal Penelitian Perawat Profesional Volume 5
Nomor 1. Hal :305-314.
Isnawati, Findy Nur Isa. (2018). Efektivitas Terapi Kompres Air Hangat Terhadap
Intensitas Nyeri Pada Lansia yang Menderita Arthritis Reumatoid di
Posyandu Lansia Mawar Indah Dusun Janggan Desa Janggan Kecamatan
Poncol Kabupaten Magetan. Skirpsi S1 Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Jamal, Fachrul, Teuku Dede Andika & Eka Adhiany. (2022). Penilaian dan
Modalitas Tatalaksana Nyeri. Jurnal Kedokteran Nanggore Medika Vol. 5
No.3 : Hal : 66-73.

Jamal, Fachrul., Teuku Dede Andika., Eka Adhiany., (2022). Penilaian dan
Modalitas Tatalaksana Nyeri. Jurnal Kedokteran Naggroe Medika, Vol 5, No.
3 Hal 66-73.
Kasih, Nadilla Shinta. (2023). Perbandingan Efektivitas Penilaian Skala Nyeri
Berdasarkan Visual Analog Scale (VAS), Verbal Rating Scale (VRS), dan
Numeric Rating Scale (NRS) pada Pasien Pasca Operasi Sectio Caesarea di
RSU Muhammadiyah Medan.Skripsi S1 Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara.
Kementrian Kesehatan RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018

Laksmi, I Gusti Ayu Putu Satya., Ni Made Suryati & Ni Luh Gede Puspita Yanti.
(2018). Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Tingkat Nyeri Saat Pemasangan
Infus Pada Anak Usia Sekolah. BMJ. Vol 5 No. 2 : 198-209.
Mardana, I Kadek Riyandi Pranadiva Mardana & dr Tjahya Aryasa Sp.An.
(2017). Penilaian Nyeri. Bagian Anesteologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
Panjaitan, et,all. (2020). Pengaruh Kompres Hangat Dan Kompres Dingin
Terhadap Intensitas Nyeri Persalinan Normal Kala I Fase Aktif Di Rsud Koja
53

Jakarta Utara. Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan MEDISINA AKPER YPIB


Majalengka, Volume VI : Hal 1–14.
Prasmaa, et.all. (2021). Tingkat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia
Toddler di Paud Santa Maria Monica Bekasi Timur. Jurnal Keperawatan
Cikini Volume 2 No.2 : Hal 26-32.

Profil Anak Indonesia (2020). Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan


Perlindungan Anak Republik Indonesia diakses dari
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/25/3056/profil-anak-
indonesia-tahun-2020 diakses pada 03 Oktober 2023 pada pukul 15:54 WIB
Saphna, Kavita Yunanda, Sartoyo, Puspo Wardoyo & Achmad Faiz. (2023).
Pengaruh Senam Aerobik Terhadap Pengurangan Nyeri Punggung Bawah
Miogenik di Rumah Sakit Islam A Yani Surabaya. Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah Khusus Mei. Hal : 37-41.
Sintia, et.all. (2022). Perbandingan Tingkat Konsistensi Uji Distribusi Normalitas
Pada Kasus Tingkat Pengangguran di Jawa. Prosiding Seminar Nasional
Matematika, Statistika dan Aplikasinya, Terbitan II : Hal 322-333.

Supriadi, Edi. (2021). Perbandingan Contrast Water Therapy dan Kompres Dingin
Terhadap Derajat Phlebitis Pasien Yang di Infus. Syntax Idea Vol. 3, No, 1 :
Hal 58-79.
Suryani. (2018). Hubungan Kompres Dingin dengan Nyeri saat Pemasangan Infus
pada anak usia Todler di Ruang Rawat RS Puri Cinere Depok. Skripsi S1
Ilmu Keperawatan STIKES Pertamedika.
Susiyanti, et.all. (2022). Korelasi Bundle Phlebitis Dengan Kejadian Phlebitis di
Ruang Rawat Inap. Jurnal Keperawatan Priority, Vol.5. No 1 : Hal 87-93.

Suwarni. (2018). Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Tingkat Nyeri Saat


Pemasangan Infus Pada Anak Usia 4-12 Tahun di Ruang Dahlia RSUD dr.H.
Soewondo Kendal. Skripsi S1 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Husada
Semarang
Suwarni. (2018). Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Tingkat Nyeri Saat
Pemasangan Infus Pada Anak Usia 4-12 Tahun di Ruang Dahlia RSUD dr.H.
Soewondo Kendal. Skripsi S1 Program Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Widya Husada Semarang.
Trimawati & Mona Saparwati. (2018). Bahan Ajar Teknik Pengurangan Nyeri
Pada Bayi. Universitas Ngudi Waluyo

Vianti, Remilda Armika. (2020). Pengalaman Perawat Mengatasi Dampak


Hospitalisasi Pada Anak. Jurnal PENA Vol. 34 No. 2 : 29-39.
54

Wulansari, et all. (2022). Perbandingan Intervensi Keperawatan Kompres Hangat,


Kompres Dingin dan Pemberian Simplisia Serbuk Aloe Vera Terhadap
Pengurangan Rasa Nyeri Pada Kasus Phlebitis. Skripsi S1 Ilmu Keperawatan
Universitas Brawijaya Malang
Yunita, Lisa & dadan Suryana. (2021). Perkembangan Personality Sosial Usia
Bayi dan Todler. Jurnal Family Education Volume 01 No.4 : Hal 14-22.

Lampiran 1

FORMAT PENJELASAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : DIKA RATNA HAPSARI

NIM : 11222218

Adalah mahasiswi Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu


Kesehatan Pertamedika, akan melakukan penelitian tentang “Perbandingan
Efektifitas Pemberian Kompres Hangat dan Kompres Dingin terhadap
Penurunan Skala Nyeri Pemasangan Infus Usia Todler di Rawat Inap RS
Puri Cinere Depok.”

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan efektivitas kompres


hangat dan kompres dingin untuk menurunkan intensitas nyeri anak usia toddler
yang di lakukan pemasangan infus.

Pasien akan dilakukan pemberian kompres hangat dan kompres dingin selama
kurang lebih 5-10 menit, dimana peneliti menjamin bahwa semua informasi yang
berkaitan dengan identitas partisipan dan data yang diperoleh akan dirahasiakan
dan hanya akan diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian akan dipublikasikan tanpa
identitas asli partisipan.
55

Melalui penjelasan singkat ini, besar harapan peneliti agar ayah atau bunda
memberikan izin anaknya untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini. Atas
partisipasi dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.

Jakarta, 17 November 2023

Dika Ratna Hapsari

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN

Saya yang bertanada tangan dibawah ini :


Nama Orang Tua :
Nama Anak :
Usia :
No. Telp/Hp :
Menyatakan bahwa :
Saya bersedia menjadi partisipan pada penelitian yang berjudul “Perbandingan
Efektifitas Pemberian Kompres Hangat dan Kompres Dingin terhadap
Penurunan Skala Nyeri Pemasangan Infus Usia Todler di Rawat Inap RS
Puri Cinere Depok” yang dilakukan oleh DIKA RATNA HAPSARI sebagai
mahasiswi Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Pertamedika Jakarta.

Saya telah mendapat penjelasan dari peneliti tentang tujuan penelitian ini. Saya
mengerti bahwa data mengenai penelitian ini akan dirahasiakan. Semua berkas
yang mencantumkan identitas responden hanya digunakan untuk penelitian.

Saya mengerti bahwa tidak ada resiko yang akan terjadi, apabila muncul efek
samping dari penelitian yang dilakukan maka peneliti akan menghentikan
56

pengumpulan data dan peneliti berhak memberikan hak kepada saya untuk
mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa resiko apapun.

Demikian surat pernyataan ini saya tandatangani tanpa suatu paksaan. Saya
bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini secara sukarela.

Jakarta,
Partisipan

……………………………
(Nama Jelas)

Anda mungkin juga menyukai